57
BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang Pemidanaan Dan Sistem Pembinaan 1. Pengertian Pidana Dan Pemidanaan Hukum pidana merupakan istilah yang berasal dari Negara Belanda yaitu istilah straafrecht, straaf berarti pidana dan recht berarti hukum.Pengertian hukum pidana banyak dikemukakan oleh para sarjana hukum, diantaranya adalah Soedarto yang mengemukakan bahwa hukum pidana memuat aturan-aturan hukum yang meningkatkan kepada perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu sebab-akibat yang berupa pidana. 1 Menurut Simon pidana adalah suatu penderitaan yang ditimpakan kepada seseorang. Penderitaan tersebut oleh undang-undang pidana dikaitkan dengan telah terjadinya pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah. 2 Setelah dipahami pengetian pidana ( straf), pertanyaan selanjutnya adalah apa yang dimaksud dengan pemidanaan ( veroordeling). Seperti yang telah di kemukakan di muka, bahwa menurut Sudarto perkataan pemidanaan adalah sinonim dari istilah penghukuman. Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartiakn sebagai,”menetapkan hukuman” atau “memutuskan tentang hukumannya. 1 Muladi Dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 2005) Hlm. 12. 2 Ibid, Hlm. 13.

BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

  • Upload
    vucong

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Tinjauan Umum Tentang Pemidanaan Dan Sistem Pembinaan

1. Pengertian Pidana Dan Pemidanaan

Hukum pidana merupakan istilah yang berasal dari Negara

Belanda yaitu istilah straafrecht, straaf berarti pidana dan recht berarti

hukum.Pengertian hukum pidana banyak dikemukakan oleh para sarjana

hukum, diantaranya adalah Soedarto yang mengemukakan bahwa hukum

pidana memuat aturan-aturan hukum yang meningkatkan kepada

perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu sebab-akibat

yang berupa pidana.1

Menurut Simon pidana adalah suatu penderitaan yang ditimpakan

kepada seseorang. Penderitaan tersebut oleh undang-undang pidana

dikaitkan dengan telah terjadinya pelanggaran terhadap suatu norma,

yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang

bersalah.2

Setelah dipahami pengetian pidana (straf), pertanyaan selanjutnya

adalah apa yang dimaksud dengan pemidanaan (veroordeling). Seperti

yang telah di kemukakan di muka, bahwa menurut Sudarto perkataan

pemidanaan adalah sinonim dari istilah penghukuman. Penghukuman itu

berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartiakn

sebagai,”menetapkan hukuman” atau “memutuskan tentang hukumannya.

1Muladi Dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, (Bandung:

Alumni, 2005) Hlm. 12.

2 Ibid, Hlm. 13.

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Dengan demikian,pemidanaan dapat diartikan sebagai penjatuhan pidana

oleh hakim yang merupakan konkritisasi atau realisasi dari ketentuan

pidana dalam undang-undang yang merupakan sesuatu yang abstrak.3

2. Pengertian sistem pembinaan

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa orang yang telah

melakukan tindak pidana dan jatuhi vonis oleh pengadilan akan

menjalani hari-harinya didalam rumah tahanan atau Lembaga

Pemasyarakatan sebagai perwujudan dalam menjalankan hukum yang

diterimanya. Dalam Lembaga Pemasyarakatan itu, orang tersebut akan

menyandang status sebagai narapidana dan menjalani pembinaan yang

telah di programkan.

Dalam pasal 1 ayat 1 peraturan Pemerintah nomor 31 Tahun 1999

tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga binaan Pemasyarakatan

disebutkan bahwa “pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan

kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan

perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak

didik pemasyarakatan”.

Pembinaan narapidana yang dikenal dengan pemasyarakat untuk

peratama kalinya dikemukan oleh Suhardjo, pada waktu diadakan

konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembaga, mengenai perubahan tujuan

pembinaan narapidana dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakat.4

3Ibid, Hlm. 19.

4 Serikat Putra Jaya, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Semarang: Cetakan Kedua,

Universitas Dipenogoro, 2005) Hlm. 45.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Efektivitas pidana penjara terletak pada aspek pencegahan, yaitu

seberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga

dapat mencegah narapidana tersebut untuk mengulangi kejahatannya

menjadi residivis R.M Jackon menyatakan, bahwa suatu pidana adalah

efektif apabila si pelanggar tindak pidana lagi dalam suatu periode

tertentu. Selanjutnya ditegaskan, bahwa efektivitas adalah suatu

pengukuran dari perbandingan anatar jumlah pelanggar yang dipidana

kembali dan tidak dipidana kembali.5 Sistem pembinaan inilah yang

menjadi alternative untuk meningkatkan efrektivitas piadana penjara

sehingga jumlah narapidana meningkatkan efektivitas pidana penjara

sehingga jumlah narapidana menjadi residivis akan semakin menurun.

Satu hal yang harus selalu diingat bahwa tindakan apapun yang

dilakukan terhadap narapidana baik dalam rangka pembinaan atau

lainnya harus bersifat mengayomi dan tidak bertentangan dengan tujuan

pemasyarakatan. Seperti yang di ungkapkan oleh bahrudin surjobroto:

dengan merupakan sistem pemasyarakatan, narapidana harus diayomi

dengan cara memberikan bekal hidup supaya ia menjadi warga yang

berguna dalam masyarakat. Dengan memberikan pengayoman tersebut

jelas bahwa penjatuhan narapidana penjara bukanlah dimaksud sebagai

tindakan balas dendam dari negara.6

5 Ibid,.

6 Bahrudin Sujobroto, Suatu Tujuan Tentang Sistem Pemasyarakatan, (Jakarta:

Depertem,En Kehakiman RI, 1999) Hlm .45.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Mengenai perubahan tujuan pembinaan narapidana dari sistem

kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan. Dasar hukum sistem perlakuan

terhadap narapidan ialah:

1. Kita Undang-Undang Hukum pidana;

2. Gestrichen Reglemen (Reglemen Penjara);

3. Dwangopvoeding regeling (DOR).

Sistem penjara bertujuan untuk membuat narapidana jera dan

tidak mengulangi perbuatannya lagi, maka orientasi pembinaannya lebih

bersifat “top down approach” yaitu program-program pembinaan yang

diberikan kepada narapidana, penetuan program yang bersifat “top down

approach” ini landasi pertimbangan keamanan, keterbatasan sarana

pembinaan, dan pandangan bahwa narapidana hanyalah objek semata,

dimana narapidana sebagai objek tidak dapat mengembangkan dirinya

sesuai dengan kebutuhannya.

Lahirnya Undang-Undang pemasyarakatan telah melalui proses

perjalanan yang panjang, rancangan, rancangan Undang-Undang

pemasyarakatan sesungguhnya telah selesai pertama kali pada tahun

1972, tetapi karena dianggap belum mendesak oleh pemerintah yang

berkuasa saat itu, maka rancangan Undang-undang tersebut tidak

dilanjutkan kembali oleh lingkungan masyarakat. Adapun pembinaan

kemandirian yang di arahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan

agar warga binaan permasyarakatan berperan kembali warga masyarakat

yang bebas dan bertanggung jawab.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

3. Pola Pembinaan Narapidana

Sistem pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan dilakukan

dengan berbagai tahapan dan dilakukan oleh para Pembina ada Pembina

khusus dibagian anak dan Pembina yang tidak khusus. Sejak narapidana

masuk ke dalam lingkungan Lembaga Pemasyarakatan, maka saat itu

narapidana menjalani pembinaan yang dalam pelasanaan programnya

tidak terlepas dari unsur masyarakat dan bersama-sama dengan

masyarakat itu dapat sembuh kembali dari segi-segi negatif. Jangka

waktu dari masing-masing tahap yang satu kepada tahap berikutnya tidak

sama serta dalam pelaksanaan proses pembinaan ini maju mundur

tergantung dari narapidana yang bersangkutan dan kadang-kadang ada

kalanya mengulangi lagi sebagian dari proses atau tahap yang dilalui

terutama jika belum belum mencapai hasil yang memadai. Artinya

masing-masing narapidana membutuhkan waktu yang berbeda-beda

tergantung dari keadaan narapidana yang bersangkutan.

Peraturan pemerintah Nomor 31 Tahun 1991 tentang Pembinaan

dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan menyebutkan bahwa

Pembina pemasyarakat adalah petugas pemasyarakatam yang

melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan di

Lapas. Jadi hanya Pembina pemasyarakat inilah yang berhak untuk

memberikan pembinaan bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.

