35
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) 1. Definisi Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah pendekatan sistematik dalam memberikan pelayanan asuhan gizi yang berkualitas yang dilakukan oleh tenaga gizi, melalui serangkaian aktivitas yang terorganisir yang meliputi identifikasi kebutuhan gizi sampai pemberian pelayanannya untuk memenuhi kebutuhan gizi (Kemenkes RI, 2014). Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah suatu metode pemecahan masalah yang sistematis, dimana dietisien profesional menggunakan cara berpikir kritisnya dalam membuat keputusan untuk menangani berbagai masalah yang berkaitan dengan gizi, sehingga dapat memberikan asuhan gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi. Proses asuhan gizi terstandar disusun sebagai upaya peningkatan kualitas pemberian asuhan gizi. Menurut National Academy Of Scince’s-Institute Of Medicine (IOM), kualitas pelayanan adalah tingkatan pelayanan kesehatan untuk individu dan populasi yang mengarah kepada tercapainya hasil kesehatan yang diinginkan, sesuai pengetahuan profesional terakhir. Kualitas pelayanan dinilai melalui hasil kerja dan kepatuhan proses terstandar yang telah di sepakati (Wahyuningsih, 2013). Beberapa kata kunci yang perlu dipahami dalam pengertian PAGT adalah : a. Proses: serangkaian langkah atau tindakan yang berkaitan untuk mencapai suatu hasil, atau kumpulan aktivitas yang merubah input menjadi suatu output. b. Pendekatan proses: yaitu identifikasi dan pengaturan berbagai kegiatan secara sistematis dan interaktif dari berbagai aktivitas. Pendekatan proses menekankan pada pentingnya: pemahaman atas kebutuhan dan pemenuhannya, penentuan apakah proses ini dapat memberikan nilai tambah, 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)

1. Definisi

Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah pendekatan sistematik dalam

memberikan pelayanan asuhan gizi yang berkualitas yang dilakukan oleh tenaga

gizi, melalui serangkaian aktivitas yang terorganisir yang meliputi identifikasi

kebutuhan gizi sampai pemberian pelayanannya untuk memenuhi kebutuhan gizi

(Kemenkes RI, 2014).

Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah suatu metode pemecahan

masalah yang sistematis, dimana dietisien profesional menggunakan cara berpikir

kritisnya dalam membuat keputusan untuk menangani berbagai masalah yang

berkaitan dengan gizi, sehingga dapat memberikan asuhan gizi yang aman, efektif

dan berkualitas tinggi. Proses asuhan gizi terstandar disusun sebagai upaya

peningkatan kualitas pemberian asuhan gizi. Menurut National Academy Of

Scince’s-Institute Of Medicine (IOM), kualitas pelayanan adalah tingkatan

pelayanan kesehatan untuk individu dan populasi yang mengarah kepada

tercapainya hasil kesehatan yang diinginkan, sesuai pengetahuan profesional

terakhir. Kualitas pelayanan dinilai melalui hasil kerja dan kepatuhan proses

terstandar yang telah di sepakati (Wahyuningsih, 2013).

Beberapa kata kunci yang perlu dipahami dalam pengertian PAGT adalah :

a. Proses: serangkaian langkah atau tindakan yang berkaitan untuk mencapai

suatu hasil, atau kumpulan aktivitas yang merubah input menjadi suatu

output.

b. Pendekatan proses: yaitu identifikasi dan pengaturan berbagai kegiatan secara

sistematis dan interaktif dari berbagai aktivitas. Pendekatan proses

menekankan pada pentingnya: pemahaman atas kebutuhan dan

pemenuhannya, penentuan apakah proses ini dapat memberikan nilai tambah,

6

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

2

penentuan unjuk kerja proses dan efektifitasnya, penggunaan ukuran yang

objektif untuk perbaikan berkelanjutan dari proses tersebut.

c. Berpikir kritis: yaitu kemampuan menganalisa masalah, merumuskan dan

mengevaluasi solusi dengan mengintergrasikan fakta, opini, menjadi

pendengar aktif dan melakukan pengamatan. Karakteristik berpikir kritis

meliputi: berpikir konseptual, rasional, kreatif, mandiri, dan memiliki

keinginan untuk tahu lebih mendalam.

d. Membuat keputusan: proses kritis dalam memilih tindakan terbaik untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

e. Memecahkan masalah: proses yang terdiri dari identifikasi masalah, formulas

pemecahan masalah, implementasi dan evaluasi hasil.

f. Kolaborasi: yaitu proses dimana beberapa individu/kelompok dengan

kepentingan yang sama bergabung untuk menangani masalah yang

teridentifikasi (Wahyuningsih, 2013).

Dalam pengembangan NCP, ADA menyusun suatu model asuhan gizi yang

mencerminkan konsep – konsep kunci dari setiap langkah proses asuhan gizi.

Hubungan antara dietisien dengan pasien/klien menjadi fokus dari model tersebut.

Model ini juga mengidentifikasi berbagai faktor dari model tersebut. Model ini juga

mengidentifikasi berbagai faktor lain yang mempengaruhi proses dan kualitas

pemberian asuhan gizi (Sumaprdja, 2011).

2. Model Asuhan Gizi

Model asuhan gizi di indonesia saat ini mngacu pada model yang

dikembangkan oleh ADA. Model ini mecerminkan langkah – langkah kunci PAGT,

faktor – faktor yang berperan dan bagaimana faktor – faktor tersebut saling

bersinggungan, bergantung dan bergerak secara dinamis untuk memberikan asuhan

gizi yang berkualitas.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

3

Gambar 1. Model asuhan gizi & Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)

Sumber :ADA, 2003, dalam Kemenkes, 2014.

Penjelasan :

a. Lingkaran tengah menggambarkan hubungan antara dietisien dengan

klien/pasien.

b. Kotak terdalam menggambarkan kemampuan dietisien dalam menerapkan

PAGT, berdasaarkan 4 langkah yang berkesinambungan yaitu pengkajian

gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi sampai monitoring dan evaluasi.

c. Kotak tengah memperlihatkan kompetensi yang unik dari seorang dietisien

dalam menerapkan PAGT. Kompetensi tersebut meliputi pngetahuan dan

ketrampilan dietetik agar dietisien mengambangkan kapasitasnya untuk

berpikir kritis, berkolaborasi dan berkomunikasi. Selain itu mendorong

dietisien bekerja berdasarkan fakta-fakta dan kode etik profesi.

d. Kotak terluar menunjukkan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh

terhadap kemampuan klien/pasien/kelompok untuk menerima dan

memperoleh manfaat dari intervensi asuhan gizi. Faktor lingkungan

tersebut adalah tempat pelayanan asuhan gizi, sistem pelayanan kesehatan

yang menunjang pelayanan asuhan gizi dan ekonomi dan sistem sosial

yang ada.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

4

Fokus utama dalam model ini adalah hubungan antara klien/pasien dengan

dietisien. Kunci keberhasilan pelayanan asuhan gizi terpusat pada hubungan ini,

yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

pelayanan terfokus pada klien/pasien melalui pendekatan individu.

Sistem pertama adalah skrining dan rujukan yang merupakan akses masuk ke

dalam siklus PAGT. Pasien yang mendapat PAGT adalah pasien yang

teridentifikasi membutuhkan asuhan gizi melalui proses skrining dan rujukan.

Proses ini bukan termasuk dalam PAGT. Dalam mengidentifikasi individu yang

membutuhkan asuhan gizi dibutuhkan integrasi dari tim kesehatan.

