48
20 BAB II TINJAUAN TEORI A. Regulasi Emosi 1. Pengertian Emosi Ahli psikologi memandang manusia adalah makhluk yang secara alami memiliki emosi. Kata emosi berasal dari bahasa Prancis emotion, dari kata emouvoir, yang berarti kegembiraan. Selain itu emosi juga berasal dari bahasa Latin emovere yang berarti “luar” dan movere yang berarti “bergerak”. Lahey (2003) mengatakan emosi merupaka n suatu hal yang dihasilkan oleh fisiologis yang menyebabkan munculnya reaksi emosi. Reaksi ini tidak dapat dibaca namun hanya dapat dilihat dari ekspresinya dan perilaku saja. Menurut Prezz (dalam Syukur, 2011) emosi merupakan reaksi tubuh saat menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi sangat berkaitan erat dengan aktivitas kognitif (berfikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi yang dialaminya. Reaksi manusia terhadap hadirnya emosi, disadari atau tidak memiliki dampak yang bersifat membangun atau merusak. Dengan demikian bisa dikatakan emosi tidak hanya merupakan reaksi terhadap kondisi diri sendiri maupun luar diri sendiri, tetapi juga upaya pencapaian ke arah pembentukan diri menuju hidup yang spiritual. Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

BAB II TINJAUAN TEORI A. Regulasi Emosi 1. Pengertian Emosirepository.ump.ac.id/2938/3/BAB II.pdf · reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh emosi

  • Upload
    votuong

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

20

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Regulasi Emosi

1. Pengertian Emosi

Ahli psikologi memandang manusia adalah makhluk yang secara

alami memiliki emosi. Kata emosi berasal dari bahasa Prancis emotion,

dari kata emouvoir, yang berarti kegembiraan. Selain itu emosi juga

berasal dari bahasa Latin emovere yang berarti “luar” dan movere yang

berarti “bergerak”. Lahey (2003) mengatakan emosi merupakan suatu

hal yang dihasilkan oleh fisiologis yang menyebabkan munculnya

reaksi emosi. Reaksi ini tidak dapat dibaca namun hanya dapat dilihat dari

ekspresinya dan perilaku saja.

Menurut Prezz (dalam Syukur, 2011) emosi merupakan reaksi

tubuh saat menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi

sangat berkaitan erat dengan aktivitas kognitif (berfikir) manusia sebagai

hasil persepsi terhadap situasi yang dialaminya. Reaksi manusia

terhadap hadirnya emosi, disadari atau tidak memiliki dampak yang

bersifat membangun atau merusak. Dengan demikian bisa dikatakan

emosi tidak hanya merupakan reaksi terhadap kondisi diri sendiri

maupun luar diri sendiri, tetapi juga upaya pencapaian ke arah

pembentukan diri menuju hidup yang spiritual.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

21

Sementara itu, menurut Lazarus (dalam Lewis, dkk, 2008)

menyatakan bahwa “emotions represent the wisdom of the ages”,

emosi-emosi mengambarkan “kebijaksanaan usia”, membutuhkan

respon-respon yang telah teruji waktu terhadap masalah-masalah

adaptif yang berulang. Hal yang penting, bagaimanapun, emosi-emosi

tidak memaksa kita untuk berespon dalam suatu cara tertentu, emosi-

emosi hanya membuat kita lebih berkemungkinan untuk mengambil

tindakan tertentu. Hal inilah yang membuat kita mampu untuk

mengatur emosi kita. Saat merasa takut, kita bisa saja lari, namun

tidak selalu akan berlari. Saat marah, kita bisa saja menghantam

sesuatu, tetapi juga tidak selalu. Bagaimana kita meregulasi emosi

kita merupakan suatu persoalan dari bagaimana kesejahteraan (well-

being) tidak mungkin dipisahkan dari kaitannya dengan emosi kita.

Menurut James (Safaria & Saputra, 2012) emosi adalah keadaan jiwa

yang menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada tubuh.

Emosi setiap orang adalah mencerminkan keadaan jiwanya, yang akan

tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya. Pada dasarnya emosi

manusia bisa dibagi menjadi dua kategori umum jika dilihat dari dampak

yang ditimbulkannya yaitu afektivitas positif dan afektivitas negatif.

Afektivitas positif mengacu kepada derajat emosi yang positif, dari energi

yang tinggi, antusiasme, dan kegembiraan hingga perasaan sabar, tenang

dan menarik diri, suka cita kegembiraan dan tawa termasuk perasaan yang

positif. Kemudian afektivitas negatif mengacu kepada emosi yang bersifat

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

22

negatif, seperti kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah dan kesedihan

(Santrock, 2011).

Emosi yang tak terkendali hanya akan melelahkan, menyakitkan, dan

meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika marah, misalnya, maka

kemarahannya akan meluap dan sulit dikendalikan. Dan itu akan membuat

seluruh tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa saja, seluruh isi hatinya

tertumpah ruah, nafasnya tersengal-sengal, dan ia akan cenderung

bertindak sekehendak nafsunya. Adapun saat mengalami kegembiraan,

maka ia menikmatinya secara berlebihan, mudah lupa diri, dan tidak ingat

lagi siapa dirinya (Al-Qarni, 2016).

Goleman (2007) mengungkapkan bahwa emosi yaitu dorongan untuk

bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah

ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Emosi merupakan

reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai

contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang,

sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong

seseorang berperilaku menangis.

Selanjutnya Maramis (2009) menjelaskan bahwa emosi atau perasaan

adalah reaksi spontan manusia yang bila tidak diaksikan atau diikuti

perilaku maka tidak dapat dinilai baik buruknya. Emosi atau perasaan

yang dan menetap yang mewarnai persepsi seseorang terhadap dunia dan

sekelilingnya. Perasaan atau emosi yang (adekuat) normal dapat pula

berupa perasaan positif (gembira, senang, bangga, cinta, kagum, euforia)

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

23

dan perasaan emosi negatif (takut, khawatir, curiga, sedih, marah, depresi,

kecewa, jenuh, cemas, curiga, kosong terhina). Dapat dinilai kualitasnya,

kedalaman atau intelektualitasnya, lamanya, reaktivitasnya dan

iritabilitasnya, fluktuasi atau kestabilannya, pengontrolannya (labil),

keserasian dengan isi pikiran, situasi dan budaya, dapat atau tidaknya

memulai, mempertahankan dan mengakhiri respon emosinya serta dapat

atau tidak dirasakan. Dalam afek yang normal, ada variasi ekspresi wajah,

intonasi suara, gerakan tangan dan tubuh dalam batas yang normal. Juga

dinilai apakah pasien kesulitan dalam memulai, mempertahankan dan

mengakhiri respons emosinya.

Emosi menurut Rakhmat (2001) menunjukkan perubahan

organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan

proses fisiologis. Kesadaran apabila seseorang mengetahui makna situasi

yang sedang terjadi. Jantung berdetak lebih cepat, kulit memberikan

respon dengan mengeluarkan keringat dan napas terengah-engah

termasuk dalam proses fisiologis dan terakhir apabila orang tersebut

melakukan suatu tindakan sebagai suatu akibat yang terjadi.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

emosi adalah pengalaman sadar, kompleks dan meliputi unsur

perasaan, yang mengikuti keadaan-keadaan psikologis dan mental

yang muncul serta penyesuaian batiniah dan mengekspresikan dirinya

dalam tingkah laku yang nampak.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

24

2. Ciri-ciri Utama Emosi

Tiga ciri utama dari emosi menurut Gross (dalam Lewis, dkk,

2008) merupakan prototype yang berhubungan dari penyebab awal

adanya emosi, respon terhadap emosi, dan hubungan antara penyebab awal

adanya emosi dan respon terhadap emosi. Ketiga ciri-ciri utama tersebut

adalah :

a. Emosi-emosi akan mencul saat seseorang berada pada suatu

situasi dan melihat sesuatu yang berhubungan dengan tujuannya.

Apapun tujuannya, dan apapun sumber makna dari situasinya bagi

seseorang, hal ini memberikan arti bagi seseorang, dan arti ini

bisa membangkitkan emosi seseorang. Berdasarkan arti tersebut

terjadi perubahan dari waktu ke waktu (baik perubahan berarti dalam

situasi itu sendiri maupun perubahan pada arti situasinya), maka emosi

juga akan berubah.

b. Emosi itu berbagai jenis. Emosi lebih menekankan pada pentingnya

kualitas, hal ini seperti yang dikemukakan Frijda (dalam Lewis, dkk,

2008) yang membuat istilah “control precedence” berarti bahwa

emosi-emosi bisa menginterupsi apa yang sedang dilakukan dan

memaksa masuk kedalam kesadaran diri sendiri. Bagaimanapun,

emosi sering bersaing dengan respon lain yang juga dihasilkan

dari lingkungan sosial dimana emosi itu berperan. Kemampuan

emosi untuk berubah sudah ditekankan oleh William James (dalam

Lewis, dkk, 2008), yang menyatakan bahwa emosi sebagai respon

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

25

kecenderungan yang bisa dihasilkan dari berbagai cara. Aspek

ketiga dari emosi inilah yang menjadi hal penting untuk analisa

regulasi emosi karena ciri ini membuat regulasi bisa dilakukan.

