17
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menyajikan beberapa kajian teori yang terkait dengan penelitian yang menjadi landasan acuan analisa, sebagai berikut : A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran 1. Pengertian Pelanggaran Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana dibagi atas kejahatan (misdrijve) dan pelanggaran (overtredingen). Mengenai kejahatan itu sendiri dalam KUHP diatur pada Buku II yaitu tentang Kejahatan. Sedangkan pelanggaran diatur dalam Buku III yaitu tentang Pelanggaran. Dalam hukum pidana terdapat dua pandangan mengenai criteria pembagian tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif didefinisikan bahwa suatu perbuatan dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang- undang yang mengatur sebagai tindak pidana. Sedangkan kejahatan bersifat recht delicten yang berarti suatu yang dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif bahwa terhadap ancaman pidana pelanggaran lebih ringan dari kejahatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/45475/3/BAB II.pdf12 BAB II . TINJAUAN PUSTAKA . Pada bab ini, penulis akan menyajikan beberapa kajian teori yang

Embed Size (px)

Citation preview

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, penulis akan menyajikan beberapa kajian teori yang terkait

dengan penelitian yang menjadi landasan acuan analisa, sebagai berikut :

A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran

1. Pengertian Pelanggaran

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak

pidana dibagi atas kejahatan (misdrijve) dan pelanggaran (overtredingen).

Mengenai kejahatan itu sendiri dalam KUHP diatur pada Buku II yaitu

tentang Kejahatan. Sedangkan pelanggaran diatur dalam Buku III yaitu

tentang Pelanggaran. Dalam hukum pidana terdapat dua pandangan

mengenai criteria pembagian tindak pidana kejahatan dan pelanggaran,

yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif.

Menurut pandangan yang bersifat kualitatif didefinisikan bahwa

suatu perbuatan dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang-

undang yang mengatur sebagai tindak pidana. Sedangkan kejahatan bersifat

recht delicten yang berarti suatu yang dipandang sebagai perbuatan yang

bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam

pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Menurut pandangan yang

bersifat kualitatif bahwa terhadap ancaman pidana pelanggaran lebih ringan

dari kejahatan.

13

Perbedaan antara kedua golongan tindak pidana ini (kejahatan dan

pelanggaran) tidak bersifat kualitatif, tetapi hanya kuantitatif, yaitu

kejahatan pada umumnya diancam dengan hukuman yang lebih berat dari

pada pelanggaran dan nampaknya ini didasarkan pada sifat lebih berat dari

kejahatan.8

Apabila pernyataan tersebut diatas dihubungkan dengan kenyataan

praktek yang dilakukan sehari-hari dimana pemberian sanksi terhadap

pelaku kejahatan memang pada umumnya lebih berat dari pada sanksi yang

diberikan kepada pelaku pelanggaran.

Pengertian pelanggaran adalah “overtredingen” atau pelanggaran

berarti suatu perbutan yang melanggar sesuatu dan berhubungan dengan

hukum, berarti tidak lain dari pada perbuatan melawan hukum.9 Namun

pendapat ini terdapat pandangan lain yaitu pendapat dari Bambang

Poernomo10 mengemukakan bahwa pelanggaran adalah politis-on recht dan

kejahatan adalah crimineel-on recht.

Politis-on recht itu merupakan perbuatan yang tidak mentaati

larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. Sedangkan

crimineel-on recht itu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan

hukum. Dari berbagai definisi pelanggaran tersebut diatas maka dapat

disimpulkan bahwa unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut:

8 Bambang, Poernomo, 2002, Dalam Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, hal. 40 9 Wirjono, Prodjodikoro, 2003, Asas-asas Hukum Pidana, Bandung, Refika Aditama, hal. 33 10 Bambang, Poernomo, Loc. Cit.

