Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Penelitian Terdahulu
Untuk memperoleh hasil eksploirasi dan deskripsi yang eksplisit
mengenai penelitian ini mengacu dan membandingkan berdasarkan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Yani Mulyaningsih (2008). Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengeluaran Pemerintah di sektor
pendidikan dan kesehatan terhadap pembangunan manusia dan pengaruhnya
terhadap kemiskinan di Indonesia serta melihat hubungan pembangunan
manusia terhadap pengurangan kemiskinan 33 Provinsi di Indonesia. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada pengaruh pengeluaran Pemerintah
di sektor kesehatan dan pendidikan terhadap pembangunan manusia. Hal ini
disebabkan karena masih rendahnya pengeluaran Pemerintah di sektor
pendidikan dan kesehatan. Pengeluaran Pemerintah disektor publik juga tidak
terbukti mempengaruhi kemiskinan, selain itu dalam model ketiga
pembangunan manusia berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh saudara Ardiansyah (2010)
yang berjudul Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di Sumatra Utara yaitu: Indeks Pembangunan Manusia
merupakan indeks komposit yang didasarkan pada tiga indikator yakni:
pendidikan, kesehatan dan standar kehidupan atau daya beli. ketiga indikator
tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Indeks pembangunan
manusia merupakan cerminan kualitas manusia. Manusia yang berkualitas
9
merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dengan modal
kualitas manusia kinerja ekonomi diyakini akan lebih baik. Kinerja ekonomi
yang baik dapat pula berpengaruh pada tingkat kemiskinan dan pengeluaran
Pemerintah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Sumatera Utara dalam kurun
waktu 20 tahun, mulai dari 1990-2009. Adapun variabel terikat dalam
penelitian ini adalah indeks pembangunan manusia (Y), sedangkan variabel
bebasnya adalah jumlah penduduk miskin (X1), pertumbuhan ekonomi (X2),
pengeluaran pemerintah (X3). Metode penelitian yang digunakan dalam
analisis ini adalah Ordinary Least Square (OLS), dengan menggunakan metode
regresi linear berganda dan alat analisis yang dipakai untuk mengolah data
yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.
Hasilnya menunjukkan bahwa koefisien determinasinya (R²) adalah
sama dengan 0.8695 yang berarti bahwa variabel independen (tingkat
kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran Pemerintah) dapat
memberi penjelasan terhadap variabel dependen (indeks pembangunan
manusia) sebesar 86,95%, sedangkan sisanya 13,05% dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. F - hitung > F - tabel (35.55
> 5.29). yang berarti bahwa tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan
pengeluaran pemerintah secara keseluruhan berpengaruh signifikan terhadap
indeks pembangunan manusia di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan
sebesar 99%.
10
B. Landasan Teori
1. Konsep pembangunan
Pembangunan dapat dilihat dalam perspektif dan ukuran yang
berbeda, oleh karena itu diperlukan persamaan persepsi dan kriteria dalam
melihat makna pembangunan. Pembangunan pada awalnya hanya diarahkan
untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebagai wujud
tingkat kesejahteraan penduduk yang tinggi pada suatu Negara, namun
kenyataannya pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu menunjukkan
tingkat kesejahteraan penduduk yang tinggi khususnya pada Negara yang
sedang berkembang.
Negara berkembang pada dekade tahun 1950-1960 mengutamakan
pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan utama dari pembangunan, namun hal
ini justru menimbulkan permasalahan baru yaitu disparitas. Pada dekade
berikutnya arah dan konsep pembangunan diarahkan pada tujuan
pemerataan sebagai mana konsep redistribusi pertumbuhan yang menitik
beratkan pada mekanisme ekonomi, sosial, dan institusional demi
meningkatkan standar hidup masyarakat. Dalam salah satu publikasi
resminya, yakni: World Development Report, yang terbit pada tahun 1991,
bahwa Bank Dunia melontarkan dengan pernyataan tersebut secara tegas
(Todaro, 2006: 22).
Tantangan utama pembangunan adalah memperbaiki kualitas
kehidupan. Terutama di Negara-negara yang paling miskin, kualitas hidup
yang lebih baik memang mensyaratkan pendapatan yang lebih tinggi,
namun yang dibutuhkan bukan hanya itu. Pendapatan yang lebih tinggi
11
hanya merupakan salah satu dari sekian banyak syarat yang harus dipenuhi.
Banyak hal lain yang harus diperjuangkan, pendidikan yang lebih baik,
peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan,
perbaikan kondisi lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, peningkatan
kebebasan individual, dan pelestarian ragam kehidupan budaya.
