28
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan di Masyarakat 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan apabila dilihat dalam kepustakaan asing memiliki dua istilah teknis yakni civic education dan citizenship education. Selanjutnya, Cogan (Hurri dan Asep, 2016: 2) menjelaskan bahwa civic education adalah suatu mata pelajaran dasar yang ada di sekolah, civic education dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda agar ketika dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan citizenship education merupakan istilah umum dari pendidikan kewarganegaraan yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan, dan dalam media yang membantunya untuk menjadi warga negara seutuhnya. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk mempersiapkan warga negara muda agar ketika dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat dan menjadi warga negara seutuhnya. Selain definisi diatas, civic education dan citizenship education juga mempunyai definisi sebagai pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan kewargaan. Pendidikan kewarganegaraan (civic education) dijelaskan lebih lanjut oleh Zamroni (Taniredja, 2015: 3), bahwa pendidikan Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan di ...repository.ump.ac.id/9668/3/Al Kahfi Bibul Zaqi_BAB II.pdf · Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP,

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pendidikan Kewarganegaraan di Masyarakat

    1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

    Pendidikan Kewarganegaraan apabila dilihat dalam kepustakaan

    asing memiliki dua istilah teknis yakni civic education dan citizenship

    education. Selanjutnya, Cogan (Hurri dan Asep, 2016: 2) menjelaskan

    bahwa civic education adalah suatu mata pelajaran dasar yang ada di

    sekolah, civic education dirancang untuk mempersiapkan warga negara

    muda agar ketika dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat.

    Sedangkan citizenship education merupakan istilah umum dari pendidikan

    kewarganegaraan yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di

    luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi

    keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan, dan dalam media yang

    membantunya untuk menjadi warga negara seutuhnya. Dari hal tersebut

    dapat diketahui bahwa tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah

    untuk mempersiapkan warga negara muda agar ketika dewasa dapat

    berperan aktif dalam masyarakat dan menjadi warga negara seutuhnya.

    Selain definisi diatas, civic education dan citizenship education juga

    mempunyai definisi sebagai pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan

    kewargaan. Pendidikan kewarganegaraan (civic education) dijelaskan

    lebih lanjut oleh Zamroni (Taniredja, 2015: 3), bahwa pendidikan

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 93

    kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk

    mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak

    demokratis. Hal tersebut dilakukan melalui aktifitas menanamkan

    kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk

    kehidupan masyarakat yang menjamin hak-hak warga masyarakat.

    Selanjutnya menurut Rosyada (Taniredja, 2015: 3), istilah pendidikan

    kewargaan (citizenship education) mendidik generasi muda menjadi warga

    negara yang yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam

    konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara melainkan juga

    membangun kesiapan warga negara menjadi warga negara dunia (global

    society). Berdasarkan definisi diatas, dapat diketahui bahwa civic

    education dan citizenship mempunyai tujuan mempersiapkan warga negara

    yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya, berpikir kritis dan

    membangun kesiapan warga negara menjadi warga negara dunia (global

    society).

    Dengan demikian, bahwa orientasi pendidikan kewargaan secara

    subtansif lebih luas cakupannya dari istilah pendidikan kewarganegaraan.

    Namun, baik itu pendidikan kewarganegaraan ataupun pendidikan

    kewargaan negara memiliki usaha yang sama, yaitu membekali peserta

    didik dan masyarakat secara umum dengan pengetahuan dan kemampuan

    menjadi warga negara. Tujuan dari usaha tersebut adalah agar dapat

    menciptakan warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan

    kewajibannya, berpikir kritis, dan mempersiapkan warga negara muda agar

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    ketika dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat dan menjadi warga

    negara seutuhnya yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara sebagai

    warga negara dunia.

    2. Pendidikan Kewarganegaraan di Masyarakat

    Pendidikan kewarganegaraan tidak saja ada dalam sekolah,

    melainkan ada juga dalam masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan

    dalam masyarakat memiliki konten, tugas dan fungsi sejajar dengan

    sekolah. Sebagaimana pendapat Cogan (2012: 1) bahwa “What is called

    for is a new conception of citizenship education, one in which both schools

    and the communities they serve and are a part of, are equal partners in the

    education of each new generation of citizens”. Pendapat tersebut

    menjelaskan bahwa dalam konsepsi baru tentang pendidikan

    kewarganegaraan, salah satunya adalah keberadaan antara sekolah dan

    masyarakat merupakan mitra yang sejajar untuk melayani dan melakukan

    pendidikan bagi generasi baru sebagai warga Negara. Oleh karena itu,

    dalam melaksanakan pendidikan kewarganegaraan sekolah dan masyarakat

    dapat bekerjasama untuk melayani dan melaksanakan pendidikan

    kewarganegaraan.

    Selanjutnya Peter Levine (Kardiman, 2014:4) menjelaskan bahwa

    pendidikan kewarganegaraan akan membantu untuk memperkuat dan

    mempertahankan suatu masyarakat sipil (civil society) di mana warga

    negara muda berpartisipasi sebagai warga negara untuk belajar

    keketerampilan (civic skill), pengetahuan (civic knowledge), dan nilai-nilai

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    (civic value) yang mereka butuhkan dalam lingkup masyarakat yang lebih

    luas dari dominasi warga negara dewasa. Sejalan dengan Branson

    (Kardiman: 2014: 4) yang menyatakan bahwa Pendidikan

    Kewarganegaraan merupakan pendidikan yang mengandung tiga

    komponen utama yang cocok untuk dikembangkan pada masyarakat yang

    demokratis yaitu pengetahuan kewarga-negaraan (civic knowledge),

    kecakapan kewarganegaraan (civic skill), dan watak-watak

    kewarganegaraan (civic disposition).

