Upload
nguyenkhue
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Lalu Lintas dan Angkuan Jalan
`Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.4 Bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan,
Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya, yang mana pengertian lalu
lintas itu sendiri di atur di dalam UU lalu lintas dan angkutan jalan khusunya
Pasal 1 ayat (1). Untuk lalu lintas itu sendiri terbagi atas Laut, darat dan
udara. Lalu lintas sendiri merupakan suatu sarana transportasi yang di lalui
bermacam-macam jenis kendaraan, baik itu kendaraan bermesin roda dua
atau beroda empat pada umumnya dan kendaraan yang tidak bermesin contohnya
sepeda, becak dan lain-lain.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi
nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan
keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan
Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan
pengembangan wilayah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan adalah merupakan suatu dasar hukum terhadap
4 Undang-undang No.22 Tahun 2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bab I, Pasal I.
7
pemberlakuan Kegiatan lalu lintas ini, dimana makin lama makin berkembang
dan meningkat sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang
terus meningkat. Kalau ditinjau lebih lanjut tingkah laku lalu lintas ini
ternyata merupakan suatu hasil kerja gabungan antara manusia, kendaraan
dan jaringan jalan.
Lalu Lintas adalah gerak kendraan dan orang diruang lalu lintas jalan.5
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan :
1) Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan angkutan jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangasa, serta mampu menjunjung
tinggi martabat bangsa.
2) Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.
3) Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Lalu lintas adalah pergerakkan kendaraan, orang dan hewan di jalan.
Pergerakkan tersebut dikendalikan oleh seseorang menggunakan akal sehat. Orang
yang kurang akal sehatnya mengemudikan kenderaan dijalan, akan
mengakibatkan bahaya bagi pemakai jalan yang lain. Demikian juga hewan
dijalan tanpa dikendalikan oleh seseorang yang sehat akalnya akan
membahayakan pemakai jalan yang lain.6
5 Direktorat Lalu Lintas Polri, Ditlantas Polri, Paduan Praktis Berlalu Lintas,2009 Hlm.126 Adib Bahari, Tanya Jawab Aturan Wajib Berlalu Lintas, Pustaka Yustisia,Jakarta,2010,Hlm.28
8
2.2. Tata cara berlalu lintas antara lain :7
2.2.1. Ketertiban dan keselamatan
a.Setiap orang yang menggunakan jalan wajib :
1) Berprilaku tertib dan / atau
2) Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan
keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat
menimbulkan kerusakan jalan.
b. Setiap pengemudi kendraan bermotor dijalan wajib mematuhi ketentuan:
1) Rambu–rambu Lalu Lintas
2) Marka jalan
3) Alat Pemberi Isyarat
4) Gerakan Lalu Lintas
5) Berhenti dan Parkir
6) Peringatan dengan bunyi dan sinar.
7) Kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau
8) Tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendraan lain.
c. Pada saat diadakan pemeriksaan kendraan bermotor dijalan penegemudi
kendaraan bermotor wajib menunujukkan :
1) STNK atau STCK
2) SIM
3) Bukti lulus uji berkala;dan/atau
7 Direktorat Lalu Lintas Polri,Op.Cit,Hlm.3
9
4) Tanda bukti lain yang sah
d. Setiap pengemudi kendraan bermotor roda empat atau lebih dijalan dan
penumpang yang duduk disampingnya wajib mengenakan sabuk
keselamatan.
e. Setiap pengemudi kendraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak
dilengkapi dengan rumah–rumah dijalan dan penumpang yang duduk
disampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan
sabuk Keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar
Nasional Indonesia.
f. Setiap orang yang mengendarai dan penumpang sepeda motor wajib
menegenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.
g. Pengendara sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa
penumpang lebih dari 1 (satu) Orang.
Hal yang berhubungan dengan keselamatan pada malam hari tentu diatur
dengan penjelasan pasal terhadap Penggunaan Lampu
1. Pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama
kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada
kondisi tertentu.
2. Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud diatas wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
Sebagai penunjang dalam berlalu lintas adalah Jalur atau Lajur
a) Dalam berlalu lintas Pengguna jalan harus menggunakan jalur jalan
sebelah kiri
10
b) Pengguna jalan selain jalur sebelah kiri hanya dapat dilakukan apabila:
1) Pengemudi bermaksud akan melewati kendaraan didepannya; atau
2) Diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
untuk digunakan sementara sebagai jalur kiri.
c) Sepeda motor, kendaraan bermotor yang kecepatannya lebih rendah,
mobil barang, dan kendaraan tidak bermotor berada pada lajur kiri
jalan.
d) Jalur kanan hanya diperuntungkkan bagi kendaraan kecepatan lebih
tinggi,akan membelok, mengubah arah, atau mendahului kendaraan
lain.
