Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gagal Ginjal Kronik
1. Pengertian
Menurut Margareth (2012) penyakit ginjal kronis (chronic kidney
disease/CKD) adalah kondisi saat fungsi ginjal mulai menurun secara
bertahap, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan. Kondisi ini bersifat permanen.
Status CKD berubah menjadi gagal ginjal ketika fungsi ginjal telah
menurun hingga mencapai tahap atau stadium akhir. CKD adalah penyakit
yang umumnya baru dapat dideteksi melalui tes urin dan darah. Gejalanya
yang bersifat umum membuat pengidap penyakit ini biasanya tidak
menyadari gejalanya hingga mencapai stadium lanjut.
2. Epidemiologi
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang
bersifat progresif dan dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar
kasus stadium terminal GGK. Apabila penyakit GGK seseorang telah
mencapai stadium berat atau terminal maka terapi yang dapat
meningkatkan harapan hidup penderita tersebut adalah dialisis dan yang
paling baik dengan transplantasi ginjal.
Menurut Adiatma (2011) prevalensi GGK tahun 2010, lebih dari 20
juta warga Amerika Serikat yang menderita penyakit ginjal kronik, angka
8
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
9
ini meningkat sekitar 8% setiap tahunya. Lebih dari 35% pasien diabetes
menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi
juga memliki penyakit ginjal kronik dengan insidensi penyakit ginjal
kronik tertinggi ditemukan pada usia 65 tahun atau lebih. Studi di
Indonesia menyebutkan angka insidensi pasien GGK sebesar 30,7 perjuta
penduduk dan angka kejadianya sebesar 23,4 perjuta penduduk
3. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif, Menurut Margareth (2012) gagal ginjal kronik dibagi menjadi
empat stadium berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. GGK ringan : LFG 30 – 50 ml/menit
b. GGK sedang : LFG 10 – 29 ml/menit
c. GGK berat : LFG <10 ml/menit
d. Gagal Ginjal Terminal : LFG <5 ml/menit
4. Etiologi
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab. Menurut Margaret
(2012) sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat
dibagi menjadi delapan kelas seperti berikut:
a. Infeksi, misal pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan, misal glomerulonefritis.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
10
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misal nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung, misal lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter, misal penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik, misal diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
g. Nefropati toksik, misal penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
h. Nefropati obstruktif, misal saluran kemih bagian atas seperti kalkuli,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal; dan saluran kemih bagian bawah
seperti hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
5. Gejala gagal ginjal kronik
Pengidap penyakit ginjal yang telah terdiagnosis akan menjalani
pemeriksaan secara teratur untuk memantau fungsi ginjalnya. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan tes darah dan perawatan yang bertujuan mencegah
agar penyakit tidak berkembang. Tes darah dan pemantauan rutin ini juga
berfungsi untuk mendeteksi jika ginjal mulai kehilangan fungsi dan
mengarah pada gagal ginjal. Gagal ginjal menunjukkan gejala sebagai
berikut:
a. Lebih sering ingin buang air kecil, terutama di malam hari.
b. Kulit gatal.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
11
c. Adanya darah atau protein dalam urin yang dideteksi saat tes urin.
d. Kram otot.
e. Kehilangan berat badan.
f. Kehilangan nafsu makan.
g. Penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan pada
pergelangan kaki, kaki, atau tangan.
h. Nyeri pada dada, akibat cairan menumpuk di sekitar jantung.
i. Otot kejang.
j. Sesak napas.
k. Mual dan muntah.
l. Gangguan tidur.
m. Disfungsi ereksi pada pria.
6. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya
gagal ginjal kronik atau mengurangi risiko berkembangnya penyakit ginjal
kronis atau chronic kidney disease (CKD) diantaranya adalah :
a. Pola Makan Sehat
Pola makan sehat penting untuk menurunkan kadar kolesterol
dalam darah dan menjaga tekanan darah tetap normal. Kedua kondisi
ini penting untuk mencegah terjadinya penyakit ginjal kronis. Kontrol
kadar kolesterol dengan menghindari makanan kaya lemak jenuh
tinggi seperti goreng-gorengan, mentega, santan kelapa, keju, kue,
biskuit, serta makanan-makanan yang mengandung minyak kelapa atau
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
12
minyak sawit. Sebaliknya, penderita disarankan untuk mengonsumsi
makanan yang kaya lemak tidak jenuh yang dapat mengurangi kadar
kolesterol, antara lain minyak ikan, avocad, kacang dan biji-bijian,
minyak bunga matahari, minyak biji sesawi, minyak zaitun.
Terlalu banyak garam juga akan meningkatkan tekanan darah.
Penting untuk membatasi konsumsi garam tidak lebih dari 6 gram
sehari yang setara dengan satu sendok teh penuh.
Biasakan menjalankan pola makan seimbang. Artinya, dalam
kengkonsumsi menu makanan setiap hari harus memperhatikan
keseimbangan antara gizi, vitamin, protein maupun mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh. Kelebihan kadar protein justru akan menambah
beban bagi ginjal untuk mengeluarkan sisa – sisa olahannya.
