10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Honorarium 1. Definisi Honorarium Honorarium adalah upah sebagai imbalan jasa (yang diberikan kepada pengarang, penerjemah, dokter, pengacara, konsultan, tenaga honorer) yang bersifat diluar gaji, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang telah mengerjakan kewajibannya atas suatu pekerjaan di suatu daerah. Besar honor (upah) yang diberikan tidak sama di setiap daerah bahkan negara, tergantung pada falsafah yang dianut oleh negara tersebut. Namun apakah honorarium (upah) inilah yang dimaksud dalaam dunia kedokteran? Mengapa untuk menyebutkan upah dokter harus menggunakan honorarium ini? Khusus dalam dunia kedokteran honorarium digunakan untuk kalangan dokter sebagai imbalan atas jasa yang telah dokter lakukan. Digunakannya honorarium karena diambil dari

Bab II Tinjauan Pustaka Studi Kasus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bab II Tinjauan Pustaka Studi Kasus

Citation preview

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka Studi Kasus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Honorarium

1. Definisi Honorarium

Honorarium adalah upah sebagai imbalan jasa (yang diberikan kepada

pengarang, penerjemah, dokter, pengacara, konsultan, tenaga honorer)

yang bersifat diluar gaji, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang telah mengerjakan

kewajibannya atas suatu pekerjaan di suatu daerah. Besar honor (upah)

yang diberikan tidak sama di setiap daerah bahkan negara, tergantung

pada falsafah yang dianut oleh negara tersebut.

Namun apakah honorarium (upah) inilah yang dimaksud dalaam dunia

kedokteran? Mengapa untuk menyebutkan upah dokter harus

menggunakan honorarium ini?

Khusus dalam dunia kedokteran honorarium digunakan untuk

kalangan dokter sebagai imbalan atas jasa yang telah dokter lakukan.

Digunakannya honorarium karena diambil dari kata honor dalam

bahasa inggris yang berarti hormat, rasa hormat dan penghargaan atas

prestasi seseorang. Jadi, honorarium adalah bagian dari ekspresi rasa

hormat atas reputasi dokter. Honorarium adalah satu suatu kesepakatan

atas nilai penghargaan yang kita terima atas prestasi yang kita berikan

pada pasien.

Dan nilai penghargaan tersebut dapat ditentukan oleh dokter itu

sendiri. Apakah dokter tersebut akan menentukan sesuai dengan

perhitungannya atau mempersilahkan masyarakat untuk menentukan

sendiri nominal atas imbalan jasanya, semata-mata untuk melihat

kepuasan seorang pasien tersebut.

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka Studi Kasus

B. Etika Kedokteran

1. Definisi etika

Definisi etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu

tentang apa yang baik dan yang buruk dan tentang hak dan kewajiban

moral (akhlak).

Etika yang muncul dari Aristoteles, berasal dari kata Yunani ethos

yang berarti adat, budi pekerti (bahasa Inggris=Ethics). Disini etika

dapat dipahami sebagai ilmu mengenai kesusilaan. (Gunawan. 1991.

Memahami Etika Kedokteran. Yogyakarta. Kanisius)

Secara sederhana etika merupakan sebuah kajian mengenai moralitas -

refleksi terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis

terhadap keputusan moral dan perilaku. (2006, PSKI FK UMY)

Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan

sebuah ilmu tentang moralitas yaitu penentu boleh atau tidaknya suatu

perbuatan yang tetap berlaku walau tidak terdapat saksi mata karena

inti dari etika berawal dari dalam manusia itu sendiri. Refleksi dari

etika atau moral tersebut adalah manusia memandang dirinya secara

lebih mendalam menggunakan batinnya masing-masing. Sebuah

instrokpeksi diri untuk melakukan hal yang benar dan menjauhi sebuah

hal yang salah.

2. Pengertian etika kedokteran

Etika kedokteran adalah bagian dari etika kesehatan. Karena

merupakan bagian dari etika kesehatan, etika kedokteran seharusnya

serasi dengan etika kesehatan. Etika kesehatan meliputi etika

kedokteran, etika kedokteran gigi, etika apotik, juga etika rumah sakit

yang masing-masing memiliki kode etik. Etik kedokteran sebenarnya

merupakan pedoman-pedoman yang berkaitan dengan bidang

kedokteran sebagai suatu profesi.