Berdasarkan dari ketiga ciri emosi diatas dapat disimpulkan bahwa

emosi dapat muncul saat seseorang melihat tujuannya, emosi itu

terdiri dari berbagai jenis dan emosi itu dapat diubah dan diregulasi.

Ciri yang ketiga bahwa emosi dapat diregulasi atau diatur ini yang

menjadi dasar dari analisa regulasi emosi.

3. Macam-macam Emosi

Terdapat berbagai macam mengenai macam-macam emosi, yang

dijabarkan dari berbagai tokoh yang berperan dalam mengemukakan

teori-teori mengenai macam-macam emosi. Dengan adanya emosi,

seseorang dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh orang lain, melalui

emosi yang orang lain munculkan. Berikut ini, terdapat beberapa tokoh

mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates,

JB Watson, dan Daniel Goleman. Menurut Descrates (dalam Gunarsa

2003), ada 6 emosi dasar pada setiap individu, terbagi atas : desire

(hasrat), hate (benci), sorrow (sedih/duka), wonder (heran atau ingin

tahu), love (cinta) dan joy (kegembiraan). Selanjutnya JB Watson

mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), rage

(kemarahan), love (cinta).

Selain itu Daniel Goleman (2007) mengemukakan terdapat beberapa

macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan tokoh di atas, yaitu

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

26

amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan

malu. Goleman (2007) juga menyatakan bahwa perilaku individu

yang muncul sangat banyak diawarnai emosi. Emosi dasar individu

mencakup emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif yaitu

perasaan-perasaan yang tidak di inginkan dan menjadikan kondisi

psikologis yang tidak nyaman.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

macam-macam emosi meliputi desire (hasrat), hate (benci), sorrow

(sedih/duka), wonder (heran atau ingin tahu), love (cinta), joy

(kegembiraan), fear (ketakutan), rage (kemarahan), kenikmatan, terkejut,

jengkel, dan malu.

4. Bagian-Bagian Emosi

Secara umum emosi yang terdapat di dalam diri manusia terdiri

dari dua bagian yaitu emosi positif dan emosi negatif. Hal-hal positif dan

negatif memang selalu datang silih berganti di dalam kehidupan. Masing-

masing individu berbeda-beda dalam menyikapi suatu hal yang

menimbulkan emosi positif, maupun suatu hal yang menimbulkan emosi

negatif. Terkadang, individu egois dalam menyikapi kondisi yang di

alami, karena ingin semua hal yang terjadi berjalan positif atau

mungkin juga tidak mampu bersabar menunggu waktu datangnya hal

positif setelah terjebak sekian lama dalam kondisi yang negatif. Sehingga,

individu harus mampu menyikapi saat hal positif maupun hal negatif

muncul dengan seimbang (Syukur, 2011).

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

27

a. Emosi Positif

Emosi positif adalah emosi yang mampu menghadirkan

perasaan positif terhadap seseorang yang mengalaminya. Hill

(dalam Syukur, 2011) mengatakan bahwa terdapat tujuh macam

emosi yang masuk dalam emosi positif, diantaranya adalah hasrat,

keyakinan, cinta, seks, harapan, romansa dan antusiasme. Ketujuh

emosi tersebut merupakan bentuk emosi yang paling dominan,

kuat, dan paling umum digunakan dalam usaha kreatif. Jenis emosi

ini dapat menunjang keberhasilan karir dan dianggap tidak

merugikan orang lain. Seberapa besar keberhasilan dari emosi

positif ini tergantung dari batas kewajaran yang digunakannya.

Dari kenyataan yang sering terjadi, energi emosi positif lebih baik

digunakan dalam proses mengingat jika dibandingkan dengan

energi emosi negatif. Emosi yang positif akan menghadirkan

perasaan senang, sebab emosi ini dapat membuat otak ingin

mengenang kembali bayangan tersebut. selain itu emosi positif

juga dapat menumbulkan sebuah motivasi karena memang

memiliki unsur motivasi yang luar biasa kuat. Untuk

menumbuhkan emosi positif ini kita harus mampu mengalahkan

energi yang terkandung dalam muatan emosi negatif.

b. Emosi Negatif

Emosi negatif merupakan emosi yang selalu identik dengan

perasaan tidak menyenangkan dan dapat mengakibatkan perasaan

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

28

negatif pada orang yang mengalaminya. Biasanya emosi negatif ini

berada di luar batas kewajaran, seperti marah-marah yang tidak

terkendali, berkelahi, menangis meraung-raung, tertawa keras dan

terbahak-bahak bahkan timbulnya tindakan kriminal. Umumnya,

emosi negatif menimbulkan permasalahan yang dapat menganggu

orang yang mengalaminya, bahkan berdampak pada orang lain dan

masyarakat secara luas. Biasanya, orang yang mengalami emosi

negatif cenderung lebih memperhatikan emosi-emosi yang bernilai

negatif, seperti sedih, marah, cemas, tersinggung, benci, jijik,

prasangka, takut, curiga dan lain sebagainya. Emosi semacam itu

akan berdampak buruk bagi yang mengalaminya dan orang lain.

Berdasarkan penjelasan mengenai bagian-bagian emosi, maka

dapat disimpulkan bahwa, bagian emosi meliputi 2 bagian yaitu emosi

positif dan emosi negatif.

5. Jenis-jenis emosi

Jenis-jenis emosi menurut (Syukur, 2011) :

a. Emosi yang menyenangkan

Contoh : cinta, sayang, gembira, kagum.

b. Emosi yang tidak menyenangkan

Contoh : sedih, marah, benci, takut.

Ekspresi emosi akan ditampakkan dalam perilaku. Misalnya :

emosi sedih akan ditampilkan dalam bentuk menangis.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

29

c. Mempertahankan hidup (survival) individu mendambakan kesehatan

dan mengetahuinya ketika merasa sehat walafiat, mencari keindahan

dan mengetahui bahwa memperolehnya ketika merasakan kenikmatan

estetis dalam diri.

d. Pembawa pesan dalam komunikasi

Interpersonal pembicara yg menyertakan seluruh emosi dalam pidato

dipandang lebih hidup, lebih dinamis dan lebih meyakinkan.

Berdasarkan lima jenis emosi maka dapat disimpulkan bahwa

lima jenis emosi meliputi marah, sedih, cemburu, takut dan senang

atau gembira.

6. Jenis-Jenis Emosi dan Dampaknya Pada Perubahan Fisik

Jenis emosi Perubahan fisik (Syukur, 2011) : marah, cemas, takut,

perasaan bersalah, malu, jijik, benci, sedih, terkejut, jengkel, kecewa,

putus asa. Terdapat sebagian jenis emosi yang memiliki dampak pada

perubahan fisik seseorang, diantaranya yaitu :

a. Terpesona : reaksi elektris pada kulit

b. Marah : peredaraan darah bertambah cepat

c. Terkejut : denyut jantung bertambah cepat

d. Kecewa : bernafas panjang

e. Sakit : pupil mata bertambah besar

f. Takut / tegang : air liur mongering

g. Takut : berdiri bulu roma

h. Tegang : otot-otot menegang atau bergetar

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

30

Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

jenis-jenis emosi dan dampaknya pada perubahan fisik meliputi

terpesona, marah, terkejut, kecewa, sakit, takut, tegang.

7. Fungsi Emosi

Bagi manusia, dalam teori Coleman dan Hammen (dalam

Syukur, 2011), emosi tidak hanya berfungsi untuk mempertahankan

diri atau sekedar mempertahankan hidup. Emosi pada manusia seperti

yang dikemukakan oleh Martin dalam buku Psikologi Belajar, juga

memberikan fungsi sebagai pembangkit energi yang memberikan

kegairahan dalam hidup manusia. Emosi juga berfungsi sebagai

messenger artinya adalah emosi yang terjadi dalam diri seseorang

dapat membawa pesan atau informasi. Emosi memberitahukan pada

seseorang tentang bagaimana keadaan orang lain yang berada di

sekitarnya, terutama orang yang di cintai dan di sayangi, sehingga

seseorang dapat memahami dan melakukan sesuatu yang tepat dengan

kondisi tersebut.

