22
12 BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan Pada bab kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini. Teori-teori tersebut dibagi kedalam beberapa bagian. Bagian pertama tentang masyarakat majemuk dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kemajemukan serta jenis dan karakteristik dari masyarakat majemuk. Bagian yang kedua mengenai masyarakat budaya yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai ritual dan tradisi. 2.1 Masyarakat Majemuk Hal yang tak dapat dipungkiri dari realitas keindonesiaan adalah keberagaman dan kepelbagaian setiap etnis yang ada. Berbagai macam agama, suku dan budaya terikat dalam keindonesiaan yang direkatkan oleh Pancasila sebagai dasar negara. Kemajemukan yang Indonesia miliki menjadikan Indonesia sebagai suatu bangsa yang unik. Berbicara mengenai kemajemukan sekarang ini sama halnya dengan membicarakan konsep Pluralisme. Pluralisme telah menjadi salah satu wacana kontemporer yang sering dibicarakan dengan tujuan ingin menjembatani hubungan antar beragam perbedaan yang seringkali terjadi disharmonis, diantaranya kekerasan sesama umat beragama, maupun kekerasan antarumat beragama. Pada prinsipnya konsep pluralism ini timbul setelah adanya konsep toleransi, dimana ketika setiap individu mengaplikasikan konsep toleransi terhadap individu yang lain maka lahirlah pluralism itu. Pluralisme berasal dari kata plural dan isme, plural yang berarti banyak (jamak), sedangkan isme berarti paham. Jadi pluralism adalah suatu paham atau teori yang menganggap bahwa realitas itu terdiri dari banyak substansi. 1 John Titaley mengartikan pluralisme sebagai suatu kenyataan bahwa dalam suatu kehidupan bersama manusia terdapat 1 Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994), 604

BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

12

BAB II

Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan

Pada bab kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini.

Teori-teori tersebut dibagi kedalam beberapa bagian. Bagian pertama tentang masyarakat

majemuk dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kemajemukan serta jenis dan

karakteristik dari masyarakat majemuk. Bagian yang kedua mengenai masyarakat budaya

yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai ritual dan tradisi.

2.1 Masyarakat Majemuk

Hal yang tak dapat dipungkiri dari realitas keindonesiaan adalah keberagaman

dan kepelbagaian setiap etnis yang ada. Berbagai macam agama, suku dan budaya terikat

dalam keindonesiaan yang direkatkan oleh Pancasila sebagai dasar negara. Kemajemukan

yang Indonesia miliki menjadikan Indonesia sebagai suatu bangsa yang unik. Berbicara

mengenai kemajemukan sekarang ini sama halnya dengan membicarakan konsep Pluralisme.

Pluralisme telah menjadi salah satu wacana kontemporer yang sering dibicarakan dengan

tujuan ingin menjembatani hubungan antar beragam perbedaan yang seringkali terjadi

disharmonis, diantaranya kekerasan sesama umat beragama, maupun kekerasan antarumat

beragama.

Pada prinsipnya konsep pluralism ini timbul setelah adanya konsep toleransi, dimana

ketika setiap individu mengaplikasikan konsep toleransi terhadap individu yang lain maka

lahirlah pluralism itu. Pluralisme berasal dari kata plural dan isme, plural yang berarti banyak

(jamak), sedangkan isme berarti paham. Jadi pluralism adalah suatu paham atau teori yang

menganggap bahwa realitas itu terdiri dari banyak substansi.1 John Titaley mengartikan

pluralisme sebagai suatu kenyataan bahwa dalam suatu kehidupan bersama manusia terdapat

1 Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994), 604

Page 2: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

13

keragaman suku, ras, budaya, dan agama.2 sedangkan dalam ilmu sosial pluralism adalah

sebuah kerangka dimana ada beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling

menghormati dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta

membuahkan hasil tanpa konflik. Dalam penjelasan ini dimaksudkan bahwa pluralism yang

meniscayakan adanya diversitas dalam masyarakat memiliki dua “wajah”, konsesus dan

konflik. Konsensus mengandaikan bahwa masyarakat yang memiliki latar belakang yang

berbeda-beda itu akan survive (bertahan hidup) karena para anggotanya menyepakati hal-hal

tertentu sebagai aturan bersama yang harus ditaati. Dengan demikian seperti yang dikatakan

oleh Djohan Effendi bahwa “pluralisme merupakan cara pandang untuk saling menghargai