Berkendaraan tentunya harus patuh pada tata cara melewati berdasarkan
amanat Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan, antara lain:
a) Pengemudi kendaraan bermotor yang akan melewati kendaraan lain harus
menggunakan lajur atau jalur sebelah kanan dan kendaraan yang akan
dilewati, mempunyai jarang pandang yang bebas dan tersedia ruang yang
cukup bagi kendaraan yang akan dilewati.
b) Dalam keadaan tertentu, pengemudi dapat menggunakan lajur jalan
sebelah kiri dengan tetap memperthatikan keamanan dan keselamatan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
Tentunya pengaturan-pengaturannya terutama mengenai berlalu lintas
berpapasan, antara lain :
11
1. Pengemudi yang berpapasan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan
pada jalan dua arah yang tidak dipisahkan secara jelas wajib memberikan
ruang gerak yang cukup di sebelah kanan kendaraan.
2. Pengemudi sebagaimana dimaksud jika terhalang oleh suatu rintangan
atau pengguna jalan lain di depannya wajib mendahulukan kendaraan
yang datang dari arah berlawanan.
3. Apabila kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat akan
menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan, pengemdui
sebagaimana dimaksud dilarang melewati kendaraan tersebut.
Begitu pula proses dengan tanjakan dan turunan adalah Pada saat
jalan yang menanjak atau menurun yang tidak memungkinkan bagi
kendaraan untuk saling berpapasan, pengemudi kendaraan yang arahnya
menurun wajib memberikan kesempatan jalan kepada kendaraan yang
mendaki.
Dalam hal belokan dan turunan tentunya didasarkan pada aturan yang
berlaku:
1. Pengemudi kendaraan yang akan berbelok atau balik arah wajib
mengamati situasi lalu lintas di depan, disamping dan dibelakang
kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau
isyarat tangan.
2. Pengemudi kendaraan yang akan berpindah jalur atau bergerak
kesamping wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, disamping dan
dibelakang kendaraan serta memberikan isyarat.
12
3. Pada persimpangan jalan yang dilengkapi alat pemberi isyarat lalu lintas,
pengemudi kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali
ditentukan lain oleh rambu lalu lintas atau alat pemberi isyarat lalu
lintas.
Berlalu lintas tentunya ada persimpangan sebidang yang merupakan suatu
isyarat dalam berlalu lintas, antara lain :
1. Pada persimpangan sebidang yang tidak dikendalikan dengan alat pemberi
isyarat lalu lintas, pengemudi wajib memberikan hak utama kepada :
a. Kendaraan yang datang dari arah depan dan /atau dari arah cabang
persimpangan yang lain jika hal itu dinyatakan dengan rambu lalu
lintas atau marka jalan;
b. Kendaraan dari jalan utama jika pengemudi tersebut datang dari
cabang persimpangan yang lebih kecil atau dari perkarangan yang
berbatasan dengan jalan;
c. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan 4 (empat) atau
lebih dan sama besar;
d. Kendaraan yang datang dari arah cabang sebelah kiri persimpangan 3
(tiga) yang tidak tegak lurus; atau
e. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan yang lurus
pada persimpangan 3 (tiga) tegak lurus.
2. Jika persimpangan dilengkapi dengan alat pengendali lalu lintas yang
berbentuk bundaran, pengemudi harus memberikan hak utama kepada
kendaraan lain yang datang dari arah kanan.
13
Sebagai pembanding adalah perlintasan kereta api, dimana pada
perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi
kendaraan wajib
1. Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah
mulai ditutup , dan / atau ada isyarat lain ;
2. Mendahulukan kereta api; dan
3. Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu
melintasi rel.
Suatu fasilitas baik kecepatan harus diatur dengan Undang-Undang,
antara lain pengemudi kendaraan bermotor dijalan dilarang :
1. Mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang di
tetapkan secara nasional dan ditentukan bedasarkan kawasan pemukiman,
perkotaan, jalan antar kota dan jalan bebas hambatan dan dinyatakan
dengan rambu lalu lintas.
