30
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Pola asuh orang tua adalah pola perilaku orang tua yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, secara negatif maupun positif (Petranto, 2007). Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh karena itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif atau lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif (Rifanto, 2010). Menurut Gunarsa (2002) dalam Suwono (2008), orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik, serta memberi contoh bimbingan kepada anak-anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak. Pola asuh juga berpengaruh terhadap keberhasilan keluarga dalam mentransfer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Asuh Orang Tua

2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku orang tua yang diterapkan pada anak dan

bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan

oleh anak, secara negatif maupun positif (Petranto, 2007). Lingkungan,

pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan

akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh karena

itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang

keliru dan negatif atau lingkungan yang kurang mendukung, cenderung

mempunyai konsep diri yang negatif (Rifanto, 2010).

Menurut Gunarsa (2002) dalam Suwono (2008), orang tua mempunyai peran yang

sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik, serta memberi contoh

bimbingan kepada anak-anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti, dan

akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan

norma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang

tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya.

Pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak.

Pola asuh juga berpengaruh terhadap keberhasilan keluarga dalam mentransfer

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

11

nilai-nilai agama, kebaikan, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Pola asuh pada anak meliputi interaksi antara orang tua dan anak dalam

pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis (Fathi, 2011).

2.1.2 Tipe Pola Asuh Orang Tua

Menurut Baumrind dalam Santrock (2007) mengemukakan empat macam pola

asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh

demokratis, pola asuh permisif, dan pola asuh penelantaran (laissez faire).

a. Pola asuh otoriter

Orang tua yang memiliki pola asuh jenis ini berusaha membentuk,

mengendalikan, dan mengevaluasi perilaku serta sikap anak berdasarkan

serangkaian standar mutlak, nilai-nilai kepatuhan, menghormati otoritas, kerja,

tradisi, tidak saling memberi dan menerima komunikasi verbal. Orang tua kadang-

kadang menolak anak dan sering menerapkan hukuman. Orang tua otoriter tidak

menyadari pentingnya mengahrgai pendapat anak. Mereka tidak menyadari bahwa

mendengarkan pendapat anak bisa mendorong kepercayaan diri dan kemandirian

anak dalam berpikir, dan dapat diarahkan untuk mencapai standar moral yang

internal (memiliki kesadaran moral) melalui diskusi (Widyarini, 2009).

Pada pola asuh otoriter, orang tualah yang menentukan semuanya. Orang tua

menganggap semua yang mereka katakan adalah yang paling benar dan baik.

Anak dianggap tak tahu apa-apa. Orang tua tak pernah mendorong anak untuk

mandiri dan mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan tindakan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

12

anak. Orang tua hanya mengatakan apa yang harus/tidak dilakukan dan tak

menjelaskan mengapa hal itu harus/tidak dilakukan (Senjaya, 2011). Pola asuh

otoriter ditandai apabila orang tua melakukan aturan-aturan baku, berupa

pelanggaran-pelanggaran yang kadang tidak masuk akal dan sering kali

mengorbankan otonomi anak. Dengan pola asuh otoriter, hubungan orang tua dan

anak akan terlihat kaku (PsikologID, 2013).

b. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis menggunakan penjelasan mengapa sesuatu boleh atau tidak

boleh dilakukan. Orang tua terbuka untuk berdiskusi dengan anak. Orang tua

melihat anak sebagai individu yang patut didengar, dihargai, dan diberi

kesempatan (Senjaya, 2011). Pola asuh orang tua yang demokratis pada umumnya

ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka

membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang

demokratis mencoba mengargai kemampuan anak secara langsung (PsikologID,

2013).

Orang tua yang memiliki pola asuh jenis ini berusaha mengarahkan anaknya

secara rasional, berorientasi pada masalah yang dihadapi, menghargai komunikasi

yang saling memberi dan menerima, menjelaskan alasan rasional yang mendasari

tiap-tiap permintaan atau disiplin tetapi juga menggunakan kekuasaan bila perlu,

mengharapkan anak untuk mematuhi orang dewasa tetapi juga mengharapkan

anak untuk mandiri dan mengarahkan diri sendiri, saling menghargai antara anak

dan orang tua, memperkuat standar-standar perilaku. Orang tua tidak mengambil

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

13

posisi mutlak, tetapi juga tidak mendasarkan pada kebutuhan anak semata

(Widyarini, 2009).

c. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif cenderung membiarkan anak berkembang dengan sendirinya.

Orang tua memberikan rambu-rambu apapun kepada anak, yang ada hanyalah

rambu-rambu dari lingkungan (Senjaya, 2011). Pola asuh permisif ditandai

dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku

sesuai dengan keinginan anak. Orang tua cenderung bersikap mengalah, menuruti

semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi

semua keinginan anak secara berlebihan (PsikologID, 2013).

