52
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. STROKE Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan syaraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke dapat didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik / non hemoragik) ataupun perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Menurut Junaidi (2011) stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses aterosklerosis sedangkan stroke perdarahan, pembuluh darah pecah sehingga aliran darah menjadi tidak normal dan darah yang merembes masuk kedalam suatu daerah di otak dan merusaknya. 2. STROKE ISKEMIK a. Pengertian Stroke Iskemik Stroke iskemik merupakan aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses aterosklerosis (Junaidi, 2011). Menurut Crowin (2009) stroke iskemik terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. STROKE

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. STROKE

Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan syaraf

(deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke

dapat didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak

karena sumbatan (stroke iskemik / non hemoragik) ataupun perdarahan (stroke

hemoragik) (Junaidi, 2011).

Menurut Junaidi (2011) stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke

hemoragik. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis

atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses

aterosklerosis sedangkan stroke perdarahan, pembuluh darah pecah sehingga aliran

darah menjadi tidak normal dan darah yang merembes masuk kedalam suatu daerah

di otak dan merusaknya.

2. STROKE ISKEMIK

a. Pengertian Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau

bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses

aterosklerosis (Junaidi, 2011). Menurut Crowin (2009) stroke iskemik terjadi

11

akibat thrombus (bekuan darah di arteri serebri) atau embolus (bekuan darah yang

berjalan ke otak dari tempat lain ditubuh).

b. Klasifikasi stroke Iskemik

Menurut Junaidi (2011) menyatakan stroke iskemik mempunyai beberapa

klasifikasi seperti :

(1) Transient Ischemic Attack (TIA) : serangan stroke sementara yang

berlangsung kurang dari 24 jam

(2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) : gejala neurologis yang akan

menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari

(3) Progressing stroke atau stroke in evolution : kelainan atau deficit neurologic

berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat

(4) Stroke komplit : kelainan neurologis sudah lengkap menetap dan tidak

berkembang lagi

c. Etiologi Stroke Iskemik

(1) Ateroma

Pada stroke iskemik, penyumbatan bias terjadi disepanjang jalur ateri yang

menuju otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk

didalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurannya aliran darah.

Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis jalur utama memberikan

darah kesebagian besar otak.

(2) Emboli

Endapan lemak juga bias terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam

darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri

12

vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan

darah berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau katupnya.

(3) Infeksi

Infeksi stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi

menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Selain

peradangan umum oleh bakteri, peradangan juga bisa asam urat yang berlebih

dalam darah.

(4) Obat-obatan

Obat-obatan dapat menyebabkan stroke, seperti kokain, amfetamin, epinefrin,

adrenalin dan sebagainya dengan jalan mempersempit diameter pembuluh

darah di otak dan menyebabkan stroke (Junaidi, 2011).

(5) Kontrasepsi Oral

Sebagian kontrasepsi oral mengandung estrogen dan progesterone,

kontrasepsi gabungan ini disebut kontrasepsi oral kombinasi. Dan pil ini

dapat meningkatkan tekanan darah serta menyebabkan darah lebih kental dan

lebih mudah membentuk bekuan / gumpalan.

Kontrasepsi oral kombinasi meningkatkan resiko stroke iskemik. Terutama

pada wanita perokok yang berusia lebih dari 30 tahun.

Jenis kontrasepsi oral lain adalah pil prosgesteron, yang juga dikenal sebagai

mini-pill. Wanita yang menggunakan mini-pill memiliki resiko stroke yang

lebih rendah, mantan pengguna kontrasepsi oral yang tidak lagi

menggunakannya tidak mengalami peningkatan resiko stroke.

13

d. Tanda dan Gejala Stroke Iskemik

Menurut Fransisca (2008) gejala klinis yang timbul pada stroke iskemik berupa

:Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesi) yang timbul

medadak, Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan

hemisensorik), Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium,

lertagi, stupor atau koma), Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara), Ataksia

(tungkai atau anggota badan tidak tepat pada saasaran), Vertigo (mual dan muntah

atau nyeri kepala).

e. Patofisiologi Stroke Iskemik

Proses terjadinya stroke iskemik diawali proses pembentukan fisik aterosklerosis

melalui mekanisme aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Aterosklerosis

dimulai dengan adanya luka pada sel endotel pembuluh darah, yaitu lapisan dalam

pembuluh darah yang bersentuhan langsung dengan darah dan zat dalam darah.

Permukaan sel endotel yang semula licin akan menjadi tidak licin karena plak.

Akibatnya semakin menebalnya plak maka fibrous kolagen sub endotel akan

robek. Plak yang terbentuk akan menjadi matang dan dapat pecah lalu mengikuti

aliran darah yang akanmenyebabkan emboli menyumbat aliran darah sehingga

terjadi gangguan suplai oksigen (iskemia) baik dipembuluh darah jantung maupun

otak.

Karena tumpukan plak pada dinding arteri semakin banyak membuat lapisan

bawah garis pelindung arteri semakin banyak membuat perlahan-lahan menebal

dan jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa waktu, jaringan penghubung

yang menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan parut (Scerosis). Jaringan

14

parut tersebut akan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah sehingga

mudah pecah. Akibatnya mulai terjadi penempelan daerah parut oleh sel-sel darah

yang beredar dalam darah. Selanjutnya gumpalan darah dapat dengan cepat

tertumpuk pada permukaan lapisan arteri yang robek dan semakin lama semakin

banyak tumpukan terbentuk sehingga menimbulkan penyemipitan arteri, lalu

terjadi penyumbatan total. Apabila aterosklerosis terjadi dalam arteri otot jantung

maka akan timbul kekurangan pasokan oksigen akut sehingga terjadi serangan

jantung. Apabila ini terjadi pada arteri otak maka terjadi serangan stroke

(iskemik/non peredarahan) (Junaidi,2011).

f. Komplikasi Stroke Iskemik

Menurut Corwin (2009) menyatakan komplikasi yang ditimbulkan pada stroke

iskemik sebagai berikut :

(1) Individu yang mengalami Cidera Vaskuler Serebral (CVS) mayor pada

bagian otak yang mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskuler dapat

meninggal. Destruksi area ekspresif atau reseptif pada otak akibat hipoksia

dapat menyebabkan kesulitan komunikasi. Hipoksia pada area motorik otak

dapat menyebabkan paresis. Perubahan emosional dapat terjadi pada

kerusakan korteks yang mencakup system limbrik.

(2) Hematoma intraserebral data disebabkan oleh pecahnya anurisma atau stroke

hemoragik yang menyebabkan cidera otak sekunder ketika tekanan

intracranial meningkat.

15

g. Penatalaksanaan Stroke Iskemik

Penanganan stroke iskemik bertujuan untuk mempertahankan fungsi otak yang

tergantung pada kesempatan untuk menyelamatkan fungsi otak dalam waktu

singkat (Gofir, 2009). Ada beberapa penanganan stroke sebagai berikut :

(1) Pemeriksaan neurologis darurat atau cepat untuk menentukan tipe dan

lokalisasi stroke

(2) Pemeriksaan laboratorium darah rutin seperti glukosa, elektrolit dan factor

koagulasi

(3) Pemeriksaan scanning secara tepat untuk memastikan jenis stroke

(4) Melakukan koordinasi dari unit perawatan darurat dan tersedianya fasilitas

angioplasti

(5) Melakukan pemeriksaaan dopler ultrasonografi secepat mungkin

(6) Melakukan pengobatan dasar seperti pemasangan kateter, drainase,

menangani kondisi umum seperti hipertensi, keadaan metabolism serta fungsi

jantung.

(7) Terapi obat : Memperbaiki perfusi (Tindakan ini bertujuan memulihkan aliran

darah ke otak yang sedang mengalami sumbatan yaitu dengan obat yang

dapat menghancurkan thrombus (agent trombolitik)), Terapi Neuroprotektan

(Golongan obat ini bersifat melindungi otak yang sedang mengalami iskemik

sehingga tidak menjadi mati atau infrak), dan Penanganan factor resiko dan

komplikasi (Mengobati penyakit penyerta atau penyakit yang mendasari

seperti obat untuk penyakit hipertensi, kencing manis, jantung,

hiperlikolesterolemia dan sebagai)

16

3. STROKE HEMORAGIK

a. Pengertian Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga

menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia di sebelah hilir. Penyebab

stroke hemoragik adalah hipertensi, pecahnya aneunisma, atau malformasi

arteriovenosa (hubungan yang abnormal) (Crowin,2009) stroke hemoragik

merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarachnoid disebabkan

oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya

Gambar 2.1 Stroke hemoragik

kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat

istirahat, kesadaran klien umumnya menurun (Muttaqin, 2008).

b. Etiologi Stroke Hemoragik

Menurut Junaidi (2011) penyebab stroke hemoragik karena terhalangnya suplai

darah ke otak. Pada stroke hemoragik disebabkan arteri yang mensuplai darah ke

otak pecah. Penyebab stroke hemoragik misalnya hipertensi yang mendadak

17

tinggi dan atau stress psikis berat. Peningkatan tekanan lain seperti mengejan,

batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya.

Perdarahan otak dapat terjadi di dalam otak itu sendiri yang disebut hemoragik

otak sehingga otak tercemar oleh kumpulan otak darah atau darah masuk ke

selaput otak atau ruang subarkhnoid yang disebut perdarahan subarachnoid.