Proses Asuhan Gizi Terstandar merupakan siklus yang terdiri dari 4 langkah

yang berurutan dan saling berkaitan, yaitu :

1) Pengkajian Gizi

2) Diagnosis Gizi

3) Intervensi Gizi

4) Monitoring dan evaluasi Gizi

Proses di atas hanya dilakukan pada pasien/klien yang teridentifikasi resiko

gizi atau sudah malnutrisi dan membutuhkan dukungan gizi individual. Identifikasi

resiko gizi dilakukan melalui skrining/penapisan gizi, dimana metodanya

tergantung dari kondisi dan fasilitas setempat.

Kegiatan dalam PAGT diawali dengan melakukan pengkajian gizi lebih

mendalam. Bila masalah gizi yang spesifik telah ditemukan, maka dari data

obyektif dan subyektif pengkajian gizi dapat ditentukan penyebab, derajat serta area

masalahnya. Berdasarkan fakta tersebut ditegakkan diagnosis gizi. Selanjutnya

disusun rencana intervensi untuk di laksanakan berdasarkan diagnosis gizi.

Monitoring dan evaluasi dilakukan setelahnya untuk mengamati perkembangan dan

respon pasien terhadap intervensi yang diberikan. Bila tujuan ini tercapai maka

proses ini akan dihentikan, namun bila tujuan tidak tercapai atau tujuan awal

tercapai tetapi terdapat masalah gizi yang baru, maka proses berulang kembali

mulai dari pengkajian gizi. Siklus asuhan gizi ini terus berulang sampai pasien/klien

tidak membutuhkannya lagi.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

5

Proses asuhan gizi terstandar ada 4 langkah yang berurutan dan saling berkaitan,

yaitu :

a. Pengkajian gizi

Pengkajian gizi merupakan kegiatan mengumpulkan, mengintegrasikan dan

menganalisis data untuk identifikasi masalah gizi yang terkait dengan aspek asupan

zat gizi dan makanan, aspek klinis dan aspek perilaku-lingkungan serta

penyebabnya. Untuk mengidentifikasi masalah gizi, data pengkajian gizi terdapat 5

komponen yaitu (Sumapradja, 2011).

1) Riwayat gizi/makanan

Pengumpulan dan pengkajian data riwayat gizi meliputi asupan makanan,

kepedulian terhadap gizi dan kesehatan serta pengelolaannya, aktifitas fisik dan

ketersediaan makanan.

2) Data biokimia, pemeriksaan dan prosedur medis

Data biokimia, pemeriksaan ataupun prosedur medis yang berkaitan dengan

status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang dapat berpengaruh

terhadap timbulnya masalah gizi. Contoh : kadar glukosa darah, nilai elektrolit,

lemak darah (kolesterol, trigliserida, HDL, LDL).

3) Pengukuran antropometri

Hasil pengukuran fisik/ukuran tubuh pada individu, contoh : tinggi badan

(TB), berat badan (BB), lingkar lengan (LILA), tebal lemak, lingkar pinggang,

lingkar panggul.

4) Pemeriksaan fisik klinis

Aspek klinis meliputi kondisi kesehatan secara umum;kesehatan gigi,

kesehatan mulut. Penampilan fisik meliputi: tampak kurus, gemuk, pengerutan otot

dan penurunan lamak sub kutan (kondisi-kondisi yang menggambarkan tanda

kurang gizi).

5) Riwayat personal pasien

Riwayat obat-obatan, sosial budaya, riwayat penyakit (keluhan utama

terkait dengan masalah gizi, riwayat penyakit dahulu dan sekarang, riwayat

pembedahan, penyakit kronis atau resiko komplikasi, riwayat penyakit keluarga,

status kesehatan mental/emosi, kemampuan kognitif misalnya pasien stroke) dan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

6

data umum pasien ( umur, pekerjaan , peranan dalam keluarga dan tingkat

pendidikan) (Wahyuningsih, 2013).

b. Diagnosis Gizi

Diagnosis gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan memberi nama

masalah gizi yang aktual, dan atau berisiko menyebabkan masalah gizi yang

merupakan tanggung jawab dietisien untuk menanganinya secara mandiri.

Diagnosis gizi diuraikan atas komponen masalah gizi (Problem), penyebab masalah

(Etiology) serta tanda dan gejala adanya masalah (Signs and Symptoms). Diagnosis

gizi berbeda dengan diagnosis medis, baik dari sifatnya maupun cara penulisannya.

Diagnosis gizi dapat berubah sesuai dengan respon pasien, khususnya terhadap

intervensi gizi yang dilakukan. Sementara diagnosis medis lebih menggambarkan

kondisi penyakit atau patologi dari suatu organ tertentu, dan tidak berubah selama

kondisi patologis/penyakit itu ada. Dari aspek penulisan, pernyataan diagnosis

disusun dengan kalimat yang terstruktur sesuai dengan komponennya yaitu

Problem (P), Etiology (E) dan Signs and Symptoms (S), dan di singkat menjadi P-

E-S (Sumapradja, 2011).

1) Problem

Menggambarkan masalah gizi pasien/klien dimana dietisien bertanggung

jawab untuk memecahkannya secara mandiri. Berdasarkan masalah tersebut dapat

dibuat :

a) Tujuan dan target intervensi gizi yang lebih realistis, terukur

b) Menetapkan menetapkan prioritas intervensi gizi.

c) Memantau dan mengevaluasi perubahan yang terjadi setelah dilakukan

intervensi gizi.

2) Etiology

Menunjukkan faktor penyebab atau faktor-faktor yang mempunyai

kontribusi terjadinya Problem (P). Faktor penyebab dapat berkaitan dengan

patofisiologi, psikososial, lingkungan, perilaku dan sebagainya. Etiology ini

merupakan dasar dari penentuan intervensi apa yang akan dilakukan.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

7

3) Signs and Symptoms

Merupakan pernyataan yang menggambarkan besarnya atau kegawatan

kondisi pasien/klien. Signs umumnya merupakan data objektif, sementara

symptoms atau gejala merupakan data subyektif. Data-data tersebut diambil dari

hasil pengkajian gizi yang dilakukan sebelumnya. Signs & Symptoms ini merupakan

dasar untuk monitoring dan evaluasi hasil .

c. Intervensi Gizi

Intervensi adalah serangkaian aktivitas spesifik dan berkaitan dengan

penggunaan bahan untuk menanggulangi masalah. Aktifitas ini merupakan

tindakan yang terencana secara khusus, dengan tujuan mengatasi masalah gizi

terkait perilaku; kondisi lingkungan; atau status kesehatan individu, kelompok, atau

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi klien.

Langkah ketiga dalam PAGT ini meliputi penentuan prioritas diagnosis gizi,

pemilihan, perencanaan dan implementasi tindakan yang sesuai untuk memenuhi

kebutuhan gizi pasien, klien atau kelompok. Pemilihan intervensi gizi di tentukan

oleh diagnosis gizi dan dapat menentukan dampak intervensi yang akan diukur dan

dievaluasi kemudian. Didalam intervensi gizi terdapat 2 komponen yang saling

berkaitan yaitu :

1) Perencanaan intervensi gizi

Perencanaan intervensi gizi dimulai dengan menetapkan prioritas diagnosis

gizi berdasarkan derajat kegawatan masalah, keamanan, dan kebutuhan pasien,

diikuti kemudian dengan memilih tindakan yang berdampak pada masalah

berdasarkan penyebabnya. Untuk mementukan diagnosis gizi mana yang dapat

berpengaruh secara positif, perlu dikaji hubungan antara komponen-komponen

dalam diagnosis gizi dengan inetrvensi gizi.

