Upload
phungliem
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN WARALABA
2.1. Pengertian Perjanjian
Secara umum dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian
adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih,
dimana masing-masing pihak berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian
yang telah disepakatinya. Subekti mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji untuk melakukan suatu hal. Dalam BW
(KUHPerdata) terdapat rumusan mengenai perjanjian ini yang tercantum pada pasal
1313, yang menegaskan bahwa perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih.1
Agar supaya perjanjian yang dibuat oleh para pihak menjadi sah harus
dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 1320 BW (KUHPerdata) yaitu
sebagai berikut:
1. adanya kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian.
Artinya untuk membuat perjanjian tidak boleh ada paksaan, tidak boleh ada
penipuan, dan tidak boleh ada kekhilafan. Kalau ada perjanjian dibuat dengan
tidak sepakat maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya.
2. para pihak harus cakap (wenang) bertindak dalam hukum.
Artinya pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut harus cakap (wenang)
untuk membuat perjanjian. Maksudnya orang yang cakap (wenang) adalah orang
1 Juajir Sumardi, 1995, Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional, Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal. 37-38.
2
yang sudah dewasa, orang yang tidak berada dibawah pengampuan (curatele)
seperti orang yang sakit otak, mata gelap, pemabok, penjudi, dan sebagainya.
3. sesuatu hal tertentu.
Artinya yang menjadi objek perjanjian tersebut, misalnya perjanjian waralaba
jenis apa, makanankah, restorankah, dan sebagainya, kalau hal ini tidak dapat
ditentukan maka perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya perjanjian itu
tidak sah.
4. sebab yang halal.
Artinya perjanjian itu dibuat tidak bertentangan dengan undang-undang, agama,
ketertiban umum, dan kesusilaan. Kalau ini tidak halal, artinya bertentangan
dengan undang-undang, agama, ketertiban umum, dan kesusilaan, maka
perjanjian yang dibuat itu tidak sah.
Keempat syarat inilah yang harus dipenuhi. Apabila sudah dipenuhi, barulah perjanjian
itu disebut perjanjian yang sah. Apabila perjanjian dibuat secara sah maka berlakulah ia
sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya (pasal 1338 BW (KUHPerdata)).
Adapun asas-asas yang terdapat dalam hukum perjanjian adalah:2
1. asas kebebasan berkontrak.
Yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak adalah bahwa para pihak
bebas mengadakan perjanjian menurut kehendaknya sendiri, baik terhadap
perjanjian yang sudah diatur dalam undang-undang maupun yang belum ada
pengaturannya. Dengan asas ini, sering disebut bahwa hukum perjanjian
menganut sistem terbuka sebagaimana diatur dalam pasal 1338 BW
(KUHPerdata).
2 Ibid, hal. 40-43.
3
2. asas kesepakatan (konsesual).
Maksud dari asas ini adalah bahwa untuk lahirnya suatu perjanjian cukup
dengan dicapainya kata sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut,
maka pada saat itu pula perjanjian sudah sah atau lahir dan mempunyai kekuatan
mengikat tanpa harus diikuti oleh perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang
bersifat formal. Asas konsensus ini merupakan asas yang universal yang terdapat
dalam BW (KUHPerdata) khususnya dalam hukum perikatan. Konsensus
merupakan syarat mutlak bagi lahirnya perjanjian dalam hukum perjanjian
modern.
3. asas itikad baik.
Asas itikad baik ini sangat penting dalam membuat suatu perjanjian. Yang
dimaksud dengan itikad baik ini adalah bertindak sebagai pribadi yang baik.
Asas ini berkaitan langsung dengan perlindungan hukum bagi para pihak bila
suatu ketika terjadi sengketa di pengadilan.
4. asas kekuatan mengikat (Pacta Sunt Servanda).
Asas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1) BW (KUHPerdata) yang
menegaskan bahwa “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, Konsekuensi dari asas ini
adalah bahwa sejak dipenuhinya syarat sahnya perjanjian, maka sejak saat itu
pula perjanjian itu mengikat bagi para pihak. Mengikat sebagai undang-undang
berarti pelanggaran terhadap perjanjian tersebut berakibat hukum sama dengan
melanggar undang-undang.
4
5. asas berlakunya perjanjian.
Pada dasarnya perjanjian itu hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya,
oleh karena itu perjanjian yang di buat tidak boleh merugikan atau
menguntungkan pihak ketiga kecuali perjanjian tersebut dibuat untuk
kepentingan pihak ketiga.
6. asas kepatutan dan kebiasaan.
Dalam pasal 1339 BW (KUH Perdata) menegaskan bahwa “perjanjian tidak
hanya mengikat terhadap hal-hal yang diatur secara tegas di dalamnya tetapi
juga terhadap hal-hal yang menurut sifatnya diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan, atau undang-undang.
