Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia merupaka fokus dalam asuhan
keperawatan bagi pasien yang mengalami gangguan kesehatan, maka
kemungkinan ada satu atau beberapa kebutuhan dasarnya yang akan
terganggu. Sedangkan proses keperawatan merupakan pengetahuan
dasar perawat dalam melakukan asuhan keperawatan, sehingga
pemahaman terhadap proses keperawatan menjadi keharusan bai
perawat yang akan melaukan praktik keperawatan(Tarwoto dan
Wartonah, 2010).
Menurut Sutanto dan Fitriana, 2017 Setiap perawat harus memerhatikan
kebutuhan dasar manusia. Adapun karakteristik kebutuhan dasar
manusia sebagai berikut :
a. Manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama, walaupun setiap
orang memiliki perbedaan dalam bidang sosial, budaya, persepsi,
dan pengetahuan.
b. Secara umum pemenuhan kebutuhan dasar setiap manusia sesuai
dengan tingkat prioritasnya. Jadi, kebutuhan dasar yang harus segera
dipenuhi merupakan kebutuhan dasar dengan prioritas utama.
c. Sebagian dari pemenuhan kebutuhan dasar dapat ditunda walaupun
umumnya harus dipenuhi.
d. Kebutuhan dasar yang gagal dipenuhi akan mengakibatkan kondisi
yang tidak seimbang (disekulilibrium) sehingga menyebabkan sakit.
e. Munculnya keingininan pemenuhan kebutuhan dipengaruhi oleh
stimulus internal maupun eksternal. Contoh, kebutuhan untuk
minum. Seseorang yang merasa haus, maka ia ingin segera minum.
Hal itu disebabkan dalam tubuhnya kekurangan cairan (stimulus
9
internal) atau karena melihat minuman yang segar saat terik
matahari (stimulus eksternal).
f. Berbagai kebutuhan dasar akan saling berhubungan dan berpengaruh
pada manusia. Misalnya, kebutuhan maka akan diikuti dengan
kebutuhan minum.
g. Saat timbul keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar, maka
individu akan berusaha memenuhinya.Dikalangan profesi
keperwatan, teori kebutuhan dasar manusia menggunakan acuan
teori psikolog, Abraham Maslow yang dipublikasikan pada tahun
1970. Psikolog aliran humanisme ini hidup pada tahun 1908 – 1970.
Menurut maslow dalam buku Sutanto dan Fotriana,2017
ada lima hierarki kebutuhan dasar manusia (five hierarchy of needs)
yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan, dan keamanan,
kebutuha mencintai, kebutuhan dan dicintai, kebutuhan harga diri
serta kebutuhan aktualisasi diri.
Jika dikaji berdasarakan konsep manusia dalam perspektif
keperawatan yang memadang manusia sebagai makhluk holistik,
maka hierarki kebutuhan dasar manusia tidak cukup lima, tetapi
enam. Kebutuhan dasar yang keenam yaitu aspek spiritual yaitu
kebutuha akan kedekatan dengan Tuhan. Menjelang akhir hayatnya,
Maslow menambahkan hierarki kebutuhan manusia yang keenam
yaitu kebutuhan transendental diri (Sutanto dan Fitriana,2017).
Kebutuhan transendental diri ini merupakan puncak
kesadaran eksistensi manusia yang secara fitrah menyadari adanya
Tuhan dan memerlukan pertolongan-Nya. Dengan demikian individu
yang telah mencapai level ini akan mengalami keseimbangan hidup
yaitu hidup bukan hanya sekedar pemenuhan jasmani semata, akan
tetapi juga secara rohani terpenuhi (Sutanto dan Fitriana,2017).
Lima tingkat kebutuhan dasar menurut Mubarak,2008
dapat sebagai berikut :
10
1) Kebutuhan fisiologis
Menurut Mubarak, 2008 Kebutuhan fisiologis memeliki prioritas
tertinggi dalam hierarki Maslow. Umumnya, seseorang yang
memeliki beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi akan lebih
dulu memenuhi kebeutuhan fisiologisnya dibandingkan
kebutuhan yang lainnya. Manusian memiliki delapan kebutuhan
macam kebutuhan yaitu :
a) Kebutuhan ogsigen dan pertukaran gas.
b) Kebutuhan cairan dan makanan.
c) Kebutuhan makanan.
d) Kebutuhan eliminasi urine dan alvi.
e) Kebutuhan istirahat dan tidur.
f) Kebutuhan aktivitas.
g) Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh.
h) Kebutuhan seksual.
Kebutuhan seksual tidak diperlukan untuk menjaga
kelansungan hidup seseorang tetapi penting untuk
mempertahankan kelangsungan umat manusia.
2) Kebutuhan keselamatan dan rasa aman
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman maksudnya adalah aman
diri berbagai aspek, baik fisiologis, maupun psikologis.
Kebutuhan ini meliputi :
a) Kebutuhan perlindungan diri dan udara dingin, panas ,
kecelakaan, dan infeksi.
b) Bebas dari rasa takut dan kecemasan
c) Bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru
atau asing.
3) Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan ini
meliputi :
a) Memberi dan menerima kasih sayang.
11
b) Perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang
lain
c) Kehangatan.
d) Persahabatan
e) Mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok,
serta lingkungan sosial
4) Kebutuhan harga diri, kebutuhan ini meliputi :
a) Perasaan tidak bergantung pada orang lain.
b) Kompeten.
c) Penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
5) Kebutuhan aktualisasi Diri, kebutuhan ini meliputi
a) Dapat mengenal diri sendiri dengan baik (mengenal dan
memahami potensi diri).
b) Belajar memenuhi kebutuhan diri sendiri
c) Tidak emosional
d) Mempunyai didikasi yang tinggi
e) Kreatif
f) Mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, dan sebagainya.
Menurut Maslow.