(apresiatif) dalam masyarakat yang heterogen yakni berbagai etnis, ras, agama dan sosial

untuk saling menerima, mendorong partisipasi dan pengembangan budaya tradisional serta

kepentingan yang spesifik di dalam lingkungan kehidupan bersama.”3

Berdasarkan hasil analisis Tim Pengkajian Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama,

faktor-faktor yang memberi peluang untuk hidup rukun tanpa konflik adalah: (1) adanya pola

hidup kekerabatan; (2) adanya kelompok umat akar rumput/ paguyuban (3) adanya lembaga-

lembaga swadaya masyarakat; (4) adanya nilai-nilai luhur yang dihayati oleh masyarakat; (5)

adanya kerukunan hidup antar umat beragama; dan (6) adanya tokoh agama dan tokoh

masyarakat yang berpengaruh.4

Secara sosiologis, manusia terdiri dari berbagai macam etnis dan budaya yang saling

berbeda dan mengikatkan dirinya antara satu dengan yang lainnya. Suatu bangsa terdiri dari

suku-suku yang beraneka ragam, masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga yang berlainan,

keluarga itu sendiri adalah individu-individu yang tidak sama, semuanya menunjukkan

2 John Titaley, Religiositas di Alinea Tiga, 169.

3 Djohan Effendi, Pluralisme dan kebebasan Beragama, (Yogyakarta: Interfidei, 2010), 5.

4 Marwan Shalahuddin, Konservasi Budaya Lokal dalam Pembentukan Harmoni Sosial (Studi Kasus di

Desa Klepu Sooko Ponorogo), Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. IX No. 34, 65.

Page 3: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

14

adanya perbedaan, keragaman, dan keunikan, namun tetap dalam satu persatuan. Perbedaan-

perbedaan individu melebur menjadi satu kesatuan keluarga, keragaman keluarga melebur ke

dalam satu ikatan sosial, keanekaan suku-suku terangkum dalam satu bangsa dan masyarakat.

Keseluruhan parsialitas itu adalah bagian dari pluralitas, pluralitas itu adalah wujud terbesar

dari bagian-bagian parsialitas tersebut.5 Oleh karena itu, perlunya pembahasan tentang

kemajemukan sebagai bentuk ideologi yang mengarah pada kesetaraan sosio-kultural

berangkat dari persoalan dalam masyarakat majemuk.

Menurut John Sydenham Furnivall Masyarakat Majemuk (plural society) adalah suatu

masyarakat di mana sistem nilai yang dianut berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-

bagiannya membuat mereka kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai

keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasar-

dasar untuk saling memahami satu sama lain.6 Pemikiran lain dipaparkan oleh Ibrahim Saad

menurutnya masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok,

yang tinggal bersama dalam suatu wilayah, tetapi terpisah menurut garis budaya masing-

masing. Kemajemukan suatu masyarakat patut dilihat dari dua variabel yaitu kemajemukan

budaya dan kemajemukan sosial. Kemajemukan budaya ditentukan oleh indikator-indikator

genetik-sosial (ras, etnis, suku), budaya (kultur, nilai, kebiasaan), bahasa, agama, kasta,

ataupun wilayah. Kemajemukan sosial ditentukan indikator-indikator seperti kelas, status,

lembaga, ataupun power.7

5 Sasmita, Damayanti Anggiresta, Pluralisme Agama Dalam Perspektif Mukti Ali dan Abdurahman

Wahid Undergraduate thesis, (UIN Sunan Ampel Surabaya), 2015, 17. 6 Tafsiran Furnivall oleh Nasikun dalam Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta: Rajawali Press,

2006) 39-40. 7 Ibrahim Saad, Competing Identities in a Plural Society (Singapore: Institute of Southeast Asian

Studies, 1981), 8.

