Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Keterangan saksi Dalam Hukum Pidana Positif
Dalam pengertian tentang keterangan saksi, terdapat beberapa pengertian
lainnya yang perlu penulis kemukakan, yaitu Sebagai Berikut:
1. Pengertian Saksi
Saksi dalam bahasa Indonesia merupakan kata benda yang berarti “orang
yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa (kejadian).1 Menurut Pasal 1
angka 26 KUHAP yang di maksud dengan saksi adalah orang yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan
tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami
sendiri.2 Dan dalam pengertian saksi terdapat beberapa pengertian yang dapat
dikemukakan, yaitu :
a. Seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu
kejahatan atau kejadian dramatis melalui indra mereka (misal penglihatan,
pendengaran, penciuman, sentuhan) dan dapat menolong memastikan
pertimbangan-pertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau kejadian.
Seorang saksi yang melihat suatu kejadian secara langsung dikenal juga
sebagai saksi mata.
b. Saksi adalah seseorang yang menyampaikan laporan dan atau orang yang
dapat memberikan keterangan dalam proses penyelesaian tindak pidana
berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri
dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu
guna kepentingan penyelesaian tindak pidana (rancangan undang-undang
perlindungan saksi pasal 1 angka 1). 3
1 Purwa darmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),
825. 2 Redaksi Bhafana Publishing, KUHAP, 179.
3 Andi Muhammad Sofyan dan Abd Asis, Hukum Acara Pidana, (Jakarta : Kencana,
2014), 235.
Undang-Undang No 31 Tahun 2014 juga menjelaskan mengenai pengertian
saksi yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 saksi adalah orang yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan disidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri , dan ia alami sendiri. Keterangan saksi di dalam
penyelidikan dan atau penyidikan sangat dibutuhkan untuk mempelancar
pemeriksaan perkara di dalam tahap penyelidikan dan penyidikan.4 Tidak hanya itu
keterangan saksi adalah salah satu alat bukti yang sah, menurut pasal 184 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu :
1. Keterangan Saksi
Yang dimaksud dengan keterangan saksi menurut pasal 1 angka 27
KUHAP adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri,
ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan
pengetahuannya itu.5
Dari bunyi pasal di atas dapat di simpulkan unsur penting keterangan saksi
yaitu:
a. Keterangan dari orang (saksi);
b. Mengenai suatu peristiwa pidana;
c. Yang didengar sendiri, lihat sendiri dan dialami sendiri.6
2. Keterangan Ahli
Di dalam KUHAP telah merumuskan pengertian tentang Keterangan Ahli ,
diantaranya Pasal 1 angka 28 KUHAP, bahwa ” keterangan yang diberikan
oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan
4 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Saksi Dan Korban. 5 Sofyan dan Asis, Hukum Acara Pidana, 238.
6 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 1992), 11.
untuk membuat tenrang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan”.7
3. Keterangan Bukti Surat
Surat menurut Pitlo yaitu pembawa tanda tangan bacaan yang berarti yang
menerjemahkan suatu isi pikiran. Tidak termasuk kata surat, foto dan peta, sebab
benda ini tidak memuat tanda bacaan.8
4. Alat Bukti Petunjuk
Menurut pasal 188 KUHAP, bahwa yang dimaksud dengan alat bukti
petunjuk adalah:
a. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan, yang karena
persesuainnya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan
tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak
pidana dan siapa pelakunya.
b. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat di peroleh
dari :
1. Keterangan saksi
2. Surat
3. Keterangan terdakwa
c. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap
keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah
ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan
berdasarkan hati nuraninya.
5. Alat Bukti Keterangan Terdakwa
Menurut Pasal 189 KUHAP, bahwa yang dimaksud dengan alat bukti berupa
keterangan terdakwa adalah:
Apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang
ia ketahui sendiri atau alami sendiri. keterangan terdakwa harus diberikan di depan
sidang saja, sedangkan di luar sidang hanya dapat digunakan untuk menemukan
7 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016),
273. 8 Sadi Is, Kumpulan Hukum Acara di Indonesia, 97.
bukti sidang. Demikian pula apabila terdakwa lebih dari satu orang, maka
keterangan dari masing-masing terdakwa untuk dirinya sendiri, artinya keterangan
terdakwa satu dengan terdakwa lainnya tidak boleh dijadikan alat bukti bagi
terdakwa lainnya. Dalam hal keterangan terdakwa saja di dalam sidang, tidak cukup
untuk membuktikan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan suatu tindak pidana,
tanpa didukung oleh alat bukti lainnya.
