Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelelahan Kerja pada Polisi Lalu Lintas
1. Pengertian Kelelahan Kerja
Kelelahan merupakan salah satu masalah yang sering dialami oleh tenaga
kerja. Kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai adanya penurunan efisiensi
serta ketahanan kerja (Salami, dkk. 2016). Sedangkan menurut Prawirakusumah
(2009) kelelahan kerja merupakan keadaan tubuh baik fisik maupun mental yang
merujuk pada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk
bekerja. kelelahan kerja adalah menunjukan keadaan yang berbeda-beda tetapi
semuanya berkaitan kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan umum
(Wijiya dan Setyawati dalam Kurniawati & Solikah 2012). Kelelahan kerja adalah
kondisi tubuh individu atau karyawan yang mengalami perasaan kelelahan selama
atau setelah bekerja sehingga dapat menurunkan kinerja dan produktivitas
karyawan (Sholihah & Fauzia, 2013). Selain itu, kelelahan kerja juga bisa diartikan
sebagai suatu mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut
sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat (Tarwaka, Bakri & Sudiajeng, 2004).
Kelelahan kerja menurut Friedl (dalam Etikariena, 2014) adalah sebagai kondisi
menurunya kemampuan untuk menampilkan perfoma pada manusia yang
disebabkan oleh ketidakmampuan untuk melanjutkan koping terhadap tekanan
psikologis. Kelelahan kerja adalah respon total individu yang
14
dialami dalam jangka waktu tertentu dan cenderung menurunkan prestasi dan
motivasi pekerja (Solikah, Suwandi, & Indriani, 2016). Kelelahan juga sering
diartikan sebagai menurunya performa kerja dan berkurangnya kekuatan atau
ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan yang harus dilakukan
(Wignjosoebroto, dalam Sartono, Martaferry & Winaresmi, 2013). Dari pendapat
para ahli di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kelelahan kerja adalah gejala
yang ditandai adanya penurunan efesiensi serta ketahan kerja.
2. Aspek - aspek kelelahan kerja
Kelelahan kerja yang terjadi pada pekerja bisa dilihat dari beberapa gejala
yang ditunjukan. Menurut Salami, dkk. (2016) ada enam gejala kelelahan yaitu:
a. Perasaan subyektif (seperti keletihan, pusing rasa tidak suka untuk bekerja)
Pekerja yang mengalami kelelahan kerja akan merasa pusing dan merasa lelah
di seluruh badan. Hal ini disebabkan karena ketika kita dalam keadaan lelah
maka suplai oksigen ke otot akan mengalami penurunan sehingga akan terjadi
proses anaerob dalam memecahkan glikogen otot menjadi energi dan asam
laktat. Asam laktat bersama air kemudian menumpuk di otot sehingga
menjadikan otot bengkak dan akan sulit berkontraksi. Hal tersebut akan
menimbulkan gejala rasa lelah (Maharja, 2015).
b. Berpikir lambat Ketika pekerjaan mengalami kelelahan kerja maka dapat
berakibat menurunnya perhatian dan sukar berfikir. Hal ini dapat menghambat
kegiatan kerja yang dapat menurunkan efesiensi yang bisa berakibatkan pada
kecelakaan kerja ( Prawirakusumah, 2009).
15
c. Kewaspadaan berkurang kelelahan kerja dapat mengakibatkan penurunan
kewaspadaan, konsetrasi dan ketelitian pada saat bekerja sehingga akan
menyababkan terjadi kecelakaan saat bekerja (Prawirakusumah, 2009).
d. Persepsi yang lambat dan buruk tidak bisa berkosentrasi dan tidak dapat
memfokuskan perhatian terhadap suatu hal muncul ketika pekerja yang akan
mengalami kelelahan (Prawirakusumah, 2009).
e. Enggan untuk bekerja Secara umum kelelahan keja dapat mengakibatkan
penurunan produktivitas. Hal ini dikarena ketika pekerja mengalami kelelahan
kerja maka dapat berakibat pada menurunnya keinginan atau dorongan untuk
bekerja, hal ini bisa berdampak pada menurunkan tingkat produktivitas kerja
(Prawirakusumah, 2009).
f. Penuruan kinerja fisik dan mental Pekerja yang mengalami kelelahan kerja
identik dengan penurunan kinerja fisik atau bisa dikatakan mengalami kelelahan
otot. Kelelahan otot ini disebabkan karena perubahan kimia yang terjadi
mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf melalui syaraf sensoris keotak
bermasalah yang mengakibatkan berkurangnya frekuensi potensial pada sel
syaraf menjadi berkurang. Berkurang frekuensi tersebut akan menurunkan
kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan
menjadi lambat. Demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukan
semakin lelah kondisi otot seseorang (Trawaka, Bakri & Sudiajeng, 2004).
