Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persalinan
1. Persalinan
Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta dan
membran dari dalam lahir melalui jalan lahir. Serangkaian kejadian yang
berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bilan atau hampir cukup
bulan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu
(Bobak, 2006).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup kedunia luar dari rahim maupun
diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau
tanpa bantuan (kekuatan sendiri) ( Manuaba, 2006 & Mochtar 2006).
Menurut Varney, (2008) persalinan adalah serangkaian proses yang
berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai
dengan kontraksi persalinan sejati yang ditandai oleh perubahan progresif
pada serviks dan diakhiri dengan pelahiran plasenta.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian dari
persalinan adalah adalah proses pengeluaran janin melalui jalan lahir dan
diakhiri kelahiran plasenta dengan bantuan atau tanpa bantuan.
2. Jenis Persalinan
Jenis persalinan menurut Simkin (2005), Mochtar (2006) dan Manuaba
(2006),) dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Partus spontan: proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri
berlangsung kurang dari 24 jam tanpa bantuan alat-alat serta tidak
melukai ibu dan bayi.
b. Partus buatan: persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat atau
melalui dinding perut dengan operasi caesar.
8
c. Partus anjuran: Apabila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan
ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
3. Prosedur Persalinan
Menurut Varney (2008) Ibu hamil sebelum menjalani persalinan terdapat
beberapa tanda dan gejala yang menunjukkan bahwa tidak lama lagi
persalinan akan terjadi. Tanda gejala tersebut adalah :
a. Lightening, yaitu perasaan subyektif dari ibu yang terjadi karena
bagian bawah janin lebih mapan dalam SBR dan pelvis. Ibu akan
merasa janin turun, sesak nafas berkurang, tetapi disertai sakit
pinggang dan sering kencing serta dirasakan lebih sulit bila berjalan.
Hal ini terjadi 2-3 minggu sebelum aterm.
b. Engagement, yaitu peristiwa masuknya kepala janin dalam panggul.
Pada primigravida, terjadi 2-3 minggu menjelang aterm. Lightening
tidak sama dengan engagement meskipun keduanya dapat terjadi
bersamaan.
c. Sekresi vagina meningkat.
d. Persalinan palsu
e. Ketuban pecah dini
f. Bloody show yaitu keluarnya cairan kemerahan atau darah yang
disertai dengan lendir dari vagina.
g. Perubahan serviks menjadi lunak dan datar.
h. Sakit pinggang yang terus menerus.
4. Proses Terjadinya Persalinan
Beberapa teori yang menyatakan kemungkinan terjadi proses persalinan
menurut Simkin (2005), Mochtar (2006) dan Manuaba (2006) yaitu :
a. Teori keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi persalinan
dengan sendirinya sehingga persalinan dapat dimulai.
9
b. Teori penurunan progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu,
dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu, Villi koriales mengalami perubahan –
perubahan dan produksi progesteron mengalami penurunan sehingga
otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin akibatnya otot rahim mulai
berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
c. Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior.
Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah
sensitivitas otot rahim sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks.
Menurunnya kosentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka
oksitosin dapat meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dimulai.
d. Teori prostalgandin
Konsentrasi prostalgandin meningkat sejak umur kehamilan 15
minggu. Pemberian prostalgandin pada saat hamil dapat menimbulkan
kontraksi otot rahim sehingga terjadi persalinan. Prostalgandin
dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
e. Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis
Teori ini menunjukan bahwa pada kehamilan dengan anensefalus
sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk
hipotalamus dan glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya
persalinan.
f. Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-
otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
10
5. Tahap-Tahap Proses Persalinan
Tahap proses persalinan menurut Mochtar (2008), Bobak (2005) membagi
tahap-tahap persalinan menjadi :
a. Kala I (kala pembukaan )
Kala I merupakan kala pembukaan sehingga kemajuan kala I dinilai
dari majunya pembukaan, meskipun pada kala I terjadi proses
penurunan kepala dan putar paksi dalam. Pada primigravida kala I
bervariasi antara 13-14 jam sedangkan pada multigravida antara 6-8
jam. Pada kali I dibagi kedalam 2 fase yaitu :
1) Fase laten
Pada fase laten pembukaan serviks berlangsung lambat: pembukaan
0-3cm, berlangsung dalam 5-7 jam.