Piramida kebutuhan dasar manusia menurut mubarak, 2008
Gambar 2.1 Hierarki kebutuhan Dasar Manusia Menurut Maslow
Kebutuhan aktualisasi diri Kebutuhan hargadiri
Kebutuhanmencintaidandicintai Kebutuhankeselamatandankeamanan
Kebutuhan fisiologis
12
B. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Kelebihan Volume Cairan
1. Definisi kelebihan volume cairan
Kelebihan volume cairan (Hipervolumemia) menurut Kozier dan
Berman,2011 adalah dimana terjadi saat tubuh menahan air dan
natrium dengan proporsi yang sama dengan CES normal. Ini
umumnya disebut sebagai hipervolemia (peningkatan volume darah).
Karena air dan natrium ditahan dalam tubuh, konsentrasi natrium
serum pada intinya tetap notmal. FVE (fluid volume excess) selalu
menjadi akibat sekunder dari peningkatan kandungan natrium tubuh
total. Penyebab FVE yang spesifik terdiri dari atas
a. Asupan natrium klorida yang berlebihan.
b. Pemberian infus yang mengandung natrium dalam waktu terlalu
cepat.
c. Proses penyakit yang mengubah mekanisme regulasi seperti
gagal jantung, gagal ginjal, sirosis hati, dan sindrom chusing
Faktor resiko kelebihan volume cairan menurut Kozier, 2011 adalah
sebagai berikut :
1) Edema
Pada kelebihan volume cairan, rongga intravaskuler dan
interstisial mengalami peningkatan kandungan air dan natrium.
Kelebihan cairan interstisial dikenal sebagai edema. Edema
biasanya paling jelas tampak diarea yang tekanan jaringannya
rendah, seperti sekitar mata, dan jaringan yang tergantung yang
dikenal sebagai edema tergantung (dependent edeme), yang
tekanan kapiler hidrostatiknya tinggi.
2) Edema tekan
Merupakan edema yang meninggalkan cekungan atau lubang
kecil setelah jari menekan area yang memebengkak. Cekungan
tekan tersebut disebabkan oleh gerakan cairan kejaringan di
sekitarnya, menjauhi titik tekan, dalam sepuluh detik cekungan
biasanya akan menghilang.
13
3) Dehidrasi
Dehidrasi, atau ketidakseimbangan hiperosmolar, terjadi jika air
hilang dari tubuh tanpa disertai dengan kehilangan elektrolit
yang bermakna. Karena air hilang sementara elektrolit terutama
natrium, ditahan dalam tubuh, osmolalitas serum dan kadar
natrium meningkat. Air ditarik kekompartemen vaskular dari
ruang interstisial dan dari sel, menghasilkan dehidrasi selular.
Lansia terutama adalah orang yang beresiko mengalami
dehidrasi karena terjadi penurunan sensasi haus . jenis defisit air
ini juga dapat memengaruhi klien yang mengalami
hiperventilasi atau klien yang mengalami demam
berkepanjangan atau klien yang mengalami ketoasidosis
diabetik dan mereka yang mendapatkan makanan viaenteral
dengan asupan cairan yang kurang memadai (Kozier,2011).
Tabel 2.1 Tingkat Dehidrasi
Penurunan Berat Badan Akut Keparaha Defisit Caitan Tubuh
2-5% Ringan
5-10% Sedang
10-15% Berat
15-20% Fatal
Sumber : Home dan Swearingan,2001 dalam buku (Kozier ) 2011
Tabel 2.2 tanda dan gejala pada klien dehidrasi
Penilaian A B C
Lihat : keadaan
umum
Baik, sadar Geliasah, rewel Lesu, lumglai, atau
tidah sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
14
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rsa haus Minum biasa,
tidak haus
Haus, ingin
minum banyak
Malas minum atau
tidak bisa minum
Periksa turgor
kulit
Kembali cepat Kembali lampat Kemali sangat
lambat
Hasil
pemeriksaan
Tanpa dehidrasi Dehidrasi
ringa/sedang
Bila ada 1 tanda
atau lebih tanda
lain
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda
Ditambah 1 atau
lebih tanda lain
Sumber : Mansjoer dkk,2003 dalam buku (Kozier) 2011
4) Overhidrasi
Yang juga dikenal sebagai ketidakseimbangan hipoosmolar atau
intoksikasi air, terjadi saat air diperoleh dalam jumlah berlebih
dari elektrolit, menghasilkan osmolalitas serum yang rendah dan
kadar natrium yang serum yang rendah. Air ditarik kedalm sel
menyebabkan sel membengkak . didalam otak, ini dapat
menyebabkan edema serebral dan mengganggu neorologis.
Overhidrasi juga dapat terjadi akibat sindrom hormon
antideuretik yang tidak tepat (syndrome of inappropriate
antideuretik hormone). Sebuah gangguan yang dapat terjadi
pada beberapa tumor ganas, AIDS, cedera kepala, atau obata-
obatan tertentu seperti berbiturat atau anestesi.
Menurut Kozier dan Berman, 2011, Proporsi tubuh
manusia yang terjadi dari atas cairan sangat besar. Sekitar 46%
sampai 60% berat badan rata-rata orang dewasa adalah air,
cairan tubuh primer. Bula tubuh sehat maka volume ini relatif
konstan dan berat badan individu bervariasi kurang dari 0,2 kg
dalam 24 jam, tanpa memperhatikan jumlah cairan yang
15
dikonsumsi. Air untuk sangat penting untuk kesehatan dan
fungsi sel normal, yang berperan sebagai
a) Sebuah medium untuk reaksi metabolik di dalam sel
b) Sebuah pengangkut zat gizi, produksi sisa, dan zat lain
c) Sebuah pelumas
d) Sebuah penyekat dan penyebab guncangan
e) Sebuah cara dalam mengatur dan memepertahankan suhu
tubuh (Kozier, 2011)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan
a. Usia. Pada bayi atau anak-anak, keseimbangan cairan
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah asupan
cairan yang besar yang diimbangi dengan haluran yang besar
pula, metabolisme tubuh yang yang tinggi, masalah yang
mumcul akibat imaturitas fungsi gunjal,serta banyaknya cairan
yang keluar melalui ginjal, paru-paru, dan proses penguapan.
