Upload
duongtuyen
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kemandirian Belajar
a. Pengertian Kemandirian dan Kemandirian dalam belajar
Pengertian Kemandirian
Kata mandiri Rusman (2011:353) mengandung arti tidak
tergantung kepada orang lain, bebas, dan dapat melakukan sendiri.
Aspek yang ditekankan berusaha sendiri terlebih dahulu dalam
melakukan suatu hal. Kata mandiri sering kali diterapkan untuk
pengertian dan tingkat kemandirian yang berbeda-beda, tergantung
dari pendapat masing-masing individu dalam mengartikan
kemandirian. Seperti menurut Mudjiman (2011:1) kemandirian
merupakan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif
untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah,
dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah
dimiliki. Aspek yang ditekankan yaitu motivasi/keinginan dalam
menguasai suatu permasalahan.
Aunillah (2011:72) berpendapat mempunyai peserta didik
yang mandiri memang merupakan dambaan setiap guru. Sebab,
dengan sikap itu, proses belajar yang dijalani oleh peserta didik akan
menjadi lancar sehingga guru juga dapat menikmati tugas
10
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
11
mengajarnya. Peserta didik yang mandiri bisa melayani kebutuhannya
sendiri sekaligus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Peserta
didik yang mandiri akan dapat memenuhi segala sesuatu sendiri,
sehingga memiliki tanggung jawab atas setiap tindakannya dalam
mengambil suatu keputusan.
Jadi dapat disimpulkan kemandirian adalah suatu sikap yang
mencerminkan kegiatan belajar aktif, tidak tergantung kepada orang
lain, yang berbekal pada pengetahuan atau kompetensi yang telah
dimiliki, bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Kemandirian dalam belajar menurut Wedemeyer (Rusman,
2011: 354) perlu diberikan kepada peserta didik supaya mereka
mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan
dirinya dan dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan
sendiri. Sikap-sikap tersebut perlu dimiliki peserta didik karena hal
tersebut merupakan ciri kedewasaan orang terpelajar.
Menurut Knowless, Panen (Rusman, 2011: 356) Peserta didik
yang yang belajar mandiri tidak boleh menggantungkan diri dari
bantuan, pengawasan, dan arahan orang lain termasuk
guru/instrukturnya, secara terus menerus. Peserta didik harus
mempunyai kreativitas dan inisiatif sendiri, serta mampu bekerja
sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya.
Menurut Mujiman (2011:1) Belajar mandiri adalah kegiatan
belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai kompetensi,
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
12
dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah
dimiliki. Sedangkan menurut Rusman (2011:357) belajar mandiri
merupakan kemampuan yang tidak banyak berkaitan dengan
pembelajaran apa, tetapi lebih berkaitan dengan bagaiman proses
belajar tersebut dilaksanakan. Kegiatan belajar mandiri merupakan
salah satu bentuk kegiatan belajar yang lebih menitik beratkan pada
kesadaran belajar seseorang atau lebih banyak menyerahkan kendali
pembelajaran kepada diri siswa sendiri.
Belajar mandiri bukan berarti harus belajar sendiri (Rusman
2011:358) belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif dengan
ataupun tanpa guru. Sebagai seorang yang mandiri, siswa tidak harus
mengetahui semua hal, tetapi tidak juga diharapkan menjadi siswa
yang jenius yang tidak membutuhkan bantuan orang lain.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas sehingga disimpulkan
kemandirian dalam belajar adalah belajar yang tidak harus sendiri, dan
tidak pula selalu menggantungkan belajarnya kepada orang lain, tetapi
lebih menekankan pada proses belajar yang berdasarkan kesadaran
belajar seseorang atau lebih banyak menyerahkan kendali
pembelajaran pada diri siswa sendiri, mampu berinisiatif sendiri
dengan atau tanpa seorang guru.
b. Teori Kemandirian
Istilah kemandirian menurut Desmita (2009:185) berasal dari
kata “diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”, kemudian
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
13
membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian
berasal dari kata dasar “diri”, maka pembahasan mengenai
kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan
diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah
self, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Sehingga dapat
dipahami kemandirian atau otonomi adalah kemampuan untuk
mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri
secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-
perasaan malu dan keragu-raguan.
Sedangkan kemandirian menurut Mustari (2011:94) adalah
suatu sifat yang harus dibentuk orang tua dalam membangun
kepribadian anak-anak mereka.
c. Ciri-Ciri Kemandirian
Menurut Moore, Rusman (2011: 354) berpendapat bahwa ciri
umum suatu proses pembelajaran mandiri ialah adanya kesempatan
yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan tujuan,
sumber, dan evaluasi belajarnya, karena itu, program pembelajaran
mandiri dapat diklasifikasikan berdasarkan besar kecilnya kebebasan
(otonomi) yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan
program pembelajarannya. Seperti yang tertulis dalam jurnalnya
According to Wedemeyer and Moore (1983)
however,independent/autonomous learning depends on three
aspects: independent/autonomous (1) in determining learning
objectives, (2) in selecting learning mode and resources, and
(3) in determining learning evaluation techniques and criteria.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
14
Tingkat kemandirian Moore, Rusman (2011: 354)
pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Otonomi dalam menentukan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Tujuan pembelajaran itu ditentukan oleh peserta didik,
oleh guru/instruktur atau oleh guru/instruktur dan peserta didik?
Semakin besar kesempatan yang diberikan kepada peserta didik
untuk ikut menentukan tujuan pembelajarannya, berarti semakin
besar kesempatan peserta didik untuk belajar sesuai dengan
kebutuhan belajarnya, semakin besar pula kesempatan peserta didik
untuk bersikap mandiri.