Dalam konteks ini, emosi bukan hanya pembawa messenger

(informasi) dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga dalam

komunikasi interpersonal. Lebih dari itu, emosi juga merupakan sumber

informasi tentang keberhasilan seseorang. Setiap emosi yang ada dalam

diri seseorang memberikan rangsangan terhadap pemikiran, khayalan baru

dan tingkah laku yang baru.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

31

Berdasarkan penjelasan mengenai fungsi emosi, maka dapat

disimpulkan bahwa fungsi emosi sebagai pembangkit energi yang

memberikan kegairahan dalam hidup manusia.

8. Ekspresi Emosi

Emosi adalah keadaan internal yang memiliki perwujudan secara

ekstrenal. Meskipun yang bisa merasakan emosi adalah orang yang

mengalaminya, namun orang lain kerap bisa mengetahuinya karena

emosi terekspresikan dalam berbagai bentuk. Emosi dapat

diekspresikan dalam bentuk verbal maupun non verbal. Syukur (2011)

mengatakan bahwa ada beberapa jenis ekspresi emosi yang menunjukkan

kepribadian seseorang, diantaranya adalah:

a. Ekspresi wajah

Semua emosi yang dialami manusia akan diekspresikan

melalui raut wajah. Hanya dengan melihat wajah orang lain, maka

seseorang bisa dengan tepat menebak emosi yang sedang dialami oleh

orang lain tersebut. Seseorang paham wajah orang yang sedang

marah, sedih, bahagia, takut atau terkejut. Dalam hal ini, wajah saat

marah dan sedih pastilah berbeda.

b. Ekspresi vokal

Nada suara seseorang akan berubah seiring dengan emosi

yang sedang dialaminya. Seseorang yang sedang marah, nada

suaranya pasti akan terdengar meninggi. Demikian juga seseorang

yang sedang bahagia, maka seseorang akan berbicara dengan lepas

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

32

dan lancar. Sementara itu, seseorang yang sedang mengalami

gangguan jiwa dan mengalami kesedihan, kemungkinan besar nada

suaranya akan terbata-bata, bahkan tidak berbicara.

c. Perubahan fisiologis

Saat seseorang merasakan perubahan sebuah emosi, terdapat

perubahan fisiologis yang mengiringinya, baik yang bisa dirasakan

atau tidak. Saat takut, seseorang akan merasakan detak jantung

yang meningkat, berdebar-debar, kaki dan tangan gemetar. Selain

itu, seseorang juga merasakan bulu kuduk merinding, otot wajah

menegang, berkeringat, kencing di celana, dan lain sebagainya.

Bahkan, perubahan tersebut jarang juga diketahui oleh orang lain.

d. Gerak dan isyarat tubuh

Sering kali, emosi-emosi seseorang akan diekspresikan

melalui gerak dan isyarat tubuh. Terkadang, seseorang cukup

mengetahui orang lain yang sedang gugup atau jatuh cinta hanya

dari bahasa tubuhnya. Seseorang yang sedang jatuh cinta akan

menjadi tidak hati-hati, banyak melakukan gerakan yang tidak

perlu, sering melakukan kesalahan berkeringan dan lain sebagainya.

Orang yang jatuh cinta menatap yang dicintainya lebih sering,

duduk condong padanya, tersenyum lebih lebar, dan lain-lain.

e. Tindakan-tindakan emosional

Banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk

mengekspresikan emosi yang dialaminya. Ketika emosi marah

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

33

melanda, terkadang seseorang hanya diam. Diam dianggap sebagai

salah satu tindakan yang mencerminkan keadaan emosionalnya.

Namun, tidak jarang kira melihat emosi seseorang yang sedang

marah dengan membentak, memaki bahkan memukul. Sementara

itu, saat seseorang sedang dirundung kesedihan, ia hanya sanggup

mengapresiasikannya dengan menangis.

Berdasarkan penjabaran mengenai ekspresi emosi, maka dapat

disimpulkan bahwa ekspresi emosi meliputi ekspresi wajah, ekspresi

vokal, perubahan fisiologis, gerak dan isyarat tubuh, tindakan-

tindakan emosional.

9. Pengelompokkan Emosi

Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi

sensoris dan emosi kejiwaan (psikis) (Syukur, 2011) :

a. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari

luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang

dan lapar.

b. Emosi psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan.

Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah :

1) Perasaan intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan

ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :

rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah, rasa

gembira karena mendapat suatu kebenaran, rasa puas karena dapat

menyelesaikan persoalan-persoalan ilmiah yang harus dipecahkan

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

34

2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan

dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok.

Wujud perasaan ini seperti : rasa solidaritas, ukhuwah

(persaudaraan), simpati, kasih sayang, dan sebagainya

3) Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-

nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya : responsibility

(rasa tanggung jawab), rasa bersalah apabila melanggar norma,

rasa tentram dalam mentaati norma.

4) Perasaan estetis (keindahan), yaitu perasaan yang berkaitan erat

dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun

kerohanian

5) Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai

makluk Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan)

untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain, manusia dianugerahi

insting religius (naluri beragama).

Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

pengelompokkan emosi dibagi menjadi 2 yaitu emosi sensoris dan

emosi psikis.

10. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu

Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu

diantaranya (Syukur, 2011) :

a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas

hasil yang telah dicapai.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

35

b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan

dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya frustasi (rasa

putus asa).

c. Menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang

mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan nervous

(sikap gugup) dan gagap dalam berbicara.

d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri

hati.

e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa

kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap

dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya memperkuat

semangat, melemahkan semangat, menghambat belajar, terganggu

penyesuaian sosial, dan suasana emosional yang diterima.

11. Pengertian Regulasi Emosi

Gross (dalam Lewis, dkk, 2008) menyatakan bahwa regulasi emosi

ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk

mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari

respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang

memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi

yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga

dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

36

Sementara Shaffer (2005) menjelaskan bahwa regulasi emosi ialah

kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada

tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi

yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi

fisiologis, kognisi yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang

berhubungan dengan emosi.

Menurut Al-Qarni (2016) mengatakan bahwa regulasi emosi adalah

perasaan dan emosi yang bergejolak dikarenakan kegembiraan yang

memuncak dan musibah yang berat, individu yang mampu menguasai

emosi dalam setiap peristiwa, baik yang memilukan juga menggembirakan

maka orang tersebut sejatinya memiliki kekukuhan iman dan keteguhan

keyakinan. Manusia merupakan makhluk yang senang bergembira dan

berbangga diri, namun ketika ditimpa kesusahan manusia mudah berkeluh

kesah, dan ketika mendapatkan kebaikan manusia sangat kikir.

Akan tetapi bagi orang-orang yang sabar dan mendekatkan diri kepada

Allah SWT mereka mampu berdiri seimbang diantara gelombang

kesedihan yang keras dan dengan luapan kesedihan yang keras dan

kegembiraan yang tinggi. Emosi yang tak terkendali hanya akan

melelahkan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika

marah maka kemarahannya akan meluap dan sulit dikendalikan, hal

tersebut akan membuat seluruh tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa

saja, seluruh isi hatinya tertumpah ruah, nafasnya tersengal-sengal, dan

akan cenderung bertindak sekehendak nafsunya.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

37

Adapun saat mengalami kegembiraan akan menikmatinya secara

berlebihan, mudah lupa diri diri dan tak ingat lagi siapa dirinya. Individu

yang mampu mengendalikan akalnya dan menimbang segalanya dengan

benar, maka akan melihat kebenaran, akan tahu jalan yang lurus dan akan

menemukan hakekat.

Menurut Thompson (dalam Janah, dkk, 2015) menggambarkan

regulasi emosi yaitu sebagai kemampuan merespon proses-proses

ekstrinsik dan intrinsik untuk memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi

reaksi emosi yang intensif dan menetap untuk mencapai suatu tujuan.

Ini berarti apabila seseorang mampu mengelola emosi-emosinya secara

efektif, maka ia akan memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi

masalah.

Greenberg, dkk (dalam Wahyuni, 2013) mengatakan bahwa regulasi

emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menilai,

mengatasi, mengelola, dan mengungkapkan emosi yang tepat dalam

rangka mencapai keseimbangan emosional. Oleh karena itu, kemampuan

mengelola emosi ini disebut juga dengan regulasi emosi. Emosi

merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Emosi

sangat membantu menyediakan informasi yang penting mengenai status

interaksi individu dengan orang lain, akan tetapi seringkali pengalaman

emosi yang kuat membutuhkan untuk dikelola (Janah, dkk, 2015).

Reivich & Shatte (dalam Syahadat, 2013) mengungkapkan bahwa

regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

38

Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat

mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa

cemas,sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu

masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif ataupun positif, merupakan

hal yang sehat dankonstruktif asalkan dilakukan dengan tepat. Reivich dan

Shatte (dalam Syahadat, 2013) juga mengemukakan dua hal penting yang

terkait dengan regulasi emosi, yaitu calming (ketenangan dan fokus).

Individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini, dapatmembantu

meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran

yangmengganggu dan mengurangi stres.

