Upload
vuongtram
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Evaluasi Program
Meningkatnya daya saing dalam berbagai
segi kehidupan baik dalam hal produksi dan
pelayanan atau jasa, maka perlukan adanya
manajemen yang lebih efektif, efisien dan
memuaskan. Efektif berkenaan dengan dengan
derajat pencapaian tujuan. Efisien berkaitan
dengan lebih hematnya waktu, tenaga, dan biaya.
Sedang memuaskan berkenaan dengan
terpenuhinya atau melebihi apa yang diharapkan
dari pihak-pihak yang memerlukan pelayanan.
Karena obyek yang akan dibahas adalah
pendidikan maka manajemen yang dimaksud
adalah manajemen pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, manajemen
diartikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber
daya pendidikan untuk mewujudkan proses dan
hasil belajar peserta didik secara aktif, kreatif,
inovatif, dan menyenangkan dalam
mengembangkan potensi peserta didik (Husani
Usman, 2014: 13). Seni dan ilmu yang dimaksud
adalah untuk mengelola sumber daya pendidikan
mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan
efisien. Mengelola yang dimaksud di sini meliputi
perencanaan (Planing), pengorganisasian
(Organizing), pengarahan (Leading), pemotivasian
(Motivating), Pengkoordanasian (Coordinating),
14
penganggaran (Budgeting), pelaporan (Reporting),
dan pengendalian (Controling).
Menurut Robin and Coulter (Sugiyono, 2014:
2) menyatakan bahwa: “Manajemen is universally
needed in all organizations.” Manajemen
diperlukan secara universal dalam semua
organisasi. Pandangan tersebut bahwa manajemen
memang diperlukan untuk semua organisasi tanpa
kacuali. Setiap organisasi memerlukan manajemen
untuk keberlanjutan suatu organisasi, baik itu
organisasi bidang pendidikan, pertahanan, sosial,
dan lain sebagainya.
Terry (Sugiyono: 2014: 2) mendifinisikan,
manajemen adalah sebagai berikut “Manajement is
a distinct process consisting of planning, organizing,
actuating, and controlling, performed to determine
and accomplish stated abjectives by the use og
human being and other resources.” Manajemen
adalah suatu proses yang khas, yang terdiri atas
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengontrolan guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan menggunakan sumber daya
manusia dan sumber lain. Bahwa manajemen
adalah proses pelaksanaan pekerjaan. Dengan
kegiatan manajerial akan meningkat efektifitas
apabila direncanakan, diorganisasikan,
dikoordinasikan, dan dikendalikan secara efisien.
Menurut Ibrahim Bafadal (2012: 39)
manajemen adalah suatu proses pendayagunaan
semua orang dan fasilitas.
15
Manajemen yang katakan ahli di atas
mendayagunakan orang dan fasilitas. Manajemen
mendayagunakan seluruh kemampuan baik fisik
maupun non fisik secara efektif, efisien dan
memuaskan.
Sedang menurut para pakar administrasi
pendidikan seperti Sergiovanni, Burlingame,
Coombs, dan Thurston mendifinisikan manajemen
sebagai process of working with and throught
onther to accomplish organizational goals efficiently
(Suatu proses kerja dengan melalui orang lain
untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien).
Manajemen yang diungkapkan para ahli
administrasi pendidikan tersebut adalah proses
suatu kegiatan yang dilakukan orang lain dengan
mencapai tujuan yang efisien. Para ahli
administrasi melupakan akan tujuan manajemen
yaitu efektif dan memuaskan.
Fungsi manajemen menurut Chung and
Megginson (Sugiyono, 2014: 4) adalah
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,
dan pengendalian. Menurut Terry (Sugiyono, 2014:
4) fungsi manajemen adalah perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.
Seperti apa yang diungkapkan para ahli di
atas, fungsi manajemen ada perbedaan yaitu
menurut Chung and Megginson ada
pengkoordinasian tanpa pelaksanaan sedang
manurut Terry adanya pelaksanaan tanpa
pengkoordinasian.
16
Program menurut Wirawan (Wirawan, 2012:
17) adalah kegiatan atau aktivitas yang dirancang
untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan
untuk waktu yang tidak terbatas. Program
dikemukan oleh wirawan adalah suatu aktivitas
yang yang direncanakan untuk melaksanakan
kebijakan dalam jangka tak terbatas. Wirawan
melupakan akan jangka waktu program.
Menurut peneliti, program adalah rencana
kegiatan atau aktivitas yang dituangkan dalam
tulisan dengan tujuan untuk melaksankan
kebijakan atau regulasi dalam jangka waktu yang
ditentukan.
Sedang Arikunto dan Jabar (Arikunto, 2009:
3) evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam sebuah
keputusan. Arikunto dan Jabar menjelaskan,
bahwa evaluasi adalah suatu aktivitas/ kegiatan
dengan tujuan mengumpulkan informasi untuk
menentukan sebuah keputusan yang tepat. Dalam
hal ini, evaluasi juga digunakan untuk umpan
balik dan keberlajutan program yang telah
dilaksanakan.
Manajemen evaluasi program adalah suatu
proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengendalian untuk
melaksanakan suatu kegiatan untuk menentukan
keputusan. Manajemen evaluasi program akan
menghasilkan sesuatu yang efektif, efisien, dan
17
memuaskan, maka perlu dipelajari, dikaji, dan
diteliti.
Konsep dasar dalam penelitian evaluasi
program ini adalah penelitian yang akan
dilaksanakan berdasarkan tujuan suatu program.
Untuk lebih jelas evaluasi program dapat
ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar : 2.1 Konsep Dasar Penelitian Evaluasi
Program
2.2. Evaluasi Program
Menurut Vendung (Wirawan: 2012: 16),
evaluasi merupakan mekanisme untuk memonitor
mensistematiskan, dan meningkatkan aktivitas
pemerintah dan hasil-hasilnya sehingga pejabat
publik dalam pekerjaannya di masa akan datang
Tujuan program
Feedback
Penyempurna
an Program
Informasi
keberhasilan/
kegagalan
Pengumpulan
Data
Perbadingan
antara hasil dan
tujuan
Hasil yang
dicapai
Kegiatan
Pencapaian
Tujuan
18
dapat bertindak serta bertanggung jawab, kreatif,
dan seefisien mungkin.
