Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Dasar Manusia
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Hierarki kebutuhan Maslow merupakan teori interdisiplin yang berguna
untuk membuat prioritas asuhan keperawatan. Kebutuhan fisiologi dan
keamanan biasaya merupakan prioritas pertama, terutama pada klien
dengan ketergantungan fisik berat. ( Potter & Perry, 2009).
Adapun kebutuhan dasar manusia menurut Maslow sebagai berikut (A
Aziz Alimul Hidayat, dkk, 2014)
a. Kebutuhan Fisiologis
Merupakan kebutuhan paling mendasar, yaitu kebutuhan fisiologis
seperti oksigen, cairan ( minuman), nutrisi ( makanan), keseimbangan
suhu tubuh, eleminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta
kebutuhan seksual.
b. Kebutuhan Rasa aman dan perlindungan
Di bagi menjadi perlindungan fisik dan perlindungan psikologis.
1) Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman terhadap
tubuh atau hidup. Ancaman tersebut dapat berupa penyakit,
kecelakaan, bahaya dari lingkungan , dan sebagainya.
2) Perlindungan Psikologis, yaitu perlindungan atas ancaman dari
pengalaman yang baru dan asing. Misalnya, kekhawatiran yang
dialami seseorang ketika masuk sekolah pertama kali karena
merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan orang
lain, dan sebagainnya.
9
c. Kebutuhan Rasa cinta, memiliki dan dimiliki
Kebutuhan rasa cinta antara lain kasih sayang, mendapatkan
kehangatan keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial ,
dan sebagainnya.
d. Kebutuhan Harga diri
Kebutuhan harga diri ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan
kekuatan , meraih prestasi, rasa percaya diri, dan kemerdekan diri.
Selain itu, orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
e. Kebutuhan Aktualisasi diri
Merupakan kebutuhan tertinggi dalam hierarki maslow, berupa
kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain/ligkungan serta
mencapai potensi diri sepenuhnya (A. Aziz Alimul Hidayat, dkk,
2014)
2. Konsep Dasar Keamanan dan Perlindungan
Keamanan di definisikan sebagai keadaan bebas dari cedera fisik dan
psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram adalah salah satu
kebutuhan dasar manusia yang harus di penuhi. Lingkungan layanan
kesehatan dan komunitas yang aman merupakan hal yang penting untuk
kelangsungan hidup klien. Perawat harus mengkaji keamanan klien dan
lingkungan, denga melakukan intervensi yang di perlukan, dengan
melakukan hal ini, maka perawat adalah orang yang berperan aktif dalam
usaha pencegahan dan pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan
( Potter & Perry, 2006)
1. Klasifikasi kebutuhan keselamatan atau keamanan
Adapun klasifikasi kebutuhan keselamatan atau keamanan menurut Potter
& Perry ( 2005) di dalam (Kasiati, dkk, 2016) yaitu :
a. Keselamatan fisik
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan
mengurangi atau mengeluarkan ancaman pada tubuh atau kehidupan.
10
Ancaman tersebut mungkin penyakit,kecelakaan,bahaya,atau
pemajanann pada lingkungann. Pada saat sakit,seseorang klien
mungkin rentan terhadap komplikasi seperti infeksi,oleh karena itu
bergntung pada profesional dalam sistem pelayanan kesehatan untuk
perlindungan.
b. Keselamatan Psikologis
Untuk selamat dan aman secara psikologi,seorang manusia harus
memahami apa yang diharapkan dari orang lain,termasuk anggota
keluarga dan profesional pemberi perawatan kesehatan. Seseorang
harus mengetahui apa yang diharapkan dari prosedur, pengalaman
yang baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam lingkungan. Setiap orang
merasakan beberapa ancaman keselamatan psikologis pada penglaman
yang baru dan yang tidak dikenal ( Potter & Perry, 2005).
c. Lingkup Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Lingkup klien mencakup semua faktor fisik dan psikologis yang
mempengaruhi atau berakibat terhadapkehidupan dan kelangsungan
hidup klien.
d. Macam-macam bahaya/kecelakaan
1) di rumah
a) Tersedak.
b) Jatuh.
c) Tertelan alat-alat rumah tangga.
d) Tersiram air panas.
e) Jatuh dari jendela atau tagga.
f) Terpotong.
g) Luka tusuk.
h) Luka bakar.
i) Tenggelam.
j) Terkena pecahan kaca.
k) Terkunci dalam kamar.
l) Jatuh dari sepeda.
11
m) Keracunan.
2) di RS : mikroorgnisme
3) cahaya
4) kebisingan
5) cedera
6) kesalahan prosedur
7) peralatan medik, dan ain-lain.
e. Cara Meningkatkan Keamanan
1) mengkaji tingkat kemempuan pasien untuk melindungi diri;
2) menjaga keselamatan pasien yang gelisah;
3) mengunci roda kereta dorong saat berhenti;
4) penghalang sisi tempat tidur;
5) bel yang mudah dijangkau;
6) meja yang mudah dijngkau;
7) kereta dorong ada penghalangnya;
8) kebersihan lantai;
9) prosedur tindakan.
4. Faktor yang memengaruhi keamanan
Kemampuan individu untuk melindungi dirinya sendiri dari cedera
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia dan perkembangan, gaya
hidup, mobilitas dan status kesehatan , perubahan sensori-perepsi,
kesadaran kognitif, status psikososial, kemampuan komunikasi, kesadaran
terhadap keamanan , dan faktor lingkungan. ( Kozier, dkk, 2011)
A. Usia dan perkembangan
Individu belajar melindugi diri mereka sendiri dari berbagai cedera
melalui pengetahuan dan pengkajian yang akurat terhadap lingkungan.
Anak-anak hanya dapat belajar mengenai hal-hal dalam lingkungan
yang mungkin berbahaya bagi mereka lewat pengetahuan dan
pengalaman. Individu lanjut usia mungkin mengalamai hambatan
12
pergerakan dan mengalami penurunan ketajaman sensori sehingga
beresiko terhadap cedera. Kemungkinan bahaya tertentu yang dapat
terajadi pada kelompok usia tertentu.
B. Gaya hidup
Faktor gaya hidup yang membuat individu brisiko terhadap cedera
adalah lingkungan keja tidak aman; tinggal di lingkungan rawan
kejahatan; kemudahan memiliki senjata dan amunisi; pendapatan yang
kurang memadai untuk membeli perlengkapan keselamatan atau
melakukan pebaikan alat tertentu; dan kemudahn untuk mendapatkan
obat terlarang, yang juga dapat terkontaminasi oleh zat aditif yang
berbahaya. Perilaku berisiko merupakan salah satu faktor dalam
beberapa kecelakaan.