Tahapan penyusunan kontrak perjanjian adalah sebagai berikut:3
1. pra kontraktual.
Di dalam tahap ini para pihak sedang saling menjajaki, dalam tahapan ini terjadi
negosiasi antara kedua belah pihak, tawar menawar, demand, dan supply, sampai
terjadinya konsensus. Negosiasi adalah proses untuk mencapai kesepakatan
mengenai satu kerjasama dimana para pihak saling memberikan konsensi satu
sama lain, meliputi:
1) negosiasi
2) Memorandum Of Understanding (MOU)
3) studi kelayakan
4) negosiasi (lanjutan)
3 Tahapan Penyusunan Kontrak, www.wordpress.com, diakses 28 Desember 2015
5
2. tahap kontraktual.
Tahap mulai terjadinya perjanjian sampai pelaksanaan perjanjian selsesai, dalam
tahap ini dilaksanakan pemenuhan syarat sahnya kontrak, pelaksanaan prestasi
sampai berakhirnya kontrak, meliputi:
1) penulisan naskah awal
2) perbaikan naskah
3) penulisan naskah akhir
4) penandatanganan
3. post Kontraktual.
Tahap setelah perjanjian selesai, yaitu masa pemeliharaan, jaminan cacat
tersembunyi, atau fase garansi, meliputi:
1) pelaksanaan
2) penafsiran
2.2. Pengertian Franchise/Waralaba
Kosa kata Franchise berasal dari bahasa Perancis kuno yang artinya “Hak
Khusus” atau “Kebebasan”. Saat itu “Hak Khusus” diberikan kepada seseorang oleh
pemerintah atau pejabat tinggi untuk menyelenggarakan pasar atau pertunjukan
keramaian atau melakukan operasi sebuah feri ataupun pemakaian jembatan. Konsep
Franchise itu kemudian diperluas raja saat itu dalam segala bentuk kegiatan, antara lain
diberikannnya hak khusus kepada seseorang untuk membangun jalan hingga
mencampur bir. Lalu praktik dan kebiasaan ini menjadi bagian dari sumber hukum
Common Law di Eropa.4
4 P. Lindawaty S.Sewu, 2004, Franchise: Pola Bisnis Spektakuler Dalam Prespektif Hukum dan
Ekonomi, Utomo, Bandung, hal. 15
6
Usaha waralaba sebenarnya telah lama ada di Eropa dengan nama Franchise.
Pengertian waralaba dapat diambilkan dari pengertian Franchising. Franchising
(kadangkala disebut orang perjanjian Franchisee) untuk menggunakan kekhasan usaha
atau ciri pengenal bisnis dibidang perdagangan/jasa berupa jenis produk dan bentuk
yang diusahakan termasuk identitas perusahaan (logo, merek dan desain perusahaan,
penggunaan rencana pemasaran serta pemberian bantuan yang luas, waktu/ saaat/ jam
operasional, pakaian usaha atau ciri pengenal bisnis dagang/ jasa milik Franchisor).
Rumusan yang mengatakan perjanjian Franchising adalah suatu perjanjian dimana
Franchisee menjual produk atau jasa sesuai dengan cara dan prosedur yang telah
ditetapkan oleh Franchisor yang membantu melalui iklan, promosi, dan jasa-jasa
nasihat lainnya.
Waralaba adalah terjemahan bebas dari kata Franchise, kata “waralaba” pertama
kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM)
sebagai padanan kata Franchise. Waralaba berasal dari kata “wara” yang berarti lebih
atau istimewa dan “laba” yang berarti untung. Jadi waralaba berarti usaha yang
memberikan keuntungan yang lebih atau istimewa, berbeda dengan sistem bisnis
konvensional yang sudah ada. Amir Karamoy menyatakan bahwa waralaba bukan
terjemahan langsung konsep Franchise. Dalam konteks bisnis, Franchise berarti
kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu. Secara harfiah,
waralaba berarti hak untuk menjalankan usaha atau bisnis di daerah yang telah
ditentukan. Secara historis, waralaba didefinisikan sebagai penjualan khusus suatu
produk di suatu daerah tertentu dimana produsen memberikan latihan kepada
perwakilan penjualan dan menyediakan produk informasi dan iklan, sementara ia
mengontrol perwakilan yang menjual produk di daerah yang telah ditentukan. Macam
7
waralaba yang umum saat ini adalah bisnis format waralaba. Dalam transaksi semacam
ini, pemberi lisensi waralaba telah mengembangkan produk atau jasa dan keseluruhan
sistem distribusi atau pengaturan serta pemasaran produk atau jasa tersebut.5
Amir Karamoy menyatakan bahwa secara hukum waralaba berarti persetujuan
legal atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk atau jasa
dari pemilik (pewaralaba) kepada pihak lain (terwaralaba) yang diatur dalam suatu
aturan permainan tertentu.6 Di Indonesia, kerjasama waralaba dipelopori oleh
perusahaan-perusahaan multinasional, sitem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-
an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi.
Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem
pembelian lisensi plus, yaitu Franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga
memiliki hak untuk memproduksi produknya. Pada tahun 1991 berdiri Asosiasi
Franchise Indonesia (AFI) sebagai wadah yang menaungi pewaralaba dan terwaralaba.7
Waralaba adalah suatu pengaturan bisnis dimana sebuah perusahaan
(Franchisor) memberi hak pada pihak independen (Franchisee) untuk menjual produk
atau jasa perusahaan tersebut dengan peraturan yang ditetapkan oleh Franchisor,
Franchisee menggunakan nama, Goodwill, produk dan jasa, prosedur pemasaran,
keahlian, sistem prosedur operasional, dan fasilitas penunjang dari perusahaan
Franchisor. Sebagai imbalannya Franchisee membayar Initial Fee dan Royalti (biaya
pelayanan manajemen) pada perusahaan Franchisor sperti yang diatur dalam perjanjian
waralaba.
Penjelasan Pasal 27 ayat (4) UU No. 9 tahun 1995 memberi definisi bahwa:
5 Lindsey et. al., 2006, Hak Kekayaan Intelektual, Alumni, Jakarta, hal. 339
6 Amir Karamoy, 2006, Sukses Usaha Lewat Waralaba,Jurnalindo Aksara Grafika, Jakarta, hal.
3
7 www.afi.com diakses tanggal 28 Desember 2015
8
Pola Waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba
memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi
perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan
manajemen.
2.3. Perjanjian Waralaba
Unsur-unsur waralaba (Franchise) tersebut, ialah:
1. merupakan suatu perjanjian
2. penjualan produk/jasa dengan merek dagang pemilik waralaba (Franchisor)
3. pemilik waralaba membantu pemakai waralaba (Franchisee) dibidang
pemasaran, manajemen, dan bantuan tehnik lainnya.
4. pemakai waralaba membayar Fee atau Royalti atas penggunaan merek pemilik
waralaba.
Karakter dasar Franchise adalah sebagai berikut:
1) harus ada suatu perjanjian tertulis yang mewakili kepentingan yang seimbang
antara Franchisor dengan Franchisee. Isi kontrak pada dasarnya dapat
dinegosiasi. Isi kontrak hendaknya didasarkan pada kesepakatan kedua belah
pihak
2) franchisor harus memberikan pelatihan dalam segala aspek bisnis yang akan
dimasukinya. Juga memelihara kelangsungan usaha Franchise dengan
memberikan dukungan dalam berbagai aspek bisnis
3) franchisee diperbolehkan (dalam kendali Franchisor) beroperasi dengan
menggunakan nama/ merek dagang format dan atau prosedur serta segala nama
(reputasi) baik yang dimiliki Franchisor
9
4) franchisee harus mengadakan investasi yang berasal dari sumber dananya
sendiri atau dengan dukungan sumber dana lain. Pada Outlet (tempat penjualan)
yang di kelola Franchisee, tidak ada investasi langsung dari Franchisor
5) franchisee berhak secara penuh mengelola bisninsnya sendiri
6) franchisee membayar Fee dan atau Royalty kepada Franchisor atas hak yang
didapatnya dan atas bantuan yang terus-menerus diberikan oleh Franchisor
7) franchisee berhak memperoleh daerah pemasaran tertentu dimana ia adalah satu-
satunya pihak yang berhak memasarkan barang atau jasa yang dihasilkannya
8) transaksi yang terjadi antara Franchisor dengan Franchisee bukan merupakan
transaksi yang terjadi antara cabang dari perusahaan induk yang sama atau
antara individu dengan perusahaan yang dikontrolnya.
Franchise pada dasarnya mengandung elemen-elemen pokok yaitu:
1) franchisor yaitu pihak pemilik/ produsen dari barang atau jasa yang telah
memiliki merek tertentu serta memberikan atau melisensikan hak eksklusif
tertentu untuk pemasaran dari barang atau jasa itu
2) franchisee yaitu pihak yang menerima hak eksklusif itu dari Franchisor
3) adanya penyerahan hak-hak secara eksklusif dari Franchisor kepada Franchisee
4) adanya penetapan wilayah tertentu, Franchise area dimana Franchise diberikan
hak untuk beroperasi di wilayah tertentu
5) adanya imbal-prestasi dari Franchisee kepada Franchisor yang berupa Initial
Fee dan Royalty serta biaya-biaya lain yang disepakati oleh kedua belah pihak
6) adanya standar mutu yang ditetapkan oleh Franchisor bagi Franchisee, serta
supervise secara berkala dalam rangka mempertahankan mutu.
10
Asas-asas perjanjian Franchise didasarkan pada:8
1. asas kebebasan berkontrak.
Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat
secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya
2. asas konsensualitas.
Perjanjian ini sudah dianggap ada saat tercapainya kesepakatan tentang hal-hal
yang diperjanjikan
3. asas itikad baik.
Franchisor dengan itikad baik harus menjamin hak-hak yang akan diberikan
kepada Franchisee itu benar-benar miliknya bukan sebagai hasil kejahatan, dan
pihak Franchisee harus mewujudkan kewajiban yang harus diberikan kepada
Franchisor dengan baik serta itikad baik
4. asas kerahasiaan.
Pada dasarnya bisnis dengan pola Franchise sangat mengandalkan ciri khas dari
suatu produk barang/jasa. Sehingga apabila unsure kerahasiaan dari Trade
Secret Know How tidak dijaga dengan baik hal ini akan merugikan Franchisor
karena mengakibatkan ciri khas dari Franchise yang ada diketahui oleh pihak
ketiga
5. asas persamaan hukum.
Perjanjian bisnis waralaba hendaknya dibuat atas dasar kesamaan hak di depan
hukum, baik bagi pemberi hak waralaba maupun penerima hak waralaba
8 P. Lindawaty S. Sewu, 2004, Franchise: Pola Bisnis Spektakuler Dalam Prespektif Hukum dan
Ekonomi, Utomo, Bandung, hal. 31-35
11
6. asas keseimbangan.
Franchisor dinilai mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi namun
Franchisor memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan
itikad baik. Asas keseimbangan menekankan pada keseimbangan antara hak dan
kewajiban dari para pihak secara wajar dengan tidak membebani salah satu
pihak saja.
Waralaba merupakan salah satu bentuk format bisnis dimana pihak pertama yang
disebut Franchisor memberikan hak kepada pihak kedua yang disebut Franchisee untuk
mendistribusikan barang/ jasa dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu
mempergunakan merek, logo, dan sistem operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh
Franchisor. Pemberi hak ini dituangkan dalam bentuk perjanjian waralaba (Franchise
Agreement).9
Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007 tentang waralaba dalam pasal 1 angka
(1) dan Permendagri No. 31 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba pasal 1 ayat
(1) menyebutkan definisi waralaba sebagai berikut:
Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan
usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan
barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan
dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Peraturan Menteri No. 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba Pasal 1 angka (1)
mendefinisikan waralaba ialah:
Perikatan antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dimana penerima
waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan
9 www.smfranchise.com diakses 28 Desember 2015
12
atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas
usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban
menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh
pemberi waralaba kepada penerima waralaba.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba dan Pasal 2
Permendagri No. 31 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba menyebutkan
bahwa waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) memiliki ciri khas usaha.
Yang dimaksud dengan ciri khas usaha adalah suatu usaha yang memiliki
keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan usaha lain
sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya
sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara
distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba
b) terbukti sudah memberikan keuntungan.
Yang dimaksud dengan terbukti sudah memberikan keuntungan adalah
menunjuk pada pengalaman pemberi waralaba yang telah dimiliki yang kurang
lebih 5 tahun dan telah memiliki kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-
masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan
berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan
c) memiliki standar atas pelayanan dan barang atau jasa yang ditawarkan yang
dibuat secara tertulis.
Yang dimaksud adalah bahwa usaha tersebut sangat membutuhkan standar
secara tertulis supaya penerima waralaba dapat melaksanakan usaha dalam
kerangka kerja yang jelas dan sama (Standart Operasional Prosedur)
13
d) mudah diajarkan dan diaplikasikan.
Yang dimaksud disini adalah mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba
yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis
dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan
menejemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi waralaba
e) adanya dukungan yang berkesinambungan.
Yang dimaksud adalah dukungan dari pemberi waralaba kepada penerima
waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan dan
promosi
f) hak kekayaan intelektual yang telah terdaftarkan.
Yang dimaksud adalah hak kekayaan intelektual yang terkait dengan usaha
seperti merek, hak cipta, paten, lisensi, dan/atau rahasia dagang sudah
didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di
instansi yang berwenang.