Page 4: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

15

2.1.1 Faktor-faktor yang menyebabkan kemajemukan masyarakat Indonesia

Salah satu hal penting yang perlu di ingat ketika membahas tentang masyarakat

majemuk adalah faktor-faktor yang menyebabkan kemajemukan masyarakat Indonesia. Apa

yang melatarbelakangi terjadinya kemajemukan dan keberagaman di Indonesia. Dalam

pemaparan ini ada tiga faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah :

a. Keadaan geografi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan terdiri dari lima

pulau besar dan lebih dari 13.000 pulau kecil sehingga hal tersebut menyebabkan

penduduk yang menempati satu pulau atau sebagian dari satu pulau tumbuh

menjadi kesatuan suku bangsa, dimana setiap suku bangsa memandang dirinya

sebagai suku jenis tersendiri.

b. Letak Indonesia diantara Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta diantara

Benua Asia dan Australia, maka Indonesia berada ditengah-tengah lalu lintas

perdagangan. Hal ini mempengaruhi terciptanya pluralitas atau kemajemukan.

c. Iklim yang berbeda serta struktur tanah diberbagai daerah kepulauan Nusantara ini

merupakan faktor yang menciptakan kemajemukan regional.8

2.1.2. Jenis-jenis dan Karakteristik Masarakat Majemuk

Adapun jenis-jenis masyarakat majemuk yang menurut konfigurasi dari komunitas

etnisnya dapat dibedakan menjadi empat kategori. Pertama, Masyarakat majemuk dengan

kompetisi seimbang, yaitu masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas atau

kelompok etnis yang memiliki kekuatan kompetitif seimbang. Kedua, masyarakat majemuk

dengan mayoritas dominan, yaitu masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas

atau kelompok etnis yang kekuatan kompetitif tidak seimbang. Ketiga, masyarakat majemuk

8 http://www.academia.edu/12013193/Masyarakat_Majemuk, 5. Diunduh pada tanggal, 08 November

2017, pukul 21.10 WIB.

Page 5: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

16

dengan minoritas dominan, yaitu masyarakat yang antara komunitas atau kelompok etnisnya

terdapat kelompok minoritas, tetapi mempunyai kekuatan kompetitif diatas yang lain,

sehingga mendominasi politik dan ekonomi. Keempat, masyarakat majemuk dengan

fragmentasi, yaitu masyarakat yang terdiri atas sejumlah besar komunitas atau kelompok

etnis, dan tidak ada satu kelompok pun yang mempunyai posisi politik atau ekonomi yang

dominan.9

Selain jenis-jenisnya, masyarakat majemuk juga memiliki karakteristiknya sendiri dan

hal ini dipaparkan dalam tulisan Nasikun yang mengacu kepada Pierre L. Van den Berghe

terdapat enam karakteristik masyarakat majemuk. Pertama, terjadi segmentasi ke dalam

bentuk-bentuk kelompok sub kebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain. Kedua,

memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat non-

komplomenter. Ketiga, kurang mengembangkan konsensus diantar para anggota-anggotanya

terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar. Keempat, secara relatif seringkali mengalami konflik

diantara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Kelima, secara relatif, integrasi

sosial tumbuh diatas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.

Keenam, adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain.10

2.2. Masyarakat Budaya

Dalam pemahaman kemajemukan yang telah dipaparkan diatas, masyarakat majemuk

terdiri dari berbagai macam perbedaan mulai dari kemajemukan budaya dan kemajemukan

sosial. Hal ini berkaitan dengan pemahaman bahwa manusia adalah mahluk sosial yang tidak

bisa hidup seorang diri sekaligus manusia adalah merupakan masyarakat yang berbudaya.

Manusia sebagai mahluk berbudaya karena akal dan kebebasannya yang membedakannya

dari mahluk hidup lainnya. Dengan demikian, kebudayaan adalah dari manusia.

9 http://www.academia.edu/12013193/Masyarakat_Majemuk, 4. Diunduh pada tanggal, 08 November

2017, pukul 21.45 WIB. 10

Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2009), 40.

Page 6: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

17

Kebudayaan di definisikan untuk pertama kali oleh E.B Tyler pada tahun 1871, dalam

bukunya yang berjudul Primitive Culture. Kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang

mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan

kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.11

Dalam pendekatan

sosiologi, konsep kebudayaan dikaitkan dengan masyarakat, hal ini dapat dirumuskan sebagai

cara hidup suatu masyarakat. Kebudayaan sebagai cara hidup yang dianut oleh warga

masyarakat itu pada umumnya cara hidup yang dianut bersama dalam masyarakat inilah

kebudayaan. Jadi subyek kebudayaan bukan manusia individu, melainkan masyarakat.12