14

a. Adanya perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan

b. Menimbulkan akibat hukum

Maka dari berbagai pengertian diatas maka dapat mengambil

kesimpulan bahwa pelanggaran adalah suatu perbuatan atau tindakan yang

bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.Berpedoman pada pengertian tentang pelanggaran dan

pengertian lalu lintas diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang

dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas adalah suatu perbuatan atau

tindakan yang dilakukan seseorang yang mengemudi kendaraan umum atau

kendaraan bermotor juga pejalan kaki yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan lalu lintas yang berlaku.11

Lalu lintas adalah segala penggunaan jalan umum dengan suatu

pengangkutannya.Pengertian dan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan

bahwa lalu lintas dalam arti luas adalah setiap hal yang berhubungan dengan

sarana jalan umum sebagai sarana utama untuk tujuan yang ingin dicapai.

Selain dapat ditarik kesimpulan juga pengertian lalu lintas dalam arti sempit

yaitu hubungan antar manusia dengan atau tanpa disertai alat penggerak

dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan jalan sebagai ruang

geraknya.

Ditinjau dari bentuk pelanggaran, dapat dibagi menjadi :

11 Ramdlon Naning, Loc.Cit

15

a. Pelanggaran lalu lintas tidak bergerak (standing violation) misalnya

pelanggaran tanda-tanda larangan parker.

b. Pelanggaran lalu lintas bergerak (moving violation) misalnya

melampaui batas kecepatan, melebihi kapasitas muatan dan

sebagainya.

2. Faktor-faktor Pelanggaran

Pola pikir masyarakat yang praktis dalam berkendara di jalan raya

telah melahirkan masyarakat instan baik saat berkendara maupun diluar

berkendara. Masyarakat instan ini kemudian mendorong lunturnya etika

dalam berkendara di jalan raya termasuk jalan tol, dan menimbulkan

berbagai macam pelanggaran lalu lintas. pelanggaran adalah perbuatan

pidana yang tergolong tidak seberat kejahatan12. Sedangkan menurut kamus

besar bahasa Indonesia Pelanggaran adalah perbuatan atau perkara

melanggar, tindak pidana yang lebih ringan dari pada kejahatan.

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran

lalu lintas di jalan termasuk di jalan tol setiap tahunnya. Faktor tersebut

antara lain adanya paradigma berpikir masyarakat instan di zaman modern,

mulai lunturnya sensitivitas dalam berkendara, dan minimnya etika

berkendara untuk tertib, saling menghormati, saling menghargai, sehingga

mengakibatkan semakin tergerusnya rasa kepemilikan akan sesuatu.

Faktor-faktor di atas mempunyai hubungan kausalitas atau sebab akibat

12 Sudarsono, 2005, Kamus Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 344

16

yang saling berkaitan antara satu sama lain. Faktor tersebut dapat

disederhanakan menjadi 3 faktor utama penyebab pelanggaran lalu lintas

yaitu faktor manusia, faktor kendaraan (sepeda motor), dan faktor kondisi

jalan raya13. pencatatan data pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan di

Indonesia belum cukup lengkap untuk bisa dianalisis guna menemukan

sebab musabab kecelakaan lalu lintas sehingga dengan tepat bisa

diupayakan penanggulangannya. Penyebab kecelakaan dapat dapat

dikelompokkan dalam tiga unsur yaitu manusia, jalan, dan kendaraan, tidak

berlebihan bila dikatakatan bahwa hampir semua pelanggaran dan

kecelakaan lalu lintas penyebab utamanya adalah pengendara14. Penyebab

pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas juga dipertegas oleh pernyataan

Hobbs penyebab pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas paling banyak

disebabkan oleh manusia, yang mencakup psikologis manusia, sistim indra

seperti penglihatan dan pendengaran, dan pengetahuan tentang tata cara lalu

lintas. Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam

kecelakaan. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan

pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena

sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun

tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pura-pura tidak tahu.15

13 Suwardjoko Probonagoro Warpani, 2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bandung,

Penerbit ITB, Hal.108 14 Ibid hal. 110 15 Hobbs F.D, 1995, Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Jogjakarta, Gajahmada University Press, hal.

