26
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Peningkatan aktivitas kegempaan di tanah air bersamaan dengan perubahan peta gempa nasional dan juga perubahan peraturan perencanaan bangunan tahan gempa merupakan salah satu langkah dalam upaya menanggulangi dampak yang timbul akibat gempa yang terjadi. Banyak metode yang bisa digunakan guna memimalisir dampak gempa tersebut. Penelitian tentang metode perkuatan terhadap gempa telah banyak dilakukan oleh peneliti di seluruh dunia. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah breising. Breising merupakan metode perkuatan yang sangat efesien dan ekonomis untuk menahan gaya horisontal pada struktur rangka. Breising menjadi efisien karena bekerja diagonal pada tegangan aksial dan karena itu kebutuhan untuk ukuran batang breising kecil, dalam memberikan kekakuan dan kekuatan terhadap gaya geser horisontal (Smith and Coull, 1991). 2.2 Beban Gempa Menurut SNI-1726-2002 Pada peraturan perencanaan beban gempa SNI-1726-2002 digunakan faktor-faktor yang disesuaikan dengan perencanaan suatu struktur yang terdiri dari wilayah gempa, percepatan puncak muka tanah (A o ), faktor keutamaan gedung (I), faktor reduksi gempa (R), dan waktu getar alami (T c ). Faktor-faktor tersebut digunakan untuk menghitung faktor respon gempa (C) dengan rumus: = (2.1) dengan = × (2.2) (2.3) = 2.5 × (2.4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Peningkatan aktivitas kegempaan di tanah air bersamaan dengan perubahan

peta gempa nasional dan juga perubahan peraturan perencanaan bangunan tahan

gempa merupakan salah satu langkah dalam upaya menanggulangi dampak yang

timbul akibat gempa yang terjadi. Banyak metode yang bisa digunakan guna

memimalisir dampak gempa tersebut. Penelitian tentang metode perkuatan terhadap

gempa telah banyak dilakukan oleh peneliti di seluruh dunia. Salah satu metode

yang dapat digunakan adalah breising. Breising merupakan metode perkuatan yang

sangat efesien dan ekonomis untuk menahan gaya horisontal pada struktur rangka.

Breising menjadi efisien karena bekerja diagonal pada tegangan aksial dan karena

itu kebutuhan untuk ukuran batang breising kecil, dalam memberikan kekakuan dan

kekuatan terhadap gaya geser horisontal (Smith and Coull, 1991).

2.2 Beban Gempa Menurut SNI-1726-2002

Pada peraturan perencanaan beban gempa SNI-1726-2002 digunakan

faktor-faktor yang disesuaikan dengan perencanaan suatu struktur yang terdiri dari

wilayah gempa, percepatan puncak muka tanah (Ao), faktor keutamaan gedung (I),

faktor reduksi gempa (R), dan waktu getar alami (Tc). Faktor-faktor tersebut

digunakan untuk menghitung faktor respon gempa (C) dengan rumus:

𝐶𝑎 =𝐴𝑟

𝑇 (2.1)

dengan

𝐴𝑟 = 𝐴𝑚 × 𝑇𝑐 (2.2)

𝑇𝑐 = 𝜁 × 𝑛 (2.3)

𝐴𝑚 = 2.5 × 𝐴𝑜 (2.4)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

5

dimana:

Ar = Pembilang dalam persamaan hiperbola Faktor Respons Gempa C

Am = Percepatan respons maksimum

𝑇𝑐 = Waktu getar alami struktur gedung (detik)

ζ = Koefisien pengali dari jumlah tingkat struktur gedung

n = Jumlah tingkat

Gempa arah vertikal juga diperhitungkan dengan mencari nilai faktor respon

gempa vertikal (Cv) dengan rumus:

𝐶𝑣 = Ψ× 𝐴0 × 𝐼 (2.5)

dengan ψ adalah koefisien yang disesuaikan dengan wilayah gempa tempat

struktur gedung berada.

2.3 Beban Gempa Menurut SNI-1726-2012

Peraturan perencanaan beban gempa pada gedung-gedung di Indonesia yang

berlaku saat ini diatur dalam SNI Gempa-1726-2012. Pada peraturan ini dijelaskan

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perhitungan untuk analisis beban

gempa sebagai berikut:

1. Geografis

Perencanaan beban gempa pada sebuah gedung tergantung dari lokasi

gedung tersebut dibangun. Hal ini disebabkan karena wilayah yang berbeda

memiliki percepatan batuan dasar yang berbeda pula.

2. Faktor keutamaan gedung

Faktor ini ditentukan berdasarkan jenis pemanfaatan gedung. Gedung

dengan kategori risiko I dan II memiliki faktor keutamaan gedung 1, untuk

kategori resiko III memiliki faktor 1.25, dan kategori resiko IV memiliki

faktor 1.5.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

6

3. Kategori Desain Seismik

Pembagian kategori desain seismik dari rendah ke tinggi yaitu A, B, C, D,

E, dan F. Penentuan kategori ini dapat dilihat pada lampiran A Tabel A4.

4. Sistem penahan gaya seismik

Struktur dengan sistem penahan gaya seismik memiliki faktor reduksi

gempa atau koefisien modifikasi respon (R), faktor kuat lebih sistem (Ω0),

dan faktor pembesaran defleksi (Cd) yang berbeda-beda sesuai dengan Tabel

A5 pada lampiran A.

2.4 Perbandingan SNI-1726-2002 dengan SNI-1726-2012

SNI-1726-2012 mengenai Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk

Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung merupakan peraturan gempa terbaru

yang menggantikan SNI-1726-2002. Perubahan yang terdapat pada revisi tersebut

salah satunya terkait kategori desain seismik (KDS). Sebagai contoh daerah Bali

selatan yang sebelumnya berada pada wilayah gempa V dengan resiko gempa

sedang menjadi KDS D. Tabel 2.1 menunjukkan perbandingan dari kedua SNI

tersebut.

