Upload
votuong
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
20
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Regulasi Emosi
1. Pengertian Emosi
Ahli psikologi memandang manusia adalah makhluk yang secara
alami memiliki emosi. Kata emosi berasal dari bahasa Prancis emotion,
dari kata emouvoir, yang berarti kegembiraan. Selain itu emosi juga
berasal dari bahasa Latin emovere yang berarti “luar” dan movere yang
berarti “bergerak”. Lahey (2003) mengatakan emosi merupakan suatu
hal yang dihasilkan oleh fisiologis yang menyebabkan munculnya
reaksi emosi. Reaksi ini tidak dapat dibaca namun hanya dapat dilihat dari
ekspresinya dan perilaku saja.
Menurut Prezz (dalam Syukur, 2011) emosi merupakan reaksi
tubuh saat menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi
sangat berkaitan erat dengan aktivitas kognitif (berfikir) manusia sebagai
hasil persepsi terhadap situasi yang dialaminya. Reaksi manusia
terhadap hadirnya emosi, disadari atau tidak memiliki dampak yang
bersifat membangun atau merusak. Dengan demikian bisa dikatakan
emosi tidak hanya merupakan reaksi terhadap kondisi diri sendiri
maupun luar diri sendiri, tetapi juga upaya pencapaian ke arah
pembentukan diri menuju hidup yang spiritual.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
21
Sementara itu, menurut Lazarus (dalam Lewis, dkk, 2008)
menyatakan bahwa “emotions represent the wisdom of the ages”,
emosi-emosi mengambarkan “kebijaksanaan usia”, membutuhkan
respon-respon yang telah teruji waktu terhadap masalah-masalah
adaptif yang berulang. Hal yang penting, bagaimanapun, emosi-emosi
tidak memaksa kita untuk berespon dalam suatu cara tertentu, emosi-
emosi hanya membuat kita lebih berkemungkinan untuk mengambil
tindakan tertentu. Hal inilah yang membuat kita mampu untuk
mengatur emosi kita. Saat merasa takut, kita bisa saja lari, namun
tidak selalu akan berlari. Saat marah, kita bisa saja menghantam
sesuatu, tetapi juga tidak selalu. Bagaimana kita meregulasi emosi
kita merupakan suatu persoalan dari bagaimana kesejahteraan (well-
being) tidak mungkin dipisahkan dari kaitannya dengan emosi kita.
Menurut James (Safaria & Saputra, 2012) emosi adalah keadaan jiwa
yang menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada tubuh.
Emosi setiap orang adalah mencerminkan keadaan jiwanya, yang akan
tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya. Pada dasarnya emosi
manusia bisa dibagi menjadi dua kategori umum jika dilihat dari dampak
yang ditimbulkannya yaitu afektivitas positif dan afektivitas negatif.
Afektivitas positif mengacu kepada derajat emosi yang positif, dari energi
yang tinggi, antusiasme, dan kegembiraan hingga perasaan sabar, tenang
dan menarik diri, suka cita kegembiraan dan tawa termasuk perasaan yang
positif. Kemudian afektivitas negatif mengacu kepada emosi yang bersifat
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
22
negatif, seperti kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah dan kesedihan
(Santrock, 2011).
Emosi yang tak terkendali hanya akan melelahkan, menyakitkan, dan
meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika marah, misalnya, maka
kemarahannya akan meluap dan sulit dikendalikan. Dan itu akan membuat
seluruh tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa saja, seluruh isi hatinya
tertumpah ruah, nafasnya tersengal-sengal, dan ia akan cenderung
bertindak sekehendak nafsunya. Adapun saat mengalami kegembiraan,
maka ia menikmatinya secara berlebihan, mudah lupa diri, dan tidak ingat
lagi siapa dirinya (Al-Qarni, 2016).
Goleman (2007) mengungkapkan bahwa emosi yaitu dorongan untuk
bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah
ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Emosi merupakan
reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai
contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang,
sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis.
Selanjutnya Maramis (2009) menjelaskan bahwa emosi atau perasaan
adalah reaksi spontan manusia yang bila tidak diaksikan atau diikuti
perilaku maka tidak dapat dinilai baik buruknya. Emosi atau perasaan
yang dan menetap yang mewarnai persepsi seseorang terhadap dunia dan
sekelilingnya. Perasaan atau emosi yang (adekuat) normal dapat pula
berupa perasaan positif (gembira, senang, bangga, cinta, kagum, euforia)
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
23
dan perasaan emosi negatif (takut, khawatir, curiga, sedih, marah, depresi,
kecewa, jenuh, cemas, curiga, kosong terhina). Dapat dinilai kualitasnya,
kedalaman atau intelektualitasnya, lamanya, reaktivitasnya dan
iritabilitasnya, fluktuasi atau kestabilannya, pengontrolannya (labil),
keserasian dengan isi pikiran, situasi dan budaya, dapat atau tidaknya
memulai, mempertahankan dan mengakhiri respon emosinya serta dapat
atau tidak dirasakan. Dalam afek yang normal, ada variasi ekspresi wajah,
intonasi suara, gerakan tangan dan tubuh dalam batas yang normal. Juga
dinilai apakah pasien kesulitan dalam memulai, mempertahankan dan
mengakhiri respons emosinya.
Emosi menurut Rakhmat (2001) menunjukkan perubahan
organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan
proses fisiologis. Kesadaran apabila seseorang mengetahui makna situasi
yang sedang terjadi. Jantung berdetak lebih cepat, kulit memberikan
respon dengan mengeluarkan keringat dan napas terengah-engah
termasuk dalam proses fisiologis dan terakhir apabila orang tersebut
melakukan suatu tindakan sebagai suatu akibat yang terjadi.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
emosi adalah pengalaman sadar, kompleks dan meliputi unsur
perasaan, yang mengikuti keadaan-keadaan psikologis dan mental
yang muncul serta penyesuaian batiniah dan mengekspresikan dirinya
dalam tingkah laku yang nampak.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
24
2. Ciri-ciri Utama Emosi
Tiga ciri utama dari emosi menurut Gross (dalam Lewis, dkk,
2008) merupakan prototype yang berhubungan dari penyebab awal
adanya emosi, respon terhadap emosi, dan hubungan antara penyebab awal
adanya emosi dan respon terhadap emosi. Ketiga ciri-ciri utama tersebut
adalah :
a. Emosi-emosi akan mencul saat seseorang berada pada suatu
situasi dan melihat sesuatu yang berhubungan dengan tujuannya.
Apapun tujuannya, dan apapun sumber makna dari situasinya bagi
seseorang, hal ini memberikan arti bagi seseorang, dan arti ini
bisa membangkitkan emosi seseorang. Berdasarkan arti tersebut
terjadi perubahan dari waktu ke waktu (baik perubahan berarti dalam
situasi itu sendiri maupun perubahan pada arti situasinya), maka emosi
juga akan berubah.
b. Emosi itu berbagai jenis. Emosi lebih menekankan pada pentingnya
kualitas, hal ini seperti yang dikemukakan Frijda (dalam Lewis, dkk,
2008) yang membuat istilah “control precedence” berarti bahwa
emosi-emosi bisa menginterupsi apa yang sedang dilakukan dan
memaksa masuk kedalam kesadaran diri sendiri. Bagaimanapun,
emosi sering bersaing dengan respon lain yang juga dihasilkan
dari lingkungan sosial dimana emosi itu berperan. Kemampuan
emosi untuk berubah sudah ditekankan oleh William James (dalam
Lewis, dkk, 2008), yang menyatakan bahwa emosi sebagai respon
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
25
kecenderungan yang bisa dihasilkan dari berbagai cara. Aspek
ketiga dari emosi inilah yang menjadi hal penting untuk analisa
regulasi emosi karena ciri ini membuat regulasi bisa dilakukan.
Berdasarkan dari ketiga ciri emosi diatas dapat disimpulkan bahwa
emosi dapat muncul saat seseorang melihat tujuannya, emosi itu
terdiri dari berbagai jenis dan emosi itu dapat diubah dan diregulasi.
Ciri yang ketiga bahwa emosi dapat diregulasi atau diatur ini yang
menjadi dasar dari analisa regulasi emosi.
3. Macam-macam Emosi
Terdapat berbagai macam mengenai macam-macam emosi, yang
dijabarkan dari berbagai tokoh yang berperan dalam mengemukakan
teori-teori mengenai macam-macam emosi. Dengan adanya emosi,
seseorang dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh orang lain, melalui
emosi yang orang lain munculkan. Berikut ini, terdapat beberapa tokoh
mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates,
JB Watson, dan Daniel Goleman. Menurut Descrates (dalam Gunarsa
2003), ada 6 emosi dasar pada setiap individu, terbagi atas : desire
(hasrat), hate (benci), sorrow (sedih/duka), wonder (heran atau ingin
tahu), love (cinta) dan joy (kegembiraan). Selanjutnya JB Watson
mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), rage
(kemarahan), love (cinta).