Perdarahan subarachnoid ada 2 macam yaitu primer, bila pembuluh darah yang

pecah berasal dari arteri yang ada di subarachnoid dan sekunder bila sumber darah

berasal daritempat lain ruangan subrakhnoid yang masuk keruangan

subarachnoid. Pada pembuluh darah yang pecah dapat terjadi kontraksi atau

vasokontriksi yaitupengecilan diameter atau saluran arteri yang dapat

menghambat aliran darah ke otak dan gejala yang timbul tergantung daerah otak

mana yang dipengaruhi.

c. Faktor Resiko Stroke

(1) Faktor resiko internal, yang tidak dapat dikontrol atau diubah atau

dimodifikasi diantaranya : Umur (Makin tua kejadian stroke makin tinggi),

Ras atau suku bangsa biasanya bangsa Afrika atau Negro, Jepang dan Cina

lebih sering terkena stroke. Orang yang berwatak keras terbiasa cepat atau

buru-buru, seperti orang Sumatra, Sulawesi, Madura rentang terserang Stroke.

Faktor jenis kelamin Laki-laki lebih beresiko dibanding wanita. Dan faktor

riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang pernah mengalami stroke pada usia

muda maka yang bersangkutan beresiko tinggi terkena stroke (Guyton, 2007).

(2) Faktor resiko eksternal, yang dapat dikontrol atau diubah atau dimodifikasi

oleh penderita stroke terdiri dari : Hipertensi, Diabetes mellitus atau kencing

18

manis, Trannsient Iscemic Attack (TIA) = serangan lumpuh sementara,

Fibrilasi atrial jantung, Pasca stroke, Abnormalitas lemak ; lipoprotein,

Fibrinogen tinggi dan perubahan hemoreologikal, Perokok, Peminum alcohol,

Infeksi virus dan bakteri, Obat-obatan seperti kontrasepsi oral/pil KB,

Obesitas, Kurang latihan fisik, Stress fisik dan mental (Guyton, 2007).

(3) Faktor resiko generasi baru dapat diakibatkan karena Defisiensi atau

kekurangan hormone wanita (estrogen), Homosistein tinggi, dan Plasma

fibrinogen (Nastiti, 2012).

d. Tanda dan Gejala Stroke Hemoragik

(1) Perdarahan intraserebral

a. Sakit kepala, muntah, pusing (vertigo), gangguan kesadaran

b. Gangguan fungsi tubuh defcit neurologis), tergantung dari area

perdarahan

c. Bila perdarahan ke kapsula interna (perdarahan kapsuler) maka

ditemukan :

- Hemiparase kontralateral

- Hemiplagia

- Koma (bila perdarahan luas)

d. Perdarahan luas atau massif ke otak kecil atau serebelum maka akan

ditemukan ataksia serebelum (gangguan koordinasi), nyeri kepala di

oksipital, vertigo, nistagmus dan disastri

e. Perdarahan terjadi di pons (batang otak)

19

- Biasanya kuadriplek dan flagsid, kadang dijumpai rigditas

deserebrasi

- Pupil kecil (pin point) dan reaksi cahaya minimal

- Depresi pernapasan atau ceyne stroke

- Hipetensi (reaktif)

- Panas

- Penurunan kesadaran dengan cepat tanpa didahului sakit kepala,

vertigo, mual atau muntah

f. Perdarahan terjadi thalamus

- Deficit hemisensorik

- Hemiparesis atau hemiplegic kontralateral

- Afasia, anomia dan mutisme, bila mengenai hemisfer dominan

- Perdarahan putamen (area striata) daerah yang paling sering terkena

perdarahan intraserebral

- Hemiparesis atau hemiplegic kontralateral

- Deficit hemosensorik dan disertai hemianopsian homonym

- Afasia, bila mengenai hemisfer dominan

g. Perdarahan di lobus

Peradahan terdapat di subtansia alba supratentorial

- Frontalis : Hemiparesis kontralateral dengan lengan lebih nyata

disertai sakit kepala bifrontal, deviasi konjuge ke arah lesi

- Parietalis : Defisit persepsi sensorik kontralateral dengan

hemiparesis ringan

20

- Oksipitalis : Hemianopsia dengan atau tanpa hemiparesis minimal

pada sisi ipsilateral dengan hemanopsia

- Temporalis : afasia sensorik, bila area wernicke hemisfer dominan

terkena, hemianopsia atau kuadranopsia karena massa darah

mengganggu radiasio optika`

(Broderick J, 2007)

(2) Perdarahan subaraknoid

a. Sakit kepala mendadak dan hebat dimulai dari leher

b. Nausea dan vomiting (mual dan muntah)

c. Fotofobia (mulai silau)

d. Paresis saraf okulomotrius, pupil anisokor, perdarahan retina pada

funduskopi

e. Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darah naik)

(Uchino, 2007)

e. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Menurut Junaidi (2011) stroke perdarahan disebabkan oleh perdarahan suatu

arteri serebralis yang disebut hemoragik. Darah yang keluar dari pembuluh darah

dapat masuk dalam jaringan otak, sehingga terjadi hematom. Hematom ini

menyebabkan timbulnya Tekanan tinggi Intra Kranial (TTIK). Keadaan tersebut

terjadi pada perdarahan intrakranial. Pada stroke hemoragi darah arteri system

pembuluh darah dapat masuk ke dalam rrongga subaraknoid yang disebut

perdarahan subaraknoid sekunder. Bila sumber perdarahan berasal dari rongga

subaraknoid maka disebut perdarahan subaraknoid primer. Perdarahan dapat

21

disebabkan aneurisma, infeksi, hipertensi aneurisma arteri kecil atau arteriol),

angioma atau tumor, dan trauma kepala karena rongga cranium tertutup rapat,

keluarnya darah arteri segera menyebabkan peningkatan tekanan intakranial,

akibatnya teradi iskemik serebri global.

Hemoragik juga menyebabkan kerusakan otak dengan cara darah dan jaringan

otak biasanya dipisahkan oleh sawar darah otak dan sawar darah

cairanserebrospinal. Terdapatnya darah di jaringan saraf dapat berakibat

gangguan fungsi sel yang berat bahkan nekrosis sel saraf. Selain kerusakan

jaringan saraf hemoragik juga menyebabkan pembuluh darah berkontriksi dan

daerah yang disuplainya menjadi terhambat sehingga terjadi iskemik.

f. Akibat Stroke

Stroke dapat mengakibatkan berbagai defisit neurologis bagi penderitanya,

bergantung pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan

jumlah aliran darah kolateral. Beberapa gangguan yang ditimbulkan oleh stroke

antara lain (Suzanne C. Smeltzer B. G., 2005) :

1. Kehilangan Motorik

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan

kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas

melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat

menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi berlawanan dari

otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia karena lesi pada sisi

22

otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh,

adalah tanda yang lain.

2. Kehilangan Komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.

Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa adalah

penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dimanifestasikan oleh tiga

hal yaitu disartia (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara detektif atau

kehilangan bicara), dan apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan

yang telah dipelajari sebelumnya).

3. Gangguan Persepsi

Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke

dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan

visual-spasial dan kehilangan sensori.

Gangguan persepsi visual seperti homonimus yaitu kehilangan setengah

lapang pandang, dapat permanen atau sementara. Pada kasus ini klien hanya

mampu melihat setengah ruangan, sering mengabaikan sisi yang tidak

terlihat.

Gangguan hubungan visual-spasial, gangguan mendapatkan hubungan antara

dua hal atau objek dalam area spasial. Sering terlihat pada klien yang

mengalami hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian

tanpa bantuan karena ketidakmampuan mencocokan pakaian ke bagian

tubuhnya.

23

Kehilangan sensori, ketidakmampuan untuk merasakan, seperti

ketidakmampuan untuk merasakan sentuhan ringan, atau mungkin sentuhan

berat, kehilangan propriosepsi (ketidakmampuan untuk merasakan posisi dan

gerakan bagian tubuh), serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli

visual, taktil, dan auditorius.

4. Disfungsi Kandung Kemih

Inkontinensia dapat terjadi karena konfusi, ketidakmampuan

mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan

urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kandung kemih

menjadi atonik dengan kerusakan sensasi dalam merespon pengisian kandung

kemih.

5. Kerusakan Fungsi Kognitif dan efek psikologik

Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,

memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.

Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan

dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini

menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi

umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah pasien terhadap

penyakit katastrofik ini. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan

dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan

kurang kerja sama.

24

g. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

(1) Mengobati tekanan darah tinggi yang timbul

(2) Mengatasi edema otak dengan :

- Obat-hiperrosmolar, misalnya : manitol, gliserol

- Kortikosteroid, bila diperlukan

(3) Tindakan bedah

- Evakuasi darah didekat korteks

- Mengeringkan darah melalui lubang dengan cara bor

- Mencegah sindrom inkarserata

4. KOGNITIF

a. Pengertian Kognitif

Fungsi kognitif dimaksudkan untuk menunjukkan kemampuan seseorang dalam

belajar, menerima, dan mengelola informasi dari lingkungan sekitarnya.

Kerusakan otak merupakan faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif, sehingga

memunculkan manifestasi gangguan fungsi kognitif. Kerusakan hemisfer kiri dan

kanan memberikan wujud gejala yang berbeda karena telah terjadi proses

lateralisasi dari fungsi-fungsi tertentu ke salah satu hemisfer (dominasi serebral).