Sedangkan variasi menu makanan sehari hari, justeru akan membantu
menghindari timbunan sisa olahan (sisa metabolisme) dalam unit
terkecil saringan ginjal (anonim, 2013).
b. Menghindari kebiasaan merokok dan minuman keras
Merokok dan mengonsumsi minuman keras dapat memperburuk
kondisi gangguan ginjal. Hal ini karena dengan memiliki kebiasaan
merokok dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung serta
mengurangi aliran darah dan mempersempit pembuluh darah di ginjal..
c. Olahraga Teratur
Naiknya tekanan darah dan risiko berkembangnya CKD dapat
diminimalkan dengan olahraga teratur. Membiasakan diri berolah raga
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
13
secara teratur akan membuat sirkulasi darah menjadi lancar, sehingga
jantung menjadi sehat. Jika jantung sehat, maka aliran darah ke ginjal
juga menjadi baik, dan ginjalpun berfungsi normal. Untuk itu
lakukanlah olah raga ringan seperti jogging, jalan kaki, bersepeda,
berenang atau lainnya secara rutin, paling tidak 3 sampai 5 kali dalam
seminggu, masing – masing selama kurang lebih 30 menit.
d. Konsumsi obat secara teratur
Pemakaian obat diluar anjuran dari petugas medis atau dokter
dapat merugikan kesehatan itu sendiri. Karena setiap obat, khususnya
obat-obatan kimia, pada umumnya memiliki efek samping. Jadi
bukannya menjadikan penyembuh, tetapi sebaliknya. Disamping itu
juga disarankan agar waspada terhadap pemberitaan-pemberitaan
tentang manfaat herbal, khususnya obat-obatan herba yang belum
dikenal secara luas memiliki khasiat – khasiat tertentu.
e. Mencegah Diabetes
Penyakit kronis (bersifat menetap dalam jangka panjang),
seperti diabetes, dapat berpotensi menyebabkan gangguan ginjal
kronis. Pencegahan penyakit diabetes pada dasarnya mencegah
penyakit gagal ginjal itu sendiri, misalnya dengan mengurangi
konsumsi makanan yang manis, mengurangi porsi makanan, berolah
raga secara teratur dan perbanyak konsumsi sayuran, istirahat yang
cukup dan turunkan berat badan.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
14
B. Hemodialisis
1. Definisi Hemodialisis
Hemodialisis adalah pengalihan darah penderita dari tubuhnya
melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah
akan kembali ke tubuh penderita. Terapi ini dilakukan ketika ginjal tidak
dapat melakukan fungsi ginjal (Smeltzer, 2009). Hemodialisis merupakan
suatu proses yang menggunakan sistem dialisis eksternal untuk membuang
cairan yang berlebihan dan toksin dari darah dan mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit (Marelli, 2007). Jadi, hemodialisis adalah
proses penyaringan darah untuk membuang kelebihan cairan dan toksin
dalam darah dengan tujuan untuk menyeimbangkan elektrolit yang
dilakukan dengan bantuan dialiser.
2. Prinsip kerja hemodialisis
Prinsi kerja hemodialisis ada 3 yaitu Sudoyo (2006 dalam Kusumastuti,
2016)
a. Proses difusi
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang disebabkan
karena adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan
dialisat. Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi
tinggi ke yang berkonsentrasi rendah. Pada HD pergerakan molekul/zat
ini melalui suatu membran semi permiabel yang membatasi
kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
15
b. Proses ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membran semi permiabel akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan
kompartemen dialisat. Tekanan hidrostatik / ultrafiltrasi adalah yang
memaksa air keluar dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat.
Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen
darah dan tekanan negatif dalam kompartemen dialisat yang disebut
TMP (Trans Membran Pressure) dalam mmHg.
c. Proses osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya
perbedaan tekanan osmotik darah dan dialisat. Proses osmosis ini lebih
banyak ditemukan pada peritoneal dialisis.
3. Komponen utama pada hemodialisis
Hemodialisis terdiri dari 3 komponen dasar yaitu (Muttaqin, 2011):
a. Sirkulasi darah
Bagian yang termasuk dalam sirkulasi darah adalah mulai dari jarum/
kanula arteri (inlet), Arteri Blood Line (ABL), kompartemen darah
pada dialyzer, Venus Blood Line (VBL), sampai jarum/ kanula vena
(outlet).
b. Sirkulasi dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk prosedur HD, berada
dalam kompartemen dialisat berseberangan dengan kompartemen
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
16
darah yang dipisahkan oleh membran semi permiabel dalam dialyzer.
Terdapat 2 dialisat yaitu dialisat pekat (consentrate) dan air.
c. Membran semi permiabel
Membran semi permiabel adalah suatu selaput atau lapisan yang sangat
tipis dan mempunyai lubang (pori) sub mikroskopis. Dimana partikel
dengan ukuran kecil dan sedang (small and middle molekuler) dapat
melewati pori membran, sedangkan partikel dengan ukuran besar
(large molekuler) tidak dapat melalui pori membran tersebut.
d. Komplikasi hemodialisis
Komplikasi terapi dialisis dapat mencakup hal-hal berikut (Muttaqin,
2011) :
a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan
dikeluarkan.
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja
terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir
metabolism meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini
kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia
yang berat.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
17
f. Kram otot dan nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan
cepat meninggalkan ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
C. Efikasi Diri (Self Efficacy)
1. Pengertian
Efikasi diri dinyatakan sebagai “people’s judgements of their
capabilities and execute courses of action required to attain designated
types of performance (Bandura,1986). Artinya, efikasi diri merupakan
keyakinan seseorang bahwa dia dapat menjalankan suatu tugas pada suatu
tingkat tertentu, yang mempengaruhi tingkat pencapaian tugasnya.
Bandura (1997 dalam Zakiyah, 2012) mengatakan bahwa efikasi
diri pada dasarnya adalah hasil proses kognitif berupa keputusan,
keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh mana individu
memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau
tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki, tapi berkaitan
dengan keyakinan individu mengenai hal yang dapat dilakukan dengan
kecakapan yang ia miliki seberapapun besarnya. Efikasi diri menekankan
pada komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi
situasi yang akan datang yang mengandung kekaburan, tidak dapat
diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
18
Efikasi diri mengacu pada keyakinan sejauh mana individu
memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau
melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil
tertentu. Keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi kepercayaan
diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan
kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Efikasi diri akan
berkembang berangsur-angsur secara terus menerus seiring
meningkatnya kemampuan dan bertambahnya pengalaman-pengalaman
yang berkaitan (Bandura dalam Ormrod, 2008).
