Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI
1. STROKE
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan syaraf
(deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke
dapat didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak
karena sumbatan (stroke iskemik / non hemoragik) ataupun perdarahan (stroke
hemoragik) (Junaidi, 2011).
Menurut Junaidi (2011) stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis
atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses
aterosklerosis sedangkan stroke perdarahan, pembuluh darah pecah sehingga aliran
darah menjadi tidak normal dan darah yang merembes masuk kedalam suatu daerah
di otak dan merusaknya.
2. STROKE ISKEMIK
a. Pengertian Stroke Iskemik
Stroke iskemik merupakan aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau
bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses
aterosklerosis (Junaidi, 2011). Menurut Crowin (2009) stroke iskemik terjadi
11
akibat thrombus (bekuan darah di arteri serebri) atau embolus (bekuan darah yang
berjalan ke otak dari tempat lain ditubuh).
b. Klasifikasi stroke Iskemik
Menurut Junaidi (2011) menyatakan stroke iskemik mempunyai beberapa
klasifikasi seperti :
(1) Transient Ischemic Attack (TIA) : serangan stroke sementara yang
berlangsung kurang dari 24 jam
(2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) : gejala neurologis yang akan
menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari
(3) Progressing stroke atau stroke in evolution : kelainan atau deficit neurologic
berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat
(4) Stroke komplit : kelainan neurologis sudah lengkap menetap dan tidak
berkembang lagi
c. Etiologi Stroke Iskemik
(1) Ateroma
Pada stroke iskemik, penyumbatan bias terjadi disepanjang jalur ateri yang
menuju otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk
didalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurannya aliran darah.
Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis jalur utama memberikan
darah kesebagian besar otak.
(2) Emboli
Endapan lemak juga bias terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam
darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri
12
vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan
darah berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau katupnya.
(3) Infeksi
Infeksi stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi
menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Selain
peradangan umum oleh bakteri, peradangan juga bisa asam urat yang berlebih
dalam darah.
(4) Obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan stroke, seperti kokain, amfetamin, epinefrin,
adrenalin dan sebagainya dengan jalan mempersempit diameter pembuluh
darah di otak dan menyebabkan stroke (Junaidi, 2011).
(5) Kontrasepsi Oral
Sebagian kontrasepsi oral mengandung estrogen dan progesterone,
kontrasepsi gabungan ini disebut kontrasepsi oral kombinasi. Dan pil ini
dapat meningkatkan tekanan darah serta menyebabkan darah lebih kental dan
lebih mudah membentuk bekuan / gumpalan.
Kontrasepsi oral kombinasi meningkatkan resiko stroke iskemik. Terutama
pada wanita perokok yang berusia lebih dari 30 tahun.
Jenis kontrasepsi oral lain adalah pil prosgesteron, yang juga dikenal sebagai
mini-pill. Wanita yang menggunakan mini-pill memiliki resiko stroke yang
lebih rendah, mantan pengguna kontrasepsi oral yang tidak lagi
menggunakannya tidak mengalami peningkatan resiko stroke.
13
d. Tanda dan Gejala Stroke Iskemik
Menurut Fransisca (2008) gejala klinis yang timbul pada stroke iskemik berupa
:Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesi) yang timbul
medadak, Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan
hemisensorik), Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium,
lertagi, stupor atau koma), Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara), Ataksia
(tungkai atau anggota badan tidak tepat pada saasaran), Vertigo (mual dan muntah
atau nyeri kepala).
e. Patofisiologi Stroke Iskemik
Proses terjadinya stroke iskemik diawali proses pembentukan fisik aterosklerosis
melalui mekanisme aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Aterosklerosis
dimulai dengan adanya luka pada sel endotel pembuluh darah, yaitu lapisan dalam
pembuluh darah yang bersentuhan langsung dengan darah dan zat dalam darah.
Permukaan sel endotel yang semula licin akan menjadi tidak licin karena plak.
Akibatnya semakin menebalnya plak maka fibrous kolagen sub endotel akan
robek. Plak yang terbentuk akan menjadi matang dan dapat pecah lalu mengikuti
aliran darah yang akanmenyebabkan emboli menyumbat aliran darah sehingga
terjadi gangguan suplai oksigen (iskemia) baik dipembuluh darah jantung maupun
otak.
Karena tumpukan plak pada dinding arteri semakin banyak membuat lapisan
bawah garis pelindung arteri semakin banyak membuat perlahan-lahan menebal
dan jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa waktu, jaringan penghubung
yang menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan parut (Scerosis). Jaringan
14
parut tersebut akan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah sehingga
mudah pecah. Akibatnya mulai terjadi penempelan daerah parut oleh sel-sel darah
yang beredar dalam darah. Selanjutnya gumpalan darah dapat dengan cepat
tertumpuk pada permukaan lapisan arteri yang robek dan semakin lama semakin
banyak tumpukan terbentuk sehingga menimbulkan penyemipitan arteri, lalu
terjadi penyumbatan total. Apabila aterosklerosis terjadi dalam arteri otot jantung
maka akan timbul kekurangan pasokan oksigen akut sehingga terjadi serangan
jantung. Apabila ini terjadi pada arteri otak maka terjadi serangan stroke
(iskemik/non peredarahan) (Junaidi,2011).
f. Komplikasi Stroke Iskemik
Menurut Corwin (2009) menyatakan komplikasi yang ditimbulkan pada stroke
iskemik sebagai berikut :
(1) Individu yang mengalami Cidera Vaskuler Serebral (CVS) mayor pada
bagian otak yang mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskuler dapat
meninggal. Destruksi area ekspresif atau reseptif pada otak akibat hipoksia
dapat menyebabkan kesulitan komunikasi. Hipoksia pada area motorik otak
dapat menyebabkan paresis. Perubahan emosional dapat terjadi pada
kerusakan korteks yang mencakup system limbrik.
(2) Hematoma intraserebral data disebabkan oleh pecahnya anurisma atau stroke
hemoragik yang menyebabkan cidera otak sekunder ketika tekanan
intracranial meningkat.
15
g. Penatalaksanaan Stroke Iskemik
Penanganan stroke iskemik bertujuan untuk mempertahankan fungsi otak yang
tergantung pada kesempatan untuk menyelamatkan fungsi otak dalam waktu
singkat (Gofir, 2009). Ada beberapa penanganan stroke sebagai berikut :
(1) Pemeriksaan neurologis darurat atau cepat untuk menentukan tipe dan
lokalisasi stroke
(2) Pemeriksaan laboratorium darah rutin seperti glukosa, elektrolit dan factor
koagulasi
(3) Pemeriksaan scanning secara tepat untuk memastikan jenis stroke
(4) Melakukan koordinasi dari unit perawatan darurat dan tersedianya fasilitas
angioplasti
(5) Melakukan pemeriksaaan dopler ultrasonografi secepat mungkin
(6) Melakukan pengobatan dasar seperti pemasangan kateter, drainase,
menangani kondisi umum seperti hipertensi, keadaan metabolism serta fungsi
jantung.
(7) Terapi obat : Memperbaiki perfusi (Tindakan ini bertujuan memulihkan aliran
darah ke otak yang sedang mengalami sumbatan yaitu dengan obat yang
dapat menghancurkan thrombus (agent trombolitik)), Terapi Neuroprotektan
(Golongan obat ini bersifat melindungi otak yang sedang mengalami iskemik
sehingga tidak menjadi mati atau infrak), dan Penanganan factor resiko dan
komplikasi (Mengobati penyakit penyerta atau penyakit yang mendasari
seperti obat untuk penyakit hipertensi, kencing manis, jantung,
hiperlikolesterolemia dan sebagai)
16
3. STROKE HEMORAGIK
a. Pengertian Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga
menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia di sebelah hilir. Penyebab
stroke hemoragik adalah hipertensi, pecahnya aneunisma, atau malformasi
arteriovenosa (hubungan yang abnormal) (Crowin,2009) stroke hemoragik
merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarachnoid disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya
Gambar 2.1 Stroke hemoragik
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat, kesadaran klien umumnya menurun (Muttaqin, 2008).
b. Etiologi Stroke Hemoragik
Menurut Junaidi (2011) penyebab stroke hemoragik karena terhalangnya suplai
darah ke otak. Pada stroke hemoragik disebabkan arteri yang mensuplai darah ke
otak pecah. Penyebab stroke hemoragik misalnya hipertensi yang mendadak
17
tinggi dan atau stress psikis berat. Peningkatan tekanan lain seperti mengejan,
batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya.
Perdarahan otak dapat terjadi di dalam otak itu sendiri yang disebut hemoragik
otak sehingga otak tercemar oleh kumpulan otak darah atau darah masuk ke
selaput otak atau ruang subarkhnoid yang disebut perdarahan subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid ada 2 macam yaitu primer, bila pembuluh darah yang
pecah berasal dari arteri yang ada di subarachnoid dan sekunder bila sumber darah
berasal daritempat lain ruangan subrakhnoid yang masuk keruangan
subarachnoid. Pada pembuluh darah yang pecah dapat terjadi kontraksi atau
vasokontriksi yaitupengecilan diameter atau saluran arteri yang dapat
menghambat aliran darah ke otak dan gejala yang timbul tergantung daerah otak
mana yang dipengaruhi.
c. Faktor Resiko Stroke
(1) Faktor resiko internal, yang tidak dapat dikontrol atau diubah atau
dimodifikasi diantaranya : Umur (Makin tua kejadian stroke makin tinggi),
Ras atau suku bangsa biasanya bangsa Afrika atau Negro, Jepang dan Cina
lebih sering terkena stroke. Orang yang berwatak keras terbiasa cepat atau
buru-buru, seperti orang Sumatra, Sulawesi, Madura rentang terserang Stroke.
