12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Menurut Undang-undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999, hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan. Salah satu kelompok hasil hutan yang dikenal di Indonesia adalah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), yaitu semua hasil hutan baik berupa makhluk hidup nabati (kecuali kayu pertukangan dan kayu bakar) dan hewani, maupun jasa dari kawasan hutan. Departemen Kehutanan (1991) menyatakan bahwa HHBK yang sudah dimanfaatkan sekitar 90 jenis, namun demikian hanya beberapa jenis saja yang sudah dikenal dalam perdagangan baik di dalam maupun diluar negeri, antara lain jenis tanaman dan kelompok tumbuhan tak berkayu, resin dan bahan karet, minyak atsiri dan lain-lain. 2.2. Penyebaran Pinus di Asia Tenggara Pinus berasal dari era Mesozoic dimana fosilnya pertama kali ditemukan pada periode Jura yaitu sekitar 160-190 juta tahun yang lalu. Menurut Mirov (1964), pinus yang terdiri dari seratus jenis tersebar di beberapa kawasan di dunia, antara lain kawasan Amerika Utara, kawasan Artik, kawasan Eropa Barat, kawasan Asia Tenggara mencakup dareah China bagian selatan, semenanjung Indocina, Burma, Thailand, India bagian timur laut, Pilipina (Pulau Luzon bagian utara dan Mindoro), Kamboja,Vietnam dan Indonesia (Sumatera). Jenis pinus yang tumbuh di kawasan Asia Tenggara dapat dilihat pada Tabel 1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Deskripsi botani tanaman . P. merkusii. ... merupakan jenis tumbuhan yang bernilai ekonomi cukup tinggi, kayunya . sebagai bahan

Embed Size (px)

Citation preview

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Menurut Undang-undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999, hasil hutan

adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari

hutan. Salah satu kelompok hasil hutan yang dikenal di Indonesia adalah Hasil

Hutan Bukan Kayu (HHBK), yaitu semua hasil hutan baik berupa makhluk hidup

nabati (kecuali kayu pertukangan dan kayu bakar) dan hewani, maupun jasa dari

kawasan hutan.

Departemen Kehutanan (1991) menyatakan bahwa HHBK yang sudah

dimanfaatkan sekitar 90 jenis, namun demikian hanya beberapa jenis saja yang

sudah dikenal dalam perdagangan baik di dalam maupun diluar negeri, antara lain

jenis tanaman dan kelompok tumbuhan tak berkayu, resin dan bahan karet,

minyak atsiri dan lain-lain.

2.2. Penyebaran Pinus di Asia Tenggara

Pinus berasal dari era Mesozoic dimana fosilnya pertama kali ditemukan

pada periode Jura yaitu sekitar 160-190 juta tahun yang lalu. Menurut Mirov

(1964), pinus yang terdiri dari seratus jenis tersebar di beberapa kawasan di dunia,

antara lain kawasan Amerika Utara, kawasan Artik, kawasan Eropa Barat,

kawasan Asia Tenggara mencakup dareah China bagian selatan, semenanjung

Indocina, Burma, Thailand, India bagian timur laut, Pilipina (Pulau Luzon bagian

utara dan Mindoro), Kamboja,Vietnam dan Indonesia (Sumatera). Jenis pinus

yang tumbuh di kawasan Asia Tenggara dapat dilihat pada Tabel 1.

5

Tabel 1 Jenis Pinus dan daerah penyeberannya di kawasan Asia Tenggara

Jenis Pinus Daerah Penyebaran

Pinus armandi Barat laut Burma, Jepang selatan

Pinus dalatensis Burma bagian utara, Pegunungan Himalaya

Pinus fenzeliana Pulau Hanian

Pinus kwangtungensis Propinsi Kwangtang, Thailand

Pinus griffithii Burma bagian utara, Pegunungan Himalaya

Pinus roxburghii Pegunungan Himalaya bagian barat

Pinus massoniana Asia Timur, Indocina bagian barat daya

Pinus merkusii Vietnam, Sumatera, Pilipina

Pinus yunnanensis Propinsi Yunan

Pinus insularis Pulau Luzon bagian utara

Sumber : Mirov (1964)

2.3 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus merkusii

Pinus merkusii Junght. Et de Vriese, memiliki nama lokal tusam yang

tergolong kedalam famili Pinaceae. P. merkusii merupakan satu-satunya jenis

pinus yang sebaran alaminya sampai di selatan khatulistiwa. Di Asia Tenggara

menyebar di Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatra) dan

Filipina (Pulau Luzon dan Mindoro). Tersebar pada 23°LU2°LS. Pinus ini dapat

tumbuh pada ketinggian 301800 mdpl pada berbagai tipe tanah dan iklim dengan

suhu tahunan rata-rata 19°28°C (Departemen Kehutanan, 2001).