Tabel 2.1 Perbandingan SNI-1726-2002 dengan SNI-1726-2012

No SNI-1726-2002 SNI-1726-2012

1 Nilai faktor keutamaan diatur pada

Tabel A.1 SNI-1726-2002. Pada

SNI ini nilai I ditentukan

berdasarkan perkalian nilai I1 dan I2

pada Tabel A.1.

Dalam menentukan kategori risiko

bangunan dan faktor keutamaan

bangunan bergantung dari fungsi/jenis

pemanfaatan bangunan tersebut. Nilai

faktor keutamaan diatur pada Tabel

A.2 SNI-1726-2012.

2 Jenis tanah pada SNI-1726-2002

Pasal 4.6.3 ditetapkan dalam tiga

kategori, yakni tanah keras, tanah

sedang dan tanah lunak.

Berdasarkan sifat-sifat tanah pada

situs, maka situs harus diklasifikasi

sebagai kelas situs SA, SB, SC, SD,

SE, atau SF.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

7

3 Penentuan wilayah gempa

disesuaikan dengan lokasi/daerah

pada Peta Wilayah Gempa

Indonesia pada Pasal 4.7.1 SNI-

1726-2002. Indonesia ditetapkan

terbagi dalam 6 wilayah gempa,

wilayah gempa 1 adalah wilayah

dengan kegempaan paling rendah

dan wilayah 6 dengan kegempaan

paling tinggi.

Parameter spektrum respons

percepatan pada periode pendek (SDS)

dan periode 1 detik (SD1) yang sesuai

dengan pengaruh klasifikasi situs,

harus ditentukan dengan perumusan

berikut.

SDS =3

2FaSs (2.6)

SD1 = 3

2FvS1 (2.7)

4 Untuk menentukan pengaruh

gempa rencana pada struktur

gedung, maka untuk masing-

masing wilayah gempa ditetapkan

Spektrum Respons Gempa Rencana

C-T, dengan bentuk tipikal seperti

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Bentuk tipikal

spektrum respons gempa rencana

Sumber: SNI-1726-2002

Bila spektrum respons desain

diperlukan oleh tata cara ini dan

prosedur gerak tanah dari spesifik-situs

tidak digunakan, maka kurva spektrum

respons desain harus dikembangkan

dengan mengacu pada Gambar 2.2

sesuai SNI-1726-2012.

Gambar 2.2 Spektrum respons desain

Sumber: SNI-1726-2012

5 Nilai faktor reduksi gempa

ditentukan berdasarkan tingkat

daktilitas struktur dan jenis sistem

struktur yang digunakan. Nilai

Faktor koefisien modifikasi respon (R),

pembesaran defleksi (Cd), dan faktor

kuat lebih sistem (Ωo) ditentukan

berdasarkan Tabel 9 SNI-1726-2012.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

8

maksimum faktor tersebut (Rm)

untuk beberapa sistem struktur

diatur pada Tabel 3 SNI-1726-

2002.

Faktor-faktor tersebut ditentukan

berdasarkan sistem penahan gaya

seismik struktur bangunan.

Sumber: SNI-1726-2002 dan SNI-1726-2012

2.5 Perkuatan Struktur

Perkuatan atau retrofitting adalah suatu proses untuk memperkuat atau

memperbaiki struktur yang sudah ada. Bukan hanya untuk memperkuat, metode ini

juga digunakan dalam renovasi struktur. Dengan harapan struktur yang mengalami

retrofitting akan menjadi lebih kuat dan dalam segi biaya juga lebih hemat

dibandingkan dengan membangun kembali struktur yang baru.

Tidak semua struktur yang pernah mengalami kerusakan dapat diperkuat.

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memulai proses retrofitting,

diantaranya:

1. Peninjauan struktur ke lapangan, memungkinkan kita menganalisis sebab

kerusakan yang terjadi.

2. Pemilihan jenis material dan pemeriksaan mutu bahan yang akan

digunakan.

3. Melakukan analisis terhadap bangunan yang akan diperkuat, apakah masih

mampu menahan beban atau tidak.

4. Setelah bangunan dianalisis dan dianggap masih mampu menahan beban,

maka tidak perlu dilakukan retrofitting, namun jika struktur bangunan

dianggap tidak mampu, maka perlu dilakukan perkuatan. Perkuatan struktur

tersebut dapat berupa penambahan material lain seperti pemakaian

wrap/fiber, penambahan struktur baja, pemasangan external prestress, dan

lain sebagainya.

5. Setelah proses retrofitting selesai dilakukan dilapangan, maka struktur harus

dianalisis kembali, apakah sudah aman dan layak ditempati.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

9

Terdapat berbagai macam metode perkuatan yang umum digunakan pada

struktur beton bertulang, antara lain penambahan dinding geser, breising, column

jacketing dan beam jacketing merupakan metode-metode perkuatan yang umumnya

diterapkan. Keefektifan dari beberapa metode perkuatan struktur dapat dilihat pada

Gambar 2.3

Gambar 2.3 Keefektifan dinding dan breising

Sumber: Sugano (1989); CEB (1997)

2.6 Breising

Penambahan breising baja diagonal pada struktur rangka momen eksisting

merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan sistem

struktur. Breising baja dapat ditambahkan tanpa meningkatkan berat struktur secara

signifikan. Breising yang umum digunakan adalah tipe breising konsentrik, karena

breising eksentrik mahal dan sulit dalam pelaksanaannya karena menggunakan

mekanisme link (FEMA 547, 2006).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

10

Gambar 2.4 Tipe breising

Sumber: FEMA 547 (2006)

Pemasangan breising baja dapat dilakukan pada bagian dalam maupun

bagian luar gedung. Pemasangan pada eksterior gedung umumnya memungkinkan

untuk akses yang lebih mudah pada gedung dan biaya yang lebih sedikit (FEMA

547, 2006). Penambahan breising pada gedung akan selalu berdampak pada

arsitektur dan fungsi bangunan, sehingga pemilihan lokasi pemasangan breising

harus dipertimbangkan, mengingat adanya tata ruang, lokasi koridor, pintu, jendela,

MEP, pertimbangan structural atau konstruksi.