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka Studi Kasus

3. Sejarah etika kedokteran

Sejak terwujudnya praktek kedokteran, masyarakat mengetahui dan

mengakui adanya beberapa sifat mendasar yang melekat secara mutlak

pada diri seorang dokter yang baik dan bijaksana, yaitu kemurnian

niat, kesungguhan kerja, kerendahan hati serta inegritas ilmiah dan

moral yang tidak diragukan.

Imhotep dari Mesir, Hippokrates dari Yunani dan Galenus dari Roma,

merupakan beberapa pelopor kedokteran kuno yang telah meletakkan

dasar-dasar dan sendi-sendi awal terbinanya suatu tradisi kedokteran

yang luhur dan mulia. Tokoh-tokoh organisasi kedokteran

Internasional yang tampil kemudian, menyusun dasar-dasar disiplin

kedokteran tersebut atas suatu kode etik kedokteran internasional yang

disesuaikan dengan perkembangan zaman. Di Indonesia, kode etik

kedokteran sewajarnya berlandaskan etik dan norma-norma yang

mengatur hubungan antar manusia, yang asas-asasnya terdapat dalam

falsafah Pancasila, sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai

landasan strukturil. Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan

kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, maka para dokter baik

yang tergabung dalam perhimpunan profesi Ikatan Dokter Indonesia

(IDI), maupun secara fungsional terikat dalam organisasi pelayanan,

pendidikan dan penelitian telah menerima Kode Etik Kedokteran

Indonesia (KODEKI).

4. Sanksi pelanggaran kode etik kedokteran

Pelanggaran etik tidak menimbulkan sanksi formal bagi pelakunya,

sehingga terhadap pelakunya hanya diberikan tuntunan oleh MKEK

(Majelis Kehormatan Etik Kedokteran). Secara maksimal mungkin

MKEK memberikan usul kepada Kanwil DEPKES Propinsi atau

DEPKES untuk memberikan tindakan administratif, sebagai langkah

pencegahan terhadap kemungkinan pengulangan pelanggaran yang

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka Studi Kasus

sama dikemudian hari atau terhadap makin besarnya intensitas

pelanggaran tersebut.

Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran etik kedokteran

bergantung pada berat ringannya pelanggaran etik tersebut, yang

terbaik tentulah upaya pencegahan pelanggaran etik yaitu dengan cara

terus menerus memberikan penyuluhan kepada anggota IDI, tentang

etika kedokteran dan hukum kesehatan. Namun jika terjadi

pelanggaran, maka sanksi yang diberikan hendaknya bersifat

mendidik, sehingga pelanggaran yang sama tidak terjadi lagi di masa

depan dan sanksi tersebut menjadi pelajaran bagi dokter lain.

C. Kasus

Dalam menjalankan profesinya, wajar saat seorang dokter menerima

honorarium dari pekerjaan tersebut. Bagaimanapun dokter juga memiliki

kehidupan yang harus dijalani dan dilanjutkannya. Yang membedakan

profesi dokter dengan profesi yang lain adalah nilai kemanusaiaan yang

dijunjung tinggi dalam profesi dokter tersebut, sehingga honorarium

hendaknya tidak menjadi prioritas seorang dokter. Jangan sampai nilai

kemanusiaan pada profesi dokter berubah menjadi profit oriented yang

berlebihan sehingga melupakan nilai etik maupun kemampuan sendiri.