Sedang Menurut Munchisky (dalam Kusumaningrum & Soetedja, 2003) ada
beberapa tanda seorang pekerja mengalami kelelahan. Dari beberapa tanda
16
kelelahan tersebut, kemudian dikelompokan ke dalam empat aspek kelelahan kerja,
yaitu:
a. Kelelahan otot atau Muscular fatique Kelelahan otot adalah disebabkan oleh
aktivitas yang membutuhkan tenaga fisik yang banyak dan berlangsung lama.
Tipe ini berhubungan dengan perubahan biokimia tubuh dan dirasakan individu
dalam bentuk sakit yang akut pada otot. Kelelahan ini dapat dikurangi dengan
mendesain prosedur kerja baru yang melindungi individu dari pekerjaan yang
terlalu berat, misalnya dengan mendesain ulang peralatan atau penemuan alat-
alat baru serta melakukan sikap kerja yang lebih efisien.
b. Kelelahan mental atau Mental fatique berhubungan dengan aktivitas kerja yang
monoton. Kelelahan ini dapat membuat individu kehilangan kendali akan pikiran
dan perasaan, individu menjadi kurang ramah dalam berinteraksi dengan orang
lain, pikiran dan perasaan yang seharusnya ditekan karena dapat menimbulkan
konflik dengan individu lain menjadi lebih mudah diungkapkan. Kelelahan ini
diatasi dengan mendesain ulang pekerjaan sehingga membuat karyawan lebih
bersemangat dan tertantang untuk menyelesaikan pekerjaan.
c. Kelelahan emosional atau Emisional fatique dihasilkan dari stres yang hebat dan
umumnya ditandai dengan kebosanan. Kelelahan ini berasal dari faktor-faktor
luar di tempat kerja, perusahaan dapat mengatasi kelelahan ini dengan
memberikan pelayanan konseling bagi karyawan agar kelelahan emosional yang
dirasakan karyawan dapat teratasi dan performansi kerja karyawan meningkat.
d. Kelelahan kecakapan (keahlian) atau skill fatique suatu kelelahan yang
diakibatkan oleh berkurang perhatian karyawan pada tugas-tugas yang diberikan
17
seperti tugas pilot atau pengontrol lalu lintas udara. Pada kelelahan tipe ini
standar akurasi dan penampilan kerja menurun secara progresif. Penurunan ini
diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan mobil dan pesawat
terbang, sehingga karyawan harus selalu diawasi dan diupayakan agar terhindar
dari kelelahan ini dengan pemberian waktu istirahat yang cukup.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa aspek kelelahan
kerja terdiri atas perasaan subyektif (seperti keletihan, pusing, rasa tidak suka
untuk bekerja), berpikir lambat, kewaspadaan berkurang, persepsi lambat dan
buruk, Enggan untuk bekerja, penurunan kinerja fisik dan mental, melemahnya
kegiatan, melemahnya motivasi dan kelelahan fisik akibat keadaan umum.
Penulis memilih aspek dari Salami, dkk. (2016) yaitu perasaan subyektif
(seperti keletihan, pusing, rasa tidak suka untuk bekerja), Berpikir lambat,
kewaspadaan berkurang, persepsi lambat dan buruk, Enggan untuk bekerja,
penurunan kinerja fisik dan mental. Peneliti memilih aspek dari Salami, dkk.
(2016) sebagai dasar teori penyusun alat ukur. Petimbangan ini dikarenakan
paparan aspek yang dibuat tentang kelelahan kerja lebih detail sehingga sesuai
dengan tujuan penelitian. Hal tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat
kelelahan kerja pada anggota polisi lalu lintas Kabaputen Sleman.