Komponen Problem pada diagnosis gizi merupakan dasar untuk

menetapkan tujuan intervensi, sehingga didapatkan target yang realistis, dapat

diukur dan dapat dicapai dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan penyebab dalam

diagnosis gizi merupakan komponen yang mengarahkan intervensi gizi. Bila

penyebab tidak dapat dikoreksi melalui intervensi gizi, maka intervensi gizi

direncanakan berdasarkan komponen signs and symptoms (S/S) yang ada. Selain

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

8

itu, komponen S/S dijadikan dasar sebagai indikator untuk monitoring dan evaluasi

gizi (Sumapradja, 2011).

a) Tujuan Intervensi

Penetapan tujuan harus dapat diukur, dicapai dan ditentukan waktunya.

Idealnya penetapan tujuan dilakukan bersama dengan pasien ,dan/keluarganya,

walaupun tidak untuk semua kasus, misalnya pada pasien yang harus mendapat zat

gizi enteral atau parenteral.

b) Preskripsi diet

Presripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi mengenai

kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan, komposisi zat

gizi, dan frekuensi makan.

2) Implementasi

Suatu intervensi gizi harus menggambarkan dengan jelas:”apa, dimana,

kapan, dan bagaimana” intervensi itu dilakukan. Kegiatan ini juga termasuk

pengumpulan data kembali, dimana data tersebut dapat menunjukkan respon pasien

dan perlu atau tidaknya modifikasi intervensi gizi.

a) Fase pelaksanaan:

(1) Melakukan komunikasi rencana intervensi gizi dengan tenaga

terkait.

(2) Melaksanakan rencana intervensi

(3) Melanjutkan pengumpulan data

b) Aspek lain:

(1) Intervensi gizi secara individu

(2) Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

(3) Menindak lanjuti dan membuktikan bahwa intervensi gizi

dilaksanakan

(4) Menyesuaikan strategi intervensi bila dibutuhkan sesuai dengan

respon pasien.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

9

Tabel 1.

Domain intervensi gizi

Kelas Pengertian

1. Pemberian makanan

dan zat gizi

Penyediaan makanan atau zat gizi sesuai kebutuhan melalui

pendekatan individu. Meliputi jenis, frekuensi, modifikasi

diet ; pemberian enteral, suplemen (oral suplemen maupun

suplemen vitamin dan mineral); atau substansi bioaktif

(misalnya Psylium); feeding assistance, suasana makan dan

pengobatan terkait dengan gizi.

2. Edukasi gizi Merupakan proses formal dalam melatih ketrampilan atau

membagi pengetahuan yang membantu pasien mengelola

atau memodifikasi diet dan prilaku secara sukarela untuk

menjaga atau menignkatkan kesehatan. Meliputi edukasi

gizi awal/singkat dan edukasi gizi secara menyeluruh.

3. Konseling gizi Bersifat supportive process, ditandai dengan hubungan

kerjasama antara konselor dan pasien dalam menentukan

prioritas, tujuan/target, merancang rencana kegiatan yang

dipahami, dan membimbing kemandirian dalam merawat

diri sesuai kondisi yang ada dan menjga kesehatan.

4. Koordinasi gizi Kegiatan berkonsultasi, merujuk, atau koordinasi pemberian

asuhan gizi dengan tenaga kesehatan atau institusi lain yang

dapat membantu dalam merawat atau mengelola masalah

yang berkaitan dengan gizi.

Sumber : Sumapraja. 2011

d. Monitoring dan evaluasi gizi

Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui respon pasien terhadap intervensi

dan tingkat keberhasilannya. Indikator hasil yang diamati dan dievaluasi harus

mengacu pada kebutuhan pasien, diagnosis gizi, tujuan intervensi dan kondisi

penyakit. Sedangkan waktu pengamatan dari masing-masing indikator sesuai

dngan rujukan yang digunakan.

Data hasil monitoring dan evaluasi gizi dapat digunakan sebagai bahan

evaluasi sistem manajemen pelaynan kesehatan secara keseluruhan. Dampak dari

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

10

asuhan gizi mempunyai kontribusi pada hasil pelayanan kesehatan yang

diinginkan.

Tabel 2.

Kelas domain monitoring dan evaluasi gizi

Kelas Pengertian

5. Dampak perilaku dan

lingkungan gizi

Tingkat pemahaman, perilaku, askes dan kemampuan

yang mungkin mempunyai pengaruh pada asupan

makanan dan zat gizi

6. Dampak asupan

makanan dan zat gizi

Asupan makanan dan atau zat gizi dari berbagai

sumber, misalnya makanan, minuman, suplemen dan

melalui rute enteral maupun parenteral.

7. Dampak terhadap tanda

dan gejala fisik terkait

gizi

Pengukuran yang terkait dengan antropometri,

biokimia, dan parameter pemeriksaan fisik

8. Dampak terhadap

pasien terkait gizi

Pengukuran yang terkait dengan persepsi pasien

terhadap intervensi yang diberikan dan dampaknya

oada kualitas hidup

Sumber : Sumapraja. 2011

B. Ginjal

1. Anatomi Ginjal

Struktur ginjal dilingkupi selaput tipis dari jaringan fibrus yang rapat

membungkusnya dan membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya

terdapat struktur-struktur ginjal. Terdiri atas bagian korteks dari sebelah luar

dan bagian medula disebelah dalam. Bagian medula ini tersusun atas

limabelas sampai enambelas massa berbentuk piramida yang disebut piramis

ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilus dan berakhir di

kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Irianto, 2014).

Berikut adalah gambaran umum struktul ginjal :

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

11

Gambar 2. Ginjal : gambaran umum struktural

Sumber : O’Callghan, 2009

Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan-

satuan fungsional ginjal dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap

ginjal. Setiap nefron mulai sebagai berkas kapiler (badan malpighi ata

glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung atas lebar pada nefron. Dari sini

tubulus terbentuk sebagian berkelok-kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama

atau tubula proksimal dan sesudah itu terdapat sebuah simpai Henle. Kemudian

tubula distal yang bersambung dengan tubula penampung, yang berjalan

melintasi korteks dan medula, yang berakhir dipuncak salah satu piramida

(Irianto, 2014).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

12

2. Proses Pembentukan Urine

Proses filtrasi di glomerulus, terjadi penyerapan darah, yang tersaring

adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung

oleh simpai Bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,

bikarbonat, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrat

gromerulus (Irianto, 2014).

Pada orang sehat jumlah pertukaran filtrasi per menit 125 ml. Faktor

klinis yang mempengaruhi LFG adalah tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik

filtrat. Hipoproteinemia terjadi pada kelaparan akan menurun tekanan osmotik

dan meningkatkan LFG. Tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik filtrat

kapsula Bowman bekerja sama untuk meningkatkan gerakan air. Molekul

permeabel kecil dari plasma masuk ke dalam kapsula Bowman, tekanan

hidrostatik dan tekanan osmotik filtrat dalam kapsula Bowman bersama-sama

mempercepat gerakan air dan molekul permeabel dari kapsula Bowman masuk

ke kapiler. Jumlah tekanan (90 – 3) – (32 – 15 ) = 70 mmHg, akan

mempermudah pemimdahan filtrat dari aliran darah ke dalam kapsula Bowman.

Laju ini dinamakan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) (Syaifuddin, 2012).

Proses reabsorbsi, proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar

dari glikosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya

terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proksimal. Sedangkan pada

tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila

diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan

sisanya dialirkan pada papila renalis.

