27
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Niat Beli Konsumen 1. Pengertian Niat Beli Konsumen Niat beli adalah salah satu konsep yang paling penting dalam studi perilaku kosumen. Setiap tahun para pemasar mengeluarkan belanja iklan milyaran dollar hanya untuk mempengaruhi niat beli. Dengan mempengaruhi niat beli konsumen, pemasar berharap dapat mempengaruhi perilaku pembelian mereka (Arnould et al. 2002). Niat beli adalah kecenderungan dan hasrat yang secara kuat mendorong individu untuk membeli suatu produk (Bosnjak et al. 2006). Niat beli adalah faktor motivasional yang mendorong individu untuk membeli produk tertentu. Oleh karena itu niat membeli adalah metode yang paling baik untuk memprediksi perilaku membeli konsumen. Hal itu sejalan dengan Theory of Reasoned Action (TRA) yang mengasumsikan bahwa perilaku konsumen ditentukan oleh niat berperilaku konsumen (Fazekas et al., 2001). Dodds et al,. (1991) menjelaskan bahwa niat beli merujuk pada penilaian subjektif konsumen yang merefleksikan evaluasi menyeluruh untuk membeli produk atau jasa. Selanjutnya Lafferty & Goldsmith (2004) menjelaskan bahwa niat beli adalah hasrat dan kecenderungan konsumen untuk membeli produk yang diiklankan di masa yang akan datang. Zafar & Mahira (2013)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Niat Beli Konsumen 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1517/2/4. BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA A ... untuk memprediksi perilaku membeli konsumen

  • Upload
    hakiet

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Niat Beli Konsumen

1. Pengertian Niat Beli Konsumen

Niat beli adalah salah satu konsep yang paling penting dalam studi

perilaku kosumen. Setiap tahun para pemasar mengeluarkan belanja iklan

milyaran dollar hanya untuk mempengaruhi niat beli. Dengan mempengaruhi

niat beli konsumen, pemasar berharap dapat mempengaruhi perilaku pembelian

mereka (Arnould et al. 2002).

Niat beli adalah kecenderungan dan hasrat yang secara kuat

mendorong individu untuk membeli suatu produk (Bosnjak et al. 2006). Niat

beli adalah faktor motivasional yang mendorong individu untuk membeli

produk tertentu. Oleh karena itu niat membeli adalah metode yang paling baik

untuk memprediksi perilaku membeli konsumen. Hal itu sejalan dengan

Theory of Reasoned Action (TRA) yang mengasumsikan bahwa perilaku

konsumen ditentukan oleh niat berperilaku konsumen (Fazekas et al., 2001).

Dodds et al,. (1991) menjelaskan bahwa niat beli merujuk pada penilaian

subjektif konsumen yang merefleksikan evaluasi menyeluruh untuk membeli

produk atau jasa. Selanjutnya Lafferty & Goldsmith (2004) menjelaskan bahwa

niat beli adalah hasrat dan kecenderungan konsumen untuk membeli produk

yang diiklankan di masa yang akan datang. Zafar & Mahira (2013)

18

menyampaikan niat beli konsumen adalah hasrat dan kecenderungan konsumen

untuk membeli produk yang diiklankan karena ada kemungkinan konsumen

membeli produk tersebut di masa yang akan datang.

Dengan demikian niat beli konsumen adalah hasrat dan kecenderungan

yang mendorong konsumen untuk membeli produk yang diiklankan, di masa

yang akan datang.

2. Aspek-aspek Niat Beli Konsumen

Zafar & Mahira (2013) meneliti pengaruh iklan selebriti terhadap

persepsi merek dan niat beli. Niat beli dipandang sebagai kecenderungan

konsumen untuk membeli produk yang diiklankan, kemungkinan mencoba

produk dan kemungkinan mencari produk tersebut di toko di masa yang akan

datang. Aspek niat beli pada penelitian mereka adalah sebagai berikut:

konsumen cenderung membeli produk yang diiklankan, konsumen mungkin

mencoba produk, dan konsumen mungkin mencari produk tersebut di toko di

masa yang akan datang.

Lafferty and Goldsmth (1999) meneliti pengaruh kredibilitas

perusahaan terhadap sikap terhadap merek dan niat beli ketika digunakan

selebriti yang kredibel dan tidak kredibel. Menurut mereka niat beli adalah

hasrat dan kecenderungan konsumen untuk membeli produk yang diiklankan.

Aspek niat beli menurut mereka adalah sebagai berikut: konsumen mungkin

memilih produk tersebut, konsumen mungkin terdorong membelinya,

19

konsumen sangat mungkin membeli produk tersebut di masa yang akan datang,

dan kemungkinan konsumen pasti mencobanya di masa yang akan datang.

Islahuddin dan Eko (2015) meneliti peran celebrity endorsers dalam

membentuk perceive value dan purchase intention. Mereka menyampaikan

bahwa niat beli adalah kesediaan konsumen untuk membeli, hasrat membeli di

masa mendatang, dan keputusan untuk membeli ulang. Dengan demikian aspek

niat beli menurut mereka adalah sebagai berikut: konsumen bersedia membeli

produk, konsumen mempunyai hasrat membeli di masa yang akan datang, dan

konsumen memutuskan untuk membeli ulang.