2. Otonomi dalam belajar. Siapakah yang menentukan bahan belajar
atau media yang akan dipakai dalam belajar? Apakah semuanya
ditentukan oleh guru/instruktur, oleh peserta didik, atau oleh
guru/instruktur dan peserta didik? Kalau peserta didik dapat ikut
menentukan bahan ajar, media belajar, dan cara-cara belajar yang
akan digunakan untuk mencapai tujuan itu, berarti peserta didik
telah diberi kesempatan untuk bersikap mandiri.
3. Otonomi dalam Evaluasi Hasil Belajar. Siapakah yang menentukan
cara dan kriteria evaluasi hasil belajar, dapatkah peserta didik ikut
menentukan cara evaluasi dari kriteria penilaian yang akan
dipakai?
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
15
Robert Havighurst (Desmita, 2009: 186) membedakan
kemandirian atas tiga bentuk kemandirian, yaitu:
1. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri
dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain
2. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi
sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang
lain.
3. Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang
lain.
Menurut Moore (Rusman, 2011: 366) karakter kemandirian
adalah sebagai berikut:
1. Sudah mengetahui dengan pasti apa yang ingin dia capai dalam
kegiatan belajarnya.
2. Sudah dapat memilih sumber belajar sendiri dan mengetahui ke
mana dia dapat menemukan bahan-bahan belajar yang diinginkan.
3. Sudah dapat menilai tingkat kemampuan yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaannya atau untuk memecahkan permasalah
yang dijumpainya dalam kehidupannya.
Tingkatan dan karakteristik kemandirian menurut Lovinger,
(Sunaryo Kartadinata, 1988), (Desmita 2009: 187) yaitu:
Tingkat pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri. Ciri-
cirinya:
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
16
a. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari
interaksinya dengan orang lain
b. Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik
c. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu
(stereotype).
d. Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games
e. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta
lingkungannya.
Tingkat kedua, adalah tingkatan konfirmastik. Ciri-cirinya:
a. Peduli terhadap penampilan diri dan penampilan sosial
b. Cenderung berpikir stereotype dan klise
c. Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal
d. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian
e. Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya instrospeksi
f. Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-cirinya eksternal
g. Takut tidak diterima kelompok
h. Tidak sensitif terhadap keindividualan
i. Merasa berdosa jika melanggar aturan
Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-cirinya:
a. Mampu berpikir alternatif
b. Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi
c. Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada
d. Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
17
e. Memikirkan cara hidup
f. Penyesuaian terhadap situasi dan peranan
Tingkat keempat, adalah tingkat seksama (conscientious). Ciri-
cirinya:
a. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal
b. Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan
c. Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri
maupun orang lain.
d. Sadar akan tanggung jawab
e. Mampu melakukan kritik dan penilaian diri
f. Peduli akan hubungan mutualistik
g. Memiliki tujuan jangka panjang
h. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial
i. Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analistis
Tingkat kelima, adalah tingkat individualitas. Ciri-cirinya:
a. Peningkatan kesadaran individualitas
b. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan
ketergantungan
c. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain
d. Mengenal eksistensi perbedaan individual
e. Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan
f. Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya
g. Mengenal kompleksitas diri
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
18
h. Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial
Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya
a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan
b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri dan
orang lain
c. Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial
d. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan
e. Toleran terhadap ambiguitas
f. Peduli akan pemahaman diri (self-fulfilment)
g. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal
h. Responssif terhadap kemandirian orang lain
i. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain
j. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan
penuh keceriaan
Sedangkan menurut Mujiman (2011:10) ciri-ciri kemandirian
adalah sebagai berikut:
a. Penahapan: ada 5 penahapan dalam belajar mandiri, yaitu tahap
masuknya rangsangan yang menarik perhatian pembelajar, tahap
tumbuhnya niat untuk merespons rangsangan, tahap pembuatan
keputusan atau tahap penumbuhan motivasi, tahap pelaksanaan
tindakan belajar, dan tahap evaluasi
Tahap masuknya rangsangan
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
19
Pada tahap ini pembelajar menerima rangsangan dari dalam
ataupun dari luar dirinya yang berupa masalah untuk dipecahkan,
atau kebutuhan untuk dipenuhi.
Tahap tumbuhnya niat belajar untuk menguasai kompetensi
Niat belajar timbul apabila pembelajar tertarik kepada
bahan yang diajarkan oleh instruktur
Tahap pembuatan keputusan
Memiliki niat untuk belajar belum menjamin pembelajar
akan melakukan kegiatan belajar
Tahap melaksanakan keputusan
Bila jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu positif, ia akan
memutuskan untuk belajar.