Proses sekresi, sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal

dialirkan ke papila renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

3. Pengeluaran Air Kemih Dan Mekanisme Fungsi Ginjal

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses

penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan

oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat

yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa

urine (air kemih). Setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500 ccm

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

13

plasma mengalir melalui semua glumeruli dan sekitar 100 cc dari itu di saring

keluar. Plasma yang berisi garam, glukosa, dan benda halus lainnya disaring.

Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus filter atau

saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah. Bila kita membandingkan jumlah

yang disaring oleh glumeruli setiap hari dengan jumlah yang biasanya

dikeluarkan ke dalam air kemih, kita akan dapat melihat besar daya selektif sel

tubula seperti pada tabel:

Tabel 3.

Daya selektif sel tubuh terhadap bahan yang disaring dan dibuang

Bahan Disaring Dibuang

Air 150 liter 1,5 liter

Garam 700 gr 15 gr

Glukosa 170 gr -

Urea 50 gr 30 gr

Sumber : Irianto, 2014

Urin biasanya jernih, berwarna sedikit kuning yang di sebabkan oleh

warna urobilinogen. Urobilinogen berasal dari bilirubin. Semakin pekat urin

makin kuning-coklatlah warnanya dan makin tinggi berat jenisnya. Berat jenis

urine normal 1,002-1,035. Urine yang keruh biasanya menunjukkan adanya

kristal garam atau adanya lendir.

Apabila dibiarkan beberapa lama urine akan menjadi berbau pesing

karena terbentuk amoniak (NH3) dari urea atau dari ion ammonium. Urine

bersifat asam (pH < 7) karena makanan yang mengandung banyak protein akan

menurunkan pH urine. Sedangkan makanan yang mengandung sayuran

menaikkan pH urine. pH normal urine 4,5-8,00. Volume urine yang normal ialah

900-2100 cc per hari.

Beberapa faktor yang mempengaruhi volume urine:

a. Kekentalan dari cairan tubuh, bila kita banyak minum maka: tekanan darah

cenderung naik, vas aferens berdilatasi, GFR meningkat, berakibat volume

urin meningkat. Konsentrasi air dalam plasma meningkat, ADH tidak

disekresikan oleh hipofisis mengakibatkan volume urin meningkat. Atau

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

14

sewaktu kekurangan minum atau muntaber ataupun berkeringat banyak,

maka akan terjadi hal sebaliknya: Tekanan darah cenderung turun, renin

disekresikan oleh apparatus juksta glomeruler terbentuk angiostensin II

sehingga kadar oksigen aldosteron meningkat dan volume urin menurun.

Konsentrasi air dalam plasma menurun, sekresi ADH meningkat

reabsorbsi fakultasi dari air meningkat mengakibatkan volume urin

menurun.

b. Di udara yang dingin, rangsang dingin akan menyebabkan refleks penciutan

(vasokontriksi) pembuluh darah kulit, warna kulit menjadi pucat

dan keringat berkurang, volume darah dan tekanan darah cenderung naik

GFR naik, kadar ADH menurun, renin menurun maka volume urin

meningkat. Kopi, obat asma (aminofilin), obat jantung (digitalis) semuanya

meningkatkan kardiak output, GFR meningkat dan volume urin meningkat.

c. Sewaktu stres psikis, tekanan darah dapat meningkat, GFR meningkat

volume urin meningkat (Irianto, 2014).

4. Fungsi Ginjal

Salah satu fungsi ginjal yang terpenting adalah membuang bahan-bahan sisa

dari hasil pencernaan atau metabolisme tubuh. Fungsi ginjal yang kedua adalah

mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh. Untuk air dan semua elektrolit

dalam tubuh, keseimbnangan antara asupan (akibat pencernaan atau produksi

metabolik) dan keluaran (akibat ekskresi ginjal)sebagian besar dipertahankan oleh

ginjal.

Ginjal melakukan fungsinya yang paling penting dengan menyaring plasma.

Akhirnya, ginjal “membuang” zat yang tidak diinginkan dari filtrat (dan dari

darah) dengan mengekresikannya ke dalam urine, sementara zat yang masih

dibutuhkan akan dikembalikan ke dalam darah.

Ginjal menjalankan berbagai macam fungsi yang penting untuk diketahui,

yaitu :

a. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit

Untuk mempertahankan homeostatis,ekskresi air dan elektrolit harus sesuai

dengan asupan. Jika asupan melebihi ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan

meningkat. Jika asupan kurang dari ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

15

berkurang. Asupan air dan banyaknya elektrolit terutama ditentukan oleh

kebiasaan makan dan minum seseorang sehingga mengharuskan ginjal untuk

menentukan kecepatan ekskresinya sesuai dengan asupan berbagai zat.

b. Pengaturan keseimbangan Asam-Basa

Ginjal turut mengatur keseimbangan asam-basa, bersama dengan sistem

pernapasan dan cairan tubuh, dengan cara mengekskresi asam dan mengatur

penyimpanan cairan tubuh. Ginjal merupakan satu-satunya organ untuk

membuang tipe-tipe asam tertentu, seperti asam sulfat atau fosfat.

c. Ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing

Produk ini meliputi urea (dari metabolisme asam amino), kreatinin (dari

kreatin otot), asam urat (dari asam nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin

(seperti bilirubin), dan metabolit dari berbagai hormon. Ginjal juga membuang

banyak toksin dan zat asing lainya, seperti obat-obatan dan makanan tambahan.

d. Pengaturan tekanan arteri

Ginjal berperan penting dalam mengatur tekanan arteri jangka panjang,

dengan mengekskresikan sejumlah natrium dan air. Selain itu, ginjal ikut

mengatur tekanan darah jangka pendek dengan menyekresi faktor, atau zat

vasoaktif, seperti renin, yang menyebabkan pembentukan produk vasoaktif.

e. Pengaturan produksi eritrosit

Ginjal menyekresi eritropoietin, yang pembentukan sel darah merah. Salah

satu rangsangan penting untuk sekresi eritropoietin oleh ginjal ialah hipoksia.

Pada manusia normal, ginjal menghasilkan hampir semua eritropoetin yang

disekresi ke dalam sirkulasi. Pada orang yang menderita penyakit ginjal berat atau

menjalani pengangkatan ginjal dan hemodialisis, anemia berat akan timbul

sebagai akibat penurunan produksi eritropoetin.

f. Pengaturan produksi 1,25-Dihiroksi Vitamin D3

Ginjal mengahasilkan bentuk aktif vitamin D, yaitu 1,25-dihiroksi vitamin

D3, dengan menghidroksilasi vitamin ini pada posisi nomor “1”. Vitamin D

memegang peranan penting dalam penganturan kalsium dan fosfat.

g. Sintesa Glukosa

Ginjal menyintesis glukosa dari asam amino dan prekusor lainnya selama

masa puas yang panjang. Proses sintesis ini disebut glukoneogenesis. Kapasitas

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

16

ginjal untuk menambahkan glukosa pada darah selama masa puasa yang panjang,

dapat menyaingi kapasitas pada hati (Manaba, 2016).

5. Penyakit gagal ginjal

Semua proses penyakit yang mengakibatkan kehilangan nefron secara

progref dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Seiring dengan berkurangnya

jumlah nefron yang berfungsi, nefron yang tersisa melakukan kompensasi

dengan meningkatkan filtrasi dan reabsorbsi zat terlarut. Komplikasi gagal ginjal

kronik disebabkan oleh akumulasi berbagai zat yang normalnya diekskresi oleh

ginjal, Serta produksi vitamin D dan eritropoeietin yang tidak adekuat oleh

ginjal.