Dalam sistem pemasyarakatan pembinaan dan bimbingan yang

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

dilakukan oleh para Pembina, melalui tahap-tahap admisi atau orientasi,

pembinaan dan asimilasi antara lain:7

a. Tahap admisi dan orientasi, dimulai sejak warga binaan

pemasyarakatan memasuki lembaga dengan suatu kegiatan, meliputi

pengenalan terhadap suasana lembaga denga suatu kegiatan, meliputi

pengenalan terhadap suasan lembaga, petugas-petugas lembaga atau

pembina tata tertib atau disiplin, hak dan kewajiban selama berada

dilembaga. Jangka waktu tahap admisi ini adalah 1 (satu) minggu bagi

tahanan dan 1 (satu) bulan bagi warga binaan pemasyarakatan. Pada

tahapan ini di kenal sebagai pengenalan dan penelitian

lingkungan(MAPENALING).

b. Tahap pembinaan, dilaksanakan pada 1/3 (satu per tiga) sampai ½

(satu per dua) dari masa pidana, pada tahap ini pengawasan dilakukan

sangat ketat (maximum security) dengan tujuan agar warga binaan

pemasyarakatan dapat menyesusaikan diri dengan lingkungan dan

peraturan-peraturan yang berlaku terutama dalam hal perilaku.

c. Tahap asimilasi, pelaksanaannya dimulai 1/2 (satu per dua) sampai 2/3

(dua per tiga) dari masa pidananya, pada tahap ini mulai perkenalkan

warga binaan pemasyarakatan dengan jati diri (kecerdasan, mental,

dan iman) secara lebih mendalam pada masyarakat sekeliling lembaga

7 Pasal 6 surat keputusan menteri kehakiman R.I Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

melalui olahraga, pramuka dan lain-lain. Pada tahap ini pengawasan

agak berkurang (medium security).8

d. Tahap intergrasi, dilaksanakan setelah warga binaan pemasyarakatan

menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana sampai dengan berakhirnya

masa pidana. Pada tahap ini pengawasan sudah sangat berkurang.

Bagi warga binaan pemasyarakatan betul-betul sadar dan berkelakuan

baik berdasarkan pengamatan tim pengamat pemasyarakatan dapat

mengusulkan: citi biasa, cuti menjelang bebas, dan bebas bersyarat.

Sedang ruang lingkup prmbinaan berdasarkan keputusan Menteri

Kehakiman Tahun 1990 No. M-02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola

Pembinaan Narapidana/Tahanan, dapat dibagi dalam 2 (dua) bidang

yakni:

1. Pembinaan kepribadian yang meliputi:

a. Pembinaan kesadaran beragama

Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama

memberikan pengertian agar warga binaan pemasyarakatan dapat

menyadari akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang benar-

benar dan perbuatan –perbuatan yang salah. Pembinaan kesadaran

Bergama ini bertujuan agar para narapidana dapat meningkatkan

kesadaran terhadap agama yang merka anut.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

b. Pembinaan kesadaran Berbangsa dan Bernegara

Usaha ini dilaksanakan melalui pembinaan pengenalan pancasila.

Untuk itu pembinaan ini diberikan dengan tujuan untuk

menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara dalam diri

para narapidana. Dengan tumbuhnya kesadaran berbangsa dan

bernegara dalam diri para narapidanaa. Dengan tumbuhnya

kesadaran berbangsa dan bernegara, diharapkan setelah para

narapidana keluar dari lembaga pemasyarakatan, mereka dapat

menjadi warga binaan yang baik dapat memberikan sesuatu yang

berguna bagi bangsa dan negaranya.

c. Pembinaan kemampuan Intelektual (Kecerdasan)

Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berpikir

warga binaan pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat

menunjang kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama

masa pembinaan. Pembinaan intelektual dapat dilakukan baik

melalui pendidikan formal seperti belajar disekolah anak pada

umumnya hanya saja tempat dan ruang kelasnya berbeda masih

tetap di dalam lingkungan lembaga pemasyaratan pendidikan

formal, diselengarakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang

telah ada yang ditetapkan oleh pemerintah agar dapat ditingkatkan

semua warga binaan pemasyarakataan dan melalui pendidikan

non formal.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

d. Pembinaan kesadaran hukum

Pembinaan kesadaran hukum warga binaan pemasayarakataan

dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan hukum yang

bertujuan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi

sehingga sebagai anggota masyarakat, meraka menyadari hak

dan kewajibannya dalam rangka turut menegakan hukum dan

keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia,

ketertiban, ketentraman, kepastian hukum dan terbantuknya

perilaku setiap warga negara Indonesia yang taat pada hukum.

Penyuluhan hukum bertujuan lebih lanjut untuk membentuk

keluarga sadar hukum (KADARKUM) yang dibina selama berada

di dalam lingkungan pembinaan maupun setelah berada kembali

di tengah-tengah masyarakat.

e. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat

Pembinaan dibidang ini dapat dikatakan juga pembinaan

kehidupan sosial kemasyarakatan yang bertujuan pokok agar

bekas narapidana mudah dapat diterima kembali oleh masyarakat

lingkungannya. Untuk mencapai ini, kepada meraka selama

dalam Lembaga Pemasyarakatan dibina terus untuk patuh

beribadah dan dapat melakukan usaha-usaha sosial secara gotong

royong, sehingga pada waktu mereka kembali kemasyarakat

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

mereka telah memiliki sifat-sifat positif untuk dapat berpartisipasi

dalam pembangunan masyarakat lingkungannya.

2. Pembinaan Kemandirian

a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri misalnya

kerajinan tangan, industri rumah tangga dan sebagainya

b. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil,

misalnya pengolahan bahan mentah dari sektor pertanian dan

bahan alam menjadi bahan setengah jadi

c. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya

masing-masing, dalam hal ini bagi mereka yang memiliki

bakatnya itu. Misalnya kemampuan dibidang seni, maka

diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan seniman.

Pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan tidak

hanya memperhatikan ke masa depan mereka setelah keluar dari

Lapas. Hal ini dapat dilihat dari pembinaan dan bimbingan yang

diberikan kepada narapidana meliputi bidang yang bersifat

kepribadian dan kemandirian (keterampilan).

B. Tinjauan Umum Tentang Anak

1. Pengertian anak

Anak adalah manusia yang berumur dibawah 8 (delapan) tahun,

demikian Konvensi Hak Anak (KHA) memaknai defenisi anak. Karna

usianya masih belia (menuju kedewasaan) maka anak memiliki

keterbatasan-keterbatasan dalam hal fisik dan psikologis. Oleh karnanya

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

KHA mengamanahkan beberapa hak anak yang harus diakui, dilindungi,

dan dipenuhi.Tidak seorangpun ataupun kekusaan apapun boleh

melanggar hak-hak tersebut.9

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, pengertian anak atau

kedudukan anak yang ditetapkan dalam kebijakan pasal 34, pasal ini

mempunyai makna khusus terhadap pengertian anak dan status anak.

karna yang menjadi esensi dasar kedudukan anak, anak adalah subjek

hukum dan dibina untuk kesejahteraan anak. Pengertian anak menurut

UUD 1945 melahirkan atau menonjolkan hak-hak yang harus diperoleh

anak dan masyarakat, bangsa dan Negara. Terdapat pluralisme mengenai

kriteria anak, ini sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan

mengatur secara tersendiri kriteria tentang anak-anak. Pasal 45 KUHP,

mendefenisikan anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16

(enam belas) tahun. Oleh karna itu, apabila tersangkut dalam perkara

pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan

kepada orang tuanya, wilayah atau pemeliharaanya dengan tidak

dikenakan suatu hukuman atau memerintahkannya supaya diserahkan

kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997 tentang Pengadilan Anak mendefenisikan anak adalah yang dalam

9Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo

Persada, 2012) Hlm. 25.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

perkara anak nakal telah berusia berumur 12 tahun tetapi belum berumur

18 tahun.

2. Pengertian Anak di Bawah Umur

UU SPPA mendefenisikan anak di bawah umur sebagai anak yang

telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun, dan membedakan

anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana dalam tiga kategori:

a. Anak yang menjadi pelaku tindak pidana (Pasal 1 angka 3 UU SPPA);

b. Anak yang menjadi korban tindak pidana (Anak Korban) (Pasal 1

angka 4 UU SPPA);

c. Anak yang menjadi saksi tindak pidana (Anak Saksi) (Pasal 1 angka 5

UU SPPA)

Sebelumnya, UU Pengadilan Anak tidak membedakan kategori

Anak Korban dan Anak Saksi. Konsekuensinya, Anak Korban dan Anak

Saksi tidak mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini mengakibatkan

banyak tindak pidana yang tidak terselesaikan atau bahkan tidak

dilaporkan karena anak cenderung ketakutan menghadapi sistem

peradilan pidana.

3. Hak-hak Anak

Anak merupakan bagian dari bangsa Indonesia, yang juga

merupakan generasi penerus bangsa memiliki hak konstitusional untuk

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

mendapatkan perlindungan oleh Negara Oleh karena Setiap anak dalam

proses peradilan pidana berhak:10

a. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan

sesuai dengan umurnya;

b. dipisahkan dari orang dewasa;

c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;

d. melakukan kegiatan rekreasional;

e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam,

tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;

f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya

terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

h. memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak

memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;

i. tidak dipublikasikan identitasnya

j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya

oleh anak

k. memperoleh advokasi sosial;

l. memperoleh kehidupan pribadi;

m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;

n. memperoleh pendidikan;

o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan

p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 4 UU SPPA menyatakan bahwa anak yang sedang menjalani

masa pidana berhak atas:

a. Remisi atau pengurangan masa pidana;

b. Asimilasi;

c. Cuti mengunjungi keluarga;

d. Pembebasan bersyarat;

e. Cuti menjelang bebas;

f. Cuti bersyarat;

g. Hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4. Ketentuan Umur Terdakwa dan Tersangka Anak

10

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Dapat dipastikan bahwa terdakwa dalam sidang anak adalah anak

nakal. Pengertian anak nakal ini ada dua kelompok yakni anak yang

melakukan tindak pidana dan yang melakukan perbuatan yang terlarang

bagi anak. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 telah merumuskan

anak nakal ini yaitu, sebagai berikut:

1) Anak yang melakukan tindak pidana; atau

2) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,

baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut

peraturan hukum lain yang berlaku dalam masyarakat yang

bersangkutan.