C. Mobilitas dan status kesehatan
Individu yang mengalami hambatan mobilitas akibat paralisis,
kelemahan otot, keseimbangan atau koordinasi yang buruk sangat
rentan terhada cedera. Klien yang mengalami cedera korda spinal dan
paralisis pada kedua kakinya, mungkin tidak mampu bergerak kendati
merasa tidak nyaman. Klien hemiplegi atau klien yang lemah akibat
penyakit atau pembedahan tidak selalu sadar penuh dengan terhadap
kondisi mereka.
D. Perubahan sensori-persepsi
Persepsi sensori yang akurat terhadap stiulasi lingkungan sangat
penting terhadap keamanan. Individu yang mengalami gangguan
persepsi peraba, pendengaran, perasa, penciuman, dan penglihatan
sangat rentang terhadap edera. Inividu tidak melihat dengan baik akan
terpeleset mainan atau tidak melihat kabel listrik. Inividu yang tuli
mungkin tidak mendengar klakson di jalan , dan individu yang
mengalami gangguan indra penciuman mungkin tidak mencium bau
masakan yang gososng atau aroma belerang dari kebocoran gas.
13
E. Kesadaran kognitif
Kesadaran merupakan kemampuan untuk merasakan stimulasi
lingkungan dan reaksi tubuh serta untuk berespon secara tepat leat
proses pikir dan tindkan. Klien yang mengalami gangguan kesadaran
meliputi individu yang kurang tidur, individu taksadar atau semi
taksadar, individu yang disoreantasi ( individu yang tidak tau di mana
mereka berada atau apa yang harus mereka lakukan untuk menolong
dir mereka sendiri); individu yang merasakan stimulasi yang tidak ada
; dan individu yang mengalami hambatan penilaian akibat proses
penyakit atau pengobatan, seperti narkotik, obat penenang, hipnotik,
dan sedatif. Klien yang sedikit binggung mungkin sementara lupa
diana mereka berada, mempertanyakan di mana letak kamar mereka,
salah mengenali barang milik pribadi, dan lain-lain.
F. Status emosi
Status emosi yang ekstrem dapat mengganggu kemampuan untuk
merasakan bahaya yang terdapat dalam lingkungan. Situasi yang
penuh tekanan dapat menurunkan tingkat kosentrasi individu,
menyebabkan kesalahan penilaian, dan penurunan kesadaran terhadap
stimulus eksternal. Individu yang mengalami depresi dapat berfikir dan
bereaksi terhadap stimulus lingkungan lebih lambat dari biasanya.
G. Kemampuan komunikasi
Individu yang memiliki hambatan kemampuan untuk menerima
dan menyampaikan informasi termasuk klien afasia, individu dengan
hambatan bahasa, dan mereka yang tidak dapat membaca juga berisiko
terhadap cedera. Sebagai contoh, individu yang tidak dapat
menerjemahkan tanda “Dilarang Merokok-oksigen sedang digunakan”
dapat menyebabkan ledakan dan kebakaran.
H. Kesadaran terhadap keamanan
Informasi sangat penting terhadap keamanan. Klien yang berada di
lingkungan asing sering kali membutuhka informasi informasi
keamanan yang spesifik. Kurang pengetahuan mengenai peraatan
14
asing, seperti tabung oksigen, slang intravena, dan bantalan panas,
dapat menimbulkan bahaya. Klien yang yang sehat harus mendapat
pengetahuan mengenaai keamanan aiar, keamanan dalam mobil,
pencegahan kebakaran, cara mencegah ingesti zat yang berbahaya, dan
beberapa tindakan pencegahan yang berhubungan dengan bahaya pada
usia tertentu.
I. Faktor lingkungan
Rumah yang aman adalah rumah yang memiliki lantai dan karpet
yang terpasang dengan baik, permukan bath-tub atau shower yang
tidak licin, alarm asap yang berfungsi dan terletak strategis, serta
pengetahuan mengenai rute penyelamatan diri apabila terjadi
kebakaran. Keamanan area luar rumah, seperti kolam renang, harus
terjaga dan trpelihara, pencahayaan yang adekuat, baik di dalam
maupun di luar, meminimalkan kemungkinan terjadi kecelakan.Di
tempat kerja, mesin, sabuk keselamatan kerja dan katrol, serta zat
kimia dapat menibulkan bahaya. Kelemahan pekerja, polusi suara dan
udara, atau bekerja di ketinggiian atau di bawah taah juga dapat
menimbulkan bahaya okupasional. Lingkungan kerja perawat juga
tidak aman. Personel layanan ksehatan perlu mempertahankan
kesadaran aka risiko yang mugkin terjadi. (Kozier, dkk, 2011).
Lingkungan yang aman adalah salah satu kebutuhan dasar yang
terpenuhi , bahaya fisik akan berkurang, penyebaran organisme
patogen akan berkurang, sanitasi dapat di pertahankan, dan populasi
dapat dikontrol ( Potter & Perry, 2006)
5. Gangguan Kebutuhan Dasar Keamanan dan Perlindungan
Berikut akan diuraikan masalah-masalah keperawatan dalam sub
keamanan dan perlindungan dalam kategori lingkungan pada pasien
dewasa ( SDKI, 2016).
15
a. Gangguan integritas kulit
Gangguan integritas kulit merupakan kerusakan kulit pada dermis
atau epidermis. Adapun penyebab dari gangguan integritas kulit adalah
perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, kekurangan/kelebihan
volume cairan, penurunan mobilitas, bahan kimia iritatif, suhu lingkungan
yang ekstrem, faktor mekanis (misal. Penekanan pada tonjolan tulang,
gesekan) atau faktor elektrik (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan
tinggi), efek samping terapi radiasi, kelembapan, proses penuaan,
neuropati perifer, perubahan pigmentasi, perubahan hormonal dan kurang
terpapar informasi tentang upaya mmpertahankan/melindungi integritas
jaringan.
Gejala yang sering muncul ( tanda mayor) yaitu kerusakan jaringan
atau lapisan kulit dan gejala tanda minor yaitu nyeri, perdarahan,
kemerahan, hematoma. Kondisi klinis terkait yaitu imobilisasi, gagal
jantung kongesti, gagal ginjal, diabetes melitus, dan imunodefisiensi
(misal, AIDS).
b. Hipertermia
Hipertermia merupakan suhu tubuh meningkat di atas rentang
normal tubuh. Adapun penyebabnya yaitu dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, proses penyakit (misal, infeksi, kanker), ketidaksesuaian pakaian
dengan suhu lingkungan, penigkatan laju metabolisme, respon trauma,
aktivitas berlebih dan penggunaan inkubator.