Pada gagal ginjal kronik, biasanya terdapat komplikasi kronik yang

meliputi anemia akibat eritropoietin yang tidak adekuat, serta penyakit tulang,

biasanya dengan kadar kalsium rendah, fosfat tinggi, dan hormon paratiroid

(O’Callghan, 2009).

Kategori albuminuria Diskripsi dan

rentang

A1 A2 A3

Normal –

peningkatan

ringan

Peningkatan

sedang

Peningkataan

berat

< 30 mg/g

<3

mg/mmol

30-300

mg/g

3-3-

mg/mmol

>300 mg/g

>30mg/mmol

Kate

gori

GFR

G1 Normal atau

tinggi

≥90

G2 Penurunan

ringan

60-89

G3a Penurunan

ringan –

sedang

45-59

G3b Penurunan

sedang –

berat

30-44

G4 Penurunan

berat

15-29

G5 Gagal

Ginjal

<15

Gambar 3. Derajat dan progresivitas PGK

Sumber : KDIGO 2012 dalam Infodatin, 2017

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

17

Keterangan : Warna hijau : resiko rendah ( jika tidak terdapat marker penyakit

ginjal : bukan PGK); kuning: resiko meningkat sedang; oranye: resiko tinggi;

merah: resiko sangat tinggi.

Pada derajat awal, PGK belum menimbulkan gejala dan tanda, bahkan

hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik namun

sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Kelainan secara klinis

dan laboratorium baru terlihat dengan jelas pada derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi

glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti badan lemah, mual, nafsu makan

berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan pasien. Pasien mulai

meraakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi glomerulus kurang

dari 30% (Infodatin, 2017).

Penyebab tersering penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan terapi

penggantian ginjal adalah Diabetes melitus (40%), Hipertensi (25%), dan

Glomerulinefritis (15%) (O’Callghan, 2009).

Tahap perkembangan gagal ginjal kronik menurut Baradero,dkk. 2009.

a. Penurunan cadangan ginjal

1) Sekitar 40 – 75% nefron tidak berfungsi

2) Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal

3) BUN dan kreatinin serum masih normal

4) Pasien asimtomatik

b. Gagal Ginjal

1) 75-80% nefron tidak berfungsi

2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal

3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat

4) Anemia ringan dan azotemia ringan

5) Nokturia dan poliuria

c. Gagal ginjal

1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal

2) BUN dan kreatinin serum meningkat

3) Anemia, azotemua dan asidosis metabolik

4) Berat jenis urine

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

18

5) Poliuri dan nokturia

6) Gejala gagal ginjal

d. End-stage renal disease (ESRD)

1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi

2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal

3) BUN dan kreatinin tinggi

4) Anemis, azotemua, dan asidosis metabolik

5) Berat jenis urine tetap 1,010

6) Oliguria

7) Gejala gagal ginjal

Selama gagal ginjal kronik, beberapa nefron termasuk glomeruli dan

tubula masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak dan tidak

berfungsi lagi. Nefron yang masih utuh dan berfungsi mengalami hipertrofi dan

menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Reabsorbsi tubula juga meningkat

walaupun laju filtrasi glomerulus berkurang. Kompensasi nefron yang masih

utuh dapat membuat ginjal mempertahankan fungsinya sampai tiga perempat

nefron rusak (Baradero,dkk, 2009).

6. Tanda dan gejala Gagal Ginjal kronik

Solut dalam cairan menjadi lebih banyak dari yang dapat direabsorbsi dan

mengakibatkan diuresis osmotik dengan poliuria dan haus. Akhirnya, nefron

yang rusak bertambah dan terjadi oliguria akibat sisa metabolisme tidak

diekskresikan.

Tanda dan gejala timbul akibat cairan dan elektrolit yang tidak seimbang,

perubahan fungsi regulator tubuh, dan retensi solut. Anemia terjadi karena

produksi eritrosit juga tergangu (sekresi eritropoietin ginjal berkurang). Pasien

mengeluah cepat lelah, pusing dan letargi.

Hiperurisemia sering ditemukan pada pasien dengan ESRD. Fosfat serum

juga meningkat, tetapi kalsium mungkin normal atau di bawah normal. Hal ini

disebabkan ekskresi ginjal terhadap fosfat menurun. Ada peningkatan produksi

parathormon sehingga kalsium serum mungkin normal.

Tekanan darah meningkat karena adanya hipervolemia; ginjal

mengeluarkan vasopresor (renin). Kulit pasien juga mengalami

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

19

hiperpigmentasi serta kulit tampak kekuningan atau kecokelatan. Uremic frosts

adalah kristal deposit yang tampak pada pori-pori kulit. Sisa metabolisme yang

tidak dapat diekskresikan oleh ginjal diekskresikan melalui kapiler kulit yang

halus sehingga tampak uremic frosts: pasien dengan gagal ginjal yang

berkembang dan menjadi berat (tanpa pengobatan yang efektif), dapat

mengalami tremor otot, kesemutan betis dan kaki, perikarditis dan pleuritis.

Tanda ini dapat hilang apabila kegagalan ginjal ditangani dengan modifikasi

diet, medikasi dan/atau dialisis.

Gejala uremia terjadi sangat perlahan sehingga pasien tidak dapat

menyebutkan kaitan uremianya. Gejala azotemia juga berkembang termasuk

letargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan menurun, cepat

marah dan depresi. Gagal ginjal yang berat menunjukkan gejala anoreksia,

mual dan muntah yang berlangsung terus, pernapasan pendek, edema pitting,

serta pruritus.

Wanita dengan ESRD yang sudah berkembang mengalami perubaan

siklus menstruasi. Kemungkinan terjadi pendarahan diantara menstruasi

(ringan atau berat) atau menstruasi berhenti sama sekali. Perubahan pada

menstruasi dapat mengakibatkan infertilitas. Pria dapat mengalami kesulitan

ereksi. Apabila 80-90% fungsi ginjal sudah hlang, pasien akan menunjukkan

kegagalan ginjal yang khas.

Sekitar 30-70% dari pasien dengan CRF mengalami hipertrigliseridemia

Aterosklerosis mungkin terjadi sebagai akibat peningkatan rasio high-density

lipoprotein (HDL) (Baradero,dkk, 2009).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

20

Tabel 4.