Peneliti menyimpulkan niat beli konsumen adalah hasrat dan

kecenderungan yang mendorong konsumen untuk membeli produk yang

diiklankan di masa yang akan datang. Aspek-aspek niat beli penelitian yang

akan dilakukan, merujuk pada pada Lafferty & Goldsmith (2004) dan zafira

dan Mahira (2013), yaitu: (1) Kemungkinan konsumen memilih; (2) terdorong

membeli produk tersebut; (3) cenderung mencoba; (4) Keinginan membelinya

di masa yang akan datang.

Dari empat aspek di atas masing-masing dijabarkan lagi dalam empat

dimensi, yaitu: target, aksi, konteks dan waktu. Dengan demikian terdapat 16

indikator niat beli sebagai berikut: (1) Diantara sabun yang ada tetap memilih

sabun lux; (2) Kemungkinan memilih sabun lux sebagai pilihan utama; (3)

Tetap saja memilih sabun lux meskipun teman-temannya tidak memilihnya; (4)

Akan memilih sabun lux dalam waktu dekat; (5) Terdorong membeli sabun lux

20

meskipun banyak pilihan lainnya; (6) Terdorong menggunakan sabun lux

dibandingkan lainnya; (7) Dalam berbagai situasi cenderung tetap terdorong

membeli sabun lux; (8) Terdorong membeli sabun lux dalam waktu dekat; (9)

Cenderung mencoba memakai sabun lux meskipun banyak pilihan lainnya;

(10) Diantara sabun lainnya cenderung mencoba memakai membeli sabun lux;

(11) Walau bagaimanapun tetap ingin memakai sabun lux; (12) Ingin mencoba

memakai sabun lux dalam waktu dekat; (13) Menganggap sabun lux paling

layak dibeli diantara sabun lainnya; (14) Menetapkan sabun lux sebagai

pilihan utama yang dibeli; (15) Pada berbagai situasi cenderung tetap membeli

sabun lux; (16) Segera akan membeli sabun lux. Skala niat beli pada penelitian

ini diukur dengan 16 indikator di atas.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Niat Beli

Dalam teori persepsi dikemukakan bahwa orang akan menseleksi dan

menyaring stimulus menurut konteks situasi sekarang dan pengalaman masa

lalu mereka. Oleh karena itu pesan-pesan komunikasi pemasaran perlu

konsisten karena orang akan mengasosiasikan informasi iklan yang

diterimanya dengan pengalaman masa lalunya tentang stimulus-stimulus

tersebut. Tugas pemasar sekarang adalah bagaimana merancang komunikasi

pemasaran yang dapat menghasilkan respon kognitif yang positif,

memperbaiki dan memperkuat citra merek yang sudah ada di memori

konsumen (Lindstrom, 2005).

21

Lutz et al. (1983) telah mengidentifikasi tiga tipe respon kognitif dan

telah menetapkan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan sikap dan niat

membeli. Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana tiga tipe respon ini

berpengaruh terhadap Sikap Terhadap Merek dan sikap terhadap periklanan,

dan bagaimana keduanya berpengaruh terhadap niat untuk membeli.

Gambar 2.1

Cognitive Association Model

Source: Adapted from Lutz et al. (1983)

Message

or

stimulus

Communicator

Credibility

Cognition

Brand

Cognition

Advertisement execution

Cognition

Attitude

toward

the Brand

Attitude

toward the

Advertise

ment

Purchase

Intention

22

Dengan demikian menurut Lutz et al. (1983), faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap niat beli konsumen adalah:

a. Brand cognition atau kognisi terhadap merek adalah persepsi penerima

pesan terhadap merek itu sendiri (Lutz et al. 1983). Merek lebih mengarah

pada nilai intangible dari suatu produk yang ditawarkan. Merek dibangun

dibenak konsumen melalui kombinasi bauran promosi yang efektif sejak

merek itu diperkenalkan dan dibangun bersamaan dengan reputasi

perusahaan. Reputasi perusahaan adalah representasi perseptual

pengalaman perusahaan menjual merek tersebut pada masa lalu dan

prospek perusahaan di masa yang akan datang.

b. Communicator Crediblity Cognition atau kognisi terhadap kredibilitas

pembawa pesan. Sekumpulan respon kognitif berikutnya adalah diarahkan

pada pembawa pesan, yaitu persepsi penerima pesan terhadap kredibilitas

pembawa pesan (Lutz et al. 1983). Kredibilitas mengacu pada pengertian

bahwa sumber informasi bisa dipercaya dan memiliki keahlian yang

memadai untuk menyampaikan pesan. Sumber yang memiliki kredibilitas

tinggi akan meningkatkan penerimaan pesan (Lafferty & Goldsmith, 1999).

c. Advertisement execution Cognition atau kognisi terhadap penayangan

iklan. Ini berhubungan dengan persepsi penerima pesan terhadap

pelaksanaan penayangan iklan itu sendiri yang terdiri dari elemen visual

dan verbal. Obyek yang menjadi perhatian adalah komponen-komponen

penting dari iklan yang ditayangkan seperti statement, gambar,

23

arangements dan rancangan iklan secara umum (Lutz et al. (1983).

Konsumen membuat pertimbangan terhadap kualitas dan kreativitas

penayangan sebuah iklan, irama dan gaya iklan itu saat dilaksanakan baik

visual maupun verbal, dan hasil dari persepsi mereka terhadap pelaksanaan

iklan tersebut akan membentuk sikap konsumen terhadap iklan (Alba and

Wisley, 2000). Perspektif seni iklan pada elemen visual dan verbal sangat

besar pengaruhnya dalam membentuk sikap positif konsumen karena akan

memikat dan menggugah emosi penerima pesan (Tuncalp, 2001).