Kerusakan hemisfer kiri akan menimbulkan gangguan kemampuan berbahasa,

membaca, menulis, menghitung, memori verbal dan gerakan motorik terampil.

Kerusakan hemisfer kanan akan menimbulkan gangguan fungsi visuospasial

(persepsi), visuomotor, pengabaian (neglect), memori visual, dan koordinasi

motorik (Harsono, 2007).

25

Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak berupa

gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi

intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam berhitung, bahasa,

daya ingat semantik (kata-kata) dan pemecahan masalah. Stroke meningkatkan

risiko untuk mengalami penurunan fungsi kognitif sebanyak 3 kali (Dewi, 2004).

Gangguan fungsi kognitif untuk jangka panjang jika tidak dilakukan penanganan

yang optimal akan meningkatkan insidensi demensia (Nugroho, 2004). Menurut

penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, gangguan kognitif pada penderita stroke

merupakan prediktor untuk terjadinya demensia (Firmansyah, 2007).

b. Manifestasi Gangguan Fungsi Kognitif Pasca Stroke Iskemik

Manifestasi gangguan kognitif dapat meliputi gangguan pada aspek bahasa,

memori, emosi, visuospasial dan kognisi (Erkinjuntti dkk, 2002. Carlson,1996) :

1. Gangguan bahasa

gangguan bahasa yang terjadi terutama tampak pada kemiskinan kosa kata.

Pasien tidak dapat menyebut nama benda atau gambar yang ditunjukkan

padanya (confrontation naming), tetapi lebih sulit lagi untuk menyebutkan

nama benda dalam satu kategori. Sering adanya diskrepansi antara penamaan

konfrontasi dan penamaan kategori dipakai untuk mencurigai adanya demensi

dini. Misalnya orang dengan cepat dapat menyebutkan nama benda yang

ditunjukkan tetapi mengalami kesulitan kalau diminta menyebutkannama

benda dalam satu kategori, ini didasarkan karena adanya daya abstraksinya

mulai menurun.

26

2. Gangguan memori

Gangguan mengingat sering merupakan gejala yang pertama timbul pada

demensia dini. Pada tahap awal yang terganggu adalah memori barunya, yakni

cepat lupa apa yang baru saja dikerjakan. Namun lambat laun memori lama

juga dapat terganggu. Dalam klinik neurologi fungsi memori dibagi dalam

tiga tingkatan bergantung lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall

yaitu : (Erkinjuntti, 2002. Carlson, 2004)

- Memori segera (immediate memori), rentang waktu antara stimulus dan

recall hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan untuk pemusatan

perhatian untuk mengungat (attention)

- Memori baru (recent memori), rentang waktu lebih lama yaitu beberapa

menit, jam bulan bahkan tahun.

- Memori lama (remote memori), rentang waktunya bertahun tahun bahkan

seusia hidup.

(3) Gangguan Emosi

Sekitar 15% klien mengalami kesulitan control terhadap ekspresi dari emosi.

Tanda lain adalah menangis tiba-tiba atau tidak dapat mengendalikan tawa.

Efek langsungyang paling umum dari penyakit pada otak pada personality

adalah emosi yang tumpul, disinhubition, kecemasan yang berkurang atau

euphoria ringan dan menurunnya sensitifitas social. Dapat juga terjadi

kecemasan yang berlebihan, depresi dan hipersensitif.

27

(4) Gangguan visuospasial

Sering timbul dini pada demensia. Klien banyak lupa waktu, tidak tahu kapan

siang dan malam, lupa wajah teman dan sering tidak tahu tempat sehingga

sering teresesat (disorientasi waktu, tempat dan orang). Secara objektif

gangguan visuospasial ini dapat ditentukan dengan meminta klien mengkopi

gambar atau menyusun balok-balok sesuai bentuk tertentu.

(5) Gangguankognisi (cognition)

Fungsi ini yang sering terganggu pada klien demensia, terutama daya

abstraknya. Ia selalu berpikir konkrit, sehingga sukar sekali member makna

peribahasa dan daya persamaan (similarities) mengalami penurunan.

c. Faktor yang Menimbulkan Gangguan Kognitif Pasca Stroke Iskemik

Menurut Lindsay dalam Agus (2011), beberapa penyakit atau kelainan pada otak

dapat mengakibatkan kelainan atau ganguan fungsi kognitif, antara lain : cedera

kepala, obat-obat toksik, infeksi saluran saraf pusat, epilepsy, penyakit

serebrovaskular, tumor otak dan degenerasi.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif Stroke Iskemik

Menurut Pohjasvaana J dalam Agus (2011), faktor -faktor yang mempengaruhi

fungsi kognitif pada stroke iskemik dapat dikelompokkan dalam faktor demografi,

faktor resiko ateroklerosis, faktor yang berhubungan dengan stroke dan faktor

genetik :

28

- Faktor Demografi yang mempengaruhi fungsi kognitif pasca stroke iskemik :

Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Faktor resiko aterosklerosis

- Faktor yang berkaitan dengan stroke iskemik : Luas Lesi, Letak Lesi, Jumlah

Lesi

e. Gambaran Klinis Aspek Kognitif

Menurut Kemenkes (2010), aspek kognitif meliputi :

1. Orientasi: merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan

pengalaman lampau. Orientasi terhadap waktu dan tempat dapat dianggap

sebagai ukuran memori jangka pendek, yaitu kemampuan klien memantau

perubahan sekitar yang continue. Bila orientasi klien terganggu, hal ini dapat

merupakan petunjuk bahwa memori jangka pendeknya mungkin terganggu.

2. Registrasi: kemampuan menggunakan perhatian untuk menduplikasi

informasi dan bagian kemampuan mengingat dengan mengulang kembali apa

yang telah disebutkan.

3. Atensi : merupakan kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan)

perhatian pada masalah yang dihadapi. Konsentrasi merupakan hal penting

dalam belajar. Ini memberikan kemampuan untuk memproses hal penting

yang dipilih dan mengabaikan yang lainnya. Visuospasial merupakan fungsi

kognitif yang kompleks mengenai kemampuan tata ruang, termasuk

menggambar dua maupun tiga dimensi. Pada gangguan visuospasial

penderita mudah tersesat di lingkungannya.

29

4. Memori : menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Memori membuat

kita mampu menginterpretasi dan beraksi terhadap persepsi yang baru

dengan mengacu kepada pengalaman lampau. Mereka mungkin lupa tanggal,

lupa rincian pekerjaan atau gagal mengingat janji di luar kegiatan rutin.

5. Bahasa : merupakan fungsi kognitif dasar bagi komunikasi pada manusia.

Bila terdapat gangguan pada bahasa, penilaian factor kognitif yang lain agak

sulit untuk diperiksa. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan

bahasa merupakan hal sangat penting. Bila terdapat gangguan, akan

mengakibatkan hambatan yang berarti bagi seseorang.

5. PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN STROKE

Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami

gejala yang berbeda, sesuai dengan yang terganggu yaitu (Stuart and Sundeen, 2007):

a. Gangguan pada lobus frontalis, akan ditemukan gejala-gejala kemampuan

memecahkan masalah berkurang, hilang rasa sosial dan moral, impilsif, regresi.

b. Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala amnesia dan demensia.

c. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala yang

hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi.

d. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi seperti

gangguan daya ingat, memori, dan disorientasi.

30

6. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN USIA PADA PASIEN STROKE

Menurut Pohjasvara dalam Agus (2011), stroke telah terbukti menjadi penyebab

utama kecacatan kronik di semua lapisan masyarakat. Penderita yang selamat dari

stroke dapat mengalami kecacatan fungsi kognitif akibat kerusakan otak. Pada

dasarnya semua kelainan yang mengenai otak dapat menimbulkan gangguan fungsi

kognitif.

Terminologi fungsi kognitif biasa digunakan untuk menjelaskan berbagai kemampuan

mental dan intelektual termasuk memori, perhatian, penalaran, dan kondisi kesadaran

secara umum. Pada stroke tahap awal hampir 50% kerusakan menyebabkan

perubahan tingkat kesadaran. Ada yang tidak sadar untuk jangka waktu panjang

(koma); kebingungan, diorientasi atau tampak aphatheic dan lethargeic untuk

beberapa jam atau hari (Djohan, 2006).

Menurut Kemenkes (2010), faktor-faktor yang berpengaruh pada fungsi kognitif

penderita stroke adalah faktor usia dan tingkat pendidikan. Usia lanjut merupakan

salah satu faktor risiko utama akan timbulnya berbagai penyakit yang berhubungan

denggan proses penuaan. Sebagai contoh adalah demensia merupakan penyakit yang

sering ditemukan pada usia lanjut. Pada awal penyakit demensia dapat ditemukan

gejala mudah lupa yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang

benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu

menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Gejala gangguan kognitif ini

dapat diikuti gangguan perilaku seperti waham (curiga, sampai menuduh ada yang

31

mencuri barang), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah,

mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan berkelana. Gejalanya antara

lain, disorientasi, gangguan bahasa (afasia), penderita mudah bingung, penurunan

fungsi memori lebih berat sehingga penderita tidak dapat melakukan kegiatan sampai

selesai, tidak mengenal anggota keluarganya dan tidak dapat mengingat tindakan

yang sudah dilakukan sehingga dapat mengulanginya lagi. Selain itu penderita dapat

mengalami gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di

lingkungannya.