2.6.1 Sistem Rangka Breising Konsentrik

Sistem rangka breising konsentrik (SRBK) merupakan sistem struktur untuk

menahan beban lateral dengan kekakuan struktur yang tinggi, karena adanya

breising diagonal yang berfungsi untuk menahan beban lateral pada struktur.

Komponen breising pada sistem SRBK berfungsi untuk menahan kekakuan

struktur, sehingga deformasi struktur akan menjadi lebih kecil. Komponen breising

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

11

diharapkan mampu berdeformasi inelastik yang besar tanpa terjadi kehilangan yang

signifikan pada kekuatan dan kekakuan struktur.

Pada sistem struktur SRBK, kategori struktur dibagi menjadi dua yaitu

sistem rangka breising konsentrik biasa (SRBKB), dan sistem rangka breising

konsentrik khusus (SRBKK). Perbedaan dari kedua sistem tersebut terletak pada

deformasi yang diharapkan. Pada SRBKB, diharapkan dapat mengalami deformasi

inelastik secara terbatas apabila dibebani oleh gaya-gaya yang berasal dari beban

gempa rencana. Sedangkan pada SRBKK struktur diharapkan dapat berdeformasi

inelastik cukup besar akibat gaya gempa rencana. SRBKK memiliki daktilitas yang

lebih tinggi dibandingkan SRBKB dan penurunan kekuatan lebih kecil pada saat

terjadi tekuk pada breising tekan (SNI-1726-2002).

2.6.2 Sistem Rangka Breising Konsentrik Biasa (SRBKB)

Berdasarkan AISC (2010) rangka breising konsentrik biasa bisa

diaplikasikan untuk rangka breising yang terhubung secara konsentrik. Rangka

breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan yang diharapkan untuk

memberikan kapasitas deformasi inelastik yang terbatas pada bagian dan

koneksinya. Pada perencanaan SRBKB tidak memerlukan analisis tambahan. Rasio

kelangsingan breising adalah KL/r ≤ 4√𝐸/𝐹𝑦.

2.6.3 Sistem Rangka Breising Konsentrik Khusus (SRBKK)

Kebutuhan kekuatan dari kolom, balok, dan hubungan dalam rangka

breising konsentrik khusus didasarkan pada kombinasi beban dalam peraturan

bangunan yang dapat diterapkan, yang telah termasuk pembesaran beban gempa.

Dalam menentukan pembesaran beban gempa, pengaruh dari gaya horizontal

termasuk kekuatan berlebih, Emh, harus di ambil gaya yang lebih besar yang

ditentukan dari 2 analisis berikut:

1. Sebuah analisis dimana semua breising diasumsikan menahan kekuatan

yang sesuai dengan kekuatan mereka pada tekan atau tarik.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

12

2. Sebuah analisis dimana semua breising tarik di asumsikan untuk menahan

gaya yang sesuai dengan kekuatan yang diharapkan dan semua breising

tekan diasumsikan untuk menahan kekuatan pasca tekuk.

Breising harus ditentukan untuk berada di tekan atau tarik mengabaikan

efek dari beban gravitasi. Analisis harus mempertimbangkan kedua arah dari

pembebanan rangka (AISC, 2010). Penjabaran dari kekuatan tarik breising

dirumuskan dengan Ry x Fy x Ag, sedangkan untuk kekuatan tekan breising yang

diijinkan adalah lebih kecil dari Ry x Fy x Ag dan 1.14 x Fcre dimana Ry adalah ratio

dari tegangan leleh yang diinginkan, Fy adalah tegangan leleh minimum dari baja

yang digunakan (MPa), dan Ag adalah luas kotor breising (mm2). Panjang breising

yang digunakan dalam mendefinisikan Fcre tidak boleh melebihin jarak dari ujung

breising ke ujung breising lainnya. Penjabaran kekuatan pasca tekuk breising harus

diambil maksimum 0.3 x dari kekuatan breising yang diinginkan pada tekan.

Rangka Breising V dan Breising V-terbalik

Balok yang berpotongan dengan breising jauh dari hubungan antar balok-

kolom harus memenuhi persyaratan berikut:

1. Balok harus dipasang menerus diantara kolom-kolom

2. Balok harus dipasang breising untuk memenuhi persyaratan komponen

daktail sedang.

Untuk persyaratan minimum, satu pasang breising lateral dibutuhkan pada

titik perpotongan dari rangka breising tipe V (atau tipe V-terbalik), kecuali jika

balok memiliki kekuatan dan kekakuan yang cukup dalam memastikan stabilitas

diantara titik breising yang berdekatan.

2.7 Penelitian Terkait Penggunaan Breising Sebagai Perkuatan Struktur

Rangka Beton Bertulang

Penggunaan breising sebagai perkuatan suatu struktur bukanlah hal yang

baru dalam bidang konstruksi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk

membuktikan keefektifan dari penggunaan breising antara lain:

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

13

2.7.1 Ismail et al (2015)

Ismail et al (2015) telah melakukan penelitian tentang perkuatan gedung

dengan menggunakan breising baja pada Gedung STKIP ADZKIA Padang, dimana

kondisi gedung tersebut telah rusak (banyak balok melendut, dll). Akibat dari

kondisi yang tidak memadai serta ketidakmampuan gedung eksisting menahan

beban sendiri, maka harus dilakukan perkuatan struktur untuk memperkuat gedung

tersebut.

Salah satu metode perkuatan yang umum dilakukan adalah perkuatan

global. Perkuatan global adalah metode perkuatan dan pengaku struktur dengan

cara menambahkan elem penahan beban lateral pada struktur bangunan seperti

dinding geser dan breising. Dalam penelitian ini, metode perkuatan struktur yang

direkomendasikan dan dianalisis adalah pemasangan breising baja V-terbalik.