Pasal 5 ayat 2 (lampiran II) Peraturan Menteri No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba menyebutkan bahwa:
Perjanjian waralaba memuat paling sedikit:
1. nama dan alamat para pihak, yaitu nama dan alamat jelas perusahaan dan nama
dan alamat jelas pemilik/ penanggungjawab perusahaan yang mengadakan
perjanjian yaitu pemberi waralaba dan penerima waralaba
2. jenis hak kekayaan intelektual, yaitu jenis hak kekayaan intelektual pemberi
waralaba, seperti merek dan logo perusahaan, desain outlet/gerai, sistem
manajemen/pemasaran atau racikan bumbu masakan yang diwaralabakan
3. kegiatan usaha, yaitu kegiatan usaha yang diperjanjikan seperti perdagangan
eceran/retail, pendidikan, restoran, apotik atau bengkel
4. hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba, yaitu hak yang
dimiliki baik oleh pemberi waralaba maupun penerima waralaba seperti:
a. pemberi waralaba berhak menerima fee atau royalty dari penerima
waralaba, dan selanjutnya pemberi waralaba berkewajiban memberikan
pembinaan secara berkesinambungan kepada penerima waralaba
b. penerima waralaba berhak menggunakan hak kekayaan intelektual atau
ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba, dan selanjutnya
14
penerima waralaba berkewajiban menjaga kode etik/ kerahasiaan hak
kekayaan intelektual atau ciri khas usaha yang diberikan pemberi
waralaba
5. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang
diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba, seperti bantuan fasilitas
berupa penyediaan dan pemeliharaan computer dan program IT pengelolaan
kegiatan usaha
6. wilayah usaha, yaitu batasan wilayah yang diberikan pemberi waralaba kepada
penerima waralaba untuk mengembangkan bisnis waralaba seperti: wilayah
Sumatra, Jawa dan Bali atau di seluruh Indonesia
7. jangka waktu perjanjian, yaitu batasan waktu mulai dari berakhir perjanjian
seperti perjanjian kerjasama di tetapkan berlaku selama sepuluh tahun terhitung
sejak surat perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak
8. tata cara pembayaran imbalan yaitu tata cara/ ketentuan termasuk waktu dan
cara perhitungan besarnya imbalan seperti fee atau royalty apabila disepakati
dalam perjanjian yang menjadi tanggung jawab penerima waralaba
9. kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris, yaitu nama dan alamat
jelas pemilik usaha apabila perseorangan, serta nama, dan alamat pemegang
saham, komisaris dan direksi apabila berupa badan usaha
10. penyelesaian sengketa, yaitu penetapan tempat/ lokasi penyelesaian sengketa
seperti melalui pengadilan negeri, tempat/ domisili perusahaan atau melalui
pengaduan, arbitrase, dengan memperhatikan hukum Indonesia
11. tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian seperti
pemutusan perjanjian tidak dapat dilakukan secara sepihak, perjanjian berakhir
dengan sendirinya apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian telah
berakhir. Perjanjian dapat diperpanjang kembali apabila dikehendaki oleh kedua
belah pihak dengan ketentuan yang ditetapkan bersama
12. jaminan dari pihak pemberi waralaba untuk tetap menjalankan kewajiban-
kewajibannya kepada penerima waralaba sesuai dengan isi perjanjian hingga
jangka waktu perjanjian berakhir.
2.4. Jenis dan Pola Waralaba
Menurut Fuady, bahwa dalam perjanjian Franchise terdapat berbagai macam
bentuk Franchise yang dapat digolongkan menurut kriterianya masing-masing,
diantaranya adalah sebagai berikut:10
1. kriteria negara asal Franchise.
Franchise dibedakan menjadi dua yakni, Franchise Domestic dan Franchise
International. Franchise Domestic merupakan jaringan bisnis Franchise dimana
10 Munir Fuady, 1997, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini (Tinjauan Hukum Bisnis), Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal. 158
15
Outlet nya hanya berada di dalam negeri saja, tanpa ada pihak Franchisor
maupun pihak Franchisee yang berasal dari luar negeri. Sedangkan yang
dimaksud dengan Franchise International adalah suatu bentuk Franchise
dimana salah satu pihak (biasanya Franchisor) berada/ berasal dari luar negeri.
2. kriteria jenis produk Franchise.
Pembagian Franchise dilakukan dalam dua bentuk yaitu, Franchise
perdagangan barang dan Franchise perdagangan jasa. Franchise perdagangan
barang berobyekan bisnis yang berhubungan dengan barang-barang komoditi.
Jadi obyeknya adalah barang yang berwujud (riil). Franchise perdagangan jasa
adalah Franchise yang bergerak dalam bidang-bidang yang tergolong kedalam
jasa/ servis. Jadi termasuk dalam jenis barang-barang yang tidak berwujud,
misalnya Franchise dalam bidang transportasi, pariwisata, pendidika, dll.
3. kriteria berupa peranan yang dipercayakan kepada Franchisee.
Franchise digolongkan menjadi dua yaitu Franchise format bisnis dan
Franchise distribusi produk dan merek dagang.
a. Franchise format bisnis
dalam bentuk Franchise format bisnis, seorang Franchisee memperoleh
hak untuk memasarkan dan menjual produk atau pelayanan dalam suatu
wilayah atau lokasi yang spesifik dengan menggunakan standar
operasional dan pemasaran.11
Franchise format bisnis adalah suatu
sistem Franchise dimana pihak Franchisee diberi hak oleh pihak
Franchisor untuk memasarkan dan menjual produk/ servis dan dengan
menggunakan operasional dan pemasaran yang standar seperti yang
11 Juajir Sumardi, 1995, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional, Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal. 22
16
ditetapkan oleh pihak Franchisor. Franchise format bisnis digolongkan
menjadi tiga bagian:
1) Franchise pekerjaan.