Berdasarkan pernyataan bank dunia tersebut maka dapat dikatakan
bahwa pembangunan merupakan proses multidimensional yang memiliki
cakupan luas bukan hanya semata untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
namun mencakup juga struktur sosial, sikap masyarakat dan institusi-
institusi nasional dengan tetap memacu pertumbuhan ekonomi. Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga tujuan utama dari
pembangunan (Todaro, 2006: 28), yaitu:
1) Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang
kebutuhan yang pokok seperti: pangan, sandang, papan, kesehatan, dan
perlindungan keamanan.
2) Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan
pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja,
perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai
kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk
memperbaiki kesejahteraan materi, melainkan juga menumbuhkan harga
diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan.
3) Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta
bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari
12
belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya tehadap
orang atau Negara, bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan
yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.
2. Pengertian Pembangunan Manusia
Pembangunan yang selama ini dilakukan pada hakekatnya adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi
diakui telah berhasil memacu dan mempertahankan pertumbuhan yang
relatif tinggi dan stabil. Meskipun demikian, berdasarkan pengalaman untuk
pertumbuhan yang tinggi bukan satu-satunya indikator yang menunjukkan
bahwa kesejahteraan masyarakat secara otomatis meningkat. Idealnya
peningkatan ekonomi pararel dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakatnya.
Memasuki pada dasawarsa tahun 1990-an, UNDP (United Nations
Development Programme) memperkenalkan suatu paradigma baru
mengenai konsep pembangunan yang disebut dengan paradigma
pembangunan manusia (PPM). Berbeda dengan paradigma pembangunan
sebelumnya, yang menekankan pertumbuhan ekonomi dan menempatkan
pendapatan sebagai ukuran dalam pencapaian pembangunan manusia.
Pembangunan manusia dalam kerangka paradigma baru tersebut
didefinisikan sebagai suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi
penduduk. Dalam konsep tersebut, manusia adalah titik pusat perhatian
pembangunan, sedangkan upaya pembangunan manusia adalah sarana untuk
mencapai tujuan tersebut. Oleh karenanya, maksud dari pembangunan
13
manusia yang dilakukan bukan hanya untuk meningkatkan pada pendapatan
penduduk melainkan diarahkan kepada tercapainya produktivitas yang
tinggi yang diikuti kemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan. Batasan
IPM terlihat lebih luas dibandingkan pengertian pembangunan ekonomi.
Pembangunan manusia merupakan model pembangunan yang
bertujuan untuk memperluas peluang agar penduduk dapat hidup layak.
Tujuan tersebut dapat tercapai jika setiap orang atau manusia memperoleh
peluang seluas-luasnya untuk hidup sehat dan kemungkinan umur panjang,
berpendidikan dan berketrampilan serta mempunyai akses terhadap sumber
daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak. Tiga
dimensi pokok pembangunan manusia tersebut membentuk indeks
pembangunan manusia (IPM).
Pemerintah dalam hal ini merupakan fasilitator bagi masyarakat
untuk mendapatkan pilihan-pilihan yang lebih luas. Gambaran yang dapat
diambil guna melihat seberapa jauh peran Pemerintah untuk menjadi
fasilitator dari pembangunan manusia adalah melalui kebijakasanan
pengeluaran Pemerintah yang diambil. Salah satu hal yang paling
menentukan dalam sasaran target pembangunan manusia adalah
pengeluaran Pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan, sehingga dua
sektor tersebut menjadi prioritas bagi Pemerintah guna mewujudkan
pembangunan manusia yang pada akhirnya menjadi input dalam proses
pembangunan diberbagai sektor.
14
Besarnya pengeluaran Pemerintah merupakan indikasi dari
komitmen Pemerintah terhadap pembangunan manusia. Pengeluaran rumah
tangga juga merupakan faktor yang menentukan lancarnya pembangunan
manusia. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi
pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi
anggota keluarga, untuk biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar,
serta untuk kegiatan lain yang serupa. Selain pengeluaran Pemerintah dan
pengeluaran rumah tangga hubungan antara kedua variabel tersebut
berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting
karena sesungguhnya, penciptaan lapangan kerja merupakan jembatan
utama yang mengaitkan antara keduanya (UNDP, 1990: 87). Dalam
pembangunan manusia terdapat hal-hal penting yang perlu menjadi
perhatian utama (UNDP, 1995: 118), yaitu:
1) Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian.
2) Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi
penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh
karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk
secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja.
3) Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya
meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-
upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal.
4) Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas,
pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan.