Issue mengenai penurunan kognitif selama tahun-tahun masa dewasa merupakan

suatu hal yang propokatif (Santrock, 2008). David Wechsler (2006) yang

mengembangkan skala inteligensi menyimpulkan bahwa masa dewasa dicirikan

dengan penurunan kognitif karena adanya proses penuaan yang dialami setiap orang

pada hal ini stroke. Dari banyak penelitian diterima secara luas bahwa kecepatan

memproses informasi, mengingat dan memecahkan masalah, mengalami penurunan

pada masa dewasa akhir. Penelitian lain membuktikan bahwa penderita stroke pada

dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan

dalam ingatannya. Ini berarti fungsi kognitif pada pasien stroke sangat erat

hubungannya dengan faktor usia. Semakin bertambahnya usia, fungsi kognitif pada

pasien stroke semakin menurun.

32

7. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN TINGKAT PENDIDIKAN

PADA PASIEN STROKE

Selain umur, tingkat pendidikan juga diketahui sebagai salah satu faktor yang

mempengaruhi dalah hasil pemeriksaan fungsi kognitif. Pendidikan merupakan

komponen penting yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif individu berusia lanjut

(Campbell, 2005). Fasilitas pendidikan semakin tahun memang semakin meningkat,

sehingga generasi sekarang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan

yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Hal ini tentu sangat berdampak pada uji tes

MMSE (Mini Mental State Examination) untuk penderita stroke yang berusia lanjut.

Kemampuan intelektual seseorang berkorelasi positif dengan hasil skor pada test

fungsi kognitif yaitu tes MMSE.

8. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN WAKTU TERJADINYA

STROKE

Gangguan fungsi kognitif juga dipengaruhi dari lama stroke itu terjadi yaitu pada fase

akut dan sub akut (Kusumoputro,2007).

a. Gangguan fungsi kognitif pada stroke akut

Kerusakan pada lokasi otak tertentu menyebabkan gangguan kognisi yang sesuai.

Stroke pada hemisfer dominan menyebabkan gangguan berbahasa (afasia) dan

apraksia. Pada hemisfer non dominan gangguan kognitif dapat berupa neglect

(pengabaian) pada salah satu sisi obyek atau ruang. Gangguan kognisi tidak

hanya terjadi pada kerusakan di kortikal, namun dapat juga pada subkorteks

karena mengenai sirkuit-sirkuit yang ikut mengatur fungsi kognitif antar bagian-

33

bagian di otak. Gangguan kognisi juga dapat sekunder akibat gangguan sensorik,

visual dan motorik.

b. Gangguan fungsi kognitif pada stroke subakut

Kebanyakan gangguan kognitif pasca stroke membaik setelah periode subakut

(sampai 3 bulan setelah stroke) atau lebih awal. Pada fase subakut, proporsi

gangguan kognitif berkisar antara 50-90%, tergantung populasi dan metode

penelitian yang dipakai. Pada fase ini menentukan perkembangan fungsi kognitif

adaah perbaikan sirkulasi serebral karena rekanalisasi spontan, neuroplastisitas,

dan adanya ppenyulit yang menyertai. Kebanyakan daerah penumbra mengalami

reperfusi dalam waktu 3 bulan stroke. Setelah 3 bulan ukuran kerusakan dan

defisit kognitif cenderung stabil. Rehabilitasi juga ikut menentukan perbaikan

kognitif pada fase ini.

9. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN LUAS LESI

Infark lakunar adalah strokeyang diakibatkan adanya oklusi satu cabang arteri

penetrasi yang memvaskularisasi struktur dalam otak. Istilah infark lakunar

digunakan apabila ditemukan infark dengan ukuran kurang dari 15 mm pada satu

pembuluh darah kecil. Namun, kronologis perubahan hemodinamik infark lakunar

pada daerah iskemik belum terlalu diketahui.

34

10. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN LETAK LESI

Lesi pada beberapa lokasi strategi di regio spesifik menyebabkan gangguan fungsi

kognitif. Lesi pada thalamus, nukleus kaudatus, genu kapsula interna, girus angularis

hipokampus, lobus frontalis menghasilkan gangguan fungsi kognitif yang menonjol

(Shin et al, 2005).

Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak karena kemampuan pasien

untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak. Secara umum apabila terjadi

gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami gejala yang berbeda, sesuai

dengan daerah yang terganggu.

Otak terdiri dari dua belahan (hemisfer) serebri otak, batang otak dan serebelum.

Setiap hemisfer mempunyai kapasitas dan fungsi yang unik, tetapi bekerjasama dalam

konsep satu dengan yang lain, pada situasi normal.Bila terjadi kerusakan maka,

masing – masing hemisfer menimbulkan pola defisit.Kerusakan otak unilateral akan

memberikan gejala berbeda. Hemisfer kiri merupakan hemisfer dominan untuk

tangan kanan (right handed). Kerusakan hemisfer kiri akan memberi gejala gangguan

bahasa / afasia, sedang hemisfer kanan terutama visuospatial (Linsdayet al,1997 ).

11. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN JUMLAH LESI

Jumlah lesiberdasarkan jumlah yang ditentukan dalam ukuran tunggal (1 lesi iskemik)

dan multiple(>1 lesi iskemik). Penelitian juga menunjukkan bahwa lesi lebih dari satu

35

lokasi, dan luas lesi berhubungan dengan kinerja memori, kecepatan, memproses

data, dan fungsi eksekutif yang lebih buruk.

12. PRINSIP DASAR STIMULASI/REHABILITASI KOGNITIF

Menurut Kemenkes (2010), prinsip dasar stimulasi/rehabilitasi kognitif adalah

menilai gangguan yang berkaitan dengan fungsi dan struktur otak tertentu dengan

cara menganalisis proses kognitif. Adapun prinsip dasar stimulasi/rehabilitasi kognitif

adalah sebaggai berikut:

a. Stimulasi/rehabilitasi kognitif berkaitan erat dengan proses belajar dengan

penekanan pada penguatan fungsi-fungsi yang hilang, kemampuan diri, dan

kontrol diri.

b. Stimulasi/rehabilitasi kognitif dilaksanakan dengan melakukan diagnostik medis

dan diagnostik neuropsikologis, untuk melihat gangguan yang terjadi dan

penyebabnya meliputi perspektif fisik, kognitif, emosi, dan sosial.

c. Sesi stimulasi/rehabilitasi kognitif selalu terstruktur dan terencana dengan

membangun aktivitas dengan referensi dari kedua pengukuran (pengukuran

gangguan kognitif dan gangguan aktivitas sosial/sehari-hari) dengan data yang

ada dan merespon kebutuhan evaluasi objektif untuk menilai efektivitas terapi.

d. Rehabilitasi kognitif bersifat fleksibel dan memberikan pemahaman penderita

untuk lebih memahami kondisi saat ini sehingga dapat beradaptasi dengan

memunculkan kemampuan-kemampuan baru yang adaptif serta

memodifikasi/merubah pemikiran, perasaan dan emosi negatif.

36

e. Pendekatan stimulai/rehabilitasi sosial dilakukan dengan dukungan dari terapis,

klien, dan anggota keluarga yang menyembuhkan. Pendekatan dilakukan dengan

melalui partisipasi aktif dan berorientai pada tujuan yang terfokus untuk

mengatasi problem pasien agar dapat membangun kepercayaan diri.

13. PEMERIKSAAN FUNGSI KOGNITIF

a. MMSE (Mini Mental State Examination)

Sejak diperkenalkan oleh Folstein et al pada tahun 1975, Mini Mental State

Examination (MMSE) telah menjadi salah satu alternatif dalam pemeriksaan

status mental pasien dengan gangguan saraf organik. Awalnya MMSE

diadaptasikan dari sebuah literatur pemeriksaan Psychological Assesment

Resouces pada tahun yang sama dengan beberapa modifikasi oleh pembuatnya.

Tes ini menggabungkan beberapa item dalam pemeriksaan konvensional, yaitu

memori (mengingat kembali), konsentrasi (regresi), aritmatik, bahasa, dan

orientasi. Tes ini hanya memakan waktu yang tidak lebih dari 10 menit untuk

mendapatkan hasil intrepretasi yang menggambarkan sejauh mana tingkatan

gangguan fungsi kognitif pasien (Campbell, 2005).

MMSE berisi tiga puluh pertanyaan singkat yang dapat menggambarkan

gangguan kognitif pasien, dalam hal ini dibuktikan dengan tes pada pasien untuk

37

menentukan tingkat demensia pasien. Oleh karena tes ini berorientasi pada waktu

maka hasil tes dapat saja berubah sewaktu – waktu.

MMSE mencakup beberapa pertanyaan sederhana mengenai tempat dan waktu,

mengulangi penyebutan nama benda, mengikuti perintah yang dibaca, berhitung

dalam serial tujuh, dan perintah kompleks seperti menggambar dua pentagon yang

saling berpotongan (Campbell, 2005).