Tahap evaluasi
Setelah keputusan untuk belajar (atau tidak belajar)
dijalankan, pembelajar melakukan evaluasi
b. Piramid tujuan: Telah disinggung di atas bahwa dalam belajar
mandiri terbentuk struktur tujuan belajar berbentuk piramid.
c. Sumber dan media belajar: Belajar mandiri dapat menggunakan
berbagai sumber dan media belajar.
d. Tempat belajar: Belajar mandiri dapat dilakukan di sekolah, di
rumah, di perpustakaan, di warnet, dan dimanapun yang
memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
20
e. Waktu belajar: Belajar mandiri dapat dilaksanakan disetiap waktu
yang dikehendaki pembelajar, di antara waktu yang digunakan
untuk kegiatan-kegiatan lain.
f. Tempo dan irama belajar: Kecepatan belajar dan intensitas kegiatan
belajar ditentukan sendiri oleh pembelajar sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan, dan kesempatan yang tersedia.
g. Cara belajar: Pembelajar memiliki cara belajar yang tepat untuk
dirinya sendiri.
h. Evaluasi hasil belajar: Evaluasi hasil belajar mandiri dilakukan
oleh pembelajar sendiri.
i. Refleksi: Refleksi merupakan penilaian terhadap proses
pembelajaran yang telah dijalani.
j. Konteks sistem pembelajaran: Dengan mengingat batasan belajar
mandiri yang telah dikemukakan, konteks sistem belajar dimana
pembelajar mandiri melakukan kegiatan belajarnya dapat berupa
sistem pendidikan tradisional ataupun sistem-sistem lain yang lebih
progresif.
k. Status konsep belajar mandiri: Konsep belajar mandiri,
memberikan latihan kemampuan belajar mandiri kepada para
siswanya.
d. Fungsi Kemandirian
Menurut Rusman (2011:358) siswa yang belajar mandiri
diharapkan dapat:
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
21
1. Menyadari bahwa hubungan antara pengajar dengan dirinya tetap
ada, namun hubungan tersebut diwakili oleh bahan ajar atau media
belajar
2. Mengetahui konsep belajar mandiri
3. Mengetahui kapan ia harus minta tolong, kapan ia membutuhkan
bantuan atau dukungan
4. Mengetahui kepada siapa dan dimana ia dapat atau harus
memperoleh bantuan/dukungan
Peneliti menyimpulkan bahwa kemandirian dalam belajar
dapat meningkatkan kedisiplinan siswa dalam mengatur kegiatan
belajar yang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah dibuat
siswa, selain itu juga dapat memacu siswa dalam mengeksplor
kemampuan yang dimiliki.
Upaya-upaya pengembangan kemandirian peserta didik Desmita
(2009:190)
1. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis,
yang memungkinkan anak merasa dihargai
2. Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan
keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah
3. Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi
lingkungan, mendorong rasa ingin tahu mereka
4. Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak
5. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
22
2. Pengertian Belajar
Belajar menurut Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya
Belajar menurut Sagala (2010:13) terjadi bila tampak tanda-tanda
bahwa perilaku manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses
pembelajaran. Perhatian utama dalam belajar adalah perilaku verbal dari
manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran. Perhatian
utama dalam belajar adalah perilaku verbal dari manusia, yaitu
kemampuan manusia untuk menangkap informasi mengenai ilmu
pengetahuan yang diterimanya dalam belajar.
Belajar menurut Smith et al. (1986:197) We define learning as a change in behavior or a potential behavior
that occurs as a result of experience. the learning is actually a
construct referring to some hypothesized change that occurs
within the organism as the result of experience. We can't see this
internal process; all we can see is some change in performence.
Jadi Smith et al. (1986:197) mendefinisikan belajar sebagai
perubahan dalam perilaku atau perilaku potensial yang terjadi sebagai hasil
dari pengalaman. pembelajaran sebenarnya adalah membangun mengacu
pada beberapa perubahan hipotesis yang terjadi dalam organisme sebagai
hasil pengalaman, yang tidak bisa melihat proses internal, akan tetapi bisa
dilihat dengan beberapa perubahan dalam kinerja.
Belajar menurut Gagne (Sagala, 2010: 17) adalah perubahan yang
terjadi pada kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
23
menerus, bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi
apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi
siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah
dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia
mengalami situasi tadi. Sedangkan belajar menurut Syah (2010: 90) adalah
sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif
Berdasarkan pendapat para pakar seperti telah disebutkan pada
awal penjelasan tentang belajar, maka peneliti menyimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri manusia berdasarkan
suatu pengalaman-pengalaman dalam diri manusia dari suatu pembelajaran
yang dilakukan, mampu menangkap segala bentuk informasi ilmu
pengetahuan yang diterima dalam belajar.
3. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi dan Prestasi Belajar
Pengertian Prestasi belajar
Prestasi belajar menurut Arifin (2011:12), kata “presatsi”
berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa
Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Prestasi belajar
merupakan suatu masalah yang bersifat parenial dalam kehidupan
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
24
manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu
mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan manusia.
Prestasi belajar Ahmadi dan Supriyono (2004:138) yang dicapai
seseorang individu merupakan hasil interaksi antara beberapa faktor
yang mempengaruhi baik dalam diri (faktor internal) maupun dari luar
diri (faktor eksternal) individu pengenalan terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka
membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya
Tes prestasi belajar
Tes Prestasi Belajar menurut Benyamin S. Bloom dkk. (Azwar,
2009: 8) membagi kawasan belajar yang mereka sebut sebagai tujuan
pendidikan menjadi tiga bagian yaitu kawasan kognitif, kawasan
afektif, dan kawasan psikomotor.
Azwar (2009:9) Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun
secara terencana untuk mengungkap performansi maksimal subjek
dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam
kegiatan pendidikan formal di kelas, tes prestasi belajar dapat berbentuk
ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian
masuk perguruan tinggi.
Tes prestasi menurut Morris dan Gibbon (1966:9) As a program
evaluator, the amount of effort you invest in selecting,
contructing, administering, and scoring achievement
instruments-as well as the amount of information you need to
collect concerning each instrument’s measurement accuarcy-
will be largely determined by the role you play with respect to
the program being evaluated.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
25
Komponen dalam melakukan evaluasi yaitu memilih dan
membangun dan mengelola jumlah instrumen serta informasi yang
dibutuhkan menjadi sebuah prestasi menjadi sebuah instrumen yang
menjadi acuan dalam menentukan program yang akan dievaluasi.