Ketiga respon kognitif diatas secara bersama sama akan mempengaruhi

likeable extract (tingkat kesenangan akhir konsumen) berupa sikap konsumen.

Sikap yang dihasilkan dari pesan akan disimpan untuk penggunaan di masa

yang akan datang. Pesan iklan dan atau pengalaman penggunaan merek

kemudian membuat likeable extract di recall dan diasosiasikan dengan

semantic memory dan skema di memori jangka panjang. Output interpretasi

atau persepsi konsumen terhadap elemen-elemen tersebut akan memperbaharui

atau memperkuat semantic memory dan skema konsumen yang sudah ada dan

akan berpengaruh terhadap Sikap Terhadap Iklan dan Sikap Terhadap Merek

yang pada akhirnya akan mempengaruhi niat membeli. Oleh karena itu merek,

kredibiitas selebriti pembawa pesan, dan elemen-elemen visual dan verbal

iklan yang ditayangkan bekerja secara independent. Mereka saling memperkuat

satu sama lain dan memicu aktivitas yang diperlukan untuk proses kognitif dan

memperkuat perilaku sebelumnya (Fill, 1999).

24

Dari hasil-hasil penelitian sebelumnya didapatkan hasil kredibilitas

selebriti berpengaruh langsung terhadap niat beli (Ohanian, 1990, Zafar &

Mahira, 2013, Ahmed et al., 2014). Sementara itu Citra visual dan verbal iklan

juga berpengaruh langsung terhadap niat beli (Stafford, 1996). Sehubungan

dengan keterbatasan waktu penelitian, maka peneliti menetapkan 2 faktor

diantara faktor-faktor di atas sebagai variabel bebas yang mempengaruhi niat

beli konsumen. Faktor-faktor tersebut adalah Communicator Crediblity

Cognition atau dalam penelitian ini disebut kredibilitas selebriti dan

Advertisement execution Cognition atau dalam penelitian ini eleman-elemen

citra visual dan verbal penayangan iklan. Namun dalam penelitian ini citra

visual dan verbal iklan disikapi sebagai construct atau variabel yang terpisah.

Kredibilitas selebriti, citra visual iklan dan citra verbal iklan dicari pengaruhnya

secara langsung terhadap niat beli.

Penelitian-penelitian sebelumnya memprediksi niat beli konsumen

hanya dilihat dari kredibilitas selebriti saja. Padahal citra visual dan verbal iklan

sangat penting dalam memikat audience untuk tetap bertahan melihat sebuah

tayangan iklan (Hung, 2001). Untuk itu penelitian ini memasukkan kredibilitas

selebriti, citra visual dan verbal iklan untuk memprediksi niat beli.

25

B. Kredibilitas Selebriti

1. Pengertian Kredibilitas Selebriti

Penggunaan selebriti sebagai bintang iklan oleh perusahaan Indonesia

semakin meningkat dewasa ini. Perusahaan-perusahaan besar, lebih-lebih

perusahaan multinasional banyak memakai selebriti sebagai endorser atau

spokesperson perusahaan. Tidak hanya itu perusahaan-perusahaan baru

sekalipun banyak yang memakai selebriti untuk mempercepat brand awareness

konsumennya (Hsu & McDonald, 2002).

Selebriti adalah orang yang terkenal di masyarakat. Dia bisa seorang

bintang film, bintang sinetron, model, pelawak, presenter, olahragawan,

ilmuwan, bisnisman, politikus, penyanyi, dan orang-orang terkenal lainnya

(O’Mahony & Meenaghan, 1997/1998; Hsu & McDonald, 2002). Alasan

pemakaian selebriti sebagai bintang iklan karena dipercaya dapat

meningkatkan attention saat stimulus diekspose dan proses recall saat

konsumen mengasosiasikan dengan jaringan semantik dalam memori

(Ohanian, 1991; Stafford et al., 2002).

Kredibilitas selebriti diartikan sebagai suatu karakteristik positif

komunikator yang berpengaruh terhadap penerimaan suatu pesan oleh receiver

(Stafford et al. 2002). Penelitian mengenai kredibilitas sumber telah

menunjukkan bahwa dalam banyak situasi kredibilitas pembawa pesan yang

tinggi lebih efektif daripada yang kurang kredibel. Kredibilitas sumber yang

26

tinggi juga telah ditemukan menghasilkan perubahan sikap yang lebih positif

dibandingkan dengan yang kurang kredibel (Lafferty & Goldsmith, 1999).

Lutz et al. (1983) berpendapat kredibilitas pembawa pesan mengacu

pada pengertian bahwa sumber informasi atau pembawa pesan bisa dipercaya

dan memiliki keahlian yang memadai untuk menyampaikan pesan.

Fakta empiris menunjukkan bahwa penggunaan selebriti dalam iklan

merupakan metode yang efektif untuk komunikasi yang persuasif (Hsu

&McDonald, 2002). Selebriti lebih disukai dari pada orang biasa dalam

menyampaikan pesan iklan (Kamins, 1989). Mereka mempunyai citra spesifik

yang menarik yang dapat membedakannya dari orang biasa. Hal ini

mengakibatkan banyak orang memberi respek dan seringkali mengadopsi

penampilan dan gaya hidup selebriti yang dikaguminya. Oleh karena itu, iklan

yang menggunakan selebriti sebagai pembawa pesan mudah diterima oleh para

penggemear dan pengagum sang selebriti. Manajer berkeyakinan bahwa pesan

iklan yang disampaikan oleh selebriti sebagai orang yang dikenal dalam

masyarakat menghasilkan perhatian yang tinggi (Ohanian, 1991). Tom et al.,

(1992) menambahkan selebriti dapat membuat pesan yang disampaikan mudah

diingat oleh audiennya.