Menurut Wirawan (2012: 17), program
adalah kegiatan atau aktivitas yang dirancang
untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan
untuk waktu yang tidak terbatas. Sebagai contoh,
untuk melaksanakan kebijakan Pendidikan Dasar,
Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar menyusun
dan melaksanakan program pendidikan Sekolah
Dasar dan Program Pendidikan Sekolah Pertama.
Daniel L. Stuffebeam dan Anthony
J.Shinkfield (2007) mendifinisikan teori evalausi
program adalah: “A program evaluation theory is a
coherent set of conseptual, hypothetical, pragmatic,
and ethical pinciples forming a general framework to
guide the study and practice of program evaluation.”
Menurut mereka, teori evalausi program
mempunyai 6 ciri yaitu pertalian menyeluruh,
konsep-konsep inti, hipotesis teruji, prosedur yang
dapat diterapkan, persyaratan-persyaratan etika,
dan kerangka umum untuk mengarahkan praktik
evaluasi program dan malaksanakan penelitian
mengenai evaluasi program.
Menurut Suharsimi (Suharsimi, 2012: 325)
evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat
tingkat keberhasilan program. Dalam evaluasi di
sini ada suatu kegiatan dengan sengaja untuk
mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan
dari suatu kegiatan yang direncanakan.
19
Melakukan evaluasi program berarti
melakukan kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang program untuk mengetahui
seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan
yang direncanakan.
Menurut Tyler (Arikunto, 2009: 5) evaluasi
program adalah proses untuk mengetahui apakah
tujuan pendidikan telah terealisasi. Evaluasi
program merupakan penilaian yang sistematis dan
seobyektif mungkin terhadap suatu obyek,
program atau kebijakan yang sedang berjalan atau
sudah selesai, baik dalam desain, pelaksanaan
dan hasilnya. Di mana tujuan dari evaluasi
program adalah untuk menentukan relevansi dan
ketercapaian tujuan, efisiensi, efektifitas, dampak
dan keberlanjutannya. Suatu evaluasi harus
memberikan informasi yang dapat dipercaya dan
berguna agar donor serta pihak penerima manfaat
dapat mengambil pelajaran untuk proses
pengambilan keputusan.
Menurut Carol Tayler Fitz-Gibbon & Lynn
lyons Moris (Farida Yusuf Tayibnapis, 2008: 64)
desain evaluasi program ialah rencana yang
menunjukkan bila evaluasi akan dilakukan dan
dari siapa evaluasi atau informasi akan
dikumpulkan selama proses evaluasi.
Arikunto berpendapat (Suharsimi, 2012:
325) evaluasi program adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk
melihat tingkat keberhasilan program. Sedangkan
Musa (Arikunto, 2012: 325) mendefinisikan
20
evaluasi program sebagai suatu kegiatan untuk
memperoleh gambaran tentang keadaan suatu
objek yang dilakukan secara terencana, sistematik
dengan arah dan tujuan yang jelas.
Evaluasi sebagai upaya untuk
mengumpulkan, menyusun, mengolah dan
menganalisa fakta, data dan informasi. Evaluasi
selalu berhubungan dengan pengambilan
keputusan, karena hasil evaluasi merupakan
suatu landasan untuk menilai suatu program dan
memutuskan apakah program tersebut dapat
diteruskan atau masih perlu diperbaiki lagi.
Arikunto dan Cepi (Arikunto, 2009: 320)
mengemukakan bahwa yang menjadi titik awal
dari kegiatan evaluasi program adalah
keingintahuan untuk melihat apakah tujuan
program sudah tercapai atau belum. Jika sudah
tercapai, bagaimanakah kualitas pencapaian
kegiatan tersebut, dan jika belum tercapai, bagian
manakah dari rencana yang telah dibuat namun
belum tercapai dan apa penyebab bagian rencana
tersebut belum tercapai. Dengan kata lain,
evaluasi program dimaksudkan untuk melihat
pencapaian program.
Menurut Joint Committee on Standards For
Educational Evaluation ( Eko, 2009: 9), “Program
evaliuations that assess educational activities which
provide service an a continuing basis and aften
involve curricular afferings.” Evaluasi program
merupakan evaluasi yang menilai aktivitas di
21
bidang pendidikan dengan menyediakan data yang
berkelanjutan.
Dengan demikian evaluasi program ini
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja dan cermat dengan tujuan
mengetahui keterlakanaan program. Baik yang
sedang berjalan atau yang sudah lampau.
Menurut Wirawan (Wirawan, 2012: 17)
evaluasi program adalah metode sistematik untuk
mengumpulkan, menganalisa, dan memakai
informasi untuk menjawab pertanyaan dasar
mengenai program. Evaluasi program menurut
Wirawan dikelompokkan mejadi 3 yaitu evaluasi
proses (process evaluation), evaluasi manfaat
(outcome evaluation) dan evaluasi akibat ( impact
evaluation).
Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2014: 741)
evaluasi program adalah merupakan metode yang
sistematis untuk mengumpulkan data,
menganalisa data, dan menggunkan informasi
untuk menjawab pertanyaan tentang proyek,
kebijakan, dan program.
Setelah melihat beberapa definisi di atas,
maka evaluasi program merupakan suatu
rangkaian kegiatan pengumpulan informasi dari
suatu program secara sistematis yang bertujuan
untuk mengukur atau menilai suatu program,
meningkatkan keefektifan program dan mengambil
keputusan berkaitan dengan program di masa
yang akan datang. Para ahli selalu lupa, bahwa
evaluasi program sebagai balikan atau sebagai
22
masukan untuk program yang akan datang dan
evaluasi program dalam jangka waktu yang telah
ditentukan.