Morris dan Gibbon (1966:11) The Prespective of the Formative
Evalutor, the formative evaluator’s major responsibility
concerning achievement is to make progress checks throughout
the course of the program and to ensure that students are
learning what is expected and keeping to the anticipated pace.
Menurut Morris dan Gibbon (1966:11) Para prespektif dari
Evalutor Formatif, memiliki tanggung jawab utama sebagai evaluator
formatif anak tentang prestasi yaitu untuk membuat cek kemajuan
sepanjang perjalanan program dan untuk memastikan bahwa siswa
belajar sesuai dengan yang diharapkan dan mempertahankan laju
prestasi dan dapat diantisipasi hal-hal yang mengganggu laju prestasi.
Target utama dari informasi ini adalah staf program dan perencana.
Karena keseriusan mereka dalam program ini yang menentukan,
anggota staf biasanya tidak bersikeras demonstrasi keunggulan teknis
instument, namun akan membuktikan keberhasilan instrumen melalui
tindakan.
Dapat disimpulkan prestasi belajar merupakan, hasil usaha yang
dicapai oleh seorang siswa dalam kegiatan pembelajaran, prestasi
belajar merupakan hasil interaksi siswa dalam kegiatan pembelajaran,
yang dapat diukur dalam jangka waktu tertentu, dalam setiap semester,
dan didokumentasikan dalam laporan akademik, berupa rapor.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
26
Dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah prestasi belajar
IPS, adalah hasil belajar IPS yang diukur melalui tes pada materi
kepahlawanan dan patriotisme. Prestasi belajar dapat ditingkatkan
melalui model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan.
Jadi dapat disimpulkan prestasi belajar IPS, adalah prestasi belajar yang
diperoleh siswa selama melakukan tes dari materi yang diajarkan oleh
guru, dan hasilnya berupa nilai atau angka.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar yang dicapai seseorang individu menurut
Ahmadi dan Supriyono (2004:138) merupakan hasil interaksi antara
berbagai faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali
artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi sebaik-
baiknya.
Faktor internal:
1. Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan,
pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.
2. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh
yang terdiri atas:
a. Faktor Interaktif yang meliputi:
1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.
2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
27
b. Faktor non interaktif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu
seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi,
penyesuaian diri.
3. Faktor kematangan fisik maupun psikis.
Yang tergolong faktor eksternal, ialah:
1. Faktor sosial yang terdiri atas:
a. Lingkungan keluarga
b. Lingkungan sekolah
c. Lingkungan masyarakat
d. Lingkungan kelompok
2. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi,
kesenian.
3. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim
4. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung
ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar.
4. Pengetian Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu sosial menurut The leading national association of social
studies education profesionals in the National Council for the Social
Studies (NCSS). In November 1992 the House of Delegates of the NCSS
adopted the definition of the field (Minuts of the 36th Delegate Assembly."
19903), Savage dan Armstrong (1996:9)
Social studies is the integrated study of the social sciences and
humanities to promote civic competence. Within the school program,
social studies provides coordinated. Syistematic study drawing upon such
discriplines as antropology, archaeologhy, economies, geography, history
law, philosophy, political sciences, psychology, religion, and sociology, as
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
28
well as appropiate content from the humanities, mathematies, and natural
sciences. The primary purpose of social studies is to help young people
develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public
good as citizens of a culturally diverse democratic society in a
interdependent world. (p194)
Nasional asosiasi terkemuka pendidikan studi profesionals di
Dewan Nasional untuk Ilmu Sosial (NCSS) sosial. Pada November 1992
Dewan Delegasi dari NCSS mengadopsi definisi lapangan (minuts Majelis
Delegasi 36 "19903), Savage dan Armstrong (1996: 9)
Ilmu sosial adalah studi terintegrasi dari ilmu sosial dan humaniora
untuk mempromosikan kompetensi kewarganegaraan. Dalam program
sekolah, studi sosial menyediakan terkoordinasi. Studi Syistematic gambar
pada discriplines seperti antropology, archaeologhy, ekonomi, geografi,
hukum sejarah, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, serta
konten-konten sesuai jika dari humaniora, mathematies, dan ilmu alam.
Tujuan utama dari penelitian sosial adalah untuk membantu kaum muda
mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan informasi dan
beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga suatu masyarakat
demokratis beragam budaya dalam dunia yang saling tergantung. (p194)
Istilah “Ilmu Pengetahuan Sosial”, disingkat IPS menurut Sapriya
(2011:19), merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan
menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik
dengan istilah “Social Studies” dalam kurikulum persekolahan di negara
lain. Nama “IPS” yang lebih dikenal social studies di negara lain
merupakan istilah hasil kesepakatan dari para ahli atau pakar kita di
Indonesia.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
29
Menurut Sapriya (2011:48) ilmu pengetahuan sosial pada
hakekatnya dapat dipandang dari segi pengetahuan (Knowladge),
ketrampilan (skiills) dan dimensi nilai dan sikap (values and attitudes),
dimensi tindakan (action). Keempat dimensi tersebut bersifat saling
terkait. Yang berarti bahwa proses belajar mengajar IPS seharusnya
mengandung keempat dimensi IPS tersebut. Dimensi yang telah
disebutkan antara lain :
IPS sebagai pengetahuan (Knowladge) yaitu IPS sebagai
pengetahuan mencakup (1) fakta, (2) konsep, dan (3) generalisasi yang
dipahami oleh siswa, dalam pembelajaran IPS. IPS sebagai ketrampilan
(skiills) yaitu ketrampilan meneliti, ketrampilan berpikir, ketrampilan
berpartisipasi sosial dan ketrampilan berkomunikasi. IPS sebagai nilai dan
sikap (values and attitudes) yaitu seperangkat keyakinan atau prinsip
perilaku yang telah mengabdi dalam diri seseorang atau kelompok
masyarakat tertentu yang terungkap ketika berfikir atau bertindak. IPS
sebagai dimensi tindakan (action) yaitu percontohan kegiatan dalam
memecahkan masalah, berkomunikasi dengan anggota masyarakat,
pengambilan keputusan.