2. Pengertian Kesaksian
Dalam pengertian kesaksian terdapat beberapa pengertian yang dapat
dikemukakan, yaitu :
a. Menurut Soesilo, adalah suatu keterangan dimuka hakim dengan sumpah,
tentang hal-hal mengenai kejadian tertentu, yang ia dengar, ia lihat dan alami
sendiri.
b. Menurut Sudikno Mertokusumo adalah kepastaian yang diberikan kepada
hakim di persidangan tentang peristiwa dengan jalan pemberitahuan secara
lisan dan pribadi oleh orang yang bukan dilarang atau tidak di perbolehkan
oleh undang-undang, yang dipanggil di pengadilan.9
3. Syarat-Syarat Menjadi Saksi
Untuk keterangan saksi supaya dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah,
maka harus memenuhi dua syarat, yaitu :
a. Syarat Formil
Bahwa keterangan saksi hanya dapat dianggap sah, apabila diberikan
memenuhi syarat formil, yaitu saksi memberikan keterangan di bawah
sumpah, sehingga keterangan saksi yang tidak disumpah hanya boleh
digunakan sebagai penambahan penyaksian yang sah lainnya. Dan Berumur
15 tahun keatas , Sehat akalnya, Tidak ada hubungan keluarga sedarah dan
semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus kecuali undang-
undang menentukanlain, Tidak dalam hubungan perkawinan dengan salah
satu pihak meskipun sudah bercerai, Tidak ada hubungan kerja dengan salah
satu pihak dengan menerima upah kecuali undang-undang menentukan lain,
9 Sofyan dan Asis, Hukum Acara Pidana, 236-238.
Menghadap di persidangan, Mengangkat sumpah sesuai dengan agamanya,
Sekurang-kurangnya 2 orang untuk kesaksian suatu peristiwa atau dikuatkan
dengan bukti lain, Dipanggil masuk ke ruang sidang dan memberikan
keterangan secara lisan.10
b. Syarat materiil
Bahwa keterangan seseorang atau satu saksi saja tidak dapat dianggap sah
sebagai alat pembuktian (usus testis nulus tetis) karena tidak memenuhi
syarat materiil, akan tetapi keterangan seseorang atau satu orang saksi adalah
cukcup untuk alat pembuktian salah satu unsur kejahatan yang dituduhkan.11
Menerangkan apa yang saksi lihat, ia alami sendiri, Diketahui sebab-sebab
saksi mengetahui peristiwanya bukan merupakan pendapat atau kesimpulan
sendiri, Saling bersesuaian satu dengan yang lain, Dan tidak bertentangan
dengan akal sehat.
Adapun Syaiful Bakhri mengatakan bahwa ada beberapa ketentuan pokok
yang harus dipenuhi oleh seorang saksi sebagai alat bukti yang memiliki ketentuan
pembuktian,yaitu :
1. Saksi harus mengucapkan Sumpah atau janji
2. Keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti ialah apa yang ia lihat, ia
dengar, dan ia alami sendiri bukan pendapat saksi yang di peroleh dari hasil
pemikiran yang di reka-reka.
3. Keterangan saksi harus dinyatakan di sidang pengadilan
4. Keterangan satu saksi saja tidak cukup, yaitu keterangan seorang saksi saja
belum dianggap cukup sebagai alat bukti dalam membuktikan kesalahan
terdakwa.