Semua hasil pemeriksaan dijumlahkan. Jumlah maksimal adalah 30 poin. Dengan

interpretasi pada pasien dengan pendidikan tinggi atau minimal SLTA, yaitu :

Normal 27 – 30 poin, gangguan kognitif ringan 20 – 27 poin, gangguan kognitif

sedang 10 – 20 poin, gangguan kognitif berat < 9 poin. Pada pasien dengan

pendidikan rendah atau yang tidak bersekolah, indikasi normal adalah 24 – 30,

gangguan kognitif ringan 15 – 24, gangguan kognitif sedang 7 – 15, dan

gangguan kognitif berat <6 poin (Campbell, 2005).

b. MoCA (Montreal Cognitive Assesment)

Instrumen MoCA adalah instrumen yang dibuat oleh Ziad Nasreddine pada tahun

1996 di Montreal, Kanada. Instrumen ini diperuntukkan untuk deteksi MCI, dan

telah diadopsi untuk beberapa kondisi klinis lainnya. Instrumen MoCA-Ina adalah

instrument MoCA yang telah divalidasi di Indonesia, didalam penelitian

Patmawati P (2014) “Perbandingan gangguan kognitif dan kualitas hidup

berdasarkan letak lesi pasien pasca stroke iskemik” mendapatkan gambaran hasil

38

terdapat korelasi yang bermakna antara item MoCA-Ina yaitu penamaan dengan

letak lesi di hemisfer kanan pasien pasca stroke iskemik.

Tes MoCA terdiri dari 30 poin tes yang diberikan selama kira-kira 10 menit, dan

digunakan untuk memeriksa beberapa domain kognitif, yang terdiri dari : (Freitas

et al, 2012) :

a. ingatan jangka pendek (5 poin) meliputi pemberian 5 nama benda, lalu peseta

disuruh mengulangi segera dan 5 menit kemudian (delayed recall).

b. Kemampuan visuospasial diperiksa menggunakan tugas menggambar jam (3

poin) dan menggambar ulang kubus 3 dimensi ( 1 poin ).

c. Beberapa aspek dari fungsi eksekutif diperiksa menggunakan mengikuti jalur

selang-seling dimulai dari titik B (1 poin), kefasihan fenomenik (1 poin) dan

dua item abstraksi verbal (2 poin).

d. Atensi, konsentrasi dan working memory diperiksa dengan tes atensi terus-

menerus (deteksi target menggunakan ketukan; 1 poin), tes pengurangan

berturut-turut (3 poin) dan angka-angka dari kedepan dan kebelakang

(masing-masing 1 poin).

e. Bahasa diperiksa menggunakan tiga item dengan penamaan hewan (singa,

unta, badak; 3 poin), pengulangan kalimat kompleks sintaksis (2 poin).

f. Orientasi terhadap waktu dan tempat ( 6 poin )Interpertasi MoCA-Ina

didasarkan pada poin yang diperoleh pada saat pemeriksaan yaitu: Skor 26 -

30 : Normal, Skor 19 - 25 : VCI, Skor 18 - 11 : Demensia.

39

Berdasarkan penelitian Smith dkk (2007), ditemukan bahwa MoCA mempunyai

beberapa implikasi klinis, yaitu MoCA berguna sebagai alat skrining deteksi MCI

dan demensia ringan, berguna sebagai alat skirining prediktor untuk

berkembangnya MCI menjadi demensia, dan bila dibandingkan dengan MMSE,

MoCA tidak lebih baik dalam mendeteksi perubahan kognitif lebih dari 6 bulan.

MoCA mempunyai sensitivitas 83% dalam mendeteksi MCI, dibandingkan

MMSE hanya 17%. MoCA memiliki sensitivitas 94% dalam mendeteksi

demensia, di mana MMSE hanya 25%. 25 Tetapi spesifisitas MMSE dalam

mendeteksi demensia adalah 100%, sedangkan MoCA hanya 50%. Sedangkan

dalam penelitian yang dilakukan oleh Ziad Nasreddin dkk (2005), ditemukan

bahwa spesifisitas MoCA dalam mendeteksi demensia adalah 87%, atau hampir

sama dengan MMSE, yaitu 88%. (Smith et al, 2007; Nasreddine, 2005).

14. TERAPI MUSIK

a. Pengertian terapi musik

Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi kondisi seseorang baik

fisik maupun mental. Musik memberi rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi otak

seperti fungsi ingatan, belajar, mendengar, berbicara, serta analisisintelek dan

fungsi kesadaran (Satiadarma, 2004). Terapi musik merupakan suatu disiplin ilmu

yang rasional yang memberi nilai tambah pada musik sebagai dimensi baru secara

bersama dapat mempersatukan seni, ilmu pengetahuan dan emosi (Widodo,

2000).

40

Musik adalah segala sesuatu yang menyenangkan, mendatangkan keceriaan,

mempunyai irama (ritme), melody, timbre (tone colour) tertentu untuk membantu

tubuh dan pikiran saling bekerja sama (Fauzi, 2006). Musik memberi nuansa yang

bersifat menghibur, menumbuhkan suasana yang menenangkan dan

menyenangkan seseorang, sehingga musik tidak hanya berpengaruh terhadap

kecerdasan berfikir saja tetapijuga kecerdasan emosi (Sari, 2004).

b. Klasifikasi terapi musik

Menurut pakar terapi musik, tubuh manusia memiliki pola getar dasar. Kemudian

vibrasi musik yang terkait erat dengan frekuensi dasar tubuh atau pola getar dasar

memiliki efek penyembuhan yang sangat hebat pada seluruh tubuh, pikiran, dan

jiwa manusia yang menimbulkan perubahan emosi, organ, enzim, sel-sel dan

atom (Kozier, et.al., 2010).

Bunyi dengan frekuensi tinggi (3000-8000 Hz) lazimnya bergetar di otak dan

mempengaruhi fungsi kognitif seperti berpikir, persepsi spessial dan memori.

Bunyi dengan frekuensi sedang 750-3000 Hz cenderung merangsang kerja

jantung, par dan emosional. Sedangkan bunyi dengan frekuensi rendah 125-750

Hz akan mempengaruhi gerakan-gerakan fisik. Dikatakan High Frequencies jika

lebih dari 100 Hz, dan low frekuencies jika dibawah 100 Hz. Gelombang High

Frequencies dan bidang kesehatan gelombangnya digunakan untk pemeriksaan

radiologi dan pada penggunaan mesin ESWL (Joseph & Ulrich, 2007)

41

Elemen musik terdiri dari lima unsure penting, yaitu picth (frekuensi), volume

(intensity), warna nada (tinbre), interval, dan rhytm (tempo atau durasi). Misalnya

pitch yang tinggi, dengan rhytm cepat dan volume yang keras akan meningkatkan

ketegangan otot atau menimbulkan perasaan tidak nyaman. Sebaliknya, pada

pitch yag rendah dengan rhytm yang lambat dan volume yang rendah akan

menimbulkan efek rileks (Wilgram, 2002; Chiang 2012). Tempo yang lambat

dapat menurunkan Respiratory rate, sementara denyut nadi memiliki kesesuaian

dengan rhytm dari musik. Pitch dan rhytm akan berpengaruhi pada system limbic

yang mempengaruhi emosi.

Eerikainen (2007) melakukan penelitian frekuensi suara musik yang bisa

dijadikan terapi. Frekuensi yang direkomendasikan untuk mengurangi nyeri

adalah 40-52 Hz. Terapi musik bisa diawali dengan frekuensi 40 Hz, dengan

asumsi dasar bahwa ini adalah frekuensi dasar di thalamus, sehingga stimulus

getaran dengan frekuensi yang sama memulai efek kognitif untuk terapi. Pada

asien stroke disarankan dengan frekuensi 40 Hz. Musik dengan 40-60 Hz juga

telah terbukti menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi

nyeri dan menimbulkan efek tenang (Arsalan,dkk, 2007).

Satuan volume untuk mendengarkan getaran suara adalah decibel (dB). Untuk

mendengarkan musik menggunakan headset, biasanya individu menggunakan

volume 70-90dB. Volume musik yang dinyatakan comfortable adalah yang

memiliki volume 70 dB, sementara yang biasanya diperdengarkan pada konser

42

simfoni musik klasik 70-100 dB.Pada bar atau cafe biasanya menggunakan

volume 100 dB. Volume lebih dari 112 dB biasanya untuk konser musik heavy

metal atau rock (Staum & Broton, 2000).

Staum & Broton (2000) meneliti bahwa volume yang bisa menimbulkan efek

terapeutik adalah 40-60 dB. Volume yang disarankan memiliki efek terapi

maksimum 60 dB selama 20-60 menit dalam sekali sesi. Bisa juga dilakukan saat

menjelang tidur, disarankan selama 45 menit untuk mendapatkan efek relaksasi

maksimum. Dengan sesi terapi dilakukan minimal dua kali sehari (Nilsson,2009).

Walaupun tempo, frekuensi, kunci nada dan volume, dari jenis musik yang bisa

digunakan sebagai terapi musik sudah diteliti dengan seksama, tetapi jenis musik

atau pilihan lagu yang bisa digunakan sebagai intervensi juga sangat berpengaruh.

Telah banyak penelitian yang membuktikan efek Mozart sangat berguna dalam

terapi musik, tetapi tidak sedikit yang menyatakan bahwa musik Mozart atau

musik klasik lainnya menimbulkan perasaan tidak biasa (Wilson & Brown, 1997).

Banyak studi yang menyebutkan bahwa jenis musik untuk terapi musik tidak

harus musik klasik (Schou, 2008; Chiang 2012). Musik yang berdasarkan

kesukaan atau minat dari pasien merupakan faktor yang sangat penting dalam

pemberian terapi musik (Hamel, 2001; Arsian, Ozer, dkkm 2007). Faktor yang

mempengaruhi minat terhadap jenis musik ini dikarenakan perbedaan usia, masa,

budaya, jenis kelamin, dan kebiasaan (Hamel, 2001).