Manisfestasi sistem tubuh pada gagal ginjal kronik

Penyebab Tanda/gejala Parameter pengkajian

Sistem hematopoietik

1. Eritropoietin

menurun

2. Perdarahan

3. Trombositopenia

ringan

4. Kegiatan trombosit

menurun

Anemia, cepat lelah

Trombositopenia

Ekimosis

Perdarahan

Hematokrit

Hemglobin

Hitung trombosit

Petekie dan hematoma

Hematemesis dan

melena

Sistem kardiovaskular

1. Kelebihan beban

cairan

2. Mekanisme renin

angiotensin

3. Anemia

4. Hipertensi kronik

5. Toksin uremik dalam

cairan perikardium

Hipervolemia

Hipertensi

Takikardia

Disritmia

Gagal jantung

kongestif

Perikardia

Tanda vital

Berat badan

Elektokardiogram

Auskultasi jantung

Pemantauan elektrolit

Kaji keluhan nyeri

Sistem pernapasan

1. Mekanisme

kompensasi untuk

asidosis metabolik

2. Toksin uremik

3. Paru uremik

4. Kelebihan beban

cairan

Takipnea

Pernapasan kussmaul

Halitosis uremik atau

fetor

Sputum yang lengket

Batuk disertai nyeri

Suhu tubuh meningkat

Hilar pneumonitis

Pleural friction rub

Edema paru

Pengkajian pernapasan

Hasil pemeriksaan gas

darah arteri

Inspeksi mukosa oral

Tanda vital

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

21

Penyebab Tanda/Gejala Parameter Pengkajian

Sistem gastrointestinal

1. Perubahan kegiatan

trombosit

2. Toksin uremik serum

3. Ketidaknseimbangan

elektrolit

4. Urea diubah menjadi

amonis oleh saliva

Anoreksia

Mual muntah

Perdarahan

gastrointestinal

Distensi abdomen

Diare dan konstipasi

Asupan dan haluaran

Hematokrit

Hemoglobin

Uji guaiak untuk feses

Kaji feses

Kaji nyeri abdomen

Kulit

1. Anemia

2. Pigmentasi

3. Kelenjar keringat

mengecil

4. Kegiatan kelenjar

lemak menurun

5. Ekskresi sisa

metabolisme

melalui kulit

Pucat

Pigmentasi

Pruritus

Ekimosis

Lecet

Uremic frosts

Lecet, lebam dan luka

Kaji warna kulit

Perhatikan garukan

pada kulit.

Sistem perkemihan

1. Kerusakan nefron

Urine berkurang

Berat jenis urine

menurun

Proteinuria

Fragmen dan sel

dalam urine

Natrium dalam urine

berkurang

Asupan, BUN dan

kreatinin serum

Elektrolit serum

Berat jenis urine

Sumber : Baradero, dkk, 2009

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

22

C. Hemodialisis

Pada Penyakit ginjal kronik, terutama pada tahap terminal, ginjal tidak

dapat melakukan fungsi normalnya dalam metabolisme hormon dan

metabolisme darah dengan cara menyaring hasil sisa metabolisme dan cairan.

Hal tersebut tidak dapat dilakukan sehingga terjadi akumulasi residu

metabolisme dan cairan dalam tubuh. Oleh karena itu, terapi pengganti ginjal

seperti hemidialisis (HD), dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan

(DPMB), atau transplantasi ginjal harus dilakukan ( Saat et al, 2011 dalam

Susetyowati, dkk, 2017).

Hemodialisis merupakan difusi molekul dalam darah seperti kalium,

natrium, fosfor, sulfur, asam amino berat molekul kecil dan hasil sisa

metabolisme nitrogen melewati membran semipermeabel mengikuti

konsentrasi gradien elektrokimia, seperti urea yang mengalir dari darah menuju

dialisat dan bikarbonat yang mengalir dari dialisat menuju darah. Hemodialisis

bertujuan membersihkan darah dari hasil sisa metabolisme, termasuk garam

dan cairan, mengontrol tekanan darah serta membantu menyeimbangkan

komponen mikronutrien seperti kalium, natrium, fosfor dan klorida

(Himmelfarb dan Ikizler, 2010 dalam Susetyowati, dkk, 2017).

Hemodialisis berperan sebagai pengganti sebagian fungsi ginjal, yaitu

mengekskresikan zat sisa dan zat toksik seperti ureum dan kreatinin dalam

tubuh. Sedangkan, fungsi ginjal lain seperti stimulator hormon eritropoetin

tidak bisa digantikan sehingga pasa pasien yang mengalami defisiensi hormon

eritropoetin akan mengalami anemia (Weiner, 2007 dalam Susetyowati, dkk,

2017).

Pada pasien HD, malnutrisi merupakan masalah utama yang sering

terjadi karena beberapa faktor seperti asuhan zat gizi inadekuat, peningkatan

penggunaan energi, dan peningkatan katabolisme protein. Bila hal ini

berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan peningkatan kerentanan

infeksi , luka sukar sembuh, fatigue, malaise, serta kerentanan terhadap

morbiditas dan mortalitas (Espahbodi et al, 2014 dalam Susetyowati, dkk,

2017)

Zat-zat gizi yang hilang saat hemodialisis adalah asam amino yaitu 10

sampai 12 gram, sejumlah kecil protein yang kurang dari 1 sampai 3 gr

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

23

termasuuk kehilangan darah, serta glukosa sekitar 12 – 25 gr. Dari hasil

penelitian retrospektif didaptkan bahwa apabila konsumsi protein kurang dari

1,2 g/kg BB/hari berhubungan dengan rendahnya serum albumin dan tingginya

morbiditas dan mortalitas. Penelitian lain menyebutkan, konsumsi protein 1,1

g/kgBB/hari dengan 50% protein bernilai biologi tinggi dapat mempertahankan

status gizi pada beberapa pasien, tetapi pada sebagian besar pasien tidak cukup

bila dengan asupan energi 25-35 kkal/kgBB/hari (Susetyowati, dkk, 2017).

D. Penatalaksanaan Diet pada Penyakit Gagal ginjal dengan Hemodialisis

Penyakit gagal ginjal kronis adalah penyakit dengan penurunan fungsi

ginjal yang telah berlangsung lama dan umunya tidak dapat pulih. Apabila

penururnan fungsi ginjal sudah mencapai stadium akhir dan ginjal tidak

berfungsi lagi, diperlukan cara untuk membuang zat-zat racun dari tubuh, yaitu

dengan hemodialisis (HD).

Disamping dapat mengeluarkan zat-zat toksik dan kelebihan cairan,

proses hemodialisis juga dapat membuang zat-zat gizi yang masih diperlukan

tubuh, diantaranya protein, glukosa, dan vitamin larut air. Padahal, kehilngan

zat-zat gizi ini, terutama protein, bila tidak ditanggulangi dengan baik akan

menyebabkan gangguan status gizi.

Bagi pasien yang telah menjalani HD rutin, dapat makan lebih bebas.

Tetapi, bukan berarti diet tidak diperlukan, karena pengaturan makanan

bertujuan agar kenaikan hasil sisa metabolisme protein tidak berlebihan pada

waktu antara dialisis, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, serta

memenuhi kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi (Susetyowati, dkk, 2017)

1. Pengkajian Gizi

a. Riwayat gizi/makanan

Asupan makanan pada pasien penyakit gagal ginjal biasanya kurang,

kerena pasien mengalami Anoreksia. Kebiasaan makan, alergi/pantangan,

modifikasi diet meliputi bahan makanan sumber protein, bahan makanan

sumber kalium,bahan makananan sumber natrium (Muttaqin, dkk, 2013).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

24

b. Data biokimia

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronis

adalah kadar ureum serum (10 – 50 mg/dL), kreatinin serum (<1,5 mg/dL) ,

dan Hemoglobin ( 13 – 16 g/dL laki-laki, 12-14 g/dL perempuan).

c. Pengukuran antropometri

Hasil pengukuran fisik/ukuran tubuh pada pasien penyakit Gagal

ginjal adalah : Berat badan, tinggi badan serta di hitung apakah ada edema,

pengukuran di gunakan untuk penilaian status gizi.

d. Pemeriksaan fisik klinis

Gejala fisik yang biasa dialami pada pasien penyakit gagal ginjal

adalah pucat, mual, muntah, oliguri, batuk disertai nyeri, suhu tubuh

meningkat dan hipertensi.

e. Riwayat klien

Riwayat penyakit klien hipertensi, diabetes mellitus, batu ginjal dan

nefritis (Muttaqin, dkk, 2013).

