Upload
vutuyen
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori
1. Sindroma Pramenstruasi
a. Pengertian Sindroma Pramenstruasi
Sindroma pramenstruasi merupakan gangguan siklus yang umum terjadi
pada wanita muda dan pertengahan, ditandai dengan gejala fisik dan emosional
yang konsisten, terjadi selama fase luteal pada siklus menstruasi (Saryono, 2009).
Sindroma pramenstruasi adalah sekumpulan gejala yang muncul akibat
perubahan hormon yang terjadi dalam tubuh perempuan menjelang menstruasi
(Dita, 2010).
b. Penyebab Sindroma Pramenstruasi
Sampai saat ini penyebab sindroma pramenstruasi belum bisa dijelaskan
secara ilmiah. Beberapa teori menyebutkan sindroma pramenstruasi terjadi karena
tidak keseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Sedangkan, teori
lain mengatakan bahwa jumlah hormon estrogen juga bisa menimbulkan sindroma
pramenstruasi. Walaupun demikian, sindroma pramenstruasi biasanya lebih
mudah terjadi pada wanita yang peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus
haid (Andira, 2010).
Adapun penyebab lain dari sindroma pramenstruasi antara lain (Saryono,
2009) :
1) Faktor Hormonal
Sindroma pramenstruasi terjadi pada sekitar 70-90% wanita usia subur dan lebih
sering ditemukan pada wanita berusia 20-40 tahun. Peran hormon ovarium tidak
begitu jelas, tetapi gejala sindroma pramenstruasi sering berkembang ketika
ovulasi tertekan. Faktor hormonal yakni terjadi ketidakseimbangan antara hormon
estrogen dan progesteron berhubungan dengan sindroma pramenstruasi. Kadar
hormon estrogen sangat berlebih dan melampaui batas normal sedangkan kadar
progesteron menurun. Hal ini menyebabkan perbedaan genetik pada sensitivitas
reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon
seks dalam sel.
2) Faktor Kimiawi
Faktor kimiawi sangat mempengaruhi munculnya sindroma pramenstruasi. Bahan-
bahan kimia tertentu di dalam otak seperti serotonin, berubah-ubah selama siklus
menstruasi. Serotonin sangat mempengaruhi suasana hati yang berhubungan
dengan gejala depresi, kecemasan, ketertarikan, kelelahan, perubahan pola makan,
kesulitan untuk tidur, agresif dan peningkatan selera.
3) Faktor Genetik
Faktor genetik juga memainkan suatu peran yang sangat penting, yaitu insidensi
sindroma pramenstruasi dua kali lebih tinggi pada kembar satu telur (monozigot )
dibanding kembar dua telur.
4) Faktor Psikologis
Faktor psikis, yaitu stres sangat besar pengaruhnya terhadap kejadian sindroma
pramenstruasi. Gejala-gejala sindroma pramenstruasi akan semakin menghemat
jika di dalam diri seorang wanita terus menerus mengalami tekanan.
5) Faktor Gaya Hidup
Faktor gaya hidup dalam diri wanita terhadap pengaturan pola makan juga
memegang peran yang tidak kalah penting. Makan terlalu banyak atau terlalu
sedikit, sangat berperan terhadap gejala-gejala sindroma pramenstruasi.
c. Tipe-tipe Sindroma Pramenstruasi
Terdapat beberapa macam tipe dan gejala sindroma pramenstruasi. Ahli
kandungan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, Dr. Guy E. Abraham, membagi
sindroma pramenstruasi menurut gejala yakni sindroma pramenstruasi tipe A, H,
C, dan D. Delapan puluh persen gangguan sindroma pramenstruasi termasuk tipe
A. Penderita tipe H sekitar 60 %, sindroma pramenstruasi tipe C sekitar 40 %, dan
sindroma pramenstruasi tipe D sekitar 20 %. Kadang-kadang seorang wanita
mengalami kombinasi gejala misalnya tipe A dan D secara bersamaan, dan setiap
tipe memiliki gejalanya sendiri-sendiri (Saryono, 2009).
Tipe-tipe sindroma pramenstruasi antara lain (Saryono, 2009) :
1) Sindroma Pramenstruasi Tipe A
Sindrom premenstruasi tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa
cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita
mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat menstruasi.
Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron,
hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan progesteron. Pemberian
hormon progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi
beberapa peneliti mengatakan pada penderita sindroma pramenstruasi bisa jadi
kekurangan vitamin B6 dan magnesium. Penderita sindroma pramenstruasi A
sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau
membatasi minum kopi.
2) Sindroma Pramenstruasi Tipe H
Sindroma pramenstruasi tipe H ( Hyperhydration ) memiliki gejala edema
(pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan
tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum menstruasi. Gejala tipe ini
dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe sindroma pramenstruasi lain.
Pembengkakkan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel
(ekstra sel), karena tingginya asupan garam atau gula diet penderita.
Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan
natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah
terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula
pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.
3) Sindroma Pramenstruasi Tipe C
Sindroma pramenstruasi tipe C (Craving ) ditandai dengan rasa lapar ingin
mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan karbohidrat sederhana (gula).
Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah
banyak, timbul gejala hipoglikemi seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing
kepala yang terkadang sampai pingsan. Rasa ingin menyantap makanan manis
dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak
terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.
4) Sindroma Pramenstruasi Tipe D
Sindroma pramenstruasi tipe D (Depression) ditandai dengan gejala rasa
depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam
mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang -kadang muncul rasa
ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Sindroma pramenstruasi tipe D
murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen.
Kombinasi sindroma pramenstruasi tipe D dan tipe A dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan
penyimpanan timbal di tubuh, atau kekurangan magnesium dan vitamin B.
Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan
magnesium dapat membantu mengatasi gangguan sindroma pramenstruasi tipe
D yang terjadi bersamaan dengan sindroma pramenstruasi tipe A.
d. Faktor Risiko Sindroma Pramenstruasi
Beberapa faktor yang meningkatkan risiko sindroma pramenstruasi,
antara lain (Dita, 2010) :
1) Wanita yang pernah melahirkan (sindroma pramenstruasi semakin berat
setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan
dengan komplikasi, seperti toksima).
2) Riwayat keluarga (riwayat keluarga selama hamil atau waktu lain sebelumnya
sangat mempengaruhi seorang wanita terkena sindroma pramenstruasi).
3) Status perkawinan (wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami
sindroma pramenstruasi dibandingkan yang belum).
4) Usia (sindroma pramenstruasi semakin sering dan mengganggu dengan
bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45 tahun).
5) Stres (faktor stres memperberat gangguan sindroma pramenstruasi).
6) Diet (faktor kebiasaan makan, seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat,
minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, dan memperberat gejala
sindroma pramenstruasi).
7) Kekurangan zat-zat gizi, seperti kurang vitamin B (terutama B6), vitamin E,
vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak linoleat.
Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat memperberat gejala
sindroma pramenstruasi.
8) Kegiatan fisik (kurang berolah raga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin
berat sindroma pramenstruasi)
e. Terapi Sindroma Pramenstruasi
Terapi yang diberikan setelah diagnosis ditetapkan dengan tepat antara
(Saryono, 2009) :
1) Obat – obatan
Untuk mengatasi sindroma pramenstruasi dokter memberikan pengobatan
diuretika untuk mengatasi retensi cairan atau edema (pembengkakan) pada kaki
dan tangan. Pemberian hormon progesteron dosis kecil dapat dilakukan selama
8-10 hari sebelum menstruasi untuk mengimbangi kelebihan relatif estrogen.
Pemberian hormon testosteron sampai dalam bentuk methiltesteron sebagai
tablet hisap dapat pula diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen.
2) Perawatan
Kesembuhan dari sindroma pramenstruasi (PMS) saat ini belum ada, tetapi
tujuan dari perawatan adalah membantu seorang wanita yang mengalami
sindroma pramenstruasi dapat mengatur gejala-gejala sehingga sindroma
pramenstruasi tidak menghalangi aktivitas sehari-hari. Perawatan yang
dilakukan dengan mengubah diet dan gaya hidup sebelum memutuskan kepada
perawatan medis.
3) Latihan Aerobik
Pada sebagian besar wanita, latihan aerobik mampu mengurangi gejala -gejala
sindroma pramenstruasi yaitu mengurangi kelelahan dan stres. Latihan ini bisa
berupa jalan sehat, bersepeda atau berenang. Latihan aerobik yang teratur
adalah suatu hal yang bermanfaat dan dapat mengurangi gejala sindroma
pramenstruasi karena dapat meningkatkan produksi dari endorphin (pembunuh
rasa sakit alami tubuh), dimana hal ini dapat meningkatkan kadar serotonim.