Kesimpulannya, kredibilitas selebriti adalah persepsi konsumen

terhadap karakteristik positif selebriti sebagai pembawa pesan yang menarik,

bisa dipercaya dan mempunyai keahlian yang sesuai dengan produk.

27

2. Aspek-aspek Kredibilitasa Selebriti

Dalam literatur terdapat tiga aspek kredibilitas selebriti, yaitu: expertise

(keahlian), trustworthiness (dapat dipercaya), dan attractiveness (daya pikat) (

(Ohanian, 1991).

Expertise (keahlian) didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana

komunikator dipersepsikan sebagai sumber dengan pernyataan yang valid dan

dipercaya memberikan opini yang obyektif tentang subjek. Ini adalah

pengetahuan dimana komunikator tampak sangat mendukung klaim yang

disampaikan dalam periklanan. Sebagai contoh atlit, dokter, dan pengacara

adalah endorsers yang tepat untuk produk dan jasa yang berhubungan dengan

bidang profesi mereka (O’Mahony & Meenaghan, 1997/1998). Indikator

aspek ini adalah selebriti (merek produk) ahli dan selebriti (merek produk)

berpengalaman.

Trustworthiness mengacu pada kepercayaan konsumen kepada sumber

untuk memberikan informasi dengan cara yang obyektif dan jujur.

Trustworthiness atau sifat bisa dipercaya merupakan karakteristik kunci bagi

efektivitas spokesperson. Banyak orang lebih percaya pada teman yang dapat

dipercaya dari pada seorang sales yang meskipun lebih memiliki pengetahuan

tentang produk, tetapi orang ragu untuk membeli karena belum ada

kepercayaan terhadapnya. Kalau expertise mengacu pada tingkat pengetahuan

tentang subjek, maka trustworhiness merujuk pada kejujuran dan sifat bisa

dipercaya dari sumber (Goldsmith et al. 2000; Stafford et al. 2002; O’Mahony

28

& Meenaghan, 1997/1998). Indikator aspek ini adalah selebriti (merek

produk) tidak berpihak/netral dan selebriti (merek produk) jujur.

Attractiveness adalah daya tarik fisik dari endorsers atau pembawa

pesan iklan. Solomon et al. (1992) mengatakan bahwa spokesperson yang

attractive lebih efektif dibandingkan dengan yang tidak attractive dalam iklan

dan promosi. Peningkatan penggunaan selebriti sebagai endorsers dari produk,

jasa dan kasus-kasus sosial, attractiveness (daya pikat) telah menjadi suatu

dimensi penting dari kredibilitas sumber (Ohanian, 1991). Daya pikat fisik

akan cenderung memberikan dampak persuasi bagi orang yang melihatnya

(Stafford et al., 2002). Banyak televisi dan iklan cetak menggunakan daya

pikat fisik. Konsumen cenderung membentuk stereotypes atau meniru bintang

iklan dengan daya pikat fisik tersebut, dan sebagai tambahan, penelitian telah

menunjukkan bahwa daya pikat fisik komunikator lebih sukses dalam merubah

kepercayaan daripada komunikator yang tidak atraktif. Aristoteles mengatakan:

“Beauty is greater recommendation than any letter of introduction”

(O’Mahony & Meenaghan, 1997/1998). Indikator aspek ini adalah selebriti

(merek produk) cantik dan selebriti (merek produk) anggun.

Kesimpulannya, kredibilitas selebriti adalah persepsi konsumen

terhadap karakteristik positif selebriti sebagai pembawa pesan yang ahli sesuai

dengan produk, bisa dipercaya dan menarik dengan produk dengan indikator

sebagai berikut: selebriti (merek produk) ahli, selebriti (merek produk)

berpengalaman, selebriti (merek produk) tidak berpihak/netral, selebriti

29

(merek produk) jujur, selebriti (merek produk) cantik dan selebriti (merek

produk) anggun.

C. Citra Visual Iklan

1. Pengertian Citra Visual Iklan

Iklan adalah sesuatu hal yang penting dalam perencanaan promosi.

Iklan memiliki peran menginformasikan, mengingatkan kembali,

membedakan dengan produk yang lain dan membujuk pelanggan yang sudah

mapan dan pelanggan potensial dari suatu perusahaan. Periklanan bisa

menjangkau audience yang luas dengan pesan sederhana yang memberikan

peluang kepada penerima pesan untuk memahami manfaat dan fungsi

produk yang ditawarkan dan dibandingkan dengan produk sejenisnya.

Semua perusahaan pemasang iklan berharap tayangan iklannya dapat

merubah sikap konsumen kearah yang positif dan mempengaruhi niat beli

mereka serta meningkatkan volume penjualan (Fill, 1999).

Stafford (1996) mendefinisikan Citra Visual sebagai elemen-elemen

visual iklan yang menghasilkan gambaran mental yang gamblang tentang

kualitas, pengguna dan situasi penggunaan suatu produk atau jasa. Citra

visual dipandang sebagai penggambaran atribut-atribut penting produk yang

harus sampai ke konsumen.

Citra Visual iklan menurut Tuncalp (2001) mengacu pada perspektif

seni dalam rancangan iklan. Dari sudut pandang ini iklan bisa berisi elemen

30

seperti gambar, grafik, musik, charts, tataruang atau layout (arrangement

dari elemen-elemen visual) dan bahkan white space (suatu tempat dimana

tidak muncul gambar dan kata-kata).