Gejala yang sering muncul ( tanda mayor) yaitu suhu tubuh diatas
nilai normal dan gejala tanda minor yaitu kulit merah, kejang, takikardi,
takipnea, kulit terasa hangat. Kondisi klinik yang terkait proses penyakit,
hipertiroid, stroke, dehidrasi, trauma, dan prematurasi.
c. Hipotermia
Hipotermia adalah suhu berada dibawah rentang normal tubuh.
Adapun penyebabnya yaitu kerusakan hipotalamus, konsumsi alkohol,
berat badan ekstrem, kekuragan lemak subkutan, terpapar suhu lingkungan
rendah, malnutrisi, pemakaian pakaian tipis, penurunan laju mtabolisme,
16
tidak beraktifitas, transfer panas, trauma, proses penuaan, efek agen
farmakologis, dan kurang terpapar informasi tentang pencegahan
hipotermia.
Gejala yang sering terjadi ( tanda mayor) yaitu kulit teraba dingin,
menggigil, suhu tubuh berada di bawah nilai normal. Gejala tanda minor
yaitu akrosianosis, bradikardi, dasar kuku sianotik, hipoglikemia, hipoksia,
pengisian kapiler < 3 detik, konsumsi oksigen meningkat, ventilasi
menurun, piloereksi, takikardia, vasokonstriksi perifer dan kutis memorata
( pada neonatus). Kondisi klinis terkait hipotiroidisme, anoreksia nervosa,
cedera batang otak, prematurasi, berat badan lahir rendah ( BBLR) dan
tenggelam.
d. Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan kemarahan yang diekspresikan
secara berlebihan dan tidak terkendali secara verbal sampai dengan
mencederai orang lain dan atau merusak lingkungan. Adapun faktor
penyebab antara lain ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah,
stimulasi lingkungan, konflik interpersonal, perubahan status mental, putus
obat, dan penyalahgunaan zat atau alkohol.
Gejala tanda mayor, subjektif yang sering di temui yaitu
mengancam, mengumpat dengan kata-kata kasar, suara keras, bicara ketus.
Tanda objektif yang bisa dilihat menyerang orang lain, melukai diri
sendiri/orang lain, merusak lingkungan, perilaku agresif/amuk. Gejala
tanda minor yang ditemui yaitu mata melotot atau pandagan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah merah, postur tubuh kaku. Kondisi
klinis terkait attetion deficit/hypractivity disorder ( ADHD), gangguan
prilaku, oppositionl defiant disorder, gangguan tourette, delerium,
demensia dan gangguan amnestik.
e. Perlambatan Pemulihan Pascabedah
Adalah pemanjangan jumlah hari pascabedah untuk memulai dan
meakukan aktifitas sehari-hari. Adapun penyebabnya yaitu skor klasifikasi
status fisik american society of anesthesiologist ( ASA)>3, hiperglikemia,
17
edema pada lokasi pembedahan, prosedur pembedahan ekstensif (luas),
usia ekstrem, riwayat perlambatan penyembuhan luka, ganguan mobilitas,
malnutrisi, obesitas, infeksi luka perioperatif, mual/muntah persisten,
respon emosionl pascaoperasi, pemanjangan proses operasi,, gangguan
psikologis pascaoperasi, kontaminasi bedah, trauma pada luka operasi,
efek agen farmakologis.
Gejala dan tanda mayor, subjektif yaitu mengeluh tidak nyaman.
Tanda objektif yang bias dilihat yaitu area luka operasi terbuka, waktu
penyembuhan yang memanjang. Gejala dan tanda minor, subjektif yaitu
selera makan hilang. Tanda objektif yang bias dilihat yaitu gangguan
mobilitas, tidak mampu melanjutkan pekerjaan, memulai pekerjaan
tertunda, membutuhkan bantuan untuk perawatan diri. Kondisi klinis
terkait tindakan operasi besar, trauma yang memerlukan intervensi bedah.
f. Risiko Alergi
berisiko mengalami stimulasi respon imunitas yang berlebihan
akibat terpapar alergen. Dengan faktor resiko yaitu makanan (misal.
Alpukat, pisang, kiwi, kacang, makanan olahan laut, buah tropis, dan
jamur), terpapar zat allergen ( misal zat kimia, agen farmakologis),
terpapar alergen lingkungan ( misal debu, serbuk sari) dan sengatan
serangga. Adapun kondisi klinis terkait kondisi penurunan imunitas,
riwayat pembedahan, riwayat alergi sebelumnya dan asma.
g. Risiko Bunuh Diri
Berisiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk mengakhiri
kehidupan. Dengan faktor risiko gangguan prilaku (misal euphoria
mendadak setelah depresi, perilaku mencari senjata berbahaya, membeli
obat dalam jumlah banyak, membuat surat warisan), demografi (misal
lansia, status perceraian, janda/duda, ekonomi rendah, pengganguran),
gangguan fisik (misal nyeri kronis, penyakit terminal), masalah social (
misal berduka, tidak berdaya, putus asa, kesepian, kehilangan hubungan
yang penting, isolasi social),
18
gangguan psikologis (misal Penganiayaan masa kanak-kanak,
riwayat bunuh diri sebelumnya, remaja homoseksual, gangguan psikiatrik,
penyakit psiikiatrik, penyalah gunaan zat). Adapun kondisi klinis terkait
yaitu sindrom otak akut/kronis, ketidak seimbangan hormone (misal
Premenstrual syndrome, postpartum psychosis), penyalah gunaan zat, post
traumatic stress disorder (PTSD) dan penyakit kronis/terminal (misal.
Kanker).
h. Risiko Cedera
berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi
baik. Dengan faktor resiko eksternal yaitu terpapar patogen, terpapar zat
kimia toksik, terpapar agen nosokmial dan ketidakamanan transportasi.
Untuk faktor internal yaitu ketidaknormalan profil darah, perubahan
oreantasi afektif, perubahan sensasi, disfungsi autoimun, disfungsi
biokimia, hipoksia jaringan, kegagalan mekanisme pertahanan tubuh,
malnutrisi, perubahan fungsi psikomotor dan perubahan fungsi kognitif.