2. Berbalapan dengan kendaraan bermotor lain.
3. Batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan
dengan batas absolut.
Pengaturan terhadap memperlambat kendaraan yang harus
dipelajari oleh para pengendara kendaraan, antara Lain :
1. Pengemudi harus memperhatikan kendaraan sesuai dengan rambu lalu
lintas.
2. Pengemudi harus memperlambat kendaraan jika :
14
a. Akan melewati kendaraan bermotor umum yang sedang menurunkan
dan menaikkan penumpang;
b. Akan melewati kendaraan tidak bermotor yang ditarik oleh hewan-
hewan yang ditunggangi, atau hewan yang digiring;
c. Cuaca hujan dan / atau genangan air;
d. Memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum dinyatakan dengan
rambu lalu lintas;
e. Mendekati persimpangan atau perlintasan sebidang kereta dan / atau
f. Melihat dan mengetahui ada pejalan kaki yang akan menyeberang.
Pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya harus
mengamati situasi lalu lintas di samping dan di belakan kendaraan dengan
cara yang tidak membahayakan kendaraan lain. Selain kendaraan bermotor
umum dalam trayek, setiap kendaraan bermotor dapat berhenti disetiap jalan,
kecuali :
1. Terdapat rambu larangan berhenti yang bergaris utuh;
2. Pada tempat tertentu yang dapat membahayakan keamanan,
keselamatanserta menggangu ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan
angkutan jalan; dan / atau
3. Jalan Tol.
Parkir merupakan sarana umum untuk dilakukan suatu aktifitas
dalam menghubungkan antara suatu wilayah ke wilayah yang lain sehingga
cakupan terhadap parker tersebut, antara lain :
15
a) Parkir kendaraan di jalan dilakukan secara sejajar atau serong menurut
arah lalu lintas ;
b) Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memasang segitiga
pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat
berhenti atau parker dalam keadaan darurat, ketentuan tidak berlaku
pengemudi motor tanpa kereta samping.
2.2.2. Tata cara berlalu lintas bagi pengemudi kendaraan bermotor
umum
Sesuai Pasal 106 ayat (4) huruf a dan e Berbunyi “Setiap orang yang
mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi
ketentuan:
a.rambu perintah atau rambu larangan;
b. Marka Jalan;
c. alat pemberi isyarat lalu lintas;
d. gerakan lalu lintas;
e. berhenti dan Parkir;
f. peringatan dengan bunyi dan sinar;
g. kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau
h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.
Berlalu lintas sebagai suatu wujud pengaturan bagi pengendara
kendaraan, maka harus mentaati aturan Undang-Undang tentang berlalu
lintas dengan memperhatikan Pasal-Pasal, antara lain :
16
Pasal 169 ”Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang wajib
mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi
Kendaraan, dan kelas jalan.
Pasal 281 “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan
yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)”.
Pasal 287 “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan
yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu
Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau
Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak
Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)”.
Pasal 307 “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan bermotor angkutan
umum barang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan,
daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat
(1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda
paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)”.
2.2.3. Larangan bagi kendaraan bermotor umum
Pengemudi kendaraan bermotor umum angkutan orang dilarang:8
1). Memberhentikan kendaraan selain di tempat yang telah ditentukan
8 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pasal 126
17
2). Menegetem selain di tempat yang telah ditentukan;
3). Menurunkan penumpang selain ditempat pemberhentian dan / atau
ditempat tujuan tanpa alasan yang patut dan mendesak ; dan/atau
4). Melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam ijin trayek.
Dengan berdasarkan Undang–Undang ini maka berlaku pula untuk
membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas Angkutan Jalan yang aman, selamat,
tertib, dan lancar melalui :
a. Kegiatan gerak pindah kendraan, orang, dan/atau barang dijalan.
b. Kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas
pendukung lalu lintas dan angkutan jalan; dan
c. Kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi kendraan
bermotor dan pengemudi pendidikan berlalu lintas, manajemen dan
rekayasa lalu lintas, serta penegakan hukum lalu lintas dan angkutan
jalan.
Lalu lintas dan angkutan jalan yang mempunyai karakteristik dari
keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dan dimanfaatkan sehingga mampu
menjangkau seluruh wilayah pelosok daratan dengan mobilitas tinggi dan mampu
memadukan modal transportasi lain.