Salah satu tolak ukur pertanggungjawaban pidana bagi anak nakal

adalah umur. Dalam hal ini, masalah umur merupakan masalah yang

urgen bagi terdakwa untuk dapat diajukan dalam sidang anak. Umur

dapat berupa umur minimum maupun maksimum. Masalah umur

tentunya juga harus dikaitkan dengan saat melakukan tindak pidana.

Sehubungan masalah umur. Pasal 4 Undang-undang Nomor 11 Tahun

2012 menetapkan sebagai berikut:

1) Dalam pasal 1 angka 3 yaitu, Anak yang berkonflik dengan hukum

yang selanjutnya disebut sebagai anak adalah anak yang telah berumur

12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)

tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur

sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 UU SPPA diajukan ke sidang

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan

belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun,

anak tetap diajukan ke sidang anak.

Penjelasan rumusan di atas, bahwa batas umur anak nakal minimal

adalah 8 (delapan) tahun dan maksimal 18 (delapan belas) tahun atau

belum pernah kawin. Sedangkan maksimum untuk dapat diajukan ke

sidang anak adalah umur 18 tahun, asalkan saat melakukan tindak pidana

belum melampaui umur 18 (delapan belas) tahun tetapi belum mencapai

umur 21 (dua satu) tahun.

Pada praktek membuktikan terjadi tindak pidana sering ada unsur

penyertaan (deelneming). Dalam hal terjadi anak melakukan tindak

pidana bersama-sama dengan orang dewasa, sebagai berikut:

1) Anak tetap diajukan ke sidang anak.

2) Orang dewasa diajukan ke sidang bagi orang dewasa.

3) Anggota ABRI diajukan ke Mahkamah Militer.

C. Tinjauan Umum Sistem Peradilan Pidana Indonesia

1. Pengertian Sistem Peradilan Pidana

Berbicara tentang hukum, maka kita berbicara tentang sebuah

sistem memandang sebuah sistem sebagai keseluruhan yang terkait dan

saling berhubungan antara bagian-bagiannya. Hukum sebagai sistem

adalah serangkaian komponen-komponen yang saling terhubung satu

sama lain baik secara langsung maupun tidak langsung dan membentuk

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

suatu pola. Sistem adalah suatu kesatuan yang bersifat kompleks, yang

terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain.11

Berbicara tentang persidangan kasus pidana, maka kita juga

berbicara tentang sebuah sistem, yakni sistem peradilan pidana. Sistem

peradilan pidana merupakan subsistem dari sistem peradilan di Indonesia

di mana peradilan Indonesia juga merupakan subsistem dari sistem

hukum di Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan adanya suatu

hierarki sistem, di mana subsistem-subsistem dari sebuah sistem tertentu

menunjukkan ciri berupa adanya interelasi satu sama lainnya.12

Sistem peradilan pidana untuk pertama kali diperkenalkan oleh

pakar hukum pidana dan para ahli dalam “criminal justice system” di

Amerika Serikat sejalan dengan ketidakpuasan terhadap mekanisme kerja

aparatur penegak hukum dan institusi penegak hukum. Ketidakpuasan ini

terbukti dengan meningkatnya kriminalitas di Amerika Serikat pada

tahun 1960-an. Pada masa itu pendekatan yang dipergunakan dalam

penegakan hukum adalah hukum dan ketertiban (law and order

approach) dan penegakan hukum dalam konteks pendekatan tersebut di

kenal denga istilah “law enforcement”. Istilah tersebut menunjukkan

bahwa aspek hukum dalam penanggulangan kejahatan dikedepankan

dengan kepolisian sebagai pendukung utama. Keberhasilan

11

Tolib Effendi, Praktik Peradilan Pidana, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2014, Hal.2. 12

Ibid.,

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

penanggulangan kejahatan pada masa itu sangat bergantung pada

efektifitas dan efisiensi kerja organisasi kepolisian.13

Frank Remington adalah orang pertama di Amerika Serikat yang

memperkenalkan rekayasa administrasi peradilan pidana melalui

pendekatan sistem (system approach) dan gagasan mengenai sistem ini

terdapat pada laporan pilot proyek tahun 1958. Gagasan ini kemudian

diletakkan pada mekanisme administrasi peradilan pidana dan diberi

nama “Criminal Justice System”.14

Istilah ini kemudian diperkenalkan

dan disebarluaskan oleh “The President’s Crime Commision”. Dalam

kurun waktu akhir tahun 1960-an dan pada tahun 1970, Criminal Justice

sebagai disiplin studi tersendiri telah muncul menggantikan istilah “law

enforcement” atau “police studies”. Perkembangan sistem ini di Amerika

Serikat dan di beberapa Negara Eropa menjadi model yang dominan

dengan menitikberatkan pada “The Adminitrasi of Justice” serta

memberikan perhatian yang sama terhadap semua komponen dalam

penegakan hukum.15

Sistem peradilan pidana atau criminal justice system, menurut

Ecyclopedia Crime and Justice, dibedakan menjadi tiga batasan

pengertian yaitu batasan normatif, administratif, dan sosial. Sistem

peradilan pidana dilihat dari aspek norma atau sebagai sitem normatif

adalah a body of legal rules expressing social values through

prohibitions backed by penal sanction against conduct viewed as

13

Yesmil Anwar, Op.Cit.,Hal.33.

14

Ibid., 15

Ibid.,

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

seriously wrong or harmful. Dari sistem administratif, melihat sistem

peradilan pidana sebagai comprehends the official apparatus for

enforcing the criminal law, including the police and the other frontline

enforcement agencies, procecutorial authorities, the juciciary, and penal

and correctional facilities and service. Sedangkan sistem peradilan

pidana dari sudut sosial atau sebagai sistem sosial merupakan

pendefinisian pengungkapan yang terkait dengan seluruh unsur dalam

masyarakat dan cakupannya tidak hanya dalam lingkup hukum pidana

yang diundangkan oleh pembentuk undang-undang, melainkan meliputi

ketentuan yang ada dalam masyarakat pada semua tingkatan.16

Remington dan Ohlin mengemukakan bahwa Criminal Justice

System dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap

mekanisme administrasi peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai

suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-

undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial.

Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses

interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk

memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya.17

Mardjono

memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan sistem peradilan

pidana adalah, sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-

16

Parman Soeparman, Op.Cit.,Hal.23. 17

Romli Atmasasmita, Loc.Cit.,

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan

terpidana.18

Adnan Buyung Nasution melihat bahwa konsekuensi dari

pandangan yang sempit terhadap sistem peradilan pidana kan melahirkan

sistem hukum acara pidana yang hanya berorientasi pada punishment

semata. Padahal seharusnya fungsinya lebih dari itu. Hukum acara pidana

diadakan untuk menegakkan keadilan, memberantas kejahatan dan

mencegah kejahatan. Sebagai konsekuensi logis dari pemikiran yang luas

ini maka hukum acara pidana akan berorientasi pada kesisteman, suatu

sistem untuk menegakkan keadilan, memberantas kejahatan dan

mencegah kejahatan. Penerapan hukum acara pidana sebagai rangkaian

penegakkan hukum yang diarahkan untuk mencapai ketiga tujuan

tersebut disebut sistem peradilan pidana.19

Istilah sistem peradilan pidana dalam berbagai referensi

digunakan sebagai padanan dari criminal justice system. Definisi

criminal justice system dalam Black’s Law Dictionary disebutkan sebagai

“The system typically has three components; law enforcement (police,

sheriffs, marshals), the judicial process (judges, prosecutors, defense

lawyer), and corrections (prison officials, probation officers, parole

officers).

Pengertian tersebut lebih menekankan pada “komponen” dalam

sistem penegakan hukum, yang terdiri dari polisi, jaksa penuntut umum,

18

Ibid., Hal.2-3. 19

Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana Dan Hakim Ad Hoc, Papas Sinar

Sinanti, Jakarta, 2016, Hal.71.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

hakim, advokat dan lembaga pemasyarakatan. Di samping itu pengertian

di atas juga menekankan kepada fungsi komponen untuk menegakkan

hukum pidana, yaitu fungsi penyidikan dan pelaksanaan pidananya.

Berbeda dengan pengertian dalam Black’s di atas, pengertian sistem

peradilan pidana seperti dikemukakan oleh Muladi, bahwa sistem

peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang

menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum

pidana materiil, hukum pidana formiil maupun hukum pelaksanaan

pidana.20

Pengertian yang dikemukakan oleh Muladi tersebut, disamping

memberi penekanan pada suatu “jaringan” peradilan, juga menekankan

adanya penggunaan hukum pidana oleh jaringan dalam melaksanakan

tugasnya secara menyeluruh, baik hukum pidana substantif, hukum acara

pidana maupun hukum penitensier untuk mencapai tujuan jaringan

tersebut, sedangkan dalam pengertian Black’s lebih menekankan pada

kelembagaannya (komponen). Pemahaman pengertian “sistem” dalam

pendapat yang lain menurut Gordon B. Davis sebagaimana dikutip

Muladi, dalam hal ini harus dilihat dalam konteks baik sebagai physical

system, dalam arti seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk

mencapai suatu tujuan, maupun sebagai abstract system, dalam arti

20

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang, 1995, Hal.4

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

gagasan yang merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain

berada dalam ketergantungan.21

Dari pemahaman tersebut, pengertian “sistem” dalam sistem

peradilan pidana meliputi keterpaduan bekerjanya elemen-elemen

pendukung peradilan pidana maupun gagasan-gagasan yang tersitematis.