Nashr farid washil, menambahkan tidak adanya paksaan. Sedangkan sayyid
sabiq juga menambahkan bahwa saksi itu harus memiliki ingatan yang baik dan
bebas dari tuduhan negatif (tidak ada permusuhan).12
10
Reminceloke, “Kedudukan Saksi Dalam Hukum Pidana”, Jurnal Remincel
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Padang Vol. 1, No 2 (2019) : 271. 11
Sofyan dan Asis, Hukum Acara Pidana, 236. 12
Maharani, “ Perlindungan Hukum Bagi Saksi Pengungkap Fakta Dalam Perkara
Pidana (Analisis Yuridis Terhadap Undang-Undang No 31 Tahun 2014 Tentang
4. Jenis-jenis Saksi
Jenis-jenis saksi yaitu:
a. Saksi A Charge (saksi yang memberatkan terdakwa).
Saksi ini adalah saksi yang telah dipilih dan diajukan oleh penuntut umum,
dengan keterangan atau kesaksian yang diberikan akan memberatkan
terdakwa, yang terdapat dalam Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP.
b. Saksi A De Charge (saksi yang meringankan terdakwa). Saksi ini dipilih atau
di ajukan oleh penuntut umum atau terdakwa atau penasehat hukum, yang
mana keterangan atau kesaksian yang diberikan akan meringankan atau
menguntungkan terdakwa, yang terdapat dalam pasal 160 ayat (1) huruf c
KUHAP.13
c. Saksi Ahli
Yaitu seseorang yang mempunyai pengetahuan dan keahlian khusus
mengenai sesuatu yang menjadi sengketa yang memberikan penjelassan dan
bahan baru bagi hakim dalam memutuskan perkara.
d. Saksi Korban
Korban disebut sebagai saksi karena status korban di pengadilan adalah
sebagai saksi yang kebetulan mendengar sendiri, melihat sendiri dan yang
pasti mengalami sendiri peristiwa tersebut.14
e. Saksi de Auditu
Saksi de Auditu atau di dalam ilmu hukum acara pidana disebut testimonium
de auditu atau sering di sebut juga dengan saksi hearsay adalah keterangan
seorang saksi yang hanya mendengar dari orang lain atau bisa disebut dengan
report, gosip, atau rumor. Saksi ini merupakan saksi yang keterangannya
bukan ia lihat, ia dengar maupun ia alami sendiri melainkan pengetahuannya
tersebut didasarkan dari orang lain. Saksi ini bukanlah alat bukti yang sah,
Perlindungan Saksi Dan Korban) Dalam Perssfektif Hukum Islam”, Skripsi, (Universitas
Islam Negeri Palembang, 2019), 32-33. 13
Sofyan dan Asis, Hukum Acara Pidana, 236. 14
Muhandar, Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana,
(Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), 5.
akan tetapi keterangannya perlu di dengar oleh hakim untuk memperkuat
keyakinannya.
f. Saksi Mahkota (Kroongetuide)
Menurut Firma Wijaya, saksi mahkota atau crown witnes adalah salah satu
seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan
perbuatan pidana yang ditarik sebagai saksi kunci untuk mengungkap pelaku-
pelaku lain dengan iming-iming pengurangan ancamaman hukuma
g. Saksi pelapor (Whistleblower)
adalah orang yang melihat, mendengar, mengalami, atau terkait dengan
tindak pidana dan melaporkan dugaan tentang terjadinya suatu tindak pidana
kepada peyelidik atau penyidik.
h. Saksi pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator) adalah saksi yang juga
sebagai pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak
hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu
tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana
kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum
serta memberikan kesaksian dalam proses peradilan.15
B. Tinjauan Keterangan saksi Menurut Hukum Pidana Islam
1. Pengertian Saksi
Menurut Al-Jauhari saksi adalah orang yang mempertanggung jawabkan
kesaksian dan mengemukakannya, karena dia menyaksikan suatu (peristiwa) yang
orang lain tidak menyaksikannya. Pada umumnya dalam beberapa kitab fiqh tidak
ditemukan definisi saksi secara rinci dan jelas, yang lebih dititik beratkan
kebanyakan adalah definisi kesaksian. As Syahadah (kesaksian) menurut bahasa
ialah Al Bayan (pernyataan), atau pemberitahuan yang pasti, yaitu ucapan yang
terbit dari pengetahuan yang diperoleh dengan penyaksian langsung. Pengertian As
Syahada (kesaksian) menurut syara’ ialah : pemberitahuan yang benar untuk
menetapkan suatu hak dengan lafal syahadah atau kesaksian di depan sidang
15
Nanda Alysia Dewi, “Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Perlindungan Hukum Bagi
Saksi Pelaku Yang Berkerja Sama (Justice Collaborator) Pada Tindak Pidana Korupsi”,
Skripsi, (Universitas Islam Negeri Palembang, 2019), 27-31.