    Dari teori-teori diatas, dapat diketahui bahwa pendidikan

    kewarganegaraan bukan hanya terdapat di sekolah namun juga terdapat

    dalam masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan di masyarakat akan

    membantu mengembangkan kemampuan masyarakat meliputi

    keterampilan, pengetahuan, nilai-nialai serta watak-watak warganegara

    yang membantu masyarakat memenuhi kebutuhan dalam lingkup

    masyarakat yang lebih luas. Masyarakat dan warga sekolah bersinergi dan

    bekerjasama untuk melayani dan melakukan pendidikan bagi generasi baru

    sebagai warga negara sehingga tujuan dari pendidikan kewarganegaraan

    dapat berjalan dengan baik.

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    B. Nilai-nilai Nasionalisme

    1. Pengertian Nilai

    Nilai pada dasarnya memberikan pemaknaan terhadap sesuatu hal.

    Nilai dapat diartikan sebagai suatu gagasan terkait dengan sesuatu yang

    dianggap baik dan, indah, layak dan lain sebagainya. Untuk memperjelas

    pengertian nilai dapat ditinjau dari pengertian para ahli. Copp (2017: 457)

    menyatakan bahwa nilai merupakan keadaan-keadaan yang pada dasarnya

    baik dan mana yang pada dasarnya buruk. Suatu nilai dapat diketahui

    dengan melihat keadaan yang pada dasarnya baik dan keadaan yang pada

    dasarnya buruk. Senada dengan pernyataan tersebut, Bertens (2007: 139)

    menyatakan bahwa “Nilai merupakan sesuatu yang menarik, sesuatu yang

    dicari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan,

    dan sesuatu yang baik”. Setiap keadaan, benda dan kegiatan didalamnya

    terdapat hal baik yang menarik untuk dicari dan diinginkan.

    Berdasarkan teori diatas dapat dipahami bahwa teori nilai merupakan

    bagian dari cabang filsafat ilmu yang berkaitan dengan kegunaan dari

    pengetahuan, hal, kegiatan dan kegunaan yang dicari yang diperoleh

    berdasarkan pada baik dan buruk. Menurut Bertens (2007: 141) nilai

    memiliki beberapa ciri sebagai berikut:

    a. Nilai berkaitan dengan subyek. Kalau tidak ada subyek yang menilai,

    maka tidak ada nilai.

    b. Nilai tampil dalam suatu konteks praktis di mana subyek ingin

    membuat sesuatu.

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    c. Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang ditambah oleh subyek pada

    sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek.

    Selanjutnya menurut Kattsoff (Dewi, 2013: 8), hakikat nilai hanya

    dapat dijawab melalui tiga macam cara, yaitu:

    a. Subjektivitas, yaitu nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau

    berdasarkan sudut pandang ini, maka nilai merupakan suatu reaksi yang

    diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya yang

    tergantung berdasarkan suatu pengalaman.

    b. Objektivisme logis, yaitu nilai merupakan kenyataan yang ditinjau dari

    segi ontologis, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai

    tersebut merupakan suatu esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.

    c. Objektivisme metafisis, yaitu nilai merupakan suatu unsur objektif yang

    menyusun kenyataan.

    2. Nasionalisme dan Nilai-nilai Nasionalisme

    Nasionalisme memiliki penertian yang luas, baik dari segi bahasa

    maupun pendapat para ahli. Dalam mengkaji nasionalisme di kalangan

    para sarjana, tidak ada kesepakatan terhadap pengertian nasionalisme.

    Walaupun demikian, pengertian mengenai nasionalisme tetap dapat dikaji

    dengan fokus kajian utamanya adalah nasion atau bangsa. Menurut

    Soekarno (2012: 12) “nasionalisme itu ialah suatu itikad; suatu keinsyafan

    rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu bangsa”. Pernyataan

    tersebut menyatakan bahwa nasionalisme suatu bangsa memiliki kesadaran

    terhadap rasa persatuan. Selanjutnya hal tersebut dijelaskan lebih lanjut

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    oleh Affan dan Hafidh Maksum (2016: 67) bahwa nasionalisme berasal

    dari kata nation yang berarti bangsa, kata bangsa memiliki arti kesatuan

    orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta

    berpemerintahan sendiri golongan manusia, binatang, atau tumbuh-

    tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat khas yang sama

    atau bersamaan. Dan juga kumpulan manusia yang biasanya terikat karena

    kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya

    menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata bangsa

    diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari

    kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat. Pengertian ini

    berkaitan dengan arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan

    sebagai golongan orang-orang (keluarga) yang seturunan; golongan bangsa

    sebagai bagian dari bangsa yang besar. Beberapa suku atau ras dapat

    menjadi pembentuk sebuah bangsa dengan syarat ada kehendak untuk

    bersatu yang diwujudkan dalam pembentukan pemerintahan yang ditaati

    bersama.

    Dari hal tesebut dapat diketahui bahwa nasionalisme memiliki arti

    persatuan dan kesatuan suatu bangsa yang disebabkan oleh adanya

    persamaan keturunan, budaya, pemerintahan dan tempat. Hal tersebut

    merupakan pembentuk sebuah bangsa dengan didorong oleh keinginan

    untuk bersatu yang diwujudkan dengan pembentukan pemerintahan yang

    ditaati bersama. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Smith

    (2002: 10) bahwa pengertian nasionalisme adalah sebagai beirtkut:

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    Suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan

    otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah

    anggotanya bertekad untuk membentuk suatu bangsa yang aktual

    atau bangsa yang potensial.

    Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa nasionalisme

    merupakan suatu gerakan ideologis yang dilakukan oleh suatu populasi

    yang mempertahankan otonomi, kesatuan dan identitas dan mempunyai

    tekad untuk membentuk suatu bangsa yang aktual dan potensial.

    Selanjutnya, Manzoor (2010: 36) menyatakan bahwa “nationalism makes

    people proud of their culture, traditions and values; and inculcates

    feelings of loyalities towards the group they belonged to”. Pernyataan

    tersebut menyatakan bahwa nasionalisme membuat masyarakat bangga

    dengan kebudayaan, tradisi dan nilai dan menanamkan perasaan kesetiaan

    terhadap kelompok yang tergabung didalamnya. Nasionalisme lebih lanjut

    dinyatakan oleh Koesterman dan Feshbach (Bonikowski, 2016: 429)

    bahwa “nationalism as a perception of national superiority and an

    orientation toward national dominance”. Nasionalisme sebagai presepsi

    dari keunggulan nasional dan sebuah orientasi terhadap dominasi nasional.

    Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa nasionalisme merupakan perasaan

    bangga dan setia terhadap kebudayaan dan kelompok yang ada didalamnya

    sebagai presepsi dari keunggulan nasional dan sebuah orientasi terhadap

    dominasi nasional.

    Nasionalisme sebagai gerakan ideologis tersebut dilakukan dengan

    rasa kesetiaan terhadap bangsa dan negaranya. Kesetiaan tersebut

    merupakan suatu ikatan yang kuat dengan bangsa dan negaranya, dengan

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    tradisi-tradisi setempat dan pemerintah di daerahnya (Kohn, 1984: 11).

    Maka dari itu, gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan

    otonomi, kesatuan dan identitas bagi suatu populasi memerlukan kesetiaan

    terhadap bangsa dan negara, dilakukan dengan bangga dengan presepsi

    dari keunggulan nasional dan sebuah orientasi terhadap dominasi nasional.

    Oleh karena itu, pembentukan bangsa yang aktual dan bangsa yang

    potensial dapat terwujud.

    Terkait dengan nasionalisme dan masyarakat, Anaid (2014: 133)

    menjelaskan bahwa “nationalism transformed the subject society

    pragmatically because of the influence of each society’s historical and

    cultural peculiarities”. Nasionalisme mengubah subyek masyarakat secara

    pragmatis karena pengaruh dari kekhasan sejarah dan kebudayaan

    masyarakat. Mengubah masyarakat secara pragmatis maksudnya adalah

    mengubah masyarakat secara praktis dan berkaitan dengan nilai-nilai

    praktis dalam sejarah khas dan kebudayaan dari masyarakat. Pendapat

    berbeda disampaikan oleh Elie Kedourie (Budiawan, 2017: 10) bahwa

    nasionalisme adalah sebuah doktrin yang menyeluruh, yang membimbing

    masyarakat menuju suatu model bernegara yang spesifik (a distinctive

    style of politics). Pendapat tersebut berasal dari gagasan tentang umat

    manusia sebagai makhluk yang otonom, yang bebas memilih arah

    sejarahnya sendiri. Pendapat tersebut mengandung dua sentimen, yaitu

    patriotisme dan xenofobia. Patriotisme merupakan kesetiaan pada negara,

    kelompok, atau institusi-institusi yang menaunginya, sedangkan xenofobia

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    adalah ketidaksukaan atau kecurigaan kepada yang asing atau di luar

    kelompok.

    Berdasarkan uraian diatas, nasionalisme dapat diartikan sebagai

    sebuah gerakan ideologis terhadap bangsa dan negara yang dilakukan oleh

    seseorang, kelompok atau institusi. Gerakan tersebut didasari oleh rasa

    kesetiaan, kebanggaan terhadap bangsa dan negara dan juga rasa kesadaran

    terhadap persatuan, dengan presepsi keunggulan dan dominasi nasional

    yang mencangkup keturunan, adat, bahasa, sejarah serta dengan tradisi-

    tradisi setempat dan pemerintah di daerahnya. Gerakan nasionalisme

    tersebut bertujuan untuk membentuk suatu bangsa yang aktual atau bangsa

    yang potensial. Dari beberapa teori diatas, maka dapat ditemukan beberapa

    indikator nilai-nilai nasionalisme antara lain kesetiaan terhadap bangsa dan

    negara, kebanggaan terhadap bangsa dan negara dan persatuan dalam

    berbangsa dan bernegara.

    3. Perkembangan Nasionalisme

    Menurut Gellner (Budiawan, 2017: 11-13) bahwa nasionalisme

    berakar dari budaya-budaya rakyat (folk cultures) dan merupakan sesuatu

    yang ditemukan, diciptakan dan bukan merupakan sesuatu pemberian.

    Nasionalisme tersebut berkembang seiring dengan kemunculan

    modernisasi dan industri. Industrialisasi membutuhkan perangkat-

    perangkat hukum dan politik untuk menjamin keberlangsungannya.

    Pendapat yang serupa dijelaskan oleh Nairin (Budiawan, 2017: 13)

    menurutnya, nasionalisme terkait dengan perkembangan historis-material

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    masyarakat. Nasionalisme terkait erat dengan penciptaan ekonomi pasar

    nasional dan suatu prakondisi yang diperlukan dalam perkembangan

    masyarakat industri. Nasionalisme di wilayah-wilayah jajahan Eropa

    adalah suatu bentuk reaksi terhadap kolonialisme dan imperialisme. Di

    wilayah jajahan Eropa tersebut kapitalisme melalui kolonialisme dan

    imperialisme beroperasi untuk menopang kemajuan dan kemakmuran

    wilayah mertopol.