McQuarrie & Phillips (2005) menyatakan bahwa citra visual adalah

elemen-elemen visual yang digunakan untuk menyampaikan secara tidak

langsung pesan-pesan yang dilarang, sulit atau tabu untuk diverbalkan.

McQuarrie & Phillips (2005) menyampaikan wilayah yang mereka namakan

”advertising ethics” dan menemukan kelompok produk yang berhubungan

langsung dengan anak, minuman keras dan iklan politik. Sedangkan Fahy et

al. (1995) mengkaji ”sensitive product” yang harus dipertimbangkan dengan

bijaksana dalam isi iklan yaitu kelompok produk minuman keras, produk

yang berhubungan langsung dengan anak-anak dan produk yang

berhubungan dengan alat sex atau pembangkit libido sexual. Kalau di

Indonesia iklan semacam ini akan tampak pada semua iklan rokok, dimana

pemasang iklan tidak boleh secara lugas mengajak penerima pesan merokok

atau ada visualisasi orang merokok. Selain itu juga tampak pada semua iklan

produk vitalitas seksual seperti Neo Hormoviton, Hemaviton Action,

Malibu, dan sejenisnya.

Postle, D’Esposito, and Corkin (2005) mengatakan Citra Visual

adalah value-free dengan menggabungkan layar, lanscape, obyek, musik,

dan background untuk menyampaikan pesan tertentu, menancapkan di

benak penerima pesan dan konsisten dengan teks atau Citra Verbal iklan.

31

Rossiter & Percy (1980) dan Mitchell (1986) menyimpulkan bahwa

Citra Visual Iklan adalah tingkat kesan yang dicitra oleh penerima pesan

terhadap elemen-elemen visual iklan sebagai sesuatu yang secara visual

kreatif, imaginative, enak dipandang, membuat responden suka, dan

menyenangkan.

Dengan demikian Citra Visual Iklan adalah tingkat kesan yang

dicitra oleh penerima pesan atau konsumen terhadap elemen-elemen visual

iklan yang bisa berupa gambar, grafik, musik, charts, tataruang atau layout

dan bahkan white space sebagai sesuatu yang secara visual kreatif ,

imaginative, enak dipandang, membuat responden suka, dan

menyenangkan.

2. Aspek-aspek Citra Visual Iklan

Semua marketer berharap tayangan iklan dapat menjangkau jutaan

audience dan dalam waktu singkat dapat mengubah sikap audience kearah

yang positif, mempengaruhi niat beli mereka dan meningkatkan volume

penjualan perusahaan.

Iklan dengan seluruh kekuatan daya pikatnya diharapkan mampu

membujuk konsumen mencoba produk dan menikmati sebuah pengalaman

penggunaan produk yang menyenangkan. Stren & Schroeder, (1993)

mengidentifikasi ada dua aspek penting citra visual yaitu: menarik dan

menyenangkan.

32

Menarik berarti iklan harus berisi elemen-elemen visual yang menarik

attention atau perhatian audience. Dari ratusan stimuli pemasaran yang

diekspos ke konsumen hanya ada beberapa yang menarik perhatian konsumen

dan kemudian diporoses lebih lanjut di memori jangka pendek dan kemudian

disimpan di memori jangka panjangnya. Tugas setiap pemasar adalah

merancang iklan dengan elemen visual yang kreatif dan antraktif sehingga

mampu menyampaikan positioning produk (Fill, 1999). Indikator dari aspek

ini adalah iklan (merek produk) kreatif dan iklan (merek produk) imaginatif.

Menyenangkan mengacu pada pengertian pada iklan harus mampu

memenuhi sensory delight atau memanjakan mata dan telinga konsumen.

Hasil penelitian Hawkin & Hoch (1992) memperkirakan bahwa rata-rata

konsumen diekspose (dipertunjukkan) antara 200 sampai dengan 500 pesan

promosi setiap hari. Padahal tidak semua stimuli pemasaran yang diindera

diproses oleh konsumen. Ditangan penonton biasanya sudah menggenggam

remote control yang siap melakukan switch channel jika dirasa tayangan iklan

jelek dan mengganggu. Setiap pemasang iklan punya waktu maksimal 5 detik

untuk mencegah audience melakukan zapping atau zipping dengan

menayangkan iklan yang memenuhi sensory delight pemiarsa (Cronin &

Menelly, 1992). Indikator dari aspek ini adalah iklan (merek produk) enak

dipandang, iklan (merek produk) menarik simpati, dan iklan (merek produk)

menyenangkan hati.

33

Kesimpulannya, Citra Visual Iklan adalah tingkat kesan yang dicitra

oleh penerima pesan terhadap elemen-elemen visual iklan sebagai sesuatu

yang menarik dan menyenangkan dengan indikator sebagai berikut: iklan

(merek produk) kreatif, iklan (merek produk) imaginatif, iklan (merek

produk) atraktif, iklan (merek produk) enak dipandang, iklan (merek produk)

menarik simpati, dan iklan (merek produk) menyenangkan hati.

D. Citra Verbal Iklan

1. Pengertian Citra Verbal Iklan

Sesuai dengan Gestalt perception Citra Visual dan Citra Verbal saling

melengkapi satu sama lain. Citra Visual dan Citra verbal yang berhasil akan

memperkuat bekas/jejak node merek dalam memori dan akan memberikan

kesan yang mendalam kepada penerima pesan (Stren & Schroeder, 1993).

