37
24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini Penulis akan membahas mengenai konsep Lembaga Perwakilan di Indonesia. Berbicara mengenai lembaga perwakilan, maka tidak bisa terlepas dari konsep Kedaulatan Rakyat, Lembaga Perwakilan dan konsep Bicameral yang akan dipahami secara general maupun secara khusus di Indonesia. Selanjutnya maksud dari bab ini adalah sebagai landasan teoritis/titik pijak yang akan digunakan untuk memberikan argumen dan analisis mengenai sistem bikameral yang ideal untuk diterapkan di Indonesia pada masa yang akan datang. A. Kedaulatan Rakyat Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan pemikiran tentang gagasan kedaulatan rakyat. Pergulatan pemikiran tersebut berujung dengan diubahnya ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Awalnya, Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Kemudian diubah pada Perubahan Ketiga UUD 1945 sehingga rumusannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

  • Upload
    hahanh

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini Penulis akan membahas mengenai konsep

Lembaga Perwakilan di Indonesia. Berbicara mengenai lembaga

perwakilan, maka tidak bisa terlepas dari konsep Kedaulatan

Rakyat, Lembaga Perwakilan dan konsep Bicameral yang akan

dipahami secara general maupun secara khusus di Indonesia.

Selanjutnya maksud dari bab ini adalah sebagai landasan

teoritis/titik pijak yang akan digunakan untuk memberikan

argumen dan analisis mengenai sistem bikameral yang ideal

untuk diterapkan di Indonesia pada masa yang akan datang.

A. Kedaulatan Rakyat

Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

pemikiran tentang gagasan kedaulatan rakyat. Pergulatan

pemikiran tersebut berujung dengan diubahnya ketentuan Pasal 1

ayat (2) UUD 1945. Awalnya, Pasal 1 ayat (2) UUD 1945

berbunyi “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan

sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Kemudian

diubah pada Perubahan Ketiga UUD 1945 sehingga rumusannya

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

25

menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-Undang Dasar”. MPR yang pada mulanya

dipahami sebagai pemegang mandat sepenuhnya dari rakyat atau

pemegang kedaulatan rakyat yang tertinggi,1 Bergeser ke arah

pemahaman bahwa MPR tidak lagi sebagai pemegang mandat

tunggal yang tertinggi, melainkan mandat itu dilaksanakan

berdasarkan UUD 1945. Dengan demikian, mandat rakyat

dijalankan oleh cabang-cabang kekuasaan negara berdasarkan

UUD 1945, termasuk oleh MPR sebagai salah satu lembaga

penyelenggara kekuasaan negara. Alasan perubahan ini menurut

Jimly Asshiddiqie dikarenakan rumusan Pasal 1 ayat (2) sebelum

Perubahan memuat ketentuan yang tidak jelas, dengan adanya

ungkapan “…dilakukan sepenuhnya oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat” maka ada yang menafsirkan bahwa

hanya MPR sajalah yang melakukan kedaulatan rakyat sehingga

DPR yang merupakan wakil rakyat dipandang tidak

melaksanakan kedaulatan rakyat.2

1 Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui

Perubahan Konstitusi, Asosiasi Pengajar HTN dan HAN dan In-TRANS,

Malang, 2004, hal. 3. 2Jimly Asshiddiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap

Pembangunan Hukum Nasional, Sambutan Pada Seminar Pengkajian Hukum

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

26

Perubahan gagasan kedaulatan dalam UUD 1945

sekaligus juga dibarengi dengan perubahan terhadap cara rakyat

memberikan mandat terhadap penyelenggara kekuasaan negara.

Sebagai wujud dari gagasan kedaulatan rakyat, dalam sistem

demokrasi harus dijamin bahwa rakyat terlibat penuh dalam

merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan melakukan

pengawasan serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan.

Pelaksanaan keterlibatan penuh rakyat tersebut haruslah

diorganisasikan menurut UUD 1945, tidak lagi diorganisasikan

melalui institusi kenegaraan Majelis Permusyawaratan Rakyat

layaknya ketentuan UUD 1945 sebelum Perubahan. Perbedaan

yang terjadi setelah perubahan itu sangat jelas dan prinsipil.3

Pertama, kedaulatan yang berada di tangan rakyat itu sekarang

tidak lagi dilembagakan hanya pada satu subjek (ordening

subject), MPR sebagai penjelmaan tunggal lembaga negara.

Dalam rumusan yang baru, semua lembaga negara baik secara

langsung ataupun tidak langsung juga dianggap sebagai

penjelmaan dan dibentuk dalam rangka pelaksanaan kedaulatan

Nasional (SPHN) Oleh Komisi Hukum Nasional (KHN) Republik Indonesia,

Jakarta, 21 November 2005. 3 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok…, Op.cit., hal. 292.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

27

rakyat. Kedua, pengharusan pelaksanaan tugas menurut ketentuan

UUD tidak hanya satu lembaga saja, yakni MPR, melainkan

semua lembaga negara diharuskan bekerja menurut ketentuan

UUD 1945.

Kedaulatan rakyat Indonesia berdasarkan ketentuan UUD

1945 (constitutional democracy) diselenggarakan secara langsung

dan melalui sistem perwakilan. Kedaulatan rakyat diwujudkan

dalam tiga cabang kekuasaaan yang tercermin dalam Majelis

Permusyawaratan Rakyat yang terdiri atas Dewan Perwakilan

Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah sebagai pemegang

kekuasaan legislatif, Presiden dan Wakil Presiden sebagai

pemegang kekuasaan eksekutif, dan Mahkamah Agung dan

Mahkamah Konstitusi sebagai pemegang kekuasaan yudikatif.