15
5) Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan
pembangunan dan sebagai metode menganalisis pilihan-pilihan untuk
mencapainya.
Sebagai ukuran kemanjuan pembangunan manusia, IPM biasa
digunakan sebagai indikator untuk mengkaji ukuran kemajuan
pembangunan manusia yang terdiri dalam dua aspek. Aspek pertama
perbandingan antara wilayah yang memperlihatkan posisi suatu wilayah
relatif terhadap wilayah lain berdasarkan besaran IPM yang disusun
sekaligus peringkat dari kemajuan pembangunan diberbagai wilayah dalam
kawasan yang sama. Aspek yang lain adalah mengkaji kemajuan dari
pencapaian suatu target sasaran berbagai program pembangunan yang
diimplementasikan dalam satu periode tertentu. Untuk menjamin
tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu
diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan dan
pemberdayaan (UNDP, 1995).
Sebenarnya paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai
disana. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan
masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi dan sosial, sampai
kesempatan untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupan
yang sesuai dengan harkat pribadi dan jasmani yang menjadi hak-hak azasi
manusia merupakan bagian dari paradigma tersebut. Dengan demikian,
paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi. Sisi pertama berupa
informasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan, pendidikan
16
dan keterampilan. Dimana sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas
mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, cultural, sosial dan
politik. Jika kedua sisi itu tidak seimbang maka hasilnya adalah frustasi
masyarakat.
3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Sebelum masuk pada pengertian pembangunan manusia, lebih
dahulu dipenuhi kebutuhan manusia secara universal. Menurut Selo
Soemardjan (1997) kebutuhan manusia itu terdiri dari tiga, yaitu: (1)
kebutuhan dasar hidup (basic needs), didalamnya mencakup kebutuhan
makan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan; (2) keperluan sosial (social
needs), mencakup pendidikan, rekreasi, transportasi, interaksi internal dan
eksternal; dan (3) kebutuhan pengembangan diri (developmental needs),
mencakup tabungan, pendidikan khusus dan akses terhadap informasi.
Pencapaian terhadap jenis-jenis kebutuhan tersebut menggambarkan
derajat pemenuhan kebutuhan manusia. Apabila manusia mampu memenuhi
secara optimal jenis-jenis kebutuhan tersebut, maka dapat dikatakan
manusia itu telah mampu memenuhi kebutuhannya, atau derajat pemenuhan
kebutuhannya tinggi. Sebaliknya, apabila manusia kurang atau bahkan tidak
mampu memenuhi jenis-jenis kebutuhan tersebut, maka derajat pemenuhan
kebutuhannya sedang atau bahkan rendah. Agar manusia mampu memenuhi
kebutuhannya, maka diperlukan pembangunan.
Menurut Budiman (1992), pengertian umum pembangunan adalah
usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Atau
17
kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat (dibidang ekonomi).
Berdasarkan pengertian itu, maka pembangunan manusia dapat diberikan
pengertian sebagai kemajuan yang dicapai oleh masyarakat manusia dalam
memenuhi kebutuhan ekonominya. Namun demikian pengertian ini dapat
diperluas, mengingat kebutuhan pada manusia itu tidak hanya bersifat
ekonomi, akan tetapi juga bersifat sosial, maka pembangunan manusia dapat
diberikan pengertian sebagai kondisi dan tingkat kemajuan kehidupan
manusia yang diukur dari kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan
hidup dan pelayanan sosial.
Dalam upaya mengetahui pembangunan manusia tersebut, digunakan
berbagai alat ukur yang antara lain: Human Development Index atau
Physical Quality of Life Index. Khusus mengenai Human Development
Index (Indek Pembangunan Manusia/IPM), merupakan alat yang digunakan
untuk mengukur keberhasilan pembangunan yang menggunakan pendekatan
“pembangunan berpusat pada manusia” atau people centered
development/PCD.
Ada tiga parameter yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
pembangunan manusia dengan menggunakan IPM, yaitu: (1) kesehatan, dan
panjang umur yang terbaca dari angka harapan hidup, (2) pendidikan yang
diukur dari angka melek huruf rata-rata dan lamanya sekolah, dan (3)
pendapatan yang diukur dari daya beli. Alat ukur pembangunan manusia
yang berupa IPM ini digunakan oleh Biro Pusat Statistik untuk mengetahui
derajat pembangunan manusia di Indonesia, karena Indonesia dewasa ini
18
telah mengarahkan pendekatannya pada pembangunan yang berpusat pada
manusia. (Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol
12, No. 03, 2007: 1-11, di akses tanggal 5 mei 2011).