Dapat disimpulkan bahwa IPS adalah suatu Ilmu Pengetahuan yang
erat sekali hubungannya dengan lingkungan sosial masyarakat, yang
mencakup pengetahuan yang dikembangkan sehingga melahirkan suatu
ketrampilan sehingga dapat menentukan nilai dan sikap dalam suatu
tindakan dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
30
5. Pembelajaran IPS di SD
Pembelajaran IPS di SD meliputi beberapa bidang kajian salah
satunya yaitu Kepahlawanan dan Patriotisme menurut Indrastuti dkk.
(2010:85) sebagai berikut:
Kepahlawanan merupakan sikap yang mencontoh sifat-sifat
pahlawan seperti berani, rela berkorban dan siap berjuang demi bangsa dan
negara. Patriotisme merupakan sikap rela berkorban demi tanah air
Indonesia.
Sikap kepahlawanan dan patriotisme hendaknya membekas di
dalam jiwa kita dan tampak dalam perilaku kita sehari-hari. Sikap
kepahlawanan dan jiwa patriotisme mengandung nilai-nilai sebagai
berikut:
a. Keberanian
Merupakan modal dasar para tokoh pejuang kita dalam melawan
penjajah.
b. Kebenaran
Para pejuang berjuang untuk membela kebenaran demi
kepentingan bangsa dan negara.
c. Cinta Tanah Air
Rasa cinta para pejuang kepada tanah air Indonesia mampu
menghilangkan segala bentuk keraguan.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
31
d. Rela berkorban
Semangat rela berkorban para pejuang tidak diragukan lagi,
merka rela mengorbankan harta benda, jiwa, dan raganya.
e. Ketegasan
Ketegasan sangat penting dalam menerapkan semangat
patriotisme dalam berjuang, ketegasan berdasarkan kebenaran
dan keadilan.
f. Pantang Menyerah
Para pejuang gigih dan pantang menyerah dalam melakukan
perjuangan, semangat perjuangan terus dilakukan tanpa putus
asa.
g. Bertanggung jawab
Sikap bertanggung jawab telah dibuktikan oleh para pejuang
selama melakukan perjuangan.
Materi Kepahlawanan dan Patriotisme
Standar Kompetensi : 1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan
keragaman suku bangsa di lingkungan
kabupaten/kota dan provinsi
Kompetensi Dasar : 1.6. Meneladani kepahlawan-an dan patriotisme
tokoh-tokoh di lingkung-annya
Indikator :
Menjelaskan pentingnya memiliki sikap kepahlawanan dan
patriotisme
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
32
Memberi contoh rela berkorban dalam kehidupan sehari-hari
Menjelaskan sikap positif terhadap para pahlawan dalam
membela bangsa dan negara
Menghargai para pahlawan bangsa dengan memingingat jasa-
jasa mereka
6. Cooperative Learning
a. Pengertian Cooperative Learning
Cooperative Learning menurut Borich (2011:364) Cooperative
learning instills in learners important behaviors that prepare
them to reason and perform in an adult world (Greeno,2006:
Jacobs, power, & Loh, 2002; Johnson, 2005)
Pembelajaran kooperatif dalam perilaku pada peserta didik
penting, karena untuk mempersiapkan mereka tampil dalam dunia
orang dewasa (Greeno, 2006:Jacobs, listrik, & Loh, 2002; Johnson,
2005).
Pembelajaran kooperatif Kunandar (2009:359) adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi
yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan
kesalah pahaman yang saling menimbulkan permusuhan.
Pembelajaran kooperatif akan menuntun anak untuk berinteraksi
dengan orang lain, karena dari pembelajaran sesungguhnya yang lebih
diutamakan adalah interaksi dengan orang lain, bukan hanya
ketrampilan berfikir kritis, penalaran dalam belajar, sehingga
pembelajaran kooperatif akan menjadi penting, guna untuk
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
33
mempersiapkan pada anak untuk terampil dalam menuju
kedewasaannya.
b. Komponen dalam cooperative learning activity menurut Borich
(2011:365)
Teacher-Student Interaction. One purpose of teacher-student
interaction during cooperative learning is to promote
independent thinking.The cooperative classroom focus on
getting learners to think for themselves,independently of the text.
Guru-Siswa Interaksi. Salah satu tujuan dari interaksi guru-
siswa selama pembelajaran kooperatif adalah untuk mendorong
pemikiran mandiri. Fokus koperasi kelas untuk mendapatkan peserta
didik untuk berpikir sendiri, terpisah dari teks. Jadi dalam pembelajaran
kooperatif lebih ditekankan pada kemampuan siswa untuk mempunyai
gagasan sendiri yang tidak tergantung lagi pada buku teks.
Student-Student Interaction. Interaction among students in
cooperative learning groups is intense and prolonged, In
cooperative learning groups, students gradually take
responsibility for each other's learning.