2.2.1 Tujuan Evaluasi Program
Menurut Suchman sebagaimana dikutip oleh
Nazir (Nazir, 1998: 15) penelitian evaluasi
merupakan penentuan hasil yang diperoleh dari
beberapa kegiatan (suatu program) yang dibuat
untuk memperoleh suatu tujuan tentang nilai atau
performance. Tujuan penelitian evaluasi
menurutnya adalah untuk mengukur pengaruh
suatu program terhadap tujuan-tujuan yang akan
dicapai dan memberikan sumbangan pemikiran
bagi pembuatan keputusan tentang suatu program
dan untuk meningkatkan dan memperbaiki
program di masa yang akan datang.
Menurut Endang Mulyatiningsih (Endang M,
2011: 114-115), evaluasi program dilakukan
dengan tujuan untuk:
1) Menunjukkan sumbangan program terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi
ini penting untuk mengembangkan program
yang sama ditempat lain.
2) Mengambil keputusan tentang keberlanjutan
sebuah program, apakah program perlu
diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.
Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin
mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi
program dapat dikatakan merupakan salah satu
23
bentuk penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam
evaluasi program, pelaksana berfikir dan
menentukan langkah bagaimana melaksanakan
penelitian.
Menurut Arikunto (Arikunto, 2012: 326-327)
setelah program dievaluasi, ada empat kebijakan
yang dapat dilakukan yaitu: (1) Kegiatan
dilanjutkan ; (2) Kagiatan dilanjutkan dengan
penyempurnaan; (3) kegiatan dimodifikasi; (4)
Kegiatan tidak dapat dilanjutkan.
Banyak pihak yang berkepentingan atau
stakeholders yang ingin mengetahui apakah dana
atau resources lainnya digunakan secara tepat,
apakah suatu pekerjaan telah selesai atau perlu
dilanjutkan. Dengan pengambilan keputusan dan
akuntabilitas yang baik diharapkan akan
memberikan hasil program yang baik dan lebih
efisien terhadap penggunaan sumber daya. Selain
itu juga ada beberapa tujuan lain dari evaluasi,
meliputi untuk verifikasi kualitas dan manajemen
program, mengidentifikasi strategi-strategi yang
berhasil dan yang gagal, mengukur efek atau
manfaat program.
Dari uraian di atas dapat diringkas bahwa
tujuan evaluasi program adalah untuk
meningkatkan efektivitas kegiatan dan untuk
mengukur suatu program, kegiatan yang telah
dilaksanakan dan untuk menentukan prioritas
program yang akan dilaksanakan di masa yang
akan datang agar lebih baik.
24
2.2.2. Jenis Evaluasi Program
Secara kontek umum, evaluasi dibedakan
atas evaluasi formatif (Formative evaluation) dan
evaluasi sumatif (summative evaluation) (DFID,
2005) dengan pengertian sebagai berikut:
1) Evaluasi Formatif (formatif evaluation)
Evaluasi formatif dilakukan pada saat
implementasi program berjalan dan bertujuan
pada peningkatan kinerja program yang
dievaluasi, melalui pembelajaran (learning) dari
pengalaman yang telah diperoleh. Pada
kebanyakan program, evaluasi ini lebih
substansial diarahkan pada terjadinya
perubahan antara disain program dan
implementasi, validasi atau penilaian awal
terhadap relevansi, efektivitas dan efisiensi.
Evaluasi ini juga bermanfaat untuk menilai
adanya tanda- tanda kegagalan dan
keberhasilan suatu pelaksanaan program.
Evaluasi formatif seringkali diacu sebagai
“reviews” terhadap suatu program.
2) Evaluasi Sumatif (summatif evaluation)
Evaluasi sumatif dilakukan setelah
implementasi program selesai. Tujuannya
adalah untuk menilai keberhasilan suatu
program, dari sisi desain, manajemen,
efektivitas, output, dampak. Pada saat ini
evaluasi sumatif lebih diutamakan untuk
menilai akuntabilitas (accountability)
pelaksanaan program.
25
2.3.3 Model –Model Evaluasi
Model-model evaluasi yang satu dengan yang
lainnya memang tampak bervariasi, akan tetapi
maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan
kegiatan pengumpulan data atau informasi yang
berkenaan dengan objek yang dievaluasi.
Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat
diberikan kepada pengambil keputusan agar dapat
dengan tepat menentukan tindak lanjut tentang
program yang sudah dievaluasi.
Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutib
oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul
Jabar ( Arikunto, 2009: 40), membedakan model
evaluasi menjadi delapan, yaitu:
1) Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan
oleh Tyler.
2) Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh
Scriven.
3) Formatif Summatif Evaluation Model, ini
dikembangkan oleh Michael Scriven.
4) Countenance Evaluation Model, dikembangkan
oleh Stake.
5) Responsive Evaluation Model, dikembangkan
oleh Stake.
6) CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada
“kapan” evaluasi dilakukan.
7) CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh
Stufflebeam.
8) Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.
26
2.2.4 Evaluasi Model CIPP
Model CIPP merupakan model evaluasi yang
paling banyak digunakan oleh evaluator. Evaluasi
Model CIPP (Contexk, Input, Process, and Product)
diperkenalkan pertama kali oleh Daniel L.
Stuffebeam pada tahun 1965. Model ini
dikembangkan oleh Stuffebeam dengan
pandangnya bahwa tujuan penting dari evaluasi
untuk memperbaiki bukan untuk membuktikan.
The CIPP approach is based on the view that the
most important purpose of evaluasi is not to prove
butto improve (Eko, 2015: 181). Model CIPP ini
dapat diterapkan dalam berbagai bidang. Misalnya
pendidikan, manajemen, perusahaan dan lain
sebagainya.
Dalam buku Riset Terapan oleh Endang
Mulyatiningsih (Endang Mulyatiningsih, 2011:
126), dikemukakan bahwa evaluasi CIPP dikenal
dengan nama evaluasi formatif dengan tujuan
untuk mengambil keputusan dan perbaikan
program.