334

17

Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem

tidak berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang

mengakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah seharusnya

diganti tetapi tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan

faktor kendaraan sangat berhubungan erat dengan teknologi yang

digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan. Untuk faktor

kendaraan, perawatan dan perbaikan kendaraan sangat diperlukan, di

samping itu adanya kewajiban untuk melakukan pengujian kendaraan

bermotor perlu dilakukan secara teratur.

Faktor terakhir adalah faktor jalan, hal ini berhubungan dengan

kecepatan rencana jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan, ada

tidaknya media jalan, dan jarak pandang serta kondisi permukaan jalan.

Jalan yang rusak atau berlubang sangat membahayakan pemakai jalan

terutama bagi pemakai sepeda motor. Hujan juga mempengaruhi kinerja

kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh dan jalan menjadi

lebih licin. Selain itu, jarak pandang juga terganggu dengan adanya asap

dan kabut, terutama di daerah pegunungan. Hal ini mengakibatkan jarak

pandang menjadi lebih pendek. Faktor jalan juga dipertegas oleh pernyataan

Suwardjoko bahwa kondisi jalan dapat menjadi salah satu sebab terjadinya

pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas seperti jalan rusak, tikungan jalan

yang tajam, tetapi faktor jalan dapat dikurangi dengan rekayasa jalan yang

sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku para pengguna

18

jalan dan mengurangi atau mencegah tindakan yang membahayakan

keselamatan dalam berlalu lintas.16

Di antara ketiga faktor tersebut, faktor manusia merupakan

penyebab pelanggaran lalu lintas yang paling tinggi karena faktor manusia

berkaitan erat dengan etika, tingkah laku, dan cara berkendara di jalan raya

termasuk jalan tol. Bentuk pelanggaran itu sendiri merupakan bagian dari

kelalaian seseorang dalam bertindak dan mengambil keputusan yang

tergesa-gesa. Mereka sering mementingkan diri sendiri tanpa

mementingkan kepentingan umum. Bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas

yang sering dilakukan oleh masyarakat yaitu tidak membawa SIM, STNK,

helm, menerobos lampu merah, memarkir kendaraan sembarangan, dan

sebagainya.

B. Tinjauan Umum Tentang Jalan dan Jalan Tol

1. Definisi Jalan

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur

penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam

pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah negara, dan fungsi

masyarakat serta dalam memajukan kesejahteraan umum sebagaimana

dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional

mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi,

16 Suwardjoko Probonagoro Warpani, 2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bandung,

Penerbit ITB, Hal.115

19

sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan

pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan

pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan

nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta

membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran

pembangunan nasional. Untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana

mestinya, pemerintah mempunyai hak dan kewajiban menyelenggarakan

jalan. Agar penyelenggaraan jalan dapat dilaksanakan secara berdaya guna

dan berhasil guna diperlukan keterlibatan masyarakat.

2. Definisi Jalan Tol

Definisi jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem

jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunaanya diwajibkan

membayar tol17.

Tol merupakan sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk

penggunaan jalan tol. Besarnya tarif tol berbeda untuk setiap golongan

kendaraan dan ketentuan tersebut telah ditetapkan berdasarkan keputusan

presiden. Sedangkan ruas jalan tol adalah bagian atau penggal dari jalan

tol tertentu yang pengusahaannya dapat dilakukan oleh badan usaha

tertentu.

Penyelenggaraan jalan tol dimaksudkan untuk mewujudkan

pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta keseimbangan dalam

17 Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol

20

pengembangan wilayah dengan memperhatikan keadilan yang dapat

dicapai dengan membina jaringan jalan yang dananya berasal dari

pengguna jalan. Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan efesiensi

pelayanan jasa distribusi, guna menunjang peningkatan pertumbuhan

ekonomi terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya.

Wewenang penyelenggaraan jalan tol berada pada pemerintah. Sebagian

wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol yang berkaitan

dengan pengaturan, pengusahaan dan pengawasan badan usaha

dilaksanakan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Berdasarkan Manual

Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI Tahun 1997) dijelaskan mengenai

definisi jalan tol sebagai jalan untuk lalu lintas menerus dengan

pengendalian jalan masuk secara penuh, baik merupakan jalan terbagi

ataupun tak-terbagi. Adapun tipe jalan tol yaitu dua-lajur dua-arah tak

terbagi (2/2 UD), empat-lajur dua-arah terbagi (4/2 D) dan jalan tol terbagi

dengan lebih dari empat lajur.