Dalam bentuk ini Franchisee yang menjalankan usaha Franchise,
pekerjaan sebenarnya memberi dukungan untuk usahanya sendiri.
Bentuk Franchise ini cenderung paling murah, umumnya
membutuhkan modal yang kecil karena tidak menggunakan
tempat dan perlengkapan yang berlebihan
2) Franchise usaha.
Pada saat ini Franchise usaha adalah bidang Franchise yang
berkembang pesat. Bentuknya berupa toko eceran yang
menyediakan barang atau jasa. Biaya yang dibutuhkan lebih besar
dari Franchise pekerjaan karena dibutuhkan tempat usaha dan
peralatan khusus
3) Franchise investasi.
Ciri utama yang membedakan jenis Franchise ini dari Franchise
pekerjaan dan Franchise usaha adalah besarnya usaha, khususnya
besarnya investasi yang dibutuhkan . Franchise investasi adalah
perusahaan yang sudah mapan, dan investasi awal yang
dibutuhkan mencapai milyaran. Perusahaan yang mengambil
Franchise investasi biasanya ingin melakukan diversifikasi, tetapi
karena manajemen yang tidak berpengalaman dalam pengelolaan
usaha baru tersebut maka dipilih cara Franchising yang
17
memungkinkan mereka memperoleh bimbingan dan dukungan.
Adapun ciri dari Franchise format bisnis adalah:
1. pemberian lisensi dalam jangka waktu tertentu untuk
berusaha di suatu wilayah tertentu dengan menggunakan
nama, merek dagang, dan logo dari Franchisor
2. Franchisor mengajarkan kepada Franchisee bagaimana
menjalankan bisnis
3. Franchisor menyediakan keseluruhan formula bisnis
4. untuk menjamin suksesnya pelaksanaan bisnis, pihak
Franchisor juga menyediakan backup service, seperti
iklan promosi, dll
5. Franchisor akan mendapatkan royalty dari Franchisee
6. merupakan suatu aktifitas, biasanya juga dalam bentuk
jasa pelayanan yang formulanya telah berhasil di
praktekkan di tempat lain
7. adanya campur tangan dari pihak Franchisor dalam hal
pendirian bisnis pihak Franchisee, akan tetapi bisnis
tersebut tetap menjadi milik pihak Franchisee.
b. Franchise distribusi produk dan merek dagang
Dalam sistem Franchise distribusi produk, yang dilakukan oleh pihak
Franchisee pada prinsipnya hanyalah memasarkan suatu produk di lokasi
tertentu dengan ijin menggunakan nama dagang pihak Franchisor.
Dalam hal ini kedudukan pihak Franchisee mirip dengan kedudukan
pihak agen atau distributor. Dalam bentuk ini, Franchisor memperoleh
18
lisensi eksklusif untuk memasarkan produk dari suatu perusahaan
tunggal dalam lokasi yang spesifik. Dalam Franchise bentuk ini,
Franchisor dapat juga memberikan Franchise wilayah, dimana
Franchisee wilayah atau sub-pemilik Franchise membeli hak untuk
mengoperasikan atau menjual Franchise di wilayah tertentu. Sub-
pemilik Franchise bertanggungjawab atas beberapa atau seluruh
pemasaran Franchise melatih dan membantu Franchisee yang baru dan
melakukan pengendalian, dukungan operasi, serta program penagihan
royalty, Franchise wilayah memberi kesempatan kepada pemegang
Franchise induk untuk mengembangkan rantai usaha lebih cepat
daripada biasa. Keahlian manajemen dan resiko finansialnya dibagi
bersama oleh Franchisee induk dan sub-pemegangnya.
2.5. Pengertian Prospektus Penawaran Waralaba
PP No. 42 tahun 2007 ditetapkan guna mengadakan keseimbangan diantara para
pihak dalam kontrak waralaba melalui berbagai prosedur yang wajib dipenuhi oleh
pemberi waralaba dan penerima waralaba dalam suatu bisnis waralaba. Prosedur yang
wajib dipenuhi oleh para pihak dalam kontrak waralaba dalam ketentuan PP No.42
tahun 2007 dan Permendag No. 31 Tahun 2008 terwaralaba wajib mendaftarkan
perjanjian waralaba dan perwaralaba, Prospektus Penawaran Waralaba ini bukan
sekedar persyaratatan legal untuk memperoleh STPW (Surat Tanda Pendaftaran
Waralaba), dokumen ini harus mampu pula berperan sebagai sarana pendukung upaya
pemasaran waralaba, karena harus diserahkan pula kepada calon investor sebelum
penandatanganan perjanjian waralaba.