Pada orang tua atau lansia, gangguan yang muncul berkaitan
dengan masalah ginjal dan jantung terjadi karena ginjal tidak
lagi mampu mengatur konsentrasi urine.
b. Temperatur lingkungan. Lingkungan yang panas menstimulus
sistem saraf simpatis dan menyebabkan seseorang berkeringat.
Pada cuaca yang sangat panas, seseorang akan kehilangan 700-
2000 ml air/jam dan 15-30 g gram/hari.
c. Kondisi stres. Kondisi stres memengaruhi metabolisme sel,
konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot. Kondisi stres
mencetuskan pelepasan hormon anti-deuretik sehingga produksi
urine menurun.
d. Keadaan sakit. Kondisi sakit yang dapat memengaruhi
keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain luka bakar, gagal
ginjal, dan payah jantung.
16
e. Diet. Diet dapat memengaruhi asupan cairan dan elektrolit.
Asupan nutrisi yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadap
kadar albumin serum. Jika albumin serum menurun, cairan
interstisial tidak bisa masuk kepembuluh darah sehingga terjadi
edema (Mubarak,2008)
3. Manifestasi klinik menurut Brunner dan Suddarth, 2002
a. Manifestasi klinis pada gangguan kelebihan volume caiaran
Manifestasi klinis dari FVE berasal dari perluasan kompartemen
CES dan termasuk edema, distensi vena leher,dan krakel (bunyi
paru yang abnormal). Manefestasi laindari kelebihan volume
cairan termasuk takikardia; peningkatan tekanan darah; tekanan
nadi; dan tekanan vena sentral; peningkatan berat badan;
peningkatan haluaran urin; dan napas pendek dan mengi
b. Evaluasi diassnotik
data labolatorium yang bermanfaat dalam diagnosa FVE
termasuk BUN dan tingkat hematokrit. Denga adanya FVE,
kedua nilai ini mungkin menurun karena dilusi plasma.
Peneyebab lain dari abnormalitas dalam nilai ini termasuk
masukan protein yang rendah dan anemia. Pada gagal ginjal
kronik, baik osmolalitas serum dan natrium akan menurun
karena retensi air yang berlebihan. Natrium uri akan meningkat
jika ginjal mencoba mengekskresikan volume yang berlebihan.
Rongent dada mungkin menunjukkan bendungan pulmonal.
Hipervolumia terjadi jika aldosteron terstimilasi secara kronis
(y.i.,sirosis, gagal jantung kongestif, dan sidrom nefrotik);
karena itu natrium urin tidak akan meningkat dalam keadaan ini.
4. Penatalaksanaan Kelebihan Volume Cairan
penatalaksanaan FVE diarahkan pada faktot-faktor peneyebab.
Pengobatan edema termasukcara-cara untuk momobilisasi cairan (y,
i., memposisikan pasien pada supine dan pengguanaan supportive
17
stockings ). Bila kelebihan cairan berhubungan dengan pemberian
berlebih cairan yang mengandung natrium, menghentikan infus
mungkin merupakan satu-satunya tindakan yang diperluakan.
Pengobatan gejala mencakup pemberian deueretik dan membatasi
cairan dan natrium.
C. Asuhan Keperawatan
asuhan keperawatan adalah metode pengorganisasian yang
sistematis dalam melakukan asuahan keperawatan pada individu,
kelompok, dan masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan
pemecahan masalah dari respons pasien terhadap penyakitnya.
Proses keperawatan diguanakan untuk membantu perawata
melaukan praktik keperawatan secara sistematis dalam memecahkan
masalah keperawatan. Dengan menggunakan metode ini perawat
dapat mendemonstrasikan tanggung gugat dan tanggung jawab pada
klien, sehingga kualitas praktik keperawatan dapat meningkat (
Tarwoto dan Wartonah,2010 )
Proses keperawatan memberikan kerangka yang dibutuhkan
dalam asuhan keperawatan kepada klien, keluarga, serta komunitas
dan merupakan metode yang efisien dalam membuat keputusan
klinik serta pemecahan masalah, baik masalah aktual maupun
potensial dalam mempertahankan kesehatan ( Tarwoto dan
Wartonah,2010 )
Lydia Hall dalam buku Tarwoto dan Wartonah,2010 adalah
orang yang pertama kali memnggunakan proses keperawatan diawal
tahun 1950-an. Dia melakukan proses keperawatan melalui tiga
tahap, yaitu : pengkajian, perencanaan, dan evaluasi dengan
menggunakan metode ilmiah yaitu mengobsevasi, mengukur,
mengumpulkan data, dan menganalisis temuan-temuan tersebut.
American Nurses Assosiation (ANA) menggambarkan proses
keperawatan menjadi lima tahap, yaitu : pengkajian, diagnosa
18
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Asosiasi
Diagnosa Keperawatan Amerika (NANDA) kemudian
mengembangkan dana mengelompokkan diagnosa keperawatan serta
membantu menciptakan pola komunikasi antar perawat dan
memberikan batasan antara diagnosa keperawatan dengan diagnosa
medis.
Diagnosa keperawatan berfokus pada respons klien, sedangkan
diagnosa medis berfokus pada proses penyakit ( Tarwoto dan
Wartonah,2010 )
1. Langkah-langkah proses keperawatan
Dalam proses keperawatan, ada lima tahap-tahap tersebut tidak
dapat disiapkan dan saling berhubungan.. Tahap-tahap ini secara
bersama-sama memebentuk lingkaran. Pemikiran dan tindakan
yang kontinu, yang mengulangi kembali kontak dengan pasien.
Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah sebagai
berikut.
a. Pengkajian
b. Diagnosa keperawatan
c. Perencanaan
d. Implementasi
e. Evaluasi
Kelima langkah tersebut dapat dijadikan pedoman dalam
mencapai tujuan keperawatan yaitu : meningkatkan,
mempertahankan kesehatan atau membuat pasien mencapai
kematian dengan tenang pada pasien terminal, serta
memungkinkan pasien atau keluarga dapat mengatur
kesehatannya sendiri menjadi lebih baik.