Model yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model yang dikembangkan oleh
Stufflebeam yang dikenal dengan CIPP Evaluation
Model (Model Evaluasi CIPP). CIPP atau Context,
Input, Process and Product.
1) Evaluasi Kontek (Context)
Orientasi utama dari evaluasi konteks
adalah mengidentifikasi latar belakang perlunya
mengadakan perubahan atau munculnya
27
program dari beberapa subjek yang terlibat
dalam pengambilan keputusan (Endang
Mulyatiningsih, 2011: 127.
Komponen konteks (Context) dalam
penelitian yang akan dilakukan evaluasi adalah
kesesuaian kebutuhan sekolah, relevansi
program, dan kesiapan sekolah dalam
melaksanakan program.
2) Evaluasi Input
Evaluasi input dilakukan untuk
mengidentifikasi dan menilai kapabilitas sumber
daya bahan, alat, manusia dan biaya, untuk
melaksanakan program yang telah dipilih
(Endang Mulyatiningsih, 2011: 129)
Komponen Input dalam penelitian yang
akan dilakukan dalam evaluasi meliputi:
program pendidikan karakter, prasarana dan
sarana.
3) Evaluasi Proses
Evaluasi proses bertujuan untuk
mengidentifikasi atau memprediksi hambatan-
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan atau
implementasi program. Evaluasi dilakukan
dengan mencatat atau mendokumentasikan
setiap kejadian dalam pelaksanaan kegiatan,
memonitor kegiatan-kegiatan yang berpotensi
menghambat dan menimbulkan kesulitan yang
tidak diharapkan, menemukan informasi
khusus yang berada diluar rencana; menilai dan
28
menjelaskan proses secara aktual. Selama
proses evaluasi, evaluator dituntut berinteraksi
dengan staf pelaksana program secara terus
menerus (Endang Mulyatiningsih, 2011:130-
131).
Komponen proses dalam penelitian yang
akan dilakukan dalam evaluasi meliputi:
penyusunan program, pendanaan, partisipasi
stokeholder, sasaran, dan pelaksanaan program,
dan kendala/ hambatannya.
4) Evaluasi Produk
Evaluasi produk merupakan evaluasi
yang bertujuan untuk mengukur,
menginterpretasikan, dan menilai pencapaian
program (Stufflebeam & Shienfield, 1985: 176).
Evaluasi produk dapat dilakukan dengan
membuat definisi operasional dengan mengukur
kriteria objektif, melalui pengumpulan penilaian
dari stakeholder, dengan unjuk kerja
(performing) baik dengan menggunakan analisis
kuantitatif atau kualitatif
Wirawan (Wirawan, 2012: 92)
memberikan penjelasan evaluasi CIPP sebagai
berikut:
a). Konteks evaluation
1) Berupaya untuk mencari jawaban atas
pertanyaan apa yang perlu dilaksanakan?
2) Waktu pelaksanaan sebelum program
diterima.
3) Keputusan perencanaan program.
29
b. Input evaluation
1) Berupaya untuk mencari jawaban atas
pertanyaan apa yang harus dilaksanakan?
2) Waktu pelaksanaan sebelum program
dimulai.
3) Keputusan penstrukturan program.
c. Process evaluation
1) Berupaya untuk mencari jawaban atas
pertanyaan apa program sedang
dilaksanakan?
2) Waktu pelaksanaan ketika program
sedang dilaksanakan.
3) Keputusan pelaksnaan program.
d. Product evaluation
1) Berupaya untuk mencari jawaban atas
pertanyaan apakah program sukses?
2) Waktu pelaksanaan ketika program selesai
dilaksanakan.
3) Keputusan resikle: ya atau tidak program
harus resikel.
Evaluasi CIPP menurut Wirawan dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2 Bagan Evaluasi CIPP
(Wirawan, 2012: 92)
Kon teks evaluation
Input evalua
tion
Pro cess
evaluation
Pro duct
evaluation
30
Komponen produk dalam penelitian yang
akan dilakukan dalam evaluasi meliputi:
keputusan dan hasil pelaksanaan program.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa, model evaluasi untuk
mengambil keputusan dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengembangkan suatu
program dengan menggunakan evaluasi kontek,
evaluasi masukan, evaluasi proses, dan evaluasi
produk menggunakan model CIPP.
Dari apa yang dikemukaan ahli yang telah
memperkenalkan evaluasi model CIPP di atas,
tidak hanya sampai pada evaluasi produk saja.
Peneliti mempunyai pandangan bahwa program
evaluasi mempunyai “dampak” atau akibat yang
perlu dipikirkan. Dan kalau perlu menjadi kajian
bersama dalam penerapan setiap evaluasi
program.
2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Evaluasi Model CIPP
Model CIPP yang dikembangkan oleh Daniel
L. Stuffebeam dan Anthony J. Shinkfield memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model ini
antara lain adalah komprehensif, karena objek
evaluasi ini menyangkut konteks, input, proses,
dan produk. Jadi model CIPP tidak hanya pada
hasil atau produk saja.
Selain memiliki kelebihan, CIPP juga ada
kekurangan/ keterbatasan, yaitu apabila
diterapkan dalam bidang program pembelajaran di
kelas. Sebab mempunyai keterlaksanaan yang
31
kurang apabila tidak dimodifikasi. Ini terjadi
karena untuk mengukur konteks, input, proses,
dan produk dalam arti yang luas akan melibatkan
beberapa pihak yang membutuhkan waktu dan
biaya (Eko, 2015: 184).
Kalau demikian perlu adanya penyesuaian
dalam implikasinya di lapangan, supaya di
lapangan diterapkan untuk evaluasi dalam bidang
pendidikan pada khususnya.
2.2.6 Dampak
Istilah dampak menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah benturan, pengaruh yang
mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.
Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari
sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk
watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.
Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada
hubungan timbal balik atau hubungan sebab
akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa
yang dipengaruhi. (KBBI Online, 2016).
Dampak adalah pengaruh kuat yang
mendatangkan akibat, baik akibat positif aupun
akibat negatif. Pengaruh sendiri adalah suatu
keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau
hubungan sebab akibat antara apa yang
mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi.