Selain itu, regulasi emosi berhubungan dengan suasana hati.

Konsep regulasi emosi luas dan meliputi kesadaran dan ketidak-

sadaran secara psikologis, tingkah laku, dan proses kognitif. Selain

itu, regulasi emosi beradaptasi dalam kondisi situasi emosi yang

stimulusnya berhubungan dengan lingkungan. Penelitian secara

konsisten menunjukkan bahwa regulasi emosi berkaitan dengan

perasaan tertentu seperti kecemasan (Aprisanadityas & Elfida, 2012).

Regulasi emosi dapat didefinisikan sebagai upaya yang disengaja atau

otomatis individu untuk mempengaruhi yang emosi yang mereka miliki,

ketika mereka memiliki mereka, dan bagaimana emosi ini berpengalaman

atau diekspresikan. regulasi emosi melibatkan perubahan satu atau lebih

aspek dari emosi, termasuk memunculkan situasi, perhatian, penilaian,

subjektif pengalaman, perilaku, atau fisiologi (Mauss, dkk, 2007).

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

39

Regulasi emosi memiliki tanggapan dari seluruh tubuh yang

menandakan pribadi yang relevan, peristiwa yang memotivasi secara

signifikan (Frijda dalam Farmer, dkk, 2012). Selanjutnya regulasi emosi

memungkinkan fleksibilitas dalam emosi merespons sesuai dengan apa

yang dirasakan oleh seseorang dengan berbagai tujuan untuk masa yang

panjang (Gruyak, dkk, 2011). Selan itu penekanan dari regulasi emosi itu

sendiri melibatkan seseorang dalam menanggapi situasi dengan mengatur

ekspresi dari luar dan dalam emosi (Farmer, dkk, 2012).

Sehingga regulasi emosi menurut Shaffer (2005) ialah kapasitas untuk

mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas

yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat

meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi

yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan

emosi.

Berdasarkan definisi dan penjelasan dari berbagai macam ahli diatas,

maka dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi adalah suatu proses yang

dilakukan dengan tujuan untuk mengatur serta mengendalikan emosi yang

berupa respon dari berbagai macam reaksi yang ada didalam kehidupan

sehari-hari, reaksi tersebut bisa berupa reaksi yang disadari maupun tidak

disadari dengan cara dan pengkondisian yang tepat. Hal ini dilakukan

sebagai usaha dari adanya suatu pemikiran dan perilaku yang nantinya

akan berpengaruh positif terhadap kondisi emosional seseorang, sehingga

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

40

hal tersebut akan mempermudah seseorang dalam menyelesaikan suatu

masalah yang dialaminya.

12. Aspek-aspek Regulasi Emosi

Regulasi emosi merupakan faktor yang sulit, mungkin karena keadaan

dan sumber perasaan tersebut tidak teridentifikasi secara jelas.

Mengendalikan emosi berarti mampu mengenali dan memahami perasaan

serta mengelola emosi, bukan saja mengatur dan menguasai emosi diri

sendiri tetapi juga emosi orang lain.

Menurut Gross (dalam Lewis, dkk, 2008) ada empat aspek yang

digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang, yaitu:

a. Strategi regulasi emosi (strategi)

Ialah keyakinan individu untuk dapat mengatasi suatu masalah,

memiliki kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat

mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri

kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan.

b. Perilaku untuk mencapai tujuan (tujuan)

Ialah kemampuan individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi

negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan

melakukan sesuatu dengan baik.

c. Mengontrol respon-respon emosional (impuls)

Ialah kemampuan individu untuk dapat mengontrol emosi yang

dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (respon fisiologis,

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

41

tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan

emosi yang berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.

d. Penerimaan respons emosional

Ialah kemampuan individu untuk menerima suatu peristiwa yang

menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi

tersebut.

Dari pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam

mengendalikan emosi tidak akan cukup jika hanya dilakukan dengan

belajar cara menangani suatu stimulus yang dapat membangkitkan emosi

individu. Akan tetapi individu juga harus belajar cara untuk mengatasi

perilaku yang selalu disertai dengan emosi tersebut. Maka dari itu, jika

individu sedang mengekspresikan emosinya ke dalam bentuk perilaku,

maka perilaku tersebut harus bisa diterima oleh masayarakat maupun

lingkungan sosial pada umumnya. Selain itu, individu tersebut juga harus

dapat mengukur dan menentukan mengenai perilaku yang dilakukannya

dapat dikatakan benar oleh masyarakat maupun lingkungan secara umum

yang ada disekitarnya.

13. Faktor-faktor yang mempengaruhi Regulasi Emosi

Berikut ini merupakan beberapa faktor yang memperngaruhi

kemampuan regulasi emosi seseorang menurut Gross (dalam Lewis, dkk,

2008), yaitu :

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

42

a. Budaya

Kepercayaan yang terdapat dalam kelompok masyarakat tertentu

dapat mempengaruhi cara individu menerima, menilai suatu

pengalaman emosi, dan menampilkan suatu respon emosi. Dalam hal

regulasi emosi berarti culturally permissible (apa yang dianggap

sesuai) dapat mempengaruhi cara seseorang berespon dalam

berinteraksi dengan orang lain dan dalam cara ia meregulasi emosi.

b. Religiusitas

Setiap agama mengajarkan seseorang diajarkan untuk dapat

mengontrol emosinya. Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya

akan berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan bila

dibandingkan dengan orang yang tingkat religiusitasnya rendah.

c. Kemampuan individu/ Tipe Kepribadian

Kepribadian yang dimiliki seseorang mengacu pada apa yang

dapat individu lakukan dalam meregulasi emosinya. Kemampuan

seseorang dalam mengontrol perilaku terutama ketika seseorang lebih

memilih untuk menahan dirinya (sabar) merupakan ketrampilan

regulasi emosi yang dapat mengatur emosi positif maupun emosi

negatif.

d. Usia

Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya usia seseorang

dihubungkan dengan adanya peningkatan kemampuan regulasi emosi,

dimana semakin tinggi usia seseorang semakin baik kemampuan

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

43

regulasi emosinya. Sehingga dengan bertambahnya usia seseorang

menyebabkan ekspresi emosi semakin terkontrol. Dari penjelasan

diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya semakin bertambahnya

umur, individu memiliki kemampuan regulasi emosi yang semakin

baik.

e. Jenis kelamin

Beberapa penelitian menemukan bahwa laki-laki dan perempuan

berbeda dalam mengekspresikan emosi baik verbal maupun ekspresi

wajah sesuai dengan gendernya. Perempuan menunjukkan sifat

feminimnya dengan mengekspresikan emosi marah dan bangga yang

menunjukkan sifat maskulin. Perbedaan gender dalam pengekspresian

emosi sedih, takut, cemas dan menghindari mengekspresikan emosi

marah dan bangga yang menunjukkan sifat maskulin.

Perbedaan gender dalam pengekspresian emosi dihubungkan

dengan perbedaan dalam tujuan laki-laki dan perempuan mengontrol

emosinya. Perempuan lebih mengekspresikan emosi untuk menjaga

hubungan interpersonal serta membuat mereka tampak lemah dan tidak

berdaya. Sedangkan laki-laki lebih mengekspresikan marah dan

bangga untuk mempertahankan dan menunjukkan dominasi. Sehingga,

dapat disimpulkan bahwa wanita lebih dapat melakukan regulasi

terhadap emosi marah dan bangga, sedangkan laki-laki pada emosi

takut, sedih dan cemas (Fischer & Coon dalam Anggraeni, 2014).

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

44

f. Kondisi Psikologis

Kondisi psikologis yang dimiliki oleh masing-masing individu

berbeda-beda, tergantung pada permasalahan yang dialami oleh

masing-masing individu. Sejatinya, setiap individu memiliki reaksi

psikologis pada saat menghadapi sebuah masalah atau cobaan, ada

yang sudah mampu mengontrol permasalahan yang dihadapi, namun

ada juga yang tidak mampu mengontrol permasalahan yang dihadapi

(Gross, dalam Lewis, dkk, 2008). Menurut Elkind (dalam Papalia, dkk,

2007) bentuk-bentuk ketidakmampuan dari seseorang ini mendasari

banyaknya perilaku beresiko dan self-destructive yang dilakukan.

Sehingga tidak diragukan lagi memberikan kontribusi peningkatan

self-criticism, perasaan terisolasi dan over identification dengan emosi

yang dirasakan.

Emosi menurut Goleman (2007) yaitu dorongan untuk bertindak,

rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan

secara berangsur-angsur oleh evolusi. Pada dasarnya emosi manusia

bisa dibagi menjadi dua kategori umum jika dilihat dari dampak yang

ditimbulkannya yaitu afektivitas positif dan afektivitas negatif.