    Terkait dengan modernisme dan nasionalisme menurut Smith (2002:

    58), modernisme muncul dalam dua bentuk, yaitu modernisme kronologis

    dan modernisme sosiologis. Modernisme kronologis menegaskan bahwa

    nasionalisme dalam ideologi, gerakan, dan simbolisme relatif selalu ada

    pembaruan. Sementara dalam modernisme sosiologis, nasionalisme

    merupakan inovasi, bukan sekedar sesuatu pembaruan dari sesuatu yang

    sudah lama. Nasionalisme pada masa lalu tidak sama dengan nasionalisme

    masa sekarang, karena fenomena yang muncul dalam zaman yang secara

    keseluruhan baru dan dengan himpunan kondisi yang sepenuhnya baru

    pula.

    Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa

    perkembangan nasionalisme berakal dari budaya budaya rakyat.

    Perkembangan nasionalisme selalu mengikuti perkembangan zaman.

    Pekermbangan tersebut dimulai dari zaman penjajahan Eropa dimana

    nasionalisme merupakan bentuk reaksi terhadap kolonialisme dan

    imperialisme sampai dengan zaman modern seperti sekarang. Jika di

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    zaman penjajahan Eropa nasionalisme merupakan bentuk perlawanan

    terhadap kolonialisme dan imperialisme, maka di zaman modern

    nasionalisme lebih dari sekedar melawan penjajah. Dalam hal ini

    nasionalisme terus mengalami perkembangan di masa modern yang

    merupakan sebuah inovasi dan bukan hanya pembaruan dari sesuatu yang

    sudah lama.

    Gagasan tentang nasionalisme mengilhami munculnya negara-negara

    baru di seluruh dunia pada abad ke 20 Masehi. Masroer (2017: 230-232)

    menyatakan bahwa munculnya negara-negara baru di seluruh dunia pada

    abad ke 20 Masehi, dapat dikelompokkan kedalam enam karakteristik

    nasionalisme, yaitu:

    a. Munculnya negara nasionalisme berciri kewarganegaraan atau disebut

    nasionalisme sipil. Paham nasionalisme ini lahir ketika negara

    memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyat, atau

    bertumpu pada kebenaran “kehendak rakyat” dan “perwakilan politik”.

    b. Munculnya negara nasionalisme berciri etnis, yaitu gagasan

    nasionalisme ketika negara memperoleh kebenaran politik dari budaya

    asal atau etnis tertentu di masyarakat.

    c. Munculnya negara nasionalisme berciri romantik atau disebut

    nasionalisme organik atau nasionalisme identitas. Paham nasionalisme

    romantik merupakan lanjutan dari nasionalisme etnis ketika negara

    memperoleh kebenaran politik secara alami hasil dari pergumulan suku

    bangsa atau ras. Nasionalisme romantik bergantung pada perwujudan

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    budaya etnis yang menempati idealisme romantik yang melahirkan

    kisah tradisi masa lalu yang direka untuk membangun konsep

    nasionalisme romantik.

    d. Munculnya negara nasionalisme berciri budaya, yakni sejenis gerakan

    nasionalisme ketika negara memperoleh kebenaran politik dari budaya

    bersama dan bukan “sifat keturunan” seperti warna kulit, ras dan

    sebagainya. Sebagai contoh adalah rakyat Tiongkok yang menganggap

    negara sebagai dasar kebudayaan. Dalam hal ini unsur ras telah

    dibelakangkan, seperti golongan Manchuria dan ras-ras minoritas lain

    yang dianggap sebagai rakyat Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk

    menggunakan adat istiadat Tiongkok membuktikan keutuhan budaya

    Tiongkok. Banyak rakyat Taiwan menganggap diri sebagai nasionalis

    Tiongkok karena persamaan budaya mereka, namun menolak

    bergabung dengan Cina yang berpaham komunis.

    e. Munculnya negara nasionalisme berciri negara, yaitu merupakan paham

    nasionalisme kewarganegaraan yang digabungkan dengan nasionalisme

    etnis. Rasa nasionalisme memberi keutamaan dalam mengatasi hak

    universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri selalu kontras dan

    berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan

    ‘nation state’ lahir dari keunggulan bangsa. Sebagai contoh adalah

    Nazisme, dan nasionalisme Belgia, yang secara tegas menentang

    terwujudnya hak kesetaraan (equal rights). Secara sistematis, jika

    nasionalisme negara kuat, akan melahirkan konflik pada kesetiaan

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    masyarakat dan wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan

    terhadap nasionalisme Kurdi.

    f. Munculnya negara nasionalisme berciri agama, yakni adalah jenis

    nasionalisme ketika negara memperoleh legitimasi politik dari

    persamaan agama, seperti nasionalisme etnis yang dicampur dengan

    agama tertentu. Misalnya yang ada di Irlandia semangat nasionalisme

    bersumber dari Gereja Katolik dan nasionalisme di India, seperti yang

    dilakukan partai Bharatiya Janata Party (BJP) yang bersumber dari

    Hinduisme, dan juga nasionalisme di Iran dengan Islam Syiahnya.

    Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa gagasan tentang

    nasionalisme mengilhami munculnya negara-negara baru di seluruh dunia

    dapat dikelompokkan kedalam enam karakteristik nasionalisme. Enam

    karakteristik tersebut adalah nasionalisme berciri kewarganegaraan atau

    nasionalisme sipil, nasionalisme berciri etnis, nasionalisme berciri

    romantik atau disebut nasionalisme organik atau nasionalisme identitas,

    nasionalisme berciri budaya, nasionalisme berciri negara yang merupakan

    perpaduan antara paham nasionalisme kewarganegaraan dan nasionalisme

    etnis, dan nasionalisme berciri agama.