Dampak dapat diartikan sebagai pengaruh
atau akibat. Dalam setiap keputusan yang diambil
oleh seorang atasan biasanya mempunyai dampak
tersendiri, baik itu dampak positif maupun
32
dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan
proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan
pengawasan internal.
Demikian pula setiap program juga akan
berdampak pada kebijakan atau suatu keputusan
yang akan diambil setelah program dievaluasi.
Peneliti memandang perlu dalam evaluasi
program ini menambahkan “dampak”, baik
dampak positif maupun negatif.
1) Pengertian Dampak Positif
Dampak adalah keinginan untuk
membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau
memberi kesan kepada orang lain, dengan
tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung
keinginannya.
Sedangkan positif adalah pasti atau tegas
dan nyata dari suatu pikiran terutama
memperhatikan hal-hal yang baik. positif adalah
suasana jiwa yang mengutamakan kegiatan
kreatif dari pada kegiatan yang menjemukan,
kegembiraan dari pada kesedihan, optimisme
dari pada pesimisme.
Positif adalah keadaan jiwa seseorang
yang dipertahankan melalui usaha-usaha yang
sadar bila sesuatu terjadi pada dirinya supaya
tidak membelokkan fokus mental seseorang
pada yang negatif. Bagi orang yang berpikiran
positif mengetahui bahwa dirinya sudah berpikir
buruk maka ia akan segera memulihkan dirinya.
Jadi dapat disimpulkan pengertian
dampak positif adalah keinginan untuk
33
membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau
memberi kesan kepada orang lain, dengan
tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung
keinginannya yang baik.
2) Pengertian Dampak Negatif
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia
dampak negatif adalah pengaruh kuat yang
mendatangkan akibat negatif.
Dampak adalah keinginan untuk
membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau
memberi kesan kepada orang lain, dengan
tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung
keinginannya. berdasarkan beberapa penelitian
ilmiah disimpulkan bahwa negatif adalah
pengaruh buruk yang lebih besar dibandingkan
dengan dampak positifnya.
Jadi dapat disimpulkan pengertian
dampak negatif adalah keinginan untuk
membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau
memberi kesan kepada orang lain, dengan
tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung
keinginannya yang buruk dan menimbulkan
akibat tertentu.
Komponen dampak dalam penelitian yang
akan dilakukan dalam evaluasi meliputi:
hambatan dan solusinya serta dampak
pelaksanaan program.
34
2.3 Pendidikan Karakter
Istilah karakter, secara etimologi berasal dari
bahasa Latin yaitu character yang berarti watak,
tabiat, sifat- sifat kejiwaan, budi pekerti,
kepribadian dan akhak. Dalam bahasa Inggris
character berarti tabiat, budi pekerti, watak. Dalam
bahasa Arab, karakter diartikan khuluq, sajiyyah,
thab’u yang berarti budi pekerti, tabiat atau watak
(Agus, 2012: 20).
Pendidikan karakter, menurut Ratna
Megawangi, sebagaimana yang dikutip (Kusuma,
2011: 5), yaitu sebuah usaha untuk mendidik
anak-anak agar dapat mengambil keputusan
dengan bijak dan mempraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi positif kepada
masyarakatnya.
Definisi lain menurut Fakry Gaffar,
pendidikan karakter adalah sebuah proses
transformasi nilai-nilai kehidupan untuk
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian
seseorang sehingga menjadi satu dalam kehidupan
orang itu.
Dalam definisi tersebut, ada tiga pikiran
penting yaitu, proses transformasi, ditumbuh
kembangkan dalam kepribadian, dan menjadi
salah satu dalam prilaku.
Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemendiknas, 2010: 2) merumuskan, pendidikan
karakter adalah pendidikan yang menanamkan
dan mengembangkan karakter-karakter luhur
35
kepada peserta didik, sehingga mereka memiliki
karakter luhur dan mempraktikkan dalam
kehidupannya, baik dalam keluarga, sebagai
anggota masyarakat, dan warga negara.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat
dinyatakan bahwa karakter adalah kualitas atau
kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi
pekerti individu yang merupakan kepribadian
khusus yang menjadi pendorong dan penggerak,
serta membedakannya dengan individu lain. Dan
seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah
berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang
dikehendaki masyarakat yang bernorma, serta
digunakan sebagai moral dalam hidupnya.
Idealnya pelaksanaan pendidikan karakter
merupakan bagian yang terintegrasi dengan
manajemen pendidikan di satuan pendidikan yaitu
sekolah.
Pendidikan karakter dalam setting sekolah
merupakan pembelajaran yang mengarah pada
penguatan dan pengembangan perilaku anak
secara utuh didasarkan pada suatu nilai tertentu
yang dirujuk oleh sekolah. Definisi ini
mengandung makna:
1) Pendidikan karakter adalah pendidikan yang
terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi
pada semua mata pelajaran.
2) Pendidikan karakter diarahkan pada
pengembangan perilaku anak secara utuh.
Asumsinya anak merupakan organisme
36
manusia yang memiliki potensi untuk
dikuatkan dan dikembangkan.
3) Penguatan dan pengembangan perilaku dalam
pendididkan karakter didasari oleh nilai yang
dirujuk sekolah.
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa, pendidikan karakter
adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta
didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang
berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga serta
rasa dan karsa. Dapat juga dimaknai dengan
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak yang
bertujuan untuk memberikan keputusan baik-
buruk, memelihara apa yang baik, dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati.
2.3.1 Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut Kemendiknas (Kemendiknas, 2010:
7) tujuan pendidikan karakter adalah:
1) Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/
efektif peserta didik sebagai manusia dan
warga Negara yang memiliki nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa;
2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku
peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa
yang religius;
37
3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan
tanggung jawab peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa;
4) Mengembangkan kemampuan peserta didik
menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
berwawasan kebangsaan;
5) Mengembangkan lingkungan kehidupan
sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,
jujur, penuh kreativitas dan persahabatan,
serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity).