Afektivitas positif mengacu kepada derajat emosi yang positif, dari

energi yang tinggi, antusiasme, dan kegembiraan hingga perasaan

sabar, tenang dan menarik diri, suka cita kegembiraan dan tawa

termasuk perasaan yang positif. Kemudian afektivitas negatif mengacu

kepada emosi yang bersifat negatif, seperti kecemasan, kemarahan,

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

45

perasaan bersalah dan kesedihan. Dari dua kategori emosi tersebut,

seseorang yang memiliki permasalahan lebih sering memunculkan

emosi negatif (Santrock, 2011).

Adanya berbagai macam dampak dari emosi negatif, membuat

seseorang diharuskan mampu melakukan regulasi emosi. Regulasi

emosi menurut Shaffer (2005) yaitu kapasitas untuk mengontrol dan

menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat

untuk mencapai suatu tujuan. Tujuannya adalah untuk mengontrol

emosi dengan cara yang positif. Salah satu cara positif untuk

mengontrol emosi negatif yang muncul akibat permasalahan yang

dihadapi adalah dengan self-compassion. Self-compassion adalah

sebuah cara positif untuk melihat keadaan diri sendiri sebagaimana

adanya. Individu dapat memiliki self-compassion sebagai hasil dari

ketidaksempurnaan yang dimiliki, bukan karena individu tersebut

spesial ataupun berada diatas rata-rata orang lain (Neff & Costigan,

2014).

Sejalan dengan Guendelman dkk (2017) mengatakan bahwa

komponen self-compassion yang terdiri dari self-kindness, common

humanity, dan, mindfullnes memiliki keterkaitan yang dapat

mempengaruhi aspek-aspek regulasi emosi seperti, strategi regulasi

emosi (strategi), perilaku untuk mencapai tujuan (tujuan), mengontrol

respon-respon emosional (impuls), penerimaan respons emosional.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

46

Karena, komponen self-compassion merupakan keseluruhan dari

keadaan penuh perhatian yang dimiliki oleh seseorang yang dapat

digunakan untuk melakukan strategi regulasi emosi yang berfungsi

untuk mencapai suatu tujuan yang dimiliki, dengan mengontrol

perasaan negatif, dan menerima peristiwa yang menimbulkan emosi

negatif. Sehingga, yang muncul adalah kebaikan untuk mengontrol

emosinya. Kebaikan akan membawa hal positif, yang berpotensi dan

mendorong seseorang menuju perubahan dengan cara yang lebih

efektif.

Menurut Hurlock (2013), beberapa faktor lain yang dapat

mempengaruhi pengendalian emosi antara lain :

1) Kondisi kesehatan

Kesehatan yang baik mendorong emosi yang menyenangkan

menjadi dominan sedangkan kesehatan yang buruk menyebabkan

emosi yang tidak menyenangkan menjadi dominan.

2) Suasana rumah

Individu yang tumbuh dalam lingkungan ramah dengan kondisi

yang menyenangkan jauh dari suasana pertengkaran, cemburu, dendam

atau suasana yang tidak menyenangkan akan mempunyai kesempatan

yang lebih untuk timbul menjadi individu yang bahagia.

3) Pola asuh

Mendidik secara otoriter dengan menggunakan metode hukuman

agar seorang anak menjadi patuh akan mendorong munculnya

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

47

dominasi emosi yang tidak menyenangkan. Cara mendidik yang

bersifat demokratis akan membuat suasana rumah lebih hangat dan

santai serta menunjang tumbuhnya emosi yang menyenangkan.

4) Hubungan dengan para anggota keluarga

Hubungan yang tidak rukun dan harmonis diantara orang tua atau

saudara akan banyak menimbulkan kemarahan dan kecemburuan

sehingga emosi ini cenderung menguasai kehidupan individu.

5) Hubungan dengan teman sebaya

Jika individu merasa diterima dengan baik oleh kelompok teman

sebayanya, maka emosi yang menyenangkan akan mendominasi.

Tetapi sebaliknya, jika individu merasa ditolak oleh kelompok teman

sebayanya, maka emosi yang tidak menyenangkan akan mendominasi.

6) Perlindungan yang berlebihan

Perlindungan yang berlebihan dari orang tua yang hidup dalam

prasangka bahaya terhadap segala sesuatu, akan menyebabkan

seseorang anak mempunyai rasa takut yang dominan.

7) Aspirasi orang tua

Aspirasi yang terlalu tinggi dan tidak realistis dari orang tua akan

membuat anak menjadi canggung malui dan merasa bersalah bila

merasa tidak memenuhi harapan tersebut. Jika pengalaman ini terjadi

berulang kali akan menyebabkan emosi tidak menyenangkan menjadi

dominan dalam kehidupan seluruhnya.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

48

8) Bimbingan mengendalikan emosi

Bimbingan dengan titik berat pada penanaman bahwa mengalami

frustasi diperlukan sekali-kali, dapat mencegah kemarahan dan

kebencian menjadi emosi yang dominan.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang bisa mempengaruhi regulasi emosi yaitu faktor budaya, religiusitas,

kemampuan individu dalam melakukan regulasi emosi (capabilities), usia,

jenis kelamin, kondisi psikologis. Selain itu faktor lain yang dapat

mempengaruhi regulasi emosi diantaranya adalah kondisi kesehatan,

suasana rumah, pola asuh, hubungan dengan para anggota keluarga,

hubungan dnegan teman sebaya, perlindungan yang berlebih-lebihan,

aspirasi dari orang tua, dan bimbingan dalam mengendalikan emosi.

B. Self-Compassion

1. Pengertian Self-Compassion

Salah satu faktor karakteristik individu adalah self-compassion.

Neff (2003) mengungkapkan bahwa self-compassion ialah proses

pemahaman tanpa kritik terhadap penderitaan, kegagalan atau

ketidakmampuan diri dengan cara memahami bahwa ketiga hal tersebut

merupakan bagian dari pengalaman sebagai manusia pada umumnya.

Diperkuat oleh Neff (dalam Leary & Hoyle, 2009) menyebutkan

bahwa self-compassion melibatkan kebutuhan untuk mengelola kesehatan

diri, serta mendorong inisiatif untuk membuat perubahan dalam

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

49

kehidupan. Individu dengan self-compassion tidak mudah menyalahkan

diri bila menghadapi kegagalan, memperbaiki kesalahan, mengubah

perilaku yang kurang produktif dan menghadapi tantangan baru.

Individu dengan self-compassion termotivasi untuk melakukan sesuatu,

atas dorongan yang bersifat intrinsik, bukan hanya karena berharap

penerimaan lingkungan. Oleh karena itu self-compassion/ rasa kasih

sayang terhadap diri tersebut di mulai dengan adanya kesadaran dan

perspektif bebas tanpa adanya suatu penghakiman/ perlawanan dari diri

sendiri (Fine, 2011).

Selanjutnya Neff (dalam Germer & Siegel, 2012) mengatakan bahwa

self-compassion merupakan rasa kasih sayang seseorang terhadap diri

sendiri pada suatu penderitaan yang dialami, adanya rasa kasih sayang

terhadap diri sendiri perlu dimiliki dengan adanya perasaan kebaikan,

perawatan, dan pemahaman mengenai suatu penderitaan yang dialami.

Sehingga dengan adanya rasa kasih sayang terhadap diri sendiri tersebut

akan memunculkan adanya perasaan tergerak untuk menghadapi suatu

penderitaan yang dialami oleh seseorang.

Neff (dalam Karina dan Saragih, 2012) mendefinisikan self-

compassion sebagai sikap memiliki perhatian dan kebaikan terhadap

diri sendiri saat menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup ataupun

terhadap kekurangan dalam dirinya serta memiliki pengertian bahwa

penderitaan, kegagalan dan kekurangan merupakan bagian dari

kehidupan manusia dan setiap orang termasuk diri sendiri adalah

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

50

berharga. Memiliki self-compassion membawa banyak pengaruh positif

dalam kehidupan seseorang, antara lain tingginya tingkat kepuasaan

hidup dan kebahagiaan.

Sehingga dalam hal ini self-compassion bisa memperlakukan diri dan

orang lain dengan lebih berhati-hati dan hormat. Self-compassion juga

memberi dukungan dan inspirasi yang diperlukan dalam membuat

perubahan hidup sehingga individu mampu meraih potensi yang

dimilikinya. Rasa kasih sayang hanya diarahkan ke dalam diri. Salzberg

(dalam Germer & Neff, 2013) mengungkapkan bahwa kasih sayang

terhadap diri terdiri dari tiga unsur utama: kebaikan, rasa kemanusiaan,

dan kesadaran.