2) Fase aktif
Pada fase ini berlangsung selama 7 jam dan dibagi atas 3 subfase:
a) Periode akselerasi: berlangsung 3 jam, pembukaan 3 menjadi 4
cm.
b) Periode dilatasi maksimal (steady): selama 2 jam pembukaan
berlangsung cepat dari 4 menjadi 9 cm
c) Periode deselarasi: berlangsung lambat dalam waktu 2 jam
pembukaan 9 menjadi 10 cm.
Berdasarkan kurve Friedman, ditemukan perbedaan antara
primigravida dan multigravida, yaitu :
a) Primi : Pembukaan 1 cm / jam dan Mekanisme membukanya
serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada
primi yang pertama OUI (ostium Uteri Internum) akan
membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan
menipis. Baru kemudian OUE (Ostium Uteri Eksternum)
membuka.
11
b) Multi : Pembukaan 2 cm / jam, pada fase laten, fase aktif dan fase
deselerasi terjadi lebih pandek. Pada multigravida OUI
sudah sedikit terbuka. OUI dan OUE serta penipisan dan
pendataran servik terjadi dalam saat yang sama.
b. Kala II
Kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua dikenal juga sebagai kala
pengeluaran. Tanda dan gejala kala dua persalinan adalah ibu
merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, ibu
merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum atau vagina,
perinium terlihat menonjol, vulva-vagina-sfingterani terlihat membuka
dan adanya pengeluaran lendir dan darah, pada kala II his terkordinir,
kuat, cepat dan lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Pada waktu his kepala
janin mulai terlihat, vulva membuka dan perenium meregang dengan
his mengedan yang terpimpin akan lahirlah kepala janin dengan diikuti
seluruh badan janin. Kala II pada primipara 1½ – 2 jam dan pada
multipara ½ - 1 jam (Mochtar, 2002)
c. Kala III
Kala tiga dari persalinan dimulai setelah selesainya kelahiran bayi dan
berakhir dengan lahirnya plasenta biasanya dikenal dengan sebutan
persalinan kala plasenta. Kala tiga dari persalinan ini berlangsung
rata-rata antara 5 sampai 10 menit akan tetapi walaupun berlangsung
lebih lama sedikit dari itu masih dianggap dalam batas-batas normal.
d. Kala IV
Masa 1-2 jam setelah plasenta lahir dalam keadaan klinik atas
pertimbangan-pertimbangan praktis masih diakui adanya kala empat
persalinan meskipun masa setelah plasenta lahir adalah masaa
dimulainya masa nifas (puerperium) mengingat pada masa ini sering
timbul perdarahan.
12
6. Mekanisme Persalinan :
Mekanisme persalinan menurut ( Bobak, 2005 ).
1) Penurunan
Gerakan bagian presentasi melewati panggul. Penurunan terjadi akibat
kekuatan tekanan dari cairan embrio, kontraksi diafragma dan otot-otot
abdomen ibu pada tahap persalinan.
2) Fleksi
Kepala yang turun tertahan oleh serviks, dinding panggul atau dasar
panggul dalam keadaan normal flexi terjadi dan dagu didekatkan ke
arah dada janin.
3) Putaran paksi dalam
Putaran paksi dalam dimulai pada bidang setinggi spina iskiadika
ketika oksiput berputar kearah anterior wajah berputar kearah
posterior. Setiap kali terjadi kontraksi kepala janin diarahkan pleh
tulang panggul dan otot-otot dasar panggul. Akhirnya oksiput berada
di garis tengah dibawah lengkung pubis.