Orang tua yang memiliki pola asuh jenis ini berusaha berperilaku menerima dan

bersikap positif terhadap impuls (dorongan emosi), keinginan-keinginan, dan

perilaku anaknya, hanya sedikit menggunakan hukuman, berkonsultasi kepada

anak, membiarkan anak untuk mengatur aktivitasnya sendiri dan tidak

mengontrol, berusaha mencapai sasaran tertentu dengan memberikan alasan,

tetapi tanpa menunjukkan kekuasaan (Widyarini, 2009). Pola asuh permisif atau

serba membolehkan adalah salah satu pola asuh yang paling banyak diterapkan di

tengah-tengah keluarga. Alasan yang paling sering dikemukakan oleh para orang

tua yang menerapkan pola asuh permisif terhadap anak-anak remaja mereka

adalah kurangnya waktu untuk mengawasi anak-anak remaja mereka karena

kesibukan sehari-hari dan berbagai alasan lainnya. Kenyataan membuktikan

bahwa para remaja yang dibesarkan dengan disiplin dan bimbingan yang

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

14

konsisten jauh lebih unggul dan berhasil dalam banyak hal daripada remaja yang

bertumbuh dalam suasana serba membolehkan (permisif) (Surbakti, 2009).

d. Pola asuh penelantaran (laissez faire)

Kegiatan pola asuh ini merupakan pola asuh yang paling buruk dibandingkan

kegiatan pola asuh yang lain. Jenis pola asuh ini tidak memiliki kontrol orang tua

sama sekali. Orang tua cenderung menolak keberadaan anak dan tidak memiliki

cukup waktu bersama anak karena orang tua sendiri memiliki banyak masalah.

Orang tua sama sekali tidak mengurus anak dan respon anak cenderung sadis.

Orang tua merespon anak dengan cara memenuhi kebutuhan anak berupa

makanan atau minuman namun tidak berusaha ke hal-hal yang bersifat jangka

panjang, seperti aturan pekerjaan rumah dan standar tingkah laku. Anak dari

kegiatan pola asuh seperti ini cenderung terbatas secara akademis dan sosial (Judy

et all, 2012).

Menurut Hauck (1993) dalam Putra (2012), pada pola asuh ini anak dipandang

sebagai makhluk hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah subjek yang dapat

bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya

mencari dan menentukan sendiri apa yang diinginkannya. Kebebasan sepenuhnya

diberikan kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh

tak acuh terhadap anaknya. Pola asuh laissez faire membuat anak merasa boleh

berbuat sekehendak hatinya. Anak memang memiliki rasa percaya yang lebih

besar, kemampuan sosial baik, dan tingkat depresi lebih rendah. Tapi juga akan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

15

lebih mungkin terlibat dalam kenakalan remaja dan memiliki prestasi yang rendah

di sekolah. Anak tidak mengetahui norma-norma sosial yang harus dipatuhinya.

Penulis berkesimpulan membedakan empat macam tipe pola asuh, yaitu pola asuh

otoriter dimana orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai

mereka, serta mencoba membentuk tingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya

serta cenderung mengekang keinginan anak; pola asuh demokratis dimana orang

tua memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak; pola asuh

permisif dimana orang tua cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak

tanpa memberikan kontrol sama sekali; dan pola asuh laissez faire dimana orang

tua sama sekali tidak mengontrol anak-anaknya.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Setiap orang tua memiliki cara dan kemampuan yang berbeda dalam mengasuh

anaknya, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:

a. Tingkat Pendidikan

Pendidikan yang dimiliki oleh orang tua akan mempengaruhi kesiapan orang tua

dalam melakukan kegiatan pengasuhan. Pendidikan diartikan sebagai pengaruh

lingkungan atas individu untuk menghasilkan berbagai macam perubahan.

Perubahan-perubahan tersebut dapat bersifat tetap atau permanen didalam

keebiasaan tingkah laku, pikiran, dan sikap (Putra, 2012).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

16

b. Budaya

Kebanyakan orang tua mempelajari praktek pengasuhan dari orang tua mereka

sendiri. Sebagian praktek tersebut mereka terima, namun sebagian lagi mereka

tinggalkan (Santrock, 2007).

c. Lingkungan

Lingkungan sangat mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan orang tua

seperti halnya dalam perkembangan anak. Faktor lingkungan yang sangat

berpengaruh dalam pola ash ini adalah keluarga, dimana dikatakan bahwa

keluarga merupakan konstanta tetap dalam kehidupan anak. Anak seringkali

mengamati perilaku orang lain kemudian menjadi ciri kebiasaan atau

kepribadannya (Putra, 2012).

2.1.4 Karakteristik Remaja Dalam Kaitannya Dengan Tipe Pola Asuh

Orang Tua

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya.

Sikap tersebut meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, memberikan

perhatian. Pola asuh sebagai suatu perlakuakn orang tua dalam rangka memenuhi

kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kesehariannya.

Sedangkan pengertian pola asuh orang tua terhadap anak merupakan bentuk

interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan pengasuhan yang berarti

orang tua mendidik, membimbing dan melindungi anak (Gunarsa, 2008). Orang

tua sebagai pendidik yang pertama dan utama pada masa usia dini dapat

mewujudkan perilaku atau tindakan yang memberikan manfaat bagi tumbuh

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

17

kembang remaja. Pengaruh yang paling berarti terhadap perkembangan remaja

adalah pendidikan dari keluarga khususnya pada pola asuh yang diterapkan orang

tua (Niami, 2009).