1) Pengkajian Keperawatan
Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan
proses dinamis yang terorganisasi, dan meliputi tiga
aktivitas dasat yaitu: pertama, mengumpulkan data secara
19
sistematis; kedua, memilah dan mengatur data yang
dikumpulkan; ketiga, mendokumentasikan data dalam
fotmat yang dapat dibuka kembali.
Pengumpulan data pengorganisasian ata harus
menggambarkan dua hal sebagai berikut.
a) Status kesehatan pasien.
b) Kekuatan masalan dan masalah kesehatan yang dilami
(aktual, resiko, atau potensial).
Data dapat diperoleh drai riwayat keperawatan, keluhan
utama pasien, keluhan utama pasien,pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang artau tes diagnostik. Riwayat
keperawatan misalnya : riwayat penyakit keluarga, riwayat
penyakit sekarang, dan riwayat kejadian. Pemeriksaan fisik
meliputi pemeriksaan dari kepala sampai ke kaki (head to
toe) melalui teknik inspeksi, perkusi, dan auskultasi.
Pemeriksaan penunjang misalnya hasil pemeriksaan
labolatoruim, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan biopsi
( Tarwoto dan Wartonah,2010 ).
Dalam melakukan pengkajian diperlukan keahlian-
keahlian (skill) seperti wawancara, pemeriksaan fisik, dan
observasi. Hal pengumpulan data kemudian diklasifikasikan
dalam data sumjektif dan objektif. Data subjektif merupakan
ungkapan atau persepsi yang di kemukakan oleh pasien. Data
objektif merupakan data yang didapat dari hasil observasi,
pengukuran, dan pemeriksaan fisik ( Tarwoto dan
Wartonah,2010 )
Ada beberapa cara penegelompokan data, yaitu sebagai
berikut.
o Berdasarkan sistem tubuh
o Berdasarkan kebutuhan dasar (Maslow)
o Berdasarkan teori keperawatan.
20
o Berdasarkan pola kesehatan fungsional.
Penegelompokan data berdasarkan teori keperawatan sangat
membantu dalam proses identifikasi diagnosa keperawatan.
Sedangkan pengelompokan data berdasarkan sistem tubuh
juga sangat berguna dalam memberikan masukan kepada
dokter.
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas
mengenai status kesehatan atau masalah aktual atau resiko
dalam rangka mengidentifikasi dan menetukan intervensi
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau
mencegah masalah kesehatan
klien yang ada pada tanggung jawabnya (Carpenito, 1983)
dalam buku (Tarwoto dan Wartonah) 2010.
Tujuan pengguanaan diagnosa keperawatan adalah sebagai
berikut.
a) Memberikan bahasan yang umum bagi perawat
sehingga dapat terbentuk jalinan informasi dalam
persamaan persepsi.
b) Meningkatkan identifikasi tujuan yang tepat sehingga
pemilihan intervensi lebih akurat dan menjadi pedoman
dalam melakukan evalusi.
c) Menciptaka standar praktik keperawatan.
d) Memberikan dasar peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan.
Dalam merumuskan diagnosa keperawatan, ada komponen
yan perlu dicantumkan, yaitu : Problem (P), Etiologi (E),
dan Simtom (S). Antara Problem dan Etiologi dihubungkan
dengan kata :
o Berhubungan dengan
o Sekunder terhapap
21
o Disebabkan
Dilihat dari status kesehatan klien, diagnosa dapat
dibedakan menjadi aktual, potensial, resiko, dan
kemungkinan.
o Aktual : Diagnosa keperawatan yang menggambarkan
penilaian klinik yang harus divalidasi perawat karena
adanya batasan karakteristik mayor.
Contoknya : gangguan bersihnya jalan nafas
berhubungan dengan akumulasi sekret/slem.
o Potensial : Diagnosa keperawatan yang
menggambarkan kondisi klien kearah yang lebih positif
(kekuatan pasien).
Contonya : potensial peningkatan status kesehatan klien
berhubungan dengan intake nurtisi yang adekuat,
pasien kooperatif.
o Resiko : Diagnosa keperawatan menggambarkan
kondisi klinis individu lebih rentan mengalami
masalah.
Contonya : Resiko infeksi berhubungan dengan efek
pembedahan.
o Kemungkinan : Diagnosa keperawatan yang
menggambarkankondisi klinis individu yang
memerlukan data tambahan sebagai faktor pendukung
yang lebih akurat.
Contohnya : Kemungkinan gangguan citra tubuh (body
image) yang berhubungan dengan operasi apendiks
( Tarwoto dan Wartonah,2010 )
Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan yang
muncul pada kasus gagal ginjal kronik adalah :
a. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi : resiko
22
mengalami penurunan, peningkatan atau
percepatan,penpindahan cairan dari intravaskuler,
interstisial atau intraselular.
b. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak
mampuan mencerna makanan : resiko mengalami
asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik: ketidakcukupan energi untuk
melakukan aktivitas sehari-hari.
3) Perencanaan
Pada tahap perencanaan, ada empat hal yang harus
diperhatikan.
a) Menentukan prioritas masalah
berbagai cara dalam memprioritaskan masalah
diantaranya sebagai berikut
(Tarwoto dan Wartonah,2010 )
b) Menentukan tujuan
Dalam menentuka tujuan, digambarkan kondisi yang
diharapkan disertai jangka waktu.
c) Menentukan kriteria hasil
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kriteria
hasil adalah sebagai berikut.
o Bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu, misalnya
pasien dapat menghabiskan 1 porsi maka selama 3 hari
setelah operasi.
o Bersifat realistik, artinya dalam menentukan tujuan
harus dipertimbangkan faktor fisiologis/patologi
penyakit yang dialami dan sumber yang tersedia serta
waktu pencapaian.
23
o Dapat diukur, misalnya pasien dapat menyebutkan
tujuan batuk efektif dengan benar dan
mendemonstrasikan cara batuk efektif.
o Mempertimbangkan keadaan dan keinginan pasien.
Merumuskan intervensi dan aktivitas perawatan.