Dalam tulisannya Chris Jenks yang mengacu pada Kroeber dan Kluckholn menyatakan

kebudayaan bukanlah perilaku dan bukan pula penelitian tentang perilaku dan semua

kelengkapannya yang konkret. Kebudayaan sebagian terkandung didalam norma-norma yang

mengatur atau standar-standar perilaku. Sebagian lainnya terdiri dari ideologi-ideologi yang

menjustifikasi atau memberi alasan bagi cara-cara tertentu dalam berperilaku. Kebudayaan

mencakup prinsip-prinsip umum yang luas tentang pemilihan dan penataan (faktor-faktor

umum tertinggi) dalam pengertian mana pola-pola tentang perilaku dan untuk perilaku dalam

area-area isi kebudayaan yang amat sangat beragam dapat direduksi menjadi generalisasi

yang sempit.13

Sutrisno dan Pratanto dalam tulisannya yang mengacu pada Durkheim menjelaskan

bahwa pada dasarnya terdapat empat pilar utama yang menjadi pendukung mayarakat

budaya. Diantaranya adalah the sacred (yang keramat), klasifikasi, ritus, dan solidaritas.

Dalam tulisan Sutrisno dan Pratanto dijelaskan bagaimana Durkheim mempersepsi

masyarakat sebagai satu kesatuan yang dirangkai secara internal.

11 Tri Widiarto, Psikologi Lintas Budaya Indonesia, (Salatiga : Widya Sari Press Salatiga), 2004, 3-4. 12

Pamerdi Giri Wikoso dkk, Ilmu Sosial dan Budaya dasar, (Salatiga: Fiskom Press, 1990), 14-15 13

Chris Jenk, Culture Studi Kebudayaan, 50.

Page 7: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

18

2.2.1 The Scared

The Sacred adalah proses utama yang mencakup seluruh dinamika

masyarakat. Dalam masyarakat selalu ada nilai-nilai yang disakralkan atau

disucikan. „Yang sakral‟ itu dapat berupa simbol utama, nilai-nilai, dan

kepercayaan (beliefs) yang menjadi inti sebuah masyarakat. Maka, the

scared dapat diterjemahkan menjadi moralitas atau agama dalam

pengertian luas. The scared juga bisa menjelma menjad ideologi atau yang

lain menjadi utopia masyarakat. Nilai-nilai yang disepakati, atau the

scared itu, berperan untuk menjaga keutuhan dan ikatan sosial sebuah

masyarakat serta secara normatif mengendalikan gerak dinamika sebuah

masyarakat.14

Menjadi titik pijak prinsipal adalah sentralitas peran the scared

dalam masyarkat. The sacred merupakan paradigma kolektif yang koersif

(berkat sifat normatifnya) untuk menafsirkan fenomena dan tindakan para

anggotannya serta untuk menentukan tindakannya sendiri. Singkatnya

dalam sebuah masyarakat dapat dipastikan terdapat nilai-nilai atau ideologi

yang dikeramatkan dan disakralkan atau menjadi inti sebuah unit yang

disebut masyarakat. „Yang keramat‟ mengkondisikan anggota masyarakat

untuk tunduk. Dengan demikian, keselarasan dengan kehendak masyarakat

berperan memberikan identitas diri.

Durkheim menuturkan, konsentrasi utama agama terletak pada

“yang sakral”, karena memiliki pengaruh luas, menentukan kesejahteraan

dan kepentingan seluruh anggota masyarakat dan hal inilah yang

14

Mudji Sutrisno & Hendra Ptranto, Teori-teori Kebudayaan, (Yogyakarta : Kanisius, 2005), 89.

Page 8: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

19

melatarbelakangi kesadaran bersama dalam masyarakat (collective

consciousness) dalam sebuah ritual.15

2.2.2. Klasifikasi

Klasifikasi masyarakat yang paling primordial didasarkan pada dimensi

normatif dan religius. Dimensi normatif dan religius itu menjadi design umum

yang terdapat dalam kesadaran kolektif masyarakat. Sistem klasifikasi bekerja

dalam kesadaran moral dan emosional masyarakat dengan menunjuk apakah

seorang bermoral atau kurang bermoral masuk kelompok “benar” atau “sesat”

karena tidak mengemban nilai-nilai kolektif-normatif.16

Klasifikiasi memuat didalamnya sesuatu yang dapat diterima dan tidak

dapat diterima oleh masyarakat. Kai Erikson (dalam Wayward Puritan)

memunculkan istilah “boundary maintenance” atau penjagaan batas; yang

dimaksudkan adalah bahwa masyarakat secara bersama-sama menjaga batasan

yang dapat diterima dan tidak dapat diterima menurut nilai-nilai yang secara

kolektif mereka hayati.17

2.2.3. Ritus

Kesatuan yang dibangun atas dasar kepentingan bersama akan yang suci

ini melahirkan ritus sosial. Masyarakat menghidupi dirinya dengan bergerak

dari dan ke the sacred. Perayaan-perayaan, Festival, dan acara-acara budaya

dalam masyarakat itu dapat disebut sebagai bentuk –bentuk ritus. Ritus

diadakan secara kolektif dan dikembalikan akan pengetahuan dan makna-

15

Emile Durkheim, The Elementary Forms of Religious Life, (New York: Free Press, 1955), 218. 16