Teori self-efficacy merupakan cabang dari Social Cognitive Theory
yang dikemukakan oleh Albert Bandura juga biasa dikenal dengan istilah
Social Learning Theory. Teori kognitif sosial menurut Bandura
menyoroti pertemuan yang kebetulan (chance encounters) dan kejadian
tak terduga (fortuitous events) meskipun pertemuan dan peristiwa
tersebut tidak serta merta mengubah jalan hidup manusia. Cara manusia
bereaksi terhadap pertemuan atau kejadian itulah yang biasanya berperan
lebih kuat dibanding peristiwa itu sendiri (Feist & Feist, 2008).
Menurut Bandura (dalam Ormrod, 2008) efikasi diri (Self Efficacy)
adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk
menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu.Efikasi diri
adalah keyakinan seseorang bahwa ia mampu melakukan tugas tertentu
dengan baik. Efikasi diri memiliki keefektifan yaitu individu mampu
menilai dirinya memiliki kekuatan untuk menghasilkan sesuatu yang
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
19
diinginkan. Tingginya efikasi diri yang dipersepsikan akan memotivasi
individu secara kognitif untuk bertindak secara tepat dan terarah,
terutama apabila tujuan yang hendak dicapai merupakan tujuan yang
jelas. Pikiran individu terhadap efikasi diri menentukan seberapa besar
usaha yang dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan
dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak meyenangkan.
Efikasi diri selalu berhubungan dan berdampak pada pemilihan perilaku,
motivasi dan keteguhan individu dalam menghadapi setiap persoalan.
Cara untuk menganalisis perbedaan motivasi dengan pencapaian
mengedepankan efikasi diri individu yaitu kepercayaan bahwa seseorang
dapat menguasai suatu situasi dan menghasilkan akhir yang baik.
Individu yang memiliki bentuk efikasi diri yang tinggi memiliki
sikap optimis, suasana hati yang positif, dapat memperbaiki kemampuan
untuk memproses informasi secara lebih efisien, memiliki pemikiran
bahwa kegagalan bukanlah sesuatu yang merugikan namun justru
memotivasi diri untuk melakukan yang lebih baik. Individu yang efikasi
dirinya rendah memiliki sikap pesimis, suasana hati yang negatif
meningkatkan kemungkinan seseorang menjadi marah, mudah bersalah,
dan memperbesar kesalahan mereka (Bandura dalam Santrock, 2016).
Efikasi diri mendorong proses kontrol diri untuk mempertahankan
prilaku yang dibutuhkan dalam mengelola perawatan diri pada pasien.
Efikasi diri pada pasien tuberkulosis berfokus pada keyakinan pasien
untuk mampu melakukan prilaku yang dapat mendukung perbaikan
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
20
penyakitnya dan meningkatkan manajemen perawatan dirinya seperti diet,
latihan fisik, medikasi, dan perawatan penyakit tuberkulosis secara umum.
Dampak psikologis yang sering muncul pada pasien dengan penyakit
infeksi termasuk tuberkulosis dapat menimbulkan masalah pada efikasi
diri pasien (Wu et al., 2006 dalam Ariani, 2011).
2. Proses pembentukan efikasi diri
Menurut Bandura (1997 dalam Ferris (2010) terbentuknya efikasi
diri melalaui empat proses, yaitu: kognitif, motivasional, afektif, dan
seleksi yang berlangsung selama kehidupan. Proses kognitif, efikasi diri
mempengaruhi bagaimana pola pikir yang dapat mendorong atau
menghambat perilaku seseorang. Sebagian besar individu akan berpikir
dahulu sebelum melakukan suatu tindakan, seseorang dengan efikasi diri
yang tinggi akan akan cenderung berperilaku sesuai dengan yang
diharapkan dan memiliki komitmen untuk mempertaruhkan perilaku
tersebut.
Proses Motivasional, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri
dan melakukan perilaku yang mempunyai tujuan didasari oleh aktivitas
kognitif. Berdasarkan teori motivasi, perilaku atau tindakan masa lalu yang
berpengaruh terhadap motivasiseseorang. Seseorang juga dapat termotivasi
oleh harapan yang diinginkannya. Disamping itu, kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi siri sendiri dengan mengevaluasi penampilan
pribadinya merupakan sumber utama motivasi dan pengaturan dirinya.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
21
Proses afektif, efikasi diri juga berperan penting dalam mengatur
kondisi afektif. Keyakinan seseorang akan kemampuannya akan
mempengaruhi seberapa besar stress atau depresi yang dapat diatasi,
seseorang yang percaya bahwa dia dapat mengendalikan ancaman/masalah
maka dia akan mengalami kecemasan yang tinggi. Efikasi diri untuk
mengontrol proses berpikir merupakan faktor kunci dalam mengatur
pikiran akibat stress dan depresi.
Proses seleksi, ketiga proses pengembangan efikasi diri berupa
proses kognitif, motivasional dan afektif memungkinkan seseorang untuk
membentuk sebuah lingkungan yang membantu dan mempertahankannya.
Dengan memilih lingkungan yang sesuai akan membantu pembentukan
diri dan pencapaian tujuan.