Karakteristik remaja dalam kaitannya dengan tipe pola asuh orang tua otoriter

akan menghasilkan karakteristik remaja yang penakut, pendiam, tertutup, tidak

berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah,

cemas dan menarik diri. Karakteristik remaja dalam kaitannya dengan tipe pola

asuh orang tua demokratis akan menghasilkan karakteristik remaja yang mandiri,

dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu

menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif

terhadap orang-orang lain. Karakteristik remaja dalam kaitannya dengan tipe pola

asuh orang tua permisif akan menghasilkan karakteristik remaja yang impulsif,

agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya

diri, dan kurang matang secara sosial (Petranto, 2007). Menurut Danny & Irwanto

dalam Putra (2012) karakteristik remaja dalam kaitannya dengan tipe pola asuh

orang tua laissez faire akan menghasilkan karakteristik remaja yang cenderung

nakal, manja, lemah, tergantung dan bersifat kekanak-kanakan secara emosional.

Remaja yang manja tersebut mengharapkan orang lain untuk membuat

penyesuaian terhadap tingkah laku mereka. Ketika mereka kecewa mereka

menjadi gusar, penuh kebencian, dan bahkan marah-marah.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

18

2.1.5 Dampak Tipe Pola Asuh Orang Tua

Menurut Baumrind dalam Putra (2012) dari hasil penelitiannya menemukan

bahwa teknik-teknik pola asuh demokratis yang menumbuhkan keyakinan dan

kepercayaan diri mampu mendorong tindakan-tindakan mandiri membuat

keputusan sendiri akan berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang

bertanggung jawab.

Meuler dalam Sujata (2010) dalam penelitiannya menemukan hasil bahwa anak-

anak yang diasuh oleh orang tua yang otoriter banyak menunjukkan ciri-ciri

adanya sikap menunggu dan menyerahkan segala-galanya pada pengasuhnya.

Baldin dalam Sujata (2010) menemukan bahwa dalam penelitiannya dengan

membandingkan keluarga yang melakukan pola asuh demokratis dengan otoriter

terhadap anaknya, bahwa pola asuh dari orang tua demokratis menimbulkan ciri-

ciri berinisiatif, berani, lebih giat dan lebih bertujuan. Orang tua yang bersikap

sangat otoriter menyebabkan semakin berkurangnya ketidaktaatan anak, bersikap

menunggu, tidak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan kurang, dan

menunjukkan ciri-ciri takut.

Menurut Hurlock dalam Putra (2012) pada dasarnya, setiap tipe pola asuh orang

tua mempunyai kekurangan dan kelebihan sehingga dalam kenyataannya orang

tua akan memberlakukan tipe pola asuh demokratis, atau pada waktu-waktu

tertentu orang tua akan bersikap otoriter dan ada saatnya orang tua bersikap halus

dan ada saatnya pula orang tua bersikap keras. Hal ini tergantung dari situasi dan

kondisi yang sedang dihadapi.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

19

2.1.6 Instrumen Pengukuran Tipe Pola Asuh Orang Tua

Baumrind dalam Judy et al (2012) menyatakan bahwa terdapat berbagai macam

tipe pola asuh orang tua, sehingga dibuatlah sejumlah pernyataan yang terdiri dari

10 pernyataan untuk mengidentifikasi tipe pola asuh yang kita lakukan pada anak.

Pernyataan itu terbagi menjadi 2 kategori, yatu kategori hubungan dan bimbingan.

Berdasarkan nilai total pengisian angket pada kategori hubungan dan bimbingan,

akan didapatkan nilai perkiraan berdasarkan tabel yang ada yang mewakili

gambaran pola asuh orang tua kepada anaknya. Orang tua melakukannya dengan

menyilang jawaban yang terbagi menjadi empat kategori (selalu nilainya 4, sering

nilainya 2, jarang nilainya 3, dan tidak pernah nilainya 1) sesuai dengan

kehidupan orang tua sehari-hari mulai dari pernyataan nomor 1 hingga 10. Semua

nilai pada soal nomor 1, 3, 5, 7, dan 9 ditambahkan untuk menentukan nilai pada

kategori hubungan dan nilai yang diperoleh pada kategori hubungan itu dilingkari

dari kiri sampai kanan yang mewakili nilai jawaban orang tua pada hubungan.

Semua nilai ditambahkan pada soal nomor 2, 4, 6, 8, dan 10 untuk menentukan

nilai pada kategori bimbingan dan nilai yang diperoleh orang tua pada kategori

bimbingan itu dilingkari pada nilai yang sesuai dari atas sampai bawah yang

mewakili nilai orang tua pada kategori bimbingan. Untuk lebih jelasnya instrumen

pengukuran pola asuh orang tua dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

20

Gambar 1 Instrumen Pengukuran Tipe Pola Asuh Orang Tua

Bimbingan

Tinggi

20

19

18

17

16

15

14

13

12

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

11

10

9

8

7

6

5

4

Rendah

Keterangan:

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa titik dimana kedua nilai

(hubungan dan bimbingan) berpotongan, maka pada perpotongan itu akan

diketahui tipe pola asuh orang tua kepada anaknya.