2. Diagnosis gizi

Kemungkinan Kode Diagnosis Gizi yang di alami oleh pasien Gagal

ginjal Kronik

a. NI.5.4 Penurunan kebutuhan zat gizi tertentu berkaitan dengan

disfungsi ginjal ditandai oleh peningkatan ureum, kreatinin, kalium,

phospor, GFR < 90 ml/menit dan edema.

b. NI.3.2 Kelebihan asupan cairan berkaitan dengan penurunan

pengeluaran cairan melalui ginjal ditandai oleh kenaikan BB, edema,

asupan cairan > rekomendasi, dan kelebihan asupan garam

(Muttaqin,dk, 2013).

c. NC.2.2 Perubahan Nilai lab terkait gizi berkaitan dengan rusaknya

nefron yang tidak bisa menyaring sampah ditandai oleh kadar ureum,

kreatini dan Hb darah.

d. NI.5.3 Penurunan kebutuhan natrium dan cairan berkaitan dengan

fungsi ginjal yang berperan dalam keseimbangan kadar natrium darah

ditandai oleh tensi darah tinggi

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

25

e. NC.1.4. Perubahan fungsi gastrointestinal berkaitan dengan perubahan

kegiatan trombosit karna gagal ginjal yangg diderita di tandai oleh ada

nya gejalan mual dan anoreksia (Baradero, dkk, 2009).

3. Intervensi gizi

a. Tujuan Diet Penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis adalah untuk:

1) Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki

status gizi, agar pasien dapa melakukan ativitas normal.

2) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit (Almatsier, 2010).

3) Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan

4) Memberikan protein yang cukup untuk mengganti AAE dan nitrogen

yang hilang dalam dialisat serta mempertahankan keseimbangan

nitrogen (Susetyowati, dkk, 2017)

b. Jenis diet

Diet pada dialisis bergantung pada frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal

dan ukuran badan pasien. Diet untuk pasien dengan dialisis biasanya harus

direncanakan perorangan. Berdasarkan berat badan dibedakan menjadi 3

jenis diet dialisis:

1) Diet Dialisis I, 60 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat

badan ±50kg.

2) Diet Dialisis II, 65 g proein. Diberikan kepada pasien dengan berat

badan ±60 kg.

3) Diet Dialisis III, 70 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berar

badan ±65 kg.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

26

Gambar 4. Pengelolaan Nutrisi Berdasarkan Tahapan PGK

Sumber : Muttaqin, 2013

c. Syarat diet

Syarat-syarat Diet Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis adalah :

1) Energi

Rekomedasi asupan energi bagi pasien gagal ginjal kronik dengan

hemodialisis adalah 30-35 kkal/Kg BB Ideal/hari (PERNEFRI, 2011).

Rekomendasi ini berdasarkan studi metabolik yang menunjukkan asupan

energi sebesar 35 kkal/kg BB dapat mempertahankan keseimbangan

nitrogen netral dan komposisi tubuh yang stabil. Pada pasien hemodialisis,

bila berat badan tampak semakin kurus, atau menurun, berarti jumlah

kalori yang dimakan kurang memenuhi kebutuhan. Apabila berat badan

meningkat dengan cepat (diatas 2 kg) pada waktu di antara HD ( 3 – 4

hari), hal ini disebabkan adanya penimbunan cairan, bukan kaena jumlah

makanan yang terlalu berlebihan (Susetyowati, dkk, 2017).

2) Protein

Asupan protein yang adekuat sangatlah penting agar pasien dapat

mempertahankan keseimbangan nitrogen positif atau netral. Rekomendasi

asupan protein bagi pasien gagal ginjal dengan hemodialisis adalah 1,2

g/Kg BB Ideal/ hari dengan minimal 50% protein bernilai biologis yang

tinggi, karena dapat menyediakan asam amino esensial. Pemberian asupan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

27

protein tidak dibedakan berdasarkan usia, karena adanya faktor

hemodialisis yang memberikan efek katabolik.

Asupan protein yang inadekuat dapat menyebabkan malnutrisi

energi-protein. Kebutuhan protein pada pasien hemodialisis dipengaruhi

oleh keadaan asidosis metabolik, infeksi, inflamasi atau operasi yang dapat

meningkatkan katabolisme tubuh. Pasien rawat inap pada umumnya

mengkonsumsi jumlah protein kurang dari kebutuhan, sehingga

memerlukan konseling dan pengawasan dari ahli gizi (Susetyowati, dkk,

2017).

3) Lemak

Pada psien hemodialisis ditemukan prevalensi lemak abnormal

yang tinggi. Lemak yang abnormal tersebut merupakan faktor yang

berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit kardiovaskular.

Rekomendasi asupan lemak pada pasien gagal ginjal dengan hemodialisis

adalah 25-30% dari total kalori, dengan pembatasan lemak jenuh <10%.

Bila didapatkan dislipidemia dianjurkan kadar kolesterol dalam makanan

<200 mg/hari (PERNEFRI, 2011). Sebelum dilakukan modifikasi diet,

perlu dilakukan penilaian malnutrisi energi-protein karena pembatasan

asupan lemak akan memengaruhi besarnya asupan kalori (Susetyowati,

dkk, 2017).

4) Natrium dan Air

Penurunan LFG akan berdampak pada retensi natrium akibat

penurunan kemampuan ginjal dalam mengompensasi dan mengekskresi

kelebihan natrium didalam tubuh. Penurunan LFG tersebut menyebabkan

terjadninya oliguria atau anuria. Faktor yang memengaruhi keseimbangan

natrium dan cairan adalah diet dan hemodialisis. Rekomendasi asupan

natrium pada pasien hemodialisis yaitu kurang dari 2,4 gram/hari atau

berkisar 1000 – 2300 mg/hari, dengan rekomendasi asupan cairan sebesar

750 – 1000 ml + jumlah urine yang diekskresi, namun tidak boleh lebih

dari 1500ml/hari, termasuk yang berasal dari makanan (CARI, 2013 dalam

Susetyowati, dkk, 2017).

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

28

Tujuan pembatasan asupan matrium dan cairan tersebut adalah

untuk mencegah kenaikan berat badan iterdialitik yang berlebihan dan

untuk mengendalikan tekanan darah. Peningkatan berat badan interdialitik

yang dianjurkan tidak melebihi 2-3 kg atau sebesar 3-5% berat kering

pasien. Peningkatan berat badan interdialitik yang berlebihan

menggambarkan adanya konsumsi natrium dan cairan yang berlebihan.

Sedangkan, kenaikan berat badan interdialitik yang kurang

menggambarkan asupan oral yang rendah. Bahan makanan sumber

natrium dan garam dibatasi, bila ada penimbunan air dalam jaringan

(odema), tekanan darah tinggi, dan adanya sesak napas (Susetyowati, dkk,

2017).

5) Kalium

Penurunan LFG dapat mengakibatkan penurunan kemampuan

ginjal dalam menyaring dan mengekskresikan kalium. Banyaknya kalium

yang terbuang melalui proses hemodialisis setiap kalinya sebesar 70 – 150

mEq. Pembatasan bahan makanan sumber kalium tetap diperlukan,

sehingga kadar kalium darah tidak terlalu tinggi sebelum HD berikutnya,

terutama bila buang air kecilnya sedikit (Susetyowati, dkk, 2017).