19
Berkenaan dengan prospektus penawaran waralaba ini, pewaralaba (dalam
bahasa Hukum disebut pemberi waralaba) juga wajib memberi waktu yang cukup
(masih dalam tahap pembahasan juklak atau petunjuk pelaksanaan, diperkirakan
minimal sekitar 7 atau 10 hari) bagi calon investor untuk mempelajari prospektus
tersebut.12
PP No. 42 tahun 2007 tentang waralaba, Pasal 7 menyebutkan tentang kewajiban
pemberi waralaba yaitu:
1. pemberi waralaba harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada
calon penerima waralaba pada saat melakukan penawaran.
2. prospektus penawaran waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
paling sedikit mengenai:
a. data identitas pemberi waralaba, yaitu:
- foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau
- paspor para pemegang saham, komisaris, dan direksi apabila
berupa badan usaha.
b. legalitas usaha waralaba, yaitu:
- izin usaha teknis, seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
- izin tetap usaha pariwisata
- surat izin pendirian satuan pendidikan, atau
- izin usaha yang berlaku di negara pemberi waralaba
c. sejarah kegiatan usahanya, yaitu:
- uraian yang mencakup antara lain mengenai pendirian usaha,
kegiatan usaha, dan pengembangan usaha
12 www.consultft.com, diakses 29 Desember 2015
20
d. struktur organisasi pemberi waralaba, yaitu:
- struktur organisasi usaha pemberi waralaba mulai dari komisaris,
pemegang saham, dan direksi sampai ke tingkat operasional
termasuk dengan pewaralaba/ Franchisee nya
e. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir, yaitu:
- laporan keungan atau neraca keuangan perusahaan pemberi
waralaba 2 (dua) tahun berturut-turut dihitung mundur dari waktu
permohonan prospektus penawaran waralaba
f. jumlah tempat usaha, yaitu:
- outlet/ gerai usaha waralaba sesuai dengan kabupaten/ kota
domisili untuk pemberi waralaba dalam negeri dan sesuai dengan
negara domisili outlet/ gerai untuk pemberi waralaba luar negeri
g. daftar penerima waralaba, yaitu:
- daftar nama dan alamat perusahaan dan/atau perseorangan
sebagai penerima waralaba dan perusahaan yang membuat
prospektus penawaran waralaba baik yang berdomisili di
indonesia maupun di luar negeri
h. hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba, yaitu hak
yang dimiliki baik oleh pemberi waralaba maupun penerima waralaba,
seperti:
1) pemberi waralaba berhak menerima fee atau royaty dari penerima
waralaba, dan selanjutnya pemberi waralaba berkewajiban
memberikan pembinaan secara berkesinambungan kepada
penerima waralaba
21
2) penerima waralaba berhak menggunakan hak kekayaan
intelektual atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba,
dan selanjutnya penerima waralaba berkewajiban menjaga kode
etik/ kerahasiaan HKI atau ciri khas usaha yang diberikan
pemberi warlaba
Apabila prospektus waralaba yang akan didaftarkan menggunakan bahasa asing, maka
wajib untuk diterjemahkan terlebih dahulu kedalam Bahasa Indonesia. Pemberi
Waralaba yang berasal dari luar negeri wajib melegalisir prospektus penawaran
waralaba oleh Notaris Publik dengan melampirkan surat keterangan dari Atase
Perdagangan Republik Indonesia atau Pejabat Perwakilan Republik Indonesia di negara
asal Pemberi Waralaba. Prospektus Waralaba tersebut wajb untuk disampaikan oleh
Pemberi Waralaba kepada calon Penerima Waralaba pada saat penawaran atau paling
lambat 2 (dua) minggu sebelum penandatangan Perjanjian Waralaba (Pasal 7 ayat (1)
PP 42 Tahun 2007 jo Pasal 4 ayat (1) Permendag 31 Tahun 2008).