Sebelum dilakukan pemasangan breising, terlebih dahulu dilakukan perbaikan pada

balok yang rusak dengan cara melakukan injeksi dengan air semen untuk retak-

retak kecil pada balok (lebar celah kurang dari 0.6 cm). Selanjutnya dilakukan

pemasangan breising baja pada balok bentang panjang. Untuk mengetahui

pengaruh dari perkuatan dengan menggunakaan breising baja tersebut, maka

gedung STKIP ADZKIA dimodel dan dianalisis dengan bantuan software analisis

struktur ETABS 9.7.1.

Gambar 2.5 Lokasi Penempatan Steel Bracing

Sumber: Ismail, et al. (2015)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

14

Setelah pemodelan, selanjutnya dilakukan analisis struktur gedung yang

telah diperkuat dengan breising baja.

Tabel 2.2 Perbandingan Gaya Dalam pada Balok

Hasil analisis menunjukkan bahwa pemasangan breising baja pada struktur

lantai menyebabkan penurunan gaya dalam yang cukup signifikan dalam balok,

yaitu mencapai ±70% dibandingkan kondisi eksisting.

Gambar 2.6 Perbandingan simpangan antar lantai struktur

(a) arah-x, (b) arah-y

Sumber: Ismail, et al. (2015)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

15

Simpangan maksimum yang terjadi pada struktur pun ikut berubah, dimana

simpangan maksimum gedung untuk arah x menurun sekitar 60% dan untuk arah y

sekitar 65%.

Gambar 2.7 Hasil Pemasangan Breising V-terbalik

Sumber: Ismail, et al. (2015)

2.7.2 Massumi dan Absalan (2013)

Penelitian tentang interaksi antara sistem breising dan rangka pemikul

momen pada rangka beton bertulang dengan breising baja telah dilakukan oleh

Massumi dan Absalan (2013) dengan menguji dan memodel 2 buah rangka beton

bertulang yang dirancang dengan peraturan lama. Satu rangka diperkuat dengan

breising baja BF1 sedangkan yang lain tidak diperkuat breising baja (UBF1).

Interaksi antara rangka momen dengan rangka dengan breising dianalisis dengan

membuat model tambahan mengunakan software ANSYS dimana breising pada

BF1 dihilangkan tetapi pelat baja sambungannya tetap (UBF2).

Struktur yang akan diuji merupakan hasil skala 1/2.5 dari struktur asli,

dimana panjang hasil skala 1,92 m, tinggi 1,26 m dengan ukuran pondasi panjang

0.8 m, lebar 0.3 m dan tinggi 0.3 m. Balok dan kolom yang diuji berdimensi 120 x

120 mm, breising 20 x 20 x 2 dengan kuat leleh sekitar 240 MPa dan kuat tekan

beton f’c 25 MPa. Untuk pendetailan sambungan breising digunakan plat gusset

dengan ukuran L 100 x 100 x 10 mm dan PL 100 x 100 x 8mm.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

16

Gambar 2.8 Detail Model Uji pada Penelitian

Sumber : Massumi dan Absalan (2013)

Pengujian kedua model tersebut dilakukan dengan membebani dengan

beban vertikal berupa beban gravitasi lantai yang dibantu dengan turnbuckle yang

tertancap ke bawah dan beban lateral.

Gambar 2.9 Pola Retak dari Pengujian

Sumber : Massumi dan Absalan (2013)

Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan breising pada rangka

beton bertulang meningkatkan kekuatan, kekakuan, dan kapasitas absorpsi energi

struktur. Disamping itu, penambahan plat Gusset pada hubungan balok-kolom

b

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

17

menyebabkan keretakan yang terjadi pada model uji tidak berada tepat di hubungan

tersebut. Interaksi antara rangka beton bertulang dan sistem breising memiliki

dampak positif terhadap perilaku struktur yang dimana meningkatkan kekuatan

ultimit struktur.

Hasil pengujian software ANSYS juga menghasilkan peningkat kekuatan

yang signifikan untuk rangka dengan penambahan breising. Dan ternyata plat buhul

juga memberi kekuatan pada kepada rangka momen. Hasil interaksi keselurahan

komponen tersebut menghasilkan perkuatan yang ditinjau dari penambahan masing

masing komponen sampai 100%.

Peningkatan yang signifikan bisa dilihat gambar 2.6 untuk beban lateral

yang mampu diterima oleh rangka breising BF1 mencapai 60 kN dan rangka

momen hanya mampu menahan 13 kN. Sedangkan untuk rangka dengan plat buhul

mampu menahan sekitar 24 kN yang membuktikan adanya perkuatan yang

dihasilkan plat buhul.

Gambar 2.10 Hubungan Antara Lateral Load dan Lateral Displacement

(a) Rangka tanpa breising UBF1 dan Rangka Breising BF1

(b) rangka tanpa breising UBF1 dan rangka dengan plat buhul UBF2

Sumber: Massumi dan Absalan (2013)

2.7.3 Viswanath et.al (2010)

Penelitian tentang tipe bresing terbaik sebagai perkuatan rangka beton

dalam menahan beban gempa telah dilakukan oleh Viswanath et.al (2010). Bresing

baja merupakan salah satu sistem struktur yang umum digunakan untuk menahan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

18

beban gempa pada gedung tingkat tinggi. Bresing baja lebih ekonomis, mudah

dikerjakan dan fleksibel dalam desain kekuatan dan kekakuan. Ada banyak tipe

bresing yang bisa digunakan sebagai perkuatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian tentang tipe bresing yang paling efektif untuk digunakan.