Tuncalp (2001) menyampaikan Citra Verbal Iklan merujuk pada kata

apapun yang ada dalam iklan. Kata-kata ini bisa tercetak atau terucap dalam

bentuk slogan atau positioning statement, pesan, merek, label, pesan, atau

lintasan informasi (Tuncalp, 2001); Schmitt, 1994).

Menurut Schmitt (1994) citra verbal adalah elemen-elemen pesan yang

disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Dalam pesan verbal, iklan

merupakan rangkaian kata-kata yang tersusun dari huruf vokal dan konsonan

yang membentuk makna tertentu.

34

Phillips (2000) menekankan perlunya Citra Verbal yang eksplisit

sebagai verbal anchoring untuk pesan visual yang kompleks. Dalam konteks

ini materi verbal bertindak sebagai ”jangkar/pengikat” untuk menekankan

makna Citra Visual yang beragam dan kompleks.

Berdasarkan uraian diatas, citra verbal iklan merujuk pada pada kata

apapun yang ada dalam iklan. Kata-kata ini bisa tercetak atau terucap dalam

bentuk slogan atau positioning statement, pesan, merek, label, pesan, atau

lintasan informasi. Pesan-pesan tersebut secara secara verbal unik dan

mengesankan.

2. Aspek-aspek Citra Verbal Iklan

Menurut Stafford (1996) ada dua dimensi penting Citra Verbal yaitu

Unik dan mengesankan. Keunikan Citra Verbal dapat berupa kekhasan

dalam penyajiannya, dan lebih unggul dari yang lainnya. Terdapat a unique

selling proposition yang memberikan konsumen alasan untuk melakukan

pembelian merek tertentu (Bloch, Brunel, and Arnold, 2003). Indikator dari

aspek ini adalah pesan iklan (merek produk) unik dan kata-kata dalam iklan

(merek produk) khas.

Mengesankan berarti iklan tersebut mampu menimbulkan kesan

mental yang membekas dibenak penerima pesan mengenai atribut, spesifikasi

produk, manfaat produk, dan bagaimana menggunakannya (Keller, 1993).

Pesan iklan visual yang kompleks harus disimpulkan dengan pesan verbal

35

yang unik, jelas, menarik dan mengesankan. Indikator dari aspek ini adalah

pesan iklan (merek produk) menarik, susunan kalimat iklan (merek produk)

bagus, dan pesan (merek produk) cerdik.

Kesimpulannya, Citra Verbal Iklan adalah tingkat kesan yang dicitra

oleh penerima pesan terhadap elemen-elemen verbal iklan sebagai sesuatu

unik dan menyenangkan dengan indikator pesan iklan (merek produk) unik,

pesan iklan (merek produk) berbeda, kata-kata dalam iklan (merek produk)

khas, pesan iklan (merek produk) menarik, susunan kalimat iklan (merek

produk) bagus, dan pesan (merek produk) cerdik.

E. Pengaruh Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Verbal Iklan Terhadap

Niat Beli

Banyak penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh kredibilitas

bintang iklan terhadap efektivitas periklanan. Kredibilitas bintang iklan menjadi

variabel yang mendahului (antecedent) niat beli konsumen. Ohanian (1990)

mengidentifikasi tiga dimensi yang membentuk kredibilitas selebriti:

attractiveness (daya pikat), trustworthiness (tingkat kepercayaan), dan expertise

(keahlian). Selanjutnya dia menjelaskan bahwa ketiga dimensi tersebut, baik

secara mandiri atau bersama-sama, mempunyai kontribusi dalam mempengaruhi

sikap audien terhadap iklan dan minat beli.

Sejalan dengan Ohanian, Zafar & Mahira (2013) lewat penelitiannya

yang berjudul Impact of Celebrity Advertisement on Customer’s Brand

36

Perception and Purchase Intention, mendapatkan temuan bahwa daya tarik fisik

dan kesesuaian bintang iklan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat

beli. Sementara itu Ahmed et al. (2014), melaporkan bahwa kredibilitas

selebriti berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli. Hasil penelitian

yang lain dilaporkan oleh Hemamalini & Shree (2014) bahwa kredibilitas

selebriti memiliki hubungan signifikan dengan efektivitas iklan televisi dalam

menentukan niat beli.

Penelitian awal berkaitan dengan Citra Visual dan Citra Verbal iklan

dilakukan oleh Rossiter & Percy (1980; 1983) Mereka melakukan penelitian

dengan mencari pengaruh kombinasi visual dan verbal terhadap sikap konsumen

terhadap produk. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kombinasi

antara penekanan visual dengan claim verbal yang eksplisit berpengaruh secara

signifikan terhadap sikap konsumen terhadap produk.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Mitchell & Oldson (1981). Mereka

menguji pengaruh elemen visual dalam iklan terhadap sikap konsumen terhadap

iklan dan merek. Mereka memakai teori sikap dari Fishbein, dimana formasi atau

perubahan konsumen terhadap kepercayaan (belief) mendahului formasi atau

perubahan konsumen terhadap sikap. Hasil eksperimen mereka menunjukkan

bahwa elemen visual iklan berpengaruh terhadap Sikap Terhadap Iklan dan

selanjutnya Sikap Terhadap Iklan berpengaruh terhadap Sikap Terhadap Merek.