Pengembangan lalu lintas dan angkutan jalan yang ditata dalam satu
kesatuan sistem, dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan
unsur–unsurnya yang terdiri dari jaringan transportasi jalan, kenderaan beserta
pengemudinya, serta peraturan–peraturan, prosedur dan metode sedemikian rupa
18
sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh, berdaya guna dan berhasil guna.
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna nasional yang optimal,
Berdasarkan penjelasan panduan praktis berlalu lintas9 Bahwa manusia
memegang peranan penting dalam hal terjadinya kecelakaan lalu lintas ini dilihat
banyaknya kecelakaan yang terjadi bersumber dari manusia itu sendiri. Ini
merupaan bentuk kebiasaan dan tingkah laku manusia dalam mengemudikan
kendaraan di jalan raya, yang tidak mengindahkan peraturan lalu lintas yang telah
di berlakukan.
2.3. Pengertian Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang di gerakkan oleh peralatan
teknik untuk pengereakkannya, dan digunakan untuk transportasi darat.
Kendaraan adalah suatu yang digunakan untuk untuk di kendarai atau dinaiki
seperti kuda,kereta,mobil dan lain-lain.10
Bermotor adalah alat untuk mengadakan kekuatan penggerak dengan jalan
dan sebagainya seperti sepeda motor dijalankan dengan mesin atau mobil dan
sebagainya.11
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 kendaraan adalah Suatu sarana
angkut dijalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak
bermotor.
9Direktorat Lalu Lintas Polri,Op.Cit.Hlm.310 Hoetomo, Kamus LengkapBahasa Idonesia,Penerbit Mitra Belajar, Surabaya, 2005, Hlm.25411 Ibid.,
19
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Kendaraan Bermotor12 adalah
Setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain
kendaraan yang berjalan diatas rel.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 bahwa kendaraan Bermotor Umum adalah
Setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan
dipungut bayaran.13
2.4. Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas
Sedangkan menurut Djajoesman menyatakan bahwa kecelakaan adalah14
kejadian yang tidak disengaja atau tidak disangka-sangka dengan akibat kematian,
luka-luka atau kerusakan benda-benda.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Pasal 1 mengatakan Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu
peristiwa jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan
dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia/atau
kerugian harta benda.
Kecelakaan Lalu lintas merupakan suatu peristiwa yang tidak diharapkan
yang melibatkan paling sedikit satu kendaraan bermotor pada suatu ruas jalan dan
mengakibatkan kerugian materil dan bahkan sampai menelan korban jiwa.15
12 Undang-Undang Lalu Lintas No.22 Tahun 2009,Bab I,Pasal I.13Ibid.,14 Umbang.blogspot.com/2012/06/Pengertian-Lalu-lintas.html. Di Akses Pada Tanggal 20/8/2012
20
2.5. Pengertian Perbuatan Pidana
Menurut Moeljatno bahwa Perbuatan Pidana adalah16 perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu, bagi siapa, asal dikatakan bahwa perbuatan yang dikatakan
bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum yang
dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan
ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaa atau kejadian yang ditimbulkan
oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya di tujukan kepada orang yang
menimbulkan kejadian itu.
Dalam hukum pidana, kedudukan sifat melawan hukum sangat khas.
Umumnya telah terjadi kesepahaman di kalangan para ahli dalam sifat melihat
melawan hukum apabila dihubungkan dengan tindak pidana. Bersifat melawan
hukum apabila dihubungkan dengan pidana.