Mudji Sutrisno & Hendra Ptranto, Teori-teori Kebudayaan, 92. 17

Ibid., hlm 94.

Page 9: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

20

makna kolektif. Ritus menjadi mediasi bagi anggota masyarakat untuk tetap

berakar pada the scared.

Dalam ritus dihadirkan kembali makna realitas dalam masyarakat

(makna sosial). Dengan demikian, ritus berperan memperkokoh keberakaraan

(rootedness) rasa kolektivitas karena menggiring anggota masyarakat

“meminum” dari sumber kekeramatan yang sama. Oleh karena itu, masyarakat

melalui ritus mendapatkan legitimasi berkat bersentuhan kembali dengan

makna-makna fundamental yang mengonstruksi masyarakat.18

Dhavamony

yang mengacu pada pemikiran Goody mendefinisikan ritual sebagai suatu

kategori adat perilaku yang dibakukan, di mana hubungan antara sarana-sarana

dengan tujuan tidak bersifat „intrinsik‟, namun bersifat entah irasional maupun

non-rasional.19

Ritual itu sendiri merupakan suatu kegiatan yang berkaitan

dengan mitos yang bertujuan untuk mensakralkan diri dan dilakukan secara

rutin, tetap, berkala yang dapat dilakukan secara perorangan maupun kolektif

menurut ruang dan waktu berdasarkan konvensi setempat.20

Dari adanya keharusan mematuhi aturan dalam ritual upacara dalam

masyarakat pada akhirnya membentuk pranata sosial yang tidak tertulis. Akan

tetapi harus dikenal dan dipatuhi oleh seluruh warga masyarakat secara turun

temurun. Suatu ritus atau religi terdiri dari suatu kombinasi yang

merangkaikan beberapa tindakan. Ritus dan upacara bukan peristiwa biasa,

tetapi peristiwa dilaksanakan dengan emosi keagamaan dan biasanya

mempunyai sifat keramat .21

18

Ibid., hlm. 96-98. 19

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 175. 20

Zeffry, Manusia Mitos dan Mitologi, (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1998), 98. 21

Koentjaningrat, Ritus Peralihan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1993), 44.

Page 10: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

21

Ritus-ritus membangkitkan pengalaman emosional yang intens, yang

berguna merumuskan kembali ikatan sosial komunitas dan mendapatkan

energi sosial untuk menghidupi makna-makna kolektif masyarakat. Dengan

demikian, ritus bukan sekedar dinamika pengulangan yang berulang-ulang,

melainkan gerakan yang terus mengulang dengan menyerap pembaruan-

pembaruan.22

Dalam tulisan Lorraine dijelaskan bahwa ritual/ritus memiliki suatu

lingkaran dan kalender tersendiri,23

yang kemudian ditambahkan oleh

Dhavamony bahwa lingkaran ritus (ritual cyrcle) mengandung di dalamnya

tindakan manusia, dan bagaimana tindakan tersebut kemudian mengarah dan

menunjuk kepada mahluk Ilahi yang disembah, dan menjadi alasan yang

mendasar dari suatu perbuatan ritual. Lingkaran tersebut adalah lingkaran

kosmis yang secara langsung membawa manusia (pelaku ritual) masuk dalam

suatu pola hubungan kosmis dengan dunia transenden dimana mahluk Ilahi itu

berada.24

Adapun tujuan dari ritual-ritual (upacara-upacara) adalah untuk

penerimaan, perlindungan, perlindungan pemurnian, pemulihan, kesuburan

(produktifitas), penjamin, melestarikan kehendak leluhur (penghormatan),

mengontrol perilaku komunitas menurut situasi kehidupan sosial yang

diarahkan pada transformasi keadaan dalam manusia atau alam. Sedangkan

fungsi dari tradisi ritual bagi keberlangsungan hidup diantaranya : Pertama,

ritual akan mampu mengintegrasikan dan menyatukan rakyat dengan

memperkuat kunci dan nilai utama kebudayaan melampaui dan di atas

22

Mudji Sutrisno & Hendra Ptranto, Teori-teori Kebudayaan, 100-101. 23

Lorraine V. Aragon, Fields of The Lord: Animism, Christian minorities, and State Development in

Indonesian, (Honolulu: Hawaii University Press, 2000), 202. 24

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, 125.