Setiap tahun sejak 1990, Laporan Pembangunan Manusia (Human
Development Report) telah menerbitkan indeks pembangunan manusia
(human development index - HDI) yang mengartikan definisi kesejahteraan
secara lebih luas dari sekedar pendapatan domestik bruto (PDB). HDI
memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan
manusia, panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan
hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa
dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki
standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/PPP, penghasilan).
Indeks tersebut bukanlah suatu ukuran yang menyeluruh tentang
pembangunan manusia. Indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih
luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan yang rumit
antara penghasilan dan kesejahteraan.
IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata
sederhana dari 3 (tiga) indeks yang menggambarkan kemampuan dasar
manusia dalam memperluas pilihan-pilihan, yaitu:
1) Indeks Harapan Hidup
2) Indeks Pendidikan
3) Indeks Standart Hidup Layak
Rumus umum yang dipakai adalah sebagai berikut:
IPM =1/3 (X1 + X2 + X3)
19
Dimana:
X1 = Indeks Harapan Hidup
X2 = Indeks Pendidikan
X3 = Indeks Standart Hidup Layak
Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung
indeksnya sehingga bernilai antara 0 (terburuk) dan 1 (terbaik). Untuk
memudahkan dalam analisa biasanya indeks ini dikalikan 100. Teknik
penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut:
𝐈𝐢 =𝐗𝐢 − 𝐌𝐢𝐧 𝐗𝐢
𝐌𝐚𝐱 𝐗𝐢 − 𝐌𝐢𝐧 𝐗𝐢𝐈𝐢
Dimana:
Ii = Indeks komponen IPM ke i dimana i = 1, 2, 3
Xi = Nilai indikator komponen IPM k
Max Xi = Nilai maksimum Xi
Min Xi = Nilai minimum Xi
Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
Indikator Komponen IPM Nilai Minimum Nilai Maksimum
Angka Harapan Hidup (e0) 25,0 85,0
Angka Melek Huruf (Lit) 0 100
Rata-rata Lama Sekolah (MYS) 0 15
Purchasing Power Parity (PPP) 360.000 737.720
Sumber: dari BPS, BAPPENAS, UNDP, 2013.
Seperti yang diuraikan diatas bahwa IPM (Indeks Pembagunan
Manusia) disusun dari tiga dimensi yaitu: Umur panjang dan sehat,
pengetahuan dan kualitas hidup yang layak. Uraian dimensi tersebut dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
20
Tabel 2.1
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Dimensi Indikator Indeks Dimensi
IPM
Umur panjang
dan sehat
Angka harapan hidup
pada saat lahir (e0)
Indeks Harapan
Hidup (X1)
Pengetahuan
1. Angka harapan hidup
(AMH)
Indeks Pendidikan
(X2) 2. Rata-rata lama
sekolah (MYS)
Kehidupan
yang layak
Pengeluaran perkapita
rill yang disesuaikan
(PPP Rupiah)
Indeks Pendapatan
(X3)
𝐈𝐏𝐌 =𝐈𝐧𝐝𝐞𝐤𝐬 𝐗𝟏 + 𝐈𝐧𝐝𝐞𝐤𝐬 𝐗𝟐 + 𝐈𝐧𝐝𝐞𝐤𝐬 𝐗𝟑
𝟑
Dimana:
Indeks X1 : Indeks Lamanya Hidup
Indeks X2 : Indeks Pendidikan terdiri dari dua komponen:
i. AMH : Angka Melek Huruf Diberi bobot 2/3
ii. MYS : Rata-rata Lamanya Sekolah Diberi bobot 1/3
Indeks X3 : Indeks Pendapatan
Hasil penghitungan IPM akan memberikan gambaran seberapa jauh
suatu wilayah telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan
hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat tanpa
terkecuali dan tingkat pengeluaran konsumsi yang telah mencapai standart
hidup layak. Semakin dekat IPM suatu wilayah terhadap angka 100 maka
semakin dekat dengan sasaran yang dicapai.Untuk memahami makna nilai
21
IPM, maka PBB melalui UNDP (United Nation Development Programme)
memberikan kriteria yang disajikan pada Gambar 1.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kriteria Nilai IPM
Tingkatan Status Kriteria
Rendah
Menengah Bawah
Menengah Atas
Tinggi
IPM < 50
50 ≤ IPM < 66
66 ≤ IPM < 80
IPM ≥80
Sumber: Dari UNDP (United Nation Development Programme)
Disamping itu, IPM juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal (IPM = 100 ) yang biasanya
disebut reduksi shortfall per tahun. Angka tersebut mengukur rasio
pencapaian kesenjangan antara jarak yang sudah ditempuh dengan yang
harus ditempuh untuk mencapai kondisi yang ideal. Dalam pengertian
sehari-hari reduksi shortfall dikatakan sebagai suatu kepekaan terhadap
perlakuan yang diberikan berkaitan dengan pembangunan manusia.