Deskripsi botani tanaman P. merkusii di Departemen Kehutanan

menyatakan pohon pinus memiliki batang lurus, silindris. Tajuk pohon muda

berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Tegakan dapat mencapai

tinggi 45 meter dengan diameter sampai 140 cm. Kulit pohon muda abu-abu,

sesudah tua berwarna gelap dan alur mengarah ke dalam. Satu fasikel terdapat 2

helai daun dengan panjang 1625 cm. Buah P. merkusii berbentuk kerucut,

silindris, panjang 510 cm, lebar 24 cm.

Menurut Siregar (2000), jenis P. merkusii memiliki bentuk batang bulat,

lurus dengan kulit berwarna coklat tua, kasar dan beralur dalam serta memiliki

tekstur halus dan licin saat diraba, memiliki permukaan mengkilap berwarna

coklat kuning muda dan memiliki serat lurus dan memiliki tinggi rata-rata 2535

m dengan tajuk bundar. Berdasarkan karakteristik tempat tumbuhnya, P. merkusii

dapat tumbuh pada ketinggian bervariasi antara 2002000 mdpl dan dapat tumbuh

6

dengan baik pada ketinggian diatas 400 mdpl dengan rata-rata curah hujan

15004000 mm/th. Jenis P. merkusii dapat tumbuh pada tempat kering maupun

basah dengan iklim panas atau dingin dan dapat tumbuh secara optimal pada

daerah yang memiliki curah hujan sepanjang tahun. Kayu pinus berwarna coklat-

kuning muda, berat jenis rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas

awet IV.

(a) (b)

Gambar 1 (a) Batang P. merkusii, (b) buah dan daun P. merkusii.

2.4 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus oocarpa

Pinus oocarpa atau biasa disebut dengan karpa adalah salah satu jenis

tanaman berasal dari Amerika Utara, penyebaran dari Meksiko Utara hingga

Nicaragua Selatan. Menurut Velasques, et al., (2000) dalam Waluyo (2009).

Sebaran alami terluas di Amerika Tengah (Nicaragua, Honduras, El Savador,

Guatemala dan Meksiko) terletak pada 12° LU28° LU, ketinggian 2502.400

mdpl. Karpa juga telah ditanam di wilayah tropis dan Subtropis (Australia) antara

20° LU dan 30° LS, Lamprecht (1989) dalam Waluyo (2009) dan di Nigeria pada

ketinggian 600 mdpl, Otegbeye(1991) dalam Waluyo (2009).

Menurut Romero and Olivares (2003) dalam Waluyo (2009), di Mexico P.

oocarpa merupakan jenis tumbuhan yang bernilai ekonomi cukup tinggi, kayunya

sebagai bahan baku industri penggergajian dan kayu bakar, sedangkan di negara

bagian Michoacan dimanfaatkan produk resinnya. Salah satu tempat tumbuhnya

P. oocarpa di Indonesia adalah di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)

7

wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat terletak

106˚48’27”BT sampai 106˚50’29”BT dan -6˚54’23”LS sampai -6˚55’35”LS.

Penyebaran P. oocarpa di HPGW tidak merata.

P. oocarpa dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti tanah granit,

vulkanik dan tanah berkapur. P. oocarpa dapat tumbuh pada lereng yang curam

dalam keadaaan tanah yang berdrainase baik. P. oocarpa dapat tumbuh di daerah

berpasir (CABI, 2002). Jenis P. oocarpa memiliki bentuk batang bulat, lurus,

bersisik, kulitnya pecah-pecah dan tampak seperti mengelupas serta berwarna

coklat tua. Jenis pinus ini dapat tumbuh dengan tinggi 45 meter dan dbh mencapai

1 meter .