Page 11: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

22

individu dan kelompok, berarti ritual menjadi alat pemersatu atau interaksi.

Kedua, ritual menjadi sarana pendukung untuk mengungkapkan emosi

khususnya nafsu. Ketiga, ritual akan mampu melepaskan tekanan-tekanan

sosial.25

2.2.4. Solidaritas

Pemahaman solidaritas dalam pemikiran budaya Durkheimian hanya mungkin

ditempatkan dalam pembacaan the sacred . “Yang Keramat” merupakan ikatan

primordial masyarakat yang mempersatukan. The sacred dan ritual-ritual

disekitarnya jauh lebih luas daripada agama. Yang suci ini melekat pada

multidimensi hidup sipil, politis dan popular masyarakat. Dalam tulisan Sutrisno

dan Pratanto yang mengacu pada pemikiran Edaward Shil mencoba menjawab

pertanyaan ini: Bagaimana orang dengan berbagai latar belakang yang berbeda

dapat hidup bersama dalam masyarakat? Jawabannya karena scared center

merupakan unsur yang menyatukan. Scared center adalah fokus identitas kolektif

masyarakat sekaligus regula prima masyarakat tersebut. The sacred center adalah

sumber solidaritas masyarakat. The sacred dapat dilembagakan dalam agama,26

merupakan dimensi yang menjangkau secara luas pengalaman manusia. Dimensi

religious masyarakat berinteraksi dalam kehidupan sosial masyarakat dalam porsi

yang cukup besar.

Dari pemikiran Durkheim diatas dapat diartkan bahwa kebudayaan

merupakan realitas yang terstruktur dan berlaku komunal. Sekaligus yang struktur

itu menjadi acuan pandangan hidup, identitas dan tindakan yang berada diluar

eksistensi individu serta bersifat koersif. Struktur kebudayaan yang tersusun oleh

25

Siti Hajar, Jurnal Academica Fisip Untad VOL.05 No. 02 Oktober 2013 , ISSN 1411- 3341 1307. 26

Yang secara sosiologis disebut agama tidak hanya merujuk pada agama wahyu atau agama-agama

mondial. Agama disini dapat saja berupa keyakinan yang dihasikan oleh masyarakat dan menjadi acuan

fundamental masyarakat tersebut.

Page 12: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

23

the sacred, klasifikasi, ritus, dan solidaritas menetukan pilihan-pilihan individu

dalam sebuah masyarakat.

Namun hal yang berbeda dijelaskan oleh Steven Lukes dalam tulisan

Sutrisno dan Pratanto. Dalam tulisan ini dijelaskan bagaimana cara pandang

Lukes sekaligus kritikannya terhadap pemikiran dari Durkheim berkaitan dengan

the sacred. Menurut Lukes, kalau the sacred merupakan pusat pengendalian

tindakan-tindakan individu dalam masyarakat, individu adalah sekedar wayang

tanpa memiliki kehendak sendiri. Menurutnya, ritual mempersatukan masyarakat

bukan karena the scared yang menarik seluruh jiwa masyarakat, melainkan karena

tindakan itu bersama-sama dilakukan oleh anggota masyarakat. Ritual harus

dijelaskan sebagai tindakan kelompok partikular dengan kepentingan mereka

sendiri dan bukan tindakan keseluruhan masyarakat yang spontan. Ritual diadakan

untuk kepentingan politis tertentu. Dengan itu Lukes berusaha menggeser the

sacred sebagai asal solidaritas (kesatuan masyarakat). Lukes lebih melihat peran-

peranan individu dalam ritual dan bukan the sacred.27

Paham serupa juga

dipaparkan oleh David Kertzer dalam tulisan Sutrisno dan Pratanto, yang

menurutnya solidaritas terbentuk karena orang melakukan suatu hal secara

brsama-sama dan bukan karena individu-individu itu menganut nilai atau

kepercayaan yang sama. Pengalaman fisik dan tindakan bersama (lewat

keterlibatan) sebagai pengalaman koeksistensial dapat menciptakan solidaritas.