Menurut Roeslan menyatakan, memidana sesuatu yang tidak bersifat
melawan hukum tidak ada artinya, sementara itu, Andi Zainal Abidin mengatakan,
salah satu unsur ensensial delik ialah sifat melawan hukum (wederrechtelikheid)
dinyatakan dengan tegas atau tidak di dalam hukum suatu pasal Undang-undang
Pidana, karena alangkah janggalnya kalau seseorang dipidana yang melakukan
dapat dikatakan seseorang melakukan tindak pidana, perbuatannya tersebut harus
15https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:6p1xsu1n4x4J:digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-13841-3105100017-Presentation. pdf+&hl=id &pid=bl&srcid =ADGEESixMmDQGT921jZyfS5IEVAdTWJdA906tqpL3Eeo5i0BMXgmsIkhu64LVDg59lcV7nlvxINvmBerA64CdI_zqKHpThxYsy_X8wptcn5XUkZeH8zaIJVHhQeJM91QOklBU628HEg9&sig=AHIEtbRrkHwDtSFlkHr01odsswrsnHVcEg di Akses pada Tanggal 14/01/2013
16 Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana,Rineka Cipta,Jakarta.2008, Hlm.59
21
bersifat melawan hukum. Orang yang melakukan suatu perbuatan pidana harus
adanya suatu sifat melawan hukum dan orang yang lelakukan suatu sifat melawan
hukum dapat dikenai sanksi sesuai apa yang telah diperbuat.17
2.6. Pertanggungjawaban Pidana
Menurut Moeljatno18 bahwa Pertanggungjawaban seseorang yang
melakukan tindak pidana biasa dihukum apabila sipelaku sanggup
mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya, masalah
penanggungjawaban erat kaitannya dengan kesalahan, oleh karena adanya asas
pertanggungjawaban yang menyatakan dengan tegas tidak dipidana tanpa ada
kesalahan Geen straf zonder schuld untuk menentukan apakah seorang pelaku
tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hukum pidana, akan
dilihat apakah orang tersebut pada saat melakukan tindak pidana mempunyai
kesalahan. Secara doktriner kesalahan diartikan sebagai keadaan pysikis yang
tertentu pada orang yang melakukan perbuatan tindak pidana dan adanya
hubungan antara kesalahan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan dengan
sedemikian rupa, sehingga orang tersebut dapat dicela karena, melakukan
perbuatan pidana.
Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika
telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah telah
melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah telah
17 Chairul Huda,Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban pidana Tanpa ada Kesalahan,Media Group,Jakarta,2008,Hlm.51
18 Moeljatno,Op.Cit,Hlm.171.
22
ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang terlarang,
akan diminta pertanggungjawaban apabila perbutan tersebut melanggar hukum.
Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang
mampu bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggungjawaban. Pada
umumnya seseorang dikatakan mampu bertanggungjawab dapat dilihat dari
beberapa hal yaitu:
1. Keadaan Jiwanya
a. Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara.
b. Tidak cacat dalam pertumbuhan (Gage, Idiot, gila dan sebagainya)
c. Tidak terganggu karena terkejut (Hipnotisme, amarah yang meluap dan
sebagainya).
2. Kemampuan Jiwanya :
a. Dapat menginsyafi hakekat dari perbuatannya.
b. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah
dilaksanakan atau tidak.
c. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.
Menurut Moeljatno19 seseorang baru bisa diminta pertanggungjawabannya
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Orang tersebut harus menginsafi bahwa perbuatannya itu menurut tata cara
kemasyarakatan adalah dilarang.
19 Ibid.,Hlm.178
23
2. Orang tersebut harus dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya
tersebut.
Selain itu menurut, doktrin untuk menentukan kemampuan
bertanggungjawab harus ada dua hal yaitu adanya kemampuan untuk
membedakan perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai dengan hukum
dan yang bertentangan dengan hak. Adanya kemampuan untuk menentukan
kehendaknya menurut keinsafannya tentang baik buruknya perbuatan yang
dilakukan. Sementara itu berkaitan dengan masalah kemampuan bertanggung
jawab KUHP tidak memberikan batasan, KUHP hanya merumuskannya secara
negatif yaitu mempersyaratkan kapan seseorang dianggap tidak mampu
mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan.
Menurut ketentuan Pasal 44 ayat (1) KUHP seseorang tidak dapat
dimintai pertanggungjawabannya atas suatu perbuatan karena dua alasan yaitu:20
1. Jiwanya cacat dalam pertumbuhannya.
2. Jiwanya terganggu karena penyakit.
Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur kesalahan, oleh karena
itu untuk membuktikan unsur kesalahan tersebut, maka unsur pertanggung
jawaban harus juga dibuktikan, namun demikian untuk membuktikan adanya
unsur kemampuan bertanggungjawab itu sangat sulit dan membutuhkan waktu
dan biaya, maka dalam praktek dipakai yaitu bahwa setiap orang dianggap mampu
bertanggungjawaban kecuali ada tanda-tanda yang menunjukkan lain.
20 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,Pasal 44 Ayat 1
24
Keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian
pertanggung jawaban pidana yaitu kemampuan seseorang untuk menerima resiko
dari perbuatan yang diperbuatnya sesuai dengan undang-undang.
2.8. Pengertian Kesalahan
Menurut Moeljatno21 bahwa berkaitan dalam asas hukum pidana yaitu
Geen straf zonder schuld, tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, maka
pengertian tindak pidana itu terpisah dengan yang dimaksud pertanggungjawaban
tindak pidana.
Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya
perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan
perbuatan itu juga dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat
tergantung pada soal apakah dalam melakukan perbuatannya itu si pelaku juga
mempunyai kesalahan. Dalam kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur
kesengajaan atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang
terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila didalam
suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut
dengan opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua
unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.
Sengaja berarti juga adanya kehendak yang disadari yang ditujukan untuk
melakukan kejahatan tertentu. Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa
perbuatan yang dilakukannya itu dilakukan dengan sengaja, terkandung
21 Moeljatno,Op.Cit,Hlm.59
25
pengertian menghendaki dan mengetahui atau biasa disebut dengan willens en
wetens. Penjelasan yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang melakukan
suatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah memenuhi rumusan willens atau
haruslah menghendaki apa yang telah diperbuat dan memenuhi unsur wettens atau
haruslah mengetahui akibat dari apa yang telah diperbuat.
Disini dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan oleh Von Hippel
maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan sengaja22 adalah
kehendak membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu
akibat dari perbuatan itu atau akibat dari perbuatannya itu yang menjadi maksud
dari dilakukannya perbuatan itu.
Unsur kehendak atau menghendaki dan mengetahui dalam kaitannya
dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan dengan jelas secara materiil
karena memang maksud dan kehendak seseorang itu sulit untuk dibuktikan secara
materiil, maka pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam pelaku melakukan
tindakan melanggar hukum sehingga perbuatannya itu dapat
dipertanggungjawabkan kepada si pelaku seringkali hanya dikaitkan dengan
keadaan serta tindakan si pelaku pada waktu melakukan perbuatan melanggar
hukum yang dituduhkan kepadanya tersebut.
Unsur kesengajaan di atas ada pula yang disebut sebagai unsur kelalaian
atau kelapaan atau culpa yang dalam doktrin hukum pidana disebut sebagai
kealpaan yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau
22 Chairul Huda,Op.Cit,Hlm.19
26
bewuste schuld. Dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat
menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati.
Wilayah culpa ini terletak diantara sengaja dan kebetulan. Kelalaian ini
dapat didefinisikan sebagai apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan dan
perbuatan itu menimbulkan suatu akibat yang dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang, maka walaupun perbuatan itu tidak dilakukan
dengan sengaja namun pelaku dapat berbuat secara lain sehingga tidak
menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, atau pelaku dapat tidak
melakukan perbuatan itu sama sekali.
Dalam culpa atau kelalaian ini, unsur terpentingnya adalah pelaku
mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat
membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, atau
dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu
akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh undang-
undang.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa jika ada hubungan
antara batin pelaku dengan akibat yang timbul karena perbuatannya itu atau ada
hubungan lahir yang merupakan hubungan kausal antara perbuatan pelaku dengan
akibat yang dilarang itu, maka hukuman pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku
atas perbuatan pidananya itu. Dalam teori pemisahan tindak dan
pertanggungjawaban pidana, maka tindak pidana merupakan sesuatu yang bersifat
eksternal dan pertanggungjawaban pembuat. Dilakukannya tindak pidana
merupakan syarat eksternal kesalahan. Namun demikian, selain syarat eksternal
27
untuk adannya kesalahan ada pula syarat. Dalam hal ini persyarat yang justru
terletak pada pembuat. Kongkretnya, kondisi pembuat yang dapat dipersalahkan
atas suatu tindak pidana. Syarat (internal) tersebut karenanya merupakan unsur
pertanggungjawaban pidana.
Kesalahan selalu bertalian dengan pembuat tindak pidana. Kesalahan
adalah dapat dicelanya pembuat tindak pidana, karena sebenarnya dapat berbuat
lain. dicelannya subjek hukum manusia karena melakukan tindak pidana, hanya
dapat dilakukan terhadap mereka yang keadaan batinya normal. Dengan kata lain,
untuk adannya kesalahan pada diri pembuat diperlukan syarat, yaitu keadaan batin
yang normal. Moeljatno mengatakan, hanya terhadap orang-orang yang keadaan
jiwanya normal saja, dapat kita harapkan akan mengatur tingkah lakunya.23
2.9. Pengertian Kesengajaan
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada tahun 1809
dicantumkan: ”Kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak
melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-
undang.”