Dengan kata lain pengaruh elemen visual iklan terhadap Sikap Terhadap Merek

dimediasi oleh Sikap Terhadap Iklan. Selanjutnya Stafford (1996) melakukan

37

penelitian dengan judul Tangibility in Services Advertising : an Investigation of

Verbal Versus Visual Cues memasukkan citra visual dan verbal iklan dalam

model dan dicari pengaruhnya terhadap niat beli konsumen dengan sikap

terhadap iklan dan merek sebagai variabel antara. Hasilnya menunjukkan bahwa

citra verbal iklan lebih berpengaruh terhadap sikap terhadap iklan dan niat beli.

Penelitian pada tesis ini adalah memadukan penelitian Ohanian (1990)

tentang pengaruh Kredibilitas Selebriti terhadap Niat Beli dan penelitian

Stafford (1996) tentang pengaruh citra visual dan verbal iklan terhadap niat beli.

Dengan kata lain, peneliti memasukkan variabel Citra visual dan verbal Iklan

bersama kredibilitas selebriti sebagai variabel bebas yang mempengaruhi niat

beli konsumen.

F. Landasan Teori

Cognitive association theory atau disebut juga teori associative network

memory diperkenalkan pertama kali oleh Anderson (1976). Teori ini berangkat

dari teori Aristoteles yang dikenal sebagai the first associanist, kemudian

Gestalt Theory dan Associative Learning Theory yang dikemukakan oleh

Ebbinghaus pada akhir abad 19 (Anderson and Bower, 1973) .

Aristoteles dalam tulisannya yang berjudul memori dan kenangan

(memory and reminiscence) dengan sangat baik mampu mengkombinasikan

empiricism dan rationalism. Aristoteles mengatakan bahwa pengetahuan

38

terbentuk melalui persepsi dan tidak ada ide yang ada begitu saja. Persepsi

melibatkan suatu aksi kreatif yang dipicu oleh stimulus yang ditangkap oleh

sensorik dan akan direspon secara otomatis oleh memori. Respon otomatis

terhadap stimulus, dinamakan aktivitas pengingatan kembali. Namun jika juga

ada seleksi strategik terhadap data sensorik Aristoteles menamakan langkah

tersebut sebagai aktivitas mengumpulkan kembali (recollection). Recollection

adalah suatu sistem sistimatik dalam mata rantai memori dimana seseorang

mengumpulkan kembali fakta-fakta tertentu yang relevan dengan data sensorik

untuk diinterpretasi. Aristoteles juga mencatat pentingnya frekwensi, intensitas

dan pesan yang baik dalam konstruksi assosiasi (Anderson and Bower, 1973).

Gestalt Theory menyatakan bahwa stimuli pemasaran (sensory inputs)

sebagai bagian dari total konteks. Suatu stimuli tidak mungkin diisolasi saat

proses recognition dan interpretasi, melainkan pasti dihubungkan dengan stimuli

lainnya sesuai konteks yang terjadi atau melingkupi konsumen saat itu. Gestalt

juga membuktikan bahwa manusia bukan mahluk yang statis, manusia akan aktif

melakukan elaborasi terhadap informasi yang diterimanya (Joy and Sherry,

2003).

Associative Learning Theory terdiri dari serial learning dan paired-

associative learning. Serial learning berhubungan dengan bagaimana seseorang

menempatkan informasi ke memorinya dan mengingat kembali informasi yg

diterima dalam keadaan yg berurutan. Sedangkan Paired-associative learning

menyatakan bahwa pembelajaran akan lebih cepat jika elemen-elemen stimulus

39

yg dipilih memiliki asosiasi yg kuat dengan semantic memory dan skema

konsumen (Parson dan Conroy, 2006).

Cognitive Association Theory memandang istilah asosiatif sebagai

sekumpulan nodes dan mata rantai yang saling berkaitan. Nodes adalah

penyimpan informasi yang dihubungkan oleh matarantai yang berubah-ubah

kekuatannya (Osselaer and Janiszewski, 2001). Proses penggerakan penjalaran

(spreading activation process) dari node ke node bergantung perluasan pencarian

kembali informasi dalam memori (Anderson, 1976). Dalam ilmu psikologi mata

rantai yang menghubungkan node dengan node yang lain ini dikenal dengan

semantic memory yang disusun dalam bentuk jaringan (Fenker et al. 2005).

Suatu stimuli yang masuk ke memori jangka pendek selanjutnya akan

diasosiasikan dengan node-node dalam semantic memory melalui proses recall

atau retrieval dalam memori. Asosiasi yang kuat akan meningkatkan kecepatan

transfer dari memori jangka pendek ke jangka panjang dan kemampuan memori

jangka panjang menyimpan informasi secara permanen. Pada saat terjadi

penjalaran dari node ke node di jaringan semantic, secara bersamaan terjadi

proses interpretasi konsumen terhadap stimuli tersebut sehingga dapat dipahami

maknanya. Output dari proses ini disebut dengan persepsi. Cognitive Associative

Model menjelaskan bahwa persepsi konsumen dari hasil asosiasi ini

mempengaruhi niat beli (Fill, 1999).

PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada 5 Desember

1933 dan terus menjadi market leader untuk produk toiletris hingga saat ini.

40

Perusahaan bergerak dalam bidang produksi makanan, minuman dan produk-

produk toiletris. Untuk produk toiletris unilever terdiri dari shampo, sabun, pasta

gigi, detergen, dan sabun. Untuk sabun terdapat dua kategori yaitu sabun

kesehatan yaitu lifeboy dan sabun kecantikan yaitu Lux dan Dove

(www.unilever.co.id). Sabun Lux adalah produk yang paling dikenal di

masyarakat. Konsisten sejak awal selalu memakai selebriti yang memiliki

kredibilitas tinggi sebagai bintang iklannya. Positioning statement product sabun

Lux adalah sabun kecantikan bintang film dengan aroma parfum kelas dunia.