43

Musik yang sejak awal sesuai dengan sasana hati individu, biasanya merupakan

pilihan, yang paling baik. Musik klasik, pop, dan modem (dengan catatan musik

tanpa vokal, priode tenang) digunakan pada terapi musik. Jenis musik yang

direkomendasikan selain instrumental musik klasik, bisa juga slow jazz, pop, yang

popular dan hits, folk, western, country, easy listening, bisa juga diserti denga

unsure suara natural alam atau musik yang sesuai budaya asal pasien (Chiang,

2012).

Dalam keadaan perawatan akut mendengar musik dapat memberikan hasil yang

sangatvefektif dalam upaya pengobatan (Nilsson 2009). Seiring dengan

perkembangan dan kemajuan tehnologi juga semakin meningkatkan jenis-jenis

musik seperti musik Rok, musik Contry, Musik Jazz, musik Barok, musik Klasik

(Mozart), dll. Sebagian dari musik ini dapat digunakan untuk merangsang

kecerdasan, walau demikian bukan berarti musik lain tidak berpengaruh sama

sekali (Satiadarma, 2004). Jenis – jenis musik sebagai terapi :

(1) Lagu – lagu Gregordian menggunakan ritme pernapasan alamiah untu

menciptakan perasaan lapang atau santai. Lagu – lagu tersebut cocok untuk

mengiringi belajar dan menditasi dan dapat mengurangi stress

(2) Musik Barok yang lambat seperti Bach, Hendel, Vivialdi dan Corell.

Memberikan perasaan yang mantap, teratur dapat diramalkan dan keamanan

serta menciptakan suasana yang merangsang pikiran dalam belajar dan

bekerja.

44

(3) Musikklasik dan instrumental memiliki kejernihan, keanggunan dan

kebeningan. Musik ini mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan,

mengurangi stres dan persepsi spasial

(4) Musik Romantik, mengeluarkan ekspresi dan perasaan. Seringkali

memunculkan tema – tema individualism, nasionalisme, dan mistisme.

Musik ini baik digunakan untuk meningkatkan simpati rasa sependeritaan

dan kasih sayang

(5) Musik Impressionis, didasarkan pada kesan – kesan suasana hati musikal

yang mengalir bebas dan menimbulkan imajinas seperti mimpi.

(6) Jazz, Blues, Raggae (Afrika), dapat membawa kegembiraan dan member

ilham, melepaskan rasa gembira maupun kesedihan mendalam, membawa

kecerdasaan, ironi dan menegakkan kemanusiaan bersama.\

(7) Salsa, Chumba, Maranga, Macarena (Amerika Selatan), membuat jantung

semakin cepat, meningkatkan pernapasan da membuat seluruh tubuh

bergerak.

(8) Musik Rock dapat menggunggah nafsu, merangsang gerakan aktif,

melepaskan ketegangan, menutup rasa sakit, musik tersebut juga dapat

meningkatkan ketegangan, disonansi, stres dan rasa sakit pada tubuh apabila

kita tidak dalam suasana batin untuk dihibur secara energetik.

(9) Band besar, Pop dan Top 40, Country-Western dapat mengilhami gerakan

ringan hingga moderat, menggungah emosi dan menciptakan rasa sejahtera.

45

(10) Musik Rohani bermanfaat untuk mengatasi rasa sakit. Di Indonesia yang

mayoritasnya adalah muslim, maka musik yang lebih sesuai diberikan adalah

berupa Nasyid, Qosidah atau Gambus.

c. Durasi dan Frekuensi Mendengarkan Musik

Sebuah musik dapat saja terdengar lembut dan tenang. Walaupun diperpanjang

berjam – jam dan tidak dibuat macam – macam, sebenarnya sebuah nada dengan

sendirinya telah membawa pulsa gelombang yang mempengaruhi pikiran dan

tubuh dalam berbagai tingkatan. Mendengar musik sebenarnya tidak sesederhana

proses persepsi sensor yang pasif. Telinga bertangung jawab untuk respons

fisiologis dari vibrasi mekanis yang masuk ke kanal pendengaran. Tetapi semua

itu tergantung pula pada pikiran pendengar dalam mengkonsepsi melodinya, yang

dimana untuk mendapatkan hasil tersebut harus dilakukan setiap hari berulang –

ulang. Sehingga sebuah melodi bukan hanya nada – nada dengan perangkat fisika

saja. Akibatnya adalah harus ada pembedaan dengan istilah mendengarkan dan

mendengar musik (Djohan, 2006).

Suara dan musik dapat menggetarkan serta meresonan irama alamiah tersebut

agar kondisi kesehatan kembali menjadi harmonis. Setiap sel di dalam tubuh

manusia adalah resonator suara dan hidup dalam pola ritmis serta masing –

masing organ memiliki siklus, pulsa, dan nada musikal. Berbagai sistem dalam

tubuh akan bereaksi terhadap getaran suara seperti yang terjadi pada mental,

emosi dan kesadaran spiritual seseorang.

46

Terapi musik yang dilakukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan belum

memiliki pedoman waktu dan pelaksanaan yang jelas. Pemberian terapi musik

dengan jenis musik yang tepat dan diberikan pada pasien yang tepat tidak akan

memberikan efek yang membahayakan, walaupun diberikan dalam waktu yang

agak lama pada beberapa pasien. Terapi musik yang hanya diberikan dalam waktu

singkat dapat memberikan efek positif bagi pasien (Mucci & mucci, 2002).

Sedangkan Bellavia (2010) mencatat Penggunaan waktu ideal bagi tiap pasien

dalam melakukan terapi musik tidak kurang 30 menit hingga satu jam tiap

harinya.

d. Manfaat musik

1. Musik menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan

2. Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak

3. Musik mempengaruhi pernapasan

4. Musik mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi, dan tekanan darah

5. Musik mengurangi ketegangan otot dan memperbaili gerak dan koordinasi

tubuh

6. Musik mempengaruhi suhu badan

7. Musik dapat menaikan tingkat endopfrin

8. Musik dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan stres

9. Musik dapat membantu mereka yang membutuhkan rehabilitasi seperti pasien

Alzheimer, Parkinson, dan Stroke (Campbell. D 2001)

47

e. Pengaruh Musik dalam Aspek Kehidupan

(1) Aspek Bawaan

Aspek bawaan melibatkan faktor genetik serta berbagai faktor biologis dan

psikologis. Peran faktor genetik relatif tidak dapat diubah, tetapi factor

biologis dan fisiologis anak dapat dibentuk sejak anak masih di dalam

kandungan. Sejumlah musik klasik tertentumemberi pengaruh rasa aman

pada orang yang mendengarkan termasuk ibu pada saat hamil.

Kondisi ini mempengaruhi janin untuk tumbuh dan berkembang dalam

suasana yang relatif tenang sehingga proses perkembanganya berlangsung

optimal (Kasdu Dini, 2004).

(2) Aspek Lingkungan

Lingkungan memiliki peran penting bagi anak-anak untuk belajar

memusatkan perhatian dan melakukan aktifitas mereka. Pendidikan musik

memberi kesempatan pada anak-anakuntuk memusatkan perhatian. Anak usia

18-24 bulan yang sering diberi perangsangan verbal ritmis (diajarkan

bermain dengan kata-kata berirama) lebih tinggi kemampuan verbalnya

dibanding dengan anak-anak yang kurang memperoleh perangsangan verbal

ritmis. Suasana musikal ini juga memungkinkan anggota keluarga untuk

mengurangi beban stress yang dialami (Fauzi, 2006).

48

(3) Aspek Sosial

Kesenjangan budaya merupakan aspek sosial lain yang berpotensi

menghambat proses belajar musik. Perbedaan antara budaya lain kerap

menghambat seseorang untuk menyesuaikan diri ditengah suasana yang

berbeda.

Demikian juga halnya dalam proses belajar musik, anak seringkali dibiasakan

untuk ikut aktif dalam kegiatan musikal antar budaya, peluang untuk

mengenal ragam musik menjadi lebih luas (Satiadarma, 2004).

f. Cara Kerja Musik sebagai Terapi

Mekanisme cara kerja musik sebagai alat terapi yakni mempengaruhi semua

organ sistem tubuh. Menurut teori Candace Pert bahwa neuropeptida dan

reseptor-reseptor biokimia yang dikeluarkan oleh hypothalamus berhubungan erat

dengan kejadian emosi. Sifat riang/rileks mampu mengurangi kadar kortisol,

epenefrin-norepinefrin, dopa dan hormon pertumbuhan di dalam serum (Nicholas

& Humenick, 2002). Unsur-unsur musik yakni irama, nada dan intensitasnya

masuk ke kanalis auditorius telinga luar yang disalurkan ke tulang-tulang

pendengaran. Musik tersebut akan dihantarkan sampai ke thalamus. Musik

mampu mengaktifkan memori yang tersimpan di limbic dan mempengaruhi

sistem syaraf otonom melalui neurotransmitter yang akan mempengaruhi

hypothalamus lalu ke hipofisis.

Musik yang telah masuk ke kelenjar hipofisis mampu memberikan tanggapan

terhadap emosional melalui feedback negative ke kelenjar adrenal untuk menekan

49

pengeluaran hormon epinefrin, norepinefrin dan dopa yang di sebut hormon

stress. Masalah mental seperti stress berkurang, ketenangan dan menjadi rileks.

g. Rangsangan Terapi Musik terhadap fungsi Otak

Musik memberi rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi pada otak (fungsi ingatan,

belajar, bahasa, berbicara, analisis intelek dan fungsi kecerdasan). Dengan

menikmati musik, gudang ingatan anak semakin lama semakin berkembang,

sehingga daya ingat anak semakin baik (Satiadarma, 2004).