3. Faktor-Faktor Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja yang dialami seorang pekerja di latar belakangi oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor tersebut kemudian terakumlasi dalam, tubuh, kemudian
18
menyebabkan perasaan lelah pada pekerja. Menurut Atiqoh, dkk. (2014) ada dua
penyebab seorang pekerja mengalami kelelahan kerja. Antara lain:
a. Faktor internal
Secara umum faktor internal yang berasal dari indvidu, yaitu: Usia, jenis
kelamin, status gizi.
a) Usia
Usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang yang
berakibatkan pada kelelahan. Salah satu indikator dari kapasitas kerja adalah
kekuatan otot seseorang. Semakin tua usia seseorang, maka semakin menurun
kekuatan ototnya. Kekuatan otot dapat dipengaruhi oleh umur kan
berakibatkan pada kemampuan fisik tenaga kerja untuk melakukan
pekerjaanya. Laki-laki maupun perempuan pada umur sekitar 20 tahun
merupakan puncak dari kekuatan otot seseorang, dan pada umur sekitar 50-
60 tahun kekuatan otot melalui menurun sekitar 15-25% ( Setyawati, 2010).
b) Jenis kelamin
Perpedaan secara fisik antara jenis kelamin wanita dan laki-laki terletak pada
ukuran tubuh dan kekuatan ototnya. Kekuatan otot wanita relatif kurang jika
dengan dibandingkan kekuatan otot laki-laki. Kekuatan otot akan
mempengaruhi kemampuan kerja seseorang yang merupakan penentu dari
terjadinya kelelahan. Permasalahan wanita lebih komplek dibandingkan laki-
laki, salah satunya adalah haid. Wanita yang sedang mengalami haid
cenderung cepet lelah dibandingan wanita yang tidak mengalami haid
(Prawirakusumah, 2009).
19
c) Status gizi
Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang pekerja
dengan status gizi yang baik akan memiliki ketahahan tubuh dan kapasitas
kerja yang lebih baik, sedangkan seorang pekerja dengan status gizi yang
tidak baik akan meiliki ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang tidak baik
(Budiono, 2003)
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar, yaitu: sikap kerja,
beban kerja, tekanan panas, penerangan, kebisingan.
1) Sikap kerja
Hasil perbandingan antara kerja otot statis dan dinamis pada kondisi yang
hampir sama, dihasilkan bahwa kerja oto statis mempunyai konsumsi energi
lebih baik, denyut nadi meningkat, dan diperlukan waktu istirahat yang lebih
lama (Atiqoh, dkk. 2014)
2) Beban kerja
Semakin meningkat beban kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat
secara proporsional sampai didapat kondisi maksimumnya. Beban kerja
yang lebih tinggi yang tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik,
disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu
proses aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai
dengan meningkatrnya kandungan asam laktat (Nurmianto dalam Adrian,
Subhan, 2004). Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam
hubungannya dengan beban kerja. Bahkan banyak juga ditemukan kasus
20
kelelahan kerja di mana hal itu adalah sebagai akibat dari beban kerja yang
berlebihan (Budiono, 2003).
3) Tekanan panas
Faktor lingkungan pekerjaan merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya kelelahan pada pekerja. Salah satu faktor lingkungan di tempat
kerja adalah tekanan panas. Jika pekerja terpapar panas akan organ tubuh
akan bekerja lebih keras untuk mengeluarkan kelebihan panas dari tubuh,
sehingga beban fisik yang diterima pekerja akan lebih besar dan pekerja akan
mengalami kelelahan yang lebih cepat (Prawirakusumah, 2009)
4) Penerangan
Kondisi kerja dengan intensitas penerangan kurang pada umumnya tenaga
kerja berupaya untuk dapat melihat pekerjaan dengan sebaik-baiknya dapat
mengakibatkan ketegangan mata, terjadi ketegangan otot dan saraf yang
dapat menimbulkan kelelahan mata, kelelahan mental, sakit kepala,
penurunan konsentrasi dan kecepatan berpikir, demikian juga kemampuan
intelektual juga mengalami penurunan. Penyebaran cahaya yang berlebihan
dapat menyebabkan kesilauan yang mengakibatkan retina mata terlalu peka
terhadap cahaya yang berlebih sehingga timbul kelelahan (Setyawati, 2010).
5) Kebisingan
Kebisingan merupakan faktor yang menyebabkan kelelahan kerja. Semakin
tinggi intensitas kebisingan maka harus diperhatikan kelelahannya karena
mempengaruhi kinerja dari kapasitas fisik seseorang. Pengendalian untuk
21
mengurangi kelelahan pekerja yaitu dengan diberlakukannya rotasi kerja dan
penggunaan alat pelindung telinga (Prawirakusumah, 2009).
