21
15 BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA ONLINE A. Tujuan Tentang Penegakan Hukum 1. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek. Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan- keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Penegakan hukum pidana adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang kedilan dalam hukum pidana dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan hukum dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan hukum dalam setiap hubungan hukum. Menurut Andi Hamzah, istilah penegakan hukum sering disalah artikan seakan-akan hanya bergerak di bidang hukum pidana atau di bidang represif. Istilah penegakan hukum disini meliputi baik yang represif maupun yang preventif. Jadi kurang lebih maknanya sama dengan istilah Belanda rechtshanhaving. Berbeda dengan istilah law enforcement, yang sekarang diberi makna represif, sedangkan yang preventif berupa pemberian informasi,

BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

15

BAB II

TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM

TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA ONLINE

A. Tujuan Tentang Penegakan Hukum

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku

dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan

hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan

sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek. Penegakan

hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan-

keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan.

Penegakan hukum pidana adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang

kedilan dalam hukum pidana dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial

menjadi kenyataan hukum dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial

menjadi kenyataan hukum dalam setiap hubungan hukum.

Menurut Andi Hamzah, istilah penegakan hukum sering disalah artikan

seakan-akan hanya bergerak di bidang hukum pidana atau di bidang represif.

Istilah penegakan hukum disini meliputi baik yang represif maupun yang

preventif. Jadi kurang lebih maknanya sama dengan istilah Belanda

rechtshanhaving. Berbeda dengan istilah law enforcement, yang sekarang diberi

makna represif, sedangkan yang preventif berupa pemberian informasi,

Page 2: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

16

persuasive, dan petunjuk disebut law compliance, yang berarti pemenuhan

dan penataan hukum. Oleh karena itu lebih tepat jika dipakai istilah

penanganan hukum atau pengendalian hukum. 17

Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan suatu usaha

untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan.

Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional, maka inti dari

arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-

nilai yang dijabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap akhir

untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan

hidup. Penegakan hukum pidana terdiri dari dua tahap inti yaitu:

1) Penegakan Hukum Pidana In Abstracto

Penegakan hukum pidana in abstracto merupakan tahap

pembuatan/perumusan (Tahap Formulasi) sudah berakhir saat

diundangkannya suatu peraturan perundang-undangan. Tahap

legislasi/formulasi dilanjutkan ke tahap aplikasi dan tahap eksekusi. Dalam

ketentuan perundang-undangan itu harus diketahui tiga masalah pokok

hukum pidana yang berupa, yaitu:

a) Tindak pidana (strafbaar feit/criminal act/actus reus)

b) Kesalahan (schuld/guit/mens rea)

c) Pidana (straf/punishment/poena)

Penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk

menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun arti materiil

17Andi Hamzah, Asas-asas Penting dalam Hukum Acara Pidana, Surabaya,FH Universitas 2005, hlm. 2

Page 3: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

17

yang luas, sebagai pedoman prilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh

para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan

hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk

menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.

Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang rumit dikarenakan oleh

sejumlah faktor yang mempengaruhi seperti :

a) Isi peraturan perundang-undangan;

b) Kelompok kepentingan dalam masyarakat;

c) Budaya hukum; serta

d) Moralitas para penegak hukum yang terlibat dalam proses peradilan.

Oleh karena itu penegakan hukum akan bertukar aksi dengan lingkungannya,

yang bisa disebut sebagai pertukaran aksi dengan unsur manusia, sosial

budaya, politik dan lain sebagainya. Untuk itu dalam menegakkan hukum ada

tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, dan

keadilan.18

2) Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide

keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi

penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide.

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku

18 Abidin, Farid zainal, Asas-Asas Hukum Pidana. Sinar grafika. Jakarta 2007. hlm.35

Page 4: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

18

dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum merupakan usaha untuk

mewujudkan ide-ide dan konsepkonsep hukum yang diharapakan rakyat

menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang

melibatkan banyak hal. Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum

pidana menjadi 3 bagian yaitu:

1. Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana

sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif (subtantive

law of crime). Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin

dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum

acara pidana yang antara lain mencakup aturan-aturan penangkapan,

penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan.

Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri

memberikan batasan-batasan. Misalnya dibutuhkan aduan terlebih dahulu

sebagai syarat penuntutan pada delik-delik aduan (klacht delicten). Ruang

lingkup yang dibatasi ini disebut sebagai area of no enforcement.

2. Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang

bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcement dalam penegakan

hukum ini para penegak hukum diharapkan penegakan hukum secara

maksimal.

3. Actual enforcement, menurut Joseph Goldstein full enforcement ini

dianggap not a realistic expectation, sebab adanya

keterbatasanketerbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat-alat

Page 5: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

19

investigasi, dana dan sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan

keharusan dilakukannya discretion dan sisanya inilah yang disebut dengan

actual enforcement. Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka

penegakan hukum pidana menampakkan diri sebagai penerapan hukum

pidana (criminal law application) yang melibatkan pelbagai sub sistem

struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan

pemasyarakatan. Termasuk didalamnya tentu saja lembaga penasehat

hukum.19

Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi:

1. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative system)

yaitu penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-

nilai sosial yang didukung oleh sanksi pidana.

2. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative

system) yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum

yang merupakan sub sistem peradilan diatas.

3. Penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam

arti bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan

pelbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat. 20

19 Dellyana,Shant.1988,Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty hal 32

20 Dellyana,Shant.1988,Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty hal 32

Page 6: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

20

B. Tentang Tindak Pidana Penipuan

1. Tindak Pidana Penipuan

a. Tindak Pidana

Pengertian tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya

dirumuskan oleh KUHP. Istilah tindak pidana sebagai terjamahan dari

strafbaarfeit menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku seseorang.

Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi

dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana. Mengenai

kewajiban untuk berbuat tetapi tidak berbuat, yang di dalam undang-undang

menentukan pada Pasal 164 KUHP, ketentuan dalam pasal ini mengharuskan

seseorang untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila akan timbul

kejahatan, ternyata dia tidak melaporkan, maka ia dapat dikenai sanksi.

Seperti diketahui istilah strafbaarfeit telah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia yang menimbulkan berbagai arti, umpamanya saja dapat dikatakan

sebagai perbuatan yang dapat atau boleh dihukum, peristiwa pidana,

perbuatan pidana, tindak pidana. Istilah tindak pidana ini timbul dan

berkembang dari pihak Kementrian Kehakiman yang sering dipakai dalam

perundang-undangan meskipun lebih pendek dari pada perbuatan, akan tetapi

tindak pidana menunjukkan kata yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya

menunjukkan hal yang konkrit. Pengertian perbuatan ternyata yang

dimaksudkan bukan hanya berbentuk positif, artinya melakukan sesuatu atau

berbuat sesuatu yang dilarang, dan berbentuk negatif, artinya tidak berbuat

Page 7: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

21

sesuatu yang diharuskan. Perbuatan yang dapat dikenakan pidana dibagi

menjadi dua yakni sebagai berikut21:

1. Perbuatan yang dilarang oleh Undang-undang.

2. Orang yang melanggar larangan itu.

b. Pengertian Tindak Pidana Penipuan

Penipuan berasal dari kata tipu yang berarti perbuatan atau perkataan

yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk

menyesatkan, mengakali atau mencari keuntungan.Tindakan penipuan

merupakan suatu tindakan yang merugikan orang lain sehingga termasuk

kedalam tindakan yang dapat dikenakan hukum pidana.

Pengertian penipuan di atas memberikan gambaran bahwa tindakan

penipuan memiliki beberapa bentuk, baik berupa perkataan bohong atau

berupa perbuatan yang dengan maksud untuk mencari keuntungan sendiri

dari orang lain. Keuntungan yang dimaksud baik berupa keuntungan materil

maupun keuntungan yang sifatnya abstrak, misalnya manjatuhkan seseorang

dari jabatannya.

c. Unsur-unsur Tindak Pidana Penipuan

Dalam pasal 378 KUHP

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau

martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,

21 S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapan, Cet. 3, Jakarta

Storia Grafika, 2002, Hal 204

Page 8: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

22

menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau

supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena

penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”22

Barangsiapa

Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan

hukum

Menggerakkan orang lain untuk/supaya :

menyerahkan barang sesuatu kepadanya (kepada pelaku), atau

memberi hutang kepadanya (kepada pelaku), maupun

menghapuskan piutang kepadanya (kepada pelaku).

Dengan menggunakan cara :

- Memakai nama palsu atau martabat palsu,

- Tipu muslihat, ataupun

- Rangkaian kebohongan.

Unsur-unsur tindak pidana penipuan adalah sebagai berikut:

a. Ada seseorang yang dibujuk atau digerakan untuk meyerahkan suatu

barang atau membuat hutang atau menghapus piutang.barang itu

diserahkan oleh yang punya dengan jalan tipu muslihat. Barang yang

diserahkan itu tidak selamanya harus kepunyaan sendiri, tetapi juga

kepunyaan orang sendiri.23

22 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

23 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Page 9: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

23

b. Penipuan itu bermaksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang

lain tanpa hak. Dari maksud itu ternyata bahwa tujuannya adalah untuk

merugikan orang yang menyerahkan barang tersebut.

c. Yang menjadi korban penipuan itu harus digerakkan untuk menyerahkan

barang itu dengan jalan:

1. Penyerahan barang itu harus dari tindakan tipu daya

2. Si penipu harus memperdayakan sikorban dengan satu akal yang

tersebut dalam Pasal 378 KUHP..

d. Jenis-jenis Tindak Pidana Penipuan

Tindak pidana penipuan yang diatur dalam Buku II bab XXV Pasal 378

KUHP. Pasal-pasal tersebut menjelaskan tentang jenis-jenis tindak pidana

penipuan dalam KUHP, yaitu:

1. Pasal 378 KUHP mengenai tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok.

2. Pasal 379 KUHP mengenai tindak pidana penipuan ringan. Kejahatan ini

merupakan bentuk geprivilegeerd delict atau suatu penipuan dengan

unsur-unsur yang meringankan.

3. Pasal 379 (a) KUHP merupakan pokok yang disebut penarikan botol

(Fleesentrekkerij) yang mengatur tentang tindak pidana kebiasaan

membeli barang tanpa membayar lunas harganya. Unsur dari

(Fleddentrekkerij) adalah unsur menjadikan sebagai mata pencaharian

atau sebagai kebiasaan.

Page 10: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

24

4. Pasal 380 ayat (1) dan ayat (2) KUHP yaitu tindak pidana pemalsuan

nama dan tanda atas sesuatu karya ciptaan orang. Pasal ini dibuat bukan

untuk melindungi hak cipta seseorang, melainkan untuk melindungi

C. Perjanjian Jual Beli Secara Elektronik

1. Pengertian Jual Beli Secara Elektronik

Istilah internet sekarang ini dikenal pula istilah cyberspace, yang

biasanya diterjemahkan ke Bahasa Indonesia sebagai dunia maya. Istilah

Cyberspace ini sebenarnya merupakan istilah lain dari internet. Dewasa

ini, teknologi informasi berkenaan dengan cyberspace (dunia maya) telah

digunakan di banyak sektor kehidupan. Menurut Wiradipradja dan

Budhijanto24:

“Sistem informasi dan teknologinya telah digunakan di banyak sector

kehidupan, mulai dari perdagangan/bisnis (electronic

commerce/ecommerce) pendidikan (electronic education), kesehatan

(tele-medicine), telekarya, transportasi, industri, pariwisata,

lingkungan sampai ke sector hiburan, bahkan sekarang timbul pula

untuk bidang pemerintahan (egovernment).”

Mengenai pengertian e-commerce, diberikan keterangan oleh Peter Scisco,

bahwa25

Electronic Commerce atau e-commerce, pertukaran barang dan jasa

menggunakan Internet atau jaringan komputer lainnya. E-commerce

mengikuti prinsip – prinsip dasar yang sama dengan perdagangan

tradisional yaitu, pembeli dan penjual datang bersama – sama guna

saling menukarkan barang – barang untuk uang. Tetapi tidak

sebagaimana melakukan bisnis dalam cara tradisional – dalam toko –

toko dan gedung – gedung “yang terbagi atas unit dan kelompok”

atau melalui katalog surat pesanan dan operator telepon – dalam e-

24 E.S. Wiradipradja dan D. Budhijanto, Perspektif Hukum Internasional tentang Cyber

Law, dalam Kantaatmadja, et al, Cyberlaw : Suatu Pengantar, Elips 11, Jakarta, 2002, hlm.88.

25 Peter Scisco, Electronic Commerce dalam Microsoft, Microsoft Encarta Reference Library 2003, Microsoft Corporation, Ensiklopedi Elektronik, Jakarta, 2003, hlm. 19.

Page 11: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

25

commerce pembeli dan penjual melakukan transaksi bisnis melalui

jaringan komputer.

Pada transaksi jual beli secara elektronik, para pihak terkait di

dalamnya melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu

bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan

sesuai dengan Pasal 1 butir 17 UUITE disebut sebagai kontrak elektronik

yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media

elektronik lainnya. Dengan kemudahan berkomunikasi secara elektronik,

maka perdagangan pada saat ini sudah mulai merambat ke dunia elektronik.

Transaksi dapat dilakukan dengan kemudahan teknologi informasi, tanpa

adanya halangan jarak. Penyelenggaraan transaksi elektronik dapat

dilakukan baik dalam lingkup publik ataupun privat.

Dalam dunia e-commerce dikenal dua pelaku, yaitu merchant/pelaku

usaha yang melakukan penjualan dan buyer/customer/konsumen yang

berperan sebagai pembeli. Selain pelaku usaha dan konsumen, dalam

transaksi jual beli melalui media internet juga melibatkan provider sebagai

penyedia jasa layanan jaringan internet dan bank sebagai sarana

pembayaran.

2. Para Pihak dalam Jual Beli Secara Elektronik

Dalam dunia e-commerce dikenal dua pelaku, yaitu

merchant/pelaku usaha yang melakukan penjualan dan

buyer/customer/konsumen yang berperan sebagai pembeli. Selain pelaku

usaha dan konsumen, dalam transaksi jual beli melalui media internet juga

Page 12: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

26

melibatkan provider sebagai penyedia jasa layanan jaringan internet dan

bank sebagai sarana pembayaran.

3. Hak dan Kewajiban Konsumen

a. Hak Konsumen

Jika membicarakan tentang perlindungan konsumen, hal itu juga

membicarakan hak-hak konsumen. Hak-hak konsumen menurut

Pasal 4 58 Undang-Undang U Nomor 8 Tahun 1999 antara lain hak

atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi

barang dan/atau jasa dan hak untuk memilih barang dan/atau jasa

serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai

tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan26

b. Kewajiban Konsumen

Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 1999 menyatakan kewajiban konsumen,

salah satunya yaitu membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan

prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan.

4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

a. Hak Pelaku Usaha

Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 1999 menyatakan hak pelaku usaha, yaitu

hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

26 Abdul Halim dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

2006, hlm. 147

Page 13: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

27

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

b. Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 7 UU Nomor 8 Tahun 1999 menyatakan kewajiban pelaku usaha,

yaitu beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya serta

memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

5. Ganti Rugi berupa Jaminan yang Diberikan Penjual/Pelaku Usaha

Pada prinsipnya, kerugian yang harus diberikan oleh debitur dalam

hal adanya wanprestasi terhadap suatu kontrak adalah kerugian yang

berupa kerugian yang benar-benar dideritanya dan kehilangan keuntungan

yang sedianya harus dapat dinikmati oleh kreditur. Ganti rugi yang

dimintakan hanya sebatas kerugian dan kehilangan keuntungan yang

merupakan akibat langsung dari wanprestasi tersebut.

Dalam praktek transaksi jual beli melalui internet, terdapat

jaminan-jaminan tersebut diberikan berupa ganti rugi. Biasanya jaminan

tersebut diberikan berupa ganti rugi jika barang terlambat atau tidak sesuai

dengan pesanan, atau rusak pada saat pengiriman. Jaminan-jaminan ini

diberikan secara berbeda-beda setiap penjual/pelaku usaha/merchant.

Jarang sekali terdapat merchant yang memberikan jaminan kepada

konsumen secara memadai karena biasanya jaminan tersebut justru hanya

Page 14: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

28

untuk melindungi kepentingan merchant saja. Terbatasnya bentuk ganti

rugi yang diberikan membuat konsumen tidak dapat berbuat apa-apa.

Ganti rugi yang sudah baku, mau tidak mau atau suka tidak suka harus

dipenuhi oleh konsumen. Jika memang konsumen tidak setuju maka ia

dapat membatalkan pesanannya. Tetapi masih banyak konsumen di

Indonesia yang tidak kritis dan tidak teliti dalam membaca klausula baku

semacam ini. Padahal, jika ternyata hal-hal yang tidak diinginkan terjadi

dikemudian hari maka akan timbul kerugian di pihaknya27

D. Perbuatan Melawan Hukum

Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum

Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses

generalisasi, yakni dengan berkembangnya suatu prinsip perbuatan melawan

hukum yang sederhana, tetapi dapat menjaring semua (catch all), berupa

perbuatan melawan hukum yang dirumuskan sebagai perbuatan yang

merugikan orang lain, yang menyebabkan orang yang karena salahnya

menimbulkan kerugian tersebut harus mengganti kerugian. Rumusan tersebut

kemudian diambil dan diterapkan di negeri Belanda yang kemudian oleh

Belanda dibawa ke Indonesia, yang rumusan seperti itu sekarang temukan

dalam Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia. Rumusan perbuatan melawan

hukum yang berasal dari KUH Perdata Prancis tersebut pada paruh kedua

27 Edmon Makarim, Op.Cit., hlm. 241

Page 15: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

29

abad ke-19 banyak mempengaruhi perkembangan teori perbuatan melawan

hukum (tort) versi hukum Anglo Saxon28

Perkembangan sejarah tentang perbuatan melawan hukum di negeri

Belanda dapat dibagi dalam tiga periode yaitu :

a. Periode sebelum Tahun 1838

Adanya kodifikasi sejak Tahun 1838 membawa perubahan besar terhadap

pengertian perbuatan melawan hukum yang diartikan pada waktu itu

sebagai on wetmatigedaad (perbuatan melanggar undang-undang) yang

berarti bahwa suatu perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-

undang.

b. Periode antara Tahun 1838-1919

Setelah Tahun 1883 sampai sebelum Tahun 1919, pengertian perbuatan

melawan hukum diperluas sehingga mencakup juga pelanggaran terhadap

hak subjektif orang lain. Dengan kata lain perbuatan melawan hukum

adalah berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan kewajiban

hukum si pelaku atau melanggar hak subjektif orang lain. Dalam hal ini

Pasal 1365 KUH Perdata diartikan sebagai perbuatan/tindakan melawan

hukum (culpa in committendo) sedangkan Pasal 1366 KUH.Perdata

dipahami sebagai perbuatan melawan hukum dengan cara melalaikan

(culpa in ommittendo). Apabila suatu perbuatan (berbuat atau tidak

berbuat) tidak melanggar hak subjektif orang lain atau tidak melawan

28 Munir Fuady I, Perbandingan Hukum Perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm.

80

Page 16: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

30

kewajiban hukumnya/tidak melanggar undang-undang, maka perbuatan

tersebut tidak termasuk perbuatan melawan hukum.

c. Periode setelah Tahun 1919

Terjadi penafsiran luas melalui putusan Hoge Raad terhadap perbuatan

melawan hukum dalam Pasal 1401 BW Belanda atau 1365 KUH Perdata

Indonesia kasus Lindenbaum versus Cohen. Perkembangan tersebut adalah

dengan bergesernya makna perbuatan melawan hukum, dari semula yang

cukup kaku kepada perkembangannya yang luas dan luwes. Menurut

sistem Common Law sampai dengan penghujung abad ke-19, perbuatan

melawan hukum belum dianggap sebagai suatu cabang hukum yang

berdiri sendiri, tetapi hanya merupakan sekumpulan dari writ (model

gugatan yang baku) yang tidak terhubung satu sama lain29

Penggunaan writ ini kemudian lambat laun menghilang. Seiring dengan

proses hilangnya sistem writ di Amerika Serikat, maka perbuatan melawan

hukum mulai diakui sebagai suatu bidang hukum tersendiri hingga akhirnya

dalam sistem hukum Anglo Saxon, suatu perbuatan melawan hukum terdiri dari

tiga bagian30

a. Perbuatan dengan unsur kesengajaan (dengan unsur kesalahan)

b. Perbuatan kelalaian (dengan unsur kesalahan)

c. Perbuatan tanpa kesalahan (tanggung jawab mutlak).

Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan

melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh

29 Ibid, hlm. 81 30 Ibid, hlm.3

Page 17: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

31

seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Ilmu hukum mengenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu31

a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan

maupun kelalaian)

c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Dengan demikian tiap perbuatan melanggar, baik sengaja maupun tidak

sengaja yang sifatnya melanggar. Berarti unsur kesengajaan dan kelalaian di

sini telah terpenuhi. Kemudian yang dimaksud dengan hukum dalam Pasal

tersebut di atas adalah segala ketentuan dan peraturan-peraturan atau kaedah-

kaedah, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis dan segala sesuatu yang

dianggap sebagai hukum. Berarti jelas bahwa yang dilanggar itu adalah hukum

dan yang dipandang atau dianggap sebagai hukum, seperti undang-undang,

adat kebiasaan yang mengikat, keputusan hakim dan lain sebagainya.

Selanjutnya agar pelanggaran hukum ini dapat dikatakan telah melakukan

perbuatan melawan hukum, akibat dari pelanggaran hukum itu harus membawa

kerugian bagi pihak lain. Karena adakalanya pelanggaran hukum itu tidak

harus membawa kerugian kepada orang lain, seperti halnya seorang pelajar

atau mahasiswa tersebut dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan

hukum, padahal dalam hal itu ada peraturan yang dibuat oleh sekolah atau

universitas masing-masing.

31 Munir Fuady II, Perbuatan Melawan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm.3.

Page 18: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

32

Dengan demikian antara kalimat "tiap perbuatan melanggar hukum",

tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, bahkan harus sejalan dalam

mewujudkan pengertian dari perbuatan melawan hukum tersebut. Sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 1365 KUH. Dalam arti sempit, perbuatan melawan

hukum diartikan bahwa "orang yang berbuat pelanggaran terhadap orang lain

atau ia telah berbuat bertentangan dengan suatu kewajiban hukumnya

sendiri".20 Setelah adanya arrest dari Hoge Raad 1919 Nomor 110 tanggal 31

Januari 1919, maka pengertian perbuatan melawan hukum lebih diperluas,

yaitu32: “Hal berbuat atau tidak berbuat itu adalah melanggar hak orang lain,

atau itu adalah bertentangan dengan kewajiban hukum dari orang yang berbuat

(sampai di sini adalah merupakan perumusan dari pendapat yang sempit), atau

berlawanan baik dengan kesusilaan maupun melawan kepantasan yang

seharusnya ada di dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri atau benda orang

lain)”.

Dengan demikian pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti luas

berdasarkan pernyataan di atas, bahwa perbuatan itu tidak saja melanggar hak

orang lain dan bertentangan dengan kewajiban hukum dari pelakunya atau

yang berbuat, tetapi perbuatan itu juga berlawanan dengan kesusilaan dan

kepantasan terhadap diri atau benda orang lain, yang seharusnya ada di dalam

masyarakat, dalam arti bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang tidak

tertulis, seperti adat istiadat dan lain-lain.

32 H.F.A.Volmar, Pengantar Study Hukum Perdata (Diterjemahkan Oleh I.S. Adiwinata),

Rajawali Pers, Jakarta, 2004, hlm.184

Page 19: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

33

Abdulkadir Muhammad berpendapat, bahwa perbuatan melawan hukum

dalam arti sempit hanya mencakup Pasal 1365 KUHPerdata, dalam arti

pengertian tersebut dilakukan secara terpisah antara kedua Pasal tersebut.

Sedangkan pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti luas adalah

merupakan penggabungan dari kedua Pasal tersebut. Lebih jelasnya pendapat

tersebut adalah33:

Perbuatan dalam arti "perbuatan melawan hukum" meliputi perbuatan

positif, yang dalam bahasa asli bahasa Belanda "daad" (Pasal 1365) dan

perbuatan negatif, yang dalam bahasa asli bahasa Belanda "nataligheid"

(kelalaian) atau "onvoorzigtgheid" (kurang hati-hati) seperti ditentukan dalam

Pasal 1365 KUH. Perdata. Dengan demikian Pasal 1365 KUHPerdata untuk

orang-orang yang betul-betul berbuat, sedangkan dalam Pasal 1366

KUHPerdata itu untuk orang yang tidak berbuat. Pelanggaran kedua Pasal ini

mempunyai akibat hukum yang sama, yaitu mengganti kerugian. Perumusan

perbuatan positif Pasal 1365 KUHPerdata dan perbuatan negatif Pasal 1366

KUHPerdata hanya mempunyai arti sebelum ada putusan Mahkamah Agung

Belanda 31 Januari 1919, karena pada waktu itu pengertian melawan hukum

(onrechtmatig) itu masih sempit. Setelah putusan Mahkamah Agung Belanda

tersebut, pengertian melawan hukum itu sudah menjadi lebih luas, yaitu

mencakup juga perbuatan negatif. Ketentuan Pasal 1366 KUHPerdata itu sudah

termasuk pula dalam rumusan Pasal 1365 KUHPerdata.

33 Abdulkadir Muhammad., Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 2002, hlm.142

Page 20: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

34

Berdasarkan pengertian perbuatan melawan hukum di atas, baik yang

secara etimologi, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, keputusan

Mahkamah Agung Belanda dengan arrest tanggal 31 Januari 1919 dan

pendapat para sarjana hukum, walaupun saling berbeda antara satu sama

lainnya, namun mempunyai maksud dan tujuan yang sama, yaitu memberi

penegasan terhadap tindakan-tindakan seseorang yang telah melanggar hak

orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri,

sementara tentang hal tersebut telah ada aturannya atau ketentuan-ketentuan

yang mengaturnya, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, seperti adat

kebiasaan dan lain sebagainya34

Ajaran sifat melawan hukum memiliki kedudukan yang penting dalam

hukum pidana di samping asas Legalitas. Ajaran ini terdiri dari ajaran sifat

melawan hukum yang formal dan materil35

a. Ajaran Sifat Melawan Hukum Formal

Sifat melawan hukum formal terjadi karena memenuhi rumusan delik

undang undang. Sifat melawan hukum formal merupakan syarat untuk

dapat dipidananya perbuatan. Ajaran sifat melawan hukum formal adalah

apabila suatu perbuatan telah memenuhi semua unsur yang termuat dalam

rumusan tindak pidana, perbuatan tersebut adalah tindak pidana. Jika ada

alasan-alasan pembenar maka alasan-alasan tersebut harus juga disebutkan

secara tegas dalam undang-undang.

34 Ibid, hlm.144

35 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika,

Jakarta, 2006, hlm. 21

Page 21: BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PENEGAKAN …eprints.umm.ac.id/57094/3/BAB II.pdfhukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma

35

b. Ajaran Sifat Melawan Hukum Materil.

Ajaran sifat melawan hukum materil adalah memenuhi semua unsur

rumusan delik, perbuatan itu juga harus benar-benar dirasakan oleh

masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut atau tercela. karena itu

ajaran ini mengakui alasan-alasan pembenar di luar undang-undang,

dengan kata lain, alasan pembenar dapat berada pada hukum yang tidak

tertulis.