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional
menjelaskan pendidikan karakter pada intinya
mempunyai tujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai
oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa berdasarkan Pancasila (Samani, 2011: 9).
Menurut Agus (Agus, 2012: 22) pendidikan
karakter mempunyai tujuan yaitu membentuk dan
membangun pola pikir, sikap, dan perilaku peserta
didik agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak
karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab.
Dari berbagai pandangan di atas, dapat
disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan
karakter adalah membentuk, menanamkan,
memfasilitasi, dan mengembangkan nilai-nilai
38
positif kepada peserta didik agar menjadi manusia
yang unggul dan bermartabat.
2.3.2 Indikator Keberhasilan Pendidikan Karkater
Menurut Hasan (Agus, 2012: 39) indikator
keberhasilan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
pertama untuk sekolah dan kelas; dan kedua
untuk mata pelajaran.
Indikator sekolah dan kelas digunakan oleh
kepala sekolah, guru, personalia dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
program sekolah dan kegiatan sekolah sehari-hari
sebagai lembaga pelaksana pendidikan karakter.
Sedang indikator mata pelajaran dipergunakan
untuk menggambarkan perilaku efektif peserta
didik dengan mata pelajaran tertentu.
Ada 18 nilai yang harus dikembangkan di
sekolah dalam menentukan keberhasilan
pendidikan karakter. Indikator keberhasilan
Pendidikan Karakter di lembaga pendidikan
sekolah tidak semua indikator dikembangkan. Ada
beberapa nilai yang ditekankan antara lain sebagai
berikut:
No Nilai Indikator
1 Religius Mengucapkan salam Berdoa sebelum dan sesudah belajar Melaksanakan ibadah keagamaan Memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik untuk melaksanakna ibadah*) Merayakan hari besar keagamaan
2 Jujur Membuat dan mengerjakan tugas secara benar
Tidak menyontek atau memberi sontekan Membangun koperasi atau kantin kejujuran Melaporkan kegiatan sekolah secara transparan Melakukan system perekrutan siswa secara benar
dan adil
39
Melakukan system penilaian yang akuntabel dan tidak melakukan manipulasi
Menyediakan fasilitas atau tempat temuan barang yang hilang*)
3 Toleransi Memperlakukan orang lain dengan cara yang sama dan tidak membeda-bedakan agama, suku,
ras, dan golongan Menghargai perbedaan yang ada tanpa
melecehkan kelompok lain.
4 Disiplin Guru dan siswa hadir tepat waktu Menegakkan prinsif dengan memberikan
punishment bagi yang melanggar dan reward yang berprestasi
Menjalankan tata tertib sekolah
5 Peduli Ling kungan
Menjaga lingkungan kelas dan sekolah Memelihara tumbuh-tumbuhan dengan baik
tanpa menginjak atau merusaknya Mendukung program go grees (penghijauan) di
lingkungan sekolah Tersedianya tempat untuk membuang sampah
organic dan sampah non organic Menyediakan kamar mandi, air bersih, dan tempat
cuci tangan
6 Peduli
Sosial
Sekolah memberikan bantuan kepada siswa yang
kurang mampu Melakukan kegiatan bakti social Melakukan kunjungandi daerah atau kawasan
marginal
Memberi bantuan kepada lingkungan masyarakat yang kurang mampu
Menyediakan kotak amal atau sumbangan
Tabel 2.1 Indikator Keberhasilan Pendidikan Karakter (Agus, 2012: 40-43)
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemben-
tukan Karakter
Menurut V. Campbell dan R. Obligasi (YE.
Retno, 2015: 17), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pendidikan pembentukan karakter
seseorang, yaitu :
1) Faktor keturunan;
2) Pengamanan masa kanak-kanak;
3) Pemodelan oleh orang dewasa atau orang-
orang lebih tua;
4) Pengaruh lingkungan sebaya;
5) Lingkungan fisik dan social;
40
6) Substansi materi di sekolah atau lembaga
pendidikan lain; dan
7) Media massa.
Dalam proses pembentukan karakter peserta
didik perlu adanya kontrol internal, eksternal, dan
kontrol sosial yang menuntunnya individu
memiliki karakter yang baik. Salah satu cara yaitu
dengan keteladan dari semua unsur baik orang
tua, guru, masyarakat, dan media sosial lainnya.
2.4 Penelitian yang relevan
Untuk melakukan penelitian ini, peneliti
mengambil beberapa penelitian yang terdahulu
agar terjadi kesinambungan. Adapun penelitian
tersebut adalah :
1) YE Retno Saptowati Kawuryan. 2015. Evaluasi
Program pendidikan Karakter di SD Negeri
Kemirirejo Kota Magelang.
Hasil penelitiannya adalah: 1)
mengembangkan potensi kalbu siswa,
kebiasaan dan perilaku terpuji,
mengembangkan kemandirian berwawasan
kebangsaan dan mengembangkan lingkungan
sekolah sebagai lingkungan belajar yang
kondusif dan nyaman; 2) Mengembangkan
nilai-nilai pendidikan karakter yang
diitegrasikan dalam setiap mata pelajaran.
2) Stovika Eva Darmayanti, Udik Budi Wibowo.
2014. Evaluasi Program Pendidikan Karakter Di
Sekolah Dasar Kabupaten Kulon.