Saat ini sedang dikembangkan bagaimanamenuliskan
intervensi keperawatan yang sederhana, efisien, dan efektif
sehingga tidak bamyak tulisan dan catatan intervensi. Salah
satu rumusan intervensi yang sedang dikembagkan adalah
pengguanaan Nursing Interventions Classification (NIC)
dan Nursing Outcomes Classification (NOC). Intervensi
keperawatan dalam NIC dikelompokkan dalamtaksonomi
yang meliputi tiga level, yaitu : level 1 tentang domain,
level 2 tentang kelas, dan level 3 tentang aktivitas tindakan
keperawatan ( Tarwoto dan Wartonah,2010 )
a) Level 1 terdiri dari 7 domain, yaitu sebagai berikut.
Domain 1
Fisiologis :
perawatan dasar untuk mendukung fungsi fisik
Domain 2
Fisiologis :
kompleks, perawatan untuk mendukung pengaturan
untuk homeostatis.
Domain 3
Behavioral :
perawatan untuk mendukung fungsi psikososial dan
perubahan gaya hidup.
Domain 4
Keselamatan : perawatan untuk mendukung proteksi.
Domain 5
Keluarga : perawatan untuk mendukung keluarga.
24
Domain 6
Sistem kesehatan :
perawatan untuk mendukungefektivitas pengguan
sistem pelayanan kesehatan.
Domain 7
Komunitas : perawatan untuk mendukung kesehatan
komunitas.
b) Level 2 kelas (calass)
Pengelompokan ini berdasarkan pada domainnya. Misalnya
pada domain 1 tentang fisiologis, maka, perawatan dasar
untuk mendukung fungsi fisik pada kelas ini adalah sebagai
berikut.
Manajemen aktivitas dan latihan :
intervensinya untuk mengorganisasi tau membantu
aktivitas fisik dan kebutuhan serta pengubahan energi.
Manajemen eliminasi :
intervensi untuk menstabilkan dan mempertahankan
pengaturan pola eliminasi bowel dan urine, dan
mencegah komplikasi dari gangguan pola.
Manajemen imobilisasi :
intervensi untuk membatasiatau melakukan imobilisasi
dan pergerakan tubuh.
Dukungan nutrisi :
intervensi untuk memodifikasi dan mempertahankan
status nutrisi.
Manajemen elektrolit dan asam basa :
intervensi untuk pengaturan keseimbangan asam basa
dan mencegah komplikasi.
c) Level 3 : Intervensi (intervention), pengelompokan
intervensi juga berdasarkan dari urutan level, dan
kelasnya. Misalnya pada level 1 domain 1 dan kelas
25
manajemen imobilisasi, keompok intervensinya adalah
sebagai berikut.
Perawatan tirah baring (bedrest care)
Cast care : maintenance
Pengaturan posisi (positioning)
Transportasi.
Dari level ke tiga tersebut kemudian ditentukan
aktivitas perawatan misalnya unutuk intervensi
keperawatan tirah baring (bedrest care) diantaranya
berikut ini.
Menjelaskan tentang perlunya tirah baring.
Menggunakan tempat tidur atau matras
terapeutik.
Perubahan posisi tubuh pasien.
Keadaan seprai yang bersih, kering, bersih, dan
kencang.
Penggunaan foodroard.
Monitor konstipasi
Monitor fungsi urinaria.
Monitor status paru.
Pada saatnya nati
Pada saatnya nanti jika perawat pelaksana sudah memahami masing-
masing aktivitas pada setiap intervensinya, maka dalam penulisan
intervensinya cukup dituliskan pada level 3. Misalnya manajemen
imobilisasi, manajemen cairan dan elektrolit, asam basa, dan
seterusnya tanpa harus menuliskan aktivitas perawatan yang sangat
banyak (Kozier, 2004) dalam buku (Tarwoto dan Wartonah) 2010.
26
Intervensi keperawatanmenurut SIKI DPP PPNI (2017)
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Ketidak Seimbangan Cairan
No Diagnosa keperawatan Intervensi Utama Intervensi
Pendukung
1. Ketidakseimbangan
cairan b.d Gangguan
Mekanisme regulasi
Definisi :
resiko mengalami
penurunan,
peningkatan atau
perceptan, perpindahan
cairan dari
intravaskular,
interstisial atau
intraselular
Tujuan :
setelah dilakukan
asuhan keperawatan
diharapkan tidak
terjadi
ketidakseimbanganm
caiaran dengan kriteria
hasil :
1. cairan dapat
terpenuhi
Manajemen cairan
1. Monitor status
hidrasi (misalnya :
frekuensi
nadi,kekuatan nadi,
akral, pengisian
kapiler, kelembapan
mukosa, turgor kulit,
tekanan darah)
2. Monitor berat badan
harian
3. Monitor berat badan
sebelum dan sesudah
dialisis
4. Monitor hasil
pemeriksaan
labolatorium(misaln
ya : hematokrit, Na,
K, Cl, berat jenis
urine, BUN)
5. Monitor status
hemodinamik
(misalnya: MAP,
CPV, PAP, PCWP
jika tersedia)
Terapeutik :
1. Catat intake-output
1. Identifikasi
risiko
2. Insersi
intravena
3. Insersi selang
nasogastrik
4. Kateterisasi
urine
5. Manajemen
aritmia
6. Manajemen
autotrasfusi
7. Manajemen
edema
celebral
8. Manajemen
syok septik
9. Pemantauan
elektrolit
10. Pemantauan
hemodinamik
invasif
11. Pemantauan
neurologis
12. Pemantauan
tanda vital
13. Pencegahan
27
dan hitung balans
cairan 24 jam
2. Berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
3. Berikan cairan
intravena, jika
perlu
Kolaborasi :
1. Kolaborasikan
penberian diuretik,
jika perlu
infeksi
14. Pencegahan
perdarahan
Sumber : Tim Prokja SDKI DPP PPNI, 2017. Tim Progja SIKI DPP PPNI,
2018.
Tabel 2.4 Intervensi Masalah Keperawatan Resiko Defisit Nutrisi
No Diagnosa
Keperawatan
Intervensi Utama Intervensi
Pendukung
2 Resiko defisit nutrisi
b.d ketidakmampuan
mencerna makanan
Definisi :
resiko mengalami
asupan nutrisi tidak
cukup untuk
memenuhi kebutuhan
metabolisme.
