Upload
dangxuyen
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulis akan menyajikan beberapa kajian teori yang terkait
dengan penelitian yang menjadi landasan acuan analisa, sebagai berikut :
A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran
1. Pengertian Pelanggaran
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak
pidana dibagi atas kejahatan (misdrijve) dan pelanggaran (overtredingen).
Mengenai kejahatan itu sendiri dalam KUHP diatur pada Buku II yaitu
tentang Kejahatan. Sedangkan pelanggaran diatur dalam Buku III yaitu
tentang Pelanggaran. Dalam hukum pidana terdapat dua pandangan
mengenai criteria pembagian tindak pidana kejahatan dan pelanggaran,
yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Menurut pandangan yang bersifat kualitatif didefinisikan bahwa
suatu perbuatan dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang-
undang yang mengatur sebagai tindak pidana. Sedangkan kejahatan bersifat
recht delicten yang berarti suatu yang dipandang sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam
pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Menurut pandangan yang
bersifat kualitatif bahwa terhadap ancaman pidana pelanggaran lebih ringan
dari kejahatan.
13
Perbedaan antara kedua golongan tindak pidana ini (kejahatan dan
pelanggaran) tidak bersifat kualitatif, tetapi hanya kuantitatif, yaitu
kejahatan pada umumnya diancam dengan hukuman yang lebih berat dari
pada pelanggaran dan nampaknya ini didasarkan pada sifat lebih berat dari
kejahatan.8
Apabila pernyataan tersebut diatas dihubungkan dengan kenyataan
praktek yang dilakukan sehari-hari dimana pemberian sanksi terhadap
pelaku kejahatan memang pada umumnya lebih berat dari pada sanksi yang
diberikan kepada pelaku pelanggaran.
Pengertian pelanggaran adalah “overtredingen” atau pelanggaran
berarti suatu perbutan yang melanggar sesuatu dan berhubungan dengan
hukum, berarti tidak lain dari pada perbuatan melawan hukum.9 Namun
pendapat ini terdapat pandangan lain yaitu pendapat dari Bambang
Poernomo10 mengemukakan bahwa pelanggaran adalah politis-on recht dan
kejahatan adalah crimineel-on recht.
Politis-on recht itu merupakan perbuatan yang tidak mentaati
larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. Sedangkan
crimineel-on recht itu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan
hukum. Dari berbagai definisi pelanggaran tersebut diatas maka dapat
disimpulkan bahwa unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut:
8 Bambang, Poernomo, 2002, Dalam Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, hal. 40 9 Wirjono, Prodjodikoro, 2003, Asas-asas Hukum Pidana, Bandung, Refika Aditama, hal. 33 10 Bambang, Poernomo, Loc. Cit.
14
a. Adanya perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan
b. Menimbulkan akibat hukum
Maka dari berbagai pengertian diatas maka dapat mengambil
kesimpulan bahwa pelanggaran adalah suatu perbuatan atau tindakan yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.Berpedoman pada pengertian tentang pelanggaran dan
pengertian lalu lintas diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas adalah suatu perbuatan atau
tindakan yang dilakukan seseorang yang mengemudi kendaraan umum atau
kendaraan bermotor juga pejalan kaki yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan lalu lintas yang berlaku.11
Lalu lintas adalah segala penggunaan jalan umum dengan suatu
pengangkutannya.Pengertian dan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa lalu lintas dalam arti luas adalah setiap hal yang berhubungan dengan
sarana jalan umum sebagai sarana utama untuk tujuan yang ingin dicapai.
Selain dapat ditarik kesimpulan juga pengertian lalu lintas dalam arti sempit
yaitu hubungan antar manusia dengan atau tanpa disertai alat penggerak
dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan jalan sebagai ruang
geraknya.
Ditinjau dari bentuk pelanggaran, dapat dibagi menjadi :
11 Ramdlon Naning, Loc.Cit
15
a. Pelanggaran lalu lintas tidak bergerak (standing violation) misalnya
pelanggaran tanda-tanda larangan parker.
b. Pelanggaran lalu lintas bergerak (moving violation) misalnya
melampaui batas kecepatan, melebihi kapasitas muatan dan
sebagainya.
2. Faktor-faktor Pelanggaran
Pola pikir masyarakat yang praktis dalam berkendara di jalan raya
telah melahirkan masyarakat instan baik saat berkendara maupun diluar
berkendara. Masyarakat instan ini kemudian mendorong lunturnya etika
dalam berkendara di jalan raya termasuk jalan tol, dan menimbulkan
berbagai macam pelanggaran lalu lintas. pelanggaran adalah perbuatan
pidana yang tergolong tidak seberat kejahatan12. Sedangkan menurut kamus
besar bahasa Indonesia Pelanggaran adalah perbuatan atau perkara
melanggar, tindak pidana yang lebih ringan dari pada kejahatan.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran
lalu lintas di jalan termasuk di jalan tol setiap tahunnya. Faktor tersebut
antara lain adanya paradigma berpikir masyarakat instan di zaman modern,
mulai lunturnya sensitivitas dalam berkendara, dan minimnya etika
berkendara untuk tertib, saling menghormati, saling menghargai, sehingga
mengakibatkan semakin tergerusnya rasa kepemilikan akan sesuatu.