Adapun kondisi klinis terkait seperti kejang, sinkop, vertigo, gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran, penyakit Parkinson, hipotensi,
kelainan nervus vestibularis dan retardasi mental.
i. Risiko Hipotermia
Berisiko mengalami kegagalan termoregulasi yang dapat
mengakibatkan suhu tubuh berada di bawah rentang normal. Dengan
faktor risiko yaitu berat badan ekstrem, kerusakan hipotalamus, konsumsi
alcohol, kurangnya lapisan lemak subkutan, suhu lingkungan rendah,
malnutrisi, pemakaian pakaian tipis, penurunan laju metabolisme, terapi
radiasi, tidak beraktifitas, transfer panas (misal konduksi, konveksi,
evaporasi, radiasi), trauma, prematurasi, penuaan, bayi baru lahir, berat
badan lahir rendah, kurang terpapar informasi tentang pencegahan
hipotermi dan efek agen farmakologis. Adapun kondisi terkait meliputi
berat badan ekstrem, dehidrasi dan kurang mobilitas fisik.
19
j. Risiko Infeksi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Dengan faktor risiko penyakit kronis (misal diabetes mellitus), efek
prosedur invasive, malutrisi, peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer dan
ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder. Adapun kondisi klinis
terkait meliputi AIDS, luka bakar, penyakit paru obstruktif kronis, diabetes
mellitus, tindakan invasive, kondisi penggunaan terapi steroid, penyalah
gunaan obat, ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW), kanker, gagal
ginjal, imunosupresi, lymphedema, leukositopenia dan gangguan fungsi
hati.
k. Risiko Jatuh
Berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan
akibat terjatuh. Dengan faktor risiko usia ≤ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤
2 tahun (pada anak), riwayat jatuh, anggota gerak bawah prosthesis
(buatan), penggunaan alat bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran,
perubahan fungsi kognitif, lingkungan tidak aman (misal licin, gelap,
lingkungan asing), kondisi pasca operasi, hipotensi ortostatik, perubahan
kadar glukosa darah, anemia, kekuatan otot menurun, gangguan
pendengaran, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan (misal.
Glaucoma, katarak, ablasio retina, neuritis optikus), neuropati, efek agen
farmakologis (misal sedasi, alcohol, anestesi umum). Adapun kondisi
terkait meliputi osteoporosis, kejang, penyakit sebrovaskuler, katarak,
glaukoma, demensia, hipotensi, amputasi, intoksikasi dan preeklampsi.
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Biodata
1) Identitas klien
Berisi geografi klien yang mencakup nama, tempat dan tanggal
lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan,
20
nomor registrasi medik, diagnosa medis dan tempat tinggal.
Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal apkah
klien tinggal sendiri atau dengan orang lain (berguna ketika
perawat melakukan perencanaan pulang discharge planning pada
klien).
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa dikeluhkan pada pasien yaitu adanya
luka yang tidak sembuh-sembuh.
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien masuk RS dengan keluhan nyeri, luka tidak
sembuh-sembuh dan susah melakukan aktivitas. Pada saat
dilakukan pengkajian terkait dengan gangguan keamanan dan
perlindungan terdapat luka di bagian punggung kaki kiri
terjadi karena klien tergores kayu saat sedang bekerja dan tidak
mengunakan alas kaki. Skala nyeri 5 pasien mengatakan nyeri
bertambah ketika digerakkan dan berkurang saat istirahat. Luka
klien sudah terjadi sejak 7 hari yang lalu dan ukurannya
semakin meluas.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah pernah menderita penyakit kulit, adanya
riwayat memar, kondisi kulit secara umum, lesi kulit, dan
proses penyembuhan luka yang telah terjadi pada klien serta
riwayat hipertensi dan penyakit jantung.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya terdapat riwayat anggota keluarga yang menderita
diabetes mellitus.
b. Pengkajian Pola Sistem
1) Pola manjemen kesehatan
Mengkaji upaya perlindungan kesehatan yang dilakukan klien,
upaya pemeriksaan kesehatan yang sudah dilakukan, serta obat,
jamu yang dikonsumsi sebelum masuk rumah sakit.
21
2) Pola metabolik – nutrisi
Mengkaji pola nutrisi yaitu jumlah makanan, jenis makanan,
jadwal makanan. Mengkaji jumlah minum, jenis minum dan
frekuensi minum serta megkaji berat badan klien apakah
mengalami obesitas atau tidak.
3) Pola eleminasi
Mengkaji pola eleminasi serta frekuensi BAK klien.
4) Pola aktivitas sehari-hari
Mengkaji pola aktivitas sehari-hari klien dari sebelum sakit yaitu
jenis aktivitas yang dilakukan, dan frekuensi aktivitas klien.
Selama sakit kaji kemampuan latihan fisik meliputi mobilisasi,
tirah baring, dan kemampuan berjalan tanpa bantuan alat atau
orang lain.
5) Pola istirahat tidur
Mengkaji kebiasaan tidur klien, apakah ada perubahan pada waktu
tidur, jumlah jam tidur, kualitas tidur, apakah mengalami kesulitan
tidur, dan apakah sering bangun pada saat tidur.
6) Pola persepsi kognitif
Mengkaji pola persepsi kognitif meliputi ada tidaknya nyeri pada
daerah luka pada integritas kulit, ada tidaknya rasa baal atau
kesemutan dan mengkaji penglihatan apakah buram atau normal.
7) Pola konsepsi diri dan persepsi diri
Mengkaji persepsi klien tentang penyakitnya. apakah mengalami
gangguan pada gambaran diri. Seperti mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem)
8) Pola hubungan-peran
Mengkaji pola peran. Apakah penderita merasa malu dan menarik
diri dari pergaulan akibat penyakit yang dideritannya.
9) Pola reproduksi seksualitas
Mengkaji adanya masalah seksualitas yang dialami klien.
22
10) Pola toleransi stress- koping
Mengkaji koping toleransi klien. Apakah terdapat perasaan tidak
berdaya marah, cemas, mudah tersinggung dan lain-lain.
11) Pola keyakinan – nilai
Mengkaji latar belakang budaya, suku, bahasa , serta ada tidaknya
hambatan dalam melaksanakan ibadah.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan memeriksa fisik secara umum
seperti keadaan umum klien dan tanda-tanda vital. (Potter & Perry,
2009)
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, kaji keadaan telingga, adakah gangguan pendengaran, kaji
keadaan lidah dan fungsi pengecapan, kaji kondisi gigi apakah
mudah goyah, bengkak, atau berdarah, apakah penglihatan kabur/
ganda, diplopsia.
2) Sistem integument
Sistem integument terdiri dari tiga lapis yaitu epidermis, dermis,
dan subkutan. Secara umum kulit berfungsi sebagai proteksi,
pengatur suhu tubuh, sensasi, ekskresi, metabolisme, vitamin D
dan komunikasi.
Adapun pemeriksaan integument meliputi :
a) Warna kulit
b) Kelembapan suhu
c) Tekstur kulit
d) Kaji sirkulasi pada daerah kulit
e) Edema
f) Kebersihan kulit
Untuk luka yang terdapat pada kulit dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
a) Panjang luka
23
b) Lebar luka
c) Kedalaman luka
d) Jumlah eksudate
e) Bau
f) Kaji permukaan kulit
g) Warna luka
h) Kondisi tepi luka
Berikut klasifiksi luka diabetic Wagner (1983) di dalam Maghfuri
(2015) membagi derajat luka menjadi enam tingkatan:
a) Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki.
b) Derajat 1 : ulkus superficial terbatas pada kulit.
c) Derajat 2 : ulkus dalam menembus tendon dan tulang
d) Derajat 3 : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
e) Derajat 4 : ganggren jari kaki atau bagian distal kaki
dengan atau tanpa selulitis
f) Derajat 5 : ganggren seluruh kaki atau sebagian tungkai
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Serta mengkaji
perubahan pola nafas.
4) Sistem kardiovaskuler
Kaji adakah penurunan Perfusi jaringan, kekuatan nadi serta ada
tidaknya hipertensi/hipotensi.
5) Sistem gastrointestinal
Kaji pola makan, gangguan sistem pencernaan seperti mual,
muntah dan perubahan berat badan.
6) Sistem urinary
Kaji frekuensi urine, kaji hambatan saat BAK dan gangguan saat
berkemih.
24
7) Sistem muskuloskletal
Kaji adakah hambatan melakukan pergerakan seperti cepat lelah,
lemah dan nyeri, kaji adanya ganggren di ekstremitas serta
kelainan bentuk tulang.
8) Sistem neurologis
Kaji penurunan sensori, parasthesia, anestesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disoreantasi, penurunan sensasi, dan
neouropati pada ekstremitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa pada klien DM dengan gangguan kebutuhan keamanan dan
perlindungan yang sering muncul yaitu gangguan integritas kulit risiko
infeksi dan devisit nutrisi (SDKI, 2016)
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Tindakan keperawatan dengan pasien gangguan integritas kulit yaitu
a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi
3. Penurunan mobilitas
4. Kelembapan
5. Neuropati perifer
Definisi adalah kerusakan kulit pada bagian dermis atau epidermis.
25
Rencana Keperawatan Gangguan Integritas Kulit
Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
neuropati perifer
Definisi adalah kerusakan kulit pada bagian
dermis atau epidermis.
Faktor yang berhubungan
Perubahan sirkulasi
Perubahan status nutrisi
Kekurangan/kelebihan volume cairan
Penurunan mobilitas
Suhu lingkungan yang ekstrem
Faktor mekanis (mis. Penekanan pada
tonjolan tulang, gesekan) atau factor
elektrik (elektrodiatermi, energy listrik,
berteganggan tinggi)
Kelembapan
Proses penuaan
Neuropati perifer
Perubahan pigmentasi
Kurang terpapar informasi tentang
upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan terjadinya perbaikan integritas kulit
ditandai dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Integritas jaringan : kulit & membran mukosa
- Tidak ada luka/lesi pada kulit
Penyembuhan luka primer
- Penutupan luka
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
NIC
Monitor tanda-tanda vital
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
status pernafasan
2. Monitor warna kulit, suhu, dan
kelembapan
Monitor ekstremitas bawah
1. Inspeksi warna, suhu, hidrasi,
pertumbuhan rambut, tekstur pecah-
pecah atau luka pada kulit
2. Kaji apakah terjadi parathesias
(misalnya., baal, kesemutan atau
terbakar)
Pengecekan kulit
1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait
dengan adanya kemerahan, kehangatan
ekstrim, edema atau drainase
Perawatan luka : tidak sembuh
1. Kaji karakteristik ulkus, catat ukura,
lokasi, cairan (yang keluar), warna,
26
Batasan karakteristik
Tanda Mayor
1. Kerusakan jaringan/lapisan kulit
Tanda Minor
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
Sumber : Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. (2016). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Sumber : Moorhead, Sue., Maria, Jhonson.,
Meridean, L, Maas., Elizabeth,
Swanson., (2013). Terjemahan
Nursing Outcomes Clasification
(NOC). Edisi 5. Singapur : Elsevier.
perdarahan, nyeri, bau dan edema
2. Catat tanda dan gejala infeksi luka
3. Irigasi ulkus dengan air atau larutan
saline, hindari tekanan yang berlebihan
4. Bersihkan ulkus mulai dari larutan
terbersih bergerakk menuju area yang
kotor
5. Kolaborasi dengan dokter pemberian
obat topical (sitostatik, antiobiotik,
analgesic)
6. Demonstrasikan kepada pasien atau
anggota keluarga mengenai prosedur
untuk merawat ulkus yang sesuai
7. Dorong pasien dan keluarga untuk
berperan aktif dalam perawatan dan
rehabilitasi, yang sesuai
Sumber : Gloria, M. Bulechek, et al. (2013) .
Nursing Interventions
Classification ( NIC). Edisi
keenam. Missouri : Mosby
Elseiver.
b. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis
Definisi berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
27
Rencana Keperawatan Risiko Infeksi
Diagnosa Keperwatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis
Definisi berisiko mengalami peningkatan terserang
organisme patogenik.
Faktor yang berhubungan
Penyakit kronis (misal. Diabetes mellitus)
Efek prosedur invasive
Malnutrisi
Ketidak adekuatan pertahanan tubuh
perimer
- Kerusakan integritas kulit
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder
- Penurunan haemoglobin
- Imununosuperesi
- Leukopenia
- Vaksinasi tidak adekuat
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan risiko infeksi teratasi dengan kriteria
hasil sebagai berikut :
Keparahan infeksi
- Tidak adanya kemerahan
- Tidak adanya rasa panas
- Cairan luka tidak berbau busuk
- Tidak terdapat nyeri
- Tidak terdapat edema
- Peningkatan jumlah sel darah putih5000
NIC
Monitor tanda-tanda vital
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu,
dan status pernafasan
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Kontrol infeksi
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kegiatan perawatan pasien
2. Pakai sarung tangan sebagaimana
dianjurkan oleh kebijakan
pencegahaan universal
3. Gosok kulit pasien dengan agen
antibakteri yang sesuai
4. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala infeksi
dan kapan harus melaporkannya
kepada penyedia perawatan
kesehatan
Perlindungan infeksi
1. Tingkatkan asupan nutrisi dan cairan
yang cukup
28
Sumber : Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. (2016). Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Sumber : Moorhead, Sue., Maria, Jhonson.,
Meridean, L, Maas., Elizabeth,
Swanson., (2013). Terjemahan
Nursing Outcomes Clasification
(NOC). Edisi 5. Singapur : Elsevier.