Faktor jenis kelamin Laki-laki lebih beresiko dibanding wanita. Dan faktor
riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang pernah mengalami stroke pada usia
muda maka yang bersangkutan beresiko tinggi terkena stroke (Guyton, 2007).
(2) Faktor resiko eksternal, yang dapat dikontrol atau diubah atau dimodifikasi
oleh penderita stroke terdiri dari : Hipertensi, Diabetes mellitus atau kencing
18
manis, Trannsient Iscemic Attack (TIA) = serangan lumpuh sementara,
Fibrilasi atrial jantung, Pasca stroke, Abnormalitas lemak ; lipoprotein,
Fibrinogen tinggi dan perubahan hemoreologikal, Perokok, Peminum alcohol,
Infeksi virus dan bakteri, Obat-obatan seperti kontrasepsi oral/pil KB,
Obesitas, Kurang latihan fisik, Stress fisik dan mental (Guyton, 2007).
(3) Faktor resiko generasi baru dapat diakibatkan karena Defisiensi atau
kekurangan hormone wanita (estrogen), Homosistein tinggi, dan Plasma
fibrinogen (Nastiti, 2012).
d. Tanda dan Gejala Stroke Hemoragik
(1) Perdarahan intraserebral
a. Sakit kepala, muntah, pusing (vertigo), gangguan kesadaran
b. Gangguan fungsi tubuh defcit neurologis), tergantung dari area
perdarahan
c. Bila perdarahan ke kapsula interna (perdarahan kapsuler) maka
ditemukan :
- Hemiparase kontralateral
- Hemiplagia
- Koma (bila perdarahan luas)
d. Perdarahan luas atau massif ke otak kecil atau serebelum maka akan
ditemukan ataksia serebelum (gangguan koordinasi), nyeri kepala di
oksipital, vertigo, nistagmus dan disastri
e. Perdarahan terjadi di pons (batang otak)
19
- Biasanya kuadriplek dan flagsid, kadang dijumpai rigditas
deserebrasi
- Pupil kecil (pin point) dan reaksi cahaya minimal
- Depresi pernapasan atau ceyne stroke
- Hipetensi (reaktif)
- Panas
- Penurunan kesadaran dengan cepat tanpa didahului sakit kepala,
vertigo, mual atau muntah
f. Perdarahan terjadi thalamus
- Deficit hemisensorik
- Hemiparesis atau hemiplegic kontralateral
- Afasia, anomia dan mutisme, bila mengenai hemisfer dominan
- Perdarahan putamen (area striata) daerah yang paling sering terkena
perdarahan intraserebral
- Hemiparesis atau hemiplegic kontralateral
- Deficit hemosensorik dan disertai hemianopsian homonym
- Afasia, bila mengenai hemisfer dominan
g. Perdarahan di lobus
Peradahan terdapat di subtansia alba supratentorial
- Frontalis : Hemiparesis kontralateral dengan lengan lebih nyata
disertai sakit kepala bifrontal, deviasi konjuge ke arah lesi
- Parietalis : Defisit persepsi sensorik kontralateral dengan
hemiparesis ringan
20
- Oksipitalis : Hemianopsia dengan atau tanpa hemiparesis minimal
pada sisi ipsilateral dengan hemanopsia
- Temporalis : afasia sensorik, bila area wernicke hemisfer dominan
terkena, hemianopsia atau kuadranopsia karena massa darah
mengganggu radiasio optika`
(Broderick J, 2007)
(2) Perdarahan subaraknoid
a. Sakit kepala mendadak dan hebat dimulai dari leher
b. Nausea dan vomiting (mual dan muntah)
c. Fotofobia (mulai silau)
d. Paresis saraf okulomotrius, pupil anisokor, perdarahan retina pada
funduskopi
e. Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darah naik)
(Uchino, 2007)
e. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Menurut Junaidi (2011) stroke perdarahan disebabkan oleh perdarahan suatu
arteri serebralis yang disebut hemoragik. Darah yang keluar dari pembuluh darah
dapat masuk dalam jaringan otak, sehingga terjadi hematom. Hematom ini
menyebabkan timbulnya Tekanan tinggi Intra Kranial (TTIK). Keadaan tersebut
terjadi pada perdarahan intrakranial. Pada stroke hemoragi darah arteri system
pembuluh darah dapat masuk ke dalam rrongga subaraknoid yang disebut
perdarahan subaraknoid sekunder. Bila sumber perdarahan berasal dari rongga
subaraknoid maka disebut perdarahan subaraknoid primer. Perdarahan dapat
21
disebabkan aneurisma, infeksi, hipertensi aneurisma arteri kecil atau arteriol),
angioma atau tumor, dan trauma kepala karena rongga cranium tertutup rapat,
keluarnya darah arteri segera menyebabkan peningkatan tekanan intakranial,
akibatnya teradi iskemik serebri global.
Hemoragik juga menyebabkan kerusakan otak dengan cara darah dan jaringan
otak biasanya dipisahkan oleh sawar darah otak dan sawar darah
cairanserebrospinal. Terdapatnya darah di jaringan saraf dapat berakibat
gangguan fungsi sel yang berat bahkan nekrosis sel saraf. Selain kerusakan
jaringan saraf hemoragik juga menyebabkan pembuluh darah berkontriksi dan
daerah yang disuplainya menjadi terhambat sehingga terjadi iskemik.
f. Akibat Stroke
Stroke dapat mengakibatkan berbagai defisit neurologis bagi penderitanya,
bergantung pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
jumlah aliran darah kolateral. Beberapa gangguan yang ditimbulkan oleh stroke
antara lain (Suzanne C. Smeltzer B. G., 2005) :
1. Kehilangan Motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas
melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi berlawanan dari
otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia karena lesi pada sisi
22
otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain.
2. Kehilangan Komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa adalah
penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dimanifestasikan oleh tiga
hal yaitu disartia (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara detektif atau
kehilangan bicara), dan apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang telah dipelajari sebelumnya).
3. Gangguan Persepsi
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke
dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan
visual-spasial dan kehilangan sensori.
Gangguan persepsi visual seperti homonimus yaitu kehilangan setengah
lapang pandang, dapat permanen atau sementara. Pada kasus ini klien hanya
mampu melihat setengah ruangan, sering mengabaikan sisi yang tidak
terlihat.
Gangguan hubungan visual-spasial, gangguan mendapatkan hubungan antara
dua hal atau objek dalam area spasial. Sering terlihat pada klien yang
mengalami hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan mencocokan pakaian ke bagian
tubuhnya.
23
Kehilangan sensori, ketidakmampuan untuk merasakan, seperti
ketidakmampuan untuk merasakan sentuhan ringan, atau mungkin sentuhan
berat, kehilangan propriosepsi (ketidakmampuan untuk merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh), serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli
visual, taktil, dan auditorius.
4. Disfungsi Kandung Kemih
Inkontinensia dapat terjadi karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kandung kemih
menjadi atonik dengan kerusakan sensasi dalam merespon pengisian kandung
kemih.
5. Kerusakan Fungsi Kognitif dan efek psikologik
Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi
umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah pasien terhadap
penyakit katastrofik ini. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan
kurang kerja sama.
24
g. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
(1) Mengobati tekanan darah tinggi yang timbul
(2) Mengatasi edema otak dengan :
- Obat-hiperrosmolar, misalnya : manitol, gliserol
- Kortikosteroid, bila diperlukan
(3) Tindakan bedah
- Evakuasi darah didekat korteks
- Mengeringkan darah melalui lubang dengan cara bor
- Mencegah sindrom inkarserata
4. KOGNITIF
a. Pengertian Kognitif
Fungsi kognitif dimaksudkan untuk menunjukkan kemampuan seseorang dalam
belajar, menerima, dan mengelola informasi dari lingkungan sekitarnya.
Kerusakan otak merupakan faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif, sehingga
memunculkan manifestasi gangguan fungsi kognitif. Kerusakan hemisfer kiri dan
kanan memberikan wujud gejala yang berbeda karena telah terjadi proses
lateralisasi dari fungsi-fungsi tertentu ke salah satu hemisfer (dominasi serebral).
Kerusakan hemisfer kiri akan menimbulkan gangguan kemampuan berbahasa,
membaca, menulis, menghitung, memori verbal dan gerakan motorik terampil.
Kerusakan hemisfer kanan akan menimbulkan gangguan fungsi visuospasial
(persepsi), visuomotor, pengabaian (neglect), memori visual, dan koordinasi
motorik (Harsono, 2007).
25
Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak berupa
gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi
intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam berhitung, bahasa,
daya ingat semantik (kata-kata) dan pemecahan masalah. Stroke meningkatkan
risiko untuk mengalami penurunan fungsi kognitif sebanyak 3 kali (Dewi, 2004).