41
Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
Mengevaluasi ketercapaian program pendidikan
karakter pada tingkat sekolah dasar di
Kabupaten Kulon Progo; dan (2) Memberikan
rekomendasi baik kepada guru, sekolah,
maupun pemerintah untuk perbaikan program
pendidikan karakter.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
(1) Kesiapan sekolah dasar di Kabupaten
Kulon Progo untuk mengimplementasikan
pendidikan karakter, baik dinilai dari
kurikulum yang telah terintegrasi pendidikan
karakter, namun masih kurang dalam hal
pengelolaan sarana prasarana pendukung dan
banyak guru memerlukan lebih banyak
pengetahuan dan keterampilan tentang
pendidikan karakter; (2) Implementasi
pendidikan karakter belum tampak pada
kegiatan pembelajaran; (3) Dukungan dari
pemerintah dalam sosialisasi atau pelatihan
dirasa masih kurang oleh sekolah; (4)
Monitoring dan evaluasi pendidikan karakter
masih terbatas pada kurikulum dan dilakukan
melalui pembinaan pengawas di setiap sekolah;
(5) Kendala yang umum dihadapi sekolah
adalah penilaian sikap siswa yang belum
terdokumentasi, kurangnya pemahaman guru
untuk mengimplementasikan pendidikan
karakter, dan tidak adanya sinergi antara
pendidikan di sekolah dengan pendidikan di
rumah.
42
3) Wing Sze MAK (2014). Evaluation of a Moral and
Character Education Group for Primary School
Students.
The purpose of this study is to evaluate the effectiveness
of the Moral and Character ducation Group with ten
Primary Four students. This is a six-session group,
conducted in a primary school by a social work student
worker on her practicum. Through observation in
school and interviews with the school social worker, the
student worker identified the need for moral education
in Primary Four students. This group aims to introduce
the importance of positive social manners and moral
education. The group content and intervention were
based on positive psychology, Bandura’s social learning
theory, Kohlberg’s moral development model, Beck’s
moral education needs theory and Berkowitz’s social
interaction theory. Assignments, observation and
feedback session were used as qualitative assessment.
Due to its activities-based nature, the interaction of
members served an important function in teaching
moral education. Pre-tests and post-tests were used as
quantitative data to support the outcome evaluation. All
members showed improvement in their understanding of
the importance of appreciation, gratitude, respect and
kindness, as well as a willingness to practice them in
their daily lives. This implies that using various
activities and games can raise the interest of students
and foster interaction. By being part of a group,
members can learn proper social manners and attitudes
from the student worker, other members and group
experiences. More evidence-based interventions can be
developed to design tailor-made and interactive
character education for Chinese primary school
students.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi efektivitas Moral dan Karakter
Education Group dengan sepuluh Primer Empat
siswa.Ini merupakan grup enam sesi, dilakukan
di sebuah sekolah dasar oleh seorang pekerja
mahasiswa pekerjaan sosial pada praktikum
nya.Melalui observasi di sekolah dan
wawancara dengan pekerja sosial sekolah,
43
pekerja siswa mengidentifikasi kebutuhan
pendidikan moral di Pratama Empat
siswa.Kelompok ini bertujuan untuk
memperkenalkan pentingnya sopan santun
sosial yang positif dan pendidikan moral.Isi
kelompok dan intervensi didasarkan pada
psikologi positif, teori belajar sosial Bandura,
model pembangunan moral yang Kohlberg,
pendidikan moral Beck membutuhkan teori dan
teori interaksi sosial Berkowitz ini.Tugas,
observasi dan sesi umpan balik digunakan
sebagai penilaian kualitatif.Karena yang bersifat
kegiatan berbasis, interaksi anggota dilayani
fungsi penting dalam mengajarkan pendidikan
moral.Pra-tes dan pasca-tes yang digunakan
sebagai data kuantitatif untuk mendukung
evaluasi hasil.Semua anggota menunjukkan
peningkatan dalam pemahaman mereka tentang
pentingnya apresiasi, rasa syukur, hormat dan
kebaikan, serta kemauan untuk berlatih mereka
dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ini berarti
bahwa dengan menggunakan berbagai kegiatan
dan permainan dapat meningkatkan minat
siswa dan interaksi asuh. Dengan menjadi
bagian dari kelompok, anggota dapat belajar
sopan santun yang tepat sosial dan sikap dari
pekerja mahasiswa, anggota lain dan
pengalaman kelompok. Lebih intervensi
berbasis bukti dapat dikembangkan untuk
merancang pendidikan karakter interaktif
dibuat dan untuk siswa sekolah dasar Cina.
44
4) Tristanti, Yoyon Suryono. 2014. Evaluasi
Program Kecakapan Hidup Bagi Warga Binaan
Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIa
Kutoarjo.
Penelitian ini bertujuan mengetahui
pelaksanaan, keberhasilan dan kendala-kendala
program kecakapan hidup bagi warga binaan di
Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Kelas IIA
Kutoarjo.Penelitian ini merupakan penelitian
evaluasi dengan menggunakan model pene-
litian CIPP. Pengumpulan data menggunakan
metode wawancara, dokumentasi, dan
observasi.Hasil penelitian menunjukkan
pelaksanaan program pada aspek konteks
menunjukkan ke- sesuaian antara kebutuhan
dan partisipasi warga belajar, pengalaman
warga belajar dan kondi- si lingkungan dengan
kegiatan program. Pada aspek masukan
menunjukkan motivasi warga belajar,
karakteristik warga belajar, karakteristik
narasumber, pendanaan, dan sarana prasara-
na dalam kategori baik. Aspek proses
menunjukkan aktifitas warga belajar, strategi
pembel- ajaran dan hubungan antar pribadi
dalam kategori baik. Aspek hasil menunjukkan
semua ke- giatan keterampilan dapat terlaksana
dengan baik. Keberhasilan program
keterampilan ditunjukkan oleh perubahan
perilaku warga belajar yang meliputi kecakapan
tangan, kecakapan hati, kecakapan otak, dan
kecakapan sehat.
45
5) Darmiyati Zuhdi, (2010). Pendidikan karakter
telah diintegrasikan pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia melalui media cerita
bergambar dan metode bermain peran.
Hasil penelitian menunjukan bahwa
penggunaan cerita bergambar dan metode
bermain peran efektif untuk meningkatkan
pengamalan nilai kejujuran, kesabaran, dan
ketaatan beribadah, serta keterampilan
berbahasa Indonesia (menyimak, membaca dan
berbicara), Model pembelajaran IPA berbasis
karakter, dan pendekatan ARCS (attention,
relevance, confidence, dan satisfaction) terbukti
efektif untuk meningkatkan nilai-nilai
kejujuran, tanggung jawab, dan ketaatan
beribadah, serta hasil belajar IPA/IPS.