Menurut Prawirakusumah (2009). Faktor penyebab kelelahan kerja, yaitu:
a. Keadaan lingkungan kerja adalah lingkungan kerja dimana pekerja melakukan
pekerjaannya dengan suasana lingkungan yang berbeda-beda pada sehari-
harinya. Lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu lingkungan kerja fisik
adalah semua keadaan yang terdapat disekitar tempat kerja yang akan
mempengaruhi pengawai baik secara langsung mau pun tidak langsung.
Sedangkan lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi dan
berkaitan dengan hubungan kerja baik dengan atasan, sesama rekan kerja, atau
dengan bawahan untuk membangun hubungan interpersonal dan menjalin
komunikasi yang akrab dengan sesama rekan kerja (sedarmayani, 2009).
b. Intesitas dan lama kerja mental fisik adalah yang tidak sejalan dengan kehendak
tenaga kerja yang bersangkutan. maka akan terjadi hasil pekerjaan yang tidak
maksimal.
c. Keadaan monoton adalah keadaan dimana berkurangnya aktivitas tubuh yang
terjadi selama bekerja berulang-ulang dengan ruang kerja yang sempit. Hal ini
kurang mendapat perhatian sehingga menyebabkan kantuk, kelelahan, dan
penurunan adaptasi serta responsif. Semua ini bisa hilang ketika adanya
perubahan aktivitas kerja.
d. Tidak jelasnya tanggung jawab adalah merupakan kesadaran manusia akan
tingkah laku atau perbuatan baik yang disengaja maupun yang tidak di sengaja.
Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
22
kewajiban. Apabila seseorang tidak bertanggung jawab dalam pekerjaannya atau
tidak jelasnya tanggung jawab yang dibebankan kepadanya maka tidak akan
jelas dalam menyesaikan pekerjaannya berakibat merugikan diri sendiri dan
orang lain.
e. Kekhawatir dan konflik batin adalah perasaan yang tidak tenang dalam bekerja
yaitu adanya petentangan antara perasaan, pikiran seseorang yang disebabkan
oleh adanya dua gagasan atau lebih yang betentangan dengan kenyataan
misalnya petentangan dengan sesama antara teman kerja.
f. Kondisi kesehatan tidak fit adalah dalam melakukan pekerjaan ketika badan kita
tidak fit untuk bekerja maka terjadi pada tubuh kita cepet mengalami kelelahan
dalam bekerja, sehingga kita dalam melakukan pekerjaan tidak akan maksimal.
Dari pendapat para ahli di atas bisa disimpulkan bahwa kelelahan kerja
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor internal (usia, jenis kelamin,
status gizi), faktor eksternal (sikap kerja, beban kerja, tekanan panas, penerangan,
kebisingan), monoton, intesitas dan lama kerja, mental dan fisik, keadaan
lingkungan, tidak jelas tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik batin, dan
kondisi kesehatan yang tidak fit sehingga cepat lelah. Berdasarkan beberpa teori di
atas, peneliti memilih faktor kelelahan kerja yang dikemukakan oleh Atiqoh, dkk.
(2014) yaitu: faktor internal (usia, jenis kelamin, status gizi), faktor eksternal (sikap
kerja, beban kerja, tekanan panas, penerangan, kebisingan) yang dipilih oleh
peneliti. Faktor beban kerja yang akan dijadikan fokus dalam penelitian ini. Peneliti
memilih faktor beban kerja karena ada pengaruh dan hubungan langsung terhadap
pekerja (Rahmawati, 2006). Peneliti memilih beban kerja karena menjadi faktor
23
dominan penyebab terjadinya kelelahan kerja dan sejalan dengan kondisi yang ada
pada subjek.
B. Persepsi terhadap Beban Kerja
1. Pengertian Persepsi terhadap Beban kerja
Menurut Robin (2003) mengatakan bahwa persepsi merupakan kesan yang
diperoleh individu melalui panca indra kemudian di analisa (diorganisir),
diinterpretasikan dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh
makna. Persepsi adalah proses yang diguanakan untuk mengetahui dan memahami
sesuatu (Baron & Byrne, 2004). Sedangkan menurut Walgito (2010)
mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang didahului oleh proses
penginderaan, yaitu proses yang diterima oleh stimulus oleh alat indra, proses ini
juga disebut sebagai proses sensoris. Namum proses tidak berhenti, melainkan
stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya disebut sebagai proses persepsi.