Dengan tanggung jawabnya masing-masing. Siswa-siswa
interaksi. Interaksi antara siswa dalam kelompok belajar kooperatif
yang intens dan berkepanjangan. Dalam kelompok belajar kooperatif,
siswa secara bertahap mengambil tanggung jawab untuk belajar satu
sama lain. Dengan siswa terbiasa untuk belajar kelompok, maka siswa
akan dilatih untuk belajar satu sama lain.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
34
Task specialization and materials. Cooperative learning
typically uses task specialization, or division of labor, to break a
large task into smaller subparts on which separate groups work
Tugas spesialisasi dan bahan, Pembelajaran kooperatif biasanya
menggunakan spesialisasi tugas, atau pembagian kerja, untuk memecah
tugas besar menjadi lebih kecil yang sub-bab kelompok terpisah
bekerja. Jadi dalam pembelajaran kooperatif ada pembagian tugas pada
masing-masing anggota kelompok, agar tugas menjadi lebih ringan
dalam pengerjaan.
Role expectations and responsibilities. The success of a
cooperative learning activity depends on your communication of
role expectations and responsibilities and your modeling of
them
Peran dan tanggung jawab harapan. Keberhasilan kegiatan
pembelajaran kooperatif tergantung pada komunikasi, harapan peran
dan tanggung jawab dan pemodelan yang akan diberikan pada peserta
didik. Jadi guru harus kreatif dalam memberikan suatu rancangan
pembelajaran, agar dapat mengaktifkan semua siswa sehingga siswa
mengetahui tugas-tugasnya masing-masing.
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif menurut Kunandar (2009:359)
a. Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajarann kooperatif, guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan antar sesama
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
35
b. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat
saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog
c. Akuntabilitas Individual
Meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam
belajar kelompok, tetapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat
penguasaan siswa terhadap suatu materi pembelajaran dilakukan
secara individual
d. Ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi
Pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan ketrampilan menjalin
hubungan antar pribadi
c. Ciri-ciri Cooperative Learning
Bannet (Isjoni, 2012: 60) lima unsur dasar yang dapat membedakan
pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok yaitu:
1. Possitive Interdepence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari
adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota
kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan
yang lain pula atau sebaliknya.
2. Interaction Face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antara
siswa tanpa adanya perantara. Tidak adanya penonjolan kekuatan
individu, yang ada hanya pola interaksi dan perubahan yang bersifat
verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya saling
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
36
hubungan timbal balik yang bersifat positif sehingga dapat
mempengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran.
3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam
anggota kelompok sehingga siswa termotivasi untuk membantu
temannya, karena tujuan dalam pembelajaran kooperatif adalah
menjadikan setiap anggota kelompoknya menjadi lebih kuat
pribadinya.
4. Membutuhkan keluwesan, sikap siswa atau perilaku bersama
kadang-kadang harus diperhatikan guru atau membantu diantara
sesama, dalam struktur kerjasama yang teratur di dalam
kelompoknya yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
keberhasilan kerjanya sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari
setiap anggota kelompok itu sendiri.
5. Meningkatkan ketrampilan bekerja sama dalam memecahkan
masalah (proses kelompok), yaitu tujuan terpenting yang diharapkan
dapat dicapai dalam pembelajaran kooperatif adalah siswa belajar
ketrampilan bekerjasama dan berhubungan ini adalah ketrampilan
yang penting dan sangat diperlukan dalam masyarakat.
d. Langkah-langkah Cooperative Learning
Menurut Taniredja dkk. (2010:101), yaitu:
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
37
1. Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa
Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk
belajar
2. Menyajikan Informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi
atau lewat bahan bacaan
3. Mengorganisasi Siswa ke Dalam Kelompok-kelompok Belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien
4. Membimbing Kelompok Bekerja dan Belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas
5. Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya.
6. Memberikan Penghargaan
7. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
38
7. Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
a. Pengertian Numbered Heads Together (NHT)
Teknik belajar mengajar kepala bernomor (Numbered Heads)
dikembangkan oleh Spencer Kagon (Lie, 2008: 59). Teknik ini
memberikan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini
juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama
mereka. Teknik ini biasa digunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan usia anak didik.
Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagen (Kunandar, 2009:
368) dengan melibatkan para siswa dalam meriview bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa
pemahaman mereka mengenai isi pembelajaran tersebut. Sebagai
pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas.
Model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) atau
penomoran berpikir bersama, Trianto (2011:82) adalah merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.
Numbered Heads Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh
Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam
menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
39
Pembelajaran dengan menggunakan metode Numbered Heads
Together diawali dengan Numbering menurut Suprijono (2011:92).
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah
kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang
dipelajari. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa
pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Berilah
kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Head
Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.
Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang
memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi
kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang diterimanya dari
guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor
yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran
memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-
jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam,
sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu
sebagai pengetahuan yang utuh.
b. Langkah-langkah Numbered Heads Together (NHT)
Menurut Spencer Kagen (Kunandar, 2009: 368) sebagai berikut:
1. Langkah 1: Penomoran (Numbering), yaitu guru membagi para
siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan tiga hingga
lima orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam
kelompok tersebut memiliki nomor berbeda
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
40
2. Langkah 2: Pengajuan pertanyaan (Questioning), yaitu guru
mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
3. Langkah 3: Berpikir bersama (Head Together), yaitu para siswa
berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap
orang mengetahui jawaban tersebut
4. Langkah 4: Pemberian jawaban (Answering), yaitu guru menyebut
satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang
sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban utuk seluruh
kelas.