Semakin tinggi nilai reduksi shortfall disuatu wilayah, maka semakin cepat
kenaikan IPM yang dicapai dalam suatu periode. Penghitungan adalah
dengan formula sebagai berikut:
1/t
Dimana:
R : Reduksi shortfall per tahun;
IPM t0 : IPM tahun awal;
IPM t1 : IPM tahun terakhir dan
IPMt1 - IPMto X 100 IPM ref – IPM to
R =
22
IPM ref : IPM acuan atau ideal yang dalam hal ini sama dengan 100.
Ada 4 kategori reduksi shortfall pertahun, yaitu sangat lambat jika <
1,3; lambat jika 1,3 – 1,5; menengah jika 1,5 – 1,7 dan cepat jika > 1,7.
Semakin besar reduksi shortfall pertahun maka semakin besar kemajuan
yang dicapai daerah tersebut dalam periode itu. Kemudian untuk
penghitungan masing-masing komponen adalah sebagai berikut:
a) Angka Harapan Hidup (e0)
Seperti halnya UNDP usia hidup diukur dengan angka harapan
hidup waktu lahir (life expectancy at birth) yang biasa dinotasikan
dengan e0. Karena Indonesia tidak memiliki sistem vital registrasi yang
baik maka e0 dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini
menggunakan dua macam data dasar yaitu: rata-rata anak yang dilahirkan
hidup/ALH (live births) dan rata-rata anak yang masih hidup/AMH (still
living) per wanita usia 15 – 49 tahun menurut kelompok umur lima
tahunan. Penghitungan e0 dilakukan dengan menggunakan Software
Mortpak Lite. Angka e0 yang diperoleh dengan metode tidak langsung
ini merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei.
b) Angka Melek Huruf (Lit) dan Rata-rata Lama Sekolah (MYS)
Kedua, indikator pendidikan ini diharapkan mencerminkan
tingkat atas pengetahuan dan ketrampilan. Karena Lit dianggap bahwa
tidak terlalu peka menggambarkan variasi Provinsi, maka untuk
mengurangi kelemahan tersebut maka dimasukkan rata-rata lamanya
sekolah (MYS) dalam penghitungan rata-rata indeks pendidikan (IP)
23
dihitung dengan cara sebagai berikut:
Populasi yang digunakan dalam penghitungan MYS dibatasi pada
penduduk berumur 25 tahun keatas, dengan alasan penduduk yang
berusia kurang dari 25 tahun masih dalam proses sekolah sehingga angka
lebih mencerminkan pada kondisi yang sebenarnya. Namun populasi
yang digunakan oleh BPS adalah penduduk berumur 15 tahun keatas
dengan asumsi bahwa program wajar 9 tahun dianggap sudah tuntas.
Langkah penghitungannya adalah dengan memberi bobot variabel
pendidikan yang ditamatkan/jenjang pendidikan, selanjutnya menghitung
rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai dengan bobotnya yang
dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
MYS : rata-rata lama sekolah (dalam tahun)
fi : frekuensi penduduk yang berumur 15 tahun ke atas untuk jenjang
pendidikan ke-i
si : skor masing-masing jenjang pendidikan i
i : jenjang pendidikan (i = 1, 2, ....)
IP = 2/3 Indeks Lit + 1/3
Indeks MYS
24
Tabel 2.2
Jenjang Pendidikan dan Skor
Untuk Menghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS)
Jenjang Pendidikan Skor
1. Tidak/belum pernah sekolah 0
2. Sedang Sekolah SD kelas 1 s/d 6 1 s/d 6
3. Tamat SD 6
4. Sedang Sekolah SMP kelas 1 s/d 3 7 s/d 9
5. Tamat SMP 9
6. Sedang Sekolah SMA kelas 1 s/d 3 10 s/d 12
7. Tamat SMA 12
8. Sedang Sekolah Diploma Tk 1s/d 3 13 s/d 15
9. Tamat DIII 15
10. Tamat DIV 16
12. Magister (S2) 18
13. Doktor (S3) 21
Sumber: Dari BPS Provinsi Jatim 2013.