Gangguan fungsi kognitif untuk jangka panjang jika tidak dilakukan penanganan
yang optimal akan meningkatkan insidensi demensia (Nugroho, 2004). Menurut
penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, gangguan kognitif pada penderita stroke
merupakan prediktor untuk terjadinya demensia (Firmansyah, 2007).
b. Manifestasi Gangguan Fungsi Kognitif Pasca Stroke Iskemik
Manifestasi gangguan kognitif dapat meliputi gangguan pada aspek bahasa,
memori, emosi, visuospasial dan kognisi (Erkinjuntti dkk, 2002. Carlson,1996) :
1. Gangguan bahasa
gangguan bahasa yang terjadi terutama tampak pada kemiskinan kosa kata.
Pasien tidak dapat menyebut nama benda atau gambar yang ditunjukkan
padanya (confrontation naming), tetapi lebih sulit lagi untuk menyebutkan
nama benda dalam satu kategori. Sering adanya diskrepansi antara penamaan
konfrontasi dan penamaan kategori dipakai untuk mencurigai adanya demensi
dini. Misalnya orang dengan cepat dapat menyebutkan nama benda yang
ditunjukkan tetapi mengalami kesulitan kalau diminta menyebutkannama
benda dalam satu kategori, ini didasarkan karena adanya daya abstraksinya
mulai menurun.
26
2. Gangguan memori
Gangguan mengingat sering merupakan gejala yang pertama timbul pada
demensia dini. Pada tahap awal yang terganggu adalah memori barunya, yakni
cepat lupa apa yang baru saja dikerjakan. Namun lambat laun memori lama
juga dapat terganggu. Dalam klinik neurologi fungsi memori dibagi dalam
tiga tingkatan bergantung lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall
yaitu : (Erkinjuntti, 2002. Carlson, 2004)
- Memori segera (immediate memori), rentang waktu antara stimulus dan
recall hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan untuk pemusatan
perhatian untuk mengungat (attention)
- Memori baru (recent memori), rentang waktu lebih lama yaitu beberapa
menit, jam bulan bahkan tahun.
- Memori lama (remote memori), rentang waktunya bertahun tahun bahkan
seusia hidup.
(3) Gangguan Emosi
Sekitar 15% klien mengalami kesulitan control terhadap ekspresi dari emosi.
Tanda lain adalah menangis tiba-tiba atau tidak dapat mengendalikan tawa.
Efek langsungyang paling umum dari penyakit pada otak pada personality
adalah emosi yang tumpul, disinhubition, kecemasan yang berkurang atau
euphoria ringan dan menurunnya sensitifitas social. Dapat juga terjadi
kecemasan yang berlebihan, depresi dan hipersensitif.
27
(4) Gangguan visuospasial
Sering timbul dini pada demensia. Klien banyak lupa waktu, tidak tahu kapan
siang dan malam, lupa wajah teman dan sering tidak tahu tempat sehingga
sering teresesat (disorientasi waktu, tempat dan orang). Secara objektif
gangguan visuospasial ini dapat ditentukan dengan meminta klien mengkopi
gambar atau menyusun balok-balok sesuai bentuk tertentu.
(5) Gangguankognisi (cognition)
Fungsi ini yang sering terganggu pada klien demensia, terutama daya
abstraknya. Ia selalu berpikir konkrit, sehingga sukar sekali member makna
peribahasa dan daya persamaan (similarities) mengalami penurunan.
c. Faktor yang Menimbulkan Gangguan Kognitif Pasca Stroke Iskemik
Menurut Lindsay dalam Agus (2011), beberapa penyakit atau kelainan pada otak
dapat mengakibatkan kelainan atau ganguan fungsi kognitif, antara lain : cedera
kepala, obat-obat toksik, infeksi saluran saraf pusat, epilepsy, penyakit
serebrovaskular, tumor otak dan degenerasi.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif Stroke Iskemik
Menurut Pohjasvaana J dalam Agus (2011), faktor -faktor yang mempengaruhi
fungsi kognitif pada stroke iskemik dapat dikelompokkan dalam faktor demografi,
faktor resiko ateroklerosis, faktor yang berhubungan dengan stroke dan faktor
genetik :
28
- Faktor Demografi yang mempengaruhi fungsi kognitif pasca stroke iskemik :
Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Faktor resiko aterosklerosis
- Faktor yang berkaitan dengan stroke iskemik : Luas Lesi, Letak Lesi, Jumlah
Lesi
e. Gambaran Klinis Aspek Kognitif
Menurut Kemenkes (2010), aspek kognitif meliputi :
1. Orientasi: merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan
pengalaman lampau. Orientasi terhadap waktu dan tempat dapat dianggap
sebagai ukuran memori jangka pendek, yaitu kemampuan klien memantau
perubahan sekitar yang continue. Bila orientasi klien terganggu, hal ini dapat
merupakan petunjuk bahwa memori jangka pendeknya mungkin terganggu.
2. Registrasi: kemampuan menggunakan perhatian untuk menduplikasi
informasi dan bagian kemampuan mengingat dengan mengulang kembali apa
yang telah disebutkan.
3. Atensi : merupakan kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan)
perhatian pada masalah yang dihadapi. Konsentrasi merupakan hal penting
dalam belajar. Ini memberikan kemampuan untuk memproses hal penting
yang dipilih dan mengabaikan yang lainnya. Visuospasial merupakan fungsi
kognitif yang kompleks mengenai kemampuan tata ruang, termasuk
menggambar dua maupun tiga dimensi. Pada gangguan visuospasial
penderita mudah tersesat di lingkungannya.
29
4. Memori : menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Memori membuat
kita mampu menginterpretasi dan beraksi terhadap persepsi yang baru
dengan mengacu kepada pengalaman lampau. Mereka mungkin lupa tanggal,
lupa rincian pekerjaan atau gagal mengingat janji di luar kegiatan rutin.
5. Bahasa : merupakan fungsi kognitif dasar bagi komunikasi pada manusia.
Bila terdapat gangguan pada bahasa, penilaian factor kognitif yang lain agak
sulit untuk diperiksa. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa merupakan hal sangat penting. Bila terdapat gangguan, akan
mengakibatkan hambatan yang berarti bagi seseorang.
5. PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN STROKE
Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami
gejala yang berbeda, sesuai dengan yang terganggu yaitu (Stuart and Sundeen, 2007):
a. Gangguan pada lobus frontalis, akan ditemukan gejala-gejala kemampuan
memecahkan masalah berkurang, hilang rasa sosial dan moral, impilsif, regresi.
b. Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala amnesia dan demensia.
c. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala yang
hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi.
d. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi seperti
gangguan daya ingat, memori, dan disorientasi.
30
6. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN USIA PADA PASIEN STROKE
Menurut Pohjasvara dalam Agus (2011), stroke telah terbukti menjadi penyebab
utama kecacatan kronik di semua lapisan masyarakat. Penderita yang selamat dari
stroke dapat mengalami kecacatan fungsi kognitif akibat kerusakan otak. Pada
dasarnya semua kelainan yang mengenai otak dapat menimbulkan gangguan fungsi
kognitif.
Terminologi fungsi kognitif biasa digunakan untuk menjelaskan berbagai kemampuan
mental dan intelektual termasuk memori, perhatian, penalaran, dan kondisi kesadaran
secara umum. Pada stroke tahap awal hampir 50% kerusakan menyebabkan
perubahan tingkat kesadaran. Ada yang tidak sadar untuk jangka waktu panjang
(koma); kebingungan, diorientasi atau tampak aphatheic dan lethargeic untuk
beberapa jam atau hari (Djohan, 2006).
Menurut Kemenkes (2010), faktor-faktor yang berpengaruh pada fungsi kognitif
penderita stroke adalah faktor usia dan tingkat pendidikan. Usia lanjut merupakan
salah satu faktor risiko utama akan timbulnya berbagai penyakit yang berhubungan
denggan proses penuaan. Sebagai contoh adalah demensia merupakan penyakit yang
sering ditemukan pada usia lanjut. Pada awal penyakit demensia dapat ditemukan
gejala mudah lupa yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang
benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu
menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Gejala gangguan kognitif ini
dapat diikuti gangguan perilaku seperti waham (curiga, sampai menuduh ada yang
31
mencuri barang), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah,
mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan berkelana. Gejalanya antara
lain, disorientasi, gangguan bahasa (afasia), penderita mudah bingung, penurunan
fungsi memori lebih berat sehingga penderita tidak dapat melakukan kegiatan sampai
selesai, tidak mengenal anggota keluarganya dan tidak dapat mengingat tindakan
yang sudah dilakukan sehingga dapat mengulanginya lagi. Selain itu penderita dapat
mengalami gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungannya.
Issue mengenai penurunan kognitif selama tahun-tahun masa dewasa merupakan
suatu hal yang propokatif (Santrock, 2008). David Wechsler (2006) yang
mengembangkan skala inteligensi menyimpulkan bahwa masa dewasa dicirikan
dengan penurunan kognitif karena adanya proses penuaan yang dialami setiap orang
pada hal ini stroke. Dari banyak penelitian diterima secara luas bahwa kecepatan
memproses informasi, mengingat dan memecahkan masalah, mengalami penurunan
pada masa dewasa akhir. Penelitian lain membuktikan bahwa penderita stroke pada
dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan
dalam ingatannya. Ini berarti fungsi kognitif pada pasien stroke sangat erat
hubungannya dengan faktor usia. Semakin bertambahnya usia, fungsi kognitif pada
pasien stroke semakin menurun.