Dalam pemodelan struktur gedung digunakan software STAAD Pro V8i

untuk membuat model 3D. Beban lateral yang diaplikasikan pada gedung

berdasarkan Indian Standards. Gedung diasumsikan berada pada zona gempa IV

sesuai dengan IS 1893:2002. Perletakan struktur tersebut diasumsikan sebagai jepit

dan interaksi antara struktur dengan tanah diabaikan.

Terdapat empat tipe bresing yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

bresing diagonal, bresing X berpotongan, bresing K dan bresing X. Selain keempat

tipe bresing tersebut, analisis juga dilakukan terhadap struktur yang tidak diperkuat

dengan menggunakan bresing. Jadi dibuat lima model struktur bangunan bertingkat

4. Untuk bangunan bertingkat 8, 12 dan 16 dianalisis dalam zona gempa IV dan

diperkuat dengan bresing tipe X.

Hasil analisis gedung bertingkat 4 tersebut dibagi dalam 2 parameter yaitu

perpindahan lateral dan gaya-gaya maksimum dan momen pada kolom. Dari segi

gaya-gaya dalam maksimum dan momen pada kolom, didapatkan kesimpulan

bahwa terjadi peningkatan gaya aksial yang dapat diterima pada struktur yang

diperkuat dengan bresing dibandingkan dengan struktur yang tidak diperkuat

bresing, dan menyebabkan penurunan momen dan gaya geser pada kolom yang

terhubungan dengan bresing. Dari kedua parameter tersebut, bresing tipe X terbukti

lebih efektif dalam memperkuat struktur gedung bertingkat 4.

Berdasarkan hasil analisis gedung bertingkat 4, pada analisis gedung

bertingkat 8, 12 dan 16 digunakan bresing tipe X sebagai perkuatan struktur gedung

tersebut. Setelah dilakukan analisis, didapatkan hasil bahwa pada gedung yang

diperkuat bresing terjadi reduksi perpindahan maksimum sebesar 62-74 % jika

dibandingkan dengan gedung tanpa perkuatan bresing. Jadi, tipe bresing X

merupakan tipe yang paling efektif dalam perkuatan struktur gedung bertingkat.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

19

2.7.4 Massumi dan Tasnimi (2008)

Penelitian tentang pengaruh perbedaan detail koneksi bresing X paada

struktur beton bertulang yang diperkuat dengan sistem bresing telah dilakukan oleh

Massumi dan Tasnimi (2008). Penelitian dilakukan untuk menemukan keefektifan

detail koneksi bresing pada rangka beton dengan membuat 8 benda uji untuk

koneksi bresing yang berbeda yang telah diskala 1:2:5.

Dalam penelitian ini dibuat dua rangka tanpa bresing dengan kode UBF11

dan UBF12 sebagai control specimen dan lima pendetailan koneksi antara rangka

dan bresing yang berbeda dengan kode BF11, BF12, BF21, BF22, BF23, dan BF31.

Untuk BF11 dan BF12 menggunakan baut dan nuts sebagai koneksi bresing pada

rangka batang. Pada BF11 koneksi baut tertancap pada kolom dan balok, sedangkan

pada BF21 hanya tertancap pada kolom. Pada BF21, BF22 dan BF23 koneksi

bresing pada rangka batang menggunakan jaket baja. Pada BF21 tidak ada

hubungan antara jaket baja dengan permukaan beton, sedangkan pada BF22 dan

BF23 digunakan perekat epoxy untuk menyatukan jaket baja kepermukaan kolom

beton dan bagian dari balok. Pada BF31 bresing telah ditetapkan pada pojok kolom

dan balok dengan pengelasan sebelum pengecoran.

Pada penelitian ini, kolom dibangun kaku di atas pondasi beton bertulang

dengan dimensi 800 x 300 mm. Skema tes seperti gambar di bawah.

Gambar 2.11 Skema tes dan pembebanan

Sumber: Massumi dan Tasnimi (2008)

Sampel diuji di bawah beban lateral yang berulang dan beban vertical

sebesar 18 kN. Dari lima tipe detail koneksi bresing X, dengan koneksi baut yang

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

20

terhubung dengan balok dan kolom (BF11) mampu meningkatkan kekakuan

rangka, sehingga dapat digunakan untuk bangunan rendah sampai sedang. Koneksi

baut hanya pada kolom (BF12) tidak cukup kuat dan mengalami kerusakan yang

sangat signifikan, meskipun dapat digunakan untuk langkah awal. BF21 tidak

direkomendasikan untuk diterapkan akrena detail dengan bentuk jaket baja tanpa

perekat epoxy menyebabkan slip pada sistem bresing. Untuk tipe BF22 dan BF23

yang direkatkan dengan perekat epoxy serta BF31 yang diletakkan pada beton

memiliki performance yang lebih baik dari rangka batang lainnya.

Beban siklik menyebabkan kekuatan dan kekakuan berkurang dan

perpindahan meningkat pada perilaku inelastik. Sebagai faktanya, tarik pada

bresing X pada beton bertulang dengan bresing mendukung sebagian besar gaya

lateral, tetapi keruntuhan rangka disebabkan oleh leleh dari tarik bresing dan terjadi

kegagalan tekuk dari tekanan bresing.

2.7.5 Ghaffarzedeh dan Maheri (2009)

Penelitian tentang bresing baja internal pada rangka beton bertulang telah

dilakukan oleh Ghaffarzedeh dan Maheri (2009). Penelitian dilakukan pada

beberapa parameter respon seismik seperti uji pushover, uji siklik dan faktor

perilaku seismik, kemudian ditambah koneksi kuat lebih dan alat pelepas tekan.

Pada pengujian uji pushover dibuat 4 model yang diskala 1:3,2 yaitu 2

model tanpa bresing dan 2 model dengan bresing dengan semua unit rangka daktail.