    4. Nasionalisme Muhammadiyah

    Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November 1912 Masehi

    atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah oleh KH. Ahmad Dahlan. Nama

    Muhammadiyah dipilih sebagai bentuk penisbatan kepada Nabi

    Muhammad, sehingga dapat diartikan bahwa Muhammadiyah merupakan

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    organisasi yang mengikuti jalan Nabi Muhammad (Mu’arif, 2010: 51).

    Lebih lanjut Setiawan (2018: 8) menjelaskan bahwa perjumpaan Ahmad

    Dahlan dengan pemimpin Sarekat Islam (SI) terutama dengan jajaran

    pimpinan pusat SI juga menjadi pemicu rasa nasionalisme Ahmad Dahlan.

    Walaupun Ahmad Dahlan telah mendirikan Muhammadiyah (1912), tahun

    1914-1917 Ahmad Dahlan tetap menjadi penasehat SI. Sehingga ide-ide

    nasionalisme untuk mencapai kemerdekaan Indonesia mulai muncul.

    Nasionalisme pada Muhammadiyah dijelaskan lebih lanjut oleh

    Setiawan (2018: 9), bahwa nasionalisme tersebut direfleksikan pada lima

    fase ideologi Muhammadiyah ketika awal berdiri. Lima fase ini dapat

    memicu permusuhan terhadap kolonial Belanda, yaitu: rasionalisme,

    pendidikan sebagai landasan bagi pembangunan politik, pengaruh

    keanggotaan kelas menengah, minat kepada budaya Jawa dan sikap yang

    bermusuhan terhadap doktrin-doktrin asing. Rasa Nasionalisme Ahmad

    Dahlan identik dengan gerakan dan perjuangan. Ahmad Dahlan adalah

    gambaran seorang pejuang dan pahlawan. Kepahlawanan Ahmad Dahlan

    bukan dalam sosok prajurit yang memanggul senjata dan gugur dalam

    medan perang, tetapi dalam sosok kemanusiaan. Ahmad Dahlan

    mengabdikan dirinya kepada kepentingan dan kemaslahatan pendidikan,

    dakwah dan sosial keagamaan dalam wawasan kebangsaan yang kental

    dan integral.

    Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Muhammadiyah

    mempunyai sebuah pandangan sebagaimana dijelaskan dalam Muktamar

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    Muhammadiyah ke 47 tahun 2015 (Pimpinan Pusat Muhammadiyah,

    2015: 10) dijelaskan bahwa “Muhammadiyah dengan pandangan islam

    berkemajuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara senantiasa

    berusaha untuk mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan

    keindonesiaan”. Muhammadiyah dan umat islam merupakan bagian

    integral dari bangsa Indonesia, bagian integral dalam arti bagian yang

    tidak terpisahkan dari bangsa Indonesia yang memiliki peran historis yang

    menentukan sejak sebelum sampai sesudah kemerdekaan Indonesia.

    Muhammadiyah telah dan terus memberikan sumbangan besar dalam

    upaya mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa serta

    mengembangkan moral politik islam yang berwawasan kebangsaam di

    tengah pertarungan ideologi dunia.

    Muhammadiyah mempunyai komitmen dalam kehidupan berbangsa

    dan bernegara, hal tersebut dapat dilihat dalam Muktamar Muhammadiyah

    ke 47 tahun 2015 (Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2015: 13) yang

    menjelaskan bahwa segenap umat Islam termasuk di dalamnya

    Muhammadiyah harus berkomitmen menjadikan negara sebagai Dar al-

    Syahadah atau negara tempat bersaksi. Dalam hal ini Muhammadiyah

    berkomitmen menjadikan Indonesia sebagai negara tempat bersaksi dan

    membuktikan diri dalam mengisi dan membangun kehidupan kebangsaan

    yang bermakna menuju kemajuan pada segala bidang kehidupan. Dalam

    hal ini Muhammadiyah sebagai komponen strategis umat dan bangsa

    mempunyai peluang besar untuk mengamalkan semangat fastabiqul

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) dan tampil menjadi a leading

    force atau kekuatan yang berada di garis depan untuk mengisi dan

    memimpin Indonesia menuju kehidupan berbangsa yang maju, adil,

    makmur, bermartabat dan berdaulat sejajar dengan negra-negara lain yang

    telah maju dan berperadaban tinggi.

    Dari beberapa gagasan diatas tampak bahwa Muhammadiyah

    mempunyai pandangan terhadap nasionalisme. Dimulai dari awal

    berdirinya Muhammadiyah pada tahun 1912, bahwa keberadaan

    Muhammadiyah memberikan ide-ide terhadap kemerdekaan Indonesia.

    Muhammadiyah mengabdikan kepada kepentingan dan kemaslahatan

    pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan dalam wawasan kebangsaan

    yang kental dan integral. Dengan pandangan islam berkemajuan,

    Muhammadiyah senantiasa berusaha untuk mengintegrasikan nilai-nilai

    keislaman dan keindonesiaan dan berkomitmen untuk memimpin

    Indonesia menuju kehidupan berbangsa yang maju, adil, makmur,

    bermartabat dan berdaulat pada segala bidang kehidupan.

    C. Pencak Silat Tapak Suci Putera Muhammadiyah

    1. Pengertian Pencak Silat

    Dalam buku yang ditulis oleh Mulyana (2014: 82) menjelaskan

    bahwa semenjak perang dunia kedua, bangsa Eropa seperti Portugis,

    Inggris, dan Belanda berupaya untuk menguasai wilayah Nusantara.

    Pencak silat sebagai alat bela diri yang berkembang di masyarakat

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    dijadikan alat untuk melawan segala upaya untuk menguasai Nusantara.