Self-compassion tidak membuat individu menghindari penderitaan

yang dialami, namun justru mendekati penderitaan tersebut melalui

kebaikan hati dan niatan yang baik, sehingga membangkitkan rasa

kesejahteraan untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Self-compassion

tidak didasari dengan menghakimi ataupun memberikan penilaian yang

positif. Self-compassion adalah sebuah cara positif untuk melihat keadaan

diri sendiri sebagaimana adanya. Individu dapat memiliki self-compassion

sebagai hasil dari ketidaksempurnaan yang dimiliki, bukan karena individu

tersebut spesial ataupun berada diatas rata-rata orang lain. Maknanya, self-

compassion ada pada saat individu mengalami kegagalan maupun

keberhasilan (Neff & Costigan, 2014).

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

51

Amstrong (dalam Hidayati, 2015) mengklasifikasikan compassion

sebagai suatu karakteristik kepribadian dimana individu menempatkan

diri pada posisi individu lain. Dalam posisi tersebut, individu merasakan

pengalaman individu lain seolah-olah adalah pengalaman dirinya sendiri.

Pengertian tersebut membawa konsekuensi individu memandang

pengalaman individu lain dalam konteks kemurahan hati, sehingga

tersentuh oleh penderitaan individu lain dan muncul keinginan untuk

meringankannya. Selanjutnya Gilbert & Iron (dalam Hidayati 2015) juga

menjelaskan bahwa self-compassion berhubungan dengan kemampuan

merasakan perasaan individu lain dan kemurahan hati yang berkembang

dari penerimaan terhadap diri sendiri, secara emosional dan kognitif atas

pengalaman diri dan kesadaran untuk tidak menghindar atas pengalaman

yang tidak menyenangkan. Penerimaan diri tersebut yang kemudian

memunculkan istilah self-compassion, karena self-compassion dapat

membantu mengaktifkan sistem penenangan diri, mengurangi perasaan

takut dan kesendirian.

Self-compassion merupakan salah satu bahasan yang bisa

menjelaskan bagaimana individu mampu bertahan, memahami dan

menyadari makna dari sebuah kesulitan sebagai hal yang positif. Menurut

Germer (dalam Hidayati, 2015), self-compassion merupakan kesediaaan

diri untuk tersentuh dan terbuka kesadarannya saat mengalami

penderitaan dan tidak menghindari penderitaan tersebut. Self-compassion

juga termasuk memberikan pemahaman yang tidak menghakimi terhadap

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

52

penderitaan, kekurangan dan kegagalan diri, sehingga pengalaman tersebut

dipandang sebagai bagian dari pengalaman yang bisa dialami oleh setiap

manusia. Maka dari itu, kasih sayang diri adalah penting untuk psikis,

mental dan kesejahteraan spiritual individu (Fieldeing, 2015).

Berdasarkan definisi-definisi yang telah diungkapkan oleh beberapa

ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa self-compassion adalah rasa

kasih sayang terhadap diri sendiri. Rasa kasih sayang terhadap diri sendiri

ini meliputi disposisi kepribadian yang berupa kemampuan penerimaan

diri yang menimbulkan ketenangan, empati, kepekaan, kehangatan dan

kesabaran individu dalam menghadapi permasalahan.

2. Komponen Self-Compassion

Neff (2003) menyatakan bahwa self-compassion memiliki tiga

komponen pembentuk, yaitu self-kindness (kebaikan terhadap diri),

common humanity (sifat manusiawi), dan mindfulness (kesadaran penuh

atau situasi yang dialami).

a. Self-kindness (kebaikan terhadap diri sendiri)

Menurut Neff (2003) Self-kindness adalah kemampuan untuk

memahami diri ketika individu memiliki kekurangan ataupun

merasakan penderitaan dalam hidupnya. Sehingga komponen ini

menerangkan seberapa jauh seseorang dapat memahami dan memaknai

kegagalannya. Neff (dalam Leary & Hoyle, 2009) juga menjelaskan

bahwa ketenangan dan kesabaran dalam berpikir dan bertindak yang

merupakan manifestasi dari self-compassion, yang termasuk dalam

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

53

karakteristik self-kindness. Individu dengan self-kindness dapat

menghadapi permasalahan atau situasi menekan dengan menghindari

penyalahan diri sendiri, atau perasaan rendah. Self-kindness

merupakan afirmasi bahwa individu akan menerima kebahagiaan

dengan memberikan kenyamanan pada individu lain. Self-kindness

inilah yang mendorong individu untuk bertindak positif dan

memberikan manfaat bagi individu lain.

Self-compassion membuat individu mampu untuk menempatkan

diri sebagai manusia, sebagaimana individu lain pada umumnya.

Diperkuat oleh Neff & Lamb (2009) bahwa self-kindness bertolak

belakang dengan self-judgment yang merupakan sikap mengkritisi

ketika individu mengalami penderitaan. Sehingga Neff (2011)

menambahkan bahwa self-kindness berisi afirmasi bahwa diri pantas

mendapatkan cinta, kebahagiaan,dan kasih sayang walaupun dalam

kondisi terburuk sehingga tercipta kenyamanan bagi diri sendiri.

b. Common Humanity (sifat manusiawi/ Berhubungan dengan orang lain)

Menurut Neff (2003) common humanity adalah kesadaran individu

bahwa semua orang pernah mengalami masa-masa sulit. Sehingga

komponen ini menerangkan seberapa banyak seseorang mampu

menghargai pemikiran, perasaan dan tingkah laku orang lain yang

beragam. Sebagai manusia, individu memperlihatkan keadaan yang

tidak sempurna dan dimungkinkan untuk melakukan kesalahan,

keadaan ini disebut sebagai common humanity. Dalam pandangan

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

54

common humanity, maka individu akan menghadapi masalah secara

objektif. Neff (2011) menambahkan, melalui common humanity

seseorang akan mampu melihat sebuah kegagalan atau masalah

dari sudut pandang yang lebih luas sehingga mampu memahami

bahwa peristiwa yang sedang dialaminya tersebut terjadi bukan

sematamata karena kesalahanya sendiri melainkan memang hal

yang sudah sewajarnya terjadi. Kebalikan dari common humanity

adalah isolation (isolasi diri), yaitu individu memandang bahwa

dirinya adalah satu-satunya orang yang memiliki kekurangan dan

merasakan penderitaan dalam hidup. Dengan menyadari hal tersebut,

individu akan memahami bahwa tidak ada satu orang pun yang

hidupnya mulus atau sempurna tanpa ujian.

Individu akan membangun konsep bahwa dirinya sebagaimana

individu lain dapat melakukan kesalahan dan semuanya dapat

dihadapi dalam ukuran yang bersifat umum. Perasaan adanya

kesamaan dengan individu lain, mendorong individu untuk

mengembangkan empati.

Empati tersebut sebagaimana pengertian Rogers, tokoh psikologi

humanistik (Hidayati, 2015) adalah kemampuan individu untuk

memahami individu lain dengan menggunakan kerangka berpikir,

sudut pandang, dan perasaan individu lain tersebut. Diperkuat oleh

Lee (dalam Hidayati, 2015) menyatakan bahwa empati yang

berkembang pada diri individu akan menimbulkan dorongan untuk

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

55

bertindak altruis, menolong individu lain karena adanya perasaan

tanggungjawab. Kemampuan untuk menggunakan kerangka berpikir

dan sudut pandang orang lain, juga terkait dengan kemampuan

individu untuk keluar dari diri sendiri. Ketika individu mampu

keluar dari dirinya, maka individu tersebut akan mampu mengambil

perspektif individu lain serta memandang diri dan pengalamannya

sendiri secara lebih objektif.

c. Mindfulness (kesadaran/ Memfungsikan pikiran)

Menurut Neff (2003) Mindfulness adalah kesadaran penuh untuk

menerima penderitaan yang dipikiran dan dirasakan. Sehingga

komponen ini menerangkan bahwa kemampuan menyeimbangkan

pikiran ketika dalam situasi yang menekan atau menimbulkan

penderitaan. Neff (2011) juga menambahkan bahwa konsep dasar

mindfulness adalah melihat segala sesuatu seperti apa adanya dalam

artian tidak dilebih-lebihkan atau dikurangi sehingga mampu

menghasilkan respon yang benar-benar obyektif dan efektif.