Selain itu Daniel Goleman (2007) mengemukakan terdapat beberapa
macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan tokoh di atas, yaitu
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
26
amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan
malu. Goleman (2007) juga menyatakan bahwa perilaku individu
yang muncul sangat banyak diawarnai emosi. Emosi dasar individu
mencakup emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif yaitu
perasaan-perasaan yang tidak di inginkan dan menjadikan kondisi
psikologis yang tidak nyaman.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
macam-macam emosi meliputi desire (hasrat), hate (benci), sorrow
(sedih/duka), wonder (heran atau ingin tahu), love (cinta), joy
(kegembiraan), fear (ketakutan), rage (kemarahan), kenikmatan, terkejut,
jengkel, dan malu.
4. Bagian-Bagian Emosi
Secara umum emosi yang terdapat di dalam diri manusia terdiri
dari dua bagian yaitu emosi positif dan emosi negatif. Hal-hal positif dan
negatif memang selalu datang silih berganti di dalam kehidupan. Masing-
masing individu berbeda-beda dalam menyikapi suatu hal yang
menimbulkan emosi positif, maupun suatu hal yang menimbulkan emosi
negatif. Terkadang, individu egois dalam menyikapi kondisi yang di
alami, karena ingin semua hal yang terjadi berjalan positif atau
mungkin juga tidak mampu bersabar menunggu waktu datangnya hal
positif setelah terjebak sekian lama dalam kondisi yang negatif. Sehingga,
individu harus mampu menyikapi saat hal positif maupun hal negatif
muncul dengan seimbang (Syukur, 2011).
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
27
a. Emosi Positif
Emosi positif adalah emosi yang mampu menghadirkan
perasaan positif terhadap seseorang yang mengalaminya. Hill
(dalam Syukur, 2011) mengatakan bahwa terdapat tujuh macam
emosi yang masuk dalam emosi positif, diantaranya adalah hasrat,
keyakinan, cinta, seks, harapan, romansa dan antusiasme. Ketujuh
emosi tersebut merupakan bentuk emosi yang paling dominan,
kuat, dan paling umum digunakan dalam usaha kreatif. Jenis emosi
ini dapat menunjang keberhasilan karir dan dianggap tidak
merugikan orang lain. Seberapa besar keberhasilan dari emosi
positif ini tergantung dari batas kewajaran yang digunakannya.
Dari kenyataan yang sering terjadi, energi emosi positif lebih baik
digunakan dalam proses mengingat jika dibandingkan dengan
energi emosi negatif. Emosi yang positif akan menghadirkan
perasaan senang, sebab emosi ini dapat membuat otak ingin
mengenang kembali bayangan tersebut. selain itu emosi positif
juga dapat menumbulkan sebuah motivasi karena memang
memiliki unsur motivasi yang luar biasa kuat. Untuk
menumbuhkan emosi positif ini kita harus mampu mengalahkan
energi yang terkandung dalam muatan emosi negatif.
b. Emosi Negatif
Emosi negatif merupakan emosi yang selalu identik dengan
perasaan tidak menyenangkan dan dapat mengakibatkan perasaan
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
28
negatif pada orang yang mengalaminya. Biasanya emosi negatif ini
berada di luar batas kewajaran, seperti marah-marah yang tidak
terkendali, berkelahi, menangis meraung-raung, tertawa keras dan
terbahak-bahak bahkan timbulnya tindakan kriminal. Umumnya,
emosi negatif menimbulkan permasalahan yang dapat menganggu
orang yang mengalaminya, bahkan berdampak pada orang lain dan
masyarakat secara luas. Biasanya, orang yang mengalami emosi
negatif cenderung lebih memperhatikan emosi-emosi yang bernilai
negatif, seperti sedih, marah, cemas, tersinggung, benci, jijik,
prasangka, takut, curiga dan lain sebagainya. Emosi semacam itu
akan berdampak buruk bagi yang mengalaminya dan orang lain.
Berdasarkan penjelasan mengenai bagian-bagian emosi, maka
dapat disimpulkan bahwa, bagian emosi meliputi 2 bagian yaitu emosi
positif dan emosi negatif.
5. Jenis-jenis emosi
Jenis-jenis emosi menurut (Syukur, 2011) :
a. Emosi yang menyenangkan
Contoh : cinta, sayang, gembira, kagum.
b. Emosi yang tidak menyenangkan
Contoh : sedih, marah, benci, takut.
Ekspresi emosi akan ditampakkan dalam perilaku. Misalnya :
emosi sedih akan ditampilkan dalam bentuk menangis.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
29
c. Mempertahankan hidup (survival) individu mendambakan kesehatan
dan mengetahuinya ketika merasa sehat walafiat, mencari keindahan
dan mengetahui bahwa memperolehnya ketika merasakan kenikmatan
estetis dalam diri.
d. Pembawa pesan dalam komunikasi
Interpersonal pembicara yg menyertakan seluruh emosi dalam pidato
dipandang lebih hidup, lebih dinamis dan lebih meyakinkan.
Berdasarkan lima jenis emosi maka dapat disimpulkan bahwa
lima jenis emosi meliputi marah, sedih, cemburu, takut dan senang
atau gembira.
6. Jenis-Jenis Emosi dan Dampaknya Pada Perubahan Fisik
Jenis emosi Perubahan fisik (Syukur, 2011) : marah, cemas, takut,
perasaan bersalah, malu, jijik, benci, sedih, terkejut, jengkel, kecewa,
putus asa. Terdapat sebagian jenis emosi yang memiliki dampak pada
perubahan fisik seseorang, diantaranya yaitu :
a. Terpesona : reaksi elektris pada kulit
b. Marah : peredaraan darah bertambah cepat
c. Terkejut : denyut jantung bertambah cepat
d. Kecewa : bernafas panjang
e. Sakit : pupil mata bertambah besar
f. Takut / tegang : air liur mongering
g. Takut : berdiri bulu roma
h. Tegang : otot-otot menegang atau bergetar
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
30
Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
jenis-jenis emosi dan dampaknya pada perubahan fisik meliputi
terpesona, marah, terkejut, kecewa, sakit, takut, tegang.
7. Fungsi Emosi
Bagi manusia, dalam teori Coleman dan Hammen (dalam
Syukur, 2011), emosi tidak hanya berfungsi untuk mempertahankan
diri atau sekedar mempertahankan hidup. Emosi pada manusia seperti
yang dikemukakan oleh Martin dalam buku Psikologi Belajar, juga
memberikan fungsi sebagai pembangkit energi yang memberikan
kegairahan dalam hidup manusia. Emosi juga berfungsi sebagai
messenger artinya adalah emosi yang terjadi dalam diri seseorang
dapat membawa pesan atau informasi. Emosi memberitahukan pada
seseorang tentang bagaimana keadaan orang lain yang berada di
sekitarnya, terutama orang yang di cintai dan di sayangi, sehingga
seseorang dapat memahami dan melakukan sesuatu yang tepat dengan
kondisi tersebut.
Dalam konteks ini, emosi bukan hanya pembawa messenger
(informasi) dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga dalam
komunikasi interpersonal. Lebih dari itu, emosi juga merupakan sumber
informasi tentang keberhasilan seseorang. Setiap emosi yang ada dalam
diri seseorang memberikan rangsangan terhadap pemikiran, khayalan baru
dan tingkah laku yang baru.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
31
Berdasarkan penjelasan mengenai fungsi emosi, maka dapat
disimpulkan bahwa fungsi emosi sebagai pembangkit energi yang
memberikan kegairahan dalam hidup manusia.