Kasus dibawah ini mungkin dapat dipelajari:

Hari itu adalah hari Minggu. Seorang Dokter Ahli Anestesi menjadwalkan

membantu lima ahli bedah dalam lima buah operasi besar di lima Rumah

sakit yang berlainan. Dikota itu sebenarnya ada puluhan dokter spesialis

anestesi, tetapi karena mungkin menganggap bahwa uang adalah segala-

galanya, beban yang siapapun tahu rasanya sangat sulit untuk bisa

dikerjakan dengan baik, tidak dipedulikannya. Rupanya dari lima orang

pasien itu, satu orang meninggal setelah operasi, tetapi masih dikamar

bedah dan sebelum pasien itu sadar. Dalam keadaan kritis sebelum

meninggal, keluarga pasien yang kebetulan seorang dokter, menanyakan

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka Studi Kasus

siapa ahli anestesinya, untuk diminta memberikan pertolongan kepada

pasien itu. Perawat kamar bedah menjawab dengan polos bahwa ahli

anestesinya sudah pergi kerumah sakit lain untuk menjalankan anestesi

pasien yang keempat. Waktu ahli anestesi itu dihubungi dengan telepon

genggam dan diberi tahu bahwa keadaan pasien yang baru dioperasi dan

belum sadar itu memburuk dan membutuhkan kehadirannya, ia tidak bisa

berbuat banyak karena pasien keempat ini juga sedang dibedah, dan

tentunya juga tidak bisa ditinggalkannya. Untunglah bahwa keluarga

pasien yang dokter tersebut hanya menarik napas panjang saja dan tidak

menuntut lebih lanjut. (Sagung Seto, 2009)

D. Pembahasan Kasus berdasarkan Kode Etik Kedokteran

Berikut adalah kutipan dari pasal 2 Kewajiban Umum dari Kode Etik

Kedokteran dan Panduan Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran dari MKEK

IDI.

“Setiap dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya

sesuai dengan standar profesi tertinggi”

Seorang dokter boleh saja mencari uang dari profesi dokter yang

disandangnya namun tentu menjadi tidak boleh saat uang tersebut yang

menjadi prioritas utama sehingga meninggalkan keprofesionalisme

seorang dokter apalagi hingga melupakan etika kedokteran.

Terlihat dari kasus tersebut bahwa dokter tersebut lebih memprioritaskan

keuntungan materinya dibandingkan dengan kepentingan pasien. Padahal

sebagai seorang dokter berkenaan dengan masalah honorarium diharapkan

untuk mengikuti panduan sebagai berikut

1. Honorarium dokter disesuaikan dengan kemampuan pasien, dan

disesuaikan dengan apa yang telah dokter berikan kepada pasien itu

sendiri.

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka Studi Kasus

2. Honorarium yang diberikan diluar dari kebiasaan terhadap pasien lain

hendaknya dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pasien yang

bersangkutan, dan berikan penjelasan dengan bijaksana sebelum

pemeriksaan dan tindakan dilakukan.

Segala sesuatu mengenai uang ataupun honor biasanya tentu tidak mutlak

sifatnya, namun masalah honorarium ini dapat menjadi hal yang serius

saat pasien yang sudah membayar mahal (bagi pasien tersebut) namun

tidak mendapatkan layanan yang professional dari dokter yang

bersangkutan.

Saat hal tersebut terjadi maka akan menimbulkan stigma pada masyarakat

bahwa dokter sebagai profesi yang mencari keuntungan diatas penderitaan

orang lain. Namun saat hal negatif tersebut tidak pernah terjadi maka

stigma yang akan muncul dipermukaan adalah dokter sebagai profesi yang

mengutamakan kesehatan masyarakat dengan kinerja yang professional

dan bekerja dengan dasar empati yang tinggi sehingga mampu berbaur

dengan masyarakat kapanpun dan dimanapun.

Diluar pasien, seorang dokter hendaknya tidak menarik imbalan dari

teman sejawatnya ataupun keluarganya, bahkan profesi dokter saat ia

bekerja dengan ikhlas ia bisa membebaskan biaya kepada siapapun yang ia

kehendaki.

Sebaikanya sebagai seorang yang menyandang profesi dokter tersebut

hendaknya selalu mengingat kode etik kedokteran yang telah ditanamkan

pada diri dokter tersebut serta merealisasikannya. Sebab nada dari Kode

Etik Kedokteran sendiri menyuarakn, menggambarkan, dan mengarahkan

agar profesi dokter, menjadi sebuah pekerjaan yang mulia dan berbeda

dengan penjual jasa lainnya apalagi pedagang yang semua orang tahu

bahwa pedagan disegala kondisi bekerja untuk mencari keuntungan demi

melanjutkan kelangsungan hidupnya.

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka Studi Kasus