Mindfulness merupakan kebalikan dari over-identification

(memahami masalah secara berlebih). Kesadaran atas pengalaman

yang dihadapi secara jelas, dan seimbang disebut sebagai mindfulness,

yang merupakan bagian dari internal locus of control (lokus

kendali internal) pada kepribadian individu. Sehingga ketiga

komponen diatas saling berkaitan dan berkombinasi antara satu dengan

yang lainnya.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

56

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa komponen

yang membangun dari self-compassion meliputi self-kindness,

dimana individu dengan self-kindness dapat menghadapi permasalahan

atau situasi menekan dengan menghindari penyalahan diri sendiri,

atau perasaan rendah. Selanjutnya common humanity yaitu individu

akan menghadapi masalah secara objektif. Individu akan membangun

konsep bahwa dirinya sebagaimana individu lain dapat melakukan

kesalahan dan semuanya dapat dihadapi dalam ukuran yang bersifat

umum. Dan yang terakhir yaitu mindfulness disini merupakan bagian

dari internal locus of control (lokus kendali internal) pada

kepribadian individu.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Compassion

Faktor yang mempengaruhi self-compassion sebagaimana

diungkapkan oleh Neff (2003) yakni :

a. Lingkungan

Pertama kali manusia mendapat pengasuhan dari orang tua. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa individu yang tumbuh dengan orang

tua yang selalu mengkritik ketika masa kecilnya akan menjadi lebih

mengkritik dirinya sendiri ketika dewasa. Model dari orang tua juga

dapat mempengaruhi self-compassion yang dimiliki individu. Perilaku

orang tua yang sering mengkritik diri sendiri saat menghadapi

kegagalan atau kesulitan. Orang tua yang mengkritik diri akan

menjadi contoh bagi individu untuk melakukan hal tersebut saat

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

57

mengalami kegagalan yang menunjukkan derajat self-compassion yang

rendah.

Individu yang memiliki derajat self-compassion yang rendah

kemungkinan besar memiliki ibu yang kritis, berasal dari keluarga

disfungsional, dan menampilkan kegelisahan dari pada individu yang

memiliki derajat self-compassion yang tinggi.

b. Periode Kehidupan (Fase Perkembangan)

Pada periode kehidupan diasumsikan bahwa seiring dengan

bertambahnya usia, individu memiliki berbagai macam permasalahan

maupun cobaan hidup yang harus dihadapi. Dengan adanya berbagai

macam permasalahan yang harus dihadapi, maka individu harus

mampu menyelesaikan permasalahannya secara bertahap, agar tidak

menumpuk terlalu banyak.

c. Usia

Dalam tahap perkembangan usia, seseorang yang berada pada usia

dewasa awal diasumsikan memiliki self-compassion yang rendah

dibandingkan dengan seseorang yang berada pada usia dewasa madya

dan dewasa akhir. Karena seseorang yang memiliki usia dewasa awal

sulit memiliki kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis di lain

pihak, maka usia dewasa awal adalah periode kehidupan dimana self-

compassion yang terendah.

Berbeda halnya dengan individu yang berada pada usia dewasa

madya dan dewasa akhir. Usia dewasa madya dan dewasa akhir

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

58

merupakan tahap perkembangan yang termasuk pada usia yang

matang. Seseorang telah memiliki berbagai macam pengalaman

hidupnya, sehingga seiring bertambahnya usia, maka akan

mempengaruhi cara seseorang dalam melakukan sesuatu yang terbaik

untuk hidupnya.

d. Jenis Kelamin

Secara umum, hasil penelitian yang dilakukan oleh Yarnell dkk

(dalam Neff, 2003) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan gender

yang mempengaruhi tingkat self-compassion, dimana laki-laki

ditemukan memiliki tingkat self-compassion yang sedikit lebih tinggi

dari pada perempuan. Temuan ini konsisten dengan temuan masa lalu

yang mana perempuan cenderung lebih kritis terhadap diri mereka

sendiri dan lebih sering menggunakan self-talk negatif dibandingkan

laki-laki. Hal lain yang menjelaskan perbedaan gender tersebut yaitu

perempuan juga lebih sering melakukan perenungan yang berulang,

mengganggu, dan merupakan cara berpikir yang tak terkendali atau

yang disebut rumination. Rumination mengenai hal-hal yang terjadi di

masa lalu dapat mengarahkan munculnya depresi, sedangkan

rumination mengenai potensi peristiwa negatif di masa depan akan

menimbulkan kecemasan.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

59

e. Budaya

Individu dari budaya kolektivis umumnya memiliki

interdependent sense of self yang lebih dibandingkan individualis,

maka dari itu diharapkan orang-orang asia memiliki level self-

compassion yang lebih tinggi dari orang barat. Namun, penelitian juga

tela menunjukkan bahwa orang-orang asia cenderung lebih self-critical

dibandingkan dengan orang barat yang mana hal ini justru

menunjukkan sebaliknya, memiliki self-compassion yang rendah.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi self-compassion meliputi lingkungan,

periode kehidupan, usia, jenis kelamin, dan, budaya.

C. Diabetes Mellitus Tipe 2

1. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2

Savitri (2008) menjelaskan bahwa DM adalah suatu kondisi yang

mengakibatkan meningkatnya kadar gula di dalam darah. Selain itu, DM

juga merupakan suatu kelainan reaksi kimia dalam hal pemanfaatan yang

tepat atas karbohidrat, lemak, dan protein dari makanan karena tidak

cukupnya pengeluaran atau kurangnya insulin.

DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM),

atau DM tanpa tergantung pada insulin. Pada tipe 2 masalahnya karena

insulin yang dibuat tidak cukup. Kebanyakan dari insulin yang diproduksi

dihisap oleh sel-sel lemak akibat pola hidup yang tidak sehat. Sedangkan

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

60

pankreas tidak dapat membuat cukup insulin untuk mengatasi kekurangan

insulin sehingga kadar gula dalam darah akan naik (Apriyanti, 2014).

Maka DM tipe 2 sangat rentan mengalami obesitas dibandingkan

dengan tipe DM lainnya. Oleh karena itu pasien DM tipe 2 harus

memiliki pengendalian yang lebih besar jika dibandingkan dengan pasien

DM lain dalam mencapai berat badan ideal agar gula darah tetap

seimbang (Dewanti, 2010). Selain itu, pasien DM tipe 2 lebih rentan

mengalami amputasi karena kondisi penyakit yang berkepanjangan dan

resiko terjadinya komplikasi lebih besar dibandingkan dengan klasifikasi

DM lainnya. Diperkuat oleh Nelson & Moss (dalam Sadikin, 2013) yang

menemukan bahwa frekuensi amputasi meningkat seiring dengan lamanya

sejak didiagnosis DM. Sehingga DM tipe 2 merupakan jenis DM yang

disebagian besar diderita. Sekitar 90% hingga 95% individu mengalami

DM tipe 2. Jenis DM ini paling sering diderita oleh orang dewasa yang

berusia lebih dari 30 tahun dan cenderung semakin parah secara bertahap.

Seseorang yang terkena penyakit DM khususnya DM tipe 2 tidak

mengenal jenis kelamin, artinya baik laki-laki maupun perempuan bisa

terkena DM tipe 2 misalnya dengan memiliki kebiasaan yang tidak sehat

baik pola hidup maupun pola makan, serta karena DM tipe 2 yang dialami

semenjak kehamilan dimana seorang wanita yang sedang hamil didiagnosa

terkena DM tipe 2 karena memiliki riwayat keluarga yang terkena DM tipe

2 maka hal tersebut juga akan membuatnya terkena DM tipe 2 yang juga

bisa membahayakan kondisi kesehatan sang bayi (Johnson, 2005).

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

61

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa penyakit DM

adalah adanya kelainan yang disebabkan oleh kelebihan kadar glukosa

sehingga darah yang ada didalam tubuh menjadi semakin kental, oleh

karena itu penyakit DM merupakan penyakit yang di derita seumur hidup.

DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM)

merupakan tipe DM yang dapat terjadi pada dua kondisi dimana pankreas

memproduksi insulin, tetapi jumlah yang diproduksi tidak adekuat atau

terjadinya resistensi insulin. Sehingga DM tipe 2 lebih rentan mengalami

obesitas, amputasi dan komplikasi dibandingkan dengan klasifikasi DM

lainnya, sehingga sangat diperlukan untuk melakukan adanya suatu

pengendalian dalam menjaga kadar gula darah agar tetap stabil mengingat

dampak-dampak yang ditimbulkan dari DM tipe 2.

2. Penyebab Diabetes Mellitus Tipe 2

Menurut Apriyanti (2014), penyebab DM tipe 2 adalah :

a. Pola Hidup Yang Tidak Sehat

Semua penyebab DM tipe 2 umumnya karena gaya hidup tidak

sehat. Hal ini membuat metabolisme dalam tubuh yang tidak sempurna

sehingga membuat insulin dalam tubuh yang tidak dapat berfungsi

dengan baik. Hormon insulin dapat diserap oleh lemak yang ada dalam

tubuh. Sehingga pola hidup tidak sehat bisa membuat tubuh

kekurangan insulin. Pola hidup tidak sehat tersebut disebabkan oleh

banyaknya mengkonsumsi makanan siap saji atau fast food yang

menyajikan makanan berlemak dan tidak sehat yang tidak diimbangi

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

62

dengan berolahraga. Sehingga menyebabkan individu memiliki kadar

koresterol yang tinggi, obesitas atau kelebihan berat badan.

b. Genetik

Apabila orang tua atau adanya saudara sekandung yang

mengalaminya.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

penyebab dari penyakit DM tipe 2 diantaranya adalah adanya pola

hidup tidak sehat, genetik.