Pengertian tersebut memberi pemahaman bahwa sistem peradilan pidana

merupakan proses interaksi secara terpadu antara peraturan perundang-

undangan pidana, oraktik administrasi yang dijalankan lembaga peradilan

pidana dan pelaksanaannya. Terkait dengan pengertian diatas Hagan

membedakan pengertian antara criminal justice system dan criminal

justice process. Menurut Hagan, criminal justice process adalah setiap

tahap dari suatu putusan yang dihadapkan seorang tersangka dalam

proses yang membawanya kepada penentuan pidana baginya Sedangkan

criminal justice system adalah interkoneksi antara keputusan dari setiap

instansi yang terlibat dalam proses peradilan pidana.22

Peradilan pidana

sebagai proses menurut pengertian Hagan di dalamnya terdapat

pentahapan penanganan oleh komponen-komponen terkait yang masing-

masing memberikan suatu keputusan hingga ada penentuan status hukum

bagi tersangka atau terdakwa. Sedangkan peradilan pidana sebagai sistem

didalamnya terdapat kertakitan hubungan keputusan yang dibuat setiap

komponen terkait dalam prosesenya kearah suatu tujuan.

21

Ibid.,Hal.15. 22

Romli Atmasasmita, Op.Cit.,Hal.2.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Sementara itu Muladi mengemukakan bahwa, sistem peradilan

pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang menggunakan

hukum pidana materiil, hukum pidana formal ataupun hukum

pelaksanaan pidana. Namun kelembagaan ini harus dilihat dalam konteks

sosial. Sifat yang terlalu formal jika hanya dilandasi untuk kepentingan

kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan.23

Muladi menegaskan bahwa makna integrated criminal justice

system adalah sinkronisasi atau keserempakan dan keselarasan yang

dapat dibedakan dalam:24

1. Sinkronisasi struktural (structural synchronization), adalah

keserampakan dan keselarasan dalam rangka hubungan antar lembaga

penegak hukum.

2. Sinkronisasi substansial (substantial synchronization), adalah

kesamaan dan keselarasan yang bersifat vertikal dan horizontal dalam

kaitannya dengan hukum positif.

3. Sinkronisasi kultural (cultural synchronization), adalah keserampakan

dan keselarasan dalam menghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap

dan falsafah yang secara menyeluruh mendasari jalannya sistem

peradilan pidana.

23

Ibid.,hlm .6. 24

Ibid.,

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Menurut subekti sistem peradilan pidana adalah suatu susunan

atau tatanan yang teratur suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian yang

berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil

dari suatu pemikiran untuk mencapai tujuan.25

Mardjono mengemukakan bahwa tujuan dari sistem peradilan

pidana adalah:26

1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan

2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas

bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana

3. Dan mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan

tidak mengulangi lagi kejahatannya.

Sistem peradilan pidana sebagai suatu sistem pada dasarnya

merupakan suatu open system, deterministic system, probalistic system,

physical system dan abstract system. Sistem peradilan pidana sebagai

sutau sistem pada dasarnya merupakan suatu open system, suatu sistem

yang di dalam geraknya mencapai tujuan baik tujuan jangka pendek,

menengah dan maupun jangka panjang sangat dipengaruhi oleh

lingkungan masyarakat dan bidang-bidang kehidupan manusia, maka

sistem peradilan pidana (interaksi, interkoneksi dan interdependensi)

dengan lingkungannya dalam peringkat-peringkat masyarakat: ekonomi,

25 Rusli muhamad, Sistem peradilan pidana Indonesia, UII Press Yogyakarta, 2011, Hlm

13. 26

Yesmil Anwar, Op.Cit.,Hal.35.

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

politik, pendidikan dan teknologi; semua subsistem-subsistem dari sistem

peradilan pidana itu sendiri (subsistem of criminal justice system).27

2. Model Sistem Peradilan Pidana

Sistem peradilan pidana mengenal beberapa model untuk

menjalankan proses peradilan dalam mencapai tujuan sistem peradilan

pidana.28

Herbert L.Packer, dalam The Limit Of Criminal Sanction telah

menjelaskan adanya dua model dalam penyelenggaraan peradilan

pidana.29

Sebelumnya perlu dijelaskan terlebih dahulu, bahwa

penggunaan model yang demikian itu tidak ada dalam kenyataan, atau

dengan kata lain bukan sesuatu hal yang nampak secara nyata dalam

suatu sistem yang dianut dalam suatu negara, akan tetapi merupakan

sistem nilai yang dibangun atas dasar pengamatan terhadap praktek

peradilan pidana diberbagai negara. Pembedaan yang Packer sebutkan

adalah sesuai dengan kondisi sosial, budaya dan struktur masyarakat

Amerika Serikat.30

Dua model tersebut adalah the crime control model dan the due

processmodel, yaitu sebagai berikut:

a) The Crime Control Model

The crime control model didasarkan atas anggapan bahwa

penyelenggaraan peradilan pidana adalah semata-mata untuk

menindas pelaku criminal (Criminal Conduct), dan ini adalah tujuan

27

Ibid., 28

Ibid.,Hal.25.

29 Trisno raharjo, Mediasi pidana dalam sistem peradilan pidana, ( Yogyakarta Mata padi Pressindo ,2011) hlm. 3

30Yesmil Anwar Dan Adang, Op.Cit, Hlm.39.

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

utama dari proses peradilan pidana. Sebab dalam hal ini yang

diutamakan adalah ketertiban umum (Public Order) dan efisiensi.

Dalam model seperti inilah berlaku “Sarana Cepat” dalam rangka

pemberantasan kejahatan. Dan berlaku apa yang disebut sebagai

“Presumptiom Of Guilty”, kelemahan model ini adalah seringkali

terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia demi efisiensi.31

Nilai-nilai

yang melandasi the crime control model adalah:32

1. Tindakan represif terhadap suatu tindakan kriminal merupakan

fungsi terpenting dari suatu proses peradilan;

2. Perhatian utama harus ditujukan kepada efisiensi suatu penegakan

hukum untuk menyeleksi tersangka, menetapkan kesalahannya

dan menjamin atau melindungi hak tersangka dalam proses

peradilannya;

3. Proses kriminal penegakan hukum harus dilaksanakan

berlandaskan prinsip cepat dan tuntas. Model yang dapat

mendukung proses penegakan hukum tersebut adalah model

administratif dan menyerupai model manajerial;

4. Asas praduga bersalah atau presumption of guilty akan

menyebabkan sistem ini dilaksanakan secara efisien;

5. Proses penegakan hukum harus menitikberatkan pada kualitas

temuan-temuan fakta administratif karena temuan tersebut akan

membawa ke arah pembebasan tersangka dari penuntutan atau

31

Ibid, Hlm.40-41. 32

Tolib Effendi, Op.Cit, Hlm.27.

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

kesediaan tersangka untuk menyatakan dirinya bersalah (plead of

guilty).

b) The Due Process Model

The due process model adalah salah satu model dalam sistem

peradilan pidana yang lebih menekankan pada kesusilaan dan

kegunaan sanksi pidana.33

Dalam due process model, muncullah nilai

baru, adalah konsep perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,

dan pembatasan kekuasaan pada peradilan pidana. Jadi dalam model

ini proses kriminal harus dapat dikendalikan untuk mencegah

penyalahgunaan kekuasaan, dan sifat otoriter dalam rangka

maksimum efesiensi. Dalam model ini diberlakukan apa yang

dinamakan dengan “Presumption Of Innocence”.34

Terdapat beberapa nilai-nilai yang melandasi the due process model,

yaitu:35

1. Kemungkinan adanya faktor kelalaian yang sifatnya manusiawi

atau human error menyebabkan proses ini menolak informal fact

finding process sebagai cara untuk menetapkan secara definitif

factual guilt seseorang. Model ini hanya mengutamakan formal-

adjudicative dan adversary fact finding. Hal ini berarti dalam

setiap kasus tersangka harus diajukan ke muka pengadilan yang

tidak memihak dan diperiksa sesudah tersangka memperoleh hak

yang penuh untuk mengajukan pembelaannya;

33

Ibid.,Hal.26. 34

Yesmil Anwar Dan Adang, Op.Cit, Hal.42. 35

Tolib Effendi, Loc.Cit.,

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

2. Model ini menekankan kepada pencegahan (preventif measures)

dan menghapuskan sejauh mungkin kesalahan mekanisme

administrasi peradilan;

3. Model ini bertitik tolak dari nilai bersifat anti terhadap kekuasaan,

sehingga model ini memegang teguh doktrin legal guilt;

4. Gagasan persamaan di muka hukum (equality before the law)

lebih diutamakan;

5. Lebih mengutamakan kesusilaan dan kegunaan sanksi pidana

(criminal sanction).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa “crime control

model” menekankan pentingnya penegasan eksitensi kekuasaan dan

penggunaan kekuasaan terhadap setiap kejahatan dan pelaku

kejahatan. Hal ini disebabkan oleh model ini memiliki asumsi, bahwa

setiap orang yang terlibat (tersangka atau tertuduh) dalam criminal

justice system ada kemungkinan bersalah, dan karenanya pelaksanaan

penggunaan kekuasaan pada tangan aparat pemerintah (polisi, jaksa,

dan hakim) harus semaksimal mungkin.36

Di lain pihak, “due process model” dilandasi pada

“presumption of innocence” sebagai dasar nilai sistem peradilan.