(c) Kemampuan Daya Beli
Dengan dimasukkannya variabel Purchasing Power Parity
sebagai ukuran paritas daya beli, IPM secara konseptual jelas lebih
lengkap dalam merefleksikan taraf pembangunan manusia, dan dianggap
lebih baik dibanding IMH (Indeks Mutu Hidup). Ukuran yang digunakan
dalam hal ini adalah konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan.
Sumber data yang digunakan adalah angka Susenas. Adapun batasan
nilai Purchasing Power Parity/konsumsi perkapita yang disesuaikan
antara nilai minimal sampai yang maksimal pada kondisi tahun berjalan,
angka ini didapat dari mengalikan PPP minimal dan maksimal tahun
tersebut dengan angka laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun dasar
dan tahun berjalan.
Untuk mengukur dimensi standar hidup layak (daya beli), UNDP
mengunakan indikator yang dikenal dengan real per kapita GDP
25
adjusted. Untuk perhitungan IPM sub Nasional (Provinsi atau
Kabupaten/Kota) tidak memakai PDRB per kapita karena PDRB per
kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan
daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM. Untuk
mengukur daya beli penduduk antar Provinsi di Indonesia, BPS
menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling dominan
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar bisa
dibandingkan antar Daerah dan antar waktu yang disesuaikan dengan
indeks PPP.
Penghitungan konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan
dilakukan melalui 5 (lima) tahapan sebagai berikut:
1) Menghitung rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dengan
menggunakan data Susenas. Hasil penghitungan dikali 12 untuk
memperoleh angka tahunan (E).
2) Menghitung nilai pengeluaran riil (E) yaitu dengan membagi rata-rata
pengeluaran dengan IHK pada tahun yang bersangkutan.
3) Menghitung PPP (unit) semacam faktor pengali R untuk
menghilangkan perbedaan antar daerah.
Menghitung nilai PPP dalam rupiah (Y*) dengan:
Y* =
Dimana: Y*: PPP (rupiah)
E : Pengeluaran per tahun dalam harga konstan
R : PPP (unit)
E R
26
Tabel 2.3
Daftar Komoditas yang Digunakan
Menghitung Purchasing Power Parity (PPP)
Komoditi Unit
1. Beras local Kg
2. Tepung terigu Kg
3. Ketela pohon Kg
4. Ikan tongkol Kg
5. Ikan teri Ons
6. Daging sapi Kg
7. Daging ayam kampung Kg
8. Telur ayam Butir
9. Susu kental manis 397 gram
10. Bayam Kg
11. Kacang panjang Kg
12. Kacang tanah Kg
13. Tempe Kg
14. Jeruk Kg
15. Pepaya Kg
16. Kelapa Butir
17. Gula pasir Ons
18. Kopi bubuk Ons
19. Garam Ons
20. Merica/lada Ons
21. Mie instant 80 gram
22. Rokok kretek filter 10 batang
23. Listrik Kwh
24. Air minum m3
25. Bensin Liter
26. Minyak tanah Liter
27. Sewa rumah Unit
Sumber: Dari BPS Provinsi Jawa Timur 2013.
Untuk kuantitas sewa rumah ditentukan berdasarkan Indeks
Kualitas Rumah yang dihitung berdasarkan kualitas dan fasilitas rumah
tinggal 7 (tujuh) yang diperoleh dari daftar isian Susenas;
1) Lantai: keramik, marmer, atau granit = 1, lainnya = 0
27
2) Luas lantai perkapita: > 10 m2 = 1, lainnya = 0
3) Dinding: tembok = 1, lainnya = 0
4) Atap: kayu/sirap, beton = 1, lainnya = 0
5) Fasilitas penerangan: Listrik = 1, lainnya = 0
6) Fasilitas air minum: Ledeng = 1, lainnya = 0
7) Jamban: Milik sendiri = 1, lainnya = 0
8) Skor awal untuk setiap rumah = 1
Indeks Kualitas Rumah merupakan penjumlahan dari skor yang
dimiliki oleh suatu rumah tangga tinggal dan bernilai antara 1 s/d 8.
Kualitas dari rumah yang di konsumsi oleh suatu rumah tangga adalah
Indeks Kualitas Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu rumah
tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas
Rumah = 6, maka kualitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga
tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit (=C).Untuk mendapatkan nilai
pengeluaran riil yang dapat dibandingkan antar waktu dan antar Daerah
maka nilai B dibagi dengan PPP/unit (=C). Menyesuaikan nilai C dengan
Formula Aktinson sebagai upaya untuk mengestimasi nilai marginal
utility dari C (=D). Rumus Atkinson yang digunakan menghitung
penyesuaian PPP (rupiah) atau rata-rata konsumsi riil dengan
menggunakan formula Atkinson (Y**):
Y** = Y* jika Y* ≤ Z
= Z + 2(Y* - Z)(1/2)
jika Z < Y * ≤ 2Z
= Z + 2Z (1/2)
+ 3 (Y* -2Z) (1/3)
jika 2Z < Y* ≤ 3Z
= Z + 2Z (1/2)
+ 3 (Y*-2Z) (1/3)
+ 4 (Y*-3Z)(1/4)
jika 3Z < Y* ≤ 4Z)
28
Dimana:
Y*: Nilai PPP dari nilai riil pengeluaran per kapita
Z : batas tingkat pengeluaran yang ditetapkan secara arbiter sebesar Rp.