Satu fasikel daun P. oocarpa terdapat 5 helai daun namun kadang-kadang

bisa hanya 3 atau 4 helai daun saja dengan panjang 2025 cm. Bentuk buah P.

oocarpa adalah berbentuk oval dengan panjang 610 cm dengan warna kuning

kecoklatan. P. oocarpa dapat tumbuh di daerah yang kering dengan curah hujan

antara 500-1500 mm per tahun dengan suhu berkisar antara 26°32°C. Pada masa

musim kering, pinus ini dapat bertahan selama 6 bulan. P. oocarpa akan

mengalami pertumbuhan yang baik dengan curah hujan yang lebih tinggi. P.

oocarpa dapat tumbuh pada ketinggian sekitar 200-2500 mdpl, tetapi akan

mengalami pertumbuhan terbaik pada iklim tropis dengan ketinggian 1500 mdpl

(CABI, 2002).

Gambaran umum iklim yang cocok untuk P. oocarpa dalam CABI (2002)

antara lain :

1. Ketinggian tempat tumbuh : 250-2500 mdpl

2. Curah hujan : 700-3000 mm/tahun

3. Musim kering : 0-6 Bulan

4. Suhu rata-rata : 13-27°C

5. Suhu maksimum pada musim kering : 21-34°C

6. Suhu maksimum pada musim dingin : 7-20°C

7. Suhu minimum : > 0°C

8

(a) (b)

Gambar 2 (a) Batang P. oocarpa, (b) buah dan daun P. oocarpa.

2.5 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus insularis

Pinus insularis atau sering disebut Pinus khasya termasuk kedalam famili

Pinaceae. P. insularis banyak tersebar didaerah pegunungan pulau Luzon Filipina

dan pegunungan Zambades. Kayu pohon ini memiliki pohon yang ramping, lurus,

dengan tinggi dapat mencapai hingga 60 meter, diameternya hingga 1 meter.

Pinus ini dapat hidup dengan baik pada ketinggian 10002700 mdpl. Pemanfaatan

kayunya jarang sekali atau tidak pernah dipakai untuk bangunan rumah (Mirov

1964).

Struktur kulit kayu P. insularis memiliki tebal kulit 2,54,5 cm, kulitnya

pecah-pecah dan berwarna coklat tua. Satu fasikel daun P. insularis terdapat 3

helai daun dengan panjang 1520 cm. Bentuk buah P. insularis adalah berbentuk

kerucut dan berduri dengan panjang 610 cm dengan warna kuning kecoklatan.

Menurut Suhardi et al. (1994), P. insularis dapat tumbuh pada ketinggian

3002700 mdpl dengan rata-rata curah hujan 7001800 mm/thn. Suhu rata-rata

tahunan 17°22°C. Suhu rata-rata maksimum pada musim panas sebesar

26°30°C dan suhu rata-rata minimum sebesar 10°18°C.

9

(a) (b)

Gambar 3 (a) Batang P. insularis, (b) buah dan daun P. insularis.

Dari uraian tentang penyebaran dan ciri khusus dari ketiga jenis pinus, maka

dapat dibuat suatu klasifikasi dari ketiga jenis pinus seperti yang terdapat di Tabel

2.