Faktor-faktor di atas mempunyai hubungan kausalitas atau sebab akibat
12 Sudarsono, 2005, Kamus Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 344
16
yang saling berkaitan antara satu sama lain. Faktor tersebut dapat
disederhanakan menjadi 3 faktor utama penyebab pelanggaran lalu lintas
yaitu faktor manusia, faktor kendaraan (sepeda motor), dan faktor kondisi
jalan raya13. pencatatan data pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan di
Indonesia belum cukup lengkap untuk bisa dianalisis guna menemukan
sebab musabab kecelakaan lalu lintas sehingga dengan tepat bisa
diupayakan penanggulangannya. Penyebab kecelakaan dapat dapat
dikelompokkan dalam tiga unsur yaitu manusia, jalan, dan kendaraan, tidak
berlebihan bila dikatakatan bahwa hampir semua pelanggaran dan
kecelakaan lalu lintas penyebab utamanya adalah pengendara14. Penyebab
pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas juga dipertegas oleh pernyataan
Hobbs penyebab pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas paling banyak
disebabkan oleh manusia, yang mencakup psikologis manusia, sistim indra
seperti penglihatan dan pendengaran, dan pengetahuan tentang tata cara lalu
lintas. Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam
kecelakaan. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan
pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena
sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun
tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pura-pura tidak tahu.15
13 Suwardjoko Probonagoro Warpani, 2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bandung,
Penerbit ITB, Hal.108 14 Ibid hal. 110 15 Hobbs F.D, 1995, Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Jogjakarta, Gajahmada University Press, hal.
334
17
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem
tidak berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang
mengakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah seharusnya
diganti tetapi tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan
faktor kendaraan sangat berhubungan erat dengan teknologi yang
digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan. Untuk faktor
kendaraan, perawatan dan perbaikan kendaraan sangat diperlukan, di
samping itu adanya kewajiban untuk melakukan pengujian kendaraan
bermotor perlu dilakukan secara teratur.
Faktor terakhir adalah faktor jalan, hal ini berhubungan dengan
kecepatan rencana jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan, ada
tidaknya media jalan, dan jarak pandang serta kondisi permukaan jalan.
Jalan yang rusak atau berlubang sangat membahayakan pemakai jalan
terutama bagi pemakai sepeda motor. Hujan juga mempengaruhi kinerja
kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh dan jalan menjadi
lebih licin. Selain itu, jarak pandang juga terganggu dengan adanya asap
dan kabut, terutama di daerah pegunungan. Hal ini mengakibatkan jarak
pandang menjadi lebih pendek. Faktor jalan juga dipertegas oleh pernyataan
Suwardjoko bahwa kondisi jalan dapat menjadi salah satu sebab terjadinya
pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas seperti jalan rusak, tikungan jalan
yang tajam, tetapi faktor jalan dapat dikurangi dengan rekayasa jalan yang
sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku para pengguna
18
jalan dan mengurangi atau mencegah tindakan yang membahayakan
keselamatan dalam berlalu lintas.16
Di antara ketiga faktor tersebut, faktor manusia merupakan
penyebab pelanggaran lalu lintas yang paling tinggi karena faktor manusia
berkaitan erat dengan etika, tingkah laku, dan cara berkendara di jalan raya
termasuk jalan tol. Bentuk pelanggaran itu sendiri merupakan bagian dari
kelalaian seseorang dalam bertindak dan mengambil keputusan yang
tergesa-gesa. Mereka sering mementingkan diri sendiri tanpa
mementingkan kepentingan umum. Bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas
yang sering dilakukan oleh masyarakat yaitu tidak membawa SIM, STNK,
helm, menerobos lampu merah, memarkir kendaraan sembarangan, dan
sebagainya.
B. Tinjauan Umum Tentang Jalan dan Jalan Tol
1. Definisi Jalan
Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur
penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam
pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah negara, dan fungsi
masyarakat serta dalam memajukan kesejahteraan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional
mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi,
16 Suwardjoko Probonagoro Warpani, 2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bandung,
Penerbit ITB, Hal.115
19
sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan
pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan
pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan
nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta
membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran
pembangunan nasional. Untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana
mestinya, pemerintah mempunyai hak dan kewajiban menyelenggarakan
jalan. Agar penyelenggaraan jalan dapat dilaksanakan secara berdaya guna
dan berhasil guna diperlukan keterlibatan masyarakat.