2. Anjurkan istirahat
3. Ajarkan pasien dan anggota
keluarga bagaimana cara
menghindari infeksi
4. Kolaborasi pemeriksaan darah
lengkap
Sumber : Gloria, M. Bulechek, et al. (2013) .
Nursing Interventions
Classification ( NIC). Edisi
keenam. Missouri : Mosby
Elseiver.
c. Devisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
Definisi asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
29
Rencana Keperawatan Defisit Nutrisi
Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan mencerna
makanan
Defnisi asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme.
Factor yang berhubungan
Ketidakmampuan menelan makanan
Ketidakmampuan mencerna makanan
Ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient
Peningkatan kebutuhan metabolisme
Factor ekonomi
Factor psikologis
Batasan karakteristik
Tanda mayor
1. Berat badan menurun 10 %
Tanda minor
1. Cepat kenyang
2. Nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun
4. Otot pungunyah lemah
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan terjadinya perbaikan nutrisi ditandai
dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Status nutrisi : Asupan makanan dan cairan
- Nutrisi terpenuhi
Kontrol diri terhadap gangguan makan
- Nafsu makan meningkat
- Tidak mual
NIC
Monitor tanda-tanda vital
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
status pernafasan
Manajemen nutrisi
1. Identifikasi adanya alergi makanan
yang dialami pasien
2. Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering
Manajemen saluran cerna
1. Monitoring bising usus
2. Monitor pasien jika merasa kenyang,
mual dan muntah
3. Anjurkan klien untuk makan makanan
tinggi serat
3. Berikan air hangat setelah makan
30
5. Otot menelan lemah
6. Membrane mukosa pucat
7. Sariawan
Sumber : Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. (2016). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Sumber : Moorhead, Sue., Maria, Jhonson.,
Meridean, L, Maas., Elizabeth,
Swanson., (2013). Terjemahan
Nursing Outcomes Clasification
(NOC). Edisi 5. Singapur : Elsevier.
Sumber : Gloria, M. Bulechek, et al. (2013) .
Nursing Interventions
Classification ( NIC). Edisi
keenam. Missouri : Mosby
Elseiver.
31
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang telah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Dengan melakukan implementasi pada pasien dengan
gangguan integritas dan resiko infeksi kulit sesuai dengan intervensi dari
NIC & NOC, dan dengan memperhatikan konsep luka untuk
penatalaksanaannya.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah ketika klien dan professional kesehatan menentukan kemajuan
klien menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan
keperawatan (Kozier, dkk, 2011)
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolic yang ditandai dengan
peningkatan glukosa darah dan memengaruhi kemampuan tubuh
menggunakan energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Peningkatan
glukosa darah disebabkan oleh gangguan pankreas dalam memproduksi
insulin atau kemampuan reseptor insulin pada sel tubuh tidak sensitive ( I
Made Sukma Wijaya, 2018)
Diabetes mellitus atau DM merupakan penyakit yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah di dalam urine akibat terganggguanya
metabolisme karena produksi dan fungsi hormon insulin tidak berjalan
dengan seharusnya (Tim Bumi Medika, 2017)
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan
neuropati ( Yuliana, elin, 2009)
32
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu
suatu hormone yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya ( Brunner &
Suddarth, 2002)
Diabetes Melitus adalah kelainan metabolisme karbohidrat,
glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan
keadaan hiperglikemia. Menurut ADA 2015 DM adalah salah satu
kelompok penyakit metabolic yang ditandai oleh hiperglikemia karena
gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan
hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. DM merupakan kelainan
endokrin yang terbanyak dijumpai.
Diabetes merupakan penyebab kebutaan paling besar pada
kelompok usia produktif (usia kerja), dan satu-satunya penyebab utama
paling lazim untuk terjadinya end-stage renal failure (ESRF) atau gagal
ginjal tahap akhir. Selain itu, konsekuensi neuropati yang ditimbulkan oleh
hiperglikemia jangka panjang membawa dampak paling sering untuk
dilakukannya amputasi pada ekstremitas bawah nontraumatik.
2. Etiologi
Berikut akan diuraikan penyebab dari Diabetes Melitus (Brunner &
Suddarth, 2002)
a. DM Tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
beta pancreas yang disebabkan oleh :
33
1) Factor genetic atau herediter
Penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecendrungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I.
b. Factor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
c. Factor imunologi
Auto imun abnormal : antibodi menyerang jaringan normal yang
dianggap jaringan asing.
b. DM Tipe 2
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Factor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II yaitu :
1) Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target di
seluruh tubuh, insulin yang tersedia jadi kurang efektif dalam
meningkatkan efek metabolic
2) Usia, cendrung meningkat di atas 65 tahun
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
c. DM gestasional biasa timbul akibat kehamilan.
3. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus berdasakan etiologinya (ADA, 2015)
Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel β, umumnya menjurus kearah defisiensi insulin absolute.
a. Melalui proses imunologik (otoimunologik)
b. Idiopatik
Diabetes Mellitus Tipe 2
Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defesiensi
insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin.
34
Diabetes Melitus tipe lain
a. Defek genetic fungsi sel β
1) Kromosom 12 HNF-1 a (dahulu disebut MODY 3)
2) Kromosom 7, glukoinase (dahulu disebut MODY 2)
b. Defek genetic kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
1) Pancreatitis
2) Trauma/pankreatektomi
3) Neoplasma
4) Cystic fibrosis
5) Pankreatopati fibru kalkulus
6) Endrolrinopati
7) Akromegali
8) Sindrom cushing
9) Freokomositoma
10) hipertiriodisme
Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat
sementara, tetapi merupakan factor risiko untuk DM tipe 2
Pra-diabetes
a. IFG (Impaired fasting glucose) = GPT (glukosa puasa terganggu)
b. IGT (Impaired glucose tolerance) = TGT (toleransi glukosa terganggu)
4. Patofisiologi
Menurut (Brunner & Suddarth, 2002)
Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
35
Resisitensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
Meskipun terjadi ganggguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainnya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Mekipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK)
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalannya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar
glukosannya sangat tinggi)
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%), penyakit
diabetes tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya,
pada saat pasien menjalankan pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah
satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-
tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya,
36
kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah
terjadi sebelum diagnosis di tegakkan.
Penagganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan
berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan
merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektivitas
insulin. Obat hipoglikemia oral ditambahkan jika diet dan latihan tidak
berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika pengobatan obat oral
dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga
tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien
memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stress
fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan.
