Upload
citra-dewi
View
163
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bab II Tinjauan Pustaka Studi Kasus
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Honorarium
1. Definisi Honorarium
Honorarium adalah upah sebagai imbalan jasa (yang diberikan kepada
pengarang, penerjemah, dokter, pengacara, konsultan, tenaga honorer)
yang bersifat diluar gaji, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang telah mengerjakan
kewajibannya atas suatu pekerjaan di suatu daerah. Besar honor (upah)
yang diberikan tidak sama di setiap daerah bahkan negara, tergantung
pada falsafah yang dianut oleh negara tersebut.
Namun apakah honorarium (upah) inilah yang dimaksud dalaam dunia
kedokteran? Mengapa untuk menyebutkan upah dokter harus
menggunakan honorarium ini?
Khusus dalam dunia kedokteran honorarium digunakan untuk
kalangan dokter sebagai imbalan atas jasa yang telah dokter lakukan.
Digunakannya honorarium karena diambil dari kata honor dalam
bahasa inggris yang berarti hormat, rasa hormat dan penghargaan atas
prestasi seseorang. Jadi, honorarium adalah bagian dari ekspresi rasa
hormat atas reputasi dokter. Honorarium adalah satu suatu kesepakatan
atas nilai penghargaan yang kita terima atas prestasi yang kita berikan
pada pasien.
Dan nilai penghargaan tersebut dapat ditentukan oleh dokter itu
sendiri. Apakah dokter tersebut akan menentukan sesuai dengan
perhitungannya atau mempersilahkan masyarakat untuk menentukan
sendiri nominal atas imbalan jasanya, semata-mata untuk melihat
kepuasan seorang pasien tersebut.
B. Etika Kedokteran
1. Definisi etika
Definisi etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu
tentang apa yang baik dan yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
Etika yang muncul dari Aristoteles, berasal dari kata Yunani ethos
yang berarti adat, budi pekerti (bahasa Inggris=Ethics). Disini etika
dapat dipahami sebagai ilmu mengenai kesusilaan. (Gunawan. 1991.
Memahami Etika Kedokteran. Yogyakarta. Kanisius)
Secara sederhana etika merupakan sebuah kajian mengenai moralitas -
refleksi terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis
terhadap keputusan moral dan perilaku. (2006, PSKI FK UMY)
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan
sebuah ilmu tentang moralitas yaitu penentu boleh atau tidaknya suatu
perbuatan yang tetap berlaku walau tidak terdapat saksi mata karena
inti dari etika berawal dari dalam manusia itu sendiri. Refleksi dari
etika atau moral tersebut adalah manusia memandang dirinya secara
lebih mendalam menggunakan batinnya masing-masing. Sebuah
instrokpeksi diri untuk melakukan hal yang benar dan menjauhi sebuah
hal yang salah.
2. Pengertian etika kedokteran
Etika kedokteran adalah bagian dari etika kesehatan. Karena
merupakan bagian dari etika kesehatan, etika kedokteran seharusnya
serasi dengan etika kesehatan. Etika kesehatan meliputi etika
kedokteran, etika kedokteran gigi, etika apotik, juga etika rumah sakit
yang masing-masing memiliki kode etik. Etik kedokteran sebenarnya
merupakan pedoman-pedoman yang berkaitan dengan bidang
kedokteran sebagai suatu profesi.
3. Sejarah etika kedokteran
Sejak terwujudnya praktek kedokteran, masyarakat mengetahui dan
mengakui adanya beberapa sifat mendasar yang melekat secara mutlak
pada diri seorang dokter yang baik dan bijaksana, yaitu kemurnian
niat, kesungguhan kerja, kerendahan hati serta inegritas ilmiah dan
moral yang tidak diragukan.
Imhotep dari Mesir, Hippokrates dari Yunani dan Galenus dari Roma,
merupakan beberapa pelopor kedokteran kuno yang telah meletakkan
dasar-dasar dan sendi-sendi awal terbinanya suatu tradisi kedokteran
yang luhur dan mulia. Tokoh-tokoh organisasi kedokteran
Internasional yang tampil kemudian, menyusun dasar-dasar disiplin
kedokteran tersebut atas suatu kode etik kedokteran internasional yang
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Di Indonesia, kode etik
kedokteran sewajarnya berlandaskan etik dan norma-norma yang
mengatur hubungan antar manusia, yang asas-asasnya terdapat dalam
falsafah Pancasila, sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai
landasan strukturil. Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan
kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, maka para dokter baik
yang tergabung dalam perhimpunan profesi Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), maupun secara fungsional terikat dalam organisasi pelayanan,
pendidikan dan penelitian telah menerima Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI).
4. Sanksi pelanggaran kode etik kedokteran
Pelanggaran etik tidak menimbulkan sanksi formal bagi pelakunya,
sehingga terhadap pelakunya hanya diberikan tuntunan oleh MKEK
(Majelis Kehormatan Etik Kedokteran). Secara maksimal mungkin
MKEK memberikan usul kepada Kanwil DEPKES Propinsi atau
DEPKES untuk memberikan tindakan administratif, sebagai langkah
pencegahan terhadap kemungkinan pengulangan pelanggaran yang
sama dikemudian hari atau terhadap makin besarnya intensitas
pelanggaran tersebut.
Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran etik kedokteran
bergantung pada berat ringannya pelanggaran etik tersebut, yang
terbaik tentulah upaya pencegahan pelanggaran etik yaitu dengan cara
terus menerus memberikan penyuluhan kepada anggota IDI, tentang
etika kedokteran dan hukum kesehatan. Namun jika terjadi
pelanggaran, maka sanksi yang diberikan hendaknya bersifat
mendidik, sehingga pelanggaran yang sama tidak terjadi lagi di masa
depan dan sanksi tersebut menjadi pelajaran bagi dokter lain.