Bintang film sejak Widiawati, Christine Hakim, Marissa Haque, Donna Harun,

Maudy Kusnadi, Sophia Latjuba, Rini S. Bono, Dian Sastro, Luna Maya sampai

dengan Bunga Cinta Lestari melegenda saampai saat ini. Menjadi bintang Lux

seleksinya ketat. Tidak bisa hanya modal cantik dan tubuh bagus, tetapi juga

harus cerdas dan kredibel (Cakti, 2016). Sesuai dengan positioning statement

produknya, Iklan sabun Lux sejak dulu juga selalu menarik perhatian baik secara

visual maupun verbal. Iklan sabun Lux berkesan glamour, classy, fashionable,

dan luxury. Itulah yang membuat banyak selebriti papan atas mendambakan

dapat terpilih sebagai ambassador merek Lux (Puspa, 2016). Selebriti yang

kredibel ditambah dengan rancangan iklan yang menarik baik secara visual

maupun verbal diharapkan mampu mempengaruhi niat beli konsumen.

Pada Gambar 2.2 menunjukkan bahwa pada penelitian ini terdapat 4

konstruk atau latent variable atau unobserved variable. Dari 4 constructs

tersebut yang merupakan independent variable atau exogenous adalah

41

Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Verbal Iklan dan Niat Beli sebagai

dependent variable, atau endogenous dependent. Masing-masing konstruk

tersebut akan dijelaskan definisi operasional dan indikatornya pada bab

metodologi penelitian.

Gambar 2.2

Kerangka Konseptual Penelitian

Pada gambar 2.2 menjelaskan bahwa secara konseptual penelitian ini

menguji pengaruh Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Citra Verbal Iklan

secara simultan terhadap niat beli (tanda panah nomor 1). Setelah itu menguji

pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap niat beli, yaitu pengaruh

Krediblitas Selebriti terhadap niat beli (tanda panah nomor 2), pengaruh Citra

Celebrity

Credibility

Visual

Image of Ad

Purchase

Intentions

Verbal

Image of Ad

2

1

3

4

42

Visual Iklan terhadap niat beli (tanda panah nomor 3), dan pengaruh Citra Verbal

Iklan terhadap niat beli (tanda panah nomor 4).

Sesuai dengan Cognitive Association Theory, Kredibilitas Selebriti, Citra

Visual dan Verbal Iklan adalah serangkaian stimulus yang diekspos ke konsumen

dan diharapkan dapat mengubah Niat Beli konsumen. Serangkaian stimulus

tersebut akan ditangkap oleh memori sensorik dan apabila melewati ambang batas

tertentu dan terjadi attention akan dikirim ke memori jangka pendek untuk

dilakukan proses encoding (Parson and Conroy, 2006).

Proses encoding adalah proses pembuatan kode atau sandi untuk

selanjutnya dikirim ke memori jangka panjang secara permanen. Proses

encoding terjadi apabila terdapat elaborasi informasi pada tingkatan yang tinggi

dan terdapat pengulangan-pengulangan eksposure sehingga konsumen

meningkatkan kapasitasnya terhadap stimulus. Pengetahuan konsumen ini akan

tersimpan baik dalam struktur memori konsumen (Keller, 1993).

Melalui proses elaborasi dan peningkatan rangsangan terhadap stimulus

akan memicu proses recall, yaitu konsumen akan mengasosiasikan stimulus itu

dengan jaringan nodes yang ada dalam semantic memory dan skema konsumen.

Artinya stimulus tersebut akan menggerakkan penjalaran node menyebar ke

seluruh jaringan (spreading activation process). Asosiasi total dalam otak ketika

lingkaran jaringan digerakkan disebut dengan skema (Schema). Skema secara

umum diartikan sebagai pola harapan, kepercayaan, protoype, dan pengaruh

yang terorganisir yang memandu persepsi, pikiran, dan tindakan. Hasil Penelitian

43

menunjukkan bahwa ada skema untuk kategori produk, merek, dan periklanan

(Wansink and Ray 1996).

Hasil dari proses asosiatif tersebut akan menimbulkan persepsi konsumen

terhadap elemen-elemen kunci dalam skema tentang produk tersebut dan itu

akan menjadi pengetahuan baru bagi konsumen. Persepsi konsumen tersebut

juga akan berpengaruh terhadap Niat Beli konsumen (Lindstrom, 2005).

Meskipun ketiga variabel (Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Citra Verbal

Iklan) tersebut ada dalam satu jaringan semantik dalam memori jangka panjang,

namun banyak sekali fakta dan hasil penelitian membuktikan bahwa mereka

bekerja secara independen dalam mempengaruhi sikap dan Niat Beli konsumen

(Alpert & Kamins, 1994). Untuk itu dalam hipotesis nanti peneliti akan

menguji pengaruh ketiga variabel baik secara simultan maupun parsial terhadap

niat beli konsumen.

G. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu, maka peneliti

merumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada pengaruh Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Verbal Iklan secara

simultan terhadap Niat beli Konsumen.

2. Ada pengaruh Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Verbal Iklan secara

parsial terhadap Niat beli Konsumen.

3. Kredibilitas Selebriti adalah variabel yang paling berpengaruh terhadap Niat

Beli Konsumen.