3. Indikator efikasi diri
Tingkat efikasi diri yang dimiliki individu dapat dilihat dari aspek
efikasi diri. Efikasi diri yang dimiliki seseorang berbeda-beda, dapat
dilihat berdasarkan aspek yang mempunyai implikasi penting pada
perilaku. Menurut Bandura (dalam Sulistyawati, 2012: 145) ada tiga aspek
dalam efikasi diri yaitu:
a. Magnitude (tingkat kesulitan).
Adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas yang tingkat
kesulitannya berbeda. Efikasi diri dapat ditunjukkan dengan tingkat
yang dibebankan pada individu terhadap tantangan dengan tingkat
yang berbeda dalam rangka menuju keberhasilan. Individu akan
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
22
mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan akan
menghindari tingkah laku yang dirasa di luar batas kemampuan
dirasakannya.
Aspek ini berkaitan dengan kesulitan tugas. Apabila tugas-tugas yang
dibebankan pada individu menurut tingkat kesulitannya, maka
perbedaan efikasi diri secara individual mungkin terdapat pada tugas-
tugas yang sederhana, menengah, atau tinggi. individu akan melakukan
tindakan yang dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan akan
tugas-tugas yang diperkirakan diluar batas kemampuan yang
dimilkinya.
Kesulitan yang dialami oleh pasien hemodialisa misalnya penderita
merasa cemas, menganggap bahwa penyakitnya sulit untuk sembuh
karena membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga bosan untuk
berobat, sulit mengkonsumsi minum sesuai dosis, jadwal dan
ditambah lagi dengan efek samping yang dirasakan.
b. Strength (kekuatan), berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan
individu atas kemampuannya. Individu mempunyai keyakinan yang
kuat dan ketekunan dalam usaha yang akan dicapai meskipun terdapat
kesulitan dan rintangan. Dengan efikasi diri, kekuatan untuk usaha
yang lebih besar mampu didapat. Semakin kuat perasaaan efikasi diri
dan semakin besar ketekunan, maka semakin tinggi kemungkinan
kegiatan yang dipilih dan dilakukan dengan berhasil.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
23
Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan
seseorang terhadap keyakinannya. Tingkat efikasi diri yang lebih
rendah mudah digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang
memperlemahnya, sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri
yang kuat tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai
pengalaman yang memperlemahnya.
Efikasi diri pada pasien hemodialisa meliputi kekuatan yang dimiliki
oleh penderita guna proses penyembuhan penyakitnya. Hal-hal yang
termasuk dalam indikator kekuatan misalnya kemampuan dalam
menggunakan masker, kemampuan dalam biaya, motivasi, dukungan
dari keluarga, sabar, tetap melakukan aktivitas dan bersosialisasi
dengan masyarakat, memenuhi kebutuhan gizi, istirahat dan sosial.
c. Generality (generalitas), berkaitan dengan tingkah laku dimana
individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa
yakin terhadap kemampuan dirinya tergantung pada pemahaman
kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi yang
lebih luas dan bervariasi.
Aspek ini berhubungan luas bidang tugas atau tingkah laku. Beberapa
pengalaman berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadap
pengharapan pada bidang tugas atau tingka laku yang khusus
sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang meliputi
berbagai tugas.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
24
Dalam indikator ini adalaah hal-hal yang berkaitan dengan perilaku
biasa dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar, seperti kebersihan
diri, makan, minum, istirahat, berkomunikasi, bersosial, berkemih dan
sebagainya. Personal hygiene pada penderia Hemodialisa seperti
mandi, sikat gigi tidak berbeda dengan orang sehat. Begitupun dengan
pemenuhan gizi seperti makan 3 kali sehari, minum yang banyak serta
mengkonsumsi vitamin. Selain itu dalam kebersihan pakaian, tempat
tidur kebutuhan oksigen juga tidak berbeda dengan individu pada
umumnya.
4. Sumber – sumber efikasi diri
Menurut Bandura (dalam Friedman, 2006) ada empat sumber penting yang
digunakan individu dalam membentuk efikasi diri yaitu :
a. Pengalaman Keberhasilan (Mastery Experience), sumber informasi ini
memberikan pengaruh besar pada efikasi diri individu karena
didasarkan pada pengalaman-pengalamanpribadi individusecara nyata
yang berupa keberhasilan dan kegagalan. Pengalaman keberhasilan
akan menaikkan efikasi diri individu, sedangkan pengalaman
kegagalan akan menurunkannya. Setelah efikasi diri yang kuat
berkembang melalui serangkaian keberhasilan, dampak negatif dari
kegagalan-kegagalan yang umum akan terkurangi. Bahkan kemudian
kegagalan diatasi dengan usaha-usaha tertentu yang dapat memperkuat
motivasi diri apabila seseorang menemukan lewat pengalaman bahwa
hambatan tersulit pun dapat diatasi melalui usaha yanng terus menerus.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
25
b. Pengalaman orang lain (vicarious experience), pengamatan terhadap
keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang sebanding dalam
mengerjakan suatu tugas akan akan meningkatkan efikasi diri individu
dalam mengerjakan tugas yang sama. Begitu pula sebaliknya,
pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan menurunkan penilaian
individu mengenai kemampuannya dan individu akan mengurangi
usaha yang akan dilakukan.
c. Persuasi verbal (verbal persuasion), pada persuasi verbal individu
diarahkan dengan saran, nasihat, bimbingan sehingga dapat
meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan-kemampuan yang
dimiliki yang dapat membantu mencapai tujuan yang diinginkan.
Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung akan berusaha lebih
keras untuk mencapai suatu keberhasilan. Menurut Bandura (1997
dalam Ferris (2010), pengaruh persuasi verbal tidaklah terlalu besar
karena tidak memberikan suatu pengalaman yang dapat langsung
dialami atau diamati individu. Dalam kondisi yang menekan dan
kegagalan terus-menerus, pengaruh sugesti akan cepat lenyap jika
mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan.
d. Kondisi fisiologis (psyological state), individu akan mendasarkan
informasi mengenai kondisi fisiologis mereka untuk menilai
kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi yang menekan
dipandang individu sebagai suatu tanda ketidakmampuan karena hal
itu dapat melemahkan performansi kerja individu.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
26
5. Perkembangan efikasi diri
Bandura (1986) menyatakan bahwa efikasi diri berkembang secara teratur
sesuai tumbuh kembang, usia, pengalaman dan perluasan lingkungan. Bayi
mulai mengembangkan efikasi dirinya sebagai usaha untuk melatih
pengaruh lingkungan fisik dan sosial. Mereka mulai mengerti dan belajar
mengenai kemampuan dirinya, kecakapan fisik, kemampuan sosial dan
kecakapan berbahasa yang hampir secara konstan digunakan dan ditujukan
pada lingkungan. Awal dari perkembangan efikasi diri dipusatkan pada
orang tua kemudian dipengaruhi oleh saudara kandung, teman sebaya dan
orang dewasa lainnya.
Pada usia sekolah, proses pembentukan efikasi diri secara kognitif
terbentuk dan berkembang termasuk pengetahuan, kemampuan berpikir,
kompetisi dan interaksi sosial baik sesama teman maupun guru. Pada usia
remaja, efikasi diri berkembang dari berbagai pengalaman hidup,
kemandirian mulai terbentuk dan individu belajar bertanggung jawab
terhadap diri sendiri.
Pada usia dewasa, efikasi diri meliputi penyesuaian pada pada masalah
perkawinan, menjadi orang tua, dan pekerjaan. Sedangkan pada masa
lanjut usia, efikasi diri berfokus pada penerimaan dan penolakan terhadap
kemampuannya, seiring dengan penurunan kondisi fisik dan
intelektualnya.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
27
6. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Self Efficacy
Menurut Eizabeth terdapat dua faktor yang mempengaruhi yakni
faktor personal dan lingkungan. Rosenstock dalam Lenz dan Bagget
(2012), mengatakan bahwa ciri personal, kedudukan, dan proses dalam diri
seseorang dapat mempengaruhi efikasi diri seseorang, hal tersebut antara
lain: locus of contol, self esteem, self confidence dan hardlines. Coppel
dalam Lenz dan Bagget (2012), menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara efikasi diri dengan faktor personal, yakni self esteem dan Self
Efficacy yang memiliki hubungan positif, self confidence dengan Self
Efficacy yang juga memiliki hubungan positif.
Selain faktor personal, faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi efikasi diri seseorang adalah ekspektasi dan dukungan dari
orang lain yakni berupa dukungan sosial (Bandura dalam Lenz dan
Bagget, 2012). Dukungan sosial salah satunya adalah dukungan keluarga.
Bentuk dukungan sosial menurut Dilorio dalam Lenz dan Bagget (2012),
adalah dapat berupa dukungan instrumental, serta komunikasi persuasi
yang bersifat membangun keyakinan serta mengarahkan untuk
menguatkan kemampuan yang dimilikinya. Selain itu proses dan
pemberian informasi juga termasuk dalam pembentukan efikasi diri
seseorang. Selain faktor-faktor diatas terdapat variabel-variabel yang
berkaitan dengan efikasi diri antara lain:
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
28
a. Usia
Usia seseorang akan mempengaruhi tingkat efikasi diri seseorang, hal
tersebut bergantung kepada tahap perkembangan mereka. Kemampuan
fisik, psikologi dan kemampuan sosial memungkinkan kebanyakan
orang dapat meningkatkan efikasi diri mereka karena kematangan serta
kemampuan kontrol mereka dalam kehidupan. Menurut Lenz dan
Bagget (2012), pengukuran efikasi diri pada penderita tuberkulosis
yang berusia muda menghasikan hasil yang bisa dan tidak sesuai
dengan penelitian yang diharapkan akibat belum mampu mengambil
keputusan secara pasti. Kemudian pada remaja pengukuran efikasi diri
akan menjadi tantangan dan berdampak pada efikasi diri seseorang.
Menurut Chyntia et al (2010) efikasi diri pada remaja awal diperlukan
keterlibatan dengan orang tua sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.
Sedangkan pada usia lansia pengukuran ini akan menjadi bias
dilakukan akibat adanya penurunan kapasitas seseorang.
b. Jenis Kelamin
Menurut Aamond et al (2013) efikasi diri dapat bergantung pada jenis
kelamin. Penelitian yang dilakukan pada kelompok penderita
tuberkulosis ditemukan bahwa wanita memiliki efikasi diri lebih
rendah daripada pria. Hal tersebut berhubungan dengan faktor sosial
budaya.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
29
c. Tipe Penyakit
Lenz dan Bagget (2012), menggambarkan bahwa tipe penyakit dapat
mempengaruhi pengukuran efikasi diri seseorang. Penderita penyakit
TB BTA + misalnya meskipun sama-sama penyakit kronis namun
penyakit TB MDR memiliki komplikasi yang lebih berat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama. Pengukuran efikasi diri dapat
dilakukan pada aspek yang sama-sama dimiliki oleh tipe penyakit
misalkan melakukan exercise.
d. Tingkat Keparahan Penyakit
Menurut Tamara et al (2010) tingat keparahan penyakit dapat
mempengaruhi efikasi diri seseorang. Penelitiannya menunjukkan
bahwa pasien rheumatoid arthritis kronik dengan tingkat penyakit yang
lebih parah memiliki tingkat efikasi diri lebih rendah untuk mengontrol
rasa sakit, melakukan tugas fungsional, serta mengontrol gejala
lainnya. Menurut Tamara et all (2010) hal tersebut terjadi akibat orang
yang mengalami tingkat penyakit lebih parah akan berpengaruh
terhadap bagaimana seseorang memandang kemampuan dirinya
sehingga berpengaruh terhadap keyakinannya (efikasi diri).