2. Definisi Jalan Tol
Definisi jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem
jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunaanya diwajibkan
membayar tol17.
Tol merupakan sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk
penggunaan jalan tol. Besarnya tarif tol berbeda untuk setiap golongan
kendaraan dan ketentuan tersebut telah ditetapkan berdasarkan keputusan
presiden. Sedangkan ruas jalan tol adalah bagian atau penggal dari jalan
tol tertentu yang pengusahaannya dapat dilakukan oleh badan usaha
tertentu.
Penyelenggaraan jalan tol dimaksudkan untuk mewujudkan
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta keseimbangan dalam
17 Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
20
pengembangan wilayah dengan memperhatikan keadilan yang dapat
dicapai dengan membina jaringan jalan yang dananya berasal dari
pengguna jalan. Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan efesiensi
pelayanan jasa distribusi, guna menunjang peningkatan pertumbuhan
ekonomi terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya.
Wewenang penyelenggaraan jalan tol berada pada pemerintah. Sebagian
wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol yang berkaitan
dengan pengaturan, pengusahaan dan pengawasan badan usaha
dilaksanakan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Berdasarkan Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI Tahun 1997) dijelaskan mengenai
definisi jalan tol sebagai jalan untuk lalu lintas menerus dengan
pengendalian jalan masuk secara penuh, baik merupakan jalan terbagi
ataupun tak-terbagi. Adapun tipe jalan tol yaitu dua-lajur dua-arah tak
terbagi (2/2 UD), empat-lajur dua-arah terbagi (4/2 D) dan jalan tol terbagi
dengan lebih dari empat lajur.
Jalan bebas hambatan yang dikenal dengan jalan tol memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan jalan biasa/jalan non-tol. Beberapa
kelebihan ini meliputi18:
a. Berkurangnya waktu tempuh jika dibandingkan pada jalan non-tol.
Saat melewati persimpangan, pengguna jalan diharuskan berhenti dan
18 http://bpjt.pu.go.id/konten/jalan-tol (situs resmi Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT))
21
menunggu. Sehingga kondisi tersebut menyebabkan banyak waktu
yang terbuang.
b. Pertimbangan keselamatan lalu-lintas diprioritaskan. Tingkat
kecelakan pada jalan tol dipengaruhi oleh faktor geometrik jalan.
Sebagai contoh, dengan pelebaran lajur, pelebaran bahu jalan,
tersedianya lajur pendakian dan pemisah tengah (median) dapat
mengurangi tingkat kecelakaan lalu-lintas.
c. Penghematan biaya operasi, konsumsi bahan bakar, polusi udara dan
kebisingan. Pengoperasian kendaraan yang lebih halus dan
penghentian kendaraan sesedikit mungkin dapat mengurangi
konsumsi bahan bakar sertaoperasi lainnya. Berkurangnya konsumsi
bahan bakar selanjutnya mengurangi polusi udara
d. Kendaraan dapat bergerak tanpa rintangan sepanjang waktu tanpa
terhalang akibat adanya persimpangan atau perpotongan sebidang
dengan jalan non tol.
3. Syarat-Syarat Jalan Tol
Persyaratan jalan tol secara umum menyatakan bahwa jalan tol
sebagai jalan lintas alternatif dari ruas jalan umum yang ada (sekurang-
kurangnya mempunyai fungsi arteri atau kolektor). Namun jalan tol dapat
tidak merupakan lintas alternatif jika pada kawasan yang bersangkutan
22
belum ada jalan umum dan diperlukan untuk mengembangkan kawasan
tertentu. Selain itu diperlukan adanya persyaratan teknis sebagai berikut19:
a. Jalan tol mempunyai tingkat pelayanan keamanan dan
kenyamanan yang lebih tinggi dari jalan umum yang ada dan dapat
melayani arus lalu-lintas jarak jauh dengan mobilitas tinggi.
b. Jalan tol yang digunakan untuk lalu lintas antar kota didesain
berdasarkan kecepatan rencana minimum 80 km/jam dan untuk
jalan tol di wilayah perkotaan didesain dengan kecepatan rencana
minimum 60 km/jam.
c. Jalan tol didesain untuk mampu menahan muatan sumbu terberat
(MST) paling rendah 8 ton.
d. Setiap ruas jalan tol harus dilakukan pemagaran dan dilengkapi
dengan fasilitas penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau
terowongan.
e. Pada tempat-tempat yang dapat membahayakan pengguna jalan
tol, harus diberi bangunan pengaman yang mempunyai kekuatan
dan struktur yang dapat menyerap energi benturan kendaraan.
f. Setiap jalan tol wajib dilengkapi dengan aturan perintah dan
larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas, marka jalan
dan atau alat pemberi isyarat lalu lintas.