Kesimpulan bahwa model pendidikan karakter
yang efektif adalah model yang menggunakan
pendekatan komprehensif. Pendidikan karakter
diintegrasikan ke dalam berbagai bidang studi.
Metode dan strategi yang digunakan bervariasi
yang sedapat mungkin mencakup inkulkasi/
penanaman (lawan indoktrinasi), keteladanan,
fasilitasi nilai, dan pengembangan soft skills
(antara lain berpikir kritis, kreatif,
berkomunikasi efektif, dan dapat mengatasi
masalah). Semua warga sekolah (pimpinan
sekolah, guru, siswa, pegawai administrasi,
bahkan penjaga sekolah serta pengelola warung
sekolah) dan orang tua murid serta pemuka
masyarakat perlu bekerja secara kolaboratif
46
dalam melaksanakan program pendidikan
karakter. Tempat pelaksanaan pendidikan
karakter baik di dalam kelas maupun di luar
kelas dalam berbagai kegiatan, termasuk
kegiatan di rumah dan di dalam lingkungan
masyarakat dengan melibatkan partisipasi
orang tua.
Dari beberapa penelitian yang terdahulu
dengan penelitian saya ini ada beberapa
persamaan dan perbedaan, antara lain :
ASPEK NAMA PENELITI
1 YE. Retno Saya Tuju-an Mengevaluasi Konteks, input, proses, dan
output program pembelajaran karakter.
Tujuan : Mengevaluasi Konteks, input, proses, produk, dan dampak program pendidik-an karakter. Model : Model yang
digunakan CIPP.
Materi : Masalah Program Pendidikan Karater Hasil yang diharapkan : memberi saran keberlan jutan program pendidikan karakter.
Materi Masalah Program Pembelajaran Karkater
Hasil Pengembangan pendidikan karkater yang
diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran
2 Stovika Eva Darmayanti,
Tuju-an mengevaluasi ketercapaian program
pendidikan karakter pada tingkat sekolah
dasar (2) memberikan rekomendasi baik
kepada guru, sekolah, maupun
pemerintah untuk perbaikan program
pendidikan karakter
Materi Kegiatan pembelajaran pendidikan karakter
Hasil Implementasi pendidikan karakter dalam
kurikulum
3 Wing Sze MAK
Tuju-an mengevaluasi efektivitas Moral dan
Karakter
Materi Kegiatan dan permaian sehingga
membentuk karakter siswa
Hasil Interaksi
4 Tristanti, Yoyon Suryono
Tuju-an Mengetahui pelaksanaan, keberhasilan dan
kendala-kendala program kecakapan hidup
bagi warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Anak (LPA) Kelas IIA
Kutoarjo. Model penelitian CIPP.
Pengumpulan data menggunakan metode
wawancara, dokumentasi, dan observasi.
Materi warga binaan di Lembaga Pemasyara katan
Anak (LPA) Kelas IIA Kutoarjo
Hasil Mengevaluasi keberhasilan program
47
pembe lajaran tidak cukup hanya
dengan mengadakan penilaian terhadap
hasil belajar siswa sebagai produk
dari sebuah proses. Tetapi program
pembelajar an yang disusun dan
dilaksanakan guru Penilaian terhadap
hasil program pembelajaran tidak cukup
terbatas pada hasil jangka pendek atau
output tetapi sebaiknya juga menjangkau
outcome dari
program pembelajaran.
5 Darmiyati Zuhdi
Pendekatan
ARCS (attention, relevance, confidence, dan
satisfaction
Materi Pendidikann Karakter diintegrasikan pada
ketrampilan berbahasa Indonesia
Hasil Model pendidikan karakter yang efektif
adalah model yang menggunakan
pendekatan komprehensif. Pendidikan
karakter diintegrasikan ke dalam berbagai
bidang studi
Berdasarkan hasil ke-5 peneliti di atas ada 2
(dua) model evaluasi yang dipakai yaitu ARCS
(attention, relevance, confidence, dan satisfaction)
dan CIPP. Dan dalam penelitian tersebut masih
terpaku dalam evaluasi program karakter dalam
pembelajaran saja.
Berbagai penelitian yang kami jadikan
rujukan tersebut dapat menambah wawasan dan
informasi sebagai data pendukung bagi peneliti.
Peneliti mengadakan penelitian tentang evaluasi
program pendidikan karakter ini bertujuan selain
mengevaluasi konteks, input, proses, dan produk
program pendidikan karakter, juga ingin
mengetahui dampak atau akibat tentang
pelaksanaan pendidikan karakter di SD Negeri
Prampelan Kecamatan Sayung Kabupaten Demak.
48
Sehingga perbedaan dalam penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya selain model yang
digunakan juga adanya tambahan yaitu dampak
dari pelaksanaan.
2.5 Kerangka Berfikir
Undang Undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 (UUSPN. No. 20/
2003) mempunyai fungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta
bertangung jawab.
Dalam pelaksanaan tiap satuan pendidikan
wajib melaksanakan perencanaan program yang
dituangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Salah satu program dalam
KTSP yaitu program pendidikan karakter.
Untuk mengetahui keberkelanjutan
program, pengelola pendidikan sangat butuh
informasi tentang program pendidikan karakter,
maka perlu dilakukan evaluasi. Dalam penelitian
ini evaluasi yang akan digunakan adalah Model
Evaluasi CIPP.
Evaluasi dengan CIPP ditambah dengan
dampak akibat pelaksanaan tersebut kemudian
disimpulkan dan memberi saran tentang
keberlanjutan program.
49
Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini
dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Gambar 2.3
Bagan kerangka berfikir
KURIKULUM TINGKAT
SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
PROGRAM SEKOLAH
EVALUASI CIPP PROGRAM PENDIDIKAN
KARAKTER
SARAN KEBERLANJUTAN
PROGRAM
KESIMPULAN
DAMPAK/ AKIBAT
50