32
7. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN TINGKAT PENDIDIKAN
PADA PASIEN STROKE
Selain umur, tingkat pendidikan juga diketahui sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi dalah hasil pemeriksaan fungsi kognitif. Pendidikan merupakan
komponen penting yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif individu berusia lanjut
(Campbell, 2005). Fasilitas pendidikan semakin tahun memang semakin meningkat,
sehingga generasi sekarang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan
yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Hal ini tentu sangat berdampak pada uji tes
MMSE (Mini Mental State Examination) untuk penderita stroke yang berusia lanjut.
Kemampuan intelektual seseorang berkorelasi positif dengan hasil skor pada test
fungsi kognitif yaitu tes MMSE.
8. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN WAKTU TERJADINYA
STROKE
Gangguan fungsi kognitif juga dipengaruhi dari lama stroke itu terjadi yaitu pada fase
akut dan sub akut (Kusumoputro,2007).
a. Gangguan fungsi kognitif pada stroke akut
Kerusakan pada lokasi otak tertentu menyebabkan gangguan kognisi yang sesuai.
Stroke pada hemisfer dominan menyebabkan gangguan berbahasa (afasia) dan
apraksia. Pada hemisfer non dominan gangguan kognitif dapat berupa neglect
(pengabaian) pada salah satu sisi obyek atau ruang. Gangguan kognisi tidak
hanya terjadi pada kerusakan di kortikal, namun dapat juga pada subkorteks
karena mengenai sirkuit-sirkuit yang ikut mengatur fungsi kognitif antar bagian-
33
bagian di otak. Gangguan kognisi juga dapat sekunder akibat gangguan sensorik,
visual dan motorik.
b. Gangguan fungsi kognitif pada stroke subakut
Kebanyakan gangguan kognitif pasca stroke membaik setelah periode subakut
(sampai 3 bulan setelah stroke) atau lebih awal. Pada fase subakut, proporsi
gangguan kognitif berkisar antara 50-90%, tergantung populasi dan metode
penelitian yang dipakai. Pada fase ini menentukan perkembangan fungsi kognitif
adaah perbaikan sirkulasi serebral karena rekanalisasi spontan, neuroplastisitas,
dan adanya ppenyulit yang menyertai. Kebanyakan daerah penumbra mengalami
reperfusi dalam waktu 3 bulan stroke. Setelah 3 bulan ukuran kerusakan dan
defisit kognitif cenderung stabil. Rehabilitasi juga ikut menentukan perbaikan
kognitif pada fase ini.
9. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN LUAS LESI
Infark lakunar adalah strokeyang diakibatkan adanya oklusi satu cabang arteri
penetrasi yang memvaskularisasi struktur dalam otak. Istilah infark lakunar
digunakan apabila ditemukan infark dengan ukuran kurang dari 15 mm pada satu
pembuluh darah kecil. Namun, kronologis perubahan hemodinamik infark lakunar
pada daerah iskemik belum terlalu diketahui.
34
10. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN LETAK LESI
Lesi pada beberapa lokasi strategi di regio spesifik menyebabkan gangguan fungsi
kognitif. Lesi pada thalamus, nukleus kaudatus, genu kapsula interna, girus angularis
hipokampus, lobus frontalis menghasilkan gangguan fungsi kognitif yang menonjol
(Shin et al, 2005).
Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak karena kemampuan pasien
untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak. Secara umum apabila terjadi
gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami gejala yang berbeda, sesuai
dengan daerah yang terganggu.
Otak terdiri dari dua belahan (hemisfer) serebri otak, batang otak dan serebelum.
Setiap hemisfer mempunyai kapasitas dan fungsi yang unik, tetapi bekerjasama dalam
konsep satu dengan yang lain, pada situasi normal.Bila terjadi kerusakan maka,
masing – masing hemisfer menimbulkan pola defisit.Kerusakan otak unilateral akan
memberikan gejala berbeda. Hemisfer kiri merupakan hemisfer dominan untuk
tangan kanan (right handed). Kerusakan hemisfer kiri akan memberi gejala gangguan
bahasa / afasia, sedang hemisfer kanan terutama visuospatial (Linsdayet al,1997 ).
11. HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN JUMLAH LESI
Jumlah lesiberdasarkan jumlah yang ditentukan dalam ukuran tunggal (1 lesi iskemik)
dan multiple(>1 lesi iskemik). Penelitian juga menunjukkan bahwa lesi lebih dari satu
35
lokasi, dan luas lesi berhubungan dengan kinerja memori, kecepatan, memproses
data, dan fungsi eksekutif yang lebih buruk.
12. PRINSIP DASAR STIMULASI/REHABILITASI KOGNITIF
Menurut Kemenkes (2010), prinsip dasar stimulasi/rehabilitasi kognitif adalah
menilai gangguan yang berkaitan dengan fungsi dan struktur otak tertentu dengan
cara menganalisis proses kognitif. Adapun prinsip dasar stimulasi/rehabilitasi kognitif
adalah sebaggai berikut:
a. Stimulasi/rehabilitasi kognitif berkaitan erat dengan proses belajar dengan
penekanan pada penguatan fungsi-fungsi yang hilang, kemampuan diri, dan
kontrol diri.
b. Stimulasi/rehabilitasi kognitif dilaksanakan dengan melakukan diagnostik medis
dan diagnostik neuropsikologis, untuk melihat gangguan yang terjadi dan
penyebabnya meliputi perspektif fisik, kognitif, emosi, dan sosial.
c. Sesi stimulasi/rehabilitasi kognitif selalu terstruktur dan terencana dengan
membangun aktivitas dengan referensi dari kedua pengukuran (pengukuran
gangguan kognitif dan gangguan aktivitas sosial/sehari-hari) dengan data yang
ada dan merespon kebutuhan evaluasi objektif untuk menilai efektivitas terapi.
d. Rehabilitasi kognitif bersifat fleksibel dan memberikan pemahaman penderita
untuk lebih memahami kondisi saat ini sehingga dapat beradaptasi dengan
memunculkan kemampuan-kemampuan baru yang adaptif serta
memodifikasi/merubah pemikiran, perasaan dan emosi negatif.
36
e. Pendekatan stimulai/rehabilitasi sosial dilakukan dengan dukungan dari terapis,
klien, dan anggota keluarga yang menyembuhkan. Pendekatan dilakukan dengan
melalui partisipasi aktif dan berorientai pada tujuan yang terfokus untuk
mengatasi problem pasien agar dapat membangun kepercayaan diri.
13. PEMERIKSAAN FUNGSI KOGNITIF
a. MMSE (Mini Mental State Examination)
Sejak diperkenalkan oleh Folstein et al pada tahun 1975, Mini Mental State
Examination (MMSE) telah menjadi salah satu alternatif dalam pemeriksaan
status mental pasien dengan gangguan saraf organik. Awalnya MMSE
diadaptasikan dari sebuah literatur pemeriksaan Psychological Assesment
Resouces pada tahun yang sama dengan beberapa modifikasi oleh pembuatnya.
Tes ini menggabungkan beberapa item dalam pemeriksaan konvensional, yaitu
memori (mengingat kembali), konsentrasi (regresi), aritmatik, bahasa, dan
orientasi. Tes ini hanya memakan waktu yang tidak lebih dari 10 menit untuk
mendapatkan hasil intrepretasi yang menggambarkan sejauh mana tingkatan
gangguan fungsi kognitif pasien (Campbell, 2005).
MMSE berisi tiga puluh pertanyaan singkat yang dapat menggambarkan
gangguan kognitif pasien, dalam hal ini dibuktikan dengan tes pada pasien untuk
37
menentukan tingkat demensia pasien. Oleh karena tes ini berorientasi pada waktu
maka hasil tes dapat saja berubah sewaktu – waktu.
MMSE mencakup beberapa pertanyaan sederhana mengenai tempat dan waktu,
mengulangi penyebutan nama benda, mengikuti perintah yang dibaca, berhitung
dalam serial tujuh, dan perintah kompleks seperti menggambar dua pentagon yang
saling berpotongan (Campbell, 2005).
Semua hasil pemeriksaan dijumlahkan. Jumlah maksimal adalah 30 poin. Dengan
interpretasi pada pasien dengan pendidikan tinggi atau minimal SLTA, yaitu :
Normal 27 – 30 poin, gangguan kognitif ringan 20 – 27 poin, gangguan kognitif
sedang 10 – 20 poin, gangguan kognitif berat < 9 poin. Pada pasien dengan
pendidikan rendah atau yang tidak bersekolah, indikasi normal adalah 24 – 30,
gangguan kognitif ringan 15 – 24, gangguan kognitif sedang 7 – 15, dan
gangguan kognitif berat <6 poin (Campbell, 2005).
b. MoCA (Montreal Cognitive Assesment)
Instrumen MoCA adalah instrumen yang dibuat oleh Ziad Nasreddine pada tahun
1996 di Montreal, Kanada. Instrumen ini diperuntukkan untuk deteksi MCI, dan
telah diadopsi untuk beberapa kondisi klinis lainnya. Instrumen MoCA-Ina adalah
instrument MoCA yang telah divalidasi di Indonesia, didalam penelitian
Patmawati P (2014) “Perbandingan gangguan kognitif dan kualitas hidup
berdasarkan letak lesi pasien pasca stroke iskemik” mendapatkan gambaran hasil
38
terdapat korelasi yang bermakna antara item MoCA-Ina yaitu penamaan dengan
letak lesi di hemisfer kanan pasien pasca stroke iskemik.