6) Fe

Asupan zat besi, simpanan zat besi dan kehilangan zat besi

merupakan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keseimbangan zat

besi. Asupan zat besi yang tidak memadai akan berpengaruh terhadap

peningkatan absorbsi besi dari makanan, memobilisasi simpanan zat besi

dalam tubuh dan mengurangi transport besi ke sumsum tulang, serta akan

menurunkan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan terjadinya

anemia karena defisiensi zat besi yang tergolong berat menyebabkan

penurunan hemoglobin yang nyata akan mengurangi kapasitas membawa

oksigen sehingga terjadi hipoksia jaringan yang kronis (Gibney, 2009

dalam Hasanah, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ma’sumah, dkk,

2014 dalam Hasanah, 2016 bahwa terdapat hubungan positif antara asupan

protein dengan kadar hemoglobin pada penerita gagal ginjal kronis dengan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

29

hemodialisis rawat jalan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang semakin

terpenuhi kebutuhan protein maka semakin terpenuhi kebutuhan protein

maka semakin tinggi kadar hemoglobin pasien. Pembentukan hemoglobin

dalam darah dapat dipengaruhi oleh zat besi. Zat besi dalam bahan

makanan berbentuk besi heme dan non heme yaitu senyawa besi yang

berkaitan dengan protein. Besi heme dapat diperoleh dari bahan makanan

protein hewani dan bahan makanan protein hewani dan besi non heme dari

bahan makanan nabati.

7) Fosfor dan Kalsium

Fosfor adalah mineral yang penting didalam tubuh dan biasanya

selalu berhubungan dengan kalsium untuk memnantu menjaga kekuatan

tulang dan gigi. Kelebihan fosfor akan dibuang lewat ginjal. Pada gagal

ginjal , fosfor menumpuk dalam tubuh dan tinggi dalam darah sehingga

memicu keluarnya kalsium dari tulang. Akibatnya tulang menjadi rapuh,

pengaturan makan yang dianjurkan yaitu membatasi bahan makanan

sumber fosfor dan meningkatkan bahan makanan sumber kalsium. Jumlah

fosfor yang tinggi dalam darah dapat diatasi dengan menggunakan obat-

obatan pengikat fosfor (Susetyowati, dkk, 2017).

Rekomendasi asupan fosfor pada penderita gagal ginjal dengan

hemodialisis adalah sebanyak 800 – 1000 mg/hari, sedangkan untuk

kalsium sebanyak ≤2000 mg/hari dari diit dan obat (PERNEFRI, 2011).

d. Edukasi dan Konseling

Diet Ginjal Kronik dengan Hemodialisis diperuntukan untuk klien

yang mengalami penurunan fungsi ginjal berat secara perlahan-lahan

(menahun) disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal. Dengan mengisi

brosur anjuran makanan sehari dengan menekankan pada perubahan pola

makan tinggi protein. Menjelaskan kepada klien dimulai dengan

menginformasikan hasil pengkajian gizi, menjelaskan tujuan diet,

mendiskusikan perubahan pola makan, menjelaskan cara penrapan diet

rendah protein, mendiskusikan hambatan yang dirasa klien dan alternatif

pemecahan masalah (Cornelia, dkk. 2013).

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

30

4. Monitoring dan Evaluasi

Monitor progress:

a. Mengecek kepatuhan/kolaborasi terhadap rencana.

b. Mengecek kesesuaian implementasi dengan rencana.

Mengukur Outcome :

a. Antropometri : berat badan sebelum dan sesudah dilakukan diet

b. Biokimia : BUN, kreatinin, kalium, kalsium, phospor, dan albumin.

c. Klinis dan fisik : tekanan darah, oedema, mual , dan anoreksia

d. Dietary : asupan makanan (energy, protein, natrium, kalium dan cairan).

Evaluasi outcomes : membandingkan hasil dengan standar, menilai

tujuan (Muttaqin, 2013).

E. Keranka Teori

Gambar 5. Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi dari, Almatsier, 2010, O’Callghan, 2009 dan PAGT, 2014

• Diabetes Melitus

• Hipertensi

• Glomerulonefritis

• Ginjal Polikistik

Penyakit Gagal Ginjal

Kronik

Terapi Medis

Terapi Diit

Penatalaksanaan Asuhan

Gizi Terstandar (PAGT)

1. Kajian Gizi

2. Diagnosis gizi

3. Intervensi gizi

4. Monitoring dan

evaluasi

Hemodialisis

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

31

F. Kerangka Konsep

Gambar 6. Kerangka Konsep

Penyakit Gagal

Ginjal Kronis

dengan

Hemodialisis

Penatalaksanaan Asuhan Gizi

Terstandar (PAGT)

1. Kajian Gizi

2. Diagnosis gizi

3. Intervensi gizi

4. Monitoring dan evaluasi

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

32

G. Definisi Operasional

Tabel 5.

Matrik Definisi Oprasional

NO VARIABEL DEFINISI

OPERASIONAL

CARA UKUR ALAT UKUR HASIL UKUR

SKALA

1 Penatalaksanaan

asuhan gizi

terstandar

(PAGT)

Melaksanakan asuhan gizi

terstandar (PAGT) pada

pasien gagal ginjal kronis

dengan Hemodialisis di

RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek dengan cara

menentukan kajian gizi,

diagnosisi gizi , intervensi

gizi, dan monitoring dan

evaluasi di bawah

bimbingan ahli gizi rumah

sakit dan dosen

pembimbing.

1. Pengkajian gizi

2. Diagnosis gizi

3. Intervensi gizi

4. Monitoring dan

evaluasi

Timbangan BB dan

Mikrotis/Knemometri

Formulir NCP

Formulir Recall

Formulir MST

Membandingkan

hasil data sebelum

dan sesudah

penatalaksanaan

asuhan gizi

terstandar

(PAGT)

-

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

33

A. kajian gizi Kegiatan mengumpulkan,

mengintegrasikan .dan

menganalisis data untuk

identifikasi masalah gizi

yang terkait dengan aspek

asupan zat gizi dan

makanan.

5. Menimbang BB

dan mengukur

TB

6. Melakukan

Recall

Timbangan BB,

Mikrotois/Knemometri

dan Formulir Recall

Membandingkan

dengan IMT

Membandingkan

nilai biokimia

dengan standar

Membandingkan

asupan dengan

kebutuhannya

-

B. Diagnosis

gizi

kegiatan mengidentifikasi

dan memberi nama masalah

gizi yang aktual, dan atau

berisiko menyebabkan

masalah gizi. Pemberian

Diagnosis gizi berdasarkan

PES (Problem , Etiologi &

Signs/Symptoms)

7. - - - -

C. Intervensi

Gizi

aktivitas spesifik dan

berkaitan dengan

penggunaan bahan untuk

8. Menimbang

menu makanan

Timbangan Bahan

Makanan

Mambandingkan

menu yang

-

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

34

menanggulangi masalah

gizi dengan memberikan

edukasi dan konseling serta

menu.

yang akan

diberikan.

9. Membandingkan

perilaku

sebelum dan

sesudah

diberikan

edukasi dan

konseling.

diberikan dengan

kebutuhannya

Perilaku berubah

mengikuti anjuran

diet yang

disarankan.

D. Monitoring

dan evaluasi

respon pasien terhadap

intervensi dan tingkat

keberhasilannya.

10. Membandingkan

parameter

sesudah dengan

sebelum diet.

Membandingkan

gejala dan tanda

sebelum dan

sesudah diet

Formulir recall

Timbangan BB

Mikrotois

Bila ada

perubahan di

lanjutkan bila

tidak di lakukan

perencanaan

kembali

-

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penatalaksanaan Asuhan Gizi ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/167/2/BAB II b.pdf · yaitu bagaimana dietisien dapat berkolaborasi dengan klien/pasien, memberikan

35