Penyaluran kedaulatan secara langsung (direct

democracy) dilakukan melalui pemilihan umum, pemilihan

Presiden, dan sebagai tambahan yaitu pelaksanaan referendum

untuk menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap rencana

perubahan atas pasal-pasal tertentu dalam UUD 1945. Bentuk

penyaluran kedaulatan rakyat lainnya yaitu melalui pelaksanaan

hak atas kebebasan berpendapat, hak atas kebebasan pers, hak

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

28

atas kebebesan informasi, hak atas kebebasan berorganisasi dan

berserikat serta hak-hak asasi lainnya yang dijamin dalam

Undang-Undang Dasar.4 Pada hakikatnya dalam ide kedaulatan

rakyat itu, tetap harus dijamin bahwa rakyatlah yang

sesungguhnya pemilik negara dengan segala kewenangannya

untuk menjalankan semua fungsi kekuasaan negara, baik di

bidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Dan tentunya

UUD 1945 dengan segala ketentuannya merupakan penjelmaan

kedaulatan rakyat, baik yang dilaksanakan secara langsung

(direct democracy) maupun yang dilaksanakan secara tidak

langsung atau perwakilan (representative democracy) melalui

lembaga perwakilan rakyat. Oleh sebab itu pula, organ atau

lembaga-lembaga negara yang melaksanakan fungsi kekuasaan

negara dianggap melaksanakan amanat kedaulatan rakyat dan

tunduk pada kedaulatan rakyat berdasarkan ketentuan UUD 1945.

Apabila hal ini dihubungkan dengan teori kontrak sosial Jean

Jacques Roesseau yang menyatakan bahwa kehendak rakyat yang

berdaulat itu dapat disalurkan dengan dua cara yaitu,5 pertama

adalah kehendak seluruh rakyat yang biasa disebut volunte de

4 Ibid.,

5 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat…, Op.cit., hal.77.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

29

tousdan yang kedua adalah kehendak umum yang berarti tidak

harus semua rakyat atau disebut sebagai volunte generale.

Kehendak yang pertama biasa juga disebut sebagai kedaulatan

politik dan yang kedua biasa juga disebut sebagai kedaulatan

hukum.

Dalam kedaulatan rakyat dengan sistem perwakilan atau

demokrasi biasa juga disebut sebagai sistem demokrasi

perwakilan (representative democracy) atau demokrasi tidak

langsung (indirect democracy). Di dalam demokrasi perwakilan

ini yang menjalankan kedaulatan rakyat adalah para wakil-wakil

rakyat yang duduk di dalam lembaga perwakilan rakyat atau

biasa juga disebut Parlemen. Para wakil-wakil rakyat tersebut

bertindak atas nama rakyat dan mereka yang kemudian

menentukan corak dan jalannya pemerintahan suatu negara, serta

tujuan apa yang hendak dicapai baik dalam jangka waktu yang

pendek maupun dalam waktu yang panjang. Hal seperti yang

dikatakan Rousseau sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat

melalui kehendak hukum (volunte generale). 6

6 Jean Jacques Rousseau, Du Contract Social (Perjanjian Sosial),

Visimedia, Jakarta, 2009, hal. 46.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

30

B. Konsep Umum Sistem Bicameral

1. Pengertian Sistem Bikameral dan Lembaga

Perwakilan

Dalam negara demokrasi, format keterwakilan rakyat

yang ideal dalam sebuah negara menjadi sesuatu yang sangat

penting. Keberadaan lembaga perwakilan rakyat merupakan

konsekuensi logis dari sebuah sistem demokrasi. Konstitusi

sebagai hukum dasar harus mampu menjawab kebutuhan

tersebut. Sebuah lembaga yang menjadi representasi dalam

penyelenggaraan negara harus diatur dan dimuat dalam

konstitusi.

Secara teoretis, Kontitusi diartikan sebagai seperangkat

aturan yang digunakan untuk membangun atau mengatur

sebuah pemerintahan negara.7 Arti konstitusi memuat aturan

pokok yang digunakan untuk membangun dan mengatur

sebuah pemerintahan negara. Menurut Aristoteles ada tiga

unsur yang harus dipenuhi oleh sebuah pemerintahan yang

berkonstitusi, yaitu: pertama, Pemerintahan dilaksanakan

untuk kepentingan umum. Kedua, Pemerintahan

7 K.C Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern (terjemahan), Pustaka

Eureka, Surabaya, 2003, hal. 1.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

31

dilaksanakan menurut yang berdasarkan kepada ketentuan-

ketentuan umum bukan yang dibuat secara sewenang-

wenang yang mengesampingkan konvensi dan konstitusi.

Ketiga, Pemerintah berkonstitusi berarti pemerintahan

yang dilaksanakan atas kehendak rakyat bukan berupa

paksaan maupun tekanan yang dilakukan pemerintah.8

Setiap unsur yang dikemukakan oleh Aristoteles

tersebut memiliki makna dan konsekusensi yang berbeda.

Pertama, menginginkan bahwa pemerintahan konstitusional

harus mengutamakan kepentingan umum/public dalam hal

ini adalah rakyat. Kedua, mengandung makna bahwa

penyelenggaraan pemerintahan harus berdasar pada hukum

(rule of law). Dengan demikian, hukum tersebut juga harus

dalam rangka melindungi kepentingan rakyat. Ketiga,

mengharuskan pemerintahan dilaksanakan atas kehendak

rakyat.9

Secara umum, struktur organisasi lembaga perwakilan

rakyat terdiri dari dua bentuk yaitu lembaga perwakilan

8 Riri Nazriyah, MPR RI Kajian Terhadap Produk Hukum dan Prospek di

Masa Depan, UII Press, Yogyakarta, hal. 1. 9 Ibid.,

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

32

rakyat satu kamar (unicameral) dan lembaga perwakilan

rakyat dua kamar (bicameral).10

Praktik unikameral dan

bikameral tidak terkait dengan landasan bernegara, bentuk

negara, bentuk pemerintahan, atau sistem pemerintahan

tertentu.11

Kedua bentuk itu merupakan hasil proses panjang

praktik ketatanegaraan di berbagai belahan dunia.12

Penerapan sistem bikameral, misalnya, dalam praktiknya

sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, dan sejarah

ketatanegaraan negara yang bersangkutan.13

Perbedaan latar

belakang sejarah atau tujuan yang hendak dicapai menjadi

salah satu faktor penting yang mempengaruhi sistem

perwakilan rakyat pada suatu negara.