549.500,00 per kapita per tahun atau Rp. 1.500 per kapita per hari
(Dari BPS Provinsi Jatim, 2013).
Perluasan rentang pilihan ekonomis dan sosial dengan cara
membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya
hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi juga dari sumber-
sumber kebodohan dan penderitaan.
4. Komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI) adalah indikator untuk memgukur kualitas (derajat
perkembangan manusia) dari hasil pembangunan ekonomi. Human
Development Index diperkenalkan pertama kali oleh UNDP pada tahun
1990. IPM menggunakan ukuran sosial ekonomi yang lebih komprehensif
dari pada GNP dan memungkinkan untuk membandingkan Negara dengan
cara yang berbeda. Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan
manusia memiliki tujuan penting, diantaranya:
a) Membangun indikator yang mengukur dimensi dasar pembangunan
manusia dan perluasan kebebasan memilih.
b) Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran tersebut
sederhana.
29
c) Membentuk satu indeks komposit dari pada menggunakan sejumlah
indeks dasar.
d) Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi.
Dalam indeks pembangunan manusia terdapat suatu indeks komposit
yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat
mendasar yaitu:
1) Tingkat kesehatan diukur harapan hidup saat lahir (tingkat kematian
bayi).
2) Tingkat pendidikan diukur dengan jumlah penduduk yang melek huruf
atau tingkat pendidikan yang telah dicapai atau lamanya pendidikan
seorang penduduk.
3) Standar kehidupan diukur dengan tingkat pengeluaran per kapita per
tahun.
Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus
sebagai berikut:
1) Ilustrasi Penghitungan IPM
Rumus penghitungan IPM dapat disajikan sebagai berikut:
IPM = 1/3 [X(1) + X(2) + X(3)]
dimana:
X(1) : Indeks harapan hidup
X(2) : Indeks pendidikan = 2/3(indeks melek huruf) +
1/3(indeks rata-rata
lama sekolah)
X(3) : Indeks standar hidup layak
30
Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan
perbandingan antara selisih suatu nilai indikator dan nilai minimumnya
dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang
bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut:
Indeks X(i)= X(i) - X(i)min / [X(i)maks - X(i)min]
dimana:
X(1) : Indikator ke-i (i = 1, 2, 3)
X(2) : Nilai maksimum sekolah X(i)
X(3) : Nilai minimum sekolah X(i)
Nilai maksimum dan nilai minimum indikator X(i) disajikan pada Tabel
2.4 sebagai berikut:
Tabel 2.4
Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
Indikator Komponen
IPM (=X(I))
Nilai
maksimum
Nilai
Minimum Catatan
Angka Harapan Hidup 85 25 Sesuai standar global (UNDP)
Angka Melek Huruf 100 0 Sesuai standar global (UNDP)
Rata-rata lama sekolah 15 0 Sesuai standar global (UNDP)
Konsumsi per kapita
yang disesuaikan 1996 732.720
a) 300.000
b)
UNDP menggunakan PDB
per kapita riil yang
disesuaikan
Sumber: Dari BPS Provinsi Jawa Timur 2013.
Menurut (Mudrajad, 2003) penetapan kategori IPM didasarkan
pada skala 0,0-1,0 yang terdiri dari:
Kategori rendah : nilai IPM 0-0,5
Kategori menegah : nilai IPM antara 0,51-0,79
Kategori tinggi : nilai IPM 0,8-1
31
2) Kerangka Penyusunan IPM
Istilah Pembangunan Manusia (Human Development Indexs)
pertama kali diperkenalkan oleh United Nations Development
Programme (UNDP) dalam Human Development Report (HDR) yang
pertama kali dipublikasikan pada tahun 1990. Secara keseluruhan
variabel-variabel yang akan dihitung dapat dilihat pada Tabel 2.5 sebagai
berikut:
Tabel 2.5
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
DIMENSI Umur Panjang
dan Sehat Pengetahuan
Kehidupan Yang
Layak
INDIKATOR
Angka harapan
hidup pada saat
lahir
Angka
Melek
Huruf
Rata-Rata
Lama
Sekolah
Pengeluaran kapita
riil yang disesuaikan
(PPP Rupiah
INDEKS
DIMENSI
Indeks Harapan
Hidup Indeks Pendidikan Indeks Pendapatan
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
Sumber: Dari BPS Provinsi Jawa Timur 2013.