4) Ekstensi
Kepala janin mencapai perineum kepala akan defleksi ke arah anterior
oleh perineum mula-mula oksiput melewati permukaan bawah simfisis
pubis kemudian kepala muncul keluar akibat ekstensi adalah pertama
oksiput, wajah dan dagu.
5) Restitusi
Kepala bebas untuk berputar ke posisi normal dalam hubungan dengan
bahu.
6) Putaran paksi luar
Bahu dan tubuh bayi biasanya meluncur keluar dengan kesulitan yang
relative sedikit karena kepala telah membuka jalan untuk bagian tubuh
yang kebih kecil. Ketika mencapai pintu bawah bahu berputar ke arah
garis tengah dan dilahirkan dibawah lengkung pubis. Bahu posterior
diarahkan kearah perineum sampai ia bebas keluar dari introitus
vagina.
13
7) Ekspulsi
Bayi setelah lahir uterus kembali berkontraksi mengurangi permukaan
internalnya sementara plasenta tetap dalam ukuran yang sama.
8) Regresi uterus
Reflek saraf yang diberikan oleh puting karena isapan bayi
menstimulasi kelenjar pituitari untuk mensekresi oksitosin yang
menyebabkan kontraksi uterus.
7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Persalinan.
Menurut Bobak (2005). faktor-faktor yang mempengaruhi proses
persalinan adalah:
a. Jalan lahir
Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari
rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin
dan plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa ada rintangan maka jalan
lahir tersebut harus normal.
b. Kekuatan
Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri dari
his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu. Power
merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang dihasilkan oleh
adanya kontraksi dan retaksi otot-otot rahim.
c. Janin
Faktor yang berpengaruh dalam passanger adalah janin (tulang
tengkorak, ukuran kepala) dan postur janin dalam rahim
(sikap/habitus dan letak janin).
d. Psikologi
Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah
benar-benar terjadi realitas munculnya rasa bangga bisa melahirkan
atau memproduksi anaknya. Mereka seolah-olah mendapatkan
kepastian bahwa kehamilan yang semula dianggap sebagai
suatu”keadaan yang belum pasti” sekarang menjadi hal yang nyata,
psikologi meliputi :
14
Kebiasaan adat, dukungan orang terdekat pada kehidupan ibu,
pengalaman bayi sebelumnya, melibatkan psikologi ibu, emosi dan
persiapan intelektual.
8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lamanya Persalinan
Menurut Wiknjosastro (2002), Bobak (2005). Faktor yang mempengaruhi
lama persalinan adalah :
a. Faktor usia
Usia ibu merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan
dengan kualitas kehamilan atau berkaitan dengan kesiapan ibu dalam
reproduksi. Menurut Wiknjosastro (2002) menyatakan bahwa faktor
ibu yang memperbesar resiko kematian perinatal adalah pada ibu
dengan umur lebih tua. Ibu primitua yaitu primigravida yang berumur
di atas 35 tahun. Sering ditemui perineum yang kaku dan tidak elastis,
hal tersebut akan menghambat persalinan kala II dan dapat
meningkatkan resiko terhadap janin. Menurut Manauba, usia
reproduksi sehat adalah 20 sampai 35 tahun. Faktor umur yang
disebut-sebut sebagai penyebab dan predisposisi terjadinya berbagai
komplikasi yang terjadi pada kehamilan dan perzsalinan, antara lain
penyebab kelainan his, at onia uteri, plasenta previa. (Wiknjosastro,
2002).
b. Faktor paritas
Menurut Pusdiknakes (2003) paritas adalah jumlah kehamilan yang
menghasilkan janin yang mampu hidup di luar janin sedangkan
menurut Wiknjosastro (2002) Paritas adalah jumlah kehamilan
dimana bayi yang dilahirkan mampu hidup di luar kandungan.