Hasil dari pengujian pushover menunjukkan bahwa terjadi 3,5 kali peningkatan

untuk kapasitas beban lateral. Peningkatan juga terjadi pada kekakuan sampai

bresing tersebut mengalami kegagalan atau tekuk. Kekakuan juga ditunjukkan pada

kurva perpindahan. Penggunaan bresing mengakibatkan 5 kali peningkatan

kekakuan yang mengindikasi penyerapan energi yang besar. Untuk daktilitas, kuat

lebih dan faktor kinerja menunjukkan bahwa bresing lebih cocok untuk desain

berdasarkan kekuatan daripada desain daktail.

Penelitian tentang uji siklik dilakukan dengan memodel rangka momen

beton bertulang dengan rangka bresing X beton bertulang yang diskala 2/5. Rangka

momen F1 didesain menurut ACI 318-01 dengan pendetailan khusus untuk desain

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

21

gempa. Detail penulangan untuk rangka momen yaitu 4M10 untuk balok dan 4M15

untuk kolom dengan sengkang 35 mm. Sedangkan bresing balok dan kolom

menggunakan 4M10 dengan sengkang 70 mm. Bresing dihubungkan ketulangan

dengan pelat gusset dengan ukuran 150x150x8 mm yang dihubungkan dengan baut.

Pada sistem bresing dibuat 2 jenis tipe bresing yaitu FX1 penampang sudut ganda

2L 25x25x32 mm dan FX2 penampang kanal C 3x35 mm.

Uji siklik dilakukan dengan memberi beban gravitasi menggunakan

hydraulik. Dari hasil tes menunjukkan bahwa rangka bresing FX1 memiliki

kekakuan 2 kali lipat dari kekakuan lateral rangka pemikul momen. Tetapi

kekakuan akan sama seperti rangka pemikul momen setelah terjadi tekuk. Hal itu

juga berlaku pada rangka bresing FX2 walaupun memiliki kekakuan lateral lebih

baik dari rangka bresing FX1. Untuk hasil analisis dari ketiga model tersebut,

rangka bresing memiliki kinerja yang lebih baik dari rangka momen pada kapasitas

kekakuan dan kelenturan. Penambahan bresing menyebabkan penurunan daktilitas

dari rangka daktail, tetapi penurunan daktilitas tersebut tidak mempengaruhi

kapasitas kehilangan energi dari rangka.

Faktor perilaku gempa atau R merupakan faktor reduksi gaya yang

digunakan untuk mengurangi respon spektra elastis linier ke respon spektra

inelastik. Ini diberikan untuk keperluan daktilitas yang berbeda yang merupakan

kisaran yang berlaku umum untuk respon daktilitas. Beberapa parameter yang

memengaruhi nilai dari faktor R yaitu tinggi rangka, pembagian sistem bresing,

beban yang bekerja dan tipe dari sistem bresing. Efek signifikan terhadap faktor R

didapat dari jumlah tingkat pada rangka bresing X beton bertulang, yang berarti

batang bresing yang lebih pendek menghasilkan daktilitas yang lebar dari rangka

yang tinggi.

Koneksi bresing langsung pada interaksi diantara kapasitas kekuatan dari

rangka beton bertulang dan sistem bresing merupakan pertimbangan yang penting.

Penelitian ini dilakukan dengan membuat 3 model benda uji yang diskala 1:3,5

dengn 1 rangka momen dan 2 rangka bresing yang dites dengan beban siklik.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan sistem bresing ke rangka beton

bertulang mengakibatkan kapasitas dari rangka beton bertulang meningkat melebihi

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

22

kapasitas dari sistem bresing. Kemudian untuk mengetahui evaluasi dari kuat lebih

dibaut skala penih dari bresing X pada rangka beton bertulang. Model dianalisis

dengan The Open SEES (Open System for Earthquake Engginering Simulation)

dengan model validasi yang diambil dari tes siklik rangka momen dan rangka

bresing. Hasil analisis menunjukkan bahwa koneksi mengurangi panjang efektif

dari balok dan kolom rangka beton bertulang dan kekakuan dari rangka berkurang.

Untuk meningkatkan daktilitas dan mempertahankan kekuatan dan

kapasitas kekakuan dari rangka bresing, penambahan bresing pada setiap sudut dan

alat pelepas tekan direkomendasikan berdasarkan hasil tes. Breisng sudut

digunakan pada konstruksi baja untuk meningkatkan daktilitas dan untuk

meningkatkan ketahanan gempa pada rangka. Analisis dilakukan dengan membuat

4 model rangka untuk dites pushover yaitu 2 rangka tanpa bresing dan 2 rangka

dengan sudut bresing. Dari tes tersebut didapatkan bahwa kapasitas ultimit dari

bresing sudut lebih besar 2,5 kali dari rangka tanpa bresing. Bresing sudut

memungkinkan rangka untuk memiliki kapasitas dan kekakuan yang cukup dengan

kapasitas yang baik untuk menyerap energi. Kurva pushover juga menunjukkan

peningkatan daktilitas rangka dengan bresing sudut dibandingkan bresing X.

Alat pelepas tekan dipasang pada batang bresing untuk melepas gaya tekan.

Batang dibagi 2 bagain dan dilas diujung dengan pelat baja dari alat pelepas tekan.

Dibuat 2 benda uji dengan alat tersebut kemudian dibandingkan dengan 2 benda uji

tanpa bresing dan 2 benda uji dengan bresing X. Pengujian dilakukan dengan beban

yang sama dan berulang-ulang. Parameter gempa dievaluasi dari hasil tes termasuk

degradasi kekakuan, kapasitas kehilangan energi dan daktilitas.

2.7.6 Youssef et al. (2007)

Penelitian tentang kinerja seismik rangka beton bertulang yang di perkuat

dengan breising baja konsentrik telah dilakukan oleh Youssef et al. (2007) dengan

membuat dan membebani 2 model struktur dengan skala yang diperkecil sebesar

(2/5) dari aslinya. Model 1 merupakan rangka momen yang dirancang sesuai

dengan persyaratan SRPMM, sedangkan model 2 merupakan rangka momen

dengan breising baja X dengan pendetailan biasa.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

23

Gambar 2.12 Detail dari Rangka Momen dan Rangka Breising

Sumber: Youssef et al. (2007)

Kedua model dibebani siklik sampai runtuh dan hubungan antara beban

dengan deformasi serta pola retak dicatat. Data pengujian disajikan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Data model setelah dari hasil pengujian Balok Kolom Beban retak Beban leleh Beban Maks.