    Hal serupa dinyatakan oleh Draeger (1992: 30) bahwa “Pentjak-silat

    received its greatest technical boost during this period (colonization), the

    majority of pentjak-silat systems were understandably platformed on a

    nationalistic foundation and became an expression of the drive for

    independence, so long overdue”. Pencak silat menerima dorongan terbesar

    selama periode penjajahan, mayoritas perguruan pencak silat dapat

    dipahami berlandaskan pada fondasi nasionalistik dan menjadi ekspresi

    dari dorongan untuk kemerdekaan yang telah lama tertunda. Dari

    pernyataan tersebut tampak bahwa pencak silat telah ada di Indonesia

    sejak zaman penjajahan. Nasionalisme telah terlihat dalam pencak silat

    sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah dan dengan adanya dorongan

    kemerdekaan.

    Pengertian pencak silat lebih lanjut dinyatakan oleh Kriswanto

    (2015: 13), bahwa “pencak silat merupakan sistem bela diri yang

    diwariskan oleh nenek moyang sebagai budaya bangsa Indonesia sehingga

    perlu dilestarikan, dibina, dan dikembangkan”. Sebagai sistem bela diri

    yang diwariskan oleh nenek moyang sebagai budaya bangsa Indonesia

    maka pencak silat perlu untuk dijaga oleh setiap warga negara dengan cara

    dikembangkan melalui pelestarian dan pembinaan. Dengan munculnya

    konsensus bahwa disamping keahlian melawan musuh, seorang pesilat

    juga harus memiliki budi pekerti luhur dan kemampuan aktualisasi prinsip

    kerukunan dan tatakrama yang diatur menurut nilai-nilai yang diberikan

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    oleh leluhurnya (Maryono, 2008: 49). Seperti yang telah dijelaskan

    sebelumnya bahwa nasionalisme berakar dari kebudayaan masyarakat,

    oleh karena itu pelestarian, pembinaan dan pengembangan pencak silat

    adalah merupakan salah satu bentuk gerakan nasionalisme.

    Selanjutnya terkait dengan aspek-aspek dalam pencak silat, Erwin

    (2015:20) menuliskan bahwa ada empat aspek utama dalam pencak silat,

    yaitu aspek aspek bela diri, aspek mental spiritual, aspek seni, aspek

    olahraga. Berikut ini adalah empat aspek utama dalam pencak silat:

    a. Aspek Bela Diri

    Istilah silat cenderung menekankan pada aspek kemampuan

    teknis bela diri pencak silat. Pencak silat bela diri menurut Mulyana

    (2014: 91) merupakan cikal bakal dari aspek pencak silat lainnya yaitu

    aspek mental spiritual, aspek seni, aspek olahraga. Pencak silat

    mempunyai peran di masyarakat kita. Mengenai hal tersebut, Maryono

    (2008: 171) menjelaskan bahwa

    Kepulauan nusantara didiami berbagai macam suku bangsa

    dengan karakteristik biologis, sosial, dan kebudayaan yang

    berbeda-beda, namun mereka sama-sama mempunyai tradisi

    mempelajari pencak silat sebagai alat pembelaan diri dalam usaha

    brtahan menghadapi alam, binatang maupun manusia.

    Pada aspek bela diri, pencak silat bertujuan untuk membentuk

    dan memperkuat manusia untuk membela diri terhadap berbagai

    ancaman dan bahaya. Pencak silat bela diri terdiri dari teknik-teknik

    gerak atau jurus bela diri dengan pola tertentu untuk tujuan bela diri

    secara total. Jadi, setiap pesilat dilatih untuk mempunyai sifat dan sikap

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    kesiagaan mental dan fisikal yang dilandasi dengan sikap kesatria,

    tanggap dan selalu melaksanakan atau mengamalkan ilmu bela dirinya

    dengan benar, menjauhkan diri dari sikap dan perilaku sombong dan

    menjauhkan diri dari rasa dendam.

    b. Aspek Mental Spiritual

    Pencak silat membangun dan mengembangkan kepribadian dan

    karakter mulia seseorang. Sebagai aspek mental-spiritual, pencak silat

    lebih banyak menitikberatkan pada pembentukaan sikap dan watak

    kepribadian pesilat yang sesuai dengan falsafah budi pekerti luhur, hal

    tersebut senada dengan pendapat dari Maryono (2008: 109) bahwa

    “tradisi pencak silat sebagai pendidikan humaniora berlangsung sampai

    masa kini, dan tetap menuntut seseorang pesilat agar bersifat

    berperikemanusiaan, berbudi pekerti luhur, tidak takabur, dan peka

    terhadap penderitaan orang lain”. Seorang pesilat harus menjaga,

    melestarikan, dan membela nilai-nilai kebudayaan seperti ketekunan,

    kesabaran, kejujuran, kepahlawanan, kepatuhan dan kesetiaan dan

    memberi landasan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan

    di lingkungan kehidupan bermasyarakat.

    Tujuan aspek mental spiritual pencak silat dari masing-masing

    perguruan sangat beragam, seperti pendapat yang ditulis oleh Mulyana

    (2014: 90) bahwa tujuan aspek spiritual tersebut adalah untuk

    menginternalisasikan ajaran falsafah perguruan yang bersangkutan.