2.6. Pengertian Franchise Disclosure Document
Disclosure merupakan suatu kewajiban untuk menyajikan fakta berupa kondisi
penjualan, penyajian fakta berupa kondisi penjualan, personalia, maupun keungan dari
Franchisor kepada calon Franchisee. Fakta-fakta yang disajikan ini merupakan
dokumen yang sifatnya rahasia dan tidak boleh digunakan oleh calon Franchisee untuk
kepentingan pribadi, selain untuk mengetahui kondisi usaha dari Franchisor sebelum
memutuskan pembelian hak waralaba. Disclosure pada awal pembelian hak waralaba
dikenal juga dengan sebutan FOC (Franchise Offering Circular). Dalam praktik
22
selanjutnya, disclosure agreement kadang dilakukan jika Franchisor memberikan suatu
informasi baru berkaitan dengan usaha waralaba tersebut kepada para Franchisee nya.13
Disclosure agreement adalah kesempatan untuk membuka data dan fakta
mengenai perusahaan Franchisor yang berkaitan dengan pengambilan keputusan calon
Franchisee untuk membeli hak waralaba. Disclosure Document yang juga dikenal
dengan sebutan FOC (Franchise Offering Circular), dimana di dalam FOC harus
tercantum neraca, dan P&L (Profit&Loss) Statement dalam kurun waktu tiga tahun
terakhir yang sudah diaudit oleh kantor akuntan publik. Pemberian FOC oleh
Franchisor kepada calon Franchisee bersifat wajib. FOC harus diberikan paling tidak
sepuluh hari sebelum calon Franchisee memutuskan untuk membeli atau tidak membeli
hak waralaba yang ditawarkan oleh Franchisor. Ketelitian dan disiplin calon
Franchisee untuk meminta FOC kepada Franchisor merupakan salah satu faktor yang
dapat melindungi calon Franchisee atas resiko investasi yang akan ditanamnya.14
FOC merupakan Disclosure Document yang diberikan oleh Franchisor kepada
kandidat Franchisee yang telah terkualifikasi, sebelum ia memutuskan
penandatanganan perjanjian waralaba. FOC berisi fakta-fakta finansial maupun non
finansial berkaitan dengan Franchisor dan para Franchisee yang ada saat ini dan yang
telah berhenti. Di Amerika Serikat, untuk melindungi investor (calon Franchisee), FOC
harus dipelajari oleh calon Franchisee paling tidak selama 10 hari, dalam waktu ini
Franchisor tidak diijinkan untuk mempengaruhi dan calon Franchisee belum diijinkan
untuk menandatangani perjanjian waralabanya.15
13 Lukman Hakim, 2008, Info Lengkap WARALABA, Media Pressindo, Yogyakarta, hal. 208
14
Ibid
15
www.smfranchise.com diakses 29 Desember 2015
23
2.7. Pengertian Uniform Franchise Offering Circular (UFOC)
Pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1979 mengeluarkan Franchise
Disclosure Act yang mewajibkan pihak Franchisor menerbitkan buku prospektus atas
jasa dan produk yang di Franchise kan, tujuannya agar pihak Franchisee dapat
membaca semua dokumen sebelum mengadakan kontrak dengan Franchisor.16
Substansi dari Franchise Disclosure Act adalah perlunya transparansi atau
keterbukaan dari pihak Franchisor agar tidak ada salah satu pihak yang dirugikan dalam
perjanjian waralaba. Sebelum mengikat diri dalam suatu kontrak kerjasama dengan
Franchisor, seorang Franchisee harus tahu segala informasi mengenai perusahaan
Franchisor, mencakup segala aspek yang dapat mempengaruhi kerjasama tersebut di
masa depan.17
Ketentuan ini kemudian di tuangkan dalam Uniform Franchise Offering
Circular (UFOC) yang disahkan oleh International Franchising Association. Ketentuan
UFOC ini mensyaratkan suatu derajat keseragaman atas kondisi-kondisi yang harus
dipenuhi mengenai kewajiban pemberian penjelasan kegiatan usaha waralaba.
Beberapa hal pokok yang disyaratkan dalam format UFOC tersebut adalah:
1. informasi tentang pemberi waralaba dan pendahulunya
2. informasi tentang identitas dan pengalaman bisnis orang-orang yang berafiliasi
dengan pemberi waralaba
3. proses pengadilan
4. sejarah kepailitan
5. biaya waralaba awal atau pembayaran awal lainnya
6. biaya lain
7. investasi awal
16 Imam Sjahputra, 2005, Franchising: Konsep dan Kasus, Harvarindo, Jakarta, hal. 5-8
17
Lukman Hakim, 2008, Info Lengkap WARALABA, Media Pressindo, Yogyakarta, hal. 48-49
24
8. kewajiban penerima waralaba untuk membeli atau mengontrak dari sumber yang
ditunjukkan
9. kewajiban dari penerima waralaba untuk membeli atau mengontrak
10. pengaturan pendanaan
11. kewajiban pemberi waralaba
12. wilayah atau teritori eksklusif
13. merek dagang, merek jasa, nama dagang, logo tipe, dan simbol komersial
14. paten dan hak cipta
15. kewajiban penerima waralaba untuk ikut serta dalam operasi aktual dan bisnis
16. pembatasan atas barang dan jasa
17. pembaharuan, pembatalan, membeli kembali, modifikasi, serta pengalihan
perjanjian dan informasi yang terkait
18. pengaturan dengan tokoh-tokoh terkenal
19. penjualan, laba atau penghasilan aktual, rata-rata atau yang diperkirakan
20. informasi tentang waralaba dan pemberi waralaba
21. laporan keungan
22. kontrak
23. tanda terima dari calon penerima waralaba.