Partus lama sering dijumpai pada kehamilan pertama dengan umur
ibu lebih dari 35 tahun merupakan penyebab dari berbagai komplikasi
seperti kelainan his yang berakibat pada terjadinya terjadinya partus
lama. Paritas 2 sampai 3 merupakan paling aman ditinjau dari
kematian maternal, paritas 1 dan lebih dari 3 mempunyai angka lebih
tinggi. Persalinan lama terutama pada primipara biasanya berkenaan
15
dengan belum atau kurangnya persiapan perhatian dalam menghadapi
persalinan (Wiknjosastro, 2002).
c. Keadaan his
Faktor kekuatan yang mendorong janin keluar adalah faktor yang
sangat penting dalam proses persalinan, his yang tidak normal baik
kekuatan maupun sifatnya dapat menghambat kelancaran persalinan
(Manauba, 2001). Proses persalinan dipengaruhi banyak faktor salah
satunya power. Power adalah kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu
seperti kekuatan his dan mengejan yang dapat menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin keluar ( Bobak, 2005 ).
d. Keadaan panggul
Panggul merupakan salah satu bagian yang penting dan
mempengaruhi proses persalinan. Berbagai kelainan panggul dapat
mengakibatkan persalinan berlangsung lama antara lain: kelainan
bentuk panggul seperti jenis panggul sempit, miring, penyakit tulang,
sempit melintang serta kelainan ukuran panggul baik panggul luar
maupun panggul dalam (Wiknjosastro, 2002).
e. Besarnya janin
Besarnya neonatus pada umumnya kurang dari 4.000 gram dan
jarang melebihi 5.000 gram. Besar bayi ialah bila berat badan lebih
dari 4.000 gram. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4.000 gram
adalah 53% dan yang lebih dari 4.500 gram adalah 0,4%. Pada
panggul normal, janin dengan berat 4.000-5.000 gram pad umumnya
tidak mengalami kesulitan dalam melahirkan. Pada janin besar faktor
keturunan memegang peranan penting selain itu janin besar dijumpai
pada wanita hamil dengan dibetes mellitus, pada postmaturitas dan
pada grande multipara (Wiknjosastro, 2002).
f. Keadaan letak janin
Letak dan presentasi janin dalam rahim (passanger) merupakan
salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap proses
persalinan, menurut Fraser (2009) 98% persalinan terjadi dengan letak
16
belakang kepala. Mekanisme persalinan merupakan suatu proses
dimana kepala janin berusaha meloloskan diri dari ruang pelviks
dengan menyesuaikan ukuran kepala janin dengan ukuran pelviks
melalui proses Sinklitismus/ bila arah sumbu kepala janin tegak lurus
dengan bidang pintu atas panggul, Asinklitimus / arah sumbu kepala
janin miring dengan bidang pintu atas panggul, rotasi internal,
ekstensi, ekspulsi total/ pengeluaran total, namun pada beberapa
kasus proses ini tidak berlangsung dengan sempurna karena adanya
kelainan letak dan presentasi sehingga proses tersebut pada umumnya
berlangsung lama akibat ukuran dan posisi ukuran kepala janin.
Selain presentasi belakang yang tidak sesuai dengan ukuran panggul
(Wiknjosastro, 2002).
9. Bahaya dan Kelainan dalam Persalinan
Bahaya dan kelainan dalam proses persalinan dibagi dua yaitu
pada persalinan kala I dan II, dan persalinan kala III dan IV. Kelainan
pada Kala I dan II terdiri dari:
a. Kelainan Presentasi Dan Posisi
1) Resentasi Puncak Kepala adalah apabila derajat defleksnya ringan,
sehingga UUB merupakan bagian terendah. U,mumnya bersifat
sementara kemudian berubah menjadi presentasi belakang kepala.
Mekanismen persalinan sama dengan Posisi Oksipitalis Posterior
Persisten (POPP), perbedaanya: pada persentasi puncak kepala
tidak terjadi fleksi keala yang maksimal, sedangkan puncak kepala
yang melalui jalan lahir adalah sirkumferensia fronto-oksipitalis
dengan titik perputaran yang berada dibawah simfisis adalah
glabela.