Menurut Menteri Kehakiman sewaktu mengajukan Crimineel Wetboek
tahun 1881 (yang menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia tahun
1915), dimuat antara lain bahwa kesengajaan itu adalah dengan sadar berkendak
untuk melakukan suatu kejahatan tertentu (debewuste richting van den wil op een
beppald misdriff).
23 Ibid.,Hlm.105
28
Mengenai MvT tersebut, Satochid Kartanegara Mengutarakan24 bahwa
yang dimaksud dengan opzet willens en weten (dikehendaki dan diketahui) adalah
Seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus menghendaki
(willen) perbuatan itu harus menginsafi atau mengerti (weten) akan akibat
perbuatan itu.
Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet,
bukan unsur culpa. Hal ini layak karena biasanya yang pantas mendapat hukuman
pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja. Pada Hakikatnya
sengaja berarti bahwa akibat suatu perbuatan dikehendaki dan ternyata apabila itu
sungguh-sungguh dimaksud oleh perbuatan yang dilakukan.25
2.9.Pengertian Kealpaan
Meskipun pada umumnya bagi kejahatan-kejahatan diperlukan adanya
kesengajaan, tetapi terhadap sebagian dari padanya di tentukan bahwa di samping
kesengajaan itu orang sudah dapat dipidana bila mana kesalahannya berbentuk
kealpaan. Misalnya Pasal 359 KUHP dapat dipidananya orang yang menyebabkan
matinya orang lain karena kealpaannya. Ini di samping pasal 338 KUHP : “dengan
sengaja menyebabkan matinya orang lain”
Berdasarkan Moeljatno26 Bahwa mengenai kealpaan keterangan resmi dari
pihak pembentuk W.v.S (smidt 1-825) adalah sebagai berikut: “pada umumnya
bagi kejahatan-kejahatan wet mengharuskan bahwa kehendak terdakwa ditujukan
24 Leden Marpuang,Asas-Teori- Hukum-Pidana,Sinar Grafika,Jakarta,2009,Hlm.1325 Andi Hamzah,Asas-asas Hukum Pidana,Rineka Cipta,Jakarta,2008,Hlm.10826 Moeljatno,Op.Cit,Hlm.214
29
pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Kecuali itu keadaan
yang dilarang itu mungkin berbahaya terhadap keamanan umum mengenai orang
atau barang dan jika menimbulkan banyak kerugian, sehingga wet harus bertindak
pula terhadap mereka yang tidak berhati-hati atau teledor.
Menunrut Simons27 bahwa kealpaan umumnya terdiri atas dua bagian
yaitu tidak berhati-hati melakukan perbuatan, di samping dapat menduga akibat
perbuatan itu. Namun, Meskipun suatu perbuatan dilakukan dengan hati-hati,
masih mungkin terjadinya kealpaan jika yang berbuat itu telah mengetahui bahwa
dari perbuatan itu mungkin akan timbul suatu akibat yang dilarang undang-
undang.
Menurut Laden Marpaung28 kealpaan terdapat apabila seseorang tetap
melakukan perbuatan itu meskipun ia telah mengetahuhi atau menduga akibatnya.
Dapat diduganya suatu akibat yang akan timbul terlebih dahulu oleh si pelaku
adalah suatu isyarat mutlak. Suatu akibat yang tidak dapat diduga lebih dahulu
tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebagai kealpaan. Jika dalam
suatu peristiwa kecelakaan terdapat unsur kealpaan, maka dijatuhkan pidana yang
terdapat pada Pasal 359 dan 360 KUHP.
Pasal 359 KUHP Berbunyi :
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaan) menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana kurungan paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun
27 Ibid.,Hlm.6328 Leden Marpaung,Op.Cit,Hlm.25
30
Pasal 360 KUHP Berbunyi:
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang
lain mendapat luka-luka berat diancam dengan pidana paling lama lima
tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selamwa waktu tertentu,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat
ratus rupiah.
Adapun menurut Laden Marpaung bahwa Pada umumnya kealpaan (culpa) di
bedakan atas :29
1. kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld). Dalam hal ini pelaku
telah membahayakan atau menduga akan timbulnya suatu akibat,
tetapi walaupun ia berusaha untuk mencegah, toh timbul juga akibat
tersebut.
2. kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste shculd). Dalam ini, pelaku tidak
membahayakan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang
dilarang dan di ancam hukuman oleh undang-undang. sedangkan
sesorang seharusnya memperhintungkan akan timbulnya suatu akibat.
29 Ibid.,Hlm.26