Tujuan utama due process model ini ialah melindungi seseorang yang

sungguh-sungguh tidak bersalah dan menuntut mereka yang benar-

benar bersalah. Oleh due process model dituntut adanya suatu proses

36

Romli Atmasasmita, Op.Cit., Hal.122.

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

penyelidikan (atas suatu kasus) secara formal dan penemuan fakta

secara objektif di mana kasus seorang tertuduh didengar secara

terbuka di muka persidangan dan penilaian atas tuduhan penuntut

umum baru akan dilakukan setelah tertuduh memperoleh kesempatan

sepenuhnya untuk mengajukan fakta yang membantah atau menolak

tuduhan kepadanya.37

3. Komponen Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia

Komponen sistem peradilan pidana yang lazim diakui, baik dalam

pengetahuan mengenai kebijakan pidana (criminal policy) maupun dalam

lingkup praktik penegakan hukum, terdiri atas unsur kepolisian,

kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Namun demikian,

apabila sistem peradilan pidana dilihat sebagai salah satu pendukung atau

instrumen dari suatu kebijakan kriminal, maka unsur yang terkandung di

dalamnya termasuk juga pembuat undang-undang sebagaimana

dikemukakan oleh Nagel yang tidak juga memasukkan kepolisian

sebagai salah satu komponen sistem peradilan pidana.38

Romli Atmasasmita mengemukakan bahwa peran pembuat undang-

undang justru sangat menetukan dalam politik kriminal (criminal policy)

yaitu menentukan arah kebijakan hukum pidana dan hukum pelaksanaan

pidana yang hendak ditempuh dan sekaligus menjadi tujuan dari

penegakan hukum.39

Dalam perspektif sistem peradilan pidana, proses

kekuasaan penegakan hukum di bidang hukum pidana adalah mencakup

37

Ibid., 38

Ibid., hlm.16. 39

Ibid.,hlm. 17.

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

seluruh kekuasaan/kewenangan dalam menegakkan hukum pidana yang

dilakukan melalui kekuasaan penyidikan oleh kepolisian, kekuasaan

penuntutan oleh kejaksaan, kekuasaan mengadili oleh pengadilan dan

kekuasaan pemasyarakatan oleh lembaga pemasyarakatan.40

a) Kepolisian

Kepolisian Republik Indonesia memiliki tugas utama: menerima

laporan dan pengaduan dari publik mana kala terjadinya tindak

pidana; melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana;

melakukan penyaringan terhadap perkara-perkara yang memenuhi

syarat untuk diajukan ke kejaksaan; melaporkan hasil penyidikan

terhadap kejaksaan dan memastikan dilindunginya para pihak yang

terlibat dalam proses peradilan pidana.41

Sebagai bagian dari proses penyelenggara negara, institusi

kepolisian pun terikat kepada aturan-aturan hukum dan prosedur-

prosedur tertentu serta dikontrol dan bertanggung jawab kepada

hukum Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar

pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebelum

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 ini berlaku adalah Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia (Lembaran Negara tahun 1997 Nomor 81, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3710) sebagai penyempurnaan dari Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

40

Tolib Effendi, Op.Cit.,hlm.147. 41

Ibid.,hlm.147-148.

Page 30: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Kepolisian Negara (Lembaran Negara tahun 1961 Nomor 145,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 2289).42

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaannya diharapkan dapat

memberikan warna baru citra Polri ke depan serta mengubah perilaku

Polri sebagai pelindung, pengayom masyarakat dan tindakan represif

dalam rangka penegakan hukum merupakan upaya terakhir dalam

proses penyelesaian masalah dalam keterkaitannya dengan Criminal

Justice System.43

Pakar Kepolisian Amerika Serikat Walter Haltinger,

mengatakan bahwa bila kita mau melihat citra polisi, lihatlah keadaan

yang sama, karena pada dasarnya Polisi hanya bagaikan sebuah kaca

pengilon (cermin) yang membias wajah masyarakatnya. Bahkan

mantan Kapolri kita Rs.Soekanto mengatakan wajah Polisi pada

dasarnya merupakan pantulan wajah masyarakat.44

Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

kepolisian Negara Republik Indonesia. Tugas dan tujuan polisi diatur

dalam Pasal 4 dan 5, yang menjelaskan bahwa:

Pasal 4

“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk

mewujdkan keamanan dalam negeri yang meliputi

terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan

tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman,

42

Yesmil Anwar Dan Adang, Op.Cit., hlm.130-131. 43

Ibid., hlm.169. 44

Ibid.,hlm.132.

Page 31: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

dan pelayanan kepada masyarakat serta tertibnya ketentraman

masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.”

Pasal 5

1. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat

negara yang berperan dalam memelihara kemanan dan

ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan

kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan

dalam negeri.

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian

Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan

peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Berkaitan dengan tugas pokok polisi dalam rangka penegakan

hukum sebagai proses penyelesaian masalah suatu perkara pidana

dalam keterkaitannya dengan criminal justice system, maka dilakukan

penyidikan oleh penyidik polri. Maka pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang

bersangkutan ditugaskan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan isi ketentuan Pasal 17

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.45

45

Ibid.,

Page 32: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Kedudukan polri dalam bidang penyidikan adalah sebagai gardu

terdepan dalam sistem peradilan pidana (the gatekeeper of the

criminal justice system) yang merupakan amanah yang diberikan

kepada polri berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

yaitu kaitannya dengan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap

suatu perkara tindak pidana. Secara substansial, proses penyidikan

tindak pidana. Secara substansial, proses penyidikan tindak pidana

merupakan suatu upaya penegakan hukum yang bersifat pembatasan

atau pengekangan hak-hak warga negara berdasarkan undnag-undang

yang berlaku, seperti: pemanggilan, penangkapan, penggeledahan,

penyitaan dan penahanan. Hal ini berarti bahwa dalam criminal justice

system penyelenggaraan fungsi kepolisian ditempatkan pada tatanan

represif, sehingga akan mempunyai ciri-ciri hukum peradilan pidana

criminal justice system yang mengutamakan perlindungan terhadap

hak asasi manusia. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana, dijelaskan bahwa polri merupakan institusi yang diberikan

kewenangan untuk melakukan penyidikan perkara secara profesional

dan proporsional yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.46

b) Kejaksaan

Perkembangan selanjutnya adalah adanya suatu masa baru

dalam hukum acara pidana di Indonesia, dimana pada tanggal 31

46

Ibid.,

Page 33: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Desember 1981 diundangkan hukum acara pidana yang baru, yang

dengan sendirinya menggantikan hukum acara pidana yang lama

(HIR) dan sudah tentu dengan adanya perubahan itu berpengaruh

terhadap tugas-tugas dari jaksa, yaitu semula diperkenankan (menurut

HIR) sebagai penyidik, akan tetapi dengan pola kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana hanya sebagai penuntut umum.47

Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan

kekuasaan negara terutama di bidang penuntutan dalam tata susunan

kekuasaan badan-badan penegak hukum dan keadilan, dipimpin oleh

Jaksa Agung yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.48

Kejaksaan memiliki tugas pokok menyaring kasus yang layak

diajukan ke pengadilan; mempersiapkan berkas penuntutan;

melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan.49

Selain

tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

tugas dan wewenang kejaksaan dalam menjalankan fungsinya sebagai

subsistem/komponen penegak hukum sistem peradilan pidana

Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004

tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Fungsi kejaksaan sesuai Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004

tentang Kejaksaan Republik Indonesia mencakup aspek preventif dan

aspek represif dalam kepidanaan serta Pengacara Negara dalam

keperdataan dan Tata Usaha Negara. Aspek preventif, berupa

47

Djisman Samosir, Op.Cit.,hlm. 81. 48

Ibid.,hlm.189. 49

Tolib Effendi, Op.Cit.,hlm.153.