a. Indeks harapan hidup (𝐞𝟎)
Kemampuan untuk bertahan hidup lebih lama diukur dengan
indikator harapan hidup pada saat lahir. Variable e0 diharapkan
mencerminkan “lama hidup” sekaligus “hidup sehat” suatu
masyarakat. Karena Indonesia tidak memiliki system vital registrasi
yang baik, maka e0di hitung dengan motode tidak langsung. Metode
ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang
dilahirkan hidup dan rata-rata anak yang masih hidup per wanita usia
15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahunan.
32
b. Indeks Pendidikan
Komponen pengetahuan diukur melalui dua indicator, yaitu
angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Kedua indikator
pendidikan ini diharapkan mencerminkan tingkat pengetahuan dan
ketrampilan penduduk. Semakin banyak masyarakat yang melek huruf
dan makin lama mengikuti pendidikan sekolah diharapkan akan
semakin meningkatkan kualitas masyarakat lama penguasaan
pengetahuan maupun keterampilan yang dimiliki. Angka melek huruf
diperolah dari variable kemampuan membaca dan menulias sedangkan
rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan tiga variable secara
simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat atau kelas yang sedang atau
pernah dijalani dan jenjang pendidikan yang ditamatkan.
c. Indeks Hidup Layak
Untuk mengukur dimensi standar hidup layak (daya beli),
UNDP mengunakan indikator yang dikenal dengan riil per kapita
GDP adjusted. Untuk perhitungan IPM sub Nasional (Provinsi atau
Kabupaten/Kota) tidak memakai PDRB per kapita karena PDRB per
kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak
mencerminkan daya beli riil masyarakat yang merupakan concern
IPM. Untuk mengukur daya beli penduduk antar Provinsi di
Indonesia, BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi
terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang
dianggap paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan
telah distandarkan agar bisa dibandingkan antar daerah dan antar
33
waktu yang disesuaikan dengan indeks PPP dengan tahapan sebagai
berikut (berdasarkan ketentuan UNDP):
1. Menghitung rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per tahun
untuk 27 komoditi dari SUSENAS yang telah disesuaikan.
2. Menghitung nilai pengeluaran riil yaitu dengan membagi rata-rata
pengeluaran dengan IHK tahun yang bersangkutan.
3. Agar indikator yang diperoleh nantinya dapat menjamin
keterbandingan antar Daerah, diperlukan indeks ”Kemahalan“
wilayah yang biasa disebut dengan daya beli per unit (PPP/Unit).
Metode penghitungannya disesuaikan dengan metode yang dipakai
International Comparsion Project (ICP) dalam menstandarkan
GNP per kapita suatu Negara. Data yang digunakan adalah data
kuantum per kapita per tahun dari suatu basket komoditi yang
terdiri dari 27 komoditi yang diperoleh dari susenas modul sesuai
ketetapan UNDP. Penghitungan PPP/unit dilaksanakan dengan
rumus:
PPP/Unit = Ri ∑ 𝑬(𝒊𝒋)𝟐𝟕
𝒋−𝟏
∑ 𝑬 (𝒊𝒋)𝑸(𝒊𝒋)𝟐𝟕𝒋−𝟏
................................
Dimana:
E (i,j) = Pengeluaran untuk komoditi j di Provinsi i
P ( i,j) = Harga komoditi j di Provinsi i
Q (i,j) = Jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di Provinsi i
34
5. Hipotesis
Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam
penelitian yang disusun berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu
hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan
dua variabel atau lebih (J. Supranto, 1997). Berdasarkan latar belakang,
rumusan masalah, tujuan masalah dan kajian teoritis penelitian yang telah
diuraikan diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Anggaran realisasi pendidikan, anggaran realisasi kesehatan, jumlah
tingkat kemiskinan, jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi secara
simultan (serentak) berpengaruh signifikan terhadap indeks
pembangunan manusia (IPM) di Daerah Malang Raya.
2) Anggaran realisasi pendidikan, anggaran realisasi kesehatan, jumlah
tingkat kemiskinan, jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi secara
parsial (individu) berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks
pembangunan manusia (IPM) di Daerah Malang Raya