Tes MoCA terdiri dari 30 poin tes yang diberikan selama kira-kira 10 menit, dan
digunakan untuk memeriksa beberapa domain kognitif, yang terdiri dari : (Freitas
et al, 2012) :
a. ingatan jangka pendek (5 poin) meliputi pemberian 5 nama benda, lalu peseta
disuruh mengulangi segera dan 5 menit kemudian (delayed recall).
b. Kemampuan visuospasial diperiksa menggunakan tugas menggambar jam (3
poin) dan menggambar ulang kubus 3 dimensi ( 1 poin ).
c. Beberapa aspek dari fungsi eksekutif diperiksa menggunakan mengikuti jalur
selang-seling dimulai dari titik B (1 poin), kefasihan fenomenik (1 poin) dan
dua item abstraksi verbal (2 poin).
d. Atensi, konsentrasi dan working memory diperiksa dengan tes atensi terus-
menerus (deteksi target menggunakan ketukan; 1 poin), tes pengurangan
berturut-turut (3 poin) dan angka-angka dari kedepan dan kebelakang
(masing-masing 1 poin).
e. Bahasa diperiksa menggunakan tiga item dengan penamaan hewan (singa,
unta, badak; 3 poin), pengulangan kalimat kompleks sintaksis (2 poin).
f. Orientasi terhadap waktu dan tempat ( 6 poin )Interpertasi MoCA-Ina
didasarkan pada poin yang diperoleh pada saat pemeriksaan yaitu: Skor 26 -
30 : Normal, Skor 19 - 25 : VCI, Skor 18 - 11 : Demensia.
39
Berdasarkan penelitian Smith dkk (2007), ditemukan bahwa MoCA mempunyai
beberapa implikasi klinis, yaitu MoCA berguna sebagai alat skrining deteksi MCI
dan demensia ringan, berguna sebagai alat skirining prediktor untuk
berkembangnya MCI menjadi demensia, dan bila dibandingkan dengan MMSE,
MoCA tidak lebih baik dalam mendeteksi perubahan kognitif lebih dari 6 bulan.
MoCA mempunyai sensitivitas 83% dalam mendeteksi MCI, dibandingkan
MMSE hanya 17%. MoCA memiliki sensitivitas 94% dalam mendeteksi
demensia, di mana MMSE hanya 25%. 25 Tetapi spesifisitas MMSE dalam
mendeteksi demensia adalah 100%, sedangkan MoCA hanya 50%. Sedangkan
dalam penelitian yang dilakukan oleh Ziad Nasreddin dkk (2005), ditemukan
bahwa spesifisitas MoCA dalam mendeteksi demensia adalah 87%, atau hampir
sama dengan MMSE, yaitu 88%. (Smith et al, 2007; Nasreddine, 2005).
14. TERAPI MUSIK
a. Pengertian terapi musik
Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi kondisi seseorang baik
fisik maupun mental. Musik memberi rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi otak
seperti fungsi ingatan, belajar, mendengar, berbicara, serta analisisintelek dan
fungsi kesadaran (Satiadarma, 2004). Terapi musik merupakan suatu disiplin ilmu
yang rasional yang memberi nilai tambah pada musik sebagai dimensi baru secara
bersama dapat mempersatukan seni, ilmu pengetahuan dan emosi (Widodo,
2000).
40
Musik adalah segala sesuatu yang menyenangkan, mendatangkan keceriaan,
mempunyai irama (ritme), melody, timbre (tone colour) tertentu untuk membantu
tubuh dan pikiran saling bekerja sama (Fauzi, 2006). Musik memberi nuansa yang
bersifat menghibur, menumbuhkan suasana yang menenangkan dan
menyenangkan seseorang, sehingga musik tidak hanya berpengaruh terhadap
kecerdasan berfikir saja tetapijuga kecerdasan emosi (Sari, 2004).
b. Klasifikasi terapi musik
Menurut pakar terapi musik, tubuh manusia memiliki pola getar dasar. Kemudian
vibrasi musik yang terkait erat dengan frekuensi dasar tubuh atau pola getar dasar
memiliki efek penyembuhan yang sangat hebat pada seluruh tubuh, pikiran, dan
jiwa manusia yang menimbulkan perubahan emosi, organ, enzim, sel-sel dan
atom (Kozier, et.al., 2010).
Bunyi dengan frekuensi tinggi (3000-8000 Hz) lazimnya bergetar di otak dan
mempengaruhi fungsi kognitif seperti berpikir, persepsi spessial dan memori.
Bunyi dengan frekuensi sedang 750-3000 Hz cenderung merangsang kerja
jantung, par dan emosional. Sedangkan bunyi dengan frekuensi rendah 125-750
Hz akan mempengaruhi gerakan-gerakan fisik. Dikatakan High Frequencies jika
lebih dari 100 Hz, dan low frekuencies jika dibawah 100 Hz. Gelombang High
Frequencies dan bidang kesehatan gelombangnya digunakan untk pemeriksaan
radiologi dan pada penggunaan mesin ESWL (Joseph & Ulrich, 2007)
41
Elemen musik terdiri dari lima unsure penting, yaitu picth (frekuensi), volume
(intensity), warna nada (tinbre), interval, dan rhytm (tempo atau durasi). Misalnya
pitch yang tinggi, dengan rhytm cepat dan volume yang keras akan meningkatkan
ketegangan otot atau menimbulkan perasaan tidak nyaman. Sebaliknya, pada
pitch yag rendah dengan rhytm yang lambat dan volume yang rendah akan
menimbulkan efek rileks (Wilgram, 2002; Chiang 2012). Tempo yang lambat
dapat menurunkan Respiratory rate, sementara denyut nadi memiliki kesesuaian
dengan rhytm dari musik. Pitch dan rhytm akan berpengaruhi pada system limbic
yang mempengaruhi emosi.
Eerikainen (2007) melakukan penelitian frekuensi suara musik yang bisa
dijadikan terapi. Frekuensi yang direkomendasikan untuk mengurangi nyeri
adalah 40-52 Hz. Terapi musik bisa diawali dengan frekuensi 40 Hz, dengan
asumsi dasar bahwa ini adalah frekuensi dasar di thalamus, sehingga stimulus
getaran dengan frekuensi yang sama memulai efek kognitif untuk terapi. Pada
asien stroke disarankan dengan frekuensi 40 Hz. Musik dengan 40-60 Hz juga
telah terbukti menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi
nyeri dan menimbulkan efek tenang (Arsalan,dkk, 2007).
Satuan volume untuk mendengarkan getaran suara adalah decibel (dB). Untuk
mendengarkan musik menggunakan headset, biasanya individu menggunakan
volume 70-90dB. Volume musik yang dinyatakan comfortable adalah yang
memiliki volume 70 dB, sementara yang biasanya diperdengarkan pada konser
42
simfoni musik klasik 70-100 dB.Pada bar atau cafe biasanya menggunakan
volume 100 dB. Volume lebih dari 112 dB biasanya untuk konser musik heavy
metal atau rock (Staum & Broton, 2000).
Staum & Broton (2000) meneliti bahwa volume yang bisa menimbulkan efek
terapeutik adalah 40-60 dB. Volume yang disarankan memiliki efek terapi
maksimum 60 dB selama 20-60 menit dalam sekali sesi. Bisa juga dilakukan saat
menjelang tidur, disarankan selama 45 menit untuk mendapatkan efek relaksasi
maksimum. Dengan sesi terapi dilakukan minimal dua kali sehari (Nilsson,2009).
Walaupun tempo, frekuensi, kunci nada dan volume, dari jenis musik yang bisa
digunakan sebagai terapi musik sudah diteliti dengan seksama, tetapi jenis musik
atau pilihan lagu yang bisa digunakan sebagai intervensi juga sangat berpengaruh.
Telah banyak penelitian yang membuktikan efek Mozart sangat berguna dalam
terapi musik, tetapi tidak sedikit yang menyatakan bahwa musik Mozart atau
musik klasik lainnya menimbulkan perasaan tidak biasa (Wilson & Brown, 1997).
Banyak studi yang menyebutkan bahwa jenis musik untuk terapi musik tidak
harus musik klasik (Schou, 2008; Chiang 2012). Musik yang berdasarkan
kesukaan atau minat dari pasien merupakan faktor yang sangat penting dalam
pemberian terapi musik (Hamel, 2001; Arsian, Ozer, dkkm 2007). Faktor yang
mempengaruhi minat terhadap jenis musik ini dikarenakan perbedaan usia, masa,
budaya, jenis kelamin, dan kebiasaan (Hamel, 2001).
43
Musik yang sejak awal sesuai dengan sasana hati individu, biasanya merupakan
pilihan, yang paling baik. Musik klasik, pop, dan modem (dengan catatan musik
tanpa vokal, priode tenang) digunakan pada terapi musik. Jenis musik yang
direkomendasikan selain instrumental musik klasik, bisa juga slow jazz, pop, yang
popular dan hits, folk, western, country, easy listening, bisa juga diserti denga
unsure suara natural alam atau musik yang sesuai budaya asal pasien (Chiang,
2012).