2) Presentasi Muka
Adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi
maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka
merupakan bagian terendah menghadap kebawah.
17
3) Posisi Oksiput Posterior Persisten
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun
melalui PAP dengan sutura sagitalis melintang/ miring, sehingga
ubun- ubun kecil dapat berada dikiri melintang, kanan melintang,
kiri depan, kanan depan, kiri belakang/ kanan belakang. Dalam
keadaan fleksi bagian kepala yang pertama mencapai dasar panggul
adalah oksiput.
b. Distosia Karena Kelainan His
1) Inersia Uteri Hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah/ tidak adekuat
untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar.
Disii keukatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai
pada penderita dengan kurang baik seperti anemia, uterus yang
terlalu teregang, misalnya: akibat hidramnion atau kehamilan
kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta
pada pederita dengan keadaan emosi kurang baik. Inersiaini terdiri
dari 2 macam yaitu Inersia uteri primer, terjadi pada permulaan
fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat
(kelemahan is yang timbul sejak dari permulaan persalinan),
sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah
memasuki keadaan inpartu atau belum. Inersia uteri sekunder,
terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik,
kemudian pada permulaan selanjutnya terdapat gangguan atau
kelainan.
2) Inersia Uteri Hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai
melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian
atas, tengah dan bawah uterus sehingga tidak efisien untuk
membuka serviks dan mendorong bayi keluar.
18
3) His Yang Tidak Terkoordinasi
Sifat his yang berubah- ubah, tidak ada koordinasi dan sinkronisasi
antar kontraksi dan bagian – bagiannya. Pada bagian atas dapat
terjadi kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga menyebabkan
terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan persalinan
tidak maju.
c. Distosia Karena Kelainan Alat Kandungan
1) Vulva
kelainan yang bisa menyebabkan kelainan vulva adalaah oedema
vulva, stenosis vulva, kelainan bawaan, varises, hematoma,
peradangan, kondiloma kauminta dan fistula
2) Vagina
Kelainan yang dapat menyebabkan distosia adalah: Kelainan
vagina, Stenosis vagina congenital, Tumor vagina, Kista vagina
3) Uterus
Kelainan yang penting berhubungan dengan persalinan adalah
distosia servikalis. Karena disfungtional uterine action atau karena
parut pada serviks uteri. Kala I serviks uteri menipis akan tetapi
pembukaan tidak terjadi sehingga merupakan lembaran kertas
dibawah kepala janin.
d. Distosia Karena Kelainan Janin
Kelainan janin ini dapat berupa bayi besar (lebih dari 4000gram),
hidrosefalus, anensefalus, janin kembar siam dan janin tidak
memperoleh oksigen yang cukup
e. Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir.
Kelainan ini berupa kesempitan pintu atas panggul, kesempitan
bidang tengah pelvis dan kesempitan pintu bawah panggul.
19
B. Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Cemas berasal dari bahasa latin anxius dan dalam bahasa Jerman
angst kemudian menjadi anxiety yang berarti kecemasan, merupakan suatu
kata yang digunakan untuk menggambarkan suatu efek negative. Menurut
Halminton (2006) ansietas atau kecemasan adalah kekhawatiran yang
tidak jelas dan menyebar yang berkaitan dengan persaaan tidak pasti dan
tidak berdaya.Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik
yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal
(Videbeck, 2008),
Ansietas adalah persaaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi, ketika merasa cemas individu merasa tidak nyaman atau takut
atau mungkin mempunyai firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak
mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi, tidak ada
objek yang dapat diidentifikasikan sebagai stimulus ansietas. Ansietas
merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada
individu.
Pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian dari kecemasan
adalah keadaan seseorang yang mengalami perasaan terjepit, terancam,
gelisah serta kekhawatiran atau cemas yang bersifat subjektif dan adanya
aktifitas sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak
jelas dan spesifik (Videbeck, 2008).