Model 1 140x160mm 140x160mm

30 kN

37,5 kN

55 kN Tulangan

memanjang

2M10 4M15

Sengkang ∅6-35 ∅6-35

Model 2 140x160mm 140x160mm

90 kN

105 kN

140 kN

Tulangan

memanjang

2M10 4M10

Sengkang ∅6-70 ∅6-70

breising L25x25x3,2

Hasil pengujian menunjukan hubungan beban dan rasio simpangan seperti

pada gambar 2.11, dimana kurva menunjukan dari rangka mulai retak hingga

keadaan ultimit. Rangka breising mampu menahan hingga 140 kN dan rangka

momen hanya mampu menahan 55 kN. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa:

1. Rangka breising jauh lebih kuat dan kaku dibandingkan dengan rangka

momen dengan pendetailan khusus untuk seismik,

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

24

2. Rangka breising yang dirancang dengan faktor reduksi beban yang sama

dengan faktor reduksi untuk SRPMM,

3. Perencanaan rangka breising baja pada rangka breising bisa dilakukan

dengan cara konvensional tanpa pendetailan khusus.

Gambar 2.13 Hubungan beban dan rasio simpangan

Sumber: Youssef et al (2007)

2.8 Analisis Kinerja Struktur

Perencanaan tahan gempa berbasis kinerja (performance-based seismic

design) merupakan proses yang dapat digunakan untuk perencanaan bangunan baru

maupun perkuatan bangunan yang sudah ada, dengan pemahaman yang realistik

terhadap risiko keselamatan jiwa (life safety), kesiapan untuk dihuni setelah

kejadian gempa (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang

mungkin terjadi akibat gempa. Proses perencanaan tahan gempa berbasis kinerja

dimulai dengan membuat model rencana bangunan kemudian melakukan simulasi

kinerjanya terhadap berbagai kejadian gempa. Setiap simulasi memberikan

informasi tingkat kerusakan (level of damage), ketahanan struktur, sehingga dapat

memperkirakan berapa besar risikonya terhadap keselamatan jiwa, kesiapan dihuni

dan kerugian harta benda.

FEMA 273 (1997) sebagai acuan klasik dalam perencanaan berbasis kinerja,

membuat model level kinerja struktur pasca gempa berikut: Operational (O), yaitu

tidak ada kerusakan berarti pada struktur dan non-struktrur (bangunan tetap

berfungsi); Immediate Occupancy (IO), yaitu tidak ada kerusakan yang berarti pada

struktur, dimana kekuatan dan kekakuannya kira-kira hampir sama dengan kondisi

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

25

sebelum gempa; Life-Safety (LS), yaitu terjadi kerusakan komponen struktur,

kekakuan berkurang, tetapi masih mempunyai ambang yang cukup terhadap

keruntuhan dan tidak menimbulkan korban jiwa. Komponen non-struktur masih ada

tetapi tidak berfungsi lagi dan baru dapat dipakai lagi jika sudah dilakukan

perbaikan; Collapse Prevention (CP), yaitu kerusakan yang berarti pada komponen

struktur dan non-struktur. Kekuatan struktur dan kekakuannya berkurang.

Kecelakaan akibat kejatuhan material bangunan yang rusak sangat mungkin terjadi.

Hal penting dari perencanaan berbasis kinerja adalah sasaran kinerja

bangunan terhadap gempa dinyatakan secara jelas, sehingga pemilik, penyewa,

asuransi, pemerintahan atau penyandang dana mempunyai kesempatan untuk

menetapkan kondisi apa yang dipilih, selanjutnya ketetapan tersebut digunakan

insinyur perencana sebagai pedomannya. Gambar 2.14 menjelaskan secara

kualitatif level kinerja (performance levels) yang digambarkan bersama dengan

suatu kurva hubungan gaya-perpindahan yang menunjukkan perilaku struktur

secara menyeluruh (global) terhadap pembebanan lateral. Kurva hasil analisis statik

non-linier khusus yang dikenal sebagai analisis pushover, disebut kurva pushover.

Sedangkan titik kinerja (performance point) merupakan besarnya perpindahan titik

pada atap saat mengalami gempa rencana. Selanjutnya di atas kurva pushover

digambarkan secara kualitatif kondisi kerusakan yang terjadi pada level kinerja

yang ditetapkan. Selain itu juga dikorelasikan dengan persentase biaya dan waktu

yang diperlukan untuk kegiatan perbaikan.

Gambar 2.14 Ilustrasi perancangan gempa berbasis kinerja

Sumber: ATC-58

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

26

2.9 Analisis Pushover Statik Nonlinier pada SAP2000

Analisis statik nonlinier merupakan prosedur analisis untuk mengetahui

perilaku keruntuhan suatu bangunan terhadap gempa, dikenal pula sebagai analisis

pushover atau analisis beban dorong statik. Kecuali untuk suatu struktur yang

sederhana, maka analisis ini memerlukan komputer program untuk dapat

merealisasikannya pada bangunan nyata. Beberapa program komputer komersil

yang tersedia adalah SAP2000, ETABS, GTStrudl, Adina.

Analisis dilakukan dengan memberikan suatu pola beban lateral statik pada

struktur, yang kemudian secara bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali sampai

satu target perpindahan lateral dari suatu titik acuan tercapai. Biasanya titik tersebut

adalah titik pada atap, atau lebih tepat lagi adalah pusat massa atap.