Jalan bebas hambatan yang dikenal dengan jalan tol memiliki

beberapa kelebihan dibandingkan jalan biasa/jalan non-tol. Beberapa

kelebihan ini meliputi18:

a. Berkurangnya waktu tempuh jika dibandingkan pada jalan non-tol.

Saat melewati persimpangan, pengguna jalan diharuskan berhenti dan

18 http://bpjt.pu.go.id/konten/jalan-tol (situs resmi Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT))

21

menunggu. Sehingga kondisi tersebut menyebabkan banyak waktu

yang terbuang.

b. Pertimbangan keselamatan lalu-lintas diprioritaskan. Tingkat

kecelakan pada jalan tol dipengaruhi oleh faktor geometrik jalan.

Sebagai contoh, dengan pelebaran lajur, pelebaran bahu jalan,

tersedianya lajur pendakian dan pemisah tengah (median) dapat

mengurangi tingkat kecelakaan lalu-lintas.

c. Penghematan biaya operasi, konsumsi bahan bakar, polusi udara dan

kebisingan. Pengoperasian kendaraan yang lebih halus dan

penghentian kendaraan sesedikit mungkin dapat mengurangi

konsumsi bahan bakar sertaoperasi lainnya. Berkurangnya konsumsi

bahan bakar selanjutnya mengurangi polusi udara

d. Kendaraan dapat bergerak tanpa rintangan sepanjang waktu tanpa

terhalang akibat adanya persimpangan atau perpotongan sebidang

dengan jalan non tol.

3. Syarat-Syarat Jalan Tol

Persyaratan jalan tol secara umum menyatakan bahwa jalan tol

sebagai jalan lintas alternatif dari ruas jalan umum yang ada (sekurang-

kurangnya mempunyai fungsi arteri atau kolektor). Namun jalan tol dapat

tidak merupakan lintas alternatif jika pada kawasan yang bersangkutan

22

belum ada jalan umum dan diperlukan untuk mengembangkan kawasan

tertentu. Selain itu diperlukan adanya persyaratan teknis sebagai berikut19:

a. Jalan tol mempunyai tingkat pelayanan keamanan dan

kenyamanan yang lebih tinggi dari jalan umum yang ada dan dapat

melayani arus lalu-lintas jarak jauh dengan mobilitas tinggi.

b. Jalan tol yang digunakan untuk lalu lintas antar kota didesain

berdasarkan kecepatan rencana minimum 80 km/jam dan untuk

jalan tol di wilayah perkotaan didesain dengan kecepatan rencana

minimum 60 km/jam.

c. Jalan tol didesain untuk mampu menahan muatan sumbu terberat

(MST) paling rendah 8 ton.

d. Setiap ruas jalan tol harus dilakukan pemagaran dan dilengkapi

dengan fasilitas penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau

terowongan.

e. Pada tempat-tempat yang dapat membahayakan pengguna jalan

tol, harus diberi bangunan pengaman yang mempunyai kekuatan

dan struktur yang dapat menyerap energi benturan kendaraan.

f. Setiap jalan tol wajib dilengkapi dengan aturan perintah dan

larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas, marka jalan

dan atau alat pemberi isyarat lalu lintas.

19PP No. 15 Tahun 2005

23

g. Pada setiap jalan tol harus tersedia sarana komunikasi, sarana

deteksi pengamanan lain.

h. Pada jalan tol antar kota harus tersedia tempat istirahat dan

pelayanan untuk kepentingan pengguna jalan tol. Disediakan

paling sedikit satu untuk setiap jarak 50 km pada setiap jurusan.