pengadilan. Definisi lain dapat juga dikatakan ialah : pemberitaan akan hak
seseorang atas orang lain, baik hak tersebut bagi Allah ataupun hak manusia,
pemberitaan yang terbit dari keyakinan, bukan perkiraan, sebgaimana diisyaratkan
oleh Nabi S.A.W. dengan Sabdanya : ” idza raaita mitslas syamsi fasyhad wa illa
fada”, artinya bila anda lihat seperti melihat matahari, maka persaksikanlah, dan
jika tidak demikian, tinggalkanlah.”16
Terdapat beberapa penjelassan tentang kesaksian yang dikemukakan oleh fara
fuqoha, antara lain yaitu :
a. Menurut Muhammad Salam Madzkur, bahwa yang dimaksud dengan
kesaksian adalah istilah mengetahui pemberitahuan seseorang yang benar
didepan pengadilan dengan ucapan kesaksian untuk menerapkan suatu hak
terhadap orang lain.17
b. Menurut Ibnu al-hamman, bahwa yang dimaksud dengan kesaksian adalah
pemberitahuan yang benar untuk menetapkan suatu hal dengan ucapan
kesaksian di depan pengadilan.18
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa saksi adalah seseorang
yang mengemukakan keterangannya untuk menetapkan hak atas orang lain dengan
mempertanggung jawabkan kesaksian atau keterangan yang diberikannya di depan
sidang pengadilan.19
2. Syarat-Syarat Saksi dalam Hukum Pidana Islam
Dalam hukum acara pidana Islam persyaratan seseorang untuk menjadi saksi
sangat ketat dan selektif, hal ini dikarenakan kesaksian merupakan unsur terpenting
dalam persidangan yang bertujuan untuk dapat menguatkan keyakinan hakim dalam
16
Usman Hasyim dan Ibnu Rachman, Teori Pembuktian Menurut Fiqh Jinayat
Islam, (Yogyakarta : Andi Offset, 1984), 1. 17
Ahmad Warson al-Munawir, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif,
1997), 746. 18
Ibnu Hamman, Syarah Fath al-qadir, (Misr: Musta Hadad. 1970), 41. 19
Maharani, “ Perlindungan Hukum Bagi Saksi Pengungkap Fakta Dalam Perkara
Pidana (Analisis Yuridis Terhadap Undang-Undang No 31 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Saksi Dan Korban) Dalam Perssfektif Hukum Islam”, Skripsi, (Universitas
Islam Negeri Palembang, 2019), 41.
memutuskan perkara pidana terhadap terdakwa. Karena berhubungan tidak hanya
dengan hak-hak terdakwa tetapi juga dengan hak-hak Allah Swt.
Bagi saksi ada dua segi :
1. Dinamakan “ Tahamul (membawa)”. Yaitu kesanggupan memelihara dan
menghapal kesaksian
2. Dinamakan “ada” (menunaikan) yaitu kesanggupan mengungkapkan
dengan ucapan yang benar menurut syara.20
Syarat-syarat yang di tuntut pada saksi ada dua macam :
a. Syarat Membawa Kesaksian
1. Saksi itu harus Akil waktu membawakan kesaksian, maka tidak sah
membawa kesaksian dari orang gila, anak-anak yang tidak adil. Karena
membawa kesaksian itu adalah harus memahami peristiwa dan
mengingatnya, hal ini hanya bisa dengan adanya alat memahami dan
mengingat yaitu akal.
2. Saksi itu harus melihat, tidak buta, ini menurut sebagai fuqaha. Tetapi
menurut syafi’i melihat tidak jadi syarat sah membawakan dan
menunaikan kesaksian.
b. Syarat ada’ (menunaikan kesaksian), dalam syarat ada terdapat syarat
umum dan syarat khusus:
Syarat-syarat umum:
1. Berakal, orang yang tidak berakal, tidak bisa menunaikan kesaksian
2. Adil, saksi harus orang adil ialah kebaikkannya lebih banyak daripada
kejahatannya.