Hubungan

Rendah

Otoriter Demokratis

Laissez

Faire Permisif

Tinggi

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

21

2.2 Perilaku Mencoba Merokok Pada Remaja Putra

2.2.1 Pengertian Remaja

Remaja atau adolesens merupakan periode perkembangan selama individu

mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya

antara usia 13 sampai 20 tahun. Istilah adolesens biasanya menunjukkan maturasi

psikologis individu ketika pubertas menunjukkan titik dimana reproduksi

mungkin dapat terjadi (Potter dan Perry, 2005). Masa remaja atau masa adolesensi

adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu.

Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang

ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial

(Soetjiningsih, dkk, 2004).

Masa remaja merupakan waktu kematangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional

yang cepat pada anak laki-laki untuk mempersiapkan diri menjadi laki-laki

dewasa dan pada anak perempuan untuk mempersiapkan diri menjadi wanita

dewasa (Wong dkk, 2009). Masa remaja merupakan usia dimana anak tidak lagi

merasa di bawah tingkat orang dewasa melainkan berada dalam tingkatan yang

sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat,

mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber.

Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok, transformasi yang khas dari

cara berpikir remaja memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan

sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas umum dari periode

perkembangan (Ali dan Asrori, 2012).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

22

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpukan bahwa remaja adalah masa

transisi dari anak-anak menuju dewasa antara usia 13 sampai 20 tahun yang

berhubungan dengan waktu kematangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional

yang cepat pada anak laki-laki menjadi laki-laki dewasa dan pada anak perempuan

menjadi wanita dewasa.

2.2.2 Perkembangan Remaja

Beberapa istilah umumnya digunakan dalam menerangkan tahap pertumbuhan

dan perkembangan remaja. Pubertas adalah proses kematangan, hormonal dan

pertumbuhan yang terjadi ketika organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan

karakteristik seks sekunder mulai muncul. Proses ini umumnya dibagi dalam tiga

tahap, yaitu: prapubertas, yaitu periode sekitar 2 tahun sebelum pubertas ketika

anak pertama kali mengalami perubahan fisik yang menandakan kematangan

seksual; pubertas, merupakan titik pencapaian kematangan seksual, ditandai

dengan dengan keluarnya darah menstruasi pertama kali pada remaja putri

sedangkan pada remaja putra, indikasi kematangan seksualnya kurang jelas; dan

pascapubertas, merupakan periode 1 sampai 2 tahun setelah pubertas, ketika

pertumbuhan tulang telah lengkap dan fungsi reproduksi terbentuk dengan cukup

baik (Wong, dkk, 2009).

Untuk mendeskripsikan remaja dari waktu memang berubah sesuai perkembangan

zaman. Ditinjau dari segi pubertas, 100 tahun terakhir usia remaja putri

mendapatkan haid pertama semakin berkurang dari 17,5 tahun menjadi 12 tahun,

demikian pula remaja putra. Kebanyakan orang menggolongkan remaja dari usia

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

23

12-24 tahun dan beberapa literatur yang menyebutkan 15-24 tahun. Hal yang

terpenting adalah seseorang mengalami perubahan pesat dalam hidupnya di

berbagai aspek (Efendi & Makhfudli, 2009).

Menurut Sarwono (2011), proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga

tahap perkembangan remaja:

a. Remaja awal atau early adolescent (12-14 tahun)

Seorang remaja pada tahap ini masih tidak mengerti akan perubahan-perubahan

yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai

perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat

tertarik pada lawan jenis. Kepekaan yang berlebih ini ditambah dengan

berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit

dimengerti dan dimengerti orang dewasa.

b. Remaja madya atau middle adolescent (15-17 tahun)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan temannya. Remaja senang jika banyak

teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri

sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu

remaja berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana

peduli atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis,

idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria biasanya membebaskan diri

dari oedipus complex (perasan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak)

dengan mempererat hubungan dengan teman-temannya.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

24

c. Remaja akhir atau late adolescent (18-20 tahun)

Tahap ini adalah masa menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian

lima hal yaitu:

1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan

dalam pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti

dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum.

2.2.3 Perilaku Mencoba Merokok Remaja

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang

dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung yang timbul karena adanya

stimulus dan respons (Sunaryo, 2004). Setelah melewati masa kanak-kanak (usia

6-12 tahun) yang relatif tenang, masa remaja ditandai dengan kehidupan emosi

yang lebih bergejolak. Remaja mulai melonggarkan ikatan emosional dengan

kedua orang tuanya walaupun secara finansial remaja menyadari bahwa dirinya

masih bergantung kepada orang tuanya. Melonggarnya ikatan emosional dengan

orang tua memang diperlukan dalam rangka membentuk identitas diri seseorang.