C. Kasus
Dalam menjalankan profesinya, wajar saat seorang dokter menerima
honorarium dari pekerjaan tersebut. Bagaimanapun dokter juga memiliki
kehidupan yang harus dijalani dan dilanjutkannya. Yang membedakan
profesi dokter dengan profesi yang lain adalah nilai kemanusaiaan yang
dijunjung tinggi dalam profesi dokter tersebut, sehingga honorarium
hendaknya tidak menjadi prioritas seorang dokter. Jangan sampai nilai
kemanusiaan pada profesi dokter berubah menjadi profit oriented yang
berlebihan sehingga melupakan nilai etik maupun kemampuan sendiri.
Kasus dibawah ini mungkin dapat dipelajari:
Hari itu adalah hari Minggu. Seorang Dokter Ahli Anestesi menjadwalkan
membantu lima ahli bedah dalam lima buah operasi besar di lima Rumah
sakit yang berlainan. Dikota itu sebenarnya ada puluhan dokter spesialis
anestesi, tetapi karena mungkin menganggap bahwa uang adalah segala-
galanya, beban yang siapapun tahu rasanya sangat sulit untuk bisa
dikerjakan dengan baik, tidak dipedulikannya. Rupanya dari lima orang
pasien itu, satu orang meninggal setelah operasi, tetapi masih dikamar
bedah dan sebelum pasien itu sadar. Dalam keadaan kritis sebelum
meninggal, keluarga pasien yang kebetulan seorang dokter, menanyakan
siapa ahli anestesinya, untuk diminta memberikan pertolongan kepada
pasien itu. Perawat kamar bedah menjawab dengan polos bahwa ahli
anestesinya sudah pergi kerumah sakit lain untuk menjalankan anestesi
pasien yang keempat. Waktu ahli anestesi itu dihubungi dengan telepon
genggam dan diberi tahu bahwa keadaan pasien yang baru dioperasi dan
belum sadar itu memburuk dan membutuhkan kehadirannya, ia tidak bisa
berbuat banyak karena pasien keempat ini juga sedang dibedah, dan
tentunya juga tidak bisa ditinggalkannya. Untunglah bahwa keluarga
pasien yang dokter tersebut hanya menarik napas panjang saja dan tidak
menuntut lebih lanjut. (Sagung Seto, 2009)
D. Pembahasan Kasus berdasarkan Kode Etik Kedokteran
Berikut adalah kutipan dari pasal 2 Kewajiban Umum dari Kode Etik
Kedokteran dan Panduan Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran dari MKEK
IDI.
“Setiap dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya
sesuai dengan standar profesi tertinggi”
Seorang dokter boleh saja mencari uang dari profesi dokter yang
disandangnya namun tentu menjadi tidak boleh saat uang tersebut yang
menjadi prioritas utama sehingga meninggalkan keprofesionalisme
seorang dokter apalagi hingga melupakan etika kedokteran.
Terlihat dari kasus tersebut bahwa dokter tersebut lebih memprioritaskan
keuntungan materinya dibandingkan dengan kepentingan pasien. Padahal
sebagai seorang dokter berkenaan dengan masalah honorarium diharapkan
untuk mengikuti panduan sebagai berikut
1. Honorarium dokter disesuaikan dengan kemampuan pasien, dan
disesuaikan dengan apa yang telah dokter berikan kepada pasien itu
sendiri.
2. Honorarium yang diberikan diluar dari kebiasaan terhadap pasien lain
hendaknya dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pasien yang
bersangkutan, dan berikan penjelasan dengan bijaksana sebelum
pemeriksaan dan tindakan dilakukan.
Segala sesuatu mengenai uang ataupun honor biasanya tentu tidak mutlak
sifatnya, namun masalah honorarium ini dapat menjadi hal yang serius
saat pasien yang sudah membayar mahal (bagi pasien tersebut) namun
tidak mendapatkan layanan yang professional dari dokter yang
bersangkutan.
Saat hal tersebut terjadi maka akan menimbulkan stigma pada masyarakat
bahwa dokter sebagai profesi yang mencari keuntungan diatas penderitaan
orang lain. Namun saat hal negatif tersebut tidak pernah terjadi maka
stigma yang akan muncul dipermukaan adalah dokter sebagai profesi yang
mengutamakan kesehatan masyarakat dengan kinerja yang professional
dan bekerja dengan dasar empati yang tinggi sehingga mampu berbaur
dengan masyarakat kapanpun dan dimanapun.
Diluar pasien, seorang dokter hendaknya tidak menarik imbalan dari
teman sejawatnya ataupun keluarganya, bahkan profesi dokter saat ia
bekerja dengan ikhlas ia bisa membebaskan biaya kepada siapapun yang ia
kehendaki.
Sebaikanya sebagai seorang yang menyandang profesi dokter tersebut
hendaknya selalu mengingat kode etik kedokteran yang telah ditanamkan
pada diri dokter tersebut serta merealisasikannya. Sebab nada dari Kode
Etik Kedokteran sendiri menyuarakn, menggambarkan, dan mengarahkan
agar profesi dokter, menjadi sebuah pekerjaan yang mulia dan berbeda
dengan penjual jasa lainnya apalagi pedagang yang semua orang tahu
bahwa pedagan disegala kondisi bekerja untuk mencari keuntungan demi
melanjutkan kelangsungan hidupnya.