Menurut Dahlan Thaib seperti dikutip H. Subardjo,14

dalam pembentukan sistem lembaga perwakilan bicameral

10

Lihat, John A. Jacobson, An Introduction to Political Science,

West/Wadsworth, Belmont CA, Washington, 1998. 11

Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Fakultas Hukum Universitas

Islam Indonesia (FH UII) Press, 2003, Yogyakarta. hal 1. 12

Bivitri Susanti (et.al), Semua Harus Terwakili, Studi Mengenai Reposisi

MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan di Indonesia, Pusat Studi Hukum dan

Kebijakan Indonesia, 2000, Jakarta. hal 11. 13

Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam

Sejarah, Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, Universitas

Indonesia Press, 1996, Jakarta. 14

Subardjo, Dewan Perwakilan Daerah (Dpd) Menurut Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Penerapan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

33

perlu ditentukan persamaan dan perbedaan diantara kedua

lembaga tersebut. Kedua lembaga perwakilan ini

mempunyai fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan

fungsi anggaran. Masing-masing lembaga bersidang sekali

setahun.

Kehadiran lembaga perwakilan merupakan wujud dari

demokrasi. Demokrasi menghendaki pemerintahan yang

berasal dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Demokrasi

pada era sekarang dilakukan melalui sistem perwakilan

dalam rangka membentuk “representative government”.

Menurut Arbi Sanit perwakilan di artikan sebagai hubungan

diantara dua pihak yaitu wakil yang terwakili, dimana wakil

memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan

yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan

yang terwakili.15

Perwakilan rakyat terbagi dalam dua prinsip

yaitu keterwakilan secara pemikiran atau aspirasi

Sistem Bikameral Dalam Lembaga Perwakilan Indonesia, Graha Ilmu,

Yogyakarta, 2012, hal. 66-67. 15

Dahlan Thaib, DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Liberty,

Yogyakarta, 2000, hal.2.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

34

(representation in ideas) dan perwakilan fisik atau

keterwakilan fisik (representation in presence).16

Keterwakilan secara fisik diwujudkan dengan

terpilihnya seorang wakil dalam keanggotaan Parlemen.

Dalam keterwakilan fisik tidak ada jaminan bahwa wakil

rakyat akan menyuarakan aspirasi rakyatnya karena sangat

dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya sistem pemilu,

kepartaian bahkan pribadi masing-masing wakil.17

Oleh

karena itu, muncul pemikiran tentang keterwakilan subtantif

(representation in ideas) yang tidak bergantung pada

mekanisme kelembagaan Parlemen.18

Setiap saat rakyat

dapat menyampaikan aspirasinya melalui media masa, forum

dengar pendapat, kunjungan kerja, dll. Artinya keterwakilan

secara fisik tidaklah cukup dan harus diikuti oleh

keterwakilan subtantif.

Selain itu pembagian konsep perwakilan rakyat dapat

dilihat dari sudut pandang hubungan antara yang diwakili

16

Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,

Konpress, Jakarta, 2006, hal. 176. 17

Ibid., hal. 177. 18

Ibid.,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

35

dan mewakili. Pembagian tersebut dapat dibagi dalam dua

tipe.

a. Perwakilan dengan tipe delegasi atau mandat.

Yang berpendirian wakil rakyat merupakan corong

keinginan rakyat yang terwakili. Ia harus

menyuarakan apa saja keinginan rakyat. Wakil

rakyat terikat dengan keinginan rakyat dan sama

sekali tidak memiliki kebebasan berbicara lain

dari pada yang dikehendaki konstituennya.19

Dalam tipe ini wakil rakyat harus memiliki kontak

secara langsung dan continue dengan

konstituennya. Hubungan ini diperlukan untuk

menjaga ketersambungan aspirasi rakyat dan

wakilnya. Wakil rakyat hanya mempunyai dua

pilihan mengikuti keinginan mayoritas rakyat atau

mundur jika tidak sepakat dengan keinginan

tersebut.

b. Perwakilan dengan tipe trustee (independent)

berpendirian bahwa wakil rakyat dipilih berdasarkan

19

Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, Gramedia Widia Sarana,

Jakarta, 1992, hal,174.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

36

pertimbangan yang bersangkutan dan memili kemampuan

mempertimbangkan secara baik (good judgement). Wakil

rakyat memiliki kebebasan untuk berbuat dan diberikan

kepercayaan untuk itu. Dasar pertimbangan yang digunakan

oleh wakil rakyat dalam bertindak lebih mengutamakan

kepentingan nasional.20

Dalam melihat hubungan antara wakil dan yang

diwakili Riswandha Imawan dengan mengutip Abcarian

mengemukakan adanya empat tipe hubungan, yaitu.21

1. Wakil sebagai wakil; dalam tipe ini, wakil

bertindak bebas menurut pertimbangannya

sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan

pihak yang diwakilinya.

2. Wakil sebagai utusan; dalam tipe ini wakl

bertindak sebagai utusan dari pihak yang

diwakili sesuai dengan mandate yang

diberikannya.

3. Wakil sebagi politico; dalam tipe ini wakil

kadang-kadang bertindak sebagai wali dan

adakala bertindak sebagi utusan. Tindakan

wakil akan mengikuti keperluan atau

masalah yang dihadapi.

4. Wakil sebagai partisan; dalam tipe ini wakil

bertidak sesuai dengan program partai atau

organisasinya. Wakil akan lepas

hubungannya dengan pemilih (pihak yang

diwakili) begitu proses pemilihan selesai.