e. Pendidikan
Riazi (2014) mengungkapkan bahwa orang dewasa dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat efikasi diri
yang relatif tinggi, serta optimisme dan kebahagiaan. Penelitian
Aamond et al (2013) menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
30
pendidikan tinggi memiliki efikasi diri yang lebih tinggi dibandingkan
pasien dengan pendidikan rendah pada dalam penyembuhan penyakit
Hemodialisa.
f. Status Pernikahan
Menurut Melba et al (2012) status pernikahan dapat memberikan
pengaruh terhadadap efikasi diri seseorang. Dalam penelitiannya
ditemukan bahwa orang yang telah menikah dan tinggal bersama
keluarga memiliki efikasi diri lebih tinggi dari orang yang tinggal
sendiri dalam pengelolaan penyakit tuberklosis, hal tersebut
dikarenakan adanya pemberdayaan keluarga sehingga keluarga juga
berperan dalam proses penyembuhan penyakit tuberkulosis.
D. Kualitas Hidup
1. Pengertian Kualitas Hidup
Pemahaman mengenai kualitas hidup akan semakin baik dengan
terlebih dahulu menelaah apa sebenarnya definisi dari kualitas hidup
tersebut. Sampai sekarang ini, kualitas hidup masih menjadi satu
permasalahan, dan pengertian dari kualitas hidup sampai sekarang belum
dapat diterima secara universal untuk menilai kualitas hidup seseorang
(Goodinson dan Singleto dalam Pakpahan, 2014).
Kualitas hidup (quality of life) adalah presepsi berdasarkan nilai
dan kepercayaan personal. Sudut pandang kualitas hidup sangat
bervariasi dan berubah bergantung pada situasi. Peningkatan kualitas
hidup dilakukan melalui pencegahan dan manajemen penyakit kronis
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
31
seperti perawatan preventif, dukungan untuk gaya hidup sehat, edukasi
dan pengkajian lingkungan untuk mencegah cedera. Kesucian hidup
(sanctity of life) mendukung keyakinan bahwa setiap kehidupan adalah
bernilai dan nilai ini tidak ditentukan oleh fungsi ataupun keefektifan
seseorang dalam kehidupan, sebagaimana kita semua memiliki hak untuk
hidup. Kode etik perawat yang ditetapkan oleh ANA (American Nurses
Association) menyebutkan bahwa perawat tidak boleh melakukan
tindakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang namun perawat harus
melakukan tindakan yang bertujuan mendukung upaya mempertahankan
hidup (Pakpahan, 2014).
Pemahaman yang lebih jelas akan kualitas hidup adalah seperti
yang dikemukakan oleh Ventegodt (dalam Pakpahan, 2014) bahwa
kualitas hidup dapat berarti kehidupan yang baik dan kehidupan yang
baik mempunyai kualitas yang tinggi. Pandangan yang lebih umum
terkait dengan kualitas hidup dikemukakan oleh Donner, et.al (dalam
Pakpahan, 2014) bahwa kualitas hidup secara umum adalah keadaan
individu dalam lingkup kemampuan, keterbatasan, gejala dan sifat
psikososial untuk berfungsi dan menjalankan macam-macam perannya
secara memuaskan.
Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap
keadaan seseorang sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang
dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya. Kualitas hidup
(QOL) adalah istilah yang populer digunakan untuk menyampaikan rasa
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
32
keseluruhan kesejahteraan dan meliputi aspek-aspek seperti kebahagian
dan kepuasan dengan kehidupan secara keseluruhan. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) telah mendefenisikan kualitas hidup sebagai
persepsi individu dari posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks
budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal dan kaitannya dengan
tujuan mereka, standar, harapan dan kekhawatiran (Basavaraj, et.al
2010).
2. Hubungan Kesehatan dengan Kualitas Hidup
Menurut WHO (World Health Organization) dalam Amaliya
(2016) menyebutkan bahwa kesehatan adalah untuk satu situasi fisik,
mental, serta sosial kesejahteraan serta tidak hanya ketidaadaan penyakit
atau kekurangan. Pada tahun 1986 WHO menyampaikan bahwa
pengertian kesehatan yaitu sumber daya untuk kehidupan keseharian,
bukan hanya maksud hidup kesehatan yaitu rencana positif
mengutamakan sumber daya sosial serta pribadi, dan kekuatan fisik.
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis (UU No.36/2009 tentang kesehatan).
Kesehatan adalah kebutuhan dasar dan modal utama untuk mencapai
kualitas hidup yang terbaik.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup Pasien Hemodialisa
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
33
Kualitas hidup pasien Hemodialisa lebih buruk dibandingkan
populasi secara umum, hal tersebut berhubungan dengan perubahan
fisik, psikologis, dan sosial yang terjadi pada pasien dan dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut (WHOQoL, dalam Amaliya, 2016) :
a. Karakteristik pasien (umur, Jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, lama
menjalani terapi, status pernikahan).
b. Terapi yang dijalani
Kualitas hidup pasien dipengaruhi keadekuatan terapi yang dijalani
dalam rangka mempertahankan fungsi kehidupannya.
c. Status kesehatan
Penurunan kadar Hb pada pasien Hemodialisa menyebabkan
penurunan level oksigen dan sedian energi dalam tubuh, yang
mengakibatkan terjadinya kelemahan dalam melakukan aktivitas
sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup pasien.
d. Depresi
Ketergantungan pasien terhadap Hemodialisa seumur hidup,
perubahan peran, kehilangan pekerjaan dan pendapatan merupakan
stresor yang dapat menimbulkan depresi pada pasien Hemodialisa.