Dalam keadaan perawatan akut mendengar musik dapat memberikan hasil yang
sangatvefektif dalam upaya pengobatan (Nilsson 2009). Seiring dengan
perkembangan dan kemajuan tehnologi juga semakin meningkatkan jenis-jenis
musik seperti musik Rok, musik Contry, Musik Jazz, musik Barok, musik Klasik
(Mozart), dll. Sebagian dari musik ini dapat digunakan untuk merangsang
kecerdasan, walau demikian bukan berarti musik lain tidak berpengaruh sama
sekali (Satiadarma, 2004). Jenis – jenis musik sebagai terapi :
(1) Lagu – lagu Gregordian menggunakan ritme pernapasan alamiah untu
menciptakan perasaan lapang atau santai. Lagu – lagu tersebut cocok untuk
mengiringi belajar dan menditasi dan dapat mengurangi stress
(2) Musik Barok yang lambat seperti Bach, Hendel, Vivialdi dan Corell.
Memberikan perasaan yang mantap, teratur dapat diramalkan dan keamanan
serta menciptakan suasana yang merangsang pikiran dalam belajar dan
bekerja.
44
(3) Musikklasik dan instrumental memiliki kejernihan, keanggunan dan
kebeningan. Musik ini mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan,
mengurangi stres dan persepsi spasial
(4) Musik Romantik, mengeluarkan ekspresi dan perasaan. Seringkali
memunculkan tema – tema individualism, nasionalisme, dan mistisme.
Musik ini baik digunakan untuk meningkatkan simpati rasa sependeritaan
dan kasih sayang
(5) Musik Impressionis, didasarkan pada kesan – kesan suasana hati musikal
yang mengalir bebas dan menimbulkan imajinas seperti mimpi.
(6) Jazz, Blues, Raggae (Afrika), dapat membawa kegembiraan dan member
ilham, melepaskan rasa gembira maupun kesedihan mendalam, membawa
kecerdasaan, ironi dan menegakkan kemanusiaan bersama.\
(7) Salsa, Chumba, Maranga, Macarena (Amerika Selatan), membuat jantung
semakin cepat, meningkatkan pernapasan da membuat seluruh tubuh
bergerak.
(8) Musik Rock dapat menggunggah nafsu, merangsang gerakan aktif,
melepaskan ketegangan, menutup rasa sakit, musik tersebut juga dapat
meningkatkan ketegangan, disonansi, stres dan rasa sakit pada tubuh apabila
kita tidak dalam suasana batin untuk dihibur secara energetik.
(9) Band besar, Pop dan Top 40, Country-Western dapat mengilhami gerakan
ringan hingga moderat, menggungah emosi dan menciptakan rasa sejahtera.
45
(10) Musik Rohani bermanfaat untuk mengatasi rasa sakit. Di Indonesia yang
mayoritasnya adalah muslim, maka musik yang lebih sesuai diberikan adalah
berupa Nasyid, Qosidah atau Gambus.
c. Durasi dan Frekuensi Mendengarkan Musik
Sebuah musik dapat saja terdengar lembut dan tenang. Walaupun diperpanjang
berjam – jam dan tidak dibuat macam – macam, sebenarnya sebuah nada dengan
sendirinya telah membawa pulsa gelombang yang mempengaruhi pikiran dan
tubuh dalam berbagai tingkatan. Mendengar musik sebenarnya tidak sesederhana
proses persepsi sensor yang pasif. Telinga bertangung jawab untuk respons
fisiologis dari vibrasi mekanis yang masuk ke kanal pendengaran. Tetapi semua
itu tergantung pula pada pikiran pendengar dalam mengkonsepsi melodinya, yang
dimana untuk mendapatkan hasil tersebut harus dilakukan setiap hari berulang –
ulang. Sehingga sebuah melodi bukan hanya nada – nada dengan perangkat fisika
saja. Akibatnya adalah harus ada pembedaan dengan istilah mendengarkan dan
mendengar musik (Djohan, 2006).
Suara dan musik dapat menggetarkan serta meresonan irama alamiah tersebut
agar kondisi kesehatan kembali menjadi harmonis. Setiap sel di dalam tubuh
manusia adalah resonator suara dan hidup dalam pola ritmis serta masing –
masing organ memiliki siklus, pulsa, dan nada musikal. Berbagai sistem dalam
tubuh akan bereaksi terhadap getaran suara seperti yang terjadi pada mental,
emosi dan kesadaran spiritual seseorang.
46
Terapi musik yang dilakukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan belum
memiliki pedoman waktu dan pelaksanaan yang jelas. Pemberian terapi musik
dengan jenis musik yang tepat dan diberikan pada pasien yang tepat tidak akan
memberikan efek yang membahayakan, walaupun diberikan dalam waktu yang
agak lama pada beberapa pasien. Terapi musik yang hanya diberikan dalam waktu
singkat dapat memberikan efek positif bagi pasien (Mucci & mucci, 2002).
Sedangkan Bellavia (2010) mencatat Penggunaan waktu ideal bagi tiap pasien
dalam melakukan terapi musik tidak kurang 30 menit hingga satu jam tiap
harinya.
d. Manfaat musik
1. Musik menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan
2. Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak
3. Musik mempengaruhi pernapasan
4. Musik mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi, dan tekanan darah
5. Musik mengurangi ketegangan otot dan memperbaili gerak dan koordinasi
tubuh
6. Musik mempengaruhi suhu badan
7. Musik dapat menaikan tingkat endopfrin
8. Musik dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan stres
9. Musik dapat membantu mereka yang membutuhkan rehabilitasi seperti pasien
Alzheimer, Parkinson, dan Stroke (Campbell. D 2001)
47
e. Pengaruh Musik dalam Aspek Kehidupan
(1) Aspek Bawaan
Aspek bawaan melibatkan faktor genetik serta berbagai faktor biologis dan
psikologis. Peran faktor genetik relatif tidak dapat diubah, tetapi factor
biologis dan fisiologis anak dapat dibentuk sejak anak masih di dalam
kandungan. Sejumlah musik klasik tertentumemberi pengaruh rasa aman
pada orang yang mendengarkan termasuk ibu pada saat hamil.
Kondisi ini mempengaruhi janin untuk tumbuh dan berkembang dalam
suasana yang relatif tenang sehingga proses perkembanganya berlangsung
optimal (Kasdu Dini, 2004).
(2) Aspek Lingkungan
Lingkungan memiliki peran penting bagi anak-anak untuk belajar
memusatkan perhatian dan melakukan aktifitas mereka. Pendidikan musik
memberi kesempatan pada anak-anakuntuk memusatkan perhatian. Anak usia
18-24 bulan yang sering diberi perangsangan verbal ritmis (diajarkan
bermain dengan kata-kata berirama) lebih tinggi kemampuan verbalnya
dibanding dengan anak-anak yang kurang memperoleh perangsangan verbal
ritmis. Suasana musikal ini juga memungkinkan anggota keluarga untuk
mengurangi beban stress yang dialami (Fauzi, 2006).
48
(3) Aspek Sosial
Kesenjangan budaya merupakan aspek sosial lain yang berpotensi
menghambat proses belajar musik. Perbedaan antara budaya lain kerap
menghambat seseorang untuk menyesuaikan diri ditengah suasana yang
berbeda.
Demikian juga halnya dalam proses belajar musik, anak seringkali dibiasakan
untuk ikut aktif dalam kegiatan musikal antar budaya, peluang untuk
mengenal ragam musik menjadi lebih luas (Satiadarma, 2004).
f. Cara Kerja Musik sebagai Terapi
Mekanisme cara kerja musik sebagai alat terapi yakni mempengaruhi semua
organ sistem tubuh. Menurut teori Candace Pert bahwa neuropeptida dan
reseptor-reseptor biokimia yang dikeluarkan oleh hypothalamus berhubungan erat
dengan kejadian emosi. Sifat riang/rileks mampu mengurangi kadar kortisol,
epenefrin-norepinefrin, dopa dan hormon pertumbuhan di dalam serum (Nicholas
& Humenick, 2002). Unsur-unsur musik yakni irama, nada dan intensitasnya
masuk ke kanalis auditorius telinga luar yang disalurkan ke tulang-tulang
pendengaran. Musik tersebut akan dihantarkan sampai ke thalamus. Musik
mampu mengaktifkan memori yang tersimpan di limbic dan mempengaruhi
sistem syaraf otonom melalui neurotransmitter yang akan mempengaruhi
hypothalamus lalu ke hipofisis.
Musik yang telah masuk ke kelenjar hipofisis mampu memberikan tanggapan
terhadap emosional melalui feedback negative ke kelenjar adrenal untuk menekan
49
pengeluaran hormon epinefrin, norepinefrin dan dopa yang di sebut hormon
stress. Masalah mental seperti stress berkurang, ketenangan dan menjadi rileks.
g. Rangsangan Terapi Musik terhadap fungsi Otak
Musik memberi rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi pada otak (fungsi ingatan,
belajar, bahasa, berbicara, analisis intelek dan fungsi kecerdasan). Dengan
menikmati musik, gudang ingatan anak semakin lama semakin berkembang,
sehingga daya ingat anak semakin baik (Satiadarma, 2004).