Moskowitz dan Orgel (dalam Walgito, 2010) persepsi merupakan proses yang
integrated sehingga apa yang ada di dalam diri individu seperti perasaan,
pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan dan aspek lain yang ada dalam
diri individu akan ikut berperan dalam proses tersebut. Branca (dalam Walgito,
2010) persepsi merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus
yang diindrakannya sehingga merupakan suatu yang berarti, dan merupakan respon
yang integrated dalam diri individu.
Alat indra merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya
(Branca, Woodworth dan Marquis, dalam Walgito 2010). Dengan persepsi
24
seseorang akan menyadari tentang keadaan sekitar dan juga keadaan diri (Davidoff,
dalam Walgito, 2010). Proses persepsi merupakan proses yang bersifat individual,
hal ini dikarenakan perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman
individu tidak sama, maka dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi
mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu lainnya (Davidoff dan
Rogers dalam Walgito, 2010).
Menurut Tarwaka (2004) beban kerja merupakan suatu yang muncul dari
interaksi antara tuntutan tugas-tugas lingkungan kerja dimana digunakan sebagai
tempat kerja, keterampilan dan persepsi dari pekerjaan. Munandar (2012)
mengungkapkan bahwa beban kerja adalah suatu kondisi dari pekerjaan dengan
uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas waktu tertentu. Menurut
Haryanti (dalam Zukarnaen, 2015) beban kerja merupakan jumlah kegiatan yang
harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang selama periode waktu
tertentu dalam keadaan normal. Senada dengan pendapat di atas Maslach,
Schaufeli, & Leiter (2001) mengungkapkan kelebihan beban kerja terjadi akibat
ketidaksesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya.
Moekijat (2004) berpendapat bahwa beban kerja adalah sejumlah pekerjaan
yang harus diselesaikan oleh sekelompok atau seseorang dalam waktu tertentu yang
dapat dilihat dari sudut pandang obyektif dan subyektif. Secara obyektif beban kerja
berarti keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan
sedangkan beban kerja secara subyektif adalah persepsi seseorang terhadap suatu
pekerjaan berkaitan dengan tuntutan kerja, tekanan pekerjaan tersebut dan kepuasan
kerja.
25
Beban kerja yang dimaksud dibagi kedalam dua kategori antara lain beban
kerja secara kuantitatif dan beban kerja secara kualitatif. Beban kerja secara
kuantitatif yaitu timbul karena tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit berdasarkan
intensitas jumlahnya, sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja merasa tidak
mampu melakukan tugas atau tugas tidak menggunakan ketrampilan atau potensi
dari pekerja. Pengertian beban kerja yang terakhir yang dipakai oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah pengertian beban kerja menurut Hart dan Staveland (dalam
Tawarka 2010) yang mengemukakan bahwa beban kerja merupakan suatu kondisi
yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas pekerjaan, keterampilan, dan
persepsi dari pekerja.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap
beban kerja adalah penilaian yang dilakukan individu berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indra terhadap sesuatu yang muncul dari interaksi antara
tuntutan tugas-tugas lingkungan kerja di mana digunakan sebagai tempat kerja,
keterampilan dan persepsi dari pekerjaan.
2. Aspek-aspek beban kerja
Menurut Harry, dkk (dalam Tarwaka, 2011) menjelaskan ada tiga aspek
beban kerja meliputi beban waktu, beban mental, dan beban psikologis.
a. Beban waktu, yaitu yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam
perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas.(beban waktu rendah, beban
waktu sedang, beban waktu tinggi)
b. Beban mental adalah menduga atau memperkirakan seberapa banyak usaha
26
mental dalam perencanaan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu
tugas.(beban usaha mental rendah, beban usaha metal sedang, beban usaha
mental tinggi)
c. Beban psikologis adalah mengukur jumlah resiko, kebingungan, frustasi yang
berhubungan dengan performansi atau penampilan tugas. (beban tekanan
psikologis rendah, beban tekanan psikologis sedang, beban tekanan psikologis
tinggi).