8. Ekspresi Emosi
Emosi adalah keadaan internal yang memiliki perwujudan secara
ekstrenal. Meskipun yang bisa merasakan emosi adalah orang yang
mengalaminya, namun orang lain kerap bisa mengetahuinya karena
emosi terekspresikan dalam berbagai bentuk. Emosi dapat
diekspresikan dalam bentuk verbal maupun non verbal. Syukur (2011)
mengatakan bahwa ada beberapa jenis ekspresi emosi yang menunjukkan
kepribadian seseorang, diantaranya adalah:
a. Ekspresi wajah
Semua emosi yang dialami manusia akan diekspresikan
melalui raut wajah. Hanya dengan melihat wajah orang lain, maka
seseorang bisa dengan tepat menebak emosi yang sedang dialami oleh
orang lain tersebut. Seseorang paham wajah orang yang sedang
marah, sedih, bahagia, takut atau terkejut. Dalam hal ini, wajah saat
marah dan sedih pastilah berbeda.
b. Ekspresi vokal
Nada suara seseorang akan berubah seiring dengan emosi
yang sedang dialaminya. Seseorang yang sedang marah, nada
suaranya pasti akan terdengar meninggi. Demikian juga seseorang
yang sedang bahagia, maka seseorang akan berbicara dengan lepas
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
32
dan lancar. Sementara itu, seseorang yang sedang mengalami
gangguan jiwa dan mengalami kesedihan, kemungkinan besar nada
suaranya akan terbata-bata, bahkan tidak berbicara.
c. Perubahan fisiologis
Saat seseorang merasakan perubahan sebuah emosi, terdapat
perubahan fisiologis yang mengiringinya, baik yang bisa dirasakan
atau tidak. Saat takut, seseorang akan merasakan detak jantung
yang meningkat, berdebar-debar, kaki dan tangan gemetar. Selain
itu, seseorang juga merasakan bulu kuduk merinding, otot wajah
menegang, berkeringat, kencing di celana, dan lain sebagainya.
Bahkan, perubahan tersebut jarang juga diketahui oleh orang lain.
d. Gerak dan isyarat tubuh
Sering kali, emosi-emosi seseorang akan diekspresikan
melalui gerak dan isyarat tubuh. Terkadang, seseorang cukup
mengetahui orang lain yang sedang gugup atau jatuh cinta hanya
dari bahasa tubuhnya. Seseorang yang sedang jatuh cinta akan
menjadi tidak hati-hati, banyak melakukan gerakan yang tidak
perlu, sering melakukan kesalahan berkeringan dan lain sebagainya.
Orang yang jatuh cinta menatap yang dicintainya lebih sering,
duduk condong padanya, tersenyum lebih lebar, dan lain-lain.
e. Tindakan-tindakan emosional
Banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk
mengekspresikan emosi yang dialaminya. Ketika emosi marah
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
33
melanda, terkadang seseorang hanya diam. Diam dianggap sebagai
salah satu tindakan yang mencerminkan keadaan emosionalnya.
Namun, tidak jarang kira melihat emosi seseorang yang sedang
marah dengan membentak, memaki bahkan memukul. Sementara
itu, saat seseorang sedang dirundung kesedihan, ia hanya sanggup
mengapresiasikannya dengan menangis.
Berdasarkan penjabaran mengenai ekspresi emosi, maka dapat
disimpulkan bahwa ekspresi emosi meliputi ekspresi wajah, ekspresi
vokal, perubahan fisiologis, gerak dan isyarat tubuh, tindakan-
tindakan emosional.
9. Pengelompokkan Emosi
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi
sensoris dan emosi kejiwaan (psikis) (Syukur, 2011) :
a. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari
luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang
dan lapar.
b. Emosi psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan.
Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah :
1) Perasaan intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan
ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :
rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah, rasa
gembira karena mendapat suatu kebenaran, rasa puas karena dapat
menyelesaikan persoalan-persoalan ilmiah yang harus dipecahkan
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
34
2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan
dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok.
Wujud perasaan ini seperti : rasa solidaritas, ukhuwah
(persaudaraan), simpati, kasih sayang, dan sebagainya
3) Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-
nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya : responsibility
(rasa tanggung jawab), rasa bersalah apabila melanggar norma,
rasa tentram dalam mentaati norma.
4) Perasaan estetis (keindahan), yaitu perasaan yang berkaitan erat
dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun
kerohanian
5) Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai
makluk Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan)
untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain, manusia dianugerahi
insting religius (naluri beragama).
Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengelompokkan emosi dibagi menjadi 2 yaitu emosi sensoris dan
emosi psikis.
10. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu
Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu
diantaranya (Syukur, 2011) :
a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas
hasil yang telah dicapai.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
35
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan
dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya frustasi (rasa
putus asa).
c. Menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang
mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan nervous
(sikap gugup) dan gagap dalam berbicara.
d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri
hati.
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa
kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya memperkuat
semangat, melemahkan semangat, menghambat belajar, terganggu
penyesuaian sosial, dan suasana emosional yang diterima.
11. Pengertian Regulasi Emosi
Gross (dalam Lewis, dkk, 2008) menyatakan bahwa regulasi emosi
ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk
mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari
respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang
memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi
yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga
dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
36
Sementara Shaffer (2005) menjelaskan bahwa regulasi emosi ialah
kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada
tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi
yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi
fisiologis, kognisi yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang
berhubungan dengan emosi.
Menurut Al-Qarni (2016) mengatakan bahwa regulasi emosi adalah
perasaan dan emosi yang bergejolak dikarenakan kegembiraan yang
memuncak dan musibah yang berat, individu yang mampu menguasai
emosi dalam setiap peristiwa, baik yang memilukan juga menggembirakan
maka orang tersebut sejatinya memiliki kekukuhan iman dan keteguhan
keyakinan. Manusia merupakan makhluk yang senang bergembira dan
berbangga diri, namun ketika ditimpa kesusahan manusia mudah berkeluh
kesah, dan ketika mendapatkan kebaikan manusia sangat kikir.
Akan tetapi bagi orang-orang yang sabar dan mendekatkan diri kepada
Allah SWT mereka mampu berdiri seimbang diantara gelombang
kesedihan yang keras dan dengan luapan kesedihan yang keras dan
kegembiraan yang tinggi. Emosi yang tak terkendali hanya akan
melelahkan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika
marah maka kemarahannya akan meluap dan sulit dikendalikan, hal
tersebut akan membuat seluruh tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa
saja, seluruh isi hatinya tertumpah ruah, nafasnya tersengal-sengal, dan
akan cenderung bertindak sekehendak nafsunya.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
37
Adapun saat mengalami kegembiraan akan menikmatinya secara
berlebihan, mudah lupa diri diri dan tak ingat lagi siapa dirinya. Individu
yang mampu mengendalikan akalnya dan menimbang segalanya dengan
benar, maka akan melihat kebenaran, akan tahu jalan yang lurus dan akan
menemukan hakekat.
Menurut Thompson (dalam Janah, dkk, 2015) menggambarkan
regulasi emosi yaitu sebagai kemampuan merespon proses-proses
ekstrinsik dan intrinsik untuk memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi
reaksi emosi yang intensif dan menetap untuk mencapai suatu tujuan.
Ini berarti apabila seseorang mampu mengelola emosi-emosinya secara
efektif, maka ia akan memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi
masalah.
Greenberg, dkk (dalam Wahyuni, 2013) mengatakan bahwa regulasi
emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menilai,
mengatasi, mengelola, dan mengungkapkan emosi yang tepat dalam
rangka mencapai keseimbangan emosional. Oleh karena itu, kemampuan
mengelola emosi ini disebut juga dengan regulasi emosi. Emosi
merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Emosi
sangat membantu menyediakan informasi yang penting mengenai status
interaksi individu dengan orang lain, akan tetapi seringkali pengalaman
emosi yang kuat membutuhkan untuk dikelola (Janah, dkk, 2015).
Reivich & Shatte (dalam Syahadat, 2013) mengungkapkan bahwa
regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
38
Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat
mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa
cemas,sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu
masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif ataupun positif, merupakan
hal yang sehat dankonstruktif asalkan dilakukan dengan tepat. Reivich dan
Shatte (dalam Syahadat, 2013) juga mengemukakan dua hal penting yang
terkait dengan regulasi emosi, yaitu calming (ketenangan dan fokus).
Individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini, dapatmembantu
meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran
yangmengganggu dan mengurangi stres.
Selain itu, regulasi emosi berhubungan dengan suasana hati.
Konsep regulasi emosi luas dan meliputi kesadaran dan ketidak-
sadaran secara psikologis, tingkah laku, dan proses kognitif. Selain
itu, regulasi emosi beradaptasi dalam kondisi situasi emosi yang
stimulusnya berhubungan dengan lingkungan. Penelitian secara
konsisten menunjukkan bahwa regulasi emosi berkaitan dengan
perasaan tertentu seperti kecemasan (Aprisanadityas & Elfida, 2012).
Regulasi emosi dapat didefinisikan sebagai upaya yang disengaja atau
otomatis individu untuk mempengaruhi yang emosi yang mereka miliki,
ketika mereka memiliki mereka, dan bagaimana emosi ini berpengalaman
atau diekspresikan. regulasi emosi melibatkan perubahan satu atau lebih
aspek dari emosi, termasuk memunculkan situasi, perhatian, penilaian,
subjektif pengalaman, perilaku, atau fisiologi (Mauss, dkk, 2007).