Page 34: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

peningkatan kesadaran hukum masyarakat, pengamatan kebijakan

penegakan hukum, pengamanan peredaran barang cetakan,

pengawasan aliran kepercayaan, pencegahan penyalahgunaan dan/atau

penodaan agama, penelitian dan pengembangan hukum serta statistik

kriminal. Sedangkan aspek represif yaitu melakukan penuntutan

dalam perkara pidana, melaksanakan penetapan hakim dan putusan

pengadilan, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan

pelepasan bersyarat, melengkapai berkas perkara tertentu yang berasal

dari Penyidik Polri atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil.50

c) Pengadilan

Pengadilan adalah salah satu proses dalam sistem peradilan

pidana yang tidak dapat berjalan tanpa adanya proses-proses lainya

yang mendahului, yaitu penyidikan dan penuntutan, karena dalam

tahap ini suatu perkara akan dinilai dari hasil yang dikumpulkan pada

tahap penyidikan dan penuntutan, apakah suatu perkara tersebut

melanggar hukum atau tidak dan apakah pelaku perbuatan tersebut

dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Dikatakan juga, saapada

tahapan ini, masyarakat akan mendapatkan keadilan sebagai akibat

dari adanya perbuatan yang telah mengakibatkan kerugian dalam

masyarakat, baik kerugian fisik maupun kerugian mental.51

Pengadilan berkewajiban untuk menegakkan hukum dan

keadilan; melindungi hak-hak terdakwa, saksi dan korban dalam

50

Yesmil Anwar Dan Adang, Op.Cit.,hlm.190. 51

Tolib Effendi, Op.Cit, hlm.158.

Page 35: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

proses peradilan pidana; melakukan pemeriksaan kasus-kasus secara

efesien dan efektif; memberikan putusan yang adil dan berdasarkan

hukum; dan menyiapkan arena publik untuk persidangan sehingga

publik dapat berpartisipasi dan melakukan penilaian terhadap proses

peradilan di tingkat ini.52

Kedudukan lembaga peradilan dewasa ini mengalami

pergeseran makna yang signifikan dalam konteks penegakan hukum

dan keadilan untuk mewujudkan supremasi hukum. Namun seiring

dengan semangat reformasi di bidang hukum, fluktuasi apresiasi

masyarakat terhadap keberadaan lembaga peradilan yang benar-benar

mandiri dan merupakan benteng terakhir dalam penegakkan hukum

dan keadilan menjadi suatu keharusan (condition sine quanon).

Sementara disisi lain, fenomena degradasi tingkat kepercayaan

masyarakat terhadap keberadaan lembaga peradilan semakin

menunjukkan betapa masyarakat mulai mencari alternatif-alternatif

cara penyelesaian masalah yang dialami. Alternatif-alternatif ada yang

dapat dipergunakan sebagai landasan di dalam upaya menyelesaikan

permasalahan hukum yang timbul diantara masyarakat (hukum dan

peradilan adat setempat).53

Namun demikian dalam perspektif normatif yuridis, keberadaan

lembaga peradilan sebenarnya sudah dilengkapi dengan berbagai

peraturan perundangan yang diharapkan dapat menjadi bingkai

52

Ibid., 53

Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, UMM Press, Malang, 2004,

hlm.231-232.

Page 36: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

kerangka normatif kehadiran lembaga itu sendiri.54

Sebagai sebuah

subsistem peradilan pidana dalam sistem peradilan pidana terpadu,

lembaga peradilan kehadirannya sudah dikawal dengan berbagai

macam peraturan perundangan, seperti: Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1970 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2004 yang kemudian dirubah lagi dengan Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

undang Nomor 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung; Undang-

Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

Seperangkat peraturan perundangan sebagaimana yang disebutkan

di atas, memang akhirnya tidak menjadi satu-satunya pranata untuk

menjadi lembaga peradilan merupakan salah satu sub sitem peradilan

pidana terpadu. Asas-asas yang dapat menjadi pondamen subsistem

peradilan pidana yang lain, adalah merupakan pranata yang juga

penting.55

d) Lembaga Pemasyarakatan

Selain kepolisian, kejaksaan dan lembaga peradilan, terdapat

komponen lain yang pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari satu

kesatuan dalam sistem peradilan pidana, komponen tersebut adalah

54

Ibid., 55

Ibid.,

Page 37: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

pemasyarakatan.56

Pemasyarakatan merupakan bagian yang paling

akhir dari sistem pemidanaan dalam tata atau sistem peradilan pidana.

Sebagai sebuah tahapan pemidanaan yang terakhirm sudah semestinya

dalam tingkatan ini harus terdapat bermacam harapan dan tujuan dari

sistem peradilan pidana terpadu yang ditopang oleh pilar-pilar proses

pemidanaan dari mula lembaga kepolisian, kejaksaan, dan

pengadilan.57

Tujuan utama dari lembaga pemasyarakatan adalah melakukan

pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem,

kelembagaan dan cara pembinaan sebagai bagian akhir dari sistem

pemidanaan dalam sistem peradilan pidana. Di dalam lembaga

pemasyarakatan dipersiapkan berbagai program pembinaan bagi para

narapidana sesuai dengan tingkat pendidikan, jenis kelamin, agama

dan jenis tindak pidana yang dilakukan narapidana tersebut. Program

pembinaan bagi narapidana disesuaikan pula dengan lama hukuman

yang akan dijalani para narapidana dan anak didik, agar mencapai

sasaran yang diterapkan, yaitu agar mereka menjadi warga negara

yang baik dikemudian hari.58

Pengaturan mengenai bagaimana sistem,

organisasi, visi, misi dan tujuan dari sistem pemasyarakatan, telah

diatur dengan lugas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan.

56

Tolib Effendi, Op.Cit.,hlm.163. 57

Sidik Sunayo, Op.Cit.,hlm.236. 58

C.Djisman Samosir, Sekelumit Tentang Penologi Dan Pemasyarakatan, Bandung,

Nuansa Aulia, 2012, hlm.128.

Page 38: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Lembaga pemasyarakatan sebagai instansi terakhir di dalam

sistem peradilan pidana dan pelaksanaan putusan pengadilan, di dalam

kenyataannya tidak mempersoalkan apakah seseorang yang hendak

direhabilitasi itu adalah seseorang yang benar-benar terbukti bersalah

atau tidak. Bagi lembaga pemasyarakatan, tujuan pembinaan

pelanggar hukum tidak semata-mata membalas tetapi juga perbaikan

berdasarkan falsafah pemidanaan di Indonesia yang pada intinya

mengalami perubahan dari sistem pemenjaraan ke sistem

pemasyarakatan yang memandang narapidana orang-orang yang

tersesat yang perlu dididik agar bertobat.59

Hingga kini masih banyak suara-suara pesimistik tentang

eksisnya suatu sistem peradilan pidana yang terpadu (integrated

criminal justice system) di negara kita. Padahal sistem ini sangat

penting dalam menanggulangi kejahatan di setiap negara. Dalam

kepustakaan sering disebut bahwa sistem peradilan pidana adalah

sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah

kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi

masyarakat.60

Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga

Pemasyarakatan merupakan bagian dari sistem ini. Mereka diharapkan

bekerja dalam suatu sistem peradilan pidana yang terpadu

(terintegrasi).61

59

Muhaddar, Dkk, Op.Cit.,hlm.253. 60

Zulkarnain, Peradilan Pidana: Penuntun Memahami Dan Mengawal Peradilan Pidana

Bagi Pekerja Anti Korupsi, Yappika-MCW, Jakarta, 2006, hlm.129. 61

Ibid,.

Page 39: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

D. Tinjauan Umum Tentang Peradilan Anak dan Perlindungan Anak

1. Peradilan Anak Dan Perlindungan Anak

Peradilan Anak dibentuk sebagai upaya pembinaan dan

perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan

fisik, mental, dan social anak secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.

Oleh karenanya, ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan bagi

anak dilakukan secara khusus. Meskipun demikian, hukum acara yang

berlaku (KUHAP) diterapkan pula dalam acara pengadilan anak, Secara

hukum Negara Indonesia telah memberikan perlindungan kepada anak

melalui berbagai peraturan perundang-undangan diantaranya Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak,

Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak.

Akan tetapi dalam pelaksanaannya sistem peradilan pidana anak di

indonesia masih menghadapi berbagai macam persoalan. Persoalan yang

ada diantaranya dilakukan penahanan terhadap anak, proses peradilan

yang panjang mulai dari penyidikan, penuntutan, pengadilan, yang pada

akhirnya menempatkan terpidana anak berada dalam lembaga

permasyarakatan yang meninggalkan trauma dan implikasi negative

terhadap anak. Sistem peradilan pidana terdiri dari empat komponen

yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

keempat komponen tersebut berkerja sama dalam menegakkan keadilan.

Tahapan dalam proses pengadilan pidana yaitu tahap prajudikasi

Page 40: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

(sebelum sidang peradilan) meliputi penyidikan dan penyelidikan,

judikasi (selama sidang peradilan) meliputi pemeriksaan dan

pembuktiaan tuntutan pihak jaksa dan prajudikasi (setelah sidang

peradilan) meliputi pelaksanaan keputusan yang telah ditetapkan dalam

persidangan seperti penempatan terpidana dalam lembaga

pemasyarakatan dan harus terpisah dengan terpidana yang sudah dewasa.

2. Kekhususan Peradilan Anak

Ketentuan mengenai penyelenggaraan peradilan anak dilakukan

secara khusus, khususnya berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Garis besar kekhususan

pengadilan Anak, antara lain sebagai berikut:

1. Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah

sekurang-kurangnya belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun

tetapi belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun anak tetap diajukan

kesidang pengadilan.

2. Aparat penegak hukum yang berperan dalam proses peradilan anak

yaitu Penyidik adalah Penyidik Anak, Penuntut Umum adalah Penutut

Umum Anak, Hakim Anak.