3. Beragama Islam
4. Sudah dewasa atau balight sehingga dapat membedakan antara yang
hak dan yang bhatil.
5. Orang yang merdeka
6. Harus ia mengetahui benar-benar orang yang disaksikannya itu waktu ia
menunaikan kesaksian.
20
Hasyim dan Rachman, Teori Pembuktian menurut Fiqh Jinayah Islam, (Yogyakarta: Andi Offset. 1981), 103.
7. Disyaratkan saksi itu lelaki, jika tidak ada baru boleh perempuan.
Syarat-Syarat Khusus
1. Lafal kesaksian
Menurut Hanafiah, saksi musti mengucapkan kata: ”Saya bersaksi
(Asyhadu” supaya kesaksiannya di terima. Jika ia hanya berkata: ”Saya
mengetahui atau saya yakin ”, tidak diterima kesaksiannya.karena
nash-nash datang dengan lafal ”syahadah”.
2. Sesuainya kesaksian dengan dakwa atau pengaduan
Kesaksian harus sesuai dengan dakwa dalam perkara yang diperlukan
pengaduan. Jika menyimpang, tidak diterima, kecuali bila si pendakwa
menyesuaikan antara dakwa dengan kesaksian, ketika mungkin
penyesuaian tersebut.
3. Sidang Pengadilan
Kesaksian tidak jadi hujjah yang musti, kecuali dengan keputussan
hakim, oleh karena itu harus di depan sidang pengadilan. Maka wajib
saksi bersaksi di depan hakim di majelis hakim : kalau ia bersaksi di
depan bukan hakim atau di depan hakim, tetapi bukan dalam sidang
pengadilan, tidak dianggap kesaksiannya itu.21
3. Dasar Hukum Kesaksian
Menurut hukum Islam menjadi saksi dan mengemukakan kesaksian oleh
orang yang menyaksikan peristiwa atau perkara pidana hukumnya Fardhu Kifayah.
Fardu Kifayah, jika ada beberapa orang saksi dan telah ada yang memberi
kesaksiannya, gugurlah kewajiban dari yang lain, karena tujuannya untuk
memelihara hak dan yang demikian telah cukup dengan kesaksian sebagai mereka.
Memberi kesakaksian itu wajib dengan permintaan si pendakwa dalam hak
manusia. Atau karena kuatir hilang hak seseorang, jika dia tidak memberikan
kesaksian, karena siapa yang menyaksikan sesuatu hak manusia dan orang itu tidak
mengetahui adanya saksi dan kuatir hilang hak manusia itu, menjadi wajibalah atas
saksi itu mengemukakan kesaksiannya tanpa diminta oleh yang punya hak. Dan
21
Hasym dan Rachman, Teori Pembuktian menurut Fiqh Jinayah Islam, 9-12.
pada hak Allah kesaksian itu wajib tanpa diminta. Seperti saksi dalam hal
kemerdekaan hamba sehaya.Tidak memberi kesaksian dalam hal itu berarti rela
pada kejahatan, yang tersebut di atas adalah kaidah umum.22
Dalam Q.S An-Nissa ayat 135 di jelaskan:
Artinya : ”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun
miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika
kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan”.
kandungan makna dari ayat di atas yaitu, jadilah penegak keadilan secara
benar didunia, jadilah saksi karena allah walaupun terhadap diri sendiri, kedua
orang tua, kerabat dan orang lain walaupun dia miskin atau kaya keadilan harus
ditegakkan, dan jangan menyimpang dari kebenaran dengan memberikan saksi
palsu dan jangan menolak menjadi saksi karna allah mengetahui apa yang kita
kerjakan.
22
Hasyim dan Rachman, Teori Pembuktian Menurut Fiqh Jinayat Islam, 4-9.