Sedangkan menurut Hart dan Staveland dalam Tawarka (2010) ada enam
aspek beban kerja meliputi :
a. Physical demand, ialah besarnya aktivitas fisik yang butuhkan dalam melakukan
tugas (contoh: mendorong, menarik, memutar, mengontrol, menjalankan dan
lainnya).
b. Effort, yaitu penilaian yang terkait usaha yang dikeluarkan secara fisik dan
mental yang dibutuhkan untuk mencapai level performansi karyawan.
c. Mental demand, yaitu penilaian yang terkait besarnya aktivitas mental dan
perseptual yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat, merasa, dan mencari
pekerjaannya. Pekerjaan tersebut sifatnya mudah atau sulit, sederhana atau
kompleks, dan longgar atau ketat.
d. Temporal demand, yaitu penilaian yang terkait jumlah tekanan yang berkaitan
dengan waktu yang dirasakan selama pekerjaan berlangsung. Pekerjaan tersebut
sifatnya perlahan atau santai atau cepat, dan melelahkan
27
e. Frustation level, yaitu penilaian yang terkait seberapa tidak aman, putus asa,
tersinggung, terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman,
dan kepuasan diri yang dirasakan.
f. Performance, yaitu penilaian yang terkait seberapa besar keberhasilan seseorang
di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerja nya.
Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa aspek pembentukan
beban kerja meliputi beban waktu, beban mental, beban psikologis, physical
demand, effort, mental demand, temporal demand, performance dan frustration
level. Peneliti memilih aspek beban kerja beban kerja, beban mental, beban
psikologis yang dikemukakan oleh Harry, dkk (dalam Tarwaka, 2011) dikarena
aspek yang dibuat lebih detail sehingga memudahkan peneliti dalam pembuatan
intrumen pengumpulan data.
C. Hubungan antara Persepsi terhadap Beban kerja dengan kelelahan
kerja polisi lalu lintas
Robin (2003) mengatakan bahwa persepsi merupakan kesan yang diperoleh
oleh individu melalui panca indra kemduian dianalisa (diorganisir), diinterpretasi
dan kemudian dievaluasi, seingga individu tersebut memperoleh makna. Sedangkan
beban kerja merupakan suatu yang muncul dari interaksi anatara tuntutan tugas-
tugas lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan dan
persepsi dari pekerjaan (Tarwaka, 2010). Beban kerja adalah sejumlah kegiatan
yang harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang, selama periode
waktu tertentu dalam keadaan normal (Herrianto dalam Rambulangi, 2016). Jadi
28
bisa dikatakan bahwa persepsi terhadap beban kerja adalah penilaian yang
dilakukan individu berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra
terhadap sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas lingkungan
kerja di mana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan dan persepsi dari
pekerjaan.
Beban kerja dapat dipengaruhi oleh tuntutan tugas atau pekerjaan dalam
organisasi dan lingkungan kerja (Manuaba, 2000). Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan Wati, Wz, dan Haryono (2011) diperoleh hasil bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan kelelahan kerja. Beberapa
penelitian penelitian menunjukan bahwa gangguan kelelahan kerja terkait dengan
beban kerja sering dialami oleh pekerja (Rahmawati, 2016). Setiap pekerjaan
memiliki persepsi sendiri-sendiri terhadap beban kerjanya yang akan ditimbulkan
oleh kondisi kerja tergantung individu mempersepsikannya (Tirtaputra, Tjie &
Salim, 2017). Lebih lanjut lagi dijelaskan oleh Ramadhan dan Nurtjahjanti (2017)
Apa bila karyawan yang memiliki persepsi yang positif terhadap beban kerja, maka
karyawan akan menerima hal tersebut sebagai hal menyenangkan. Perasaan positif
akan memicu tenaga kerja bekerja keras sehingga cenderung menjadi efektif
(Howell & Dipboye dalam Munandar, 2014). Sebaliknya, bila karyawan memiliki
persepsi yang negatif terhadap beban kerjanya, maka karyawan akan menerima hal
tersebut sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Harry, dkk (dalam Tawarka,
2011) menjelaskan ada tiga aspek beban kerja meliputi beban waktu, beban mental
dan beban psikologis.