D. Tahap Perkembangan Usia

Tahap perkembangan usia masa dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa

akhir menurut Hurlock (2013) meliputi :

1. Masa Dewasa awal (18-40 tahun)

Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40

tahun. Saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai

berkurangnya kemampuan reproduktif.

2. Masa Dewasa madya (40-60 tahun)

Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 tahun sampai pada umur

60 tahun, yakni saat baik menurunya kemampuan fisik dan psikologis

yang jelas nampak pada setiap orang.

3. Masa Dewasa lanjut/ Usia Lanjut (60 tahun keatas)

Masa dewasa lanjut (senescence atau usia lanjut dimulai pada umur

60 tahun sampai kematian. Pada waktu ini, baik kemampuan fisik maupun

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

63

psikologis cepat menurun, tetapi teknik pengobatan modern serta upaya

dalam hal berpakaian, dandanan, memungkinkan pria dan wanita

berpenampilan, bertindak, dan berperasaan seperti kala mereka masih

lebih muda.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tahap

perkembangan usia diantaranya adalah usia dewasa awal, dewasa madya,

dan dewasa akhir.

E. Hubungan Antara Self-Compassion Dengan Regulasi Emosi Pada Pasien

Diabetes MellitusTipe 2

Penyakit tidak menular DM merupakan suatu penyakit yang kronis.

Karena semakin meningkatnya prevalensi penyakit DM, maka hal ini akan

menyebabkan semakin meningkat pula jumlah orang yang beresiko

mengalami komplikasi DM untuk jangka waktu yang panjang (Christanty &

Wardhana, 2013).

Rasmun (2004) juga mengungkapkan bahwa salah satu cara yang bisa

dilakukan untuk mencegah komplikasi tersebut, yaitu dengan cara

mengendalikan tingkat stress yang dialami oleh penderita. Selanjutnya Vranic

(2000) menyebutkan bahwa stres pada penderita DM dapat mengakibatkan

gangguan pada pengontrolan kadar gula darah yang dilakukan oleh hormon

pada keadaan stress akan terjadi peningkatan ekskresi hormon katekolamin,

glukagon, glukokortikoid p-endorfin, dan hormon pertumbuhan. Maka dari itu

adanya pengendalian untuk individu sangat perlu dilakukan.

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

64

Tjokroprawino (2006) mengatakan bahwa pasien DM selain mengalami

gangguan pada sistem fisiologis, kenyataan yang ditemukan di lapangan

adalah pasien DM juga mengalami gangguan pada kondisi psikisnya. Hal ini

ditandai dengan adanya perubahan perilaku para pasien yang mudah menjadi

emosi dan kurang dapat mengendalikan diri dengan baik, terutama dalam

menjaga pola makan untuk mengurangi gejala DM.

Selanjutnya Tjokroprawino (2006) menambahkan bahwa sepertinya

aktivitas-aktivitas tersebut mudah untuk dijalani tetapi terkadang pasien

mengalami kejenuhan, seperti ingin bebas mengkonsumsi jenis makanan dan

minuman. Perasaan seperti ini akan membuat pasien mengalami frustasi dan

stress yang juga mempengaruhi keadaan emosinya. Hal inilah yang menjadi

fokus perhatian karena pengaruh DM yang juga mempengaruhi psikis

sehingga terjadi perubahan yang cukup mencolok pada perilaku pasien DM.

Kondisi tersebut pantas untuk ditanggapi secara serius karena pengaruh yang

ditimbulkan oleh perubahan perilaku ini tidaklah hanya dialami oleh pasien

tetapi juga dialami oleh anggota keluarga dan kerabat dekat. Kondisi ini

terutama ditemui pada pasien DM tipe 2, karena pada pasien DM tipe 2

kurang dapat melakukan penyesuaian fisik dan psikologis untuk menghadapi

dan melakukan perawatan terhadap penyakitnya. Dengan adanya dampak

yang ditimbulkan oleh naik gula darah yang mempengaruhi kondisi emosional

dan sebaliknya, maka diperlukan adanya pengendalian emosi yang biasa

disebut dengan regulasi emosi (Kusumadewi, dkk, 2011).

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

65

Menurut Shaffer (2005) mengatakan bahwa regulasi emosi ialah kapasitas

untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat

intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat

meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi yang

berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan emosi.

Dengan adanya dampak psikologis yang dirasakan saat gula darah pasien

naik, maka salah satu cara yang bisa dilakukan untuk melakukan regulasi

emosi adalah dengan self-compassion. Sejalan dengan Guendelman dkk

(2017) mengatakan bahwa komponen self-compassion yang terdiri dari self-

kindness, common humanity, dan, mindfullnes memiliki keterkaitan yang

dapat mempengaruhi aspek-aspek regulasi emosi seperti, strategi regulasi

emosi (strategi), perilaku untuk mencapai tujuan (tujuan), mengontrol respon-

respon emosional (impuls), penerimaan respons emosional. Karena,

komponen self-compassion merupakan keseluruhan dari keadaan penuh

perhatian yang dimiliki oleh seseorang yang dapat digunakan untuk

melakukan strategi regulasi emosi yang berfungsi untuk mencapai suatu

tujuan yang dimiliki, dengan mengontrol perasaan negatif, dan menerima

peristiwa yang menimbulkan emosi negatif. Sehingga, yang muncul adalah

kebaikan untuk mengontrol emosinya. Kebaikan akan membawa hal positif,

yang berpotensi dan mendorong seseorang menuju perubahan dengan cara

yang lebih efektif.

Sehingga Neff (dalam Consedine, dkk, 2015) mendefinisikan bahwa ada

beberapa komponen yang perlu dilibatkan untuk pengendalian atau regulasi

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

66

emosi diantaranya yaitu self-kindness (kebaikan terhadap diri), common

humanity (sifat manusiawi), mindfulness (kesadaran penuh atau situasi yang

dialami), ketiga komponen tersebut biasa disebut dengan self-compassion.

Neff (2003) menjelaskan bahwa adanya konsep kasih sayang terhadap diri

sendiri terdiri dari 3 komponen yang semuanya relevan dan sangat dibutuhkan

oleh pasien DM. Komponen yang pertama yaitu self-kindness (kebaikan) yang

mengacu pada kecenderungan untuk peduli dan memahami diri sendiri.

Kedua, common humanity (sifat manusiawi)/ kemanusiaan yang mengakui

bahwa semua manusia tidak ada yang sempurna. Komponen yang terakhir

yaitu mindfullness (kesadaran terhadap diri sendiri)/ kesadaran yang

melibatkan kesadaran pada diri sendiri melaluui pengalaman pada kondisi saat

ini, sehingga tidak ada satu halpun yang diabaikan dalam upaya menyayangi

diri sendiri pada pasien DM.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Consedine dkk (2015) juga

menyatakan bahwa komponen dari self compassion adalah self-kindness,

common humanity, mindfullnes. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa self-

compassion yang bisa dilakukan oleh diri sendiri penting dimiliki, hal ini

karena partisipasi aktif dari pasien diabetes mellitus sendiri diperlukan untuk

untuk meningkatkan pengelolaan kadar glukosa darah, mencegah terjadinya

komplikasi yang parah, dan meningkatkan kondisi pasien diabetes mellitus

mulai dari fisik maupun psikisnya. Sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Anna dkk (2016) menyatakan bahwa pasien DM tipe 2 lebih

membutuhkan adanya self-compassion yaitu rasa kasih sayang terhadap diri

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

67

sendiri karena mengingat dampak yang ditimbulkan oleh DM tipe 2, maka

belajar menjadi ramah terhadap diri sendiri akan memiliki manfaat baik antara

pasien dengan DM yang dialami. Maknanya, self-compassion ada pada saat

individu mengalami kegagalan maupun keberhasilan.

F. Kerangka Berpikir

Gambar 1. Kerangka Berpikir

G. Hipotesis

Berdasarkan data dan studi pendahuluan diatas maka hipotesis yang dapat

diambil yaitu “ada hubungan antara self-compassion dengan regulasi emosi

pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Kabupaten Purbalingga”.

Pasien diabetes mellitus tipe 2

Mengalami perubahan psikologis (emosi negatif) : marah, cemas, takut,

perasaan bersalah, malu, jijik, benci, sedih, terkejut, jengkel, kecewa, putus asa

(Syukur, 2011)

Regulasi Emosi

Aspek regulasi emosi Gross (dalam

Lewis dkk, 2008), yaitu :

1. Strategi regulasi emosi

2. Tujuan regulasi emosi

3. Mengontrol emosi

4. Penerimaan emosi

Self-Compassion

Aspek self-compassion Neff

(2003) yaitu :

1. Self-kindness 2. Common Humanity

3. Mindfulness

Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017