20

Ibid.,hal.175. 21

Abdi Yuhana, Sistem Ketananegaraan Indonesia, Pasca Perubahan

UUD 1945, Sistem Perwakilan di Indonesia dan sistem perwakilan di

Indonesia dan Masa Depan MPR RI, Fokus Media, Bandung, 2007, hal. 56.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

37

Wakil hanya terikat pada partai atau

oragnisasi yang mencalonkannya.

Masing-masing tipe hubungan tersebut memiliki

kelebihan dan kekurangan. Penerapannya juga sangat

tergantung pada dinamika yang ada baik dalam maupun

luar Parlemen. Dengan demikian tujuan dibentuk Lembaga

perwakilan yaitu dalam dalam rangka untuk mewujudkan

prinsip-prinsip di atas. Struktur yang ada dalam lembaga

perwakilan semaksimal mungkin harus dapat mewakili

seluruh kepentingan rakyat. Secara umum ada tiga prinsip

keterwakilan/representasi dalam lembaga perwakilan yang

dikenal di dunia, yaitu:

1. Representasi politik (political representation)

2. Representasi teritorial (territorial representation)

3. Representasi fungsional (functional

representation).22

Pada mulanya prinsip yang pertama adalah

perwakilan melalui prosedur partai politik sebagai salah

satu pilar demokrasi modern. Keterwakilan politik ini

dianggap belum sempurna sehingga diciptakan saluran

22

Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Buana

Ilmu Populer, Jakarta, 2007, hal. 154.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

38

kedua yang merupakan keterwakilan daerah/ fungsional

untuk memberikan double check23

dalam menjalankan

fungsi sebagai lembaga perwakilan. Hadirnya keterwakilan

daerah ini yang dinamakan dengan sistem perwakilan dua

kamar/ bicameral sistem.

Struktur organisasi Parlemen dua kamar atau dalam

istilah yang lain adalah bicameral. Beberapa definisi

tentang bikameralisme dan second chamber adalah sebagai

berikut.

a. Bicameral system: A term applied by Jeremy

Bentham to the division of e legislative body into

two chamber, as in the United States Government

(Senate and House)24

b. Bicameral system: A legislature which has two

chamber rather than one (a unicameral system),

providing checks and balances and lessening, the

rrisk of elective dictatorship. At the birth of the

United, Benjamin Franklin wrote that”aplural

legislature is as necessary to good government as a

single executive.25

c. Bicameral: The devision of legislative or judicial

body into two components or chambers. The US

Congress is a bicameral legislature, since its

divided into two houses, the Senate and the House of

Representatives

23

Ibid., 24

Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan

keempat, Pusat Studi Tata Negara FH-UI, Jakarta, 2002, hal. 36. 25

Henry Campbell Black, Black‟s Law Dictionary; Definition Of the terms

and Pharases and English Jurisprudence, Ancient and Modern, ed. VI,

(Minnesota West Group), 1991, hal. 111.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

39

d. Second Chambers: Historically second chamber are

rooted in the medieaval idea of representation of

orders or ESTATES. The various social ordersa

were considered to require representation in

defferent methods of selection.

Second chamber atau Upper House di berbagai

negara dikenal dengan variasi nama yang bermacam-

macam. Di Inggris misalnya, dikenal dengan nama House

of Lords, di Switzerland dikenal dengan nama Concil of

States (Standerat), di Jerman dikenal dengan nama

Bundesrat, di Malaysia dikenal dengan dengan Dewan

Negara sedangkan di Autralia, Amerika Serikat, Kanada

dan Prancis dikenal dengan istilah Senate.26

Mengenai kamar kedua atau second chamber, John

Stuart Mill dalam bukunya Representative Government

mengatakan bahwa: „But the house need not both be of the

same composition; they may be intended as check on one

another. One being supposed democratic, the other will

naturally be constituted with aview to its being some

restraint upon democracy” kemudian ia juga berpendapat,

„if one House represent popular feeling, the other should

26

Reni Dwi Purnomo, Op.cit.,hal. 13-14.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

40

represent personal merit, tested and guaranteed by actual

public service, and fortified by practical experience. If one

is the people‟s chamber, the other should be the chamber of

statesmen.

Penjabaran klasik tentang fungsi dari second

Chamber atau kamar kedua dikemukakan oleh Lord Bryce.

Bryce mengatakan bahwa second chamber atau kamar

kedua mempunyai empat fungsi, yaitu:

a. Revisions of legislation;

b. Intuition of noncontrolversil bills;

c. Delaying legislation of fundamental

constitutional importance so as „to enable

the opinion of the nation to be adequalitely

expressed upon it;‟ and

d. Public debate.27

Selain fungsi second chamber atau upper house yang

disebutkan oleh Lord Bryce, argumentasi dibentuknya

second chamber atau upper house menurut C.F Strong

dalam bukunya modern political constitution adalah

sebagai berikut.

a. The existence of a second chamber

prevent the passage of precipitate and ill

considered by a single house.

27

Ibid, hal. 15.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

41

b. The sense of unchecked power on the part

of single Assembly, concius of having only

itself to consulat, may lead to abuse of

power and tyranny.

c. The should be a centre of resistance to the

pre dominate power in the state at any

given moment, whether it be the people as

a whole or a political party supported by

a majority of voters.

d. In the case of a federal state there is a

special argument in favour of a Second

Chamber which is so arranged as to

embody the federal principle or to

enshrine the popular will of each of the

atates, as distinc from that of the

federation as a whole.28

Ada dua alasan mengapa para penyusun konstitusi

memilih sistem bicameral, alasan pertama adalah, untuk

membangun sebuah mekanisme pengawasan dan

keseimbangan (checks and balance) serta untuk

pembahasan sekali lagi dalam bidang legislative. Alasan

kedua adalah untuk membentuk perwakilan untuk

menampung kepentingan tertentu yang biasanya tidak

cukup terwakili oleh majelis pertama. Secara khusus,

bicameralisme telah digunakan untuk menjamin perwakilan

yang memadai untuk daerah-daerah di dalam lembaga

28

Ibid.,

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

42

legislatif. Hasil dari kesenjangan reperesentasi di majelis

kedua amat bervariasi di dalam berbagai sistem di dunia.