2. Manifestasi Klinis
Menurut Carpenito (2002), Hamilton (2006) ada beberapa tanda dan
gejala cemas antara lain :
a. Fisiologis
Peningkatan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah, peningkatan
frekuensi nafas, diaforesis, suara bergetar/perubahan tanda nada,
palpitasi, gemetar, mual/muntah, sering berkemih, diare, ketakutan
insomnia, kelelahan dan kelemahan, gelisah, pingsan/pusing, rasa panas
dan dingin.
20
b. Emosional
Individu merasakan ketakutan, rasa tidak berdaya, gugup dan
kehilangan percaya diri, pada orang cemas individu merasakan
ketegangan, kehilangan kontrol dan tidak dapat rileks.
Antisipasi ketegangan individu memperlihatkan peka rangsang/tidak
sabar, cenderung menyalahkan orang lain, marah meledak, reaksi
terkejut, menangis, mengkritik diri sendiri dan kurang inisiatif
mengutuk diri sendiri.
c. Kognitif
Individu tidak mampu berkonsentrasi dengan baik, memperlihatkan
kurangnya orientasi lingkungan, pelupa, termenung, individu
berorientasi pada masa lalu daripada saat ini dan akan datang, individu
tampak perhatian yang berlebihan dan memblok pikiran.
3. Tingkatan Kecemasan
Menurut Videbeck (2008) dan Hamilton (2006) membagi kecemasan
menjadi empat tingkat antara lain ansietas ringan, ansietas sedang, ansietas
berat dan ansietas panik yaitu :
a. Cemas ringan
Ansietas atau cemas ringan diperlukan seseorang untuk dapat berespon
secara efektif terhadap lingkungan dan kejadian, berhubungan dengan
ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan dan rileks atau sedikit
gelisah. Pada keadaan cemas ringan respon emosional sedikit tidak
sabar, aktifitas menyendiri, terstimulasi dan tenang. Seorang cemas
ringan dijumpai hal-hal sebagai berikut :
Lapangan persepsi luas, terlihat percaya diri dan tenang, waspada dan
memperhatikan banyak hal, mempertimbangakn informasi, Cenderung
untuk tidur.
b. Cemas sedang
Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada suatu
hal dan mengesampingkan yang lain, kepercayaan diri goyah,
21
ketegangan otot sedang sehingga seseorang mengalami tidak perhatian
secara selektif. Seseorang dengan kecemasan sedang biasanya
menunjukan keadaan seperti :
Lapang persepsi menurun, perubahan suara: bergetar, nada suara tinggi,
pupil dilatasi, mulai berkeringat, kewaspadaan dan ketegangan
meningkat, peningkatan tanda-tanda vital, respon yang muncul adalah :
Respon fisik sering berkemih, pola tidur berubah, respon kognitif
rentang perhatian menurun
Respon emosional : Mudah tersinggung, banyak pertimbangan.
c. Cemas berat
Kecemasan ini menyebabkan persepsi terkurangi sehingga cenderung
terjadi penurunan ketrampilan kognitif menurun secara signifikan,
individu yang mengalami ansietas berat sulit untuk berfikir dan
melakukan pertimbangan, pada ansietas berat individu memperlihatkan
kegelisahan, iritabilitas atau menggunakan cara psikomotor-emosional
yang sama lainnya untuk melepas ketegangan. Hal-hal yang sering
dijumpai pada seseorang dengan cemas berat adalah :
1) Lapang persepsi terbatas, proses berfikir terpecah-pecah, ketika
diinstrusikan untuk melakukan sesuatu tidak dapat berkonsentrasi.