37
38
5. Manifestasi klinik
Menurut (Price & Wilson, 2005)
a. Diabetes Melitus Tipe 1
1) Sering buang air kecil (poliuria)
2) Kadar glukosa darah melebihi ambang batas glukosa biasanya
sekitar 180 mg/dl diekresikan kedalam urine (glukosuria)
3) Minum air dengan jumlah banyak (polidipsia)
4) Makan lebih banyak (polifagia)
5) Penurunan berat badan
6) Malaise
7) keletihan
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Manifestasi sama dengan DM tipe 1 mungkin jika DM tipe 2 ini bisa
muncul manifestasi lain seperti kerusakan kulit atau infeksi pada kulit
pasien diabetes mellitus akan mengalami penuranan tanda dan gejala
yang salah satunya luka yang tidak kunjung sembuh. Luka yang tidak
kunjung sembuh ini di sebabkan oleh infeksi yang hebat karena kuman
atau jamur mudah tumbuh pada kondisi gula darah yang tinggi,
kerusakan dinding pembuluh darah yang tidak lancar pada kapiler
menghambat penyembuhan luka dan kerusakan saraf yang
menyebabkan penderita diabetes tidak bisa merasakan luka yang
dialami dan membiarkannya semakin membusuk (Wijaya & Putrid,
2013)
c. Diabetes Melitus Gestasional
Pada DM gestasional mengalami gejala sering buang air kecil (bak),
sering haus mudah lapar, mudah lelah, berat badan turun, mata buram,
mual, luka sulit sembuh. (Brunner & Suddarth, 2002)
39
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes Melitus (NANDA, 2015)
a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa darah
sewaktu
DM Belum pasti DM
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
Gula darah puasa DM Belum pasti DM
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110
Tabel 2.1 patokan kadar glukosa (NANDA, 2015)
b. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada setidaknya 2
kali pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang di ambil 2 jam kemudian
sesudah mengonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial
(pp)>200 mgdl)
c. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi
1) Tes saring
Tes saring pada DM adalah :
a) GDP, GDS
b) Tes glukosa urin
2) Tes diagnostic
Tes diagnostic pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Gula darah 2
jam post prandial), glukosa jam ke 2TTGO
40
3) Tes monitoring terapi
a) GDP : plasma vena, darah kapiler
b) GD2 PP : plasma ven
c) A1 c : darah vena, darah kapiler
4) Tes untuk mendeteksi komplikasi
a) Mikroalbuminuria : urin
b) Ureum, kreatinin, asam urat
c) Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e) Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f) Trigliserida : plasma vena (puasa)
7. Komplikasi
Komplikasi DM hampir seluruh bagian tubuh. Dari mata hingga kaki tidak
luput dari serangan penyakit gula ini. (Tim Bumi Medika, 2017)
Diantaranya :
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan ketika menurunnya kadar gula darah.
Seseorang dikatakan hipoglikemia bila kadar gula darahnya kurang
dari 50 mg/dl. Hipoglikemia lebih banyak dialami oleh penderita
diabetes tipe 1, dan terjadi 1-2 kali dalam seminggu. Dalam beberapa
kasus, penderita diabetes melakukan penangganan yang salah dan
berlebihan sehingga level glukosa dalam darah menjadi terlalu rendah.
Melewatkan jam makan dan olahraga serta mengonsumsi obat diabetes
atau melakukan injeksi insulin biasa menyebabkan hipoglikemia.
Hipoglikemia dapat ditanggani segera dengan mengonsumsi makanan
atau minuman manis. Misalnya teh manis, permen, dan cokelat. Gejala
biasanya akan berkurang 15 menit setelah mengonsumsi makanan atau
minuman manis. Selalu mengontrol level kadar glukosa dalam darah
dan konsultasikan dengan dokter mengenai penanganan diabetes yang
tepat, agar pasien tidak jatuh dalam kondisi hipoglikemia.
41
b. Hipergikemia
Hiperglikemia merupakan keadaan ketika kadar gukosa darah
meningkat dengan tiba-tiba. Ciri-cirinya adalah kadar gula darahnya
bias mencapai >240 mg/dl. Hiperglikemia dapat menyebabkan
kerusakan jaringan atau organ tubuh. Kondisi ini terjadi ketika pasien
tidak mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi level glukosa
dalam darah seperti injeksi insulin, atau karena disebabkan oleh pola
makan dan hidup yang tidak berorientasi pada penagganan penyakit
diabetes. Hiperglikemia ini membutuhkan tindakan medis secepatnya.
c. Retensio urine
Retensio urine merupakan keadaan ketika kandung kemih
membengkak karena pasien tidak mampu mengeluarkan urine secara
normal. Sebaliknya, penderita diabetes juga dapat mengalami
gangguan pada urat saraf sehingga pasien tidak mampu mengontrol
waktu keluarnya urine. Akibatnya pasien sering mengompol.
d. Hipertensi
Pada penderita diabetes hipertensi disebabakan oleh penebalan
dinding pembuluh darah akibat dari tinggginya glukosa. Dinding
pembuluh darah menjadi sempit. Oksigen dan zat-zat gizi menjadi
kesulitan memasuki jaringan-jaringan tubuh. Akibatnya tekanan dara
menjadi meningkat.
e. Gangguan jantung
Gangguan jantung dialami penderita diabetes karena ada masalah
metabolisme tubuh. Pada beberapa penderita diabetes, gula darah tidak
mampu masuk ke dalam sel untuk menjadi energy. Jika demikian,
tubuh pun memberikan respon dengan memecah simpanan lemak
secara besar-besaran untuk menjadi energy. Produksi lemak ini yang
memancing terbentuknya plak-plak pada pembuluh darah yang dapat
memicu terjadinya infark jantung. Selain itu risiko terjadinya stroke
juga lebih besar dua kali lipat setelah 5 tahun menderita diabetes tipe 2.
f. Neuropati
42
Komplikasi yang paling sering dialami penedrita diabetes. Kadar
glukosa darah darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu
lama 10 tahun atau lebih akan merusak dinding pembuluh darah
kapiler yang menuju saraf. Akibat kerusakan tersebut, timbul beberapa
gangguan seperti gangguan pencernaan, penderita tidak mampu
mengontrol buang air kecil dan buang air besar, dan merasakan sakit
pada kaki serta tangannya. Gejala gangguan saraf ini diantaranya
kesemutan, terasa panas atau seperti ditusuk jarum, terkadang telapak
kakinya terasa tebal sehingga pasien merasa berjalan di atas kasur.
g. Nefropati
Penderita yang mengalami diabetes dalam jangka waktu lama akan
berisiko mengalami kerusakan ginjal atau nefropati. Gula darah yang
tinggi mempersulit kerja ginjal untuk menyaring darah dan
mengeluarkan sisa-sisa zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat
sisa yang tidak bias keluar dari tubuh dapat mengganggu fungsi-fungsi
organ yang lain. Akibat kerusakan pada ginjal juga, protein yang
seharusnya dipertahankan dalam tubuh justru keluar bersama urine.