Musik juga dapat berpengaruh untuk:
(1) Merangsang otak secara Fisik
Musik mampu mengaktifkan fungsi fisik otak yang telah mengalami
penurunan akibat adanya ganguan fisik. Ada yang beranggapan bahwa bukan
musik yang memperbaiki kondisi fisik otak, melainkan kondisi fisik otak yang
lebih memungkinkan seseorang untuk belajar musik. Bagian otak yang
berperan dalam fungsi pendengaran dan kemampuan verbal (planum
temporal) dan bagian otak yang berfungsi sebagai lintas transformasi sinyal
dari belahan otak kanan dan belahan otak kiri ( corpus collosum) pada musisi
umumnya lebih besar karena musisi belajar musik relatif lebih lama daripada
orang lain (Rahmawati, 2001).
(2) Merangsang fungsi Kognitif
Fungsi kognitif (nalar) merupakan fungsi yang sangat penting dalam aktifitas
kerja otak. Fungsi kognitif memungkinkan seseorang untuk berfikir,
mengingat, menganalisa, belajar dan melakukan aktifitas mental yang lebih
50
tinggi. Secara umum musik mampu membantu seseorang untuk meningkatkan
konsentrasi, menenangkan pikiran, memberi ketenangan dan membantu
seseorang untuk melakukan motivasi dengan kata lain musik dapat membantu
individu mengembangkan proses mental dan meningkatkan kesadaran
(Satiadarma, 2004).
(3) Merangsang proses Assosiatif
Proses assosiatif adalah salah satu proses berfikir untuk mengaitkan satu hal
dengan hal yang lainya. Musik merangsang kemampuan tumbuh kembangnya
kemampuan assosiatif anak. Lagu anak-anak yang dirancang jangan
menyisipkan kata-kata tertentu merupakan suatu sarana untuk
mengembangkan kemampuan assosiatif anak (Satiadarma, 2004).
(4) Merangsang rekognisi (mengenali kembali)
Proses rekognisi merupakan salah satu proses penting dalam berpikir, proses
ini berlangsung cukup kompleks dan melibatkan ragam fungsi kerja otak.
Pada awalnya rangsang diterima oleh penginderaan dan di sampaikan ke otak
dengan menggunakan sinyal tertentu melintas pada jaringan saraf, kemudian
otak menganalisa sinyal yang dikirimkan oleh penginderaan, mencari
pendengaranya dengan koleksidata yang ada di gudang ingatan (Satiadarma,
2004).
Jika seseorang mendengar alunan musik, saraf indra pendengaran mengirim
sinyal ke otak untuk mengenal alunan musik tersebut. Jika individu pernah
mendengar alunan serupa maka individu yang bersangkutan akan merespon
51
alunan serupa misalnya dengan hentakan kaki, bersiul mengikuti lagu yang
didengarnya (Satiadarma, 2004).
(5) Memperluas gudang ingatan
Berbagai bentuk pengalaman memberikan konstribusi koleksi data dalam
gudang ingatan. Ragam musik juga memberikan kontribusi data di dalam
gudang ingatan, akan tetapi gudang ingatan memiliki keterbatasan jika jumlah
data yang masuk jauh lebih besar dari daya tampung dalam gudang ingatan.
Musik mampu mengubah individu untuk memanggil kembali data lainya
karena adanya proses assosiatif. Banyaknya ragam musik yang direkam dalam
ingatan seseorang memperkaya koleksi ingatan dengan ragam bentuk data
yang terorganisir sehingga individu lebih mampu mengklasifikasikan
kelompok ingatan dan mengaitkanya dengan musik (Satiadarma, 2004).
(6) Merangsang perkembangan bahasa
Dalam bidang pendidikan diberbagai lembaga bahasa, musik serta lagu sering
digunakan untuk membantu parasiswa agar lebih mampu belajar bahasa. Lirik
musik juga mengubah individu untuk memahami kata dan ragam ungkapan
dalam lirik lagu tersebut (Fauzi, 2006).
(7) Merangsang berfikir ritmis
Dalam bidang pendidikan diberbagai lembaga bahasa, musik serta lagu sering
digunakan untuk membantu parasiswa agar lebih mampu belajar bahasa. Lirik
musik juga mengubah individu untuk memahami kata dan ragam ungkapan
dalam lirik lagu tersebut (Fauzi, 2006).
52
15. MUSIK QASIDAH
a. Pengertian qasidah
Pengertian qasidah yang terdapat dalam khazanah kesusasteraan Indonesia mirip
dengan qasidah yang ada dalam sastra Arab. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa qasidah merupakan “bentuk puisi, berasal dari
kesusateraan Arab, bersifat pujian (satire, keagamaan), biasanya dinyanyikan
(dilagukan)” (Tim Penyusun Kamus, 1988:493). Meskipun demikian, istilah
tersebut berbeda dengan istilah yang sama yang terdapat dalam ungkapan “lagu
qasidah” yang umumnya berbahasa Indonesia. Istilah qasidah menurut Ma‟luf dan
Cowan dalam Syihabuddin (1997:16) berasal dari kata qasada yang salah satu
bentuk infinitifnya ialah qasid atau qasidah dan berarti „dimaksudkan‟,
„disengaja‟, dan „ditujukan kepada sesuatu‟. Al-Hasyimi (t.t) dalam Syihabuddin
(1997:16) mengungkapkan bahwa qasidah ialah syair yang larik-larik baitnya
sempurna. Sebuah sya‟ir disebut qasidah karena kesempurnaannya dan kesahihan
wazannya, karena pengungkapnya menjadikannya sebagia hiburan, menghiasinya
dengan kata-kata yang baik dan terpilih; karena qasidah itu diungkapkan dari
hatinya dan perasaannya, bukan dari penalarannya semata.
Sementara itu Nicholson (1962:76-77) menegaskan bahwa pengertian qasidah itu
berpusat pada masalah bentuk struktur, persajakan akhir, dan jumlah baitnya.
Yang mirip dengan Nicholson di atas ialah pendapat Houtsma (1927:952) yang
mengatakan bahwa qasidah merupakan sebuah istilah yang menunjukkan suatu
53
jenis sya‟ir yang sangat panjang. Kata qasidah itu sendiri menunjukkan kepada
fungsinya, yaitu ditujukkan untuk memuji (“madaha”) kabilahnya atau seseorang,
sehingga si penyair beroleh suatu hadiah, atau dimaksudkan untuk mencela suatu
kabilah atau seseorang yang dibencinya. Jadi, qasidah ini dapat berbentuk satire
maupun ode.
Selanjutnya Houtsma dalam Syihabuddin (1997:17) menegaskan bahwa sebuah
qasidah memiliki struktur penceritaan tertentu. Yaitu ia diawali dengan unsur
“nasib” atau “gazal” (kerinduan kepada kekasih, kampung halaman, atau berupa
percintaan). Setelah itu dilanjutkan kepada unsur kedua berupa gambaran
petualangannya dan perjalanannya tatkala pergi menuju kekasihnya dan kampung
halamannya. Pada bagian inilah biasanya si penyair menggambarkan kehebatan
kudanya, untanya, keganasan padang pasir, dan keberaniannya dalam
menghadang bintang buas.
b. Qasidah burdah
Dikutip dalam sebuah penelitian Syihabuddin, 2013 : Analisis Struktur “Qasidah
Burdah”, Intertektualitas, dan fungsinya bagi masyarakat. Qasidah "Burdah"
merupakan salah satu karya sastra Arab Islami yang berbentuk puisi. Qasidah ini
diterima secara utuh oleh sebagian masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan
pesantren. Mereka membacanya, mempelajarinya, dan mengamalkannya, baik
dengan melagukannya maupun dengan membacanya seperti biasa. Hal itu
tergantung pada situasi pemakaiannya. Karena itu, tidaklah mengherankan jika
54
S.O. Robson (1978) berpandangan bahwa pengkajian terhadap karya sastra seperti
itu sangatlah penting karena ia merupakan perbendaharaan pemikiran dan warisan
nenek moyang yang mungkin sangat berguna bagi kehidupan umat manusia pada
zaman sekarang ini. Penelitian tentang qasidah "Burdah" ini merupakan penelitian
sastra Arab Islami yang digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Qasidah "Burdah" merupakan syair pujian kepada Nabi saw. yang digubah oleh
Al-Bushiri. Karya tersebut terdiri atas 160 bait dan setiap baitnya terdiri atas dua
larik yang merupakan kesatuan makna. "Burdah" berarti kain semacam mantel
atau selimut yang terbuat dari wool, berwarna hitam, berbentuk segi empat,
didisain bergaris-garis, dan lazim digunakan oleh orang Arab terutama pada
zaman Rasulullah saw.Qasidah karya Al-Bushiri disebut "Burdah" karena setelah
dia selesai menulisnya dengan tujuan, di antaranya, untuk memperoleh
kesembuhan dari strokenya kemudian menyenandungkannya, tiba-tiba dia lupa
lalu tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi dijumpai oleh Rasulullah saw. Beliau
mengusapkan tangannya yang mulia ke wajah Al-Bushiri sambil memberikan
burdah kepadanya. Sejak itulah dia sembuh dari penyakitnya dan dapat
melanjutkan senandung qasidahnya (Syihabudin, 2013).