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
39
Regulasi emosi memiliki tanggapan dari seluruh tubuh yang
menandakan pribadi yang relevan, peristiwa yang memotivasi secara
signifikan (Frijda dalam Farmer, dkk, 2012). Selanjutnya regulasi emosi
memungkinkan fleksibilitas dalam emosi merespons sesuai dengan apa
yang dirasakan oleh seseorang dengan berbagai tujuan untuk masa yang
panjang (Gruyak, dkk, 2011). Selan itu penekanan dari regulasi emosi itu
sendiri melibatkan seseorang dalam menanggapi situasi dengan mengatur
ekspresi dari luar dan dalam emosi (Farmer, dkk, 2012).
Sehingga regulasi emosi menurut Shaffer (2005) ialah kapasitas untuk
mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas
yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat
meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi
yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan
emosi.
Berdasarkan definisi dan penjelasan dari berbagai macam ahli diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi adalah suatu proses yang
dilakukan dengan tujuan untuk mengatur serta mengendalikan emosi yang
berupa respon dari berbagai macam reaksi yang ada didalam kehidupan
sehari-hari, reaksi tersebut bisa berupa reaksi yang disadari maupun tidak
disadari dengan cara dan pengkondisian yang tepat. Hal ini dilakukan
sebagai usaha dari adanya suatu pemikiran dan perilaku yang nantinya
akan berpengaruh positif terhadap kondisi emosional seseorang, sehingga
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
40
hal tersebut akan mempermudah seseorang dalam menyelesaikan suatu
masalah yang dialaminya.
12. Aspek-aspek Regulasi Emosi
Regulasi emosi merupakan faktor yang sulit, mungkin karena keadaan
dan sumber perasaan tersebut tidak teridentifikasi secara jelas.
Mengendalikan emosi berarti mampu mengenali dan memahami perasaan
serta mengelola emosi, bukan saja mengatur dan menguasai emosi diri
sendiri tetapi juga emosi orang lain.
Menurut Gross (dalam Lewis, dkk, 2008) ada empat aspek yang
digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang, yaitu:
a. Strategi regulasi emosi (strategi)
Ialah keyakinan individu untuk dapat mengatasi suatu masalah,
memiliki kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat
mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri
kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan.
b. Perilaku untuk mencapai tujuan (tujuan)
Ialah kemampuan individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi
negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan
melakukan sesuatu dengan baik.
c. Mengontrol respon-respon emosional (impuls)
Ialah kemampuan individu untuk dapat mengontrol emosi yang
dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (respon fisiologis,
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
41
tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan
emosi yang berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.
d. Penerimaan respons emosional
Ialah kemampuan individu untuk menerima suatu peristiwa yang
menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi
tersebut.
Dari pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
mengendalikan emosi tidak akan cukup jika hanya dilakukan dengan
belajar cara menangani suatu stimulus yang dapat membangkitkan emosi
individu. Akan tetapi individu juga harus belajar cara untuk mengatasi
perilaku yang selalu disertai dengan emosi tersebut. Maka dari itu, jika
individu sedang mengekspresikan emosinya ke dalam bentuk perilaku,
maka perilaku tersebut harus bisa diterima oleh masayarakat maupun
lingkungan sosial pada umumnya. Selain itu, individu tersebut juga harus
dapat mengukur dan menentukan mengenai perilaku yang dilakukannya
dapat dikatakan benar oleh masyarakat maupun lingkungan secara umum
yang ada disekitarnya.
13. Faktor-faktor yang mempengaruhi Regulasi Emosi
Berikut ini merupakan beberapa faktor yang memperngaruhi
kemampuan regulasi emosi seseorang menurut Gross (dalam Lewis, dkk,
2008), yaitu :
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
42
a. Budaya
Kepercayaan yang terdapat dalam kelompok masyarakat tertentu
dapat mempengaruhi cara individu menerima, menilai suatu
pengalaman emosi, dan menampilkan suatu respon emosi. Dalam hal
regulasi emosi berarti culturally permissible (apa yang dianggap
sesuai) dapat mempengaruhi cara seseorang berespon dalam
berinteraksi dengan orang lain dan dalam cara ia meregulasi emosi.
b. Religiusitas
Setiap agama mengajarkan seseorang diajarkan untuk dapat
mengontrol emosinya. Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya
akan berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan bila
dibandingkan dengan orang yang tingkat religiusitasnya rendah.
c. Kemampuan individu/ Tipe Kepribadian
Kepribadian yang dimiliki seseorang mengacu pada apa yang
dapat individu lakukan dalam meregulasi emosinya. Kemampuan
seseorang dalam mengontrol perilaku terutama ketika seseorang lebih
memilih untuk menahan dirinya (sabar) merupakan ketrampilan
regulasi emosi yang dapat mengatur emosi positif maupun emosi
negatif.
d. Usia
Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya usia seseorang
dihubungkan dengan adanya peningkatan kemampuan regulasi emosi,
dimana semakin tinggi usia seseorang semakin baik kemampuan
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
43
regulasi emosinya. Sehingga dengan bertambahnya usia seseorang
menyebabkan ekspresi emosi semakin terkontrol. Dari penjelasan
diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya semakin bertambahnya
umur, individu memiliki kemampuan regulasi emosi yang semakin
baik.
e. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menemukan bahwa laki-laki dan perempuan
berbeda dalam mengekspresikan emosi baik verbal maupun ekspresi
wajah sesuai dengan gendernya. Perempuan menunjukkan sifat
feminimnya dengan mengekspresikan emosi marah dan bangga yang
menunjukkan sifat maskulin. Perbedaan gender dalam pengekspresian
emosi sedih, takut, cemas dan menghindari mengekspresikan emosi
marah dan bangga yang menunjukkan sifat maskulin.
Perbedaan gender dalam pengekspresian emosi dihubungkan
dengan perbedaan dalam tujuan laki-laki dan perempuan mengontrol
emosinya. Perempuan lebih mengekspresikan emosi untuk menjaga
hubungan interpersonal serta membuat mereka tampak lemah dan tidak
berdaya. Sedangkan laki-laki lebih mengekspresikan marah dan
bangga untuk mempertahankan dan menunjukkan dominasi. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa wanita lebih dapat melakukan regulasi
terhadap emosi marah dan bangga, sedangkan laki-laki pada emosi
takut, sedih dan cemas (Fischer & Coon dalam Anggraeni, 2014).
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
44
f. Kondisi Psikologis
Kondisi psikologis yang dimiliki oleh masing-masing individu
berbeda-beda, tergantung pada permasalahan yang dialami oleh
masing-masing individu. Sejatinya, setiap individu memiliki reaksi
psikologis pada saat menghadapi sebuah masalah atau cobaan, ada
yang sudah mampu mengontrol permasalahan yang dihadapi, namun
ada juga yang tidak mampu mengontrol permasalahan yang dihadapi
(Gross, dalam Lewis, dkk, 2008). Menurut Elkind (dalam Papalia, dkk,
2007) bentuk-bentuk ketidakmampuan dari seseorang ini mendasari
banyaknya perilaku beresiko dan self-destructive yang dilakukan.
Sehingga tidak diragukan lagi memberikan kontribusi peningkatan
self-criticism, perasaan terisolasi dan over identification dengan emosi
yang dirasakan.
Emosi menurut Goleman (2007) yaitu dorongan untuk bertindak,
rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan
secara berangsur-angsur oleh evolusi. Pada dasarnya emosi manusia
bisa dibagi menjadi dua kategori umum jika dilihat dari dampak yang
ditimbulkannya yaitu afektivitas positif dan afektivitas negatif.
Afektivitas positif mengacu kepada derajat emosi yang positif, dari
energi yang tinggi, antusiasme, dan kegembiraan hingga perasaan
sabar, tenang dan menarik diri, suka cita kegembiraan dan tawa
termasuk perasaan yang positif. Kemudian afektivitas negatif mengacu
kepada emosi yang bersifat negatif, seperti kecemasan, kemarahan,
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
45
perasaan bersalah dan kesedihan. Dari dua kategori emosi tersebut,
seseorang yang memiliki permasalahan lebih sering memunculkan
emosi negatif (Santrock, 2011).