    Aspek mental dan spriritual tersebut ditampilkan dalam suatu bentuk

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    teknik-teknik pencak silat, sikap dan gerak bela diri yang merupakan

    hasil kreasi dari perguruan dalam mengekspresikan dan

    mendeskripsikan ajaran falsafah perguruan.

    c. Aspek Seni

    Aspek seni dalam pencak silat lebih lanjut dijelaskan oleh

    Maryono (2008: 228), bahwa sebagai budaya bangsa, pencak silat

    sebagai seni dipertahankan agar tetap dikenali dan dijaga oleh generasi

    penerus. Pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni gerak

    pencak silat, dengan musik dan busana tradisional. Terkait dengan

    struktur gerak, menurut Mulyana (2014: 91) pencak silat seni memiliki

    struktur yang sama dengan pencak silat bela diri. Struktur tersebut

    meliputi tekhnik-teknik, sikap, gerak langkah, serangan dan belaan

    sebagai satu kesatuan. Perbedaan pencak silat seni dan pencak silat bela

    diri terletak pada nilai, orientasi dan ukuran yang diterapkan dalam

    proses pelaksanaannya. Pelaksanaan pencak silat bela diri bernilai

    teknis, orientasinya efektif, praktis, taktis, dan pragmatis. Sedangkan

    Pencak silat seni bernilai estetis yang orientasinya keindahan dalam arti

    luas, meliputi keselarasan dan keserasian.

    Aspek seni dari pencak silat merupakan wujud kebudayaan dalam

    bentuk kaidah gerak dan irama. Berkaitan dengan nilai estetika,

    Mulyana (2014: 93) menyatakan bahwa pencak silat seni dapat

    dievaluasi berdasarkan ketentuan estetika, sehingga perwujudan taktik

    ditekankan kepada keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    raga (wiraga), irama (wirama), dan rasa (wirasa). Kata wi mempunyai

    arti bermutu atau bagus dalam arti luas. Wiraga berarti penampilan

    teknik sikap dan gerak dengan rapi dan tertib. Wirama berarti

    penampilan teknik sikap dan gerak dengan irama yang serasi, dan jika

    hal itu diiringi dengan musik, ia bersifat kontekstual. Wirasa berarti

    penampilan teknik sikap dan gerak dengan penataan (koreografi) yang

    menarik.

    d. Aspek Olahraga

    Aspek olahraga meliputi sifat dan sikap menjamin kesehatan

    jasmani dan rohani serta berprestasi di bidang olahraga. Hal ini berarti

    kesadaran dan kewajiban untuk berlatih dan melaksanakan pencak silat

    sebagai olahraga, merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari,

    misalnya dengan selalu menyempurnakan prestasi, jika latihan dan

    pelaksanaan tersebut dalam pertandingan maka harus menjunjung tinggi

    sportifitas. Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh.

    Aspek olahraga meliputi pertandingan dan demonstrasi bentuk-bentuk

    jurus, baik untuk tunggal, ganda atau regu.

    Selain hal tersebut, menurut Mulyana (2014: 100) seorang pesilat

    diharuskan menjaga harkat dan martabat diri dan bangsanya serta

    bertanggung jawab terhadap ilmu yang diembannya. Pesilat juga

    diharuskan mengutamakan kepentingan masyarakat dari pada

    kepentingan pribadi, rela berkorban untuk kepentingan bersama dan

    tidak menggunakan kemampuan bela dirinya untuk merugikan orang

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    lain. Dengan berbagai aspek yang terdapat dalam pencak silat, dapat

    memperkuat alasan bahwa pencak silat merupakan kebudayaan luhur

    bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan, dibina, dan dikembangkan.

    2. Tapak Suci Putera Muhammadiyah

    Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM) merupakan perguruan

    pencak silat dibawah naungan persyarikatan Muhammadiyah. TSPM

    merupakan pencak silat yang didirikan pada 31 Juli 1963 di Kauman,

    Yogyakarta Sejarah berdirinya TSPM ditulis oleh Maryono (2008: 296)

    bahawa sebelum tapak suci berdiri, pada tahun 1920 di Kauman banyak

    berkembang aliran pencak silat yang menggunakan ilmu kebatinan dan

    terkesan pada warga Muhammadiyah mengaburkan nilai-nilai yang

    diajarkan oleh Islam. Pada tahun 1925 dalam sebuah konferensi pemuda

    Muhammadiyah. Dalam pertemuan itu Achmad Dimyati dan M. Wahib

    bertemu dengan KH. Burhan yang menjadi murid KH Busyro. Atas restu

    KH. Busyro kemudian Achmad Dimyati dan M. Wahib mendirikan

    perguruan di Kauman dengan nama perguruan Cikauman.

    Setelah berdirinya Perguruan Cikauman, tokoh pencak silat

    Mohammad Barie Irsyad dari perguruan Siranoman dan atas restu

    pengasuh perguruan Cikauman maka bersama dengan pemuda

    Muhammadiyah mendirikan perguruan Kasegu. Alasan pendirian

    perguruan, selain untuk menggerakan pemuda yang berjiwa nasionalis,

    adalah untuk mengatasi pengaruh perguruan pencak silat yang dianggap

    beraliran “ilmu hitam”. Setelah itu anak-anak murid Pencak Silat Kasegu

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    mendesak agar membentuk perguruan dan menggabung semua perguruan

    yang sejalur untuk memurnikan pencak silat dari pengaruh kebatinan. Atas

    dasar itu, maka disepakati dibentuk suatu perguruan baru pencak silat

    dibawah naungan Muhammadiyah dengan nama Tapak Suci Putera

    Muhammadiyah (TSPM) pada tahun pada 31 Juli 1963 di Kauman,

    Yogyakarta.

    Pencak silat TSPM merupakan salah satu perguruan pencak silat

    berpengaruh di Indonesia karena termasuk dalam sepuluh perguruan

    pencak silat historis keanggotaan khusus Ikatan Pencak Silat Indonesia

    (IPSI). Sepuluh perguruan pencak silat historis disini adalah perguruan

    pencak silat yang mempelopori berdirinya IPSI. Sebagaimana yang ditulis

    oleh Erwin (2015: 23), sepuluh nama perguruan tersebut adalah:

    a. Persaudaraan Setia Hati (PSH),

    b. Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT),

    c. Perisai Diri (PD),

    d. Perisai Putih (PP),

    e. Tapak Suci (TS),

    f. Phasadja Mataram,

    g. Persatuan Pencak Indonesia (PERPI Harimurti),

    h. Persatuan Pencak Silat Seluruh Indonesia (PPSI),

    i. Putra Betawi dan Nusantara.