Depresi berpengaruh secara bermakna terhadap kualitas hidup, dan
semakin tinggi derajat depresi maka semakin buruk kualitas hidup
pasien Hemodialisa.
e. Dukungan keluarga
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
34
Dukungan keluarga akan mempengaruhi kesehatan secara fisik
dan psikologis. Dukungan keluarga pada pasien terdiri dari dukungan
instrumental, dukungan imformasional, dukungan emosional,
dukungan pengharapan dan dukungan harga diri yang diberikan
sepanjang hidup pasien. Dukungan keluarga yang didapat oleh pasien
yang menjalani hemodialisa menyangkut dukungan dalam maslah
finansial, mengurangi tingkat depresi dan ketakutan terhadap kematian
serta pembatasan asupan cairan. Semakin tinggi dukungan sosial yang
diterima pasien akan semakin meningkatkan penerimaan diri dan
kualitas hidupnya.
f. Fungsi sosial
Pasien dengan hemodialisa mengalami perubahan peran dan gaya
hidup yang berhubungan dengan beban fisik dan psikologis. Karena
dianggap sakit, pasien tidak ikut serta dalam kegiatan sosial dikeluarga
dan masyarakat dan tidak boleh mengurus pekerjaan. Pasien merasa
bersalah karena ketidak mampuan dalam berperan, dan ini menjadi
ancaman harga diri pasien, yang pada akhirnya akan dapat
mempengaruhi tingkat kualitas hidup pasien.
4. Indikator Kualitas hidup
a. Indikator Kesehatan fisik
Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu
untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan
memberikan pengalaman-pengalaman baru yang merupakan modal
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
35
perkembangan ke tahap selanjutnya. Kesehatan fisik mencakup
aktivitas sehari -hari, ketergantungan pada obat –obatan dan bantuan
medis, energi dan kelelahan, mobilitas (keadaan mudah bergerak),
sakit dan ketidak nyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.
Menurut Cella et. al. (2003 dalam Pratiwi (2012)
mengungkapkan bahwa kondisi kesehatan sangat mempengaruhi
kualitas hidup seseorang. Cella D (2013) mengatakan kualitas hidup
adalah kebaikan dari aspek-aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh
kesehatan. Pada penderita kanker payudara yang memiliki kualitas
hidup yang baik dapat memiliki kesehatan fisik yang baik dan mental
yang positif misalnya merasa sehat dan masih mampu melakukan
semua aktivitasnya sendiri. Penderita dapat menerima dan
beradaptasi dengan penyakit yang dideritanya walaupun tanpa
melakukan pengobatan medis. Penderita percaya dengan
menanamkan sugesti dalam pikirannya bahwa dirinya sehat dan baik-
baik saja akan membuat penderita merasa mendapatkan kekuatan
berlipat kali ganda. Penderita tidak menjadi kecil hati dengan kondisi
fisiknya.
Cella D (2013) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki
kualitas hidup positif ditentukan bahwa mereka memiliki kesehatan
fisik dan mental yang baik serta memiliki kemampuan fisik untuk
melakukan hal-hal yang ingin dilakukan. Larasati (2009:1)
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
36
menyatakan seseorang yang kualitas hidupnya positif terlihat dari
gambaran fisiknya yang selalu menjaga kesehatannya.
Selanjutnya menurut Arkoff (1976 dalam Pratiwi 2012)
menyebutkan bawha citra tubuh adalah persepsi atau pandangan
terhadap tubuh tubuh diri sendiri termasuk apa yang dilihat atau
pikirkan ketika kita melihat diri kita dari luar sebagai sebuah refleksi
atau merasakan tubuh kita dari dalam. Evaluasi tersebut secara
menyeluruh seseorang terhadap kondisi fisik yang dimilikinya.
Kepercayaan diri merupakan wujud dari citra tubuh yang positif.
b. Indikator kesejahteraan psikologis
Aspek psikologis yaitu terkait dengan keadaan mental individu.
Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu
menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai
dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari
luar dirinya. Aspek psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana
individu dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu
tersebut sehat secara mental. Kesejahteraan psikologis mencakup
body image dan appearance, perasaan positif, perasaan negatif, self
esteem, spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori
dan konsentrasi.
Menurut Larasati (2009) kualitas umumnya didefinisikan
sebagai nilai dari ‘kebaikan’. Kualitas hidup kemudian dijelaskan
sebagai kebaikan dari kehidupan, dalam kaitannya dengan kesehatan.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
37
Pasien hemodialisa dapat menunjukkan keadaan fisik yang sehat dan
tidak terlihat seperti orang sakit. Penderita mengerti bahwa
keadaannya terbatas, namun sebisa mungkin tidak ingin menjadi
beban dan merepotkan orang lain.
Kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup positif
ditentukan bahwa mereka memiliki pandangan psikologis yang
positif dan memiliki kesejahteraan emosional. Penderita memiliki
perasaan positif dengan tidak larut dalam kesedihan yang terlalu
lama. Penderita menyadari bahwa dirinya harus bangkit dan
menjalani hidupnya., selalu berpikir positif dengan keadaannya dan
memiliki semangat dalam hidupnya.
Larasati (2009) menyatakan seseorang yang kualitas hidupnya
positif terlihat dalam aspek psikologis yang berusaha meredam emosi
agar tidak mudah marah. Namun penderita tetap dapat mengasihi
orang-orang yang menyakitinya dan tetap menyebut mereka sahabat.