Pada saat itu, remaja mulai meninggalkan sebagian aturan, nilai atau norma yang

berlaku di rumah orang tuanya dan mulai mencari niai baru dalam kehidupan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

25

pertemanan dengan teman sebayanya. Aturan tidak boleh merokok di rumah mulai

ditinggalkan. Agar diakui sebagai manusia yang telah dewasa, karena perilaku

merokok sering dianggap sebagai lambang kedewasaan (Joewana, 2005).

Perilaku mencoba merokok remaja mencakup tiga domain, yaitu:

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya

mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour) (Sunaryo,

2004). Menurut Rogers dalam Sunaryo (2004) sebelum seseorang mengadopsi

perilaku, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan

(Akronim AIETA), yaitu:

1) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.

2) Interest (tetarik), individu mulai tertarik pada stimulus.

3) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang

baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini

subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.

4) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.

5) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.

Menurut Sunaryo (2004), tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif,

mencakup 6 tingkatan, yaitu:

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

26

a) Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat

mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

b) Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan

dengan benar tentang objek yang diketahui. Ukuran bahwa seseorang paham

tentang sesuatu dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan.

c) Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus,

metode dalam situasi nyata.

d) Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam

bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut

dan masih terkait satu sama lain

e) Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan dalam menyusun

formulasi baru dari formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah seseorang

dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori

atau rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.

Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

Menurut Wawan dan Dewi (2010), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

1) Baik : hasil presentasi 76%-100%

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

27

2) Cukup : hasil presentasi 56%-75%

3) Kurang : hasil presentasi <56%

Pengetahuan merupakan berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia

melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan

akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah

dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencoba merokok

untuk pertama kalinya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk,

dampak, dan rasa rokok tersebut (Purba, 2009).

b. Sikap

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik

yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup

tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap

stimulus tertentu (Sunaryo, 2004).

Menurut Azwar (2000) dalam Wawan dan Dewi (2011), struktur sikap terdiri atas

tiga komponen yang saling menunjang, yaitu:

1) Komponen kognitif yaitu representasi apa yang dipercayai oleh individu

pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan, ide dan konsep terhadap

suatu objek.

2) Komponen afektif yaitu perasaan yang menyangkut aspek emosional atau

evaluasi terhadap objek.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

28

3) Komponen konatif yaitu aspek kecendurangan berperilaku tertentu sesuai

dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.

Menurut Jenny (2012), proses kognitif dapat terjadi pada saat individu

memperoleh informasi mengenai objek sikap. Proses kognitif ini dapat terjadi

melalui pengalaman langsung, sebagai contoh pada saat individu mencoba rokok

untuk pertama kali kemudian merasakan kenikmatannya atau pengalaman tidak

langsung yang diperoleh dengan cara menonton iklan rokok yang memperlihatkan

bintang iklan terlihat gagah, jantan, dan glamour di televisi. Rasa nikmat yang

diperoleh tersebut menyebabkan individu atau remaja bersikap positif terhadap

perilaku mencoba merokok.

c. Praktik/Tindakan

Teori tindakan adalah salah satu pendekatan yang sangat berpengaruh dalam ilmu-

ilmu sosial. Sedangkan praktik atau tindakan adalah mekanisme dari suatu

pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan

suatu tindakan (Hardiman, 2008). Hubungan tindakan atau perilaku merokok

sehubungan dengan penyakit yaitu terkait dengan pencegahan dan pengobatan

penyakit misalnya tidak mencoba berperilaku merokok meskipun orang tua atau

teman merokok.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

29

Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan memiliki beberapa tingkatan, yaitu:

1) Persepsi (perception) yaitu praktik tingkat pertama yaitu mengenal dan

memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2) Respon terpimpin (guided response) merupakan indikator praktik tingkat dua

yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan

contoh.

3) Mekanisme (mechanism) yaitu praktik tingkat tiga apabila seseorang telah

dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah

merupakan kebiasaan.

4) Adaptasi (adaptation) yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah

berkembang dan dilakukan dengan baik.

2.2.4 Tahap Perilaku Merokok

Menurut Leventhal dan Clearly dalam Fuadah (2011) menyatakan bahwa terdapat

empat perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu:

a. Tahap prepatory.

Tahap prepatory adalah ketika seseorang mendapatkan gambaran yang

menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau hasil

bacaan yang dapat menimbulkan minat untuk merokok.

b. Tahap initiation.

Tahap initiation adalah tahap perintisan apakah seseorang akan meneruskan

atau tidak terhadap perilaku merokok.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

30

c. Tahap becoming a smoker.

Tahap becoming a smoker adalah ketika seseorang telah menghisap rokok

sebanyak empat batang per hari.

d. Tahap maintenance of smoking

Tahap maintenance of smoking yaitu tahap dimana perokok telah menjadi

salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating) yang dilakukan

untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.

2.2.5 Tipe Perilaku Merokok

Menurut Smet (1994) dalam Nasution (2007), mengklasifikasikan tiga tipe

perilaku merokok menurut berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap, yaitu:

a. Perokok berat : seseorang menghisap rokok 15 batang rokok dalam sehari.

b. Perokok sedang : perokok yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.

c. Perokok ringan : perokok yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.