Jalan tol harus mempunyai spesifikasi :

a. Tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau

dengan\prasarana transportasi lainnya.

b. Jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi

secara efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus

terkendali secara penuh.

c. Jarak antarsimpang susun, paling rendah 5 km untuk jalan tol

luar perkotaan dan paling rendah 2 km untuk jalan tol dalam

perkotaan

d. Jumlah lajur sekurang-kurangnya 2 lajur per arah.

e. Menggunakan pemisah tengah atau median dan lebar bahu jalan

sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalan lalu-lintas

sementara dalam keadaan darurat.

C. Pengaturan Tentang Jalan Tol dalam Peraturan Perundang-undangan

Indonesia

1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

Pasal 43

(1) Jalan tol diselenggarakan untuk:

24

a. memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang;

b. meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan

jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi;

c. meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna

jalan; dan

d. meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.

(2) Pengusahaan jalan tol dilakukan oleh Pemerintah dan/atau badan usaha yang

memenuhi persyaratan.

(3) Pengguna jalan tol dikenakan kewajiban membayar tol yang digunakan untuk

pengembalian investasi, pemeliharaaan, dan pengembangan jalan tol.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

Pasal 44

(1) Jalan tol sebagai bagian dari sistem jaringan jalan umum merupakan lintas

alternatif.

(2) Dalam keadaan tertentu, jalan tol dapat tidak merupakan lintas alternatif.

(3) Jalan tol harus mempunyai spesifikasi dan pelayanan yang lebih tinggi

daripada jalan umum yang ada.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai spesifikasi dan pelayanan jalan tol

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

Pada bunyi ayat (2) diatas dapat diambil ditarik makna bahwa yang

dimaksud dengan keadaan tertentu adalah kondisi pada saat jalan umum

25

belum ada, sementara untuk keperluan pengembangan kawasan tertentu

diperlukan jalan tol.20

Sedangkan pada ayat (3) yang dimaksud dengan spesifikasi yang lebih

tinggi adalah spesifikasi jalan bebas hambatan, antara lain, tidak ada

persimpangan sebidang, jalan keluar atau jalan masuk (akses) dikendalikan

secara penuh, dan kecepatan rencana (design speed) tinggi.21

Pasal 63

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan

terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling

lama 18 (delapan belas) bulan atau denda paling banyak Rp

1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan

terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling

lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan. yang mengakibatkan

terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasanjalan, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling

20 Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan Pasal 44 21 Ibid.

26

lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus

juta rupiah).

(4) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penyelenggaraan

jalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00

(dua miliar rupiah).

(5) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pengusahaan jalan tol

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp

15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

(6) Setiap orang selain pengguna jalan tol dan petugas jalan tol yang dengan

sengaja memasuki jalan tol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 14 (empat belas) hari atau denda paling

banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang

Jalan Tol

Pasal 1

(2) Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan

dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.

Pasal 42

Di sepanjang jalan tol, dilarang membuang benda apapun, baik disengaja

maupun tidak disengaja.

27

D. Tinjauan Umum Tentang Penegak Hukum

Menurut pakar hukum Indonesia Jimly Asshiddiqie dalam bukunya

yang berjudul “Penegakan Hukum”, definisi dari Penegak Hukum mencakup

pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak

hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses

tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim,

dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup

pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait

dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya

pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana. Dalam proses bekerjanya

aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhi,

yaitu:

1) Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan

prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;

2) Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai

kesejahteraan aparatnya, dan

3) Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya

maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja,

baik hukum materielnya maupun hukum acaranya.

Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul "Faktor-

faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum" penegak hukum yang dalam

28

hal ini adalah pihak kepolisian harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan

pengertian dari golongan sasaran yaitu masyarakat, dan mampu membawakan

atau menjalankan peranan yang dapat diterima masyarakat. Golongan panutan

atau penegak hukum pun dituntut agar dapat memanfaatkan unsur-unsur pola

tradisional tertentu, sehingga mengairahkan partisipasi dari golongan sasaran

atau masyarakat luas.Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu dan

lingkungan yang tepat di dalam memperkenalkan norma-norma atau kaidah-

kaidah hukum yang baru, serta memberikan keteladanan yang baik.