Menurut Ibrahim, et al. (Taniredja dkk, 2010: 102) secara
rinci, keempat langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Pendahuluan
Langkah 1: Penomoran
1. Kegiatan ini diawali dengan membagi siswa ke dalam
kelompok yang beranggotakan 3 sampai 5 siswa, kemudian
setiap siswa diberi label nomor (antara 1 sampai 5).
2. Menginformasikan materi pelajaran yang akan dibahas serta
mengaitkan dengan materi pelajaran sebelumnya.
3. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
secara rinci dan menjelaskan model pembelajaran NHT yang
akan diterapkan
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
41
4. Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin tahu tentang konsep-
konsep materi pelajaran yang akan dibahas.
b. Kegiatan Inti
1. Langkah 2: Mengajukan pertanyaan
a. Menjelaskan materi pelajaran secara singkat
b. Mengajukan pertanyaan untuk seluruh kelompok
2. Langkah 3: Berpikir bersama
a. Seluruh siswa dalam kelompoknya masing-masing
memikirkan jawaban pertanyaan yang diajukan guru
b. Menyatakan pendapat jawaban (bisa dalam bentuk LKS)
dibawah bimbingan guru dan memastikan bahwa anggota
kelompoknya sudah mengetahui jawabannya.
3. Langkah 4: Menjawab pertanyaan
a. Guru memanggil salah satu nomor dari salah satu kelompok
secara acak.
b. Siswa yang dipanggil nomornya dalam kelompok yang
bersangkutan mengacungkan tangannya.
c. Siswa yang dipanggil nomornya mencoba menjawab
pertanyaan untuk seluruh kelas dan ditanggapi oleh
kelompok lain.
d. Jika jawaban dari hasil diskusi kelas sudah dianggap betul,
siswa diberi kesempatan untuk mencatat jawaban tersebut,
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
42
namun apabila jawaban masih salah maka guru memberikan
penjelasan tentang jawaban yang betul.
e. Guru memberikan pujian kepada siswa atau kelompok yang
menjawab betul.
c. Penutupan
1. Guru memberikan umpan balik
2. Guru membimbing siswa menyimpulkan materi pelajaran
3. Siswa diberi tugas pekerjaan rumah atau mengerjakan kuis
secara individu.
Selanjutnya dalam evaluasi hasil belajaran dan penghargaan
kelompok menggunakan model pembelajaran Numbered Heads
Together (NHT), berpedoman penilaian dalam STAD dengan
langkah-langkah menurut Slavin (2009:159) sebagai berikut:
1. Skor Peningkatan
a. Langkah 1: Menetapkan skor dasar
Setiap siswa diberikan skor berdasarkan skor-skor kuis
yang lalu.
b. Langkah 2: Menghitung skor kuis terkini
Siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan
dengan pelajaran terkini.
c. Langkah 3: Menghitung skor peningkatan
Siswa mendapatkan poin peningkatan yang besarnya
ditentukan apakah skor kuis terkini mereka menyamai
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
43
atau melampaui skor dasar mereka dengan
menggunakan skala yang ditentukan pada Tabel 2.1
berikut:
Tabel 2.1 Skala Poin Kemajuan
No Skor tes terkini Skor
Peningkatan
1 Lebih dari 10 poin di bawah
skor dasar
0 poin
2 10 poin dibawah sampai 1
poin skor dasar
10 poin
3 Skor dasar sampai 10 poin di
atas skor dasar
20 poin
4 Lebih dari 10 poin di atas
skor dasar
30 poin
5 Pekerjasama sempurna (tanpa
memperlihatkan skor dasar)
30 poin
2. Penghargaan skor tim/kelompok
Langkah 1: Penentuan skor tim/kelompok
Skor tim dihitung dengan menambahkan skor peningkatan
tiap-tiap individu anggota tim membagi dengan jumlah
anggota tim tersebut.
Langkah 2: Penghargaan atas prestasi tim
Tiap-tiap tim menerima piagam penghargaan atau hadiah
berdasarkan pada sistem poin pada tabel 2.2, Rusman
(2011:216)
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
44
Tabel 2.2 Penghargaan Kelompok
Rata-rata tim Penghargaan
0-5 -
6-15 Tim Baik (Good Team)
16-20 Tim Hebat (Greet Team)
21-30 Tim Super (Super Team)
B. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budiarti Fauziah (2011)
yang berjudul Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar IPA Materi Gaya
dan Gerak melalui cooperative learning tipe NHT (Numbered Heads
Together) bahwa dari pertemuan awal pada siklus 1 sampai dengan
pertemuan ke empat pada siklus 2, dapat disimpulkan bahwa dalam
pembelajaran dengan model Numbered Heads Together dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa yang diikuti dengan peningkatan hasil belajar. Pada
siklus 1 rata–rata motivasi belajar siswa sebesar 43,91% dan rata-rata hasil
belajar siswa sebesar 69,57%. Kemudian pada siklus 2, melalui perbaikan
secara bertahap dengan melihat kondisi siswa, sehingga menjadi rata-rata
motivasi belajar sebesar 50,96% dan rata–rata hasil belajar siswa sebesar
91,30%. Berdasarkan hasil penelitian Budiarti Fauziah (2011) dapat
disimpulkan bahwa dalam penggunaan model Numbered Heads Together
pada proses belajar mengajar IPA dapat meningkatkan motivasi siswa yang
berakibat pada hasil belajar siswa yang meningkat.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
45
Perbedaan dari penelitian Budiarti Fauziah (2011), dengan penelitian
yang akan saya lakukan yaitu, penelitian Budiarti Fauziah (2011), variabel
yang ditingkatkan yaitu motivasi dan pretasi dengan model pembelajaran
cooperative learning tipe NHT (Numbered Heads Together). Sedangkan yang
akan saya tingkatkan yaitu terdiri dari dua variabel juga hanya saja yang
ditingkatkan yaitu, karakter kemandirian belajar dan prestasi belajar
menggunakan model cooperative learning tipe NHT (Numbered Heads
Together).