Status dari majelis kedua diatas sampai tarap tertentu

bergantung pada caranya dipilih. Bila majelis kedua dipilih

oleh pemilih, anggota-anggotanya dapat mengaku memiliki

legitimasi demokratis langsung yang lebih besar. Bila

majelis kedua dipilih secara tidak langsung, anggota-

anggotanya hanya mengandalkan legitimasi sebatas dari

jalur perwakilan yang menentukan keanggotaan mereka.

Bila majelis kedua dipilih langsung oleh pemilih, sistem

atau siklus pemilihan bisa jadi berbeda karena bila tidak,

alasan untuk memiliki dua majelis dapat dipertanyakan

kembali. Kita dapat mengetahui fungsi dan komposisi dari

second chamber/upper houses, dari cara mereka direkrut

yaitu:

a. Tidak dengan pemilihan (non elektive), yaitu

1. Dengan keturunan (hereditary)

2. Dengan pengangkatan (nomineted)

b. Dengan pemilihan (elektive), yaitu

1. Seluruhnya dipilih (fully elected)

2. Sebagian dipilih (partially elected)29

29

Ibid.,hal. 18.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

43

2. Model Bikameral di Parlemen

Pembagian model kamar di Parlemen secara

garis besar terbagi dalam dua kelompok sistem, yaitu

sistem unikameral dan bikameral. Namum demikian

ada juga yang menggunakan sistem trikameral dan

bahkan tetracameral. Struktur organisasi parlemen

dengan sistem unicameral terdiri atas satu kamar

sedangkan bicameral terdiri dari dua kamar yang

masing-masing mempunyai fungsi sendiri-sendiri.

Sistem trikameral memiliki struktur tiga kamar

sedangkan tentrakameral memiliki empat kamar.

Selama berabad-abad tipe unicameral dan bicameral

yang biasa dikembangkan dimana-mana oleh karena

itu dalam berbagai literature hubungan tata negara

maupun literatur ilmu politik kedua sistem ini yang

lebih popular atau lebih dikenal. 30

a. Sistem Unikameral.

Model unikameral adalah model yang

meletakkan adanya lembaga tunggal sebagai

30

Charles Simabura, Parlemen Indonesia „‟Lintasan Sejarah Dan

Sistemnya‟‟, PT Raja Garfindo Persada, Jakarta, 2011, hal.33.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

44

pemegang kuasa di lembaga Parlemen. Bahkan

terdapat beberapa negara yang pada mulanya

bikameral kemudian menghapuskan kamar kedua

sehingga menjadi unicameral. Di Selandia Baru,

legislative Council sebagai kamar kedua dihapuskan

di tahun 1951 dengan alasan tidak efektif. Sedangkan

di Denmark landsting (upper house) dihapuskan di

tahun 1953 karena tidak melingkupi lower house dan

menjadi penghalang pada proses legislasi. 31

Saldi Isra dalam penelitiannya bersama Zainal

Arifin Mukhtar, ada beberapa hal menarik perihal

pilihan untuk membuat model parlemen dengan

kamar tunggal:

“Pertama, pilihan unicameral tersebut bisa

terjadi dengam varian bentuk pemerintahan apapun.

Sebuah pemerintahan presidensial maupun

parlementer juga ada yang mengadopsi model

unicameral ini. Kedua, model unicameral ini juga

sangat bervarian perihal kebutuhan akan representasi.

31

Ibid., Hal. 34.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

45

Pengisian Parlemen dengan kamar tunggal ini biasa

terjadi dengan kamar tunggal ini biasa terjadi pada

partai politik, representasi daerah maupun

representasi suku dan jenis kelamin. Ketiga, sebuah

parlemen dalam menjalankan fungi-fungsinya juga

bisa dilakukan dengan model unicameral dengan

menjalankan semua fungsi legislasi, representasi,

kontrol, anggaran maupun rekrutmen jabatan publik.

Keempat, meski mampu menjalankan fungsi, model

unicameral ini kurang mampu menggagas idealitas

fungsi lembaga parlemen. Tanpa kamar kedua, sama

sekali tidak ada control bagi kamar tunggal sehingga

satu-satunya kontrol adalah cabang kekuasaan

lainnya. Tanpa mekanisme kontrol internal tersebut,

kualitas fungsi Parlemen dalam hal legislasi,

representasi, kontrol, anggaran maupun rekruitmen

jabatan publik menjadi berkurang.

Dapat disimpulkan bahwa model unicameral

digunakan pada sistem presidensial maupun

parlementer. Dari aspek efesiensi fungsi-fungsi

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

46

parlemen, model unicameral dianggap sangat efisien.

Namun hasil dari pelaksanaan fungsi parlemen

tersebut secara kualitas kurang ideal karena tidak ada

kontrol bagi kamar tunggal tersebut kecuali dari

kekuasaan lain. Dalam rangka mewujudkan

representasi baik secara politik, daerah maupun

fungsional semuanya digabungkan dalam satu kamar

parlemen.32

b. Sistem Bikameral

Sistem ini diartikan sebagai sistem yang terdiri

atas dua kamar berbeda dan biasanya dipergunakan

istilah majelis tinggi (Upper House) dan majelis

rendah (Lower House). Masing-masing kamar

mencerminkan keterwakilan dari kelompok

kepentingan masyarakat yang ada baik secara politik,

teritorial, maupun fungsional. Pilihan terhadap

konsep keterwakilan masing-masing kamar sangat

dipengaruh oleh aspek kesejarahan tiap-tiap negara.