29
Hubungan beban kerja dengan kelelahan kerja dipengaruhi oleh kemampuan
tiap-tiap pekerja yang berbeda walaupun pekerja bekerja ditempat yang sama dan
dengan latar belakang pendidikan yang sama. Kemampuan seseorang yang lain
meskipun pendidikan dan pengalamannya sama dan bekerja pada suatu pekerjaan
yang sama, perbedaan ini disebabkan karena kapasitas orang berbeda-beda yang
menimbulkan kelelahan tersebut (Haryono, 2011). Kelelahan kerja merupakan
keadaan tubuh fisik dan mental yang merujuk pada penurunan daya kerja dan
berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja (Prawirakusumah, 2009). Sedangkan
menurut Salami, dkk. (2016) kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai
adanya penurunan efesiensi serta ketahanan kerja. Lebih lanjut lagi dijelaskan
bahwa gejala kelelahan kerja bisa diklasifikasikan dalam enam gejala kelelahan
yaitu perasaan (seperti keletihan, pusing, rasa tidak suka untuk bekerja), berpikir
lambat, kewaspadaan berkurang, persepsi lambat dan buruk, enggan untuk bekerja,
penurunan kinerja fisik dan mental.
Beban waktu merupakan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring tugas atau kerja (Harry, dkk dalam Tawarka, 2011).
Beban waktu yang tersedia dalam merencanakan, melaksanakan suatu pekerjaan
berkaitan dengan kelelahan kerja. Apabila beban kerja dipersepsikan sebagai beban
kerja positif oleh pekerja maka beban kerja tersebut akan menjadi suatu hal yang
menyenangkan (Tirtaputra, Tjie dan Salim, 2017). Seperti merencanakan suatu
pekerjaan dengan waktu cukup dalam menyelesaikan tugas pekerjaan, jam istirahat
yang cukup dan mempunyai shift kerja yang teratur. Rasa senang atau gembira akan
membuat seseorang pekerja merasa bergairah, tekun dalam bekerja
30
(Prawirakusumah, 2009). Ketika seseorang merasa senang hal tersebut bisa
merangsang otak untuk meningkatkan produktivitas hormon serotonin. Hormon
serotonin berperan dalam mengatur mood seseorang (Wahyuningsih, 2010). Ketika
kebutuhan hormon serotonin dalam tubuh terpenuhi, hal ini bisa membuat seorang
merasa rileks dan tidak cepat lelah.
Sebaliknya apabila beban waktu dipersepsikan negatif oleh pekerja maka
beban waktu tersebut akan menjadi suatu hal yang tidak meyenangkan. Seperti jam
istirahat yang kurang, waktu kerja yang berlebihan, tidak jelas shift kerja dan
berlebihan di luar jam dinas bekerja akan merasa terpaksa untuk bekerja dan hanya
untuk memenuhi dorongan kebutuhan untuk bekerja saja (Maharja, 2015). Hal ini
memicu timbulnya perasaan lelah pada pekerja (Prawirakusumah, 2009). Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan Prasasya (2013) Ketidaksesuai waktu
yang diberikan dalam melaksanakan suatu pekerjaan akan membuat karyawan
menjadi tertekan dan beban kerja menjadi tinggi. Menurut Tarwaka (dalam
Maharja, 2015) apabila beban waktu tidak segera ditangani dan segera beristirahat,
maka akan terjadi akumulasi kelelahan dalam sehari, sehingga dapat berdampak
lebih parah terhadap kesehatan, motivasi kerja menurun, performansi rendah,
kualitas kerja rendah, banyak terjadi kesalahan, produktivitas kerja rendah,
penyakit akibat kerja, cedera, hal ini bisa membuat pekerja mengalami kelelahan
kerja.
Beban mental merupakan memperkirakan seberapa banyak usaha mental
dalam perencanan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas (Harry, dkk
dalam Tawarka, 2011). Ketika suatu hal yang tidak diinginkan muncul maka
31
pekerja akan mengekspresikannya negatif atau perasaan yang tidak sukai.
Akibatnya pekerjaan akan merasa enggan untuk bekerja (Allport, dalam Yuwono,
dkk. 2005). Selain itu, ketika seorang karyawan merasa tidak mampu
menyelesaikan pekerjaan yang diberikan maka tekanan yang dirasakan akan lebih
tinggi. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Rahadi dan Sriyanto
(2013) Terhadap perawat IGD, didapatkan hasil yaitu 62.5 % perawat merasa
terbebani secara mental dengan jadwal kerja yang diterapkan, bentuk dari beban
mental dan fisik yang dirasakan seperti mudah lelah, berkurangnya konsentrasi dan
tekanan saat melakukan penanganan yang bersifat spontan, 62.5 % merasakan
keluhan gangguan pola tidur selama jadwal kerja diterapkan, dan 75 % merasakan
keluhan terhadap kesehatan seperti, sakit kepala, sa kit perut dan anemia, keluhan
ini terjadi terutama setelah bekerja pada shift malam. Beban mental berhubungan
sangat signifikan dengan tingkat kelelahan. Tingkat beban mental yang melebihi
ambang batal normal bisa membuat seorang pekerja merasa tidak semangat dan
enggan untuk bekerja.