Musik juga dapat berpengaruh untuk:

(1) Merangsang otak secara Fisik

Musik mampu mengaktifkan fungsi fisik otak yang telah mengalami

penurunan akibat adanya ganguan fisik. Ada yang beranggapan bahwa bukan

musik yang memperbaiki kondisi fisik otak, melainkan kondisi fisik otak yang

lebih memungkinkan seseorang untuk belajar musik. Bagian otak yang

berperan dalam fungsi pendengaran dan kemampuan verbal (planum

temporal) dan bagian otak yang berfungsi sebagai lintas transformasi sinyal

dari belahan otak kanan dan belahan otak kiri ( corpus collosum) pada musisi

umumnya lebih besar karena musisi belajar musik relatif lebih lama daripada

orang lain (Rahmawati, 2001).

(2) Merangsang fungsi Kognitif

Fungsi kognitif (nalar) merupakan fungsi yang sangat penting dalam aktifitas

kerja otak. Fungsi kognitif memungkinkan seseorang untuk berfikir,

mengingat, menganalisa, belajar dan melakukan aktifitas mental yang lebih

50

tinggi. Secara umum musik mampu membantu seseorang untuk meningkatkan

konsentrasi, menenangkan pikiran, memberi ketenangan dan membantu

seseorang untuk melakukan motivasi dengan kata lain musik dapat membantu

individu mengembangkan proses mental dan meningkatkan kesadaran

(Satiadarma, 2004).

(3) Merangsang proses Assosiatif

Proses assosiatif adalah salah satu proses berfikir untuk mengaitkan satu hal

dengan hal yang lainya. Musik merangsang kemampuan tumbuh kembangnya

kemampuan assosiatif anak. Lagu anak-anak yang dirancang jangan

menyisipkan kata-kata tertentu merupakan suatu sarana untuk

mengembangkan kemampuan assosiatif anak (Satiadarma, 2004).

(4) Merangsang rekognisi (mengenali kembali)

Proses rekognisi merupakan salah satu proses penting dalam berpikir, proses

ini berlangsung cukup kompleks dan melibatkan ragam fungsi kerja otak.

Pada awalnya rangsang diterima oleh penginderaan dan di sampaikan ke otak

dengan menggunakan sinyal tertentu melintas pada jaringan saraf, kemudian

otak menganalisa sinyal yang dikirimkan oleh penginderaan, mencari

pendengaranya dengan koleksidata yang ada di gudang ingatan (Satiadarma,

2004).

Jika seseorang mendengar alunan musik, saraf indra pendengaran mengirim

sinyal ke otak untuk mengenal alunan musik tersebut. Jika individu pernah

mendengar alunan serupa maka individu yang bersangkutan akan merespon

51

alunan serupa misalnya dengan hentakan kaki, bersiul mengikuti lagu yang

didengarnya (Satiadarma, 2004).

(5) Memperluas gudang ingatan

Berbagai bentuk pengalaman memberikan konstribusi koleksi data dalam

gudang ingatan. Ragam musik juga memberikan kontribusi data di dalam

gudang ingatan, akan tetapi gudang ingatan memiliki keterbatasan jika jumlah

data yang masuk jauh lebih besar dari daya tampung dalam gudang ingatan.

Musik mampu mengubah individu untuk memanggil kembali data lainya

karena adanya proses assosiatif. Banyaknya ragam musik yang direkam dalam

ingatan seseorang memperkaya koleksi ingatan dengan ragam bentuk data

yang terorganisir sehingga individu lebih mampu mengklasifikasikan

kelompok ingatan dan mengaitkanya dengan musik (Satiadarma, 2004).

(6) Merangsang perkembangan bahasa

Dalam bidang pendidikan diberbagai lembaga bahasa, musik serta lagu sering

digunakan untuk membantu parasiswa agar lebih mampu belajar bahasa. Lirik

musik juga mengubah individu untuk memahami kata dan ragam ungkapan

dalam lirik lagu tersebut (Fauzi, 2006).

(7) Merangsang berfikir ritmis

Dalam bidang pendidikan diberbagai lembaga bahasa, musik serta lagu sering

digunakan untuk membantu parasiswa agar lebih mampu belajar bahasa. Lirik

musik juga mengubah individu untuk memahami kata dan ragam ungkapan

dalam lirik lagu tersebut (Fauzi, 2006).

52

15. MUSIK QASIDAH

a. Pengertian qasidah

Pengertian qasidah yang terdapat dalam khazanah kesusasteraan Indonesia mirip

dengan qasidah yang ada dalam sastra Arab. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa qasidah merupakan “bentuk puisi, berasal dari

kesusateraan Arab, bersifat pujian (satire, keagamaan), biasanya dinyanyikan

(dilagukan)” (Tim Penyusun Kamus, 1988:493). Meskipun demikian, istilah

tersebut berbeda dengan istilah yang sama yang terdapat dalam ungkapan “lagu

qasidah” yang umumnya berbahasa Indonesia. Istilah qasidah menurut Ma‟luf dan

Cowan dalam Syihabuddin (1997:16) berasal dari kata qasada yang salah satu

bentuk infinitifnya ialah qasid atau qasidah dan berarti „dimaksudkan‟,

„disengaja‟, dan „ditujukan kepada sesuatu‟. Al-Hasyimi (t.t) dalam Syihabuddin

(1997:16) mengungkapkan bahwa qasidah ialah syair yang larik-larik baitnya

sempurna. Sebuah sya‟ir disebut qasidah karena kesempurnaannya dan kesahihan

wazannya, karena pengungkapnya menjadikannya sebagia hiburan, menghiasinya

dengan kata-kata yang baik dan terpilih; karena qasidah itu diungkapkan dari

hatinya dan perasaannya, bukan dari penalarannya semata.

Sementara itu Nicholson (1962:76-77) menegaskan bahwa pengertian qasidah itu

berpusat pada masalah bentuk struktur, persajakan akhir, dan jumlah baitnya.

Yang mirip dengan Nicholson di atas ialah pendapat Houtsma (1927:952) yang

mengatakan bahwa qasidah merupakan sebuah istilah yang menunjukkan suatu

53

jenis sya‟ir yang sangat panjang. Kata qasidah itu sendiri menunjukkan kepada

fungsinya, yaitu ditujukkan untuk memuji (“madaha”) kabilahnya atau seseorang,

sehingga si penyair beroleh suatu hadiah, atau dimaksudkan untuk mencela suatu

kabilah atau seseorang yang dibencinya. Jadi, qasidah ini dapat berbentuk satire

maupun ode.

Selanjutnya Houtsma dalam Syihabuddin (1997:17) menegaskan bahwa sebuah

qasidah memiliki struktur penceritaan tertentu. Yaitu ia diawali dengan unsur

“nasib” atau “gazal” (kerinduan kepada kekasih, kampung halaman, atau berupa

percintaan). Setelah itu dilanjutkan kepada unsur kedua berupa gambaran

petualangannya dan perjalanannya tatkala pergi menuju kekasihnya dan kampung

halamannya. Pada bagian inilah biasanya si penyair menggambarkan kehebatan

kudanya, untanya, keganasan padang pasir, dan keberaniannya dalam

menghadang bintang buas.

b. Qasidah burdah

Dikutip dalam sebuah penelitian Syihabuddin, 2013 : Analisis Struktur “Qasidah

Burdah”, Intertektualitas, dan fungsinya bagi masyarakat. Qasidah "Burdah"

merupakan salah satu karya sastra Arab Islami yang berbentuk puisi. Qasidah ini

diterima secara utuh oleh sebagian masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan

pesantren. Mereka membacanya, mempelajarinya, dan mengamalkannya, baik

dengan melagukannya maupun dengan membacanya seperti biasa. Hal itu

tergantung pada situasi pemakaiannya. Karena itu, tidaklah mengherankan jika

54

S.O. Robson (1978) berpandangan bahwa pengkajian terhadap karya sastra seperti

itu sangatlah penting karena ia merupakan perbendaharaan pemikiran dan warisan

nenek moyang yang mungkin sangat berguna bagi kehidupan umat manusia pada

zaman sekarang ini. Penelitian tentang qasidah "Burdah" ini merupakan penelitian

sastra Arab Islami yang digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Qasidah "Burdah" merupakan syair pujian kepada Nabi saw. yang digubah oleh

Al-Bushiri. Karya tersebut terdiri atas 160 bait dan setiap baitnya terdiri atas dua

larik yang merupakan kesatuan makna. "Burdah" berarti kain semacam mantel

atau selimut yang terbuat dari wool, berwarna hitam, berbentuk segi empat,

didisain bergaris-garis, dan lazim digunakan oleh orang Arab terutama pada

zaman Rasulullah saw.Qasidah karya Al-Bushiri disebut "Burdah" karena setelah

dia selesai menulisnya dengan tujuan, di antaranya, untuk memperoleh

kesembuhan dari strokenya kemudian menyenandungkannya, tiba-tiba dia lupa

lalu tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi dijumpai oleh Rasulullah saw. Beliau

mengusapkan tangannya yang mulia ke wajah Al-Bushiri sambil memberikan

burdah kepadanya. Sejak itulah dia sembuh dari penyakitnya dan dapat

melanjutkan senandung qasidahnya (Syihabudin, 2013).