Tema-tema qasidah "Burdah" disampaikan untuk mengungkapkan perasaan cinta
Al-Bushiri yang dalam kepada Nabi saw. dalam bentuk untaian pujian. Pujian itu
dimaksudkan agar Al-Bushiri memperoleh syafaat Nabi dan ampunan Allah. Di
samping itu, pujian tersebut dimaksudkan agar para pembaca mengetahui
55
berbagai jenis mukjizat Nabi saw. Kemudian pengetahuan itu diharapkan akan
semakin menambah kecintaan kepadanya, memujinya, dan meneladaninya.
Dengan demikian, qasidah "Burdah" bukan merupakan puisi ketasaufan, namun
sebagai qasidah pujian (madah).
Qasidah "Burdah" memiliki kedudukan sebagai sastra Arab Islami yang
digunakan oleh sebagian masyarakat Arab dan masyarakat Indonesia (ajengan).
Maka fungsi “Burdah” bagi masyaraka Arab Bagi masyarakat Arab yang
mengamalkan "Burdah", karya ini memiliki fungsi manfaat dan hiburan. Fungsi
manfaat itu mencakup aspek agama, spiritual, dan pendidikan. Sehubungan
dengan aspek agama "Burdah" telah diintegrasikan oleh pemakainya ke dalam
rangkaian pengamalan keagamaan. "Burdah dibaca sebagai amalan khusus pada
malam Jum'at, sebagai salah satu unsur dalam kegiatan mengurus mayat, ibadat
haji, shalat, dan ziarah ke pekuburan.
keterkaitan dengan aspek spiritual, "Burdah" difungsikan untuk menyembuhkan
penyakit ruhani, jasmani, dan penolak bala. Pengamalannya diintegrasikan ke
dalam pelaksanaan shalat fardhu atau dikaitkan kepada bilangan dan waktu
tertentu, misalnya hari dan malam Jum'at.Sehubungan dengan aspek pendidikan,
pembacaan "Burdah" difungsikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler bagi para
pelajar dan sebagai salah satu buku ajar dalam bidang akhlak dan sejarah.
56
Di samping untuk memperoleh ketiga manfaat tersebut, pembacaan "Burdah" pun
difungsikan oleh para pembacanya untuk mendapatkan kenikmatan dan hiburan
melalui irama, pilihan kata dan keindahan bahasanya.
16. TEORI KEPERAWATAN SELF CARE DOROTHEA OREM
Keperawatan mandiri (self care) menurut Orem's adalah :"Suatu pelaksanaan
kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu sendiri untuk memenuhi
kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai
dengan keadaan, baik sehat maupun sakit " (Orem's, 1980). Pada dasarnya diyakini
bahwa semua manusia itu mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka
mempunyai hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.
Menurut Orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang
mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu
memenuhi kabutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraannya, oleh
karena itu teori ini dikenal sebagai Self Care (perawatan diri) atau Self Care Defisit
Teori. Orang dewasa dapat merawat diri mereka sendiri, sedangkan bayi, lansia, dan
orang sakit membutuhkan bantuan untuk memenuhi aktivitas Self Care mereka.
Nursing system didesain oleh perawat didasarkan pada kebutuhan self care dan
kemampuan pasien melakukan self care. Jika ada self care defisit, self care agency
dan kebutuhan self care therapeutic maka keperawatan akan diberikan. Nursing
57
agencyadalah suatu properti atau atribut yang lengkap diberikan untuk orang-orang
yang telah didik dan dilatih sebagai perawat yang dapat melakukan, mengetahui dan
membantu orang lain untuk menemukan kebutuhan self care terapeutik mereka,
melalui pelatihan dan pengembangan self care agency.
Orem mengidentifikasi tiga klafisikasi Nursing system yaitu:
1) Wholly Compensatory system
Suatu situasi dimana individu tidak dapat melakukan tindakan self care, dan
menerima self care secara langsung serta ambulasi harus dikontrol dan pergerakan
dimanipulatif atau adanya alasan-alasan medis tertentu. Ada tiga kondisi yang
termasuk dalam kategori ini yaitu; tidak dapat melakukan tindakan self care
misalnya koma, dapat membuat keputusan, observasi atau pilihan tentang self
care tetapi tidak dapat melakukan ambulasi dan pergerakan manipulatif, tidak
mampu membuat keputusan yang tepat tentang self carenya.
2) Partly compensatory nursing system
Suatu situasi dimana antara perawat dan klien melakukan perawatan atau tindakan
lain dan perawat atau pasien mempunyai peran yang besar untuk mengukur
kemampuan melakukan self care
3) Supportive educative system
Pada sistem ini orang dapat membentuk atau dapat belajar membentuk internal
atau external self care tetapi tidak dapat melakukannya tanpa bantuan. Hal ini
juga dikenal dengan supportive developmental system.
Hubungan Model dengan Paradigma Keperawatan yaitu :
58
a) Manusia
Model Orem membahas dengan jelas individu dan berfokus pada diri dan
perawatan diri. Namun demikian, seseorang dianggap paling ekslusif dalam
kontek ini sedangkan kompleksitas perawatan manusia dan tindakan manusia
tidak dipertimbangkan.Dalam hal ini, model tersebut berada dalam kategori
yang didefinisikan sebagai paradigma total, bahwa manusia dianggap sebagai
sejumlah kebutuhan perawatan diri.
b) Lingkungan
Lingkungan juga dibahas dengan jelas dalam model ini. Namun, hal ini
terutama dianggap sebagai situasi tempat terjadinya perawatan diri atau
kurangnya perawatan diri.
c) Sehat dan Sakit
Ide ini juga terdapat dalam model tersebut, namun dibahas dalam kaitannya
dengan perawatan diri. Alasannya bahwa jika individu dalam keadaan sehat
mereka dapat memenuhi sendiri deficit perawatan diri yang mereka alami.
Sebaliknya jika mereka sakit atau cedera, orang tersebut bergeser dari status
agens perawatan diri menjadi status pasien atau penerima asuhan. Penyamaan
sehat dengan perawatan diri dalam hal ini berarti sehat sakit tidak dibahas
dalam konsep yang berbeda. Akan timbul masalah disini jika orang yang sehat
tidak dapat melakukan perawatan untuk dirinya sendiri.
d) Keperawatan
Model ini membahas dengan cara yang jelas dan sistematik sifat dari
keperawatan dan kerangka kerja untuk memberikan asuhan keperawatan.
59
Harus diketahui bahwa hal tersebut ditampilkan dalam bentuk pendekatan
mekanistik berdasarkan pendekatan supportif-edukatif, kompensasi partial,
dan kompensasi total.Pendekatan tersebut merupakan pendekatan langsung
yang dapat ditatalaksanakan.
17. HASIL PENELITIAN TERKAIT
Hasil – hasil penelitian dijadikan acuan pada penelitian ini :
1. Penelitiann Muslamiya Hanas (2015) dengan judul gambaran fungsi kognitif
pada pasien pasca stroke di poliklinik saraf RSUD Arifin Achamad Provinsi
Riau. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross
sectional untuk melihat gambaran fungsi kognitif pada pasien pasca stroke di
bagian poliklinik saraf RSUD Arifin Achmad. Teknik pengambilan sampel
consecutuve sampling sebanyak 41 pasien stroke. Variabel pada penelitian ini
adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis stroke, lama stroke dan
gangguan fungsi kognitif. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
instrumen
Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-INA). Hasil pemeriksaan
fungsi kognitif pasien pasca stroke menunjukan bahwa distribusi frekuensi
fungsi kognitif pada pasien pasca stroke sebagian besar mengalami gangguan
fungsi kognitif yaitu sebanyak 38 orang (92,68%) dan 3 orang (7,32%) tidak
mengalami gangguan fungsi kognitif
60
2. Penelitian Doong Soo Kim, et all (2011), demgan judul effect of music therapy
on mood in stroke patients. Penelitian ini menggunakan desain eksperiment
dengan grup kontrol pre dan post test. Sampel berjumlah 18 orang dengan
pembagian 9 orang kelompok intervensi diperdengarkan musik sebanyak dua
kali seminggu selama satu bulan (8 kali)) dan 9 orang kelompok kontrol tanpa
diberikan terapi musik. Hasil dari penelitian , terapi musik pada klien stroke
berpengaruh terhadap penurunan back depression inventory (BDI) dan back
anxiety inventory (BAI) dibandingkan pada kelompok kontrol klien stroke
(p=0.048).
61
B. KERANGKA TEORI
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Junaidi (2011), Novita (2011)
Non Farmakologi
Jenis Terapi Kognitif :
Terapi Musik
Qasidah
Bermain pazzle
Senam Otak
dll
- Mengobati tekanan
darah tinggi yang
timbul
- Obat Hiperrosmolar,
misalnya : manitol,
gliserol
- Kortikosteroid, bila
diperlukan
Farmakologi
Intervensi
Kerusakan Otak
Mengakibatkan :
Kehilangan motorik
Kehilangan komunikasi
Gangguan persepsi
Kerusakan fungsi kognitif
Faktor Risiko :
Hipertensi
DM
Jantung
TIA
Hiperkolesterole
mia
Infeks
Obesitas
Merokok
Kelainan
Pembuluh darah
otak
Lanjut usia
STROKE
Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Teori Orem :
Wholly Compensantory System
Partially Compensantory System
Supportif Educative system