Pembedaan keterwakilan pada prinsipnya untuk

32

Ibid., hal. 35.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

47

mencegah terjadinya keterwakilan ganda (double

representation). 33

Kewenangan masing-masing kamar

di Parlemen mengikuti kewenangan Parlemen pada

umumnya. Secara konseptual masing-masing kamar

adalah sama dan sederajat.34

Namun dalam

perkembangan selanjutnya ada upaya mengurangi

kewenangan dan peran salah satu kamar sehingga saat

ini sistem bicameral dikatagorikan dalam dua

kelompok besar, yaitu: bicameral kuat (strong

bicameralism) dan bicameral lunak (soft

bicameralism). Pada strong bicameralism dalam arti

kedua kamar dilengkapi dengan kewenangan yang

sama-sama kuat dan saling menyeimbangi satu sama

lain. Sedangkan soft bicameralism diartikan bahwa

kedua kamar tidak memiliki kewenangan yang sama

kuat. 35

33

jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Op Cit,

hal. 185. 34

jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam

Sejarah, Telaah Perbandingan konstitusi Berbagai Negara, UI Press, Jakarta,

1996, hal. 37. 35

jimly Asshiddiqie, Konstitusi…., Op Cit, hal.186.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

48

Pemberian kewenangan yang hampir sama kuat

kepada kedua kamar ditujukan agar masing-masing

kamar dapat saling memberikan kontrol dan

menciptakan keseimbangan (check and balance).

Namun, di dalam praktek ketatanegaraan masing-

masing kamar memiliki kewenangan yang berbeda

dimana pada umumnya majelis rendah (lower house)

memiliki kewenangan lebih namun tetap saja

terhadap majelis tinggi (upper house) diberikan

kompensasi untuk dapat memberikan tanggapan atau

pertimbangan yang cukup signifika terutama dalam

proses legislasi.

Dalam pelaksanaan fungsi-fungsi lembaga

legislatif yang terkait antara hubungan legislatif

dengan lembaga eksekutif, ternyata sebagian sistem

presidensial adalah bicameral. Argumentasi yang

menyatakan sulit mendapat persetujuan dari dua

majelis dan seorang presiden eksekutif adalah suatu

prosedur yang berat dan mustahil menjadi tidak

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

49

relevan. bahkan sistem Parlamenterian yang memiliki

model yang lebih beragam.36

Pengklasifikasian masing-masing kamar pada

sistem bicameral ditentukan berdasarkan pada proses

pengisiannya. Sifat dasarnya yaitu dipilih (sebagian

atau seluruhnya) atau tidak dipilih (turun temurun

atau diangkat). Proses pengisian yang sudah

dijelaskan pada bagian sebelumnya tidak akan

memberikan arti jika tidak diupayakan untuk

menemukan hak berikut.

1. Sejauh mana majelis tinggi yang pemilihnya

diluar kontrol seluruh rakyat dapat

mempertahankan kekuasaannya yang rill.

2. Sejuah mana unsur terpilih dalam majelis

yang dipilih sebagaian (partially elected

house) dapat mengembangkan diri dan

memiliki kekuatan.

3. Dengan cara bagaimana dead-lock antara

kedua majelis dapat diselesikan apabila

kekuasaan majelis tinggi cukup nyata untuk

merintangi tindakan bebas majelis rendah.

4. Bagaimana kedudukan kamar kedua terpilih

bila diberi kekuasaan yang tidak dimiliki

pula oleh majelis rendah.37

36

Charles Simabura, Parlemen Indonesia…. Op Cit., hal.40. 37

Ibid.,

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

50

Selain itu pembagian sistem bicameral yaitu

strong bicameralism dan soft bicameralism tidak

hanya pada perbedaan kewenangan saja. Dua kamar

dari legislatif bicameral cenderung berbeda dalam

beberapa cara. Semula, fungsi yang paling penting

dari second chamber atau upper house, memili

dengan dasar dari suatu hak suaranya yang terbatas,

sebagai rem konservatif terhadap lower house yang

dipilih secara lebih demokratis.38

Menurut Arend Lijphart ada enam perbedaan

antara kamar pertama dan kamar kedua, tiga hal yang

secara khusus penting dalam membedakan apakah

bicameralism adalah suatu institusi yang signifikan.

Kita membedakan dengan melihat tiga perbedaan

yang kurang penting, yaitu:

1. Kamar kedua cenderung lebih kecil dari

kamar pertama.

2. Masa jabatan legislatif kedua cenderung

lebih lama dari kamar pertama.

3. Ciri-ciri umum yang lain dari kamar kedua

dipilih dengan cara pemilihan bertahap

(staggered election).

Ketiga perbedaan ini memengaruhi urusan

mereka dalam suatu cara yang lebih formal dan santai

dari pada yang biasanya terdapat pada kamar yang

38

ibid,. hal 41.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

51

lebih besar. Tetapi dengan suatu pengecualian

disebutkan secara ringkas, mereka tidak memengaruhi

suatu pertanyaan apakah suatu negara yang

mempunyai Parlemen bicameral adalah suatu institusi

yang benar-benar kuat atau berarti.

Penggolongan sistem bicameral „kuat‟ (strong

bicameralism) atau „lunak‟ (soft bicameralism)

menurut Andrew S. Ellis adalah sebagai berikut.39

Pertama dalam sistem yang „kuat‟ pembuatan

undang-undang biasanya dimulai dari majelis

manapun, dan harus dipertimbangkan oleh kedua

majelis dalam forum yang sama sebelum bisa

disahkan. Sebaliknya dalam sistem „lunak‟, majelis

yang satu memiliki status yang lebih tinggi dari yang

lain.