Tujuan :
Setelah dilakukan
Manajemen nutrisi
Observasi :
1. Identifikasi status
nutrisi
2. Identifikasi alergi
dan intoleransi
makanan
3. Identifikasi
makanan yang
disukai
4. Identifikasi
Intervensi
pendukung
1. Edukasi berat
badan efektif
2. Edukasi diet
3. Edukasi nutrisi
4. Manajemen
energi
5. Manajemen
hiperglikemia
6. Manajemen
28
asuhan keperawatan
diharapkan tidak
terjadi kekurangan
nutrisi dengan kriteria
hasil:
1. nutrisi dapat
terpenuhi.
kebutuhan kalori
dan jenis nutrien
5. Identifikasi
perlunya
penggunaan
selang nasogatrik
6. Monitor asupan
makanan
7. Monitor berat
badan
8. Monitor hasil
pemeriksaan
labolatorium
Terapeutik :
1. Lakukan oral
hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi untuk
menentukan
pedoman diet
(misalnya :
piramida makanan)
3. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
5. Berikan suplemen
makanan, jika
perlu.
hipoglikemia
7. manajemen
kemoterapi
8. Manajemen
reaksi alergi
29
6. Hentikan
pemberian
makanan melalui
selang nasogatrik
jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi :
1. Anjurkan posisi
duduk, jika perlu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan (misalnya
: pereda nyeri,
antimetik), jika
perlu
2. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu
Sumber : Tim Prokja SDKI DPP PPNI, 2017. Tim Progja SIKI DPP PPNI,
2018.
30
Tabel 2.5 Intervensi Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas
No Diagnosa
Keperawatan
Intervensi utama Intervensi
Pendukung
3 Intoleransi Aktivitas
b.d kelemahan fisik
Definisi :
Ketidakcukupan
energi untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari
Tujuan :
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
diharapkan klien
dapat beraktivitas
seperti biasa.
Manajemen energi
Observasi :
1. Identifikasi
gangguan fungsi
tubuh yang
mengakibatkan
kelelahan
2. Monitor kelelahan
fisik dan
3. Minitor pola dan
jam tidur
4. Monitor lokasi
dan
ketidaknyamanan
dan selama
malakukan
aktivitas
Terapeutik :
1. Sediakan
lingkungan
nyaman dan
rendah stimulus
2. Lakukan latihan
rentang gerak
pasif atau aktif
3. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
1. Dukungan
ambulasi
2. Dukungan
kepatuhan
program
pengobatan
3. Dukungan
meditasi
4. Dukungan
pemeliharaan
rumah
5. Dukungan
perawatan diri
6. Dukungan
spiritual
7. Dukungan tidur
8. Edukasi latihan
fisik
9. Edukasi teknik
ambulasi
10. Edukasi
pengukuran
nadi radialis
11. Manajemen
aritmia
12. Manajemen
lingkungan
13. Manajeen
31
4. Fasilitasi duduk
disisi tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atau
berjalan
Edukasi :
1. Anjukan tirah
baring
2. Anjurkan
melaukan
aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makanan
medikasi
14. Manajemen
mood
15. Manajemen
program latihan
16. Pemantauan
tanda vital
17. Pemberian obat
18. Pemberian obat
inhalasi
19. Pemberian obat
intravena
20. Pemberian obat
oral
21. Penentuan
tujuan bersama
22. Promosi berat
badan
23. Promosi
dukungan
keluarga
24. Promosi latihan
fisik
25. Rehabilitasi
jantung
26. Terapi aktivitas
27. Terapi musik
Sumber : Tim Prokja SDKI DPP PPNI, 2017. Tim Progja SIKI DPP PPNI,
2018.
32
4) Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan
keperawatan mencangkup tindakan mandiri (independen)
dan tindakan kolaborasi
(Tarwoto dan Wartonah,2010 )
Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat
yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri
dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas
kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan
petugas kesehatan lain. Agar lebih jelas dan akurat dalam
melaukan implementasi, diperlukan perencanaan
keperawatan yang spesifik dan operasional.
Bentuk implementasi keperawtan adalah sebagai berikut.
a) Bentuk perawatan : pengkajian untuk
mengidentifikasi masalah baru atau mempertahankan
masalah yang ada.
b) pengajaran atau pendidikan kesehatan pada kesehatan
pada pasien untuk membantu menambah
penegetahuan tentang kesehatan.
c) konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien.
d) konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional
kesehatan lainnya sebagai bentuk perawatan holistik.
e) bentuk penatalaksanaan secara spesifik atau tindakan
untuk memecahkan masalah kesehatan.
f) membantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri.
Perencanaan yang dapat diimplementasikan tergantung
pada aktivitas berikut ini.
(1) Kesinambungan pengumpilan data.
33
(2) Pemantauan prioritas.
(3) Bentuk intervensi keperawatan.
(4) Dokumentasi asuhan keperawatan.
(5) Pemberian catatan perawatan secara verbal.
(6) Mempertahankan rencana pengobatan.
5) Evaluasi
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari
hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh
mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberiakan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
(Tarwoto dan Wartonah,2010 ).
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut.
a) Daftar tujuan-tujuan pasien.
b) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan
sesuatu.
c) Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
d) Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat
tercapai atau tidak.
Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak
kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa
yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan
intervensi
( Tarwoto dan Wartonah,2010 ).
D. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Definisi gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
34
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika
tidak dilakukan dialisis atau tranplantasi ginjal(Nursalam, 2008)..
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut
sampahmetabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya, suatu
bahan yangbiasanya dieliminasi diuri menumpuk dalam cairan tubuh
akibatgangguanekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi
endokrin dan metabolik,cairan, elektrolit, serta asam basa
Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan
jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan
ginjal. Setiap tahun 50.000 orang Amerika Serikat meninggal akibat
gagal ginjal(Suharyanto dan Majid,2009).
Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir
merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan iireversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Suharyanto dan Majid,2009).