3. Hakim, Penuntut Umum. Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta

petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian

dinas.

4. Untuk melindungi kepentingan anak pada prinsipnya pemeriksaan

perkara anak dilakukan dalam siding tertutup. Kecuali dalam hal

Page 41: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

tertentu dapat dilakukan dalam sidang terbuka, misalnya perkara

pelanggaran lalu lintas dan pemeriksaan perkara di tempat kejadian

perkara.

5. Pidana dan tindakan yang dapat dijatuhkan hanya yang ditentukan

dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 20112 tentang Sistem

Peradilan Pidana.

6. Ketentuan pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak yang melakukan

tindak pidana/anak nakal, antara lain sebagai berikut:

a. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan paling lama 1/2 (satu per

dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

b. Apabila melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana

mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang

dapat dijatuhkan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

c. Apabila belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan

tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana

penjara seumur hidup, maka anak nakal tersebut dijatuhi tindakan

berupa “menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan,

pembinaan, dan latihan kerja.

d. Apabila belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan

tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau tidak diancam

pidana penjara seumur hidup maka anak nakal tersebut dujatuhi

salah satu tindakan.

Page 42: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

e. Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan paling lama 1/2 (satu per

dua) dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.

f. Pidana denda yang dapat dijatuhkan paling banyak 1/2 (satu per

dua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa.

g. Apabila denda tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib

latihan kerja paling lam 90 hari kerja dan lama latihan kerja tidak

lebih 4 jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari

Pidana bersyarat dapa dijatuhkan oleh Hakim apabila pidana

penjara yang dijatuhakan paling lama 2 (dua) tahun.

3. Penjatuhan Sanksi

Menurut UU SPPA, seorang pelaku tindak pidana anak dapat

dikenakan dua jenis sanksi, yaitu tindakan, bagi pelaku tindak pidana

yang berumur di bawah 14 tahun (Pasal 69 ayat (2) UU SPPA) dan

Pidana, bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15 tahun ke atas.

a. Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi (Pasal

82 UU SPPA):

1) Pengembalian kepada orang tua/Wali;

2) Penyerahan kepada seseorang;

3) Perawatan di rumah sakit jiwa;

4) Perawatan di LPKS;

5) Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang

diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;

6) Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau

Page 43: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

7) Perbaikan akibat tindak pidana.

b. Sanksi Pidana

Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak

pidana anak terbagi atas Pidana Pokok dan Pidana Tambahan (Pasal

71 UU SPPA):

1. Pidana Pokok terdiri atas:

a. Pidana peringatan;

b. Pidana dengan syarat, yang terdiri atas: pembinaan di luar

lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan;

c. Pelatihan kerja;

d. Pembinaan dalam lembaga;

e. Penjara.

2. Pidana Tambahan terdiri dari:

a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau

b. Pemenuhan kewajiban adat.

Selain itu, UU SPPA juga mengatur dalam hal anak belum

berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan

tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja

Sosial Profesional mengambil keputusan untuk: (lihat Pasal 21 UU

SPPA)

1. menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau

2. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan

pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang

Page 44: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat

maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.

4. Penahanan

Pasal 32 ayat (2) UU SPPA menyatakan bahwa penahanan

terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat anak telah berumur

14 (empat belas) tahun, atau diduga melakukan tindak pidana dengan

ancaman pidana penjara tujuh tahun atau lebih. Jika masa penahanan

sebagaimana yang disebutkan di atas telah berakhir, anak wajib

dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

E. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B

Bangkinang

1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan berasal dari dua kata yaitu lembaga dan

pemasyarakatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian

lembaga dan pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

a. Lembaga adalah organisasi atau badan yang melakukan suatu

penyelidikan atau usaha.

b. Pemasyarakatan adalah nama yang mencakup semua kegiatan yang

keseluruhannya dibawah pimpinan dan pemilikan Departemen

Hukum dan HAM, yang berkaitan dengan pertolongan bantuan atau

tutuntan kepada hukuman/bekas tahanan, termasuk bekas terdakwa

atau yang dalam tindak pidana diajukan kedepan pengadilan dan

dinyatakan ikut terlibat, untuk kembali kemasyarakat.

Page 45: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Dari uraian di atas, yang dimaksud dengan Lembaga

Pemasyarakatan (Lapas) adalah suatu badan hukum yang menjadi

wadah/menampung kegiatan pembinaan bagi narapidana, baik

pembinaan secara fisik maupun pembinaan secara rohaniah agar dapat

hidup normal kembali di tengah masyarakat. Lapas adalah suatu tempat

untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan atau anak didik

pemasyarakatan di Indonesia, Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia,

tempat tersebut disebut dengan istilah penjara. Adapun yang menjadi

tujuan pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana

karena dihilangkan kemerdekaan bergerak, pidana bertujuan untuk

membimbing narapidana untuk bertobat, memberikan pendidikan supaya

ia menjadi seorang anggota masyrakat sosialis yang berguna. Dengan

kata lain tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan.62

Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit Pelaksana Teknis di

bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan

Hak Asasi Manusia. Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana

atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya

masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses

peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Konsep

pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo

pada Tahun 1962, di mana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan

bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat

62 R. Achmad S Soemadi Praja Dan Romli Atmasasmita, Sistem Pemasyarakatan Di

Indonesia, (Bandung: Percetakan Ekonomi, 1999) hlm.13.

Page 46: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam

masyarakat.Lembaga Pemasyarakatan lahir dari suatu realitas yang

kedengarannya sangat angker yaitu penjara.

Menururt R.A Koesnan, berdasarkan asal-usul (etimologi) kata

penjara berasal dari kata penjoro (bahasa jawa) yang artinya tobat, atau

jera di penjara dibuat tobat atau di buat jera. Dalam Pasal 1 Poin 2

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,

ditentukan bahwa: “Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan

mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan

Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu

antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan

kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan,

memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat

diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam

pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab” Kemudian dalan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ditegaskan bahwa: “Sistem

pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga

Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari

kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana

sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif

berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai

warga yang baik dan bertanggung jawab”.

Page 47: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa pemerintah

telah memberikan sebuah upaya yang signifikan untuk melakukan

perubahan terhadap kondisi terpidana melalui proses pembinaan dan

pendidikan dan memperlakukan narapidana dengan sangat manusiawi,

melalui hak-hak terpidana. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5

Undang-Undang Pemasyarakatan menyatakan bahwa sistem pembinaan

di Lapas dilaksanakan berdasarkan asas-asas berikut:

1. Asas Pengayoman

Perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan adalah dalam

rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak

pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, juga memberi bekal

kepada kehidupan warga binaan pemasyarakatan menjadi warga yang

berguna di dalam masyarakat.

2. Asas Persamaan

Perlakuan dan Pelayanan Warga binaan pemasyarakatan mendapat

perlakuan dan pelayanan yang sama di dalam LAPAS, tanpa

membedakan orangnya.

3. Asas Pendidikan

Di dalam lapas warga binaan pemasyarakatan mendapat pendidikan

yang dilaksanakan berdasarkan pancasila. Antara lain dengan

menanamkan jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian

dan kesempatan menunaikan ibadah sesuai dengan agamanya masing-

masing.

Page 48: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

4. Asas Pembimbingan

Warga binaan pemasyarakatan di Lapas juga mendapat pembinaan

yang diselenggarakan berdasarkan pancasila dengan menanamkan

jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan

kesempatan untuk menunaikan ibadah agama.

5. Asas Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia

Warga binaan pemasyarakatan tetap diperlakukan sebagai manusia

dengan menghormati harkat dan martabatnya.

6. Asas Berhubungan dengan Keluaraga atau Orang-Orang

Tertentu Warga binaan pemasyarakatan harus tetap didekatkan dan

dikenalakan dengan masyarakat serta tidak boleh diasingkan dari

masyarakat. Untuk itu , ia tetap harus dapat berhubungan dengan

masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam Lapas

darianggota masyarakat yang bebas dan kesempatan berkumpul

dengan bersama sahabat dan keluaraga seperti program cuti

mengunjungi keluarga.

2. Tujuan, Visi, Misi, dan Sasaran lembaga pemasyarakatan kelas II B

Bangkinang

Dalam melaksanakan pembinaan bagi anak didik pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Bangkinang mempunyai visi, misi

dan tujuan yang hendak dicapai, adapun visi, misi, tujuan, dan sasaran

yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:

Page 49: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

a) Visi

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1995 Tentang pemasyarakatan yaitu pemulihan kesatuan hubungan

hidup, kehidupan,dan penghidupan yang baik dan harmonis dengan

menjunjung tinggi prinsip pengayoman kepada individu dan

masyarakat

b) Misi

Mengidentifikasi Pelaksanaan Dan Pembimbingan bagi Warga Binaan

Pemasyarakatan pada tahap lanjutan dalam rangka asimilasi dan

integritasi sosial, penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan

kejahatanserta perlindungan Hak Asasi Manusia.

c) Tujuan

Membentuk Warga binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia

seutuhnya, menyadari kesalahan,memperbaiki diri diterima kembali

oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan

dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab.

d) Sasaran

Peningkatan kualitas warga binaan pemasyarakatan melalui

Pembinaan sehingga lebih meningkatkan Kualitas Ketaqwaan kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Kualitas Intelektual /Kecerdasan. Kualitas

Kesadaran Berbangsa dan Bernegara. Kualitas Kesadaran Hukum.