    Pencak silat TSPM menjadi bagian penting dalam persyarikatan

    Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi islam tertua di Indonesia.

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    Seperti yang dinyatakan oleh Sukarni (2016: 146) bahwa tapak suci

    merupakan bagian terpenting dalam persyarikatan Muhammadiyah. Tapak

    suci dapat memberikan andil yang cukup besar dalam gerakan langkah

    kemajuan persyarikatan. Selain itu, pencak silat tapak suci juga

    memberikan andil untuk Indonesia. Oleh karena itu sebagai putera

    Indonesia, pencak silat tapak suci putera Muhammadiyah mengabdikan

    diri, berperan serta mendidik dan membina manusia agar menjadi manusia

    beriman dan berakhlak, terampil, serta sehat jasmani dan rohani.

    Unsur-unsur nasionalisme dalam Pencak Silat Tapak Suci Putera

    Muhammadiyah terdapat dalam Muqadimah Anggaran Dasar Pencak Silat

    Tapak Suci Putera Muhammadiah yang berbunyi “Sebagai kader

    persyarikatan Muhammadiyah, Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak

    Suci Putera Muhammadiyah senantiasa sanggup untuk melahirkan kader-

    kader Muhammadiyah yang cakap, intelektual, tangguh, beriman dan

    senantiasa siap untuk mengabdikan diri pada Persyarikatan

    Muhammadiyah, agama, bangsa dan negara” serta dalam Pasal 3 Ayat (2)

    Anggaran Rumah Tangga (ART) Tapak Suci Putera Muhammadiyah yang

    berbunyi, “Saya anggota TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH,

    berikrar: Mengabdi kepada Allah, berbakti kepada bangsa dan negara serta

    membela keadilan dan kebenaran”.

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    Kesetiaan Kebanggaan Persatuan

    D. Kerangka Berfikir

    Bagan 1. Kerangka Berfikir

    E. Hasil Penelitian yang Relevan

    Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan kajian yang

    relevan selama proses penelitian dan penulisan, yang membahas tentang

    Nasionalisme, Pencak Silat dan Tapak Suci yang terdapat dalam penelitian

    sebagai berikut:

    1. Penelitian oleh Mifdal Zusron Alfaqi pada tahun 2016 yang berjudul

    “Melihat Sejarah Nasionalisme Indonesia untuk Memupuk Sikap

    Pentingnya nilai-nilai

    Nasionalisme

    Nilai-nilai Nasionalisme dalam Pencak Silat

    Tapak Suci Putera Muhammadiyah

    Terciptanya Kader Pencak Silat Tapak Suci

    Putera Muhammadiyah yang melaksanakan

    nilai-nilai Nasionalisme

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 35

    Kebangsaan Generasi Muda”. Penelitian ini menunjukan bahwa

    nasionalisme merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan

    berbangsa dan bernegara. Karena dengan nasionalisme yang tinggi sebuah

    bangsa dapat berdiri tegak dan memiliki sebuah jati diri yang kuat. Dengan

    menumbuhkan sikap nasionalisme yang tinggi maka bangsa Indonesia

    kedaulatan yang kuat dan pada akhirnya bangsa Indonesia bisa

    mewujudkan cita-citanya yaitu sebuah Negara yang adil dan makmur.

    2. Penelitian oleh Silfia Rizqiyani pada tahun 2018 yang berjudul

    “Penanaman Karakter Disiplin dan Cinta Tanah Air Siswa Melalui

    Ekstrakurikuler Pencak Silat”. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat

    konstribusi ekstrakurikuler Pencak Silat dalam menanamkan Karaker

    Disiplin dan Cinta Tanah Air siswa, setelah mengikuti mengikuti

    ekstrakurikuler pencak silat tingkat kedisiplinan siswa menjadi lebih baik

    dari sebelumnya, dan setelah mengikuti ekstrakurikuler pencak silat

    karakter cinta tanah air siswa mulai terlihat.

    3. Penelitian oleh Priyanti pada tahun 2014 yang berjudul “Nilai-nilai

    Nasionalisme Dalam Organisasi Tapak Suci. (Studi Kasus pada Unit

    Kegiatan Mahasiswa Tapak Suci di Universitas Muhammadiyah Surakarta

    Periode Kepengurusan 2013)”. Muatan nilai-nilai nasionalisme pada

    organisasi Tapak Suci terdapat dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan.

    Kegiatan tersebut antara lain upacara saat pembukaan kegiatan selalu ada

    bendera merah putih, terdapat burung garuda, serta menyanyikan lagu

    Indonesia Raya ketika ada kejuaraan dan juga turnamen. Dalam penelitian

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019

  • 94

    ditunjukan bahwa dengan mengikuti kegiatan Tapak Suci dapat

    membentuk jiwa nasionalisme khususnya dalam unsur-unsur kecintaan

    pada tanah air, cinta dan bangsa terhadap lagu dan bahasa nasional, cinta

    dan menghargai kebudayaan bangsa, meneladani jiwa pahlawan,

    kepedulian terhadap lingkungan, berperilaku baik dalam kehidupan sehari-

    hari, kebanggaan terhadap identitas dan lambang negara, kewajiban pelajar

    dalam mengisi kemerdekaan, kepedulian terhadap sesama dalam

    kehidupan..sehari-hari.

    Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019