Menurut Ramlan Surbakti, ada beberapa

pertimbangan Indonesia mengadopsi sistem

bikameral yang masing-masing mewadahi

keterwakilan yang bebeda, yaitu distribusi penduduk

39

Ibid.,

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

52

Indonesia menurut wilayah sangat timpang dan

terlampau besar terkonsentrasi di Pulau Jawa, serta

sejarah Indonesia menunjukkan aspirasi kedaerahan

sangat nyata dan mempunyai basis materiil yang

sangat kuat yaitu dengan adanya pluralisme daerah

otonom seperti daerah istimewa dan otonomi

khusus.40

Sejalan dengan Ramlan Surbakti, Bagir Manan

memandang ada beberapa pertimbangan bagi

Indonesia menuju sistem dua kamar.

a. Seperti diutarakan Montesquieu, sistem dua kamar

merupakan suatu mekanisme checks and balances

antara kamar-kamar dalam satu badan perwakilan.

b. Penyederhanaan sistem badan perwakilan. Hanya

ada satu badan perwakilan tingkat pusat yang

terdiri dari dua unsur yaitu unsur yang langsung

mewakili seluruh rakyat dan unsur yang mewakili

daerah. Tidak diperlukan utusan golongan.

Kepentingan golongan diwakili dan disalurkan

melalui unsur yang langsung mewakili seluruh

rakyat.

c. Wakil daerah menjadi bagian yang melaksanakan

fungsi parlemen (membentuk undang-undang,

mengawasi pemerintah, menetapkan APBN, dan

40

Ramlan Surbakti, “Menuju Demokrasi Konstitusional: Reformasi

Hubungan dan Distribusi Kekuasaan”, dalam Maruto MD dan Anwari WMK,

Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat, Kendala dan Peluang Menuju

Demokrasi, LP3ES,2002, Jakarta. hal.15.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

53

lain-lain). Dengan demikian segala kepentingan

daerah terintegrasi dan dapat dilaksanakan sehari-

hari dalam kegiatan parlemen. Hal ini merupakan

salah satu faktor untuk menguatkan persatuan,

menghindari disintegrasi.

d. Sistem dua kamar akan lebih produktif. Segala

tugas dan wewenang dapat dilakukan setiap unsur.

Tidak perlu menunggu atau bergantung pada satu

badan seperti DPR sekarang.41

Jimly Asshiddiqie menambahkan, dengan adanya

dua majelis di suatu negara dapat menguntungkan karena

dapat menjamin semua produk legislatif dan tindakan-

tindakan pengawasan dapat diperiksa dua kali (double

check). Keunggulan sistem double check ini semakin

terasa apabila Majelis Tinggi yang memeriksa dan

merevisi suatu rancangan itu memiliki keanggotaan yang

komposisinya berbeda dari Majelis Rendah.42

Bahkan

menurut Soewoto Mulyosudarmo, sistem bicameral bukan

hanya merujuk adanya dua dewan dalam suatu negara,

tetapi dilihat pula dari proses pembuatan undang-undang

41

Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Fakultas Hukum Universitas

Islam Indonesia (FH UII) Press, 2003, Yogyakarta.hal. 22. 42

Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam

Sejarah, Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, Universitas

Indonesia Press, 1996, Jakarta. hal. 6.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

54

yang melalui dua dewan atau kamar, yaitu melalui Majelis

Tinggi dan Majelis Rendah.43

c. Sistem Trikameral

Sistem trikameral merupakan model pengkamaran

yang menempatkan adanya tiga lembaga di dalam sistem

parlemen di suatu negara. Jimly Asshiddiqie menyatakan

bahwa Indonesia saat ini menerapkan sistem trikameral.

Dikatakan demikian karena masing-masing lembaga

berfungsi sebagai lembaga permanen dan memiliki

kewenangan yang berbeda-beda.

Sistem trikameral sudah menjadi sangat sulit untuk

ditemukan, sejarah mencatat bahwa hanya Afrika Selatan

yang pernah menerapkan sistem ini, itu pun terjadi pada

masa apharteid. Di mana melalui pemilu pada tahun

1983, terdapat tiga kamar yang masing-masing mewakili

warna kulit tertentu yakni, House of Assembly (178

anggota yang merepresentasikan kelompok kulit putih),

House of Representatives (85 anggota yang

43

Soewoto Mulyosudarmo, Pembaruan Ketatanegaraan Melalui

Perubahan Konstitusi, Intrans dan Asosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa

Timur, 2004, Surabaya. hal. 14.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

55

merepresentasikan kaum berwarna dan ras campuran),

House of Delegates (45 anggota yang merepresentasikan

orang-orang Asia).44

d. Sistem Tetrakameral

Penerapan tetrakameral hampir sama dengan

trikameral, walau sangat jarang dikenal, namun beberapa

negara di daerah tengah Eropa memiliki Parlemen yang

dapat digolongkan sebagai tetrakameral. Praktek sistem

ini sangat jarang dikenal khususnya karena memang

unicameral dan bicameral yang banyak dikenal dalam

prakteknya, disbanding dengan trikameral dan

tetrakameral. Namun sejarah juga mencatat pernah adanya

negara yang menerapkan model ini, yaitu daerah

Medieval Scandinavia melalui model Deliberative

Assembly yang secara tradisional terbagi ke dalam empat

lingkup, yakni the nobility (ningrat), the clergy (pendeta),

the burghers (warga kota, pedagang dan pengrajin), and

the peasants (petani). Swedia menjadi salah satu negara

44

Ibid.,

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

56

yang menerapkan sistem ini dalam kurun waktu yang

cukup lama.