Adanya berbagai macam dampak dari emosi negatif, membuat
seseorang diharuskan mampu melakukan regulasi emosi. Regulasi
emosi menurut Shaffer (2005) yaitu kapasitas untuk mengontrol dan
menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat
untuk mencapai suatu tujuan. Tujuannya adalah untuk mengontrol
emosi dengan cara yang positif. Salah satu cara positif untuk
mengontrol emosi negatif yang muncul akibat permasalahan yang
dihadapi adalah dengan self-compassion. Self-compassion adalah
sebuah cara positif untuk melihat keadaan diri sendiri sebagaimana
adanya. Individu dapat memiliki self-compassion sebagai hasil dari
ketidaksempurnaan yang dimiliki, bukan karena individu tersebut
spesial ataupun berada diatas rata-rata orang lain (Neff & Costigan,
2014).
Sejalan dengan Guendelman dkk (2017) mengatakan bahwa
komponen self-compassion yang terdiri dari self-kindness, common
humanity, dan, mindfullnes memiliki keterkaitan yang dapat
mempengaruhi aspek-aspek regulasi emosi seperti, strategi regulasi
emosi (strategi), perilaku untuk mencapai tujuan (tujuan), mengontrol
respon-respon emosional (impuls), penerimaan respons emosional.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
46
Karena, komponen self-compassion merupakan keseluruhan dari
keadaan penuh perhatian yang dimiliki oleh seseorang yang dapat
digunakan untuk melakukan strategi regulasi emosi yang berfungsi
untuk mencapai suatu tujuan yang dimiliki, dengan mengontrol
perasaan negatif, dan menerima peristiwa yang menimbulkan emosi
negatif. Sehingga, yang muncul adalah kebaikan untuk mengontrol
emosinya. Kebaikan akan membawa hal positif, yang berpotensi dan
mendorong seseorang menuju perubahan dengan cara yang lebih
efektif.
Menurut Hurlock (2013), beberapa faktor lain yang dapat
mempengaruhi pengendalian emosi antara lain :
1) Kondisi kesehatan
Kesehatan yang baik mendorong emosi yang menyenangkan
menjadi dominan sedangkan kesehatan yang buruk menyebabkan
emosi yang tidak menyenangkan menjadi dominan.
2) Suasana rumah
Individu yang tumbuh dalam lingkungan ramah dengan kondisi
yang menyenangkan jauh dari suasana pertengkaran, cemburu, dendam
atau suasana yang tidak menyenangkan akan mempunyai kesempatan
yang lebih untuk timbul menjadi individu yang bahagia.
3) Pola asuh
Mendidik secara otoriter dengan menggunakan metode hukuman
agar seorang anak menjadi patuh akan mendorong munculnya
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
47
dominasi emosi yang tidak menyenangkan. Cara mendidik yang
bersifat demokratis akan membuat suasana rumah lebih hangat dan
santai serta menunjang tumbuhnya emosi yang menyenangkan.
4) Hubungan dengan para anggota keluarga
Hubungan yang tidak rukun dan harmonis diantara orang tua atau
saudara akan banyak menimbulkan kemarahan dan kecemburuan
sehingga emosi ini cenderung menguasai kehidupan individu.
5) Hubungan dengan teman sebaya
Jika individu merasa diterima dengan baik oleh kelompok teman
sebayanya, maka emosi yang menyenangkan akan mendominasi.
Tetapi sebaliknya, jika individu merasa ditolak oleh kelompok teman
sebayanya, maka emosi yang tidak menyenangkan akan mendominasi.
6) Perlindungan yang berlebihan
Perlindungan yang berlebihan dari orang tua yang hidup dalam
prasangka bahaya terhadap segala sesuatu, akan menyebabkan
seseorang anak mempunyai rasa takut yang dominan.
7) Aspirasi orang tua
Aspirasi yang terlalu tinggi dan tidak realistis dari orang tua akan
membuat anak menjadi canggung malui dan merasa bersalah bila
merasa tidak memenuhi harapan tersebut. Jika pengalaman ini terjadi
berulang kali akan menyebabkan emosi tidak menyenangkan menjadi
dominan dalam kehidupan seluruhnya.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
48
8) Bimbingan mengendalikan emosi
Bimbingan dengan titik berat pada penanaman bahwa mengalami
frustasi diperlukan sekali-kali, dapat mencegah kemarahan dan
kebencian menjadi emosi yang dominan.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang bisa mempengaruhi regulasi emosi yaitu faktor budaya, religiusitas,
kemampuan individu dalam melakukan regulasi emosi (capabilities), usia,
jenis kelamin, kondisi psikologis. Selain itu faktor lain yang dapat
mempengaruhi regulasi emosi diantaranya adalah kondisi kesehatan,
suasana rumah, pola asuh, hubungan dengan para anggota keluarga,
hubungan dnegan teman sebaya, perlindungan yang berlebih-lebihan,
aspirasi dari orang tua, dan bimbingan dalam mengendalikan emosi.
B. Self-Compassion
1. Pengertian Self-Compassion
Salah satu faktor karakteristik individu adalah self-compassion.
Neff (2003) mengungkapkan bahwa self-compassion ialah proses
pemahaman tanpa kritik terhadap penderitaan, kegagalan atau
ketidakmampuan diri dengan cara memahami bahwa ketiga hal tersebut
merupakan bagian dari pengalaman sebagai manusia pada umumnya.
Diperkuat oleh Neff (dalam Leary & Hoyle, 2009) menyebutkan
bahwa self-compassion melibatkan kebutuhan untuk mengelola kesehatan
diri, serta mendorong inisiatif untuk membuat perubahan dalam
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
49
kehidupan. Individu dengan self-compassion tidak mudah menyalahkan
diri bila menghadapi kegagalan, memperbaiki kesalahan, mengubah
perilaku yang kurang produktif dan menghadapi tantangan baru.
Individu dengan self-compassion termotivasi untuk melakukan sesuatu,
atas dorongan yang bersifat intrinsik, bukan hanya karena berharap
penerimaan lingkungan. Oleh karena itu self-compassion/ rasa kasih
sayang terhadap diri tersebut di mulai dengan adanya kesadaran dan
perspektif bebas tanpa adanya suatu penghakiman/ perlawanan dari diri
sendiri (Fine, 2011).
Selanjutnya Neff (dalam Germer & Siegel, 2012) mengatakan bahwa
self-compassion merupakan rasa kasih sayang seseorang terhadap diri
sendiri pada suatu penderitaan yang dialami, adanya rasa kasih sayang
terhadap diri sendiri perlu dimiliki dengan adanya perasaan kebaikan,
perawatan, dan pemahaman mengenai suatu penderitaan yang dialami.
Sehingga dengan adanya rasa kasih sayang terhadap diri sendiri tersebut
akan memunculkan adanya perasaan tergerak untuk menghadapi suatu
penderitaan yang dialami oleh seseorang.
Neff (dalam Karina dan Saragih, 2012) mendefinisikan self-
compassion sebagai sikap memiliki perhatian dan kebaikan terhadap
diri sendiri saat menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup ataupun
terhadap kekurangan dalam dirinya serta memiliki pengertian bahwa
penderitaan, kegagalan dan kekurangan merupakan bagian dari
kehidupan manusia dan setiap orang termasuk diri sendiri adalah
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
50
berharga. Memiliki self-compassion membawa banyak pengaruh positif
dalam kehidupan seseorang, antara lain tingginya tingkat kepuasaan
hidup dan kebahagiaan.
Sehingga dalam hal ini self-compassion bisa memperlakukan diri dan
orang lain dengan lebih berhati-hati dan hormat. Self-compassion juga
memberi dukungan dan inspirasi yang diperlukan dalam membuat
perubahan hidup sehingga individu mampu meraih potensi yang
dimilikinya. Rasa kasih sayang hanya diarahkan ke dalam diri. Salzberg
(dalam Germer & Neff, 2013) mengungkapkan bahwa kasih sayang
terhadap diri terdiri dari tiga unsur utama: kebaikan, rasa kemanusiaan,
dan kesadaran.
Self-compassion tidak membuat individu menghindari penderitaan
yang dialami, namun justru mendekati penderitaan tersebut melalui
kebaikan hati dan niatan yang baik, sehingga membangkitkan rasa
kesejahteraan untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Self-compassion
tidak didasari dengan menghakimi ataupun memberikan penilaian yang
positif. Self-compassion adalah sebuah cara positif untuk melihat keadaan
diri sendiri sebagaimana adanya. Individu dapat memiliki self-compassion
sebagai hasil dari ketidaksempurnaan yang dimiliki, bukan karena individu
tersebut spesial ataupun berada diatas rata-rata orang lain. Maknanya, self-
compassion ada pada saat individu mengalami kegagalan maupun
keberhasilan (Neff & Costigan, 2014).
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
51
Amstrong (dalam Hidayati, 2015) mengklasifikasikan compassion
sebagai suatu karakteristik kepribadian dimana individu menempatkan
diri pada posisi individu lain. Dalam posisi tersebut, individu merasakan
pengalaman individu lain seolah-olah adalah pengalaman dirinya sendiri.