10

Tabel 2 Klasifikasi umum P. merkusii, P. oocarpa dan P.insularis

No Pinus merkusii Pinus oocarpa Pinus insularis

1 Nama lokal Tusam Karpa -

2 Nama lain Sumatra pine,

Merkus pine

Pinus oocarpoides,

Pinus praetermissa Pinus khaysa

3 Asal Tanaman/

penyebaran Asia Tenggara

Amerika Utara,

Meksiko,Nicaragua, El

Savador, Guatemala

Pulau Luzon Filipina,

Pegunungan

zambades

4 Manfaat kayu

Bangunan

perumahan,

Tangkai korek api

Bahan baku industri,

kayu bakar

Bangunan

perumahan, bahan

bakar

5 Manfaat lain

Penghasil

gondorukem dan

terpentin

Penghasil gondorukem

dan terpentin

Penghasil

gondorukem dan

terpentin

6 Rendemen

gondorukem 68-70%* 70,37%** 69,76%**

7 Rendemen

terpentin 10-18%* 10,73%** 11,59%**

8 Kelas

awet kayu Kelas IV - Kelas V

9 Bentuk daun

1 fasikel ada 2 helai

daun dengan

panjang 16-25 cm

1 fasikel ada 5 helai

daun dengan panjang

20-25 cm

1 fasikel ada 3 helai

daun dengan panjang

15-20 cm

10 Bentuk buah

Berbentuk kerucut,

silindris, panjang 5-

10 cm, lebar 2-4

cm.

Berbentuk oval dengan

panjang 6-10 cm

Berbentuk kerucut

dan berduri dengan

panjang 6-10 cm

11 Warna buah Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

12 Rata-rata diameter pohon

1 meter 1 meter 1 meter

13 Tinggi pohon Bisa mencapai 45

meter

Bisa mencapai 45

meter

Bisa mencapai 60

meter

14 Warna kulit

pohon Coklat muda Coklat tua Coklat tua

15 Ketinggian

tempat tumbuh 200-2000 mdpl 200-2500 mdpl 300-2700 mdpl

16 Suhu rata-rata

tahunan 19°-28°C 13-27°C 17°-22°C

17 Curah hujan 1500-4000

mm/tahun 700-3000 mm/tahun 700-1800 mm/tahun

18 Warna getah kuning cerah kuning keputihan

Cendrung putih dan

bertekstur

menggumpal

Keterangan:

Hasil Penelitian dari Kamila H. (2004)

** Hasil Penelitian dari Anggita NB. (2012)

11

2.6 Struktur Anatomi Kayu Konifer

Menurut Panshin dan Carl de Zeeuw (1977) sel penyusun kayu daun jarum

terdiri dari :

1. Longitudinal Cell

a. Trakeid Longitudinal

Lebih dari 90% volume softwood tersusun oleh sel panjang yang dikenal

dengan longitudinal tracheida. Sel ini relatif lebih panjang (3-4 mm) bila

dibandingkan dengan fiber pada hardwood. Sel ini berbentuk prismatik

dengan ujung tertutup. Pada dinding trakeid terdapat noktah berhalaman.

b. Parenkim Longitudinal

Parenkim Longitudinal tidak banyak terdapat pada kayu daun jarum. Ketika

disayat secara melintang, parenkim longitudinal seperti rantai-rantai sel

berdinding tipis yang berdekatan dengan trakeid dan terdapat bahan

ektraktif.

c. Saluran Resin

Saluran resin bukan merupakan elemen kayu, tetapi rongga dengan dinding

tipis yang dikelilingi oleh sel epitel. Terdapat 2 jenis saluran resin pada kayu

daun jarum yaitu saluran resin normal dan saluran resin traumatik. Saluran

resin normal terletak pada bagian aksial dan radial kayu. Saluran resin

normal berbeda ukuran bukan hanya menurut letaknya (aksial dan radial)

tetapi juga menurut genus dan spesies pohon. Saluran resin traumatik terjadi

pada saat dilukai dan membentuk saluran radial seperti pada saluran resin

normal yang dibatasi oleh sel parenkim jari-jari kayu (sel epitel).

2. Transverse Cells

Terdapat 3 jenis sel pada orientasi transversal pada bagian xylem kayu

daun jarum yaitu sel parenkim jari-jari, jari-jari trakeid dan sel epitel. Jari-jari

pada softwood sebagian besar adalah uniseriate, hanya sebagian kecil saja yang

biseriate. Rata-rata jumlah volume jari-jari berkisar antara 5-30% dari total

volume kayu. Ketika pada jari-jari terbentuk saluran resin, maka jari-jari pada

bagian tengah akan lebih besar dimana pada arah radial ditemukan ruang

intraseluler.