Dalam Q.S. Al-Maidah ayat 8 dijelaskan:23
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Kandungan dari ayat ini Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin
agar jika melaksanakan ibadah itu yang ikhlas karna allah semata, dalam
memberikan penyaksian kita diperintahkan agar berlaku yang adil tanpa
memikirkan itu menguntungkan lawan dan merugikan sahabat, kita harus berkata
yang sebenarnya, perintah menegakkan kebenaran tanpa pandang bulu, tanpa
pandang kawan atau lawan, jika memang lawan yang benar kita akui kebenarannya,
dan sebaliknya jangan berlaku berat sebelah hanya karena rasa kebencian kita, adil
dapat mendekatkan ketaqwaan.24
4. Macam-macam Hak Persaksian :
Hak dalam persaksian terdiri atas hak Allah SWT, dan hak manusia. Hak
sesama manusia terbagi atas sebagai berikut.
a. Hak persaksian tidak diterima, kecuali dari dua orang saksi laki-laki atau
lebih, yaitu hak yang tidak berkaitan dengan harta benda dan biasa disaksikan
oleh laki-laki, seperti pernikahan, perceraian, wasiat, dan lain-lain.
23
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, 100.
24 Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, (Mesir: Muktabah al-Qahirah, 1960), 132.
b. Hak persaksian diterima dari dua orang saksi, yaitu seorang laki-laki atau dua
orang perempuan,yaitu hak yang berkaitan dengan harta benda, misalnya jual
beli, sewa-menyewa, pegadaian, dan lain-lain.
c. Hak persaksian hanya diterima dari dua orang saksi laki-laki atau satu orang
saksi laki-laki bersama dua orang saksi wanita atau empat orang saksi wanita
yaitu hak yang berhubungan dengan masalah yang biasanya tidak dilihat oleh
kebanyakan laki-laki, seperti aib yang dimiliki oleh para wanita, hukum
menyusui (saudara sesusu, ibu yang menyusui), melahirkan, dan lain-lain.
Abu Syuja’ mengatakan bahwa hak Allah terbagi tiga macam, yaitu sebagai
berikut:
a. Hak yang persaksian tidak diterima, kecuali dari empat orang laki-laki atau
lebih. Yaitu dalam kesaksian terhadap perbuatan zina atau orang yang
menuduh berzina.
b. Hak yang persaksiannya di dalamnya diterima dengan persaksian dua orang
laki-laki, yaitu setiap hukum hudud selain zina, seperti had orang yang
minum-minuman keras, qisas, dan lain-lain.
c. Hak yang dapat diterima dengan persaksian satu orang laki-laki, yaitu pada
penetapan hilal bulan Ramadhan.25
5. Orang-Orang Yang di Tolak Kesaksiannya
Terdapat dalam fiqh jinyah Islam orang-orang yang ditolak kesaksiannya,
Para saksi dari segi tahanmul dan ada’ (membawa dan menunaikan) ada beberapa
macam. Sebagaimana sudah dikemukakan terdahulu, bahwa tahammul ialah
kesanggupan memelihara dan mengingat, sedangkan ada’ ialah kesanggupan
mengemukakan atau melapalkan yang benar menurut syara :
a. Saksi-saksi yang ahli untuk tahanmul dan ada’ secara sempurna, ialah orang
merdeka, baligh, akil, dan adil.
b. Saksi-saksi yang ahli untuk keduanya secara tidak sempurna, ialah : orang
fasik, karena dituduh dusta .
25
Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam, ( Bandung:
Pustaka Setia, 2013), 249-254.
c. Saksi-saksi yang tidak ahli untuk tahanmul dan ada’. Ialah : kanak-kanak,
orang gila, dan orang kafir.
d. Saksi-saksi yang ahli untuk tahanmul tetapi tidak untuk ada’ ialah seperti
orang yang sudah kena had qazaf dan orang buta.
C. Sumpah
1. Pengertian Sumpah dan Tanpa Sumpah
Sumpah menurut bahasa Hukum Islam disebut al-yamin atau al hilfh tetapi
kata al-yamin lebih umum dipakai.26
Al-yamin, pengertian al-yamin ialah kekuatan,
dan ia dipakai pada anggota badan dan sumpah. Karena itu salah satu tangan
dinamai dengan yamin, karena lebih kuatnya dari pada yang lain. Dan lafadz al
yamin bermakna tangan kanan, karena orang Arab apabila bersumpah dengan
mengangkat tangan kanannya. Sumpah menurut Sudikno Mertokusumo, ia lah suatu
pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji
atau keterangan dengat mengingat sifat maha kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa
yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh nya.