Pengertian tersebut membawa konsekuensi individu memandang
pengalaman individu lain dalam konteks kemurahan hati, sehingga
tersentuh oleh penderitaan individu lain dan muncul keinginan untuk
meringankannya. Selanjutnya Gilbert & Iron (dalam Hidayati 2015) juga
menjelaskan bahwa self-compassion berhubungan dengan kemampuan
merasakan perasaan individu lain dan kemurahan hati yang berkembang
dari penerimaan terhadap diri sendiri, secara emosional dan kognitif atas
pengalaman diri dan kesadaran untuk tidak menghindar atas pengalaman
yang tidak menyenangkan. Penerimaan diri tersebut yang kemudian
memunculkan istilah self-compassion, karena self-compassion dapat
membantu mengaktifkan sistem penenangan diri, mengurangi perasaan
takut dan kesendirian.
Self-compassion merupakan salah satu bahasan yang bisa
menjelaskan bagaimana individu mampu bertahan, memahami dan
menyadari makna dari sebuah kesulitan sebagai hal yang positif. Menurut
Germer (dalam Hidayati, 2015), self-compassion merupakan kesediaaan
diri untuk tersentuh dan terbuka kesadarannya saat mengalami
penderitaan dan tidak menghindari penderitaan tersebut. Self-compassion
juga termasuk memberikan pemahaman yang tidak menghakimi terhadap
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
52
penderitaan, kekurangan dan kegagalan diri, sehingga pengalaman tersebut
dipandang sebagai bagian dari pengalaman yang bisa dialami oleh setiap
manusia. Maka dari itu, kasih sayang diri adalah penting untuk psikis,
mental dan kesejahteraan spiritual individu (Fieldeing, 2015).
Berdasarkan definisi-definisi yang telah diungkapkan oleh beberapa
ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa self-compassion adalah rasa
kasih sayang terhadap diri sendiri. Rasa kasih sayang terhadap diri sendiri
ini meliputi disposisi kepribadian yang berupa kemampuan penerimaan
diri yang menimbulkan ketenangan, empati, kepekaan, kehangatan dan
kesabaran individu dalam menghadapi permasalahan.
2. Komponen Self-Compassion
Neff (2003) menyatakan bahwa self-compassion memiliki tiga
komponen pembentuk, yaitu self-kindness (kebaikan terhadap diri),
common humanity (sifat manusiawi), dan mindfulness (kesadaran penuh
atau situasi yang dialami).
a. Self-kindness (kebaikan terhadap diri sendiri)
Menurut Neff (2003) Self-kindness adalah kemampuan untuk
memahami diri ketika individu memiliki kekurangan ataupun
merasakan penderitaan dalam hidupnya. Sehingga komponen ini
menerangkan seberapa jauh seseorang dapat memahami dan memaknai
kegagalannya. Neff (dalam Leary & Hoyle, 2009) juga menjelaskan
bahwa ketenangan dan kesabaran dalam berpikir dan bertindak yang
merupakan manifestasi dari self-compassion, yang termasuk dalam
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
53
karakteristik self-kindness. Individu dengan self-kindness dapat
menghadapi permasalahan atau situasi menekan dengan menghindari
penyalahan diri sendiri, atau perasaan rendah. Self-kindness
merupakan afirmasi bahwa individu akan menerima kebahagiaan
dengan memberikan kenyamanan pada individu lain. Self-kindness
inilah yang mendorong individu untuk bertindak positif dan
memberikan manfaat bagi individu lain.
Self-compassion membuat individu mampu untuk menempatkan
diri sebagai manusia, sebagaimana individu lain pada umumnya.
Diperkuat oleh Neff & Lamb (2009) bahwa self-kindness bertolak
belakang dengan self-judgment yang merupakan sikap mengkritisi
ketika individu mengalami penderitaan. Sehingga Neff (2011)
menambahkan bahwa self-kindness berisi afirmasi bahwa diri pantas
mendapatkan cinta, kebahagiaan,dan kasih sayang walaupun dalam
kondisi terburuk sehingga tercipta kenyamanan bagi diri sendiri.
b. Common Humanity (sifat manusiawi/ Berhubungan dengan orang lain)
Menurut Neff (2003) common humanity adalah kesadaran individu
bahwa semua orang pernah mengalami masa-masa sulit. Sehingga
komponen ini menerangkan seberapa banyak seseorang mampu
menghargai pemikiran, perasaan dan tingkah laku orang lain yang
beragam. Sebagai manusia, individu memperlihatkan keadaan yang
tidak sempurna dan dimungkinkan untuk melakukan kesalahan,
keadaan ini disebut sebagai common humanity. Dalam pandangan
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
54
common humanity, maka individu akan menghadapi masalah secara
objektif. Neff (2011) menambahkan, melalui common humanity
seseorang akan mampu melihat sebuah kegagalan atau masalah
dari sudut pandang yang lebih luas sehingga mampu memahami
bahwa peristiwa yang sedang dialaminya tersebut terjadi bukan
sematamata karena kesalahanya sendiri melainkan memang hal
yang sudah sewajarnya terjadi. Kebalikan dari common humanity
adalah isolation (isolasi diri), yaitu individu memandang bahwa
dirinya adalah satu-satunya orang yang memiliki kekurangan dan
merasakan penderitaan dalam hidup. Dengan menyadari hal tersebut,
individu akan memahami bahwa tidak ada satu orang pun yang
hidupnya mulus atau sempurna tanpa ujian.
Individu akan membangun konsep bahwa dirinya sebagaimana
individu lain dapat melakukan kesalahan dan semuanya dapat
dihadapi dalam ukuran yang bersifat umum. Perasaan adanya
kesamaan dengan individu lain, mendorong individu untuk
mengembangkan empati.
Empati tersebut sebagaimana pengertian Rogers, tokoh psikologi
humanistik (Hidayati, 2015) adalah kemampuan individu untuk
memahami individu lain dengan menggunakan kerangka berpikir,
sudut pandang, dan perasaan individu lain tersebut. Diperkuat oleh
Lee (dalam Hidayati, 2015) menyatakan bahwa empati yang
berkembang pada diri individu akan menimbulkan dorongan untuk
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
55
bertindak altruis, menolong individu lain karena adanya perasaan
tanggungjawab. Kemampuan untuk menggunakan kerangka berpikir
dan sudut pandang orang lain, juga terkait dengan kemampuan
individu untuk keluar dari diri sendiri. Ketika individu mampu
keluar dari dirinya, maka individu tersebut akan mampu mengambil
perspektif individu lain serta memandang diri dan pengalamannya
sendiri secara lebih objektif.
c. Mindfulness (kesadaran/ Memfungsikan pikiran)
Menurut Neff (2003) Mindfulness adalah kesadaran penuh untuk
menerima penderitaan yang dipikiran dan dirasakan. Sehingga
komponen ini menerangkan bahwa kemampuan menyeimbangkan
pikiran ketika dalam situasi yang menekan atau menimbulkan
penderitaan. Neff (2011) juga menambahkan bahwa konsep dasar
mindfulness adalah melihat segala sesuatu seperti apa adanya dalam
artian tidak dilebih-lebihkan atau dikurangi sehingga mampu
menghasilkan respon yang benar-benar obyektif dan efektif.
Mindfulness merupakan kebalikan dari over-identification
(memahami masalah secara berlebih). Kesadaran atas pengalaman
yang dihadapi secara jelas, dan seimbang disebut sebagai mindfulness,
yang merupakan bagian dari internal locus of control (lokus
kendali internal) pada kepribadian individu. Sehingga ketiga
komponen diatas saling berkaitan dan berkombinasi antara satu dengan
yang lainnya.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
56
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa komponen
yang membangun dari self-compassion meliputi self-kindness,
dimana individu dengan self-kindness dapat menghadapi permasalahan
atau situasi menekan dengan menghindari penyalahan diri sendiri,
atau perasaan rendah. Selanjutnya common humanity yaitu individu
akan menghadapi masalah secara objektif. Individu akan membangun
konsep bahwa dirinya sebagaimana individu lain dapat melakukan
kesalahan dan semuanya dapat dihadapi dalam ukuran yang bersifat
umum. Dan yang terakhir yaitu mindfulness disini merupakan bagian
dari internal locus of control (lokus kendali internal) pada
kepribadian individu.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Compassion
Faktor yang mempengaruhi self-compassion sebagaimana
diungkapkan oleh Neff (2003) yakni :
a. Lingkungan
Pertama kali manusia mendapat pengasuhan dari orang tua. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa individu yang tumbuh dengan orang
tua yang selalu mengkritik ketika masa kecilnya akan menjadi lebih
mengkritik dirinya sendiri ketika dewasa. Model dari orang tua juga
dapat mempengaruhi self-compassion yang dimiliki individu. Perilaku
orang tua yang sering mengkritik diri sendiri saat menghadapi
kegagalan atau kesulitan. Orang tua yang mengkritik diri akan
menjadi contoh bagi individu untuk melakukan hal tersebut saat
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
57
mengalami kegagalan yang menunjukkan derajat self-compassion yang
rendah.