12

Tabel 3 Sel penyusun kayu daun jarum (Softwood)

No Longitudinal Transversal

Penguat, penyalur atau keduanya : Penguat, penyalur atau keduanya :

1 a. Trakeid Longitudinal Trakeid jari-jari

b. Trakeid Rantai

Penyimpan dan sekresi Penyimpan dan sekresi

2 a. Parenkim longitudinal a. Parenkim jari-jari

b. Epitel b. Epitel Sumber : Panshin dan Carl de Zeeuw 1977

2.7 Pinus Sebagai Penghasil Getah dan Mekanisme Pembentukan Getah

Getah pinus digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asam-

asam resin dalam terpentin yang menetes keluar apabila pohon jenis daun jarum

tersayat atau pecah. Getah pinus tersusun atas 66% asam resin, 25% terpentin, 7%

bahan netral yang tidak mudah menguap dan 2% air (Kramer dan Kozlowski

1960).

Menurut Wibowo (2006) getah pinus merupakan campuran asam-asam resin

yang larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar seperti etan dan

heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin (saluran interseluler). Dalam

kayu, saluran getah memilki tekanan yang tinggi (70 atm), sehingga pelukaan

pada kayu menyebabkan getah mengalir keluar karena tekanan tersebut.

Saluran getah atau saluran damar sering juga disebut sebagai saluran

interseluller (intercelluler canal) karena memang dalam saluran ini terdapat

ruang-ruang antar sel epitel yang memanjang. Berdasarkan proses terbentuknya,

saluran ini terjadi karena tiga cara, yaitu :

1. Lysigenous, dimana satu atau beberapa sel epitel hancur sehingga menjadi

saluran.

2. Schizogenous, beberapa sel epitel saling memisahkan diri atau menjauhkan

diri sehingga terbentuk saluran. Sel-sel yang mengelilingi rongga saluran ini

membelah diri menjadi sel epitel dan mengeluarkan getah ke saluran yang

bersangkutan.

3. Schizolysigenous, merupakan modifikasi dari Lysigenous dan Schizogenous

yaitu penghancuran dan pemisahan.

13

Berdasarkan penyebabnya, saluran interseluler ini dapat dibagi atas dua

macam, yaitu saluran damar karena luka (traumatic) dan saluran damar normal

(merupakan struktur yang normal dalam kayu) (Pandit dan Kurniawan 2008).

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus

Besarnya getah pinus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, dalam dan

perlakuan. Faktor luar berupa bonita (kualitas tempat tumbuh), cuaca, ketinggian,

kelembaban, suhu, tempat tumbuh dan kerapatan pohon. Faktor dalam berupa

genotip, umur, kondisi, dan diameter pohon. Faktor perlakuan seperti metode

penyadapan, jumlah pembaharuan luka, pemakaian bahan stimulansia (kadar dan

dosis), keterampilan penyadap, kebijaksanaan dan SDM. (Yusnita dan Setyawan,

2000).

Matangaran (2006) berpendapat bahwa produksi getah pinus dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu luas areal sadap, kualitas tempat tumbuh, ketinggian

tempat tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu pelukaan, sifat genetis

pohon, perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia, keterampilan penyadap

dan arah sadapan.

Selanjutnya Rahmawati (2004) dalam penelitiannya berpendapat mengenai

hubungan produktivitas terhadap diameter pohon, yaitu produksi getah yang

dihasilkan semakin bertambah pada pertambahan diameternya dan mencapai hasil

optimum pada selang diameter 5359 cm kemudian menurun kembali pada selang

berikutnya. Akan tetapi ada pohon dengan diameter kecil yang mengeluarkan

getah cukup banyak meskipun dengan jumlah koakan yang sedikit. Hal ini dapat

disebabkan oleh faktor perbedaan energi yang didapat pada setiap pohon untuk

berfotosintesis yang bersumber dari sinar matahari untuk menghasilkan sejumlah

produk sisa hasil dari fotosintesis tersebut yang berupa getah.

Budiatmoko (2007) menjelaskan bahwa kualitas getah pinus dipengaruhi

oleh tempat tumbuhnya. Semakin tinggi tempat tumbuh temperatur udara akan

semakin turun. Suhu dan kelembapan berpengaruh pada lebar sempitnya

pembukaan saluran getah dan kecepatannya membeku atau mengerasnya getah

setelah keluar dari saluran getah.