Tema-tema qasidah "Burdah" disampaikan untuk mengungkapkan perasaan cinta

Al-Bushiri yang dalam kepada Nabi saw. dalam bentuk untaian pujian. Pujian itu

dimaksudkan agar Al-Bushiri memperoleh syafaat Nabi dan ampunan Allah. Di

samping itu, pujian tersebut dimaksudkan agar para pembaca mengetahui

55

berbagai jenis mukjizat Nabi saw. Kemudian pengetahuan itu diharapkan akan

semakin menambah kecintaan kepadanya, memujinya, dan meneladaninya.

Dengan demikian, qasidah "Burdah" bukan merupakan puisi ketasaufan, namun

sebagai qasidah pujian (madah).

Qasidah "Burdah" memiliki kedudukan sebagai sastra Arab Islami yang

digunakan oleh sebagian masyarakat Arab dan masyarakat Indonesia (ajengan).

Maka fungsi “Burdah” bagi masyaraka Arab Bagi masyarakat Arab yang

mengamalkan "Burdah", karya ini memiliki fungsi manfaat dan hiburan. Fungsi

manfaat itu mencakup aspek agama, spiritual, dan pendidikan. Sehubungan

dengan aspek agama "Burdah" telah diintegrasikan oleh pemakainya ke dalam

rangkaian pengamalan keagamaan. "Burdah dibaca sebagai amalan khusus pada

malam Jum'at, sebagai salah satu unsur dalam kegiatan mengurus mayat, ibadat

haji, shalat, dan ziarah ke pekuburan.

keterkaitan dengan aspek spiritual, "Burdah" difungsikan untuk menyembuhkan

penyakit ruhani, jasmani, dan penolak bala. Pengamalannya diintegrasikan ke

dalam pelaksanaan shalat fardhu atau dikaitkan kepada bilangan dan waktu

tertentu, misalnya hari dan malam Jum'at.Sehubungan dengan aspek pendidikan,

pembacaan "Burdah" difungsikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler bagi para

pelajar dan sebagai salah satu buku ajar dalam bidang akhlak dan sejarah.

56

Di samping untuk memperoleh ketiga manfaat tersebut, pembacaan "Burdah" pun

difungsikan oleh para pembacanya untuk mendapatkan kenikmatan dan hiburan

melalui irama, pilihan kata dan keindahan bahasanya.

16. TEORI KEPERAWATAN SELF CARE DOROTHEA OREM

Keperawatan mandiri (self care) menurut Orem's adalah :"Suatu pelaksanaan

kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu sendiri untuk memenuhi

kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai

dengan keadaan, baik sehat maupun sakit " (Orem's, 1980). Pada dasarnya diyakini

bahwa semua manusia itu mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka

mempunyai hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.

Menurut Orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang

mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu

memenuhi kabutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraannya, oleh

karena itu teori ini dikenal sebagai Self Care (perawatan diri) atau Self Care Defisit

Teori. Orang dewasa dapat merawat diri mereka sendiri, sedangkan bayi, lansia, dan

orang sakit membutuhkan bantuan untuk memenuhi aktivitas Self Care mereka.

Nursing system didesain oleh perawat didasarkan pada kebutuhan self care dan

kemampuan pasien melakukan self care. Jika ada self care defisit, self care agency

dan kebutuhan self care therapeutic maka keperawatan akan diberikan. Nursing

57

agencyadalah suatu properti atau atribut yang lengkap diberikan untuk orang-orang

yang telah didik dan dilatih sebagai perawat yang dapat melakukan, mengetahui dan

membantu orang lain untuk menemukan kebutuhan self care terapeutik mereka,

melalui pelatihan dan pengembangan self care agency.

Orem mengidentifikasi tiga klafisikasi Nursing system yaitu:

1) Wholly Compensatory system

Suatu situasi dimana individu tidak dapat melakukan tindakan self care, dan

menerima self care secara langsung serta ambulasi harus dikontrol dan pergerakan

dimanipulatif atau adanya alasan-alasan medis tertentu. Ada tiga kondisi yang

termasuk dalam kategori ini yaitu; tidak dapat melakukan tindakan self care

misalnya koma, dapat membuat keputusan, observasi atau pilihan tentang self

care tetapi tidak dapat melakukan ambulasi dan pergerakan manipulatif, tidak

mampu membuat keputusan yang tepat tentang self carenya.

2) Partly compensatory nursing system

Suatu situasi dimana antara perawat dan klien melakukan perawatan atau tindakan

lain dan perawat atau pasien mempunyai peran yang besar untuk mengukur

kemampuan melakukan self care

3) Supportive educative system

Pada sistem ini orang dapat membentuk atau dapat belajar membentuk internal

atau external self care tetapi tidak dapat melakukannya tanpa bantuan. Hal ini

juga dikenal dengan supportive developmental system.

Hubungan Model dengan Paradigma Keperawatan yaitu :

58

a) Manusia

Model Orem membahas dengan jelas individu dan berfokus pada diri dan

perawatan diri. Namun demikian, seseorang dianggap paling ekslusif dalam

kontek ini sedangkan kompleksitas perawatan manusia dan tindakan manusia

tidak dipertimbangkan.Dalam hal ini, model tersebut berada dalam kategori

yang didefinisikan sebagai paradigma total, bahwa manusia dianggap sebagai

sejumlah kebutuhan perawatan diri.

b) Lingkungan

Lingkungan juga dibahas dengan jelas dalam model ini. Namun, hal ini

terutama dianggap sebagai situasi tempat terjadinya perawatan diri atau

kurangnya perawatan diri.

c) Sehat dan Sakit

Ide ini juga terdapat dalam model tersebut, namun dibahas dalam kaitannya

dengan perawatan diri. Alasannya bahwa jika individu dalam keadaan sehat

mereka dapat memenuhi sendiri deficit perawatan diri yang mereka alami.

Sebaliknya jika mereka sakit atau cedera, orang tersebut bergeser dari status

agens perawatan diri menjadi status pasien atau penerima asuhan. Penyamaan

sehat dengan perawatan diri dalam hal ini berarti sehat sakit tidak dibahas

dalam konsep yang berbeda. Akan timbul masalah disini jika orang yang sehat

tidak dapat melakukan perawatan untuk dirinya sendiri.

d) Keperawatan

Model ini membahas dengan cara yang jelas dan sistematik sifat dari

keperawatan dan kerangka kerja untuk memberikan asuhan keperawatan.

59

Harus diketahui bahwa hal tersebut ditampilkan dalam bentuk pendekatan

mekanistik berdasarkan pendekatan supportif-edukatif, kompensasi partial,

dan kompensasi total.Pendekatan tersebut merupakan pendekatan langsung

yang dapat ditatalaksanakan.

17. HASIL PENELITIAN TERKAIT

Hasil – hasil penelitian dijadikan acuan pada penelitian ini :

1. Penelitiann Muslamiya Hanas (2015) dengan judul gambaran fungsi kognitif

pada pasien pasca stroke di poliklinik saraf RSUD Arifin Achamad Provinsi

Riau. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross

sectional untuk melihat gambaran fungsi kognitif pada pasien pasca stroke di

bagian poliklinik saraf RSUD Arifin Achmad. Teknik pengambilan sampel

consecutuve sampling sebanyak 41 pasien stroke. Variabel pada penelitian ini

adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis stroke, lama stroke dan

gangguan fungsi kognitif. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah

instrumen

Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-INA). Hasil pemeriksaan

fungsi kognitif pasien pasca stroke menunjukan bahwa distribusi frekuensi

fungsi kognitif pada pasien pasca stroke sebagian besar mengalami gangguan

fungsi kognitif yaitu sebanyak 38 orang (92,68%) dan 3 orang (7,32%) tidak

mengalami gangguan fungsi kognitif

60

2. Penelitian Doong Soo Kim, et all (2011), demgan judul effect of music therapy

on mood in stroke patients. Penelitian ini menggunakan desain eksperiment

dengan grup kontrol pre dan post test. Sampel berjumlah 18 orang dengan

pembagian 9 orang kelompok intervensi diperdengarkan musik sebanyak dua

kali seminggu selama satu bulan (8 kali)) dan 9 orang kelompok kontrol tanpa

diberikan terapi musik. Hasil dari penelitian , terapi musik pada klien stroke

berpengaruh terhadap penurunan back depression inventory (BDI) dan back

anxiety inventory (BAI) dibandingkan pada kelompok kontrol klien stroke

(p=0.048).

61

B. KERANGKA TEORI

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Junaidi (2011), Novita (2011)

Non Farmakologi

Jenis Terapi Kognitif :

Terapi Musik

Qasidah

Bermain pazzle

Senam Otak

dll

- Mengobati tekanan

darah tinggi yang

timbul

- Obat Hiperrosmolar,

misalnya : manitol,

gliserol

- Kortikosteroid, bila

diperlukan

Farmakologi

Intervensi

Kerusakan Otak

Mengakibatkan :

Kehilangan motorik

Kehilangan komunikasi

Gangguan persepsi

Kerusakan fungsi kognitif

Faktor Risiko :

Hipertensi

DM

Jantung

TIA

Hiperkolesterole

mia

Infeks

Obesitas

Merokok

Kelainan

Pembuluh darah

otak

Lanjut usia

STROKE

Stroke Hemoragik Stroke Iskemik

Teori Orem :

Wholly Compensantory System

Partially Compensantory System

Supportif Educative system