Tindakan bersama ini memungkinkan solidaritas kendati tidak ada nilai yang sama

yang dihayati.28

27

Mudji Sutrisno & Hendra Ptranto, Teori-teori Kebudayaan, 108. 28

Ibid., hlm. 108.

Page 13: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

24

2.3. Tradisi

Salah satu sarana yang mampu merekatkan solidaritas ditengah-tengah kehidupan

bermasyarakat adalah tradisi kebudayaan dikarenakan kebudayaan merupakan satu

bentuk warisan sosial yang dimiliki oleh warga masyarakat pendukungnya sebagai

suatu warisan kebudayaan. Agar supaya di dalam perkembangannya, nilai-nilai luhur

yang terkandung dalam kebudayaan tidak tenggelam, sehingga perlu diupayakan

penanaman nilai-nilai tersebut lewat tradisi yang ada.

Tradisi juga dapat dikategorikan sebagai ritual atau aktivitas keagamaan yang

berkaitan dengan tata cara berkomunikasi dengan yang sakral. Dan dalam tiap-tiap

agama atau kepercayaan maupun tradisi yang berkaitan dengan yang leluhur,

memiliki tata cara (ritual/upacara) tersendiri untuk menyampaikan permohonannya

kepada yang Ilahi (sakral).

Tradisi dalam bahasa latin traditio, memiliki arti “diteruskan atau kebiasaan”,

dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang dilakukan sejak lama

dan menjadi bagian dari suatu kelompok masyarakat. Hal yang paling mendasar dari

tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis

maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Tradisi merupakan warisan atau norma-norma adat istiadat, kaidah-kaidah,

harta-harta. Tetapi tradisi bukan suatu yang tidak dapat diubah. Tradisi justru

dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam

keseluruhannya. Manusia yang membuatkan ia yang menerima, ia pula yang

menolaknya atau mengubahnya. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan merupakan

cerita perubahan-perubahan manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-

pola kebudayaan yang sudah ada. Tradisi merupakan roh dari sebuah kebudayaan.

Tanpa tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng. Dengan

Page 14: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

25

tradisi hubungan antara individu dengan masyarakat bisa harmonis. Dengan tradisi

sistem kebudayaan akan menjadi kokoh. Bila tradisi dihilangkan maka ada harapan

suatu kebudayaan akan berakhir disaat itu juga.

Menurut Bastomi tradisi adalah pertama, kegiatan yang melibatkan warga

masyarakat dalam usaha bersama-sama untuk mencapai tujuan keselamatan bersama.

Upacara tradisi bertujuan untuk menciptakan suasana yang tenang serta

menghindarkan dari bahaya yang akan mengancam di kemudian hari. Kedua, upacara

tradisi merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya mengandung makna bahwa

upacara tersebut harus diikuti dan dilaksanakan seluruh warga masyarakat tanpa ada

rasa terpaksa. Ketiga, tradisi upacara tumbuh dan menyebar melalui berbagai sikap

perbuatan manusia terhadap peristiwa tertentu.29

Sedangkan menurut pemaparan

Supanto dalam Sunyata tradisi merupakan kegiatan sosial yang melibatkan para warga

dalam mencapai tujuan keselamatan bersama. Upacara atau tradisi merupakan bagian

integral dari kebudayaan masyarakat. Keberadaan upacara atau tradisi tidak lepas dari

keberadaan masyarakat pendukungnya, artinya apakah suatu upacara atau tradisi

masih dipertahankan atau tidak tergantung dari masyarakat pendukungnya. Hal ini

tidak terlepas dari keyakinan terhadap kesakralan pelaksanaan upacara atau tradisi.30

2.3.1. Unsur-unsur ritual tradisi upacara31

Dalam tulisan Koentjaningrat ada 11 unsur ritual tradisi upacara yang dijelaskan,

namun dalam bagian ini penulis hanya menjelaskan 4 unsur diantaranya Bersesaji,

Berkurban/Persembahan, berdoa dan makan bersama. Keempat hal ini dikhuskan

dikarenakan berkaitan dengan pembahasan yang diangkat oleh penulis.