Sumpah adalah suatu pernyataan yang khidmat bahwa Tuhan adalah yang
maha tahu dan bahwa Tuhan akan menghukum tiap dusta, pada waktu orang
memberikan suatu keterangan atau kesanggupan. Sedangkan definisi Tanpa Sumpah
tidak terdapat baik dalam tinjauan hukum pidana islam maupun hukum pidana
fositip, Dan setelah penulis memahami tentang definisi sumpah jadi menurut
penulis yang dimaksud dengan Tanpa Sumpah jika dilihat dari pasal 171 KUHAP
yaitu saksi yang di periksa tanpa melakukan atau mengucapkan sumpah di
sebabkan oleh keadaan tertentu memberikan kesaksiannya tetapi tanpa melakukan
sumpah dihadapan majelis Hakim dipengadilan. Sumpah pada hakikatnya adalah
suatu perbuatan yang bersifat keagamaan.
26
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, ( jakarta : PT Rajagrafindo
Persada, 2015), 187.
2. Macam-Macam Sumpah
a. Sumpah dimuka hakim
Didalam golongan ini termasuk sumpah pemutus (decisoir), sumpah
tambahan, sumpah penaksiran, sumpah saksi dan sumpah seorang ahli.
b. Sumpah diluar pengadilan, dalam mana termasuk sumpah pembersih
(zuiveringseed) yaitu suatu pernytaan pada waktu menerima suatu jabatan
bahwa untuk mendapat jabatan itu, orang tidak perna menyanggupkan
sesuatu kepada orang lain; sumpah setia yaitu sumpah yang mengandung
pernyataan setia kepada Negara atau seorang pejabat tinggi. Selanjutnya
dapat juga disebut sumpah penaksir oleh seorang ahli.
sumpah dimuka hakim ada 2 rupa:
1. Sumpah pemutus (decisoir), yaitu sumpah yang oleh pihak yang satu dengan
perantara hakim diperintahkan kepada pihak yang lain untuk mengantungkan
pemutusan perkara.di dalam hal ini para pihak yang perkara menggantungkan
penentuan perkaranya kepada diangkatnya sumpah itu, karena biasanya tidak
ada alat bukti lain yang tersedia. Sumpah ini harus sungguh-sungguh
mengakhiri perkara maka dari itu disebut sumpah “decisoir” yang berarti
sumpah yang menentukan perkara (litis decisoir).
2. Sumpah tambahan (aanvullende eed), yaitu suatu sumpah yang oleh hakim
karena jabatannya diperintahkan kepada salah satu pihak yang berperkara.
Sumpah ini diperintahkan oleh hakim karena bukti-bukti yang diajaukan
belum dianggap cukup untuk memutuskan perkara, maka dari itu diperlukan
tambahan bukti.27
3. Sumpah li’an sumpah ini adalah salah satu cara pembuktian telah berzina
oleh suaminya terhadap istrinya, ialah dengan melakukan sumpah li’an
4. sumpah Qasamah yaitu sumpah yang diulang-ulang dalam dakwaan
(tuntuttan) pembunuhan yang dilakukan oleh wali (keluarga si pembunuh)
27
Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta : PT
Rineka Cipta, 2000), 218-219.
untuk membuktikkan pembunuhan atas tersangka atau dilakukan oleh
tersangka untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan pembunuhan. 28
Adapun Terdapat didalam KUHAP Orang yang sama sekali tidak dapat di
dengar atau memberikan keterangannya atau sebagai saksi atau dapat
mengundurkan diri dalam suatu perkara pidana menurut pasal 170 ayat (1) KUHAP,
yaitu ” mereka yang karena perkerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi
keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.29
28
https://www.academia.edu/3512930/PembuktiandalamHukumPidanaIslam ,
diakses 20 November 2019, Pukul 21: 16 WIB. 29
Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, 12.
https://www.academia.edu/3512930/PembuktiandalamHukumPidanaIslam