Page 50: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Kualitas Kemandirian, Keterampilan. Kualitas hubungan social

kemasyarakatan. Kualitas kesehatan Jasmani dan Rohani.

3. Sistem Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan

Anak Penempatan secara khusus dalam Lapas Anak berarti

pembinaan narapidana anak dilakukan dalam sistem pemasyarakatan.

Menurut ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana perubahan atas Undang-Undang Nomor

3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, bahwa Anak didik

pemasyarakatan ditempatkan di Lapas yang terpisah dari narapidana

dewasa. Anak yang ditempatkan di Lapas Anak, berhak memperoleh

pendidikan dan latihan baik formal maupun informal sesuai bakat dan

kemampuan, serta memperoleh hak lain. Guna melaksanakan

pemasyarakatan dan sistem pemasyarakatan tersebut dilakukan oleh

suatu lembaga, yaitu Lapas yang merupakan tempat untuk melaksanakan

pembinaan narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan Pasal 60,

menentukan:

1. Anak Didik Pemasyarakatan ditempatkan di Lapas Anak harus

terpisah dari orang dewasa.

2. Anak yang ditempatkan di lembaga sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) berhak memperoleh pendidikan dan latihan sesuai dengan

bakat dan kemampuannya serta hak lain berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Darwan Print dalam bukunya

menyatakan bahwa:

Page 51: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

“Melalui pelaksanaan pembinaan dengan sistem pemasyarakatan

maka Anak Didik Pemasyarakatan diharapkan menyadari

kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana

lagi.”

Pada akhirnya diharapkan dapat diterima kembali oleh

lingkungan masyarakat, dan dapat ikut aktif berperan dalam

pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab”.Untuk pelaksanaan pembinaan terhadap anak pelaku

tindak pidana diLapas Anak diatur di Pasal 20 Undang-Undang Nomor

12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bahwa dalam rangka pembinaan

terhadap anak pidana diLapas Anak dilakukan penggolongan berdasarkan

umur, jenis kelamin, lamanya pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan,

dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan

pembinaan. Dalam Melaksanakan pembinaan terhadap Anak Didik

Pemasyarakatan sesuai dengan sistem pemasyarakatan maka LPA

terlebih dahulu telah mempertimbangkan bahwa usia kematangan jiwa

antara terpidana dewasa berbeda dengan terpidana anak dengan ciri khas

yang masih bersifat labil dan belum memiliki kematangan jiwa, sehingga

terhadap terpidana anak perlu diterapkan metode pendekatan yang tepat

dan terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental anak

tersebut.Metode pembinaan atau bimbingan yang ada di dalam Lapas,

Sebagai berikut:

Page 52: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

1. Pembinaan berupa interaksi langsung yang bersifat kekeluargaan

Antara pembinaan dengan yang dibina. Pembinaan bersifat persuasif

edukatif yaitu berusaha merubah tingkahlakunya melalui keteladanan

dan memperlakukan adil diantara sesama mereka sehingga

menggugah hatinya untuk hal-Hal yang terpuji. Dengan menempatkan

anak didik pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki potensi

dan harga diri dengan hak-hak dan kewajiban yang sama dengan

manusia lain.

2. Pembinaan berencana secara terus menerus dan sistematis.

3. Pemeliharaan dengan peningkatan langkah-langkah keamanan yang

disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi.

4. Pendekatan individual dan kelompok.

5. Untuk menambah kesungguhan, keikhlasan, dan tanggung jawab

melaksanakan tugas serta menanamkan kesetiaan dan keteladanan

dalam pengabdian terhadap negara, hukum, dan masyarakat.

Petugas pemasyarakatan sebaiknya memiliki kode perilaku dan

dirumuskan dalam bentuk “Etos Kerja”, yang berisi petugas

Pemasyarakatan adalah abdi hukum, pembina narapidana atau anak didik

dan pengayom masyarakat, wajib bersikap bijaksana dan bertindak adil

dalam pelaksanaan tugas, bertekad menjadi suri tauladan dalam

mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila.

Page 53: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

4. Tujuan Terbentuknya Lembaga Pemasyarakatan Anak

Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian kesatuan

penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat

dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum mengenai

pemidanaan.Anak yang bersalah pemidanaannya ditempatkan di

Lemabaga Pemasyarakatan Anak.Penempatan anak yang salah ke dalam

Lembaga Pemasyarakatan Anak, dipisah-pisahkan sesuai dengan status

mereka masing-masing. Lemabaga Peamasrakatan sebagai ujung tombak

pelaksanaan asas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan

tersebut diatas melalui pendidikan, rehabilitasi, dan reintegrasi. Sistem

Pemasyarakatan disamping bertujuan untuk mengembalikan Warga

Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga bertujuan untuk

melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana

oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan

bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila.Tujuan dari sistem pemasyarakatan sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan adalah untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan

agar menjadi, Seutuhnya;

1. Menyadari kesalahan;

2. Memperbaiki diri;

3. Tidak mengulangi tindak pidana;

4. Dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat;

Page 54: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

5. Dapat aktif berperan dalam pembangunan; dan

6. Dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung

jawab. Selanjutnya dijelaskan juga bahwa Sistem pemasyarakatan

berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat

berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan

kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung

jawab.

5. Kondisi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Bangkinang

Tabel.2.1

Jumlah Tahanan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Bangkinang

Keseluruhan

No

Jumlah

Narapidana

Seluruhnya

Laki-

Laki

Dewasa

Wanita

Laki-

Laki

Anak

Perempuan

Anak

1 1080 orang 1029

Orang 32 orang

18

orang 1 orang

Sumber Data : Olahan LP Kelas IIB Bangkinang 2017

Jumlah tahanan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB

Bangkinang pada Tahun 2017 terdiri dari 1080 orang secara

keseluruhan yang seharusnya di tempati oleh 274 orang. Demikian

juga jumlah tahanan laki-laki dan perempuan yang seharusnya di huni

oleh 8 (delapan) orang satu sel justru dihuni oleh 30 (tiga puluh)

hingga lebih tahanan. Sehingga membuat kondisi lembaga

pemasyarakatan kurang kondusif untuk narapidana anak memperoleh

pembinaan yang maksimal sebagaimana yang diamanatkan oleh

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Page 55: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Tabel.2.2

Fasilitas Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB

Bangkinang

No Fasilitas Jumlah

1 Tempat Ibadah 2

2 Ruang Konselling/Konsultasi 1

3 Perpustakaan 1

4 Ruang Musik 1

5 Lapangan Tenis 1

Jumlah 6

Sumber Data : Olahan LP Kelas IIB Bangkinang 2017

Keberadaan berbagai fasilitas yang tersedia dalam suatu unit

organisasi sangat menentukan dalam menjalankan roda organisasi.

Disamping karena faktor manusia sendiri sebagai sumber daya alam

menunjang keberhasilan tujuan organisasi, juga ada kelengkapan

fasilitas yang tersedia akan sangat mendukung pencapai tujuan

organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Demikian juga, halnya

dengan lembaga pemasyarakatan kelas II B Bangkinang yang

mengemban tugas memberikan bimbingan kepada narapidana anak

agar dapat kembali dikkehidupan masyarakat setelah menjalani masa

hukumannya karena melakukan tindak kejahatan. Dalam mengemban

tugas demikian tentunya lapas kelas II B Bangkinang harus dilengkapi

fasilitas yang mendukung dalam pelaksaan tugas tersebut.

Page 56: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

Tabel.2.3

Keadaan Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Bangkinang

Sumber Data : Olahan LP Kelas IIB Bangkinang 2017

Dalam pelaksanaan tugas pembinaan kemasyarakatan kepada

narapidana lembaga pemasyarakatan kelas II B Bangkinang didukung

oleh beberapa pegawai. Dari tabel 2.3 diatas, dapat dikatakan bahwa

keadaan pegawai berdasarkan unit kerja yang terbanyak adalah pada

bagian petugas sipir sebanyak 38 orang, sedangkan unit kerja terberat

tanggungjawabnya dalam mengembankan tugas pembinaan

pemasyarakatan adalah unit seksi pembinaan anak yaitu hanya 1

orang. Keadaan demikian, sangat tidak seimbang dengan beban

tanggung jawab yang di emban oleh lembaga pemsyarakatan kelas II

B Bangkinang, yang seharusnya jumlah pegawai pada unit kerja sub.

Seksi pembinaan anak lebih diperbanyak. Hal ini disebabkan karena

pegawai lembaga pemasyarakatan kelas II B Bangkinang belum

memperoleh pendidikan teknis secara khusus sebagai petugas

No Unit Kerja Jumlah

1 Kepala Lembaga Pemasyarakatan 1 Orang

2 Urusan Tata Usaha 8 Orang

3 Petugas Sipir Dewasa 38 Orang

4 Petugas Sipir Anak 1 Orang

Jumlah 48 Orang

Page 57: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang …repository.uir.ac.id/687/2/bab2.pdfseberapa jauh pidana penjara berpengaruh terhadap narapidana sehingga dapat mencegah narapidana

pembimbingan, sehingga penempatan petugas tersebut di sipir

dewasa.