19PP No. 15 Tahun 2005
23
g. Pada setiap jalan tol harus tersedia sarana komunikasi, sarana
deteksi pengamanan lain.
h. Pada jalan tol antar kota harus tersedia tempat istirahat dan
pelayanan untuk kepentingan pengguna jalan tol. Disediakan
paling sedikit satu untuk setiap jarak 50 km pada setiap jurusan.
Jalan tol harus mempunyai spesifikasi :
a. Tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau
dengan\prasarana transportasi lainnya.
b. Jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi
secara efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus
terkendali secara penuh.
c. Jarak antarsimpang susun, paling rendah 5 km untuk jalan tol
luar perkotaan dan paling rendah 2 km untuk jalan tol dalam
perkotaan
d. Jumlah lajur sekurang-kurangnya 2 lajur per arah.
e. Menggunakan pemisah tengah atau median dan lebar bahu jalan
sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalan lalu-lintas
sementara dalam keadaan darurat.
C. Pengaturan Tentang Jalan Tol dalam Peraturan Perundang-undangan
Indonesia
1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
Pasal 43
(1) Jalan tol diselenggarakan untuk:
24
a. memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang;
b. meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan
jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi;
c. meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna
jalan; dan
d. meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.
(2) Pengusahaan jalan tol dilakukan oleh Pemerintah dan/atau badan usaha yang
memenuhi persyaratan.
(3) Pengguna jalan tol dikenakan kewajiban membayar tol yang digunakan untuk
pengembalian investasi, pemeliharaaan, dan pengembangan jalan tol.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.
Pasal 44
(1) Jalan tol sebagai bagian dari sistem jaringan jalan umum merupakan lintas
alternatif.
(2) Dalam keadaan tertentu, jalan tol dapat tidak merupakan lintas alternatif.
(3) Jalan tol harus mempunyai spesifikasi dan pelayanan yang lebih tinggi
daripada jalan umum yang ada.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai spesifikasi dan pelayanan jalan tol
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.
Pada bunyi ayat (2) diatas dapat diambil ditarik makna bahwa yang
dimaksud dengan keadaan tertentu adalah kondisi pada saat jalan umum
25
belum ada, sementara untuk keperluan pengembangan kawasan tertentu
diperlukan jalan tol.20
Sedangkan pada ayat (3) yang dimaksud dengan spesifikasi yang lebih
tinggi adalah spesifikasi jalan bebas hambatan, antara lain, tidak ada
persimpangan sebidang, jalan keluar atau jalan masuk (akses) dikendalikan
secara penuh, dan kecepatan rencana (design speed) tinggi.21
Pasal 63
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan
terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 18 (delapan belas) bulan atau denda paling banyak Rp
1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan
terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan. yang mengakibatkan
terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasanjalan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling
20 Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan Pasal 44 21 Ibid.
26
lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penyelenggaraan
jalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
(5) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pengusahaan jalan tol
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp
15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(6) Setiap orang selain pengguna jalan tol dan petugas jalan tol yang dengan
sengaja memasuki jalan tol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 14 (empat belas) hari atau denda paling
banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang
Jalan Tol
Pasal 1
(2) Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.
Pasal 42
Di sepanjang jalan tol, dilarang membuang benda apapun, baik disengaja
maupun tidak disengaja.
27
D. Tinjauan Umum Tentang Penegak Hukum
Menurut pakar hukum Indonesia Jimly Asshiddiqie dalam bukunya
yang berjudul “Penegakan Hukum”, definisi dari Penegak Hukum mencakup
pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak
hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses
tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim,
dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup
pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait
dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya
pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana. Dalam proses bekerjanya
aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhi,
yaitu:
1) Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan
prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;
2) Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai
kesejahteraan aparatnya, dan
3) Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya
maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja,
baik hukum materielnya maupun hukum acaranya.
Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul "Faktor-
faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum" penegak hukum yang dalam
28
hal ini adalah pihak kepolisian harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan
pengertian dari golongan sasaran yaitu masyarakat, dan mampu membawakan
atau menjalankan peranan yang dapat diterima masyarakat. Golongan panutan
atau penegak hukum pun dituntut agar dapat memanfaatkan unsur-unsur pola
tradisional tertentu, sehingga mengairahkan partisipasi dari golongan sasaran
atau masyarakat luas.Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu dan
lingkungan yang tepat di dalam memperkenalkan norma-norma atau kaidah-
kaidah hukum yang baru, serta memberikan keteladanan yang baik.