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis
kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai
penyebab (prince dan wilson, 1995). Sedangkan menurut
Soepratman, dkk (1998), gagal ginjal kronis adalah penurunan faal
ginjal yang menahun, yang tidak reversible dan cukup lanjut
(Suharyanto dan Majid,2009).
2. Etiologi
Menurut Brenner dan Lazarus dalam Price dan Wilson ( 1987)
dalam buku Suharyanto dan Majid,2009 peneybab penyakil ginjal
stadium terminal yang paling banyak di New England adalah
sebagai berikut.
a) Glomerulonefritis kronik (24%)
b) Nefropati Diabetik (15%)
c) Nefroklerosis hipertensif (9%)
35
d) Penyakit ginjal poZlikistik (8%)
e) Pielonefritis kronik dan nefritis interstisial lain (8%)
(Suharyanto dan Majid,2009)
Tabel 2.6penyebab gagal ginjal kronik
Klasifikasi penyakit Penyakit
Penyakit infeksi dari peradangan Pielonefritis kronik
Glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosi arteri renali
Gangguan jaringan penyambung Lupus eritematosus sistemik
Pollartritis nodusa
Sklerosis sistemik progresif
Penyakit metabolik Penyakit ginjal polikistik
Asisdosis tubulus ginjal
Nefropati toksik Diabetes millitus
Gout disease
Hiper[aratiroidisme
Nefropati obstruktif Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Saluran kemih bagian atas : kalkuli,
neoplasma, fibrosis retriperinial.
Salauran kemih bagian bawah : hipertropi
prostat, striktur utera, anomali leher
kandung kemih dan uretrra.
Suharyanto dan Majid, 2009
3. Klasifikasi
MenurutWijaya dan Putri, 2013Gagal ginjal kronik dibagi menjai 3
stadium :
a. Stadium I
36
penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik.
b. Stadium II
insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
c. Stadium III
gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
4. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Suharyanto dan Majid, 2009, meskipun
penyakit gagal ginjal kronik terus berlanjut, namun jumlah solute
yang harus diekresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostatis
tidaklah berubah, kendati jumlah nefron sudah menurun, secara
progresif.
Dua adaptasi penting yang dilakukan oleh ginjal sebagai respon
terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya
untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal.
b. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan
reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron, meskipun GFR
diseluruh massa nefron turun dibawah normal.
Proses adaptasi ini dapat berhasil apabila tingakat kerusakan
ginjal masih dibawah 75%. Akan tetapi apabila kerusakan
telah mencapai sekitar 75%, maka kecepatan filtrasi dan beban
solute bagi setiap nefron tinggi sehingga keseimbangan
glomerulus tubulus tidak dapat lagi dipertahankan (Suharyanto
dan Majid, 2009).
37
Phatway
38
NANDA NIC-NOC, 2015
5. Manefestasi klinis
Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila
GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekti nol,
maka pasien akan menderita sindrome uremik, Yaitu satu kompleks
gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi metabolit
nitrogen akibat gagal ginjal (Suharyanto dan Majid, 2009).
Dua kelompok gejal klinis dapat terjadi pada sindrome uremik,
yaitu :
a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi : kelainan volume
cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi
metabolit nitrogen serta metabolit lainnya, serta anemia akibat
defisiensi sektesi ginjal (eritropoetin).
39
b. Gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran
cerna, dan kelainan lainnya ( dasar kelainan sistem ini belum
banyak diketahui).
Tabel 2.7 Manefestasi klinis sindrom uremik pada gagal ginjal
kronik
Sistem tubuh Manifestasi Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia Asidosis
Metabolik
(HCO3
Serum 18-20
mEq/L
Azotemia
(penuruna GFR,
peningkatan
BUN dan
Kreatinin)
Hiperkalemia
Retensi Na
Hipermagnesia
Hiperurisemia
Saluran cerna Anoreksia, mual, muntah
Nafas bau anoreksia
Mulut kering
Perdarahan saluran cerna
Diarestomatitis, parotitis.
Berkemih Poliuria,
berlanjut
menuju oliguri,
lalu anuri.
Nokturia
Bj urin 1,010
Protenuri
Metabolisme Protein, sintesis abnormal
Hiperglikemia, kebutuhan
insulin menurun
Lemak, peningkatan
kadar trigliselid.
Sex Libido hilang
Aminore,
impotensi dan
sterilitas
Neuromuskuler Mudah lelah, otot
mengecil dan lemah
SSP : penurunan
ketajaman mental,
konsentrasi buruk,
kekacauan mental, koma.
Otot berkedut, kejang.
Kardiovalkuler Hipertensi, Gangguan Hiperfosfatemia,
40
retinopati dan
ensefalopati
hipertensif,
beban sirkulasi
berlebih, edema,
gagal jantung
kongestif, dan
disritmia.
kalsium hipokalsemia,
hiperparatiroidisme.
Deposit garam
Kalsium pada sendi,
pembuluh darah, jantung
dan paru-paru.
Konjungtivitis (uremia
mata merah)
Pernafasan Kussmaul,
dispnea, edema
paru,
pneumonitis.
Kulit Pucat, pruritos, kristal
uremia, kulit kering, dan
memar.
Hematologik Anemia,
hemolisis,
kecendrungan
perdarahan,
resiko infeksi.
Tabel 2.8 konsentrasi kreatinin serum dan rata-rata klien kreatinin
Pria Wanita
Nilai Normal
Konsentrasi
Klirens rata-rata
< 1.3 mg/dL
130 - 15mL/min
<1 mg/dL
120 – 15 ml/min
Gagal ginjal
ringan
Konsentrasi
Klirens rata-rata
1.3 to 1.9 mg/dL
56 to 100 mL/min
1 to 1.9 mg/dL
56 to 100 mL/min
Gagal ginjal berat
Konsentrasi
Krilens rata-rata
2 to 4 mg/dL3
5 to 55 Ml/min
2 to 4 mg/dL3
5 to 55 Ml/min
41
6. Perjalanan klinis
Menurut Suharyanto dan Majid, 2009 perjalanan umum gagal
ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 (tiga) syadium, yaitu :
a. Stadium 1, dinamakan penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal,
dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya
dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR
yang teliti.
b. Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal
pada stadium ini, dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak.