2) Tidak mampu mempertimbangkan iinformasi
3) Hiperventilasi, takikardi, pengeluaran keringat meningkat
4) Berkomunikasi sulit dipahami, berteriak, gemetar
5) Kontak mata buruk, menaruk diri, kebutuhan ruang gerak
meningkat
d. Cemas panik
Kecemasan yang berhubungan dengan ketakutan dan teror, individu
akan mengalami panik dan tidak mampu mengontrol persepsi
walaupun dengan pengarahan, terjadi peningkatan aktifitas motorik
menurunkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Panik
merupakan disorganisasi kepribadian, pada keadaan panik hormon
stres dan neurotransmiter berkurang.
22
Hal-hal yang dapat dijumpai dengan keadaan cemas panik adalah :
1) Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
2) Pikiran tidak logis hilang kemampuan mengingat, individu pada
keadaan panik tidak dapat melihat atau memahami situasi.
3) Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi dan keadaan saat panik
individu tidak dapat tidur.
4) Pikiran tidak logis, terganggu dan tidak rasional
Bagan 1. Rentang Respon Cemas menurut Videbeck (2008).
C. Kecemasan Pada Ibu Bersalin
Kecemasan dapat meningkatkan resiko dalam proses persalinan
yaitu mengenai keadaan jalan lahir dan bayi akan dilahirkan. Hal ini tidak
dikemukakan berlebih karena akan dapat merugikan ibu hamil itu sendiri.
Banyak wanita takut akan nyeri persalinan atau kerusakan sebaab mereka
tidak mengetahui tentang anatomi dan proses persalinan. Perempuan
mengespresikan mengenai perilaku selama hamil sampai proses persalinan
dan bagaimana seseorang untuk menerima dirinya dan berperilaku (Bobak,
2005).
Proses persalinan adalah saat yang menegangkan bagi seorang ibu.
Kebanyakan ibu mengalamin kecemasan, rasa tidak nyaman, rasa sakit
menjelang persalinan dan selama melahirkan serta ketakutan akan
kerusakan jalan lahir. Rasa takut dapat timbul karena kekhawatiran akan
proses melahirkan yang aman untuk dirinya dan bagi bayi yang
dikandungnya (Bobak, 2005).
RENTANG RESPON
CEMAS
Respon
adaptif
Respon
maladaptif
Antisipasi Panik Ringan Sedang Berat
23
Perasaan tidak enak, takut dan ragu-ragu akan persalinan yang
akan dihadapi kerap melanda ibu, meliputi perasaan “apakah persalinan
akan berjalan normal, apakah bayinya normal atau tidak dan lain-lain”
serta ketidakpastian yang harus bercampur rasa sakit yang luar biasa.
Reaksi ibu saat bersalin bersifat sangat individual, tergantung dengan daya
tahannya terhadap rasa sakit dan mental. Ibu yang siap mental akan
menjalani persalinan dengan tenang (Simkin, 2005).
D. Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Lama Persalinan
Kecemasan yang dirasakan ibu hamil akan berdampak pada janin
yang dikandungnya, pikiran negatif dapat berdampak buruk bagi ibu hamil
dan janin yang dikandungnya. Ibu hamil yang sering kali merasa khawatir
bahkan stres memiliki kecenderungan untuk melahirkan bayi prematur.
Hal ini terjadi karena stres dan kecemasan memicu produksi Cortiotrophin
Releasing Hormone (CRH), hormon ini juga memiliki fungsi sebagai
“tanda” bila persalinan akan tiba. Janin dalam rahim dapat merespon apa
yang sedang dirasakan ibunya seperti detak jatung ibu. Semakin cepat
detak jantung ibu semakin cepat pula pergerakan janin dalam rahim. Ibu
hamil yang mengalami kecemasan atau stres maka detak jantung akan
meningkat dan dia akan melahirkan bayi prematur atau lebih kecil dari
bayi normal lainnya bahkan mengalami keguguran (Walsh, 2008).
Hormon yang dominan pada saat kehamilan yaitu estrogen dan
progesteron, hormon estrogen berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas
otot rahim dan memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti
rangsangan oksitosin, rangsangan prostalgandin dan rangsangan mekanis
sedangkan progesteron berfungsi menurunkan sensitivitas otot rahim,
menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti oksitosin,
rangsangan prostalgandin, rangsangan mekanis dan menyebabkan otot
rahim dan otot polos relaksasi.