Individu yang memiliki derajat self-compassion yang rendah
kemungkinan besar memiliki ibu yang kritis, berasal dari keluarga
disfungsional, dan menampilkan kegelisahan dari pada individu yang
memiliki derajat self-compassion yang tinggi.
b. Periode Kehidupan (Fase Perkembangan)
Pada periode kehidupan diasumsikan bahwa seiring dengan
bertambahnya usia, individu memiliki berbagai macam permasalahan
maupun cobaan hidup yang harus dihadapi. Dengan adanya berbagai
macam permasalahan yang harus dihadapi, maka individu harus
mampu menyelesaikan permasalahannya secara bertahap, agar tidak
menumpuk terlalu banyak.
c. Usia
Dalam tahap perkembangan usia, seseorang yang berada pada usia
dewasa awal diasumsikan memiliki self-compassion yang rendah
dibandingkan dengan seseorang yang berada pada usia dewasa madya
dan dewasa akhir. Karena seseorang yang memiliki usia dewasa awal
sulit memiliki kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis di lain
pihak, maka usia dewasa awal adalah periode kehidupan dimana self-
compassion yang terendah.
Berbeda halnya dengan individu yang berada pada usia dewasa
madya dan dewasa akhir. Usia dewasa madya dan dewasa akhir
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
58
merupakan tahap perkembangan yang termasuk pada usia yang
matang. Seseorang telah memiliki berbagai macam pengalaman
hidupnya, sehingga seiring bertambahnya usia, maka akan
mempengaruhi cara seseorang dalam melakukan sesuatu yang terbaik
untuk hidupnya.
d. Jenis Kelamin
Secara umum, hasil penelitian yang dilakukan oleh Yarnell dkk
(dalam Neff, 2003) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan gender
yang mempengaruhi tingkat self-compassion, dimana laki-laki
ditemukan memiliki tingkat self-compassion yang sedikit lebih tinggi
dari pada perempuan. Temuan ini konsisten dengan temuan masa lalu
yang mana perempuan cenderung lebih kritis terhadap diri mereka
sendiri dan lebih sering menggunakan self-talk negatif dibandingkan
laki-laki. Hal lain yang menjelaskan perbedaan gender tersebut yaitu
perempuan juga lebih sering melakukan perenungan yang berulang,
mengganggu, dan merupakan cara berpikir yang tak terkendali atau
yang disebut rumination. Rumination mengenai hal-hal yang terjadi di
masa lalu dapat mengarahkan munculnya depresi, sedangkan
rumination mengenai potensi peristiwa negatif di masa depan akan
menimbulkan kecemasan.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
59
e. Budaya
Individu dari budaya kolektivis umumnya memiliki
interdependent sense of self yang lebih dibandingkan individualis,
maka dari itu diharapkan orang-orang asia memiliki level self-
compassion yang lebih tinggi dari orang barat. Namun, penelitian juga
tela menunjukkan bahwa orang-orang asia cenderung lebih self-critical
dibandingkan dengan orang barat yang mana hal ini justru
menunjukkan sebaliknya, memiliki self-compassion yang rendah.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi self-compassion meliputi lingkungan,
periode kehidupan, usia, jenis kelamin, dan, budaya.
C. Diabetes Mellitus Tipe 2
1. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2
Savitri (2008) menjelaskan bahwa DM adalah suatu kondisi yang
mengakibatkan meningkatnya kadar gula di dalam darah. Selain itu, DM
juga merupakan suatu kelainan reaksi kimia dalam hal pemanfaatan yang
tepat atas karbohidrat, lemak, dan protein dari makanan karena tidak
cukupnya pengeluaran atau kurangnya insulin.
DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM),
atau DM tanpa tergantung pada insulin. Pada tipe 2 masalahnya karena
insulin yang dibuat tidak cukup. Kebanyakan dari insulin yang diproduksi
dihisap oleh sel-sel lemak akibat pola hidup yang tidak sehat. Sedangkan
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
60
pankreas tidak dapat membuat cukup insulin untuk mengatasi kekurangan
insulin sehingga kadar gula dalam darah akan naik (Apriyanti, 2014).
Maka DM tipe 2 sangat rentan mengalami obesitas dibandingkan
dengan tipe DM lainnya. Oleh karena itu pasien DM tipe 2 harus
memiliki pengendalian yang lebih besar jika dibandingkan dengan pasien
DM lain dalam mencapai berat badan ideal agar gula darah tetap
seimbang (Dewanti, 2010). Selain itu, pasien DM tipe 2 lebih rentan
mengalami amputasi karena kondisi penyakit yang berkepanjangan dan
resiko terjadinya komplikasi lebih besar dibandingkan dengan klasifikasi
DM lainnya. Diperkuat oleh Nelson & Moss (dalam Sadikin, 2013) yang
menemukan bahwa frekuensi amputasi meningkat seiring dengan lamanya
sejak didiagnosis DM. Sehingga DM tipe 2 merupakan jenis DM yang
disebagian besar diderita. Sekitar 90% hingga 95% individu mengalami
DM tipe 2. Jenis DM ini paling sering diderita oleh orang dewasa yang
berusia lebih dari 30 tahun dan cenderung semakin parah secara bertahap.
Seseorang yang terkena penyakit DM khususnya DM tipe 2 tidak
mengenal jenis kelamin, artinya baik laki-laki maupun perempuan bisa
terkena DM tipe 2 misalnya dengan memiliki kebiasaan yang tidak sehat
baik pola hidup maupun pola makan, serta karena DM tipe 2 yang dialami
semenjak kehamilan dimana seorang wanita yang sedang hamil didiagnosa
terkena DM tipe 2 karena memiliki riwayat keluarga yang terkena DM tipe
2 maka hal tersebut juga akan membuatnya terkena DM tipe 2 yang juga
bisa membahayakan kondisi kesehatan sang bayi (Johnson, 2005).
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
61
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa penyakit DM
adalah adanya kelainan yang disebabkan oleh kelebihan kadar glukosa
sehingga darah yang ada didalam tubuh menjadi semakin kental, oleh
karena itu penyakit DM merupakan penyakit yang di derita seumur hidup.
DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM)
merupakan tipe DM yang dapat terjadi pada dua kondisi dimana pankreas
memproduksi insulin, tetapi jumlah yang diproduksi tidak adekuat atau
terjadinya resistensi insulin. Sehingga DM tipe 2 lebih rentan mengalami
obesitas, amputasi dan komplikasi dibandingkan dengan klasifikasi DM
lainnya, sehingga sangat diperlukan untuk melakukan adanya suatu
pengendalian dalam menjaga kadar gula darah agar tetap stabil mengingat
dampak-dampak yang ditimbulkan dari DM tipe 2.
2. Penyebab Diabetes Mellitus Tipe 2
Menurut Apriyanti (2014), penyebab DM tipe 2 adalah :
a. Pola Hidup Yang Tidak Sehat
Semua penyebab DM tipe 2 umumnya karena gaya hidup tidak
sehat. Hal ini membuat metabolisme dalam tubuh yang tidak sempurna
sehingga membuat insulin dalam tubuh yang tidak dapat berfungsi
dengan baik. Hormon insulin dapat diserap oleh lemak yang ada dalam
tubuh. Sehingga pola hidup tidak sehat bisa membuat tubuh
kekurangan insulin. Pola hidup tidak sehat tersebut disebabkan oleh
banyaknya mengkonsumsi makanan siap saji atau fast food yang
menyajikan makanan berlemak dan tidak sehat yang tidak diimbangi
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
62
dengan berolahraga. Sehingga menyebabkan individu memiliki kadar
koresterol yang tinggi, obesitas atau kelebihan berat badan.
b. Genetik
Apabila orang tua atau adanya saudara sekandung yang
mengalaminya.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
penyebab dari penyakit DM tipe 2 diantaranya adalah adanya pola
hidup tidak sehat, genetik.
D. Tahap Perkembangan Usia
Tahap perkembangan usia masa dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa
akhir menurut Hurlock (2013) meliputi :
1. Masa Dewasa awal (18-40 tahun)
Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40
tahun. Saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai
berkurangnya kemampuan reproduktif.