Menurut Silvan dan Tomkins dalam Fuadah (2011), terdapat empat tipe perilaku

merokok berdasarkan management of affect theory, yaitu:

a. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan positif.

Terdapat tiga sub tipe perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan positif, yaitu:

1) Pleasure relaxation.

Perilaku merokok hanya menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah

didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

2) Simulation to pick them up.

Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

31

3) Pleasure of handling the cigarette.

Kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif.

Banyak orang yang berperilaku merokok untuk mengurangi perasaan negatif

dalam dirinya. Mereka menghisap rokok agar terhindar dari perasaan yang tidak

enak, misalnya merokok apabila marah, cemas, dan gelisah.

c. Perilaku merokok yang adiktif.

Perokok yang sudah adiksi akan menambah dosis rokok yang dihisap setiap efek

rokok yang telah dihisapnya berkurang.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.

Perokok menggunakan rokok sama sekali bukan untuk mengendalikan perasaan

mereka, tetapi karena merokok sudah menjadi kebiasaan.

2.2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Mencoba Merokok

Remaja

Salah satu perilaku menyimpang pada remaja adalah kenakalan remaja

(delinkuensi), yaitu perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja dalam

rangka mencari identitas diri dengan keinginan mencoba-coba sesuatu yang baru.

Niat semula hanya mencoba dan tindakan yang dilakukan tergolong

penyimpangan tanpa sedikit pun niat jahat yang dilakukan, salah satunya adalah

perilaku mencoba merokok (Soeroso, 2008).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

32

Perilaku mencoba merokok biasanya mulai dilakukan selama masa kanak-kanak

dan masa remaja. Sejumlah studi menegaskan bahwa jumlah remaja yang mulai

merokok meningkat tajam setelah usia 10 tahun dan mencapai puncaknya pada

usia 13 sampai 14 tahun. Siswa yang mulai merokok pada usia 12 tahun atau lebih

muda, lebih cenderung menjadi perokok berat dan merokok secara teratur

daripada siswa yang mulai merokok pada usia yang lebih tua (Santrock, 2003).

Program kesehatan tradisional sering kali berhasil dalam mendidik remaja

mengenai konsekuensi kesehatan jangka panjang yang diakibatkan oleh merokok

namun tidak berpengaruh banyak pada tingkah laku merokok pada remaja.

Kebutuhan akan intervensi yang efektif telah mempengaruhi para peneliti untuk

berfokus pada faktor-faktor yang membuat remaja berisiko tinggi untuk merokok

nantinya, terutama tekanan sosial dari teman sebaya, anggota keluarga, dan media

(Santrock, 2003).

Menurut Susanti (2008) faktor-faktor yang menyebabkan seseorang berperilaku

mencoba merokok, yaitu:

a. Pengaruh Orang Tua

Pola asuh orang tua dapat mempengaruhi emosi dan kepribadian anak yang

berakibat pada pola perilaku anak. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak,

secara negatif maupun positif (Susanti, 2008). Seseorang yang berasal dari

keluarga yang konservetif (keluarga yang menjaga dan memperhatikan anak-

anaknya) lebih sulit untuk terlibat dengan rokok. Sedangkan seseorang yang

berasal dari keluarga permisif (keluarga yang tidak terlalu menjaga anaknya dan

menerima perilaku anak) cenderung akan mudah untuk terlibat dengan rokok.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

33

Dalam Journal of Consumer Affairs, Aliyah (2011) menyebutkan bahwa orang tua

perokok akan berpengaruh dalam mendorong anak mereka untuk menjadi perokok

pemula di usia mahasiswa. Diperkirakan pengaruh orang tua ini akan

meningkatkan keungkinan merokok 1,5 kali pada anak lelaki dan 3,3 kali lebih

besar pada anak perempuan.

b. Pengaruh Teman Sebaya

Seorang remaja biasanya suka berkumpul dengan teman-temannya yang

mempunyai karakter atau kebiasaan yang hampir sama. Apabila seorang remaja

mempunyai komunitas teman-teman merokok maka kemungkinan besar remaja

tersebut juga akan terpengaruh merokok. Awalnya mungkin remaja tersebut hanya

ingin mencoba karena bujukan teman atau sebagai bentuk solidaritas, lama-

kelamaan perilaku ini dapat menjadi kebiasaan karena nikotin dalam rokok

mempunyai efek membuat kecanduan bagi pemakainya (Susanti, 2008).

Menurut Mu’tadin (2002) dalam Fuadah (2012), kajian telah menunjukkan bahwa

mahasiswa yang masih tergolong remaja mempunyai kawan-kawan yang merokok

adalah lebih mungkin merokok berbanding dengan yang sebaliknya. Banyak

orang terdorong menjadi perokok pemula karena untuk menyesuaikan diri pada

sebuah komunitas pergaulan. Rokok membuat mereka merasa lebih diterima oleh

banyak orang. Dari fakta tersebut ada 2 kemungkinan yang terjadi, pertama

mahasiswa tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman

mahasiswa tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka

semua menjadi perokok. Di antara perokok terdapat 87% sekurang-kurangnya

mempunyai satu atau lebih sahabat yang perokok (Widianti, 2009).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

34

c. Faktor Kepribadian

Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan

diri dari rasa sakit dan kebosanan. Secara kepribadian, kondisi mental yang

sedang menurun seperti stres, gelisah, takut, kecewa, dan putus asa sering

mendorong orang untuk menghisap asap rokok. Mereka merasa lebih tenang dan

lebih mudah melewati masa-masa sulit setelah merokok (Mu’tadin dalam Fuadah

(2012).

Menurut Mu’tadin (2002) dalam Fuadah (2012) juga menyatakan bahwa memang

tak bisa dipungkiri bahwa ada 2 hal dari rokok yang memberi efek tenang, yaitu

nikotin dan isapan rokok. Dalam dosis yang tertentu, asupan nikotin akan

merangsang produksi dopamine (hormon penenang) di otak. Namun, ini hanya

terjadi sesaat dan akan berbalik menjadi efek buruk bagi kesehatan secara

permanen. Ditambah lagi, sebuah literatur menyebutkan bahwa gerakan bibir

menghisap dan menghembuskan lagi asap rokok memberi efek tenang secara

psikis. Gerakan ini dianalisiskan seperti gerak refleks seseorang saat menghela

nafas untuk menenangkan dirinya saat menghadapi masalah.

Tipe kepribadian setiap individu baik introvert maupun ekstrovert akan

mempengaruhi perilaku merokok. Dalam fenomena sosial dapat kita lihat bahwa

orang yang ekstrovert, perilaku merokoknya sering kali diawali sebagai aktivitas

sosialisasinya yang memungkinkan mereka berada di area pergaulan dengan

banyak orang. Akan tetapi orang yang bertipe kepribadian introvert memulai

perilaku merokok cenderung disebabkan karena keadaan stress pribadinya atau

karena faktor internal dalam dirinya. Tempat yang digunakan untuk merokok pun

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

35

cenderung bersifat pribadi, misalnya di ruang pribadi dalam kantornya ataupun di

kamar (Fitri, 2008).

d. Pengaruh Iklan

Tema ilkan rokok selalu menampilkan pesan positif seperti bergaya, peduli, dan

setia kawan. Efek kultifasi memberikan kesan bahwa televisi mempunyai dampak

yang sangat kuat pada diri individu. Bahkan orang-orang yang terkena efek ini

menganggap bahwa lingkungan di sekitar sama seperti yang tergambar dalam

media televisi. Berdasarkan penelitian Universitas Muhammadiyah Prof Dr.

Hamka dan Komisi Nasional Perlindungan Anak (2007), iklan rokok merupakan

salah satu penyebab meningkatnya jumlah perokok di Indonesia (Candra, 2008).

Iklan pada dasarnya bersifat membujuk pemirsa yang pada akhirnya akan

mendorong munculnya hasrat untuk membeli. Iklan sering kali menyesatkan.

Iklan di media masa dan elektronik memberitakan gambaran bahwa merokok

merupakan lambang kedewasaan. Remaja yang emosinya masih labil dan belum

dapat berfikir matang mudah terpengaruh dan mengikuti perilaku seperti iklan

(Warto, 2007).

2.2.7 Dampak Perilaku Mencoba Merokok

Perilaku merokok mempunyai dampak bermacam-macam bagi perokok. Menurut

Ogden (2000) dalam Fuadah (2012), perilaku merokok mempunyai dua dampak,

yaitu dampak positif dan dampak negatif.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

36

a) Dampak Positif

Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan.

Graham dalam Ogden (2000) menyatakan bahwa perokok mengatakan bahwa

dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu

menghadapi keadaan-keadaan yang sulit. Smet (1994) mengatakan bahwa

keuntungan merokok (terutama bagi perokok) yaitu mengurangi ketegangan,

membantu konsentrasi, dukungan sosial, dan menyenangkan.

b) Dampak Negatif

Merokok dapat menyebabkan dampak negatif yang sangat berpengaruh terhadap

kesehatan (Ogden, 2000). Menurut Sitepoe (2001), berbagai penyakit yang dapat

dipicu karena merokok dimulai dari penyakit di kepala sampai dengan penyakit di

telapak kaki. Penyakit-penyakit tersebut antara lain penyakit kardiovaskular,

neoplasma (kanker), penyakit saluran pernafasan, peningkatan tekanan darah,

memperpendek umur, penurunan fertilitas dan nafsu seksual, sakit maag,

gangguan pembuluh darah, kulit menjadi kering, pucat dan keriput.

Berdasarkan hasil penelitian BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional) (2007) disebutkan bahwa di Indonesia rokok menyebabkan

9,8% kematian karena penyakit paru kronik dan emfisema pada tahun 2001.

Merokok juga merupakan penyebab dari sekitar 5% stroke di Indonesia, dan pada

pria meningkatkan risiko impotensi sebesar 50%. Seorang bukan perokok yang

menikah dengan perokok mempunyai risiko kanker paru sebesar 20-30% lebih

tinggi daripada mereka yang pasangannya bukan perokok dan juga risiko

mendapatkan penyakit jantung.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

37

Terpaparnya remaja dengan asap rokok akan meningkatkan risiko asma, penyakit

telinga tengah, pneumonia, batuk, infeksi saluran pernafasan atas, menurunkan

kadar kolesterol HDL, dan penyakit jantung koroner. Bila terpapar asap rokok

mulai usia sebelum 10 tahun akan meningkatkan risiko leukemia dan limfoma

(Soetjiningsih, 2004).

2.3 Hubungan Tipe Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Merokok

Remaja Putra

Menurut Gerungan dalam Sukanta (2007) pola asuh orang tua merupakan cara-

cara dan sikap-sikap orang tua dalam melaksanakan peranannya terhadap anggota

keluarga yang berpengaruh besar terhadap kehidupan setiap individu yang

menjadi anggota keluarganya. Hal ini senada dengan pendapat Suanthara dalam

Sukanta (2007) yang mengemukakan bahwa pola asuh orang tua pada dasarnya

merupakan model atau cara orang tua memberikan pendidikan kepada anaknya di

dalam keluarga. Dalam pelaksanaan fungsi pendidikan ini setiap orang tua

menerapkan cara atau model tertentu sesuai dengan harapan orang tua terhadap

perilaku anak.

Penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua yang selalu menekan, tidak

memberikan kebebasan pada anak untuk berpendapat akan membuat anak

tertekan, marah dan kesal kepada orang tuanya, akan tetapi anak tidak berani

mengungkapkan kemarahannya itu dan melampiaskan kepada hal lain berupa

perilaku merokok. Mengasuh anak secara demokratis lebih baik dari otoriter dan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

38

permisif. Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memberikan

bimbingan yang sesuai dengan perkembangan anak (Agus, 2012).

Parker (2005) mengemukakan bahwa sikap otonomi terkait adanya kontrol yang

berlebihan dari orang tua sehingga jangkauan anak untuk memutuskan sesuatu

yang menyangkut dirinya sendiri menjadi sangat terbatas. Ketika orang tua berdiri

terlalu jauh dibelakang dan melepaskan tanggung jawabnya untuk memberikan

perhatian yang semestinya, anak-anak dapat menyalahgunakan tanggung jawab

dan kontrol yang diberikan kepada mereka. Oleh sebab itu diperlukan adanya

pengkajian ulang dan pengamatan terhadap perkembangan dan kondisi anak

sehingga orang tua tidak terlalu menekan ataupun terlalu melepas tanggung

jawabnya sebagai proses upaya meningkatkan perkembangan kemandirian anak-

anaknya.

Agus (2012) mengemukakan bahwa pola asuh permisif yang cenderung

memberikan kebebasan pada anak untuk berbuat apa saja, dapat berpotensi

membuat anak menjadi bingung dan salah arah dalam berperilaku. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Kharie, Pondaag, dan Lolong (2014), didapatkan

hasil bahwa presentasi anak laki-laki usia 15-17 tahun yang berperilaku merokok

tertinggi yaitu perilaku merokok berat. Jenis pola asuh yang paling banyak

diterapkan oleh orang tua pada anak lai-laki usia 15-17 tahun, yaitu pola asuh

permisif.

Metode pengendalian yang memaksa, baik secara fisik maupun verbal bersifat

mengganggu dan seringkali secara sewenang-wenang berdasarkan tingkah laku

orang tua. Perilaku mengendalikan yang dilakukan dengan cara tidak memberi

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdfnorma-norma yang ada dalam masyarakat dan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Pola asuh orang

39

kasih sayang mungkin cara yang efektif, namun hal tersebut membuat anak-anak

merasa tidak aman, cemas, dan pasrah terlepas dari keinginannya sendiri untuk

dapat diterima oleh orang tua mereka. Metode ini cukup efektif untuk jangka

pendek namun jarang berhasil untuk jangka panjang karena fokusnya adalah pada

akibat-akibat perilaku eksternal daripada nilai-nilai yang dianut (Baumrind dalam

Judy et all, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Blokland, Hale, Meeus &

Engels (2006) dalam jurnal yang berjudul Parental Support and Control and

Early Adolescent Smoking: A Longitudinal Study didapatkan hasil yang

menunjukkan data longitudinal yang dikumpulkan setiap enam bulan selama

setahun di Belanda antara 1.012 remaja (rata-rata 12–13 tahun) kelas satu sekolah

menegah, diketahui bahwa pengawasan dan kontrol orang tua yang rendah secara

signifikan menginisiasi remaja untuk merokok. Sedangkan dukungan dan

pengawasan orang tua yang baik tidak memprediksikan terjadinya peningkatan

merokok pada remaja. Selain itu, ditemukan bahwa orang tua yang merokok

berperan penting dalam kelanjutan merokok pada remaja. Temuan ini

menunjukkan pentingnya gaya/pola pengasuhan merokok pada remaja dan temuan

ini terkait dengan implementasi program pencegahan merokok.