24
Pada kehamilan kedua hormon tersebut berada dalam keadaan
seimbang, sehingga kehamilan bisa dipertahankan. Perubahan
keseimbangan kedua hormon tersebut menyebabkan oksitosin dikeluarkan
oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk
Braxton Hicks. Kontraksi ini akan menjadi kekuatan yang dominan pada
saat persalinan dimulai, makin tua kehamilan maka frekuensi kontraksi
semakin sering. Oksitosin bekerja bersama atau melalui prostaglandin
yang makin meningkat mulai umur kehamilan minggu ke -15 sampai
aterm (Walsh, 2008).
Faktor psikologi juga dapat mempengaruhi pengeluaran oksitosin,
seperti yang bahwa kekhawatiran dapat meningkatkan produksi adrenalin
yang menghambat aktivitas uterus dan mungkin menyebabkan persalinan
lama, karena dari rangsangan psikologis tersebut hipotalamus akan
menerima informasi melalui system saraf dan informasi ini akan disatukan
dalam hipotalamus itu sendiri dan kemudian dari hipotalamus akan
memerintahkan hipofisis untuk mengeluarkan adrenalin sehingga produksi
adrenalin meningkat dan dapat menghambat aktivitas uterus dan
dimungkinkan dapat menyebabkan persalinan lama.
Kecemasan akan menyebabkan nyeri yang dapat meningkatkan
sekresi adrenalin dan katekolamin sehingga terjadi peningkatan cardiac
output, irama dan denyut jantung, gastrointestinal dan tekanan darah yang
akan menyebabkan hiperventilasi serebral dan aliran darah uterus menjadi
vasokonstriksi, keseimbangan asam basa menjadi berubah menimbulkan
alkalosis maternal (yang mana mungkin menyebabkan hipoksia janin),
mual dan muntah, mengganggu aktivitas uterus dengan adanya penurunan
kontraksi (katekolamin) dan menggangu fungsi kandung kemih, dengan
terhambatnya miometrium dalam berkontraksi dan beretraksi maka proses
pemendekan dan penebalan segmen atas uterus berkurang sehingga janin
kurang terdorong ke bawah yang menyebabkan penekanan pada servik
kurang maksimal. Begitu juga kerja dari segmen bawah kurang yang
seharusnya terjadi penarikan oleh segmen atas uterus tapi karena segmen
25
atas kurang maksimal dalam berkontraksi dan beretraksi sehingga tarikan
ke segmen bawah uterus juga kurang maksimal, oleh karena itu proses
effacement dan dilatasi servik akan berlangsung lebih lama dan dapat
terjadi persalinan lama (Simkin, 2005).
26
E. Kerangka Teori
Bagan 2 Kerangka Teori
Kerangka Teori Penelitian
Sumber Modifikasi: Manuaba, 2006; Videbeck, 2008; Wiknjosastro,2002; Bobak, 2005.
F. Kerangka konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Bagan 3. Kerangka Konseptual Penelitian
G. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent (bebas)
Variabel Independent (bebas) dalam penelitian ini adalah tingkat
kecemasan.
2. Variabel Dependent (terikat)
Variabel Dependent (terikat) dalam penelitian ini adalah lama
persalinan.
Faktor yang
mempengaruhi
lamanya
persalinan Ibu :
1. Umur
2. Paritas
3. Keadaan His
4. Keadaan
Panggul
5. Keadaan janin
dan besar
janin
6. Kecemasan
Lama
persalinan
Tingkat kecemasan Lama persalinan
27
H. Hipotesis
Hipotesa penelitian yang diajukan dalam penelitian adalah : Ada
hubungan yang bermakna antara tingkat kecemasan ibu bersalin dengan lama
persalinan kala 1 fase aktif di Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal.