30
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG KPK, KEPOLISIAN DAN KEJAKSAAN A. Tugas, Fungsi dan Wewenang KPK berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Didasari ketidakpercayaan terhadap instansi penegak hukum yang telah ada dalam pemberantasan korupsi, maka eksekutif dan legislatif membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat menjadi KPK. Keberadaan komisi ini mengacu pada The Independent Comission Against Corruption (ICAC) yang didirikan oleh pemerintah Hongkong pada tahun 1974. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah salah satu lembaga negara baru yang dibentuk dengan semangat reformasi hukum dalam penegakan tindak pidana korupsi, yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat menjadi KPK, merupakan suatu komisi khusus yang dasar pendiriannya diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan secara lebih dalam diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Tujuan dibentuknya KPK tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK berwenang menindak siapa pun yang Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TUGAS, FUNGSI DAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21242/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG KPK,

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG KPK, KEPOLISIAN DAN KEJAKSAAN

A. Tugas, Fungsi dan Wewenang KPK berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Didasari ketidakpercayaan terhadap instansi penegak hukum yang telah ada

dalam pemberantasan korupsi, maka eksekutif dan legislatif membentuk Komisi

Pemberantasan Korupsi atau disingkat menjadi KPK. Keberadaan komisi ini

mengacu pada The Independent Comission Against Corruption (ICAC) yang

didirikan oleh pemerintah Hongkong pada tahun 1974.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah salah satu lembaga negara baru

yang dibentuk dengan semangat reformasi hukum dalam penegakan tindak pidana

korupsi, yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi atau

disingkat menjadi KPK, merupakan suatu komisi khusus yang dasar pendiriannya

diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi dan secara lebih dalam diatur dalam Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK adalah

lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat

independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Tujuan dibentuknya KPK

tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya

pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK berwenang menindak siapa pun yang

Universitas Sumatera Utara

dipersangkakan melakukan tindak Pidana Korupsi. Secara tegas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan, KPK dalam melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tunduk kepada hukum acara yang berlaku.

KPK dapat dikategorikan sebagai badan khusus (ad hoc) yang berwenang untuk

melakukan penanganan kasus-kasus korupsi tertentu seperti yang diisyaratkan oleh

Pasal 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK, yaitu:

1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara, dan orang lain yang ada

kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak

hukum atau penyelenggara Negara;

2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;

3. Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar

rupiah).

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, maka KPK :

1. Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan

konstitusi yang telah ada sebagai ”counterpartner” yang kondusif sehingga

pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.

2. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan

penuntutan.

3. Berfugsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam

pemberantasan korupsi (trigger mechanism).

Universitas Sumatera Utara

4. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan

dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan yang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau

kejaksaan.

KPK sebagai lembaga baru yang notabene aparaturnya pun mengambil dari

instansi penegak hukum yang telah ada tentu akan mengalami ketidaksempurnaan

dalam pelaksanaan tugasnya, dikarenakan kesempurnaan sebuah lembaga dapat

tercipta ketika lembaga tersebut melakukan pembenahan didasari dari

pengalamannya, dengan kata lain segala kelemahan lembaga tersebut dapat diketahui

setelah mengalami perjalanan di dalam pelaksanaan tugasnya. Disisi lain dengan

aparaturnya yang terbatas dan pertimbangan biaya yang sangat besar, keberadaan

KPK pun tidak sampai ke daerah-daerah. Hal ini juga dapat menghambat tugas

pemberantasan korupsi secara menyeluruh oleh KPK apabila tidak dilakukan

pembenahan juga terhadap instansi penegak hukum yang telah ada.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dalam

melaksakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh

kekuasaan manapun (Pasal 3).42 Tujuan dibentuknnya KPK tidak lain adalah

meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana

korupsi. KPK dibentuk karena institusi (Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Partai

Politik dan Parlemen) yang seharusnya mencegah korupsi tidak berjalan bahkan larut

dan terbuai dalam korupsi. Pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai

42Pasal 3 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Universitas Sumatera Utara

sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan

korupsi perlu ditingkatkan secara professional, intensif, dan berkesinambungan.

Karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan

menghambat pembangunan nasional. Begitu parahnya maka korupsi di Indonesia

sudah dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime). Cara

penanganan korupsi harus dengan cara yang luar biasa. Untuk itulah dibentuk KPK

yang mempunyai wewenang luar biasa, sehingga kalangan hukum menyebutnya

sebagai suatu lembaga super (super body).

Pada dasarnya pembentukan KPK ditujukan untuk meningkatkan daya guna

dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dalam

menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan pada :43

1. Kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan

peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan

menjalankan tugas dan wewenang KPK.

2. Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk

memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskrimnatif tentang kinerja

KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

3. Akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir

kegiatan KPK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat

43Adib Bahari dan Khotibul Umam, Komisi Pemberantasan Korupsi dari A sampai Z, Pustaka

Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal. 30-31.

Universitas Sumatera Utara

sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

4. Kepentingan umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan

cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

5. Proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas,

wewenang, tanggung jawab dan kewajiban KPK.

Dalam tahun pertama menjalankan peranannya sebagai ujung tombak

memerangi korupsi, KPK menghadapi beberapa kendala yang klasik antara lain

keterlambatan pencairan dana dari pemerintah. Hal ini mengundang kritik miring dari

berbagai pihak seperti Munarman, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia (YLBHI) bahwa KPK hanya mencari-cari alasan apabila ditagih tentang

kinerja pimpinan KPK. Dia juga menambahkan bahwa sulitnya memberantas korupsi

karena pemerintah khususnya pejabat-pejabat yang berwenang dalam memberantas

korupsi sama sekali tidak memiliki kemauan politik (political will). Selanjutnya Satya

Arinanto, dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia mengatakan tidak ada

upaya KPK dalam menjalankan peranannya memberantas korupsi bukan karena

faktor keterlambatan dana, karena KPK juga dapat dana dari luar negeri maupun

bantuan asistensi dari partnership. Tidak ada kinerja KPK karena semata-mata

pemimpin KPK bukan orang yang terbaik.44 Faktor lain yang menghambat adalah

kosongnya posisi Sekretaris Jenderal KPK hampir delapan bulan setelah dibentuk,

44Harian Kompas, edisi tanggal 24 Mei 2004, http://www.kompas.com

Universitas Sumatera Utara

sehingga mengganggu jalannya roda administrasi. Sebenarnya hal ini bisa

ditanggulangi dengan mengangkat Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal.

Setelah hampir setengah setahun setelah berdirinya, KPK tidak menunjukkan

kinerjanya, maka KPK menuai keritik tajam dari pakar hukum Achmad Ali, yang

juga anggota Komisi Nasional HAM dan praktisi hukum Bambang Widjayanto

mengatakan bahwa KPK lebih menempatkan diri seperti akademisi, dan menjadi

institusi wacana yang terlalu mengada-ada.45 Andi Hamzah menekankan bahwa

dalam enam bulan pertama KPK baru mau mencari apa yang harus dikerjakan.46

Sebenarnya untuk melakukan peranannya KPK diberikan kewenangan yang

luar biasa seperti yang diatur dalam Pasal 6 butir b, c, d dan e UU. No. 30 tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa lembaga ini dapat

bertindak mulai dari :

1. mensupervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan tindak pidana

korupsi;

2. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana

korupsi;

3. melakukan tindakan pencegahan korupsi;

4. memonitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. 47

Dalam menangani kasus KPK diberi kewenangan memperpendek jalur

birokrasi dan proses dalam penuntutan. Jadi KPK mengambil sekaligus dua peranan

45Harian Kompas, edisi tanggal 29 April, 2005, http://www.kompas.com 46Harian Kompas, edisi tanggal 7 Mei. 2004, http://www.kompas.com 47Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Universitas Sumatera Utara

yaitu tugas Kepolisian dan Kejaksaan yang selama ini tidak berdaya dalam

memerangi korupsi. Disamping itu KPK diberi kewenangan untuk melakukan

pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas

dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan instansi yang

dalam melaksanakan pelayanan publik Pasal 8 Ayat (1).48

Selanjutnya dalam rangka melaksanakan tugas supervisi, KPK berwenang

melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi yang menjalan

tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana

korupsi, dan isntansi yang melaksanakan pelayanan publik. Hal ini menunjukkan

bahwa KPK merupakan lembaga super body, terlebih karena KPK juga memiliki

kewenangan untuk mengambilalih penyidikan atau penuntutan yang sedang

dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Lebih lanjut ditegaskan bahwa kepolisian

atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat

bukti dan dokumen lainnya yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat

belas hari) kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan dari KPK.

Sebagai bukti autentik peralihan wewenang penyidikan atau penuntutan, maka

dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga

segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan

tersebut beralih kepada KPK. Sebagai sebuah tindakan hukum, pengambilalihan

48Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Universitas Sumatera Utara

penyidikan dan penuntutan tidak boleh dilakukan dengan semena-mena, melainkan

harus berdasarkan alasan-alasan tertentu, yaitu : 49

1. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditinjaklanjuti;

2. proses penanganan tindak pidana korupsi tidak ada kemajuan/berlarut-larut/

tetunda tanpa alasan yang bisa dipertanggung jawabkan;

3. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku korupsi

yang sesungguhnya;

4. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;

5. adanya hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari

eksekutif, yudikatif atau legislatif; atau

6. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan

tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat

dipertanggung jawabkan.

KPK juga diberi kerwenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan

penuntutan tindak pidana korupsi yang (Pasal 11 ) :50

1. melibatkan aparat pengak hukum, penyelengara negara dan orang lain yang ada

kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat

pengak hukum dan penyelengara negara;

2. mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat; dan/atau

3. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

49Adib Bahari dan Khotibul Umam, Op.cit, hal. 33. 50 Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Universitas Sumatera Utara

Untuk memerangi tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai tindak

pidana luara biasa (extra ordinary crime), maka KPK diberi tambahan kewenangan

yang tidak dimiliki instititusi lain yaitu:

1. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;

2. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang berpergian

keluar negeri;

3. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan

keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;

4. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir

rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa,

atau pihak lain yang terkait;

5. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada

instansi terkait;

6. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan

perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi

serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang

diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan

tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;

7. meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain

untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti diluar

negeri;

Universitas Sumatera Utara

8. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan

penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara

tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

Melihat kewenangan KPK, maka tidak heran kalau kalangan hukum

menyebutnya sebagai lembaga super (superbody). Disamping itu, peranan KPK

melebihi dari Kepolisian dan Kejaksaan dimana Kepolisian dan Kejaksaan dapat

mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SPPP) dalam

perkara tindak pidana korupsi, sebaliknya berdasarkan Pasal 40 UU No 30 Tahun

2002, KPK tidak berwenang mengeluarkan SP3 untuk menghindari adanya main

mata antara tersangka dan aparat KPK. Dengan kewenangan yang super tersebut

KPK diharapkan mampu mengeliminasi korupsi secara konseptual dan sistematis.

Masyarakat tidak mau tahu akan keluh kesah KPK bekait dengan kurangya personil

maupun kesendirian KPK dalam menangani tindak pidana korupsi.

B. Tugas, Fungsi dan Wewenang Kejaksaan berdasarkan UU No. 16 Tahun

2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Sejak diberlakukannya UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia, penggantian undang-undang membawa pengaruh tersendiri terhadap

kedudukan dari kejaksaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 5 Tahun

1991 disebutkan bahwa kejaksaan RI adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan

kekuasaan negara di bidang penuntutan. Sejak itulah dapat dikatakan kedudukan

kejaksaan beralih menjadi di bawah kekuasaan eksekutif.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan perkembangan pengaturan tentang keberadaan kejaksaan tersebut

dapat dilihat bahwa kedudukan kejaksaan pada dasarnya belum pernah diatur secara

tegas dalam UUD 1945.51 Kedudukan kejaksaan yang sebelumnya berada pada

kekuasaan kehakiman telah berubah menjadi mandiri sejak tanggal 22 Juli 1960, akan

tetapi kekuasaan tersebut berubah menjadi di bawah kekuasaan eksekutif sampai

dengan sekarang. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, secara nyata dapat dilihat

bahwa kedudukan kejaksaan telah mengalami pergeseran. Dimulai dari menempatkan

kedudukan kejaksaan di bawah kekuasaan legislatif, menjadi mandiri dan berubah

menjadi di bawah kekuasaan eksekutif.

Kedudukan kejaksaan akan sangat berpengaruh dalam mengimplementasikan

fungsi, peran dan wewenangnya. Hal ini tentu sangat berkaitan dengan kinerja dari

kejaksaan itu sendiri,52 yang mengimplementasikan tugas dan wewenangnya

diharapkan diamati pada saat ini dan prediksi tantangan ke depan antara lain harus

memperhatikan perkembangan globalisasi, opini yang berkembang di masyarakat dan

51Sampai dengan Amandemen IV UUD 1945 kedudukan kejaksaan tidak diatur dalam UUD

1945. Sebenarnya Rancangan Perubahan UUD 1945 hasil Badan Pekerja MPR RI Tahun 1999-2000 telah mengatur masalah kekuasaan kehakiman dan melakukan perubahan terhadap Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman menjadi kekuasaan Kehakiman dan Penegakan Hukum. Adapun pasal yang mengatur masalah kejaksaan adalah Pasal 25c, yaitu : (1) Kejaksaan merupakan lembaga negara yang mandiri dalam melaksanakan kekuasaan penuntutan

dalma perkara pidana. (2) Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat).

(3) Susunan, kedudukan dan kewenangan lain kejaksaan diatur dengan undang-undang. Namun dalam kenyataannya, rancangan perubahan tersebut tidak satu pasal pun yang

direalisir dalam UUD 1945 setelah Amandemen II tahun 2000. 52Suhadibroto, Reprofesionalisasi Kinerja Kejaksaan, http://www.khn.or.id, terakhir diakses

pada tanggal 25 Februari 2008. Suhadibroto menyatakan bahwa kinerja kejaksaan ditentukan atau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Jaksa Agung, Jaksa Agung sebagai pejabat fungsional dan organisasi.

Universitas Sumatera Utara

reformasi yang melahirkan paradigma baru dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara, serta terjadinya perubahan kepemimpinan yang akan melahirkan

perubahan kebijakan dalam bidang pemerintahan termasuk kebijakan dalam

penegakan hukum.53

Seperti yang dicatat seorang pengamat, sistem peradilan masih dipandang luas

sebagai mafia yang dijalankan pemerintah, hukum Indonesia perlu ditinjau kembali

secara luas dan diperbaharui, mengingat fungsi hukum untuk menertibkan dan

mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang

timbul.54

Hal tersebut pada saat ini cukup memadai untuk keperluan masa peralihan bila

kejaksaan dan sistem peradilan dapat diandalkan dan difungsikan sebagaimaan

seharusnya. Seperti yang tertera dalam UU No. 16 Tahun 2004 tersebut. Tentu saja

kesungguhan dan rasa tanggung jawab oleh para penegak hukum secara keseluruhan

sangat diperlukan, khususnya dalam menata struktur hukum negara Indonesia.

Peran jaksa selaku penuntut umum yang mewakili kepentingan umum,

bertindak untuk dan atas nama negara dalam perkara pidana, merupakan salah satu

wujud penegakan ketertiban dan perlindungan terhadap semua kepentingan hukum

yang dimiliki oleh setiap orang berlaku subjek hukum seperti yang tertera pada UU

53Notulen Presentasi Makalah Diskusi Panel berjudul : “Strategi Peningkatan Kinerja

Kejaksaan dalam Rangka Mewujudkan Supremasi Hukum”, (Jakarta : Kejati DKI Jakarta, Agustus 2001), hal. 2.

54R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jayakarta : Sinar Grafika, 1992), hal. 53. Bahwa dalam perkembangan masyarakat fungsi hukum dapat terdiri dari : 1). Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat. 2). Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin, 3). Sebagai sarana penggerak pembangunan. 4). Sebagai fungsi kritis.

Universitas Sumatera Utara

No. 5 Tahun 1991, UU No. 16 Tahun 2004, jo Keppres No. 55 Tahun 1991 dan

peraturan perundang-undangan kejaksaan lainnya.

Tugas dan wewenang kejaksaan sangat luas menjangkau area hukum pidana,

perdata maupun tata usaha negara. Tugas dan wewenang ini pelaksanaannya

dipimpin, dikendalikan dan dipertanggungjawabkan oleh Jaksa Agung. Peranan Jaksa

Agung dalam kehidupan bernegara dan pemerintahan menjadi sangat krusial, lebih-

lebih pada saat ini dimana negara sedang dalam proses reformasi yang salah satu

agendanya adalah terwujudnya supremasi hukum.55 Di sisi lain, Jaksa Agung adalah

“a man of law”yang dalam sistem kita dapat digambarkan sebagai abdi hukum, abdi

negara dan abdi masyarakat yang tidak mengabdi pada presiden dengan kepentingan

politiknya. Dalam mewujudkan agenda reformasi yaitu supremasi hukum, rasanya

kita memerlukan seorang Jaksa Agung dengan kualifikasi sebagai abdi hukum, yang

memiliki tingkat profesionalisme yang tinggi dan tepat disertai sifat yang jujur.56

55Frans E. Likadja, Daniel Bessie, Desain Instruksional Dasar Hukum Internasional,

(Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), hal. 9, lihat juga UU No. 15 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004, pada dasarnya telah ditetapkan berbagai kebijakan yang mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional dalam mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang baik. Program-program tersebut adalah : (1). Program pembentukan peraturan perundang-undangna; (2). Program pemberdayaan lembaga peradilan dan penegak hukum lainnya; (3) Program penuntasan kasus korupsi, kolusi dan nepotisme serta pelanggaran hak asasi manusia; (4). Program peningkatan kesadaran hukum dan pengembangan budaya hukum.

56Moh. Mahfud M.D, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 1998), hal. 22. Ciri menonjol hukum otonom adalah terikatnya masyarakat secara kuat pada prosedur. Elit penguasa tidak lagi leluasa menggunakan kekuasaan karena ada komitmen masyarakat untuk menjalankan kekuasaan sesuai dengan tata cara yang diatur. Dengan mengacu pada Marryman, Abdul Hakim Garuda Nusantara mengemukakan 3 (tiga) macam tradisi hukum yang kemudian dikaitkan dengan strategi pembangunan hukum. Ada 2 (dua) macam strategi pembangunan hukum yang akhirnya sekaligus berimplikasi pada karakter produk hukumnya yaitu pembangunan hukum “ortodoks” dan pembangunan hukum “responsif”, lihat juga Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Indonesia, (Jakarta : Yayasan LBHI, 1988), hal. 26-34.

Universitas Sumatera Utara

Dalam UU No. 16 Tahun 2004 Pasal 8 ayat 1 dinyatakan bahwa Jaksa adalah

pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung. Sedangkan

pengertian jabatan fungsional jaksa dirumuskan dalam UU No. 16 Tahun 2004 Pasal

1 ayat 4 sebagai jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan

yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan.

Lembaga kejaksaan pada dasarnya merupakan suatu institusi. Pada umumnya

di dalam sebuah institusi terdapat :

(a). Norma, budaya dan etika, yang merupakan suatu ketentuan yang tak tertulis tetapi

dipraktekkan;

(b). Rules, yaitu peraturan-peraturan formal yang tertulis; dan

(c). Structure, yaitu organisasi.

Keberadaan kejaksaan di Indonesia, sepenuhnya didasarkan pada paradigma

atau visi tentang jati diri dan lingkungannya sebagai aparatur negara yang menempati

posisi sentral, upaya dan proses penegakan hukum dalam rangka mewujudkan fungsi

hukum dan supremasi hukum dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang

berdasarkan atas hukum (rechtstaat).57 Oleh karena itu, basis pengabdian institusi

kejaksaan dan profesi jaksa adalah sebagai penyelenggara dan pengendali penuntutan

atau selaku dominus litis dalam batas jurisdiksi negara.58

57J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin, J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, Cet. Keenam, (Jakarta :

Sinar Grafika, 2000), hal. 142. Recht secara objektif berarti undang-undang, peraturan hukum, hukum secara subjektif berarti hak, kuasa.

58Kejaksaan Agung Republik Indonesia Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Pokok-Pokok Rumusan Hasil Sarasehan Terbatas Plattform Upaya Optimalisasi Pengabdian Institusi Kejaksaan, (Jakarta : Kejaksaan Agung RI, 1999), hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

Akuntabilitas kejaksaan RI adalah perwujudan kewajiban kejaksaan RI untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan misi

organisasi dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan secara

periodik. Perlu diketahui bahwa pengertian akuntabilitas ini berbeda dengan

pengertian akuntabilitas yang dimaksud dalam Pasal 3 angka (7) UU No. 28 Tahun

1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi

dan Nepotisme. Dalam undang-undang ini, akuntabilitas tidak dilakukan secara

periodik tetapi hanya pada saat penyelenggara negara tersebut berakhir jabatannya.

Meskipun jangkauan pengawasannya lebih menyeluruh, termasuk kinerja

institusi yang menyangkut fungsi yudisial, tetapi terbatas pada aparatur eselon

struktural atau fungsional tertentu. Perlu tidaknya proses atau tindak lanjut berkaitan

dengan pengawasan tersebut sangat tergantung pada kebijaksanaan Jaksa Agung.

Oleh karena itu, partisipasi masyarakat untuk mengawasi kinerja kejaksaan sebagai

institusi penegak hukum sudah diwadahi dalam bentuk Komisi Kejaksaan (vide Pasal

38 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI jo Peraturan Presiden RI No. 18

Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan RI) yang mulai diberlakukan pada tanggal 7

Februari 2005. Tugas dan kewenangan Komisi Kejaksaan diatur dalam pasal 10 dan

Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2005.

Universitas Sumatera Utara

Kejaksaan merupakan institusi sentral dalam penegakan hukum yang dimiliki

oleh semua negara yang menganut paham rule of law.59 Penerapan ini bersifat

beraneka ragam dengan memperhatikan posisi, tugas, fungsi dan kewenangan sesuai

dengan sistem hukum yang dianut suatu negara. Dari berbagai peraturan dapat

diketahui bahwa peran, tugas dan wewenang lembaga kejaksaan sangat luas dan

menjangkau area hukum pidana, perdata dan tata usaha negara. Tugas dan wewenang

yang sangat luas ini pelaksanaannya dipimpin dan dikendalikan serta

dipertanggungjawabkan oleh seorang yang diberi predikat Jaksa Agung.

Kejaksaan adalah lembaga yang independen atau mandiri60 dari lembaga

penegak hukum lain maupun lembaga pemerintahan dan lembaga politik.

Kemandirian kejaksaan secara lembaga bukan berarti melepaskan independensi

kejaksaan dengan lembaga lain, melainkan lepas dari segala bentuk intervensi. Dalam

hal ini kemandirian secara institusional adalah kemandirian secara eksternal, yang

59Konsep dari rule of law diberikan oleh beberapa ahli. A.V. Dicey, menyatakan bahwa the

rule of law harus memenuhi unsur-unsur tertentu, yaitu : 1. Supremasi dari hukum, artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi di dalam negara

adalah hukum (kedaulatan hukum). 2. Persamaan dalam kedaulatan hukum bagi setiap orang. 3. Konstitusi itu tidak merupakan sumber dari hak-hak asasi manusia dan jika hak-hak asasi itu

diletakkan dalam konstitusi itu hanya sebagai penegasan bahwa hak asasi itu harus dilindungi. 60Tri Rahadian memberi asumsi bahwa independent adalah kemerdekaan. Independence,

adalah kebebasan, kemerdekaan yang berarti merdeka, bebas dan tidak dipengaruhi orang lain. Sedangkan mandiri, juga mempunyai arti yang hampir sama dengan independen tersebut, yakni mandiri, adalah dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain, sedangkan kemandirian merupakan hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain (Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001).

Universitas Sumatera Utara

memiliki dampak kemandirian secara personal terhadap aparatur kejaksaan dalam

menjalankan fungsi penuntutannya.61

Pengaturan mengenai tugas dan wewenang kejaksaan RI secara normatif

dapat dilihat bahwa dalam beberapa ketentuan undang-undang mengenai kejaksaan

seperti yang ditegaskan dalam Pasal 30 UU No. 16 Tahun 2004, yaitu :

(1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :

a. Melakukan penuntutan.62

b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.63

61Integrated Prosecution Justice System, Suatu Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penuntutan

Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, http://www.ipjs.com, terakhir diakses pada tanggal 8 April 2008. Pembaruan dalam tubuh kejaksaan tidak bisa lepas dari permasalahan visi lembaga kejaksaan yang akan dibangun di masa mendatang. Tak dapat dipungkiri bahwa visi adalah hal yang penting dalam merumuskan bentuk kejaksaan yang sama sekali baru. Pemikiran yang liar tentang kejaksaan bukanlah hal yang harus ditakutkan, karena keliaran pemikiran akan menghasilkan suatu pemikiran yang sama sekali baru. Dalam rangka pembaruan kejaksaan, keliaran pemikiran tentang visi kejaksaan yang baru akan membawa angin perubahan yang sifatnya idealis pragmatis.

Perumusan visi hendaknya dilatarbelakangi ole hsuatu pemikiran yang filosofis, sehingga pemaknaan dalam bentuk kata-kata dapat diterjemahkan secara luas dalam visi kejaksaan baru. Visi kejaksaan yang independen harus dipandang sebagai suatu kebutuhan bukan keharusan. Makna independent adalah Free from the Authority, control or influence of others, self-governing, self-supporting, not committed to an organized political party. Dengan kata lain perkataan bahwa independensitas kejaksaan bergantung pada dirinya dalam mengambil jarak terhadap berbagai institusi yang ada di luar dirinya (External Institution).

62Dalam Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf a dijelasakan bahwa dalam melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan, apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.

63Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf b menjelaskan bahwa dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan perikemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengsampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak. Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksanakan tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanakan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang.

Universitas Sumatera Utara

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,

putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat.64

d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-

undang.

e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam

pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat

bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau

pemerintah.

(3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut

menyelenggarakan kegiatan :

a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum.

c. Pengamanan peredaran barang cetakan.

d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan

negara.

e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.

f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

64Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf c bahwa yang dimaksud dengan “keputusan lepas

bersyarat” adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemasyarakatan.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 32 undang-undang tersebut menetapkan bahwa di samping tugas dan

wewenang yang tersebut dalam undang-undang ini, kejaksaan dapat diserahi tugas

dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur

bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan membina kerja sama

dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi

lainnya.65 Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa kejaksaan dapat memberikan

pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.

Di samping tugas dan wewenang kejaksaan RI di atas, Jaksa Agung memiliki

tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal 35 UU No. 16 Tahun 2004, yaitu :

a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan

dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan.

b. Mengaktifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang.

c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.66

d. Mengajukan kasasi demi kepentingan umum kepada mahkamah agung dalam

perkara pidana, perdata dan tata usaha negara.67

e. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada mahkamah agung dalam

pemeriksaan kasasi pidana.

65Penjelasan Pasal 33 menyatakan : adalah menjadi kewajiban bagi setiap badan negara

terutama dalam bidang penegakan hukum dan keadilan untuk melaksanakan dan membina kerja sama yang dilandasi semangat keterbukaan, kebersamaan dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu.

66Penjelasan Pasal 35 UU No. 16 Tahun 2004 huruf c, yang dimaksud dengan kepentingan umuum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.

67Penjelasan Pasal 35 UU No. 16 Tahun 2004 huruf d yang menyatakan bahwa : pengajukan kasasi demi kepentingan hukum ini adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Universitas Sumatera Utara

f. Mencegah atau menangkap orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah

kekuasaan negara RI karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Jadi, kejaksaan RI dengan segala tugas dan wewenangnya, seyogyanya dapat

mewujudkan hukum yang berkeadilan, karena tanpa adanya hukum yang berkeadilan,

sulit diharapkan bahwa hukum dapat akan diterima dan dijadikan panutan. Tentu

harus diingat bahwa melakukan pembaruan hukum dan aparatnya tidak dapat

dilakukan dengan cepat, memang diperlukan cukup waktu, namun harus diupayakan

agar pembaruan ini dapat dicapai dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

C. Tugas, Fungsi dan Wewenang Kepolisian berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Republik Indonesia

Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, tugas dan wewenang

Kepolisian RI, adalah sebagai berikut :

Pasal 13

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

1. Selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum;

2. Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan

perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan

peraturan perundang-undangan;

Universitas Sumatera Utara

3. Bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara

lainnya membina ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna

mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat;

4. Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang

terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf

b, dan huruf c;

5. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian

Negara Republik Indonesia :

a. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai

dengan Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

b. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, dan

laboratorium forensik serta psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas

kepolisian;

c. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

d. Memelihara keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan

hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan

perlindungan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

e. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam rangka membina keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

Universitas Sumatera Utara

f. Melindungi dan melayani kepentingan warga massyarakat untuk sementara,

sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

g. Membina ketaatan diri warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan

perundang-undangan;

h. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional dan pembinaan kesadaran

hukum masyarakat;

i. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap alat-alat

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa yang memiliki kewenangan kepolisian terbatas;

j. Melakukan pengawasan terhadap orang asing yang berada di wilayah

Indonesia dengan koordinasi terkait sesuai dengan peraturan perundang-

undangan;

k. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi Kepolisian

Internasional.

2. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan

Pasal 14 di atas, maka :

1. Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :

a. Menerima laporan dan pengaduan;

b. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

Universitas Sumatera Utara

c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

d. Mencari keterangan dan barang bukti;

e. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

f. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum;

g. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

h. Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

i. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan

pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

j. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian

dalam rangka pencegahan;

k. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu;

l. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam

rangka pelayanan masyarakat;

m. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif

kepolisian yang mengikat warga masyarakat.

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-

undangan lainnya berwenang:

1. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan

masyarakat lainnya;

2. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

Universitas Sumatera Utara

3. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan

senjata tajam;

4. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;

5. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

6. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan

petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

7. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan

memberantas kejahatan internasional;

8. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

3. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan

huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16

Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan

Pasal 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang

untuk:

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara

untuk kepentingan penyelidikan;

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda

pengenal diri;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

Universitas Sumatera Utara

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan;

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi dalam keadaan

mendesak untuk melaksanakan cegah dan tangkal terhadap orang yang disangka

melakukan tindak pidana;

k. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri

sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk

diserahkan kepada penuntut umum;

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Terkait dengan pejabat kepolisian, Pasal 18 menyatakan, untuk kepentingan

umum pejabat kepolisian negara RI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri (Ayat 1). Pelaksanaan ayat ini hanya

dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan

perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian negara RI (Ayat 2).

Selanjutnya dikatakan dalam Pasal 19, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,

pejabat kepolisian senantiasa bertindak berdasarkan norma agama, kesopanan,

kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia (Ayat 1).

Demikianlah antara lain cakupan 3 macam tugas pokok dan fungsi kepolisian

RI yang dijabarkan lebih lanjut dalam 12 macam tugas dengan dibekali sebanyak 36

Universitas Sumatera Utara

wewenang untuk melaksanakan semua tugas tersebut. Wewenang sebanyak itu masih

juga diberi “kewenangan lain” (Pasal 15 Ayat 2 poin k) yang masih dalam lingkup

tugas kepolisian. Dalam penjelasan masing-masing pasal dikatakan “Cukup jelas”.

Selanjutnya dalam perkembangan lebih lanjut, Polri mengalami Reformasi

yang merujuk pada momentum dipisahkannya Polri secara kelembagaan dari TNI

(ABRI), pada April 1999 melalui Instruksi Presiden (Inpres) No 2 Tahun 1999

tentang Langkah-langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Polri dan ABRI.

Kebijakan tersebut kemudian diikuti dengan dikeluarkannya kebijakan lain

berupa TAP MPR No. VI Tahun 2000 Tentang Pemisahan Polri dan TNI, dan TAP

MPR No. VII Tahun 2000 Tentang Peran Polri dan TNI. Kebijakan ini mengakhiri

status Polri di bawah garis komando ABRI selama Orde Baru. Dengan pemisahan

struktur organisasi ini aparat kepolisian diharapkan tidak lagi tampil dalam

performance dan watak yang militeristik, dan dapat bekerja profesional sebagai aparat

kepolisian sipil secara profesional.

Kalangan pemerhati reformasi kepolisian menggarisbawahi bahwa pemisahan

(kemandirian) Polri dari TNI bukan merupakan tujuan, tapi sebagai langkah

dimulainya reformasi Polri. Tujuan reformasi kepolisian adalah membangun

kepolisian sipil yang profesional dan akuntabel dalam melayani masyarakat sesuai

dengan menjunjung tinggi norma-norma demokrasi, menghormati HAM dan hukum

internasional lainnya. Reformasi Polri merupakan bagian dari reformasi sektor

keamanan yang juga memiliki jalinan interdependensi dengan reformasi di sektor

lain.

Universitas Sumatera Utara

D. Disharmoni/Benturan Kewenangan antara KPK, Kejaksaan dan Kepolisian

KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya bersifat independen dan harus terbebas dari pengaruh manapun. KPK,

seperti lembaga lainnya juga memiliki kewenangan untuk melaksanakan tugas dan

tujuannya. Secara garis besar wewenang KPK dalam UU No. 30 Tahun 2002 dapat

disimpulkan dengan rincian; wewenang yang menjadi tugas KPK, hak-hak dalam

melakukan wewenang, wewenang yang berkaitan dengan teknik pelaksanaan tugas

dan lain-lain.

UU No. 30 Tahun 2002 mengamanatkan pembentukan KPK dan pengadilan

khusus korupsi. Pembentukan dua institusi ini merupakan salah satu upaya yang

harus dilakukan oleh pemerintah dan legislatif dalam pemberantasan tindak pidana

korupsi. Namun dalam pelaksanaannya ternyata tidak semudah yang tertulis dalam

peraturan perundang-undangan. Karena dalam praktek, baik yang sudah terjadi atau

baru diprediksikan terjadi, ternyata pelaksanaan kerja KPK dan terbentuknya

pengadilan khusus korupsi terbentur banyak permasalahan. Permasalahan tersebut

antara lain adalah hubungan koordinasi antara KPK dengan Kejaksaan dan

Kepolisian sebagai sub sistem peradilan pidana terpadu dan juga tugas dan peranan

KPK itu sendiri sebagai “super body”.

Dalam hal wewenang yang dinilai memiliki ketumpang-tindihan dengan

kepolisian dan kejaksaan adalah kewenanganya dalam memeriksa, menyadap,

menjebak dan lain sebagainya yang menurut beberapa kalangan hal tersbut

merupakan kewenangan kepolisian dalam teknis-teknis lapangan. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

wewenangnya dalam pemeriksaan kasus terkait dinilai tumpang tindih dengan

kewenangan kejaksaan dalam hal-hal administratif terkait. Sedang menurut hemat

penulis permasalahan tersebut sesungguhnya tidaklah bertentangan. Hal tersebut

merupakan teknik hukum yang lahir dari asasnya yaitu ‘lex spesialis derogate lege

generali’. Kewenangan yang dimiliki kejaksaan dan kepolisian merupakan

pelaksanaan hukum secara global yang secara spesifik karena beberapa hal,

kewenangan tersebut dapat diambil alih.68

Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai wewenang Kepolisian,

Kejaksaan dan KPK, kiranya wewenang yang dinilai berbenturan satu sama lain

adalah proses penegakan hukumnya. Permasalahan ini layak dikemukakan karena

tidak menutup kemungkinan akan terjadi benturan antara KPK dengan institusi/tim

pemberantasan korupsi yang sudah ada atau bahkan terjadi tumpang tindih (over

lapping). Kita tidak bisa bayangkan apabila semuanya memeriksa kasus yang sama,

dalam hal ini tindak pidana korupsi dengan mekanisme yang sama akan tetapi

menyimpulkan hasil pemeriksaan yang berbeda. Tentunya hal ini akan berimplikasi

terhadap ketidakpastian hukum dalam penyelesaian kasus-kasus terkait yaitu tindak

pidana korupsi, dan pasti akan menimbulkan akibat-akibat hukum lain.

Selain koordinasi, adanya kesepahaman menjadi penting untuk menghindari

rivalitas yang negatif diantara sesama lembaga ini. Jika hal penting ini tidak segera

68Indrayana, Denny, Berantas Korupsi, Perangi Mafia Peradilan, diakses dari situs :

http://dennyindrayana.blogspot.com, pada tanggal 3 Januari 2008.

Universitas Sumatera Utara

diselesaikan, maka agenda pemberantasan Korupsi besar kemungkinan akan

terbengkalai. Apalagi selama ini penanganan kasus korupsi seringkali mengalami

jalan buntu (dead lock) karena terjadi perebutan antar instansi penegak hukum. Dan

yang lebih parah adalah apabila justru terjadi koordinasi negative, misalnya praktek

mafia peradilan. Sebab, penikmat mafia peradilan adalah tameng dari para koruptor.

Hakim, jaksa, polisi, advokat, panitera yang menjadi anggota mafia peradilan adalah

posisi-posisi yang dianggap dapat disalahgunakan kewenanganya (abuse of power). 69

Maka dari itu menurut hemat penulis, koordinasi antara lembaga-lembaga

tersebut adalah hal yang penting dan sangat diperlukan. Akan tetapi, independensi

KPK-pun mutlak diperlukan untuk menghadapi situasi-situasi tertentu. Apabila kita

amati, sebenarnya dalam UU No. 30 Tahun 2002 telah disebutkan dalam pasal 6 (a).

Hal ini agar lembaga-lembaga seperti ini benar-benar independen dan bebas dari

pengaruh dan kekuasaan manapun.

Paling tidak, poin yang harus ditempuh oleh lembaga-lembaga yang memiliki

sengketa kewenangan diatas dapat diselesaikan dengan implementasi salah satu tugas

yang dimiliki oleh KPK dalam melaksanakan tugasnya. Yaitu, koordinasi dengan

instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini

mengindikasikan bahwa antara penegak hukum yang memiliki kewenangan dalam

menyelesaikan tugasnya haruslah kooperatif dan berusaha mensinergikan tugas dan

69Emerson Yunto, Tim Koordinasi Pemberantasan Korupsi: Antara Harapan Dan

Kekhawatiran, diakses dari situs : http://www.antikorupsi.org, tanggal 3 Januari 2008.

Universitas Sumatera Utara

wewenangnya. Hingga meskipun ada kesamaan wewenang tidak akan menjadi

kemelut dan justru cenderung lebih memudahkan dalam pemberantasan tindak pidana

korupsi di Indonesia. Atau, apabila terpaksanya harus dilakukan lembaga

administratif yang memiliki otoritas dalam menguji suatu peraturan perundang-

undangan (toetsings recht) untuk menyelesaikan ketimpang tindihan wewenang

lembaga-lembaga tersebut, sebagai bentuk hak menguji peraturan perundang-

undangan atau keputusan andministrasi yang disebut dengan (judicial review).

Hal yang tepat menjadi ilustrasi tentang kesatuan hukum dan penegaknya (law

enforcement) yaitu bahwa keduanya bagaikan dua sisi keping mata uang logam yang

tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan tidak bisa berdiri sendiri. Sedangkan law

enforcement adalah tujuan yang akan tercapai hanya jika keduanya bisa bekerjasama

dan saling sepaham. Hal inilah yang harus dilakukan antara KPK, Kepolisian, dan

Kejaksaan, antara wewenang dan sistem yang satu dengan sistem yang lain haruslah

sinergis dengan posisi sejajar yang saling memberikan legitimasi. Koordinasi antar

lembaga, bahkan kita sebagai masyarakat dan seluruh bangsa Indonesia yang harus

bahu membahu untuk mencapai tujuan bersama, yaitu Indonesia yang bersih, makmur

serta bebas dari korupsi.

Universitas Sumatera Utara