4) Relaksasi
Teknik relaksasi dapat mengurangi tekanan dan gejala-gejala pada wanita yang
mengalami sindroma pramenstruasi. Teknik relaksasi tertentu seperti latihan
menarik nafas dalam-dalam terbukti mempunyai efek terapeutik dalam
pengurangan gejala sindroma pramenstruasi.
5) Edukasi dan Konseling
Meyakinkan seorang wanita bahwa wanita lainnya pun ada yang memiliki
keluhan yang sama ketika menstruasi adalah penting. Pencatatan secara teratur
siklus menstruasi setiap bulannya dapat memberikan gambaran seorang wanita
mengenai waktu terjadinya sindroma pramenstruasi.
f. Penanganan Sindroma Pramenstruasi
Penanganan yang dilakukan tergantung dari gejala yang timbul antara lain
yaitu :
1) Beberapa orang bisa mengobati sendiri dengan melakukan olahraga
teratur serta memodifikasi makanan dengan mengurangi lemak.
2) Terapi obat khusus yang bisa digunakan dengan menggunakan obat
penghilang nyeri, anti depresan atau menggunakan pil KB yang
mengandung drospirenon.
3) Progesteron sinetik dalam dosis kecil dapat diberikan selama 8 sampai 10 hari
sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif dari estrogen.
4) Pemberian testosteron dalam bentuk methiltestosteron 5 mg sebagian
tablet hisap dapat pula diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen
(Sarwono, 2008).
g. Upaya Preventif
Upaya preventif dalam sindroma pramenstruasi adalah (Saryono, 2009):
1) Modifikasi Gaya Hidup
Gaya hidup sehari-hari perlu diatur untuk meminimalkan gejala yang timbul
akibat sindroma pramenstruasi. Memperbanyak waktu istirahat untuk
menghindari kelelahan dan mengurangi stres berperan juga dalam terapi
sindroma pramenstruasi dan mengurangi kafein serta berhenti merokok
merupakan alternatif yang baik untuk dilakukan.
2) Pola Diet
Jenis makanan yang direkomendasikan bagi penderita sindroma pramenstruasi
bervariasi pada setiap wanita. Penurunan asupan gula, garam dan karbohidrat
dapat mencegah edema, penurunan konsumsi kafein, teh, alkohol, dan soda
juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan, dan insomnia.
3) Olahraga
Membiasakan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur. Olahraga seperti
berenang dan berjalan kaki. Tarik nafas dalam dan releksasi juga meringankan
rasa tidak nyaman
2. Remaja
Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tidak lebih jika dikatakan masa depan
bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini.
a. Pengertian Remaja
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari
bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai
kematangan (Ali, 2009). Remaja adalah anak usia 10-24 tahun yang merupakan
usia antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dan sebagai titik awal proses
reproduksi, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini (Romauli, 2009). Masa
remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi
dan psikis. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun.
Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.
WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat
konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis,
psikologis dan sosio ekonomi.
Remaja adalah suatu masa ketika (Sarwono, 2011):
1) Individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-
tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual;
2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa;
3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif mandiri
b. Karakteristik Remaja
Poltekkes Depkes Jakarta (2010), karakteristik perkembangan yang normal
terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya mencapai identitas
diri, maka seorang remaja akan :
1) Menilai rasa identitas pribadi,
2) Meningkatkan minat pada lawan jenis,
3) Menggabungkan perubahan seks sekunder ke dalam citra tubuh,
4) Memulai perumusan tujuan okupasional, dan
5) Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga.
Masa ramaja sering sekali dikenal dengan masa mencari jati diri, terjadi
karena masa remaja merupakan peralihan antara kehidupan anak-anak dan masa
kehidupan orang dewasa. Oleh karena itu, sikap yang sering ditunjukkan oleh
remaja yaitu (Ali, 2010) :
a) Kegelisahan
Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealis
angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun
sesungguhnya remaja belum memiliki kemampuan yang memadai untuk
mewujudkan semua itu. Tarik-menarik antara angan-angan yang tinggi dengan
kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi
oleh perasaan gelisah.
b) Pertentangan
Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi
psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih
belum mampu untuk mandiri.
c) Mengkhayal
Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya tersalurkan tetapi
kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat konstruktif.
d) Aktivitas berkelompok
Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka
berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama sehingga
berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama.
e) Keinginan mencoba segala sesuatu
Pada remaja umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity).
Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin
bertualang, menjelajah segala sesuatu, dan mencoba segala sesuatu yang belum
pernah dialaminya.
c. Perubahan Fisik pada Remaja
Menurut Sarwono (2011), urutan perubahan-perubahan fisik sebagai berikut :
1) Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan
menjadi panjang). Pinggul menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini
sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah
kulit.
2) Pertumbuhan payudara, seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar
dan puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan
berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi
lebih besar dan lebih bulat.
3) Tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan. Rambut
kemaluan yang tumbuh ini terjadi setelah pinggul dan payudara mulai
berkembang.
4) Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya.
5) Bulu kemaluan menjadi keriting.
6) Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklis dari uterus, disertai pelepasan
(deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2006).
7) Tumbuh bulu-bulu ketiak.
d. Perubahan Psikologi pada Remaja
Tertarik pada lawan jenis, cemas, mudah sedih, lebih perasa, menarik diri,
pemalu dan pemarah. Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas,
frustasi dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering
terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum menstruasi (Romauli, 2009).
3. Perilaku
a. Pengertian Perilaku
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu
sendiri baik dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Menurut
Robert Kwick, perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang
dapat diamati dan dapat dipelajari (Notoatmodjo, 2007).
b. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada hakekatnya adalah suatu respon seseorang
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku ini mempunyai respon terhadap
fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatan. Perilaku
kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Notoatmodjo, 2007) :
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Perilaku pemeliharan kesehatan adalah usaha seseorang untuk memelihara
atau menjaga kesehatan agar tidak sakit atau usaha untuk penyembuhan bila
sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari tiga aspek, yaitu:
a) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan bila sakit serta pemulihan
kesehatan bila telah sembuh dari sakit.
b) Perilaku peningkatan kesehatan.
c) Perilaku gizi.
2) Perilaku pencarian dan penanganan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau
pencarian pengobatan (health seeking behavior).
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat sakit atau
kecelakaan. Perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment)
sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3) Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan adalah cara seseorang merespon lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatan.
c. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama (Notoatmodjo, 2007),
yaitu:
1) Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi
dan sebagainya. Untuk berperilaku kesehatan, diperlukan pengetahuan dan
kesadaran tentang manfaat perilaku kesehatan tersebut. Disamping itu, kadang
kepercayaan akan tradisi masyarakat, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi
juga dapat menghambat atau mendorong seseorang untuk berperilaku. Faktor-
faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku
kesehatan, maka faktor ini disebut faktor pemudah.
2) Faktor pendukung (enabling factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
bagi masyarakat. Untuk dapat berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana
dan prasarana mendukung atau fasilitas yang memungkinkan terwujudnya
perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau
pemudah.
3) Faktor pendorong (rainforcing factor)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas
lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
d. Domain Perilaku
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus rangsangan dari
luar organisme (orang), dalam memberikan respon sangat tergantung pada
karakteristik atau faktor–faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor yang
membedakan respon dangan stimulus yang berbeda dapat dibedakan menjadi dua
yaitu (Notoatmodjo, 2007) :
1) Determinan atau faktor internal
Yakni, karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan,
misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2) Determinan atau faktor eksternal
Yakni, lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan
sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang
mewarnai perilaku seseorang.
Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran
hasil pendidikan kesehatan yakni :
a) Pengetahuan
(1) Pengertian Pengetahuan
Plato dalam Keraf & Dua, 2005 mengemukakan pengetahuan adalah
pengenalan kembali akan hal yang sudah diketahui dalam ide abadi.
Pengetahuan merupakan kumpulan ingatan terpendam, dalam benak manusia.
Dengan demikian untuk mengetahuai sesuatu, untuk menyelidiki sesuatu dan
berarti untuk pada pengetahuan sejati, kita hanya mengandalkan akan budi.
Sedangkan menurut Locke dalam Keraf & Dua, 2001 semua konsep atau ide
mengungkapkan pengetahuan manusia sesungguhnya berasal dari pengalaman
manusia. Konsep atau ide-ide ini diperoleh dari panca indra atau dari refleksi
atau apa yang diberikan oleh panca indra.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman dan rasa (Notoatmodjo, 2003).
(2) Tingkatan Pengetahuan
Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu :
(a) Tahu ( know)
Tahu diartikan sebagi mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
(b) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang aspek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya.
(c) Aplikasi (applications)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
(d) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
(e) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhuan yang
baru kata lainnya adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun,
merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya.
(f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi objek.
(3) Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain (Wawan, 2010) :
Faktor Internal
(a) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
(b) Pekerjaan
Menurut Thomas, pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan
terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.
(c) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Menurut Huclok semakin cukup umur, tingkat kematangan
dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Faktor Eksternal
(a) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang
atau kelompok.
(b) Faktor Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi.
(4) Sumber Pengetahuan
Nursalam (2001) membagi sumber pengetahuan manusia dipengaruhi
oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut :
(a) Tradisi
Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan dimana setiap orang tidak
dianjurkan untuk memulai mencoba memecahkan masalah.
(b) Autoritas
Ketergantungan terhadap sesuatu autoritas tidak dapat dihindarkan karena
kita tidak dapat secara otomatis menjadi seorang ahli dalam mengatasi
setiap permasalahan yang dihadapi.
(c) Pengalaman seseorang
Setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat kesimpulan
yang valid tentang situasi dan pengalaman seseorang diwarnai dengan
penilaian yang bersifat subjektif.
(d) Trial dan Error
Dalam menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita dalam
menggunakan alternatif pemecahan melalui “coba dan salah”.
(e) Alasan yang logis
Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan
ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional sangat terbatas karena validitas
alasan deduktif tergantung dari informasi.
(f) Metode ilmiah
Pendekatan yang paling tepat untuk mencari suatu kebenaran karena
didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis.
b) Sikap
1) Definisi Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).
Secord & Backman mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam
hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)
seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Saifuddin, 2010).
(a) Berorientasi kepada respon
Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau
memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable)
pada suatu objek.
(b) Berorientasi kepada kesiapan respon
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-
cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya respon.
(c) Berorientasi kepada skema triadik
Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan
konatif saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku
terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.
2) Komponen Pokok Sikap
Dalam bagian lain Allport (Notoatmodjo, 2007) membagi tiga komponen
pokok sikap yakni :
(1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
(2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek.
(3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
3) Pembentukan Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap (Saifuddin, 2010):
(a) Pengalaman pribadi
Dasar pembentukan sikap yaitu pengalaman pribadi harus meninggalkan
kesan yang kuat. Sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional.
(b) Kebudayaan
Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut
dibesarkan. Contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan
dalam pergaulan.
(c) Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers)
Yaitu orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak
tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang
berarti khusus. Misalnya: orang tua, pacar, suami/istri, teman dekat, guru,
maupun pemimpin.
(d) Media Massa
Media massa berupa media cetak dan elektronik. Dalam penyampaian pesan,
media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini
kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi
dasar afektif dalam menilai sesuatu hal hingga membentuk sikap tertentu.
(e) Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama
Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam
diri individu. Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan
sistem kepercayaan seseorang, hingga ikut berperan dalam menentukan sikap
seseorang.
(f) Faktor Emosional
Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam
penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego.
Dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama). Contoh:
Prasangka (sikap tidak toleran, tidak fair).
4) Tingkatan Sikap
Notoatmodjo (2007) membagi sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
(a) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
(b) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan merupakan suatu indikasi dari sikap.
(c) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
merupakan suatu indikasi dari sikap.
(d) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
c) Tindakan
Suatu sikap yang terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo,
2007).
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2007) :
1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.
2) Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator tindakan tingkat dua.
3) Mekanisme (mecanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tinggi.
4) Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,
2007)
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007)
Predisposing factors :
1. Sikap
2. Praktik
3. Pengetahuan
4. Kepercayaan
5. Keyakinan
6. Nilai-nilai
Reinforcing factors:
1. Petugas
kesehatan
2. Tokoh
masyarakat
3. Tokoh agama
Enabling factors :
1. Lingkungan fisik
2. Fasilitas kesehatan
Perilaku
kesehatan
C. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Sumber : Sumber : Notoatmodjo (2007) dan Sugiyono (2008)
D. Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan dengan tindakan remaja putri tentang sindroma
pramenstruasi di SMA N 09 Semarang.
2. Ada hubungan sikap dengan tindakan remaja putri tentang sindroma pramenstruasi di
SMA N 09 Semarang.
Pengetahuan
remaja putri
Sikap
Remaja Putri
Tindakan Sindroma
Pramenstruasi