1) GFR besarnya 25% dari normal.
2) kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari
normal.
3) gejal-gejala nokturia atau sering berkemih dimalam hari
sampai 700ml dan poliuria (akibat dari kegagalan
pemekatan) mulai timbul.
c. Stadium III, dinamakan gagal ginjal akhir atau uremia.
1) Sekitar 90% dari masa nefron telah hancur atau rusak, atau
hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh.
2) Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal.
3) Kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan
mencolok.
4) Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi
memperthankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam
tubuh, yaitu : oliguri karena kegagalan glomerulus,
sindrom uremik(Suharyanto dan Majid, 2009)
42
7. penatalaksanaan gagal ginjal kronik
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap
yaitu tindakan konservatif dan dialisis atau transpalntasi ginjal.
a. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan
atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan :
1) Pembatasan protein.
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN,
tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta
mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal dari
protein. Pembatasan asupan protein telah terbukti
menormalkan kembali kelainan ini dan memperlmbat
terjdadinya gagal ginjal ( Zeller dan Jacobus, 1989) dalam
buku (Suharyanto dan Majid) 2009.
Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai
60-80 g/hari,apabila penderita mendapatkan pengobatan
dialisis teratur.
2) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal
ginjal lanjut. Asupan kalium dikurangi. Diet yang
dianjurkan adalah 40-80mEq/hari. Penggunaan makanan
dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat
menyebabkan hiperkalemia.
3) Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEg/hari (1-2 g
Na). Asupan yang terlalu longgar dapat mengakibatkan
retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan
gagal jantung kongestif.
4) Pengaturan cairan
43
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut
harus diawasi dengan seksama. Paramenter yang tepat
untuk diikuti selain data asupan dan penegluaran cairan
yang dicatat dengan tepat dalah pengukuran Berat Badan
harian. Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban
sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema. Sedangkan
asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi,
hipotensi, dan gangguan fungsi ginjal.
Aturan yang dipakai untuk menentukan bayaknya asupan
cairan adalah.
Jumlah urin yang dikeluarka selama 24 jam terakhir + 500 ml
(IWL)
Milsalnya : jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24
jam adalah 400 ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah
400 + 500 ml = 900 ml (Suharyanto dan Majid, 2009).
a) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
(1) Hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasa natrium
dan cairan.
Pemberian obat antihipertensi : metildopa (aldomet ),
propanolol, klonidin (catapres).
Apabila penderita sedang mengalami terapi
hemodialisa, pemberian antihipertensi dihentikan
karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok yang
diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler melalui
ultrafiltrasi.Peberian deuretik : furosemid (lasix ).
44
(2) Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius,
karena bila K+ serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat
mengakibatkan aritmia dan juga henti jantung.
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan
insulin intravena, yang akan memasukkan K+ kedalam
sel, atau dengan pemberian Kalsium Glikonat 10%.
(3) Anemia.
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatka penurunan
sekresi eritropoetin oleh ginjal. Pengobatannya adalah
pemberian hormon eritropoetin, yaitu rekombinan
eritropoetin (r-EPO)
( Eschbach et al, 1987 ), selain dengan pemberian
vitamin dan asam folat, besi dan transfusi darah.
(4) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3
plasma turun dibawah angka 15 mEg/L. Bila asidosis
berat akan dikoreksi dengan pemberian Na HCO3
(Natrium Bikarbonat) parenteral. Koreksi pH darah
yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya tetani,
maka harus dimonitor dengan seksama.
(5) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat
mengikat fosfat didalam usus. Gel yang dapat mengikat
fosfat harus dimakn bersama makanan.
(6) Pengobatan hiperurisemia
Obat pilahan untuk mengobati hiperurisemia pada
penyakit ginjal lanjut adalah pemberian alopurinol.
Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan
menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang
dihasilkan tubuh.
45
b. Dialisis dan transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan
dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisis dapat diguanakan
untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis
yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialisis
dilakukan apabila Kadar 4 ml/100 ml pada wanita, dan
GFR kurang dari 4 ml/menit (Suharyanto dan Majid,
2009).
8. Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan yang dilakukan adalah :
a. Labolaorium
1) Kadar BUN (normal : 5-25 mg/dL)2 , kreatinin serum
(normal : 0,5-1,15 mg/dL ; 45-132,5 µmol/L[unit SI])2 ,
natrium (normal :
serum : 135-145 mmol/L ; urine : 40-220 mEq/L/24 jam),
dan kalium (normal : 3,5-5,0 mEq/L ; 3-5,0 mmol/L [unit
SI])2 meningkat.
2) Analisis gas darah arteri menunjukkan penurunan pH arteri
(normal : 7,35-7,45)2 dan kadar bikarbonat (normal : 24-28
mEq/L)2 .
3) Kadar hematokrit (normal : wanita = 36-46%, 0,36-0,46
[unit SI]; pria = 40-50%, 0,40-0,54[unit SI])2 dan
hemoglobin(normal : wanita = 12-16 g/dL ; pria = 13,5-18
g/dL)2 rendah ; masa hidup sel darah berkurang.
4) Muncul defek defetrombositopenia dan trombosit ringan.
5) Sekresi aldosteron meningkat.
6) Terjadi hiperglikemia dan hipertriglisedemia.
7) Penurunan kadar high density lipoprotein (HDL) (normal :
27-77 mg/dL).
8) Analisis gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolik.
46
9) Berat jenis urine (normal : 1,005-1,030)2 tetap pada angka
1,010.
10) Pasien mengalami proteinuria, glikosuria, dan pada urine
ditemukan sedimentasi, leukosit, sel darah merah dan
kristal.
b. Pencitraan
Radiolografi KUB, urografi ekskretorik, nefrotomografi, scan
ginjal, dan arteriografi ginjal menunjukkan penurunan ukuran
ginjal.
c. Prosedur diagnostik
1) Biopsi ginjal memungkinkan identifikasi histologis dari
proses penyakit yang mendasari.
2) EEG menunjukkan dugaan perubahan ensefalopati
metabolik.
(Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia, 2017)