Analisis pushover menghasilkan kurva pushover, kurva yang

menggambarkan hubungan antara gaya geser dasar (V) dengan perpindahan titik

acuan pada atap (D) . Pada proses pushover, struktur didorong sampai mengalami

leleh disatu atau lebih lokasi di struktur tersebut. Kurva kapasitas akan

memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum mencapai kondisi leleh dan

selanjutnya berperilaku non-linier.

Tujuan analisis pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan

deformasi yang terjadi serta untuk memperoleh informasi bagian mana saja yang

kritis. Selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian

khusus untuk pendetailan atau stabilitasnya. Cukup banyak studi menunjukkan

bahwa analisis statik pushover dapat memberikan hasil mencukupi (ketika

dibandingkan dengan hasil analisis dinamik nonlinier) untuk bangunan regular dan

tidak tinggi (Dewobroto, 2005).

2.9.1 Kurva Kapasitas

Hasil dari analisis pushover berupa kurva kapasitas yang menggambarkan

hubungan antara gaya geser dasar (Base Shear) terhadap perpindahan titik acuan

atau kontrol pada atap ditunjukan pada Gambar 2.15. Kurva berbentuk nonlinier

menunjukan peningkatan beban pasca elastik sampai kondisi plastik. Kurva

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

27

pushover tidak selalu mencapai kondisi plastik bergantung pada target tahan yang

ingin dicapai.

Gambar 2.15 Kurva kapasitas analisis pushover

Sumber: FEMA 273

Dokumen ATC 40 dan FEMA 273 telah membuat prosedur dan kriteria

yang bisa diterima untuk analisis pushover. Dokumen ini mendefinisikan kriteria

deformasi yang digunakan dalam analisis pushover. Menurut FEMA 273 (1997)

kinerja struktur (primary, P dan secondary, S) dapat dijelaskan dengan Gambar

2.15. Lima titik yang diberi nama A, B, C, D dan E digunakan untuk mendefinisikan

perilaku deformasi selama pembebanan. Antara titik A dan B, struktur berdeformasi

elastis selama pembebanan. Pada titik B, sendi plastis pertama mulai terbentuk

begitu pula pada titik C dan D. Antara titik B dan C, struktur melewati batas elastis

dan mulai berdeformasi inelastis. Selama deformasi inelastis ini, ATC 40 dan

FEMA 273 mendefinisikan 3 kondisi struktur yakni I0 = Immediate Occupancy

(segera dapat dipakai), LS = Life Safety (keselamatan penghuni dapat terjamin), dan

CP = Collapse Prevention (terhindar dari keruntuhan total). Setelah berdeformasi

inelastis, struktur akan memasuki kondisi plastis (C-E) hingga mencapai

keruntuhan, yang selanjutnya digunakan dalam mengevaluasi kinerja masing-

masing struktur.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

28

2.9.2 Sasaran Kinerja Analisis Statik Pushover

Sasaran kinerja terdiri dari kejadian gempa rencana yang ditentukan, dan

taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja (performance level) dari bangunan

terhadap kejadian gempa tersebut. Mengacu pada FEMA-356 perencanaan berbasis

kinerja maka kategori level kinerja bengunan sebagai berikut.

a. Operational Level

Tidak terjadi kerusakan komponen baik struktural maupun non struktural.

Kemungkinan terjadi sedikit kerusakan utilitas dan beberapa sistem yang

tidak terlalu penting tidak berfungsi. Bangunan tidak menimbulkan risiko

terhadap keselamatan jiwa.

b. Immediate Occupancy

Pada level ini tidak terjadi kerusakan struktur dan dapat segera untuk

digunakan kembali sesuai fungsinya. Meskipun ada beberapa sistem non

struktural yang tidak berfungsi, walaupun dapat langsung digunakan

kembali tetapi akan memerlukan beberapa perbaikan utilitas sebelum

bangunan berfungsi dengan normal.

c. Life Safety

Pada level ini bangunan mengalami kerusakan yang ekstensif pada

komponen struktural maupun nonstruktural. Diperlukannya perbaikan

sebelum dapat digunakan kembali. Keselamatan penghuni gedung terjamin.

d. Collapse Prevention

Pada level ini bangunan menimbulkan bahaya yang signifikan terhadap

keselamatan jiwa akibat kegagalan komponen nonstruktural, namun karena

bangunannya masih tetap berdiri, sehingga kematian yang sia-sia harus

dihindari. Banyak bangunan pada level ini akan mengalami kerugian

ekonomi. Sedangkan titik kinerja (performance point) merupakan besarnya

perpindahan titik acuan pada saat mengalami gempa rencana.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11927/3/934d7e44f14ebdb150a9517ea2d9577f.pdf · Berdasarkan AISC ... breising konsentrik biasa didesain dengan ketentuan

29

2.9.3 Sendi Plastis

Sendi plastis merupakan suatu bentuk ketidakmampuan struktur dalam

menahan gaya dalam. Pemodelan sendi plastis digunakan untuk mendefinisikan

perilaku nonlinier force-displacement atau momen-rotasi yang dapat ditempatkan

pada beberapa tempat berbeda disepanjang balok atau kolom. Pemodelan sendi

plastis adalah rigid dan tidak memiliki efek pada perilaku linier pada member.

Dalam hal ini, komponen kolom menggunakan tipe sendi Interacting P-M2-M3,

dengan pertimbangan bahwa komponen kolom terdapat hubungan gaya aksial

dengan momen (diagram interaksi P-M). Sedangkan untuk balok menggunakan tipe

sendi default-M3 dan default-V2, dengan pertimbangan bahwa balok efektif

menahan momen dalam arah sumbu kuat (sumbu 3) dan efektif menahan gaya geser

pada sumbu 2. Sementara pada breising, perilaku nonlinier komponennya dapat

dimodel dengan mengasumsikan sendi platis terletak ditengah-tengah bentang.

Sendi plastis untuk beban aksial dimodel untuk semua breising.