Pada kondisi ini, kerja ginjal menjadi berat. Jika keadaan ini
berlangsung lama, ginjal mengalami gagal ginjal. Kalau sudah begitu,
penderita diabetes membutuhkan transplantasi ginjal atau terus
bergantung dengan cuci darah.
h. Penyakit pembuluh darah perifer
Penderita diabetes yang sudah di diagnosis selama 10 tahun atau
lebih biasa mengidap penyakit ini. Pembuluh perifer merupakan
pembuluh darah yang berada di tangan dan kaki. Pada penderita yang
mengalami komplikasi ini, denyut nadi pada pembuluh darah
perifernya akan terasa lemah atau bahkan terkadang tidak terasa sama
sekali.
i. Retinopati diabetic
43
Gangguan mata karena ada kerusakan pada retina. Kadar gula
darah yang tinggi menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah
retina. Tanda yang biasa muncul pada penderita retinopati diabetic.
1. Ada bintik-bintik seperti benda terapung di bidang penglihatan
2. Kurang jelas melihat pada malam hari
3. Ada titik gelap atau kosong pada pusat penglihatan
4. Lama-lama penglihatan menjadi kabur dan sulit mengenali warna.
Tipe diabetes yang paling beresiko menderita retinopati adalah
diabetes tipe 2 (Tim Bumi Medika, 2017)
8. Ulkus diabetes
Ulkus diabetic adalah luka yang terjadi pada kaki penderita
diabetes, dimana terdapat kelainan tungkai bawah. Kelainan kaki diabetes
mellitus dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan
pernafasan dan adanya infeksi. Ulkus kaki dengan ganggren yaitu sebagian
jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli
pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah
terhenti.
Menurut Maryunani (2013) luka gangren dibagi menjadi dua, yaitu
gangren basah dan gangren kering. Gangren basah biasanya akibat dari
infeksi, gangren kering merupakan jaringan mati berwarna coklat tua atau
hitam yang terkadang membentuk masa keras. Sebagai akibat hipoksia
jaringan anoksia.
Tanda dan gejala yang biasanya terjadi pada pasien ulkus diabetic
secara klinis dapat digolongkan sebagai berikut.
a. Golongan kaki neuropatik
Pada keadaan ini terjadi kerusakan somatic, baik sensorik
maupun motorik, serta saraf autonom, tetapi sirkulasi masih
utuh.
44
Pada pemeriksaan kaki teraba hangat, teraba denyut nadi,
kurang rasa/baal (neuropati somatic), kulit teraba kering
(neuropati autonom), bila terjadi luka, luka akan lama sembuh.
b. Golongan kaki iskemia
Dikenal dengan istilah neuroshaemic foot keadaan ini hamper
selalu disertai neuropati dengan berbagai macam stadium. Pada
pemeriksaan ditemukan kaki teraba dingin, nadi sulit teraba,
sering menunjukan rasa nyeri saat istirahat, dapat terlihat ulkus
akibat tekanan local, yang akhirnya menjadi gangren.
Neuropati perifer yang berkontribusi terhadap ulkus diabetic
menurut Maryunani (2013)
a. Neuropati Sensorik
Neuropati sensorik merupakan penyebab ulkus kaki
diabetic yang paling mencolok. Tidak adanya rasa nyeri pada
kaki menyebabkan terjadinya trauma mekanis, thermal atau
kimiawi. Kehilangan sensasi pelindung merupakan masalah
utama pada kaki diabetik. Pasien kehilangan rangsangan nyeri
dan kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap
rangsangan luar. Berbagai hal sederhana yang pada orang
normal tidak menyebabkan luka namun pada pasien DM dapat
menyebabkan luka kaki, misalnya tidak mengenali adanya
benda runcing, tidak mengenali rasa panas. Pasien bru
menyadari setelah terjadi luka yang membusuk dan
membahayakan keselamatan kaki secara keseluruhan.
b. Neuropati Motorik
Berperan mulai terjadinya deformitas pada kaki, yang
menyebabkan daerah tersebut lebih banyak mendapat tekanan
dari luar. Hal ini menyebabkan deformitas kaki yang
mmenyebabkan pencakaran jari-jari kaki dan bagian matersal
yang menonjol. Perubahan pada struktur kaki berkontribusi
45
terhadap terjadinya pembentukan kalus, blister (melepuh) dan
luka terbuka.
c. Neuropati Autonomik
Menyebabkan gangguan pada aliran darah. Kerusakan pada
saraf menyebabkan penurunan persepsi (keringat) dengan kulit
kering dan retak-retak. Kulit retak-retak dan membuat issura
yang biasa memungkinkan masuknya jamur dan bakteri.
Infeksi dan osteomielitis adalah komplikasi umum yang
memerlukan tindakan yang tepat dan agresif dengan
debridement dan antibiotic sistemik.
9. Penatalaksanaan
Mengubah perilaku tidak sehat sehingga gula darah dapat kembali normal.
Adapun perubahan gaya hidup yang paling penting untuk diterapkan
penderita DM (Tim Bumi Medika, 2017)
antara lain :
a. Terapkan pola makan yang sehat dan tidak lupa makan secara teratur
b. Jaga berat badan, jangan sampai berat badan naik
c. Tetap mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter
d. Lakukan olahraga secara teratur.
Penatalaksanaan diabetes terbagi menjadi dua yaitu :
1) Terapi non obat
Terapi non obat terdiri dari pemberian pengetahuan tentang DM,
olahraga secara teratur, menerapkan pola makan yang tepat, dan
menerapkan gaya hidup yang sehat.
2) Terapi obat
Terapi obat untuk penderita diabetes dibagi menjadi dua yaitu obat
hipoglikemik oral dan insulin.
46
a) Obat hipoglikemik oral (OHO)
Tujuan dari pemberian obat ini untuk menormalkan gula darah,
menghilangkan gejala dan mencegah komplikasi. Lebih utama
diberikan pada penderita diabetes tipe 2 hingga sedang. Obat ini
baru diberikan jika gula darah pendertia masih diatas 200 mg/dl
setelah menerapkan diet untuk diabetes dan olahraga secara teratur
selama 1-2 bulan.
b) Insulin
Insulin merupakan salah satu bentuk protein tubuh yang berfungsi
mengantar gula darah masuk kedalam sel tubuh untuk dijadikan
energy, meningkatkan pembentukan glikogen di hati, mencegah
penguraian glikogen menjadi glukosa, merangsang pembentukan
protein dan lemak dari glukosa, serta meingkatkan penguraian
glukosa secara oksidatif.