Berdasarkan apa yang telah Penulis jelaskan di

atas maka yang menjadi fokus dalam penelitian ada sistem

bicameral yang ideal sehingga sistem unicameral,

tricameral dan tetracameral yang penulis paparkan pada

sub bab ini hanya bersifat informatif untuk mengetahui

model-model kamar di Parlamen, dan bagaimana bentuk

dari model-model kamar tersebut sekaligus sebagai

pembanding lembaga perwakilan yang ideal. Ada dua

alasan mengapa para penyusun konstitusi memilih sistem

bicameral, alasan pertama adalah, untuk membangun

sebuah mekanisme pengawasan dan keseimbangan

(checks and balance) serta untuk pembahasan sekali lagi

dalam bidang legislative. Alasan kedua adalah untuk

membentuk perwakilan untuk menampung kepentingan

tertentu yang biasanya tidak cukup terwakili oleh majelis

pertama. Secara khusus, bicameralisme telah digunakan

untuk menjamin perwakilan yang memadai untuk daerah-

daerah di dalam lembaga legislatif. Hasil dari kesenjangan

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

57

reperesentasi di majelis kedua amat bervariasi di dalam

berbagai sistem di dunia.

C. Bikameral Kuat dan Lemah

Antara Parlemen bicameral kuat dan lemah, Arend

Lijphart membedakan menjadi tiga ciri, yaitu.

1. Kekuasaan yang diberikan secara formal oleh konstitusi

terhadap kedua kamar tersebut.

2. Bagaimana metode seleksi mereka, biasanya

memengaruhi legitimasi demokratis dari kamar-kamar

tersebut.

3. Perbedaan yang krusial antara dua kamar dalam

legalislative bicameral adalah kamar kedua mungkin

dipilih dengan cara atau desain yang berbeda juga

sebagai perwakilan (over represent) minoritas tertentu/

khusus. Jika dalam kasus ini, dua kamar berbeda dalam

komposisi mereka. Dapat disebut incongruenti, contoh

yang paling mencolok adalah paling banyak kamar

kedua dipergunakan sebagai kamar federal pada suatu

federasi.45

Pertama, kekuatan formal. Biasanya, jika terjadi

konflik, Keputusan senat bisa ditimpa oleh majelis rendah.

Di antara 36 negara yang dipelajari Lijphart pada tahun 2012,

baik parlementer maupun presiden sistem dia menyebutkan

Italia, Swiss, Amerika Serikat, Argentina dan Uruguay

sebagai Sistem dimana secara formal, kedua ruang memiliki

45

Reni Dwi Purnomowati, Implementasi Sistem Bikameral dalam

Parlemen Indonesia, Op.,Cit, hal. 21-22.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

58

posisi yang sama. Sekali itu Juga kasusnya di Belgia,

Denmark dan Swedia, namun kedua negara terakhir memiliki

sejak beralih ke sistem unikameral dan di Belgia, sejak tahun

1993, Belum ada pertanyaan tentang persamaan.46

Kekuatan formal mengacu pada bagaimana konstitusi

suatu negara mengatur. Dalam hal format lembaga

perwakilan di Indonesia, DPR memiliki kewenangan yang

dominan sedangkan DPD sebagai kamar kedua memiliki

posisi yang sangat lemah karena sejak awal secara formal

sudah dibatasi oleh Peraturan Perundang-undangan.

Faktor kedua yang menurut Lijphart penting adalah

metode pemilihan atau pemilihan para senator Senat yang

tidak memiliki legitimasi elektoral langsung, karena mereka

dipilih secara tidak langsung atau bahkan ditunjuk, tidak

memiliki legitimasi demokratis dan oleh karena itu pengaruh

politik aktual yang mereka miliki jika mereka secara

langsung terpilih, bahkan jika mereka kadang memiliki

kekuatan yang tampaknya kuat . Di sisi lain, seorang senat

46

Ibid.,

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

59

yang dipilih secara langsung dapat menggunakan ini

mengkompensasi sejauh kurangnya kekuatan formal.

Apabila mengacu pada sistem pemilihan yang

dilakukan di Indonesia maka sudah seharusnya DPD

mempunyai legitimasi yang kuat karena DPD langsung

mewakili kepentingan masyarakat daerah pemilihannya

sedangkan DPR lebih berorientasi pada perwakilan partai

politik.

Faktor ketiga yang dipertimbangkan Lijphart adalah

pertanyaan apakah minoritas terlalu banyak diwakili dalam

senat. Biasanya ini berbentuk lebih representasi dari negara

bagian atau provinsi yang lebih kecil dalam kaitannya

dengan ukurannya, seperti pada Amerika Serikat, Kanada,

Australia, Jerman dan Swiss, atau representasi berlebihan

dari daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan,

seperti di Perancis. Minoritas di Indonesia senat lebih baik

diwakili, karena pemilihan senat menggunakan sistem

representasi proporsional, sedangkan sistem mayoritas

digunakan untuk pemilihan rumah bawah dalam sistem

bikameral lainnya, kedua ruangan tersebut dipilih melalui

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16555/2/T2_322015015_BAB II...A. Kedaulatan Rakyat . Dalam proses Perubahan UUD 1945 terjadi pergulatan

60

sistem pemilihan yang sebanding, seperti di Italia dan

(terlepas dari yang tidak langsung karakter pemilihan) juga di

Belanda. Lijphart menganggap senat lebih kuat jika

komposisinya berbeda dari bilik lainnya.

Berdasarkan ketiga faktor tersebut, Lijphart membuat

analisis kekuatan bikameralisme di negara yang ia pelajari.

Lijphart mengatakan sistem terkuat adalah sistem dimana

kekuatan dan legitimasi kedua ruang adalah kira-kira hampir

sama kuatnya (ruangnya simetris) dan senat menyediakan

sebuah lebih representasi dari minoritas dibandingkan

dengan ruangan lainnya komposisi ruang tidak sesuai).47

Lijphart menggambarkan Belanda sebagai cukup kuat

karena hak veto mutlak hak, senat Inggris adalah kasus

terpisah, karena (asimetris) majelis tinggi, dalam istilah yang

ketat, tidak sesuai (over-representasi dari minoritas), tetapi

ini adalah peninggalan masa pra-demokrasi. Karena itu,

Lijphart posisi itu antara cukup kuat dan lemah.

47

Ibid.,