Sebaliknya apabila beban mental dipersepsikan positif maka akan muncul
perasaan senang dalam bekerja (Kasmarini, 2012). Seperti pekerjaan mempunyai
tekanan merasa mampu dalam melaksanakan tugasnya, perkerja merasa nyaman
dan merasa mempunyai teman kerja bisa saling membantu. Hal tersebut bisa
meningkatkan motivasi yang membuat pekerjaan semakin bergairah dalam bekerja
dan pada akhirnya akan menigkatkan tingkat produktivitas pekerja
(Prawirakusmah, 2009). Sikap kerja yang positif akan membuat pekerja cenderung
bekerja lebih keras dan lebih efektif. Di sisi lain ketika seorang merasa bersemangat
32
hal tersebut bisa merangsang otak untuk memproduksi hormon adrenalin ketika
hormon adrenalin meningkat hal ini bisa meningkatkan kemampuan indra lebih
fokus dengan kata lain hormon adrenalin bisa membuat seseorang merasa
bersemangat dan tidak mudah merasa lelah (Anna, 2015).
Beban psikologi adalah mengukur jumlah resiko, kebingungan, frustasi yang
berhubungan dengan performansi atau penampilan tugas (Harry, dkk dalam
Tawarka, 2011). Resiko pekerjaan yang tinggi, kebingungan terhadap pekerjaan
yang dijalani akan membuat seseorang karyawan menjadi menjadi frustasi. Apabila
beban psikologis dipersepsikan positif oleh pekerjanya maka beban psikologis akan
menjadi menyenangkan. Seperti mempunyai pekerjaan merasa nyaman, pekerjaan
yang sesuai dengan apa yang diinginkan pekerja, mempunyai team work yang baik,
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan pekerjaan, hubungan atasan dan
bawahan yang baik dan menpunyai intruksi yang jelas dalam melaksanakan tugas.
Hal tersebut bisa memicu timbulnya rasa gembira, suka akan pekerjaannya, pikiran
jernih dan akan lebih konsentrasi dalam bekerja. Hal ini bisa membuat pekerja
merasa bergairah dan tekun dalam bekerja (Prawirakusumah, 2009). Rasa gembira
sangat erat kaitanya dengan hormon serotonin. Hormon serotonin berperan aktif
dalam mengatur mood seseorang hormon serotonin juga bisa membuat seseorang
merasa lebih rilek, oleh karena itu ketika seseorang dalam keadaan tenang rilek hal
tersebut akan menurunkan tingkat kelelahan seseorang (Wahyuningsih, 2010).
Sebaliknya apabila beban psikologis dipersepsikan negatif oleh pekerja maka
akan memicu pekerjaan yang tidak menyenangkan. Seperti pekerja jelas dengan
pekerjaan yang di kerjakan, tuntutan pekerjaan yang berat, tidak merasa nyaman
33
lingkungan kerja, pekerjaan yang tidak sesuai target yang di inginkan, resiko
pekerjaan yang cukup tinggi dan intruksi yang tidak jelas dalam pekerjaan. Hal
memicu tekanan kerja yang tinggi atau frustasi dalam bekerja yang berhubungan
dengan kinerja karyawan dan resiko yang tinggi didalam pekerjanya tersebut
(Prasasya, 2014). Hal ini bisa memicu timbulnya perasaan lelah pada pekerjaan dan
mengingkatkan kebutuhan oksigen serta kerja jatung bisa mengakibatkan kelelahan
pada pekerja (prawirakusumah, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wati, Mz, dan Haryono
(2011) diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan signifikan antara kelelahan kerja
dengan beban kerja. Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan
Ahmad (2015), tentang hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja industri keripik melinjo di desa Benda Indramayu. Hasil penelitian Septiana
Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara beban kerja dengan kelelahan kerja.
B. Hipotesis
Ada hubungan negatif antara persepsi terhadap beban kerja dengan kelelahan
kerja pada polisi lalu lintas Kabupaten Sleman. Apabila beban kerja dipersepsikan
positif maka tingkat kelalahan kerja akan rendah. Sebaliknya apabila beban kerja
dipersepsikan negatif maka tingkat kelelahan pada pekerja akan tinggi.
34