Penelitian Budiarti Fauziah (2011), menggunakan angket untuk
pengumpulan data non tes dalam menilai motivasi belajar siswa. Sedangkan
dalam penelitian yang akan saya lakukan untuk data non tes menggunakan
skala sikap untuk menilai kemandirian belajar siswa. Penelitian Budiarti
Fauziah (2011), menggunakan data non tes berupa wawancara yang
dilakukan pada siswa di akhir siklus II. Sedangkan dalam penelitian yang
akan saya lakukan, alat pengumpul data non tes wawancara dilakukan pada
guru dan siswa dilakukan di akhir siklus I dan siklus II.
Budiarti Fauziah (2011), pembagian kelompok sudah ditentukan,
sedangkan dalam penelitian yang akan saya lakukan pembagian kelompok
dilakukan dengan undian, sehingga siswa tidak pilih-pilih teman saat
berkelompok dan siswa memiliki kemandirian dalam mencari kelompoknya.
Budiarti Fauziah (2011), dalam proses penerapan model cooperative learning
tipe NHT (Numbered Heads Together), siswa dalam menjawab, dilakukan di
tempat duduk saja. Sedangkan dalam penelitian yang saya lakukan siswa
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
46
dalam menjawab soal dilakukan dengan maju ke depan dan meletakan
jawaban pada pohon ilmu, sehingga kemandirian belajar siswa akan lebih
mudah terlihat. Tak lupa saya juga Penelitian yang akan saya lakukan juga
memberikan penghargaan berupa poin jamur pada setiap siswa yang dapat
menjawab soal LKS dengan benar, sehingga akan memacu kemandirian siswa
dalam menjawab soal LKS sesuai dengan nomor yang diperoleh.
C. Kerangka Berpikir
Kemandirian merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
belajar mengajar, dan dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Pada
umumnya siswa dalam belajar diperlukan kemandirian terkait dengan jam
belajar di sekolah yang sedikit sedangkan materi yang harus dikuasai siswa
cukup banyak. Maka siswa dituntut belajar dengan mandiri, sehingga akan
meningkatkan pengetahuan siswa dan prestasi belajar siswapun akan
meningkat. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku
berdasarkan hasil pengalamannya, baik hasil pengalaman sendiri ataupun
hasil pengalaman interaksi dengan lingkungannya. Agar prestasi belajar baik
maka dibutuhkan kemandirian dalam belajar, maka kemandirian belajar siswa
harus selalu ditingkatkan, karena kemandirian dan presatsi belajar memiliki
hubungan yang saling berkaitan.
Tujuan pembelajaran IPS adalah membantu siswa untuk mengenali
diri sendiri dan lingkungannya, yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-
hari. Hasil pembelajaran merupakan suatu hasil proses dari kegiatan belajar
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
47
mengajar, yang salah satunya dipengaruhi oleh model pembelajaran yang
digunakan dalam proses belajar mengajar yang digunakan guru.
Numbered Heads Together merupakan salah satu tipe cooperative
learning. Pembelajarannya siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil,
yang kemudian bekerjasama dalam satu kelompok untuk menelaah materi
yang telah diajarkan oleh guru dan mengecek sejauh mana tingkat
pemahaman siswa terkait dengan materi yang telah diajarkan, siswa saling
bekerjasama secara cooperative dalam satu kelompok untuk memecahkan
soal berdasarkan dengan materi yang telah diajarkan guru. Kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan kurang,
bila perlu juga berdasarkan pada ras, suku, budaya, dan jenis kelamin yang
berbeda.
Kegiatan belajar menggunakan model pembelajaran ini membuat
siswa senang dalam mengikuti pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan
kemandirian siswa dalam belajar, sehingga siswa akan dapat belajar sendiri
tanpa harus bertumpu pada guru, terutama mata pelajaran IPS yang nantinya
akan meningkatkan prestasi belajar siswa tersebut.
Guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran IPS
dengan menggunakan cooperative learning tipe Numbered Heads Together
(NHT). Model pembelajaran tipe NHT menuntut anak untuk belajar dengan
bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan masalah, aktif
berpendapat, dan untuk kemampuan siswa dalam penguasaan materi, yang
dapat dilihat dengan evaluasi menggunakan tes, selain itu disebarkan skala
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013
48
sikap kemandirian untuk melihat tingkat kemandirian siswa dalam belajar,
dari hasil tersebut dapat dilihat peningkatan kemandirian belajar siswa dan
prestasi belajar siswa.
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis merupakan suatu hasil sementara dari suatu permasalahan
yang akan dipecahkan. Berdasarkan kerangka berpikir di atas, hipotesis
tindakan kelas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melalui pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning
tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan kemandirian
belajar IPS pada materi Kepahlawanan dan Patriotisme bagi siswa kelas
IV SD Negeri 2 Pageralang.
2. Melalui pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning
tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan prestasi
belajar IPS pada materi Kepahlawanan dan Patriotisme bagi siswa kelas
IV SD Negeri 2 Pageralang.
Upaya Meningkatkan Kemandirian..., Ika Suci Nur Rahmawati, FKIP, UMP, 2013