14

Menurut Santosa (2011), peningkatan produksi getah pinus akibat

pemberian stimulansia menunjukkan bahwa semakin tinggi tempat, peningkatan

produksi akan semakin menurun. Hal ini dimungkinkan karena faktor eksternal

berupa suhu udara yang rendah serta berkurangnya penyinaran matahari.

Karakteristik dan pemberian stimulania sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal

berupa suhu, kadar O2 dan cuaca.

Doan (2007) dalam hasil peneltiannya menyebutkan bahwa pohon pinus

yang banyak menghasilkan getah memiliki ukuran tajuk yang lebat dan lebar.

Tajuk yang besar memungkinkan pohon dapat menerima cahaya matahari yang

lebih banyak.

2.9 Stimulansia dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Stimulansia adalah kata serapan dari bahasa Inggris yang memiliki arti

mendorong, merangsang, memotivasi atau menstimulin sesuatu sehingga

berproses dan mencapai hasil melebihi normal. Di Indonesia percobaan pertama

penyadapan pinus dilakukan di Aceh oleh W.G. Van dan Kloot pada tahun 1924

dan di Pulau Jawa pada tahun 1947 di dareah Lawu DS Wilis (Budiatmoko 2007).

Fakultas Kehutanan IPB (1989) menyatakan bahwa getah atau resin

terbentuk sebagai akibat proses metabolisme dalam pohon. Produksi getah dalam

pohon dapat ditingkatkan dengan memberikan rangsangan terhadap proses

metabolisme dalam sel dan stuktur jaringan lainnya. Bahan-bahan yang dapat

berfungsi memberi rangsangan tadi bisa berupa bahan-bahan kimiawi atau bentuk

perlakuan mekanis pada pohon

Menurut Sudrajat et al. (2002), bahan perangsang yang digunakan pada

penyadapan getah pinus banyak macamnya, tetapi komponen utamanya adalah

asam sulfat dan asam nitrat atau campurannya.

Peningkatan produksi getah pinus selain menggunakan stimulansia, juga

dapat dengan meningkatkan peran Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Zat Pengatur

Tumbuh merupakan substansi kimia yang konsentrasinya sangat rendah dan

mengendalikan pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Zat Pengatur Tumbuh

(Plant Growth Regulation) sering disebut pula hormon pertumbuhan atau

fitohormon (Gardner et al. 1991). Jenis-jenis fitohormon dikelompokkan menjadi

15

lima bagian, yaitu: auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat dan ethylene. Masing-

masing jenis fitohormon memiliki fungsi masing-masing dan terkadang saling

melengkapi satu sama lain. Dari lima kelompok jenis fitohormon, ethylene (C2H4)

merupakan salah satu hormon yang unik karena berbentuk gas.

Dewi (2008) menambahkan bahwa ethylene adalah suatu gas yang dapat

digolongkan sebagai pengatur pertumbuhan dan dapat disebut sebagai hormon

karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh

tanaman, bersifat mobile dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa

organik.

2.10 Penyadapan Getah Pinus

Soetomo (1971) menyatakan ada tiga sistem penyadapan yang digunakan

dalam menyadap getah pinus :

1. Sistem koakan (quarre system)

2. Sistem bor

3. Sistem amerika

Di Indonesia yang sering digunakan adalah sistem koakan. Sistem koakan

dilakukan, yang pertama pembersihan kulit pohon kemudian dilukai dengan alat

petel atau kadukul sehingga menjadi koakan dan mengalirkan getah kedalam

wadah (tempurung kelapa) yang di sediakan sebagai tempat menampung getah.

Apapun sistem yang diterapkan dalam penyadapan pinus harus cocok dengan

lokasi tempat penyadapannya. Metode bor memberikan hasil getah yang lebih

unggul daripada sistem koakan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Penyadapan getah tusam pada umumnya dilakukan dengan cara koakan

(quarre) baik dengan maupun tanpa bahan perangsang. Selain itu, telah banyak

dilakukan percobaan penyadapan dengan cara lain, seperti cara rill (India) dan

cara bor. Cara atau teknik penyadapan belum tentu cocok secara menyeluruh pada

semua lokasi penyadapan. Sebagai contoh: di daerah Sumedang dan Sukabumi,

cara koakan memberi hasil sadap yang lebih tinggi dibanding cara rill (Sudrajat et

al. 2002).