Kualitas hidup yang negatif pada penderita kanker payudara menurut
Ferris (2010) kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan membuang
alasan untuk depresi, bunuh diri dan respon negatif lainnya dengan
mengalami kebahagiaan, dan kehidupan yang menarik melalui cinta,
kasih sayang dan kesejahteraan emosional, kualitas hidup akan
meningkat saat intervensi mengurangi dasar untuk kesepian. Hal
senada juga diungkapkan oleh Diandra (2011), bahwa kualitas hidup
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
38
pasien dengan depresi mengalami penurunan dibanding dengan
pasien tanpa gejala depresi.
c. Indikator hubungan sosial
Aspek hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu atau
lebih dimana tingkah laku individu tersebut akan saling
mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu
lainnya. Mengingat manusia adalah mahluk sosial maka dalam
hubungan sosial ini, manusia dapat merealisasikan kehidupan serta
dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya. Hubungan sosial
mencakup hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas seksual.
Mor (Mosteller and Falotico, 1989 dalam Pratiwi (2012) menyatakan
bahwa kualitas hidup sebagai aspek kehidupan dan fungsi manusia
yang mempertimbangkan keperluan untuk pemenuhan hidup,
termasuk didalamnya adalah pencapaian pendidikan, pendapatan dan
standart hidup serta hubungan sosial. Bagi penderita keluarga adalah
hal terpenting dan dalam keluarga pula merasakan cinta dan kasih
sayang. Pasien dapat saja merasa bahagia dan bangga dengan
keluarganya walaupun hubungan dengan keluarganya tidak terlalu
intim.
Ferris (2010:29-31) kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan
membuang respon negatif dengan mengalami kebahagiaan, dan
kehidupan yang menarik melalui cinta dan kasih sayang. Kriteria
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
39
seseorang yang memiliki kualitas hidup positif ditentukan bahwa
mereka memiliki hubungan yang baik dengan teman dan keluarga.
Cobb (Taylor,1991 dalam Pratiwi (2012) mendefinisikan
dukungan sosial sebagai informasi dari orang lain bahwa seseorang
dicintai dan diperhatikan, dihormati, dihargai dan merupakan bagian
dari kelompok dalam jaringan timbal balik. Gottlieb dalam (Smet,
2012) mendefinisikan social support sebagai, informasi verbal atau
non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam
lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang
dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada
tingkah laku penerimanya.
d. Indikator hubungan dengan lingkungan
Aspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu, termasuk di
dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan
segala aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya adalah saran dan
prasarana yang dapat menunjang kehidupan.
Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber financial,
kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan
dan social care termasuk aksesbilitas dan kualitas; lingkungan
rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru
maupun keterampilan (skill), partisipasi dan mendapat kesempatan
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
40
untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu
luang, lingkungan fisik termasuk polusi/kebisingan/ keadaan
air/iklim, serta transportasi)
Green and Kreuter (2000 dalam Pratiwi 2012) menyatakan
kualitas hidup selain mengukur hasil kesehatan juga termasuk
kemampuan untuk melakukan tugas hidup sehari-hari, beradaptasi
dengan efek samping yang ditimbulkan oleh obat, tingkat energi, dan
indikator kesejahteraan lain yang tidak terkait dengan kondisi medis.
Menurut Kiadaliri et al, (2012) menyatakan kriteria seseorang yang
memiliki kualitas hidup positif ditentukan bahwa mereka memiliki
tinggal dalam lingkungan yang aman dengan fasilitas yang baik,
memiliki cukup uang dan mandiri.
E. Efikasi diri pada Pasien Hemodialisa
Efikasi diri merupakan kemampuan penderita hemodialisa untuk
menyelesaikan pengobatan walau dalam tingkat kesulitannya yang berbeda.
Pada aspek tingkat kesulitan, yang dialami oleh pasien hemodialisa misalnya
penderita merasa cemas, menganggap bahwa penyakitnya sulit untuk sembuh
karena membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga bosan untuk berobat,
sulit mengkonsumsi minum sesuai dosis, jadwal dan ditambah lagi dengan
efek samping yang dirasakan.
Selanjutnya berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan pasien
hemodialisa atas kemampuannya selama melakukan pengobatan dan
menghadapi penyakitnya. Pasien hemodialisa mempunyai keyakinan yang
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
41
kuat dan ketekunan dalam pengobatan meskipun terdapat kesulitan dan
rintangan. Efikasi diri pada pasien hemodialisa meliputi kekuatan yang
dimiliki oleh penderita guna proses penyembuhan penyakitnya. Hal-hal yang
termasuk dalam indikator kekuatan misalnya kemampuan dalam
menggunakan masker, kemampuan dalam biaya, motivasi, dukungan dari
keluarga, sabar, tetap melakukan aktivitas dan bersosialisasi dengan
masyarakat, memenuhi kebutuhan gizi, istirahat dan sosial.
Selanjutnya berkaitan dengan efikasi diri aspek general, berkaitan
dengan tingkah laku penderita hemodialisa merasa yakin terhadap
kemampuannya. Dalam indikator ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan
perilaku biasa dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar, seperti
kebersihan diri, makan, minum, istirahat, berkomunikasi, bersosial, berkemih
dan sebagainya. Personal hygiene pada penderia Hemodialisa seperti mandi,
sikat gigi tidak berbeda dengan orang sehat. Begitupun dengan pemenuhan
gizi seperti makan 3 kali sehari, minum yang banyak serta mengkonsumsi
vitamin. Selain itu dalam kebersihan pakaian, tempat tidur kebutuhan oksigen
juga tidak berbeda dengan individu pada umumnya.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--