2. Masa Dewasa madya (40-60 tahun)
Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 tahun sampai pada umur
60 tahun, yakni saat baik menurunya kemampuan fisik dan psikologis
yang jelas nampak pada setiap orang.
3. Masa Dewasa lanjut/ Usia Lanjut (60 tahun keatas)
Masa dewasa lanjut (senescence atau usia lanjut dimulai pada umur
60 tahun sampai kematian. Pada waktu ini, baik kemampuan fisik maupun
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
63
psikologis cepat menurun, tetapi teknik pengobatan modern serta upaya
dalam hal berpakaian, dandanan, memungkinkan pria dan wanita
berpenampilan, bertindak, dan berperasaan seperti kala mereka masih
lebih muda.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tahap
perkembangan usia diantaranya adalah usia dewasa awal, dewasa madya,
dan dewasa akhir.
E. Hubungan Antara Self-Compassion Dengan Regulasi Emosi Pada Pasien
Diabetes MellitusTipe 2
Penyakit tidak menular DM merupakan suatu penyakit yang kronis.
Karena semakin meningkatnya prevalensi penyakit DM, maka hal ini akan
menyebabkan semakin meningkat pula jumlah orang yang beresiko
mengalami komplikasi DM untuk jangka waktu yang panjang (Christanty &
Wardhana, 2013).
Rasmun (2004) juga mengungkapkan bahwa salah satu cara yang bisa
dilakukan untuk mencegah komplikasi tersebut, yaitu dengan cara
mengendalikan tingkat stress yang dialami oleh penderita. Selanjutnya Vranic
(2000) menyebutkan bahwa stres pada penderita DM dapat mengakibatkan
gangguan pada pengontrolan kadar gula darah yang dilakukan oleh hormon
pada keadaan stress akan terjadi peningkatan ekskresi hormon katekolamin,
glukagon, glukokortikoid p-endorfin, dan hormon pertumbuhan. Maka dari itu
adanya pengendalian untuk individu sangat perlu dilakukan.
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
64
Tjokroprawino (2006) mengatakan bahwa pasien DM selain mengalami
gangguan pada sistem fisiologis, kenyataan yang ditemukan di lapangan
adalah pasien DM juga mengalami gangguan pada kondisi psikisnya. Hal ini
ditandai dengan adanya perubahan perilaku para pasien yang mudah menjadi
emosi dan kurang dapat mengendalikan diri dengan baik, terutama dalam
menjaga pola makan untuk mengurangi gejala DM.
Selanjutnya Tjokroprawino (2006) menambahkan bahwa sepertinya
aktivitas-aktivitas tersebut mudah untuk dijalani tetapi terkadang pasien
mengalami kejenuhan, seperti ingin bebas mengkonsumsi jenis makanan dan
minuman. Perasaan seperti ini akan membuat pasien mengalami frustasi dan
stress yang juga mempengaruhi keadaan emosinya. Hal inilah yang menjadi
fokus perhatian karena pengaruh DM yang juga mempengaruhi psikis
sehingga terjadi perubahan yang cukup mencolok pada perilaku pasien DM.
Kondisi tersebut pantas untuk ditanggapi secara serius karena pengaruh yang
ditimbulkan oleh perubahan perilaku ini tidaklah hanya dialami oleh pasien
tetapi juga dialami oleh anggota keluarga dan kerabat dekat. Kondisi ini
terutama ditemui pada pasien DM tipe 2, karena pada pasien DM tipe 2
kurang dapat melakukan penyesuaian fisik dan psikologis untuk menghadapi
dan melakukan perawatan terhadap penyakitnya. Dengan adanya dampak
yang ditimbulkan oleh naik gula darah yang mempengaruhi kondisi emosional
dan sebaliknya, maka diperlukan adanya pengendalian emosi yang biasa
disebut dengan regulasi emosi (Kusumadewi, dkk, 2011).
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
65
Menurut Shaffer (2005) mengatakan bahwa regulasi emosi ialah kapasitas
untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat
intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat
meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi yang
berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan emosi.
Dengan adanya dampak psikologis yang dirasakan saat gula darah pasien
naik, maka salah satu cara yang bisa dilakukan untuk melakukan regulasi
emosi adalah dengan self-compassion. Sejalan dengan Guendelman dkk
(2017) mengatakan bahwa komponen self-compassion yang terdiri dari self-
kindness, common humanity, dan, mindfullnes memiliki keterkaitan yang
dapat mempengaruhi aspek-aspek regulasi emosi seperti, strategi regulasi
emosi (strategi), perilaku untuk mencapai tujuan (tujuan), mengontrol respon-
respon emosional (impuls), penerimaan respons emosional. Karena,
komponen self-compassion merupakan keseluruhan dari keadaan penuh
perhatian yang dimiliki oleh seseorang yang dapat digunakan untuk
melakukan strategi regulasi emosi yang berfungsi untuk mencapai suatu
tujuan yang dimiliki, dengan mengontrol perasaan negatif, dan menerima
peristiwa yang menimbulkan emosi negatif. Sehingga, yang muncul adalah
kebaikan untuk mengontrol emosinya. Kebaikan akan membawa hal positif,
yang berpotensi dan mendorong seseorang menuju perubahan dengan cara
yang lebih efektif.
Sehingga Neff (dalam Consedine, dkk, 2015) mendefinisikan bahwa ada
beberapa komponen yang perlu dilibatkan untuk pengendalian atau regulasi
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
66
emosi diantaranya yaitu self-kindness (kebaikan terhadap diri), common
humanity (sifat manusiawi), mindfulness (kesadaran penuh atau situasi yang
dialami), ketiga komponen tersebut biasa disebut dengan self-compassion.
Neff (2003) menjelaskan bahwa adanya konsep kasih sayang terhadap diri
sendiri terdiri dari 3 komponen yang semuanya relevan dan sangat dibutuhkan
oleh pasien DM. Komponen yang pertama yaitu self-kindness (kebaikan) yang
mengacu pada kecenderungan untuk peduli dan memahami diri sendiri.
Kedua, common humanity (sifat manusiawi)/ kemanusiaan yang mengakui
bahwa semua manusia tidak ada yang sempurna. Komponen yang terakhir
yaitu mindfullness (kesadaran terhadap diri sendiri)/ kesadaran yang
melibatkan kesadaran pada diri sendiri melaluui pengalaman pada kondisi saat
ini, sehingga tidak ada satu halpun yang diabaikan dalam upaya menyayangi
diri sendiri pada pasien DM.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Consedine dkk (2015) juga
menyatakan bahwa komponen dari self compassion adalah self-kindness,
common humanity, mindfullnes. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa self-
compassion yang bisa dilakukan oleh diri sendiri penting dimiliki, hal ini
karena partisipasi aktif dari pasien diabetes mellitus sendiri diperlukan untuk
untuk meningkatkan pengelolaan kadar glukosa darah, mencegah terjadinya
komplikasi yang parah, dan meningkatkan kondisi pasien diabetes mellitus
mulai dari fisik maupun psikisnya. Sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Anna dkk (2016) menyatakan bahwa pasien DM tipe 2 lebih
membutuhkan adanya self-compassion yaitu rasa kasih sayang terhadap diri
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017
67
sendiri karena mengingat dampak yang ditimbulkan oleh DM tipe 2, maka
belajar menjadi ramah terhadap diri sendiri akan memiliki manfaat baik antara
pasien dengan DM yang dialami. Maknanya, self-compassion ada pada saat
individu mengalami kegagalan maupun keberhasilan.
F. Kerangka Berpikir
Gambar 1. Kerangka Berpikir
G. Hipotesis
Berdasarkan data dan studi pendahuluan diatas maka hipotesis yang dapat
diambil yaitu “ada hubungan antara self-compassion dengan regulasi emosi
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Kabupaten Purbalingga”.
Pasien diabetes mellitus tipe 2
Mengalami perubahan psikologis (emosi negatif) : marah, cemas, takut,
perasaan bersalah, malu, jijik, benci, sedih, terkejut, jengkel, kecewa, putus asa
(Syukur, 2011)
Regulasi Emosi
Aspek regulasi emosi Gross (dalam
Lewis dkk, 2008), yaitu :
1. Strategi regulasi emosi
2. Tujuan regulasi emosi
3. Mengontrol emosi
4. Penerimaan emosi
Self-Compassion
Aspek self-compassion Neff
(2003) yaitu :
1. Self-kindness 2. Common Humanity
3. Mindfulness
Hubungan Antara Self-Compassion…, Hastin Wulandari, Fakultas Psikologi, UMP, 2017