29

Suwaji Bastomi, Kebudayaan Apresiasi Pendidikan Seni, (Semarang: IKIP, 1986), 1. 30

Sunyata, dkk, Fungsi, kedudukan, dan Strukyur Cerita Rakyat Jawa Barat, (Jakarta: Depdikbud,

1996), 2. 31

Koentjaningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1977), 251-253.

Page 15: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

26

1. Bersesaji

Bersesaji merupakan perbuatan untuk menyajikan makanan. Benda-benda dan

sebagainya kepada roh-roh nenek moyang atau mahluk halus lain, dengan tujuan

supaya acara tersebut bisa berjalan dengan lancer. Sesaji ini merupakan sarana dan

prasarana yang penting dalam upacara tradisi yang erat hubungannya dengan

keyakinan masyarakat tentang adanya roh-roh halus. Bersesaji merupakan perbuatan

upacara yang diterangkan sebagai perbuatan-perbuatan untuk menyajikan makanan,

benda-benda dan sebagainya kepada roh nenek moyang atau mahluk halus lainnya.

2. Berkurban/Persembahan

Kata Persembahan berasal dari kata benda Ibrani yaitu “korban” yang berkaitan

dengan kata kerja memiliki yang artinya menghampiri. Oleh karena itu, suatu

persembahan merupakan pemberian orang Israel yang dibawa untuk menghampiri Allah

dan untuk menikmati persekutuan dan berkat-Nya. Orang Israel membawa persembahan

untuk mengungkapkan syukur, menyatakan iman, serta memperbaharui persekutuan dan

memperdalam penyerahan mereka kepada Tuhan. Ada dua istilah yang sangat dekat

pengunaanya dalam PL. Istilah-istilah itu adalah „Korban‟ dan „Persembahan‟. Apabila

istilah „korban‟ digunakan, maka hal itu pasti menyangkut sesuatu yang disembelih. Ada

darah disana. Sementara kalau istilah „persembahan‟ digunakan, maka tidak harus ada

yang disembelih. Persembahan dapat diartikan sebagai ungkapan syukur, tanda kasih dan

rasa hormat kepada Allah.

a. Persembahan dalam PL

Ritual pemberian persembahan sendiri dalam Alkitab diawali ketika Kain dan Habel

mempersembahkan hasil pekerjaannya kepada Allah. Kain mempersembahkan sebagaian

hasil pertaniannya dan Habel mempersembhkan anak sulung hasil peternakannya. Alkitab

Page 16: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

27

menjelaskan, persembahan Habel diterima dan Allah mengindahkannya, sementara

persembahan Kain tidak berkenan kepada Allah (Kej. 4:5-8)32. Hal ini menunjukkan bahwa

ternyata persembahan diterima berdasarkan kualitasnya. Artinya melalui kualitas

persembahan seseorang maka dapat dilihat sikap hati orang yang memberikan persembahan

tersebut. Orang yang tulus memberikan yang terbaik untuk dipersembahkan,

„menyisihkannya‟ sejak awal untuk dipersembahkan.

b. Persembahan dalam PB

Persembahan dalam Perjanjian Baru menjadi berbeda, tidak lagi sebagai korban,

melainkan sebagai ungkapan rasa syukur atas anugerah keselamatan yang telah diberikan

Tuhan atas penebusan dosa tersebut. Artinya, pemberian tersebut adalah sebagai ungkapan

syukur karena anugerah keselamatan yang diberikan Allah. Dalam PB ditekankankan oleh

Rasul Paulus bahwa menghayati persembahan bukan hanya uang atau benda, tetapi seluruh

hidup atau tubuhmu (Roma 12:1). Istilah “tubuh” = seluruh hidup artinya menghayati dan

mempraktekan hidup memusatkan perhatian kepada orang lain, bukan lagi untuk dirinya

sendiri.33

Ada beberapa konsep pengorbanan berdasarkan disiplin ilmu antropologi, sosiologi,

psikologi dan teologi. Secara antropologi, Nancy Jay mengatakan bahwa „ritual pengorbanan

merupakan symbol kebersamaan dalam sebuah masyarakat. Bagi individu yang memakan

kurban ritual pengorbanan tersebut, dinyatakan sebagai bagian dari masyarakat tersebut.34

Secara sosiologis ritual pengorbanan adalah sebuah tindakan dalam masyarakat yang

dipenuhi dengan simbol-simbol. Viktor Turner mengartikan simbol sebagai sesuatu yang

32

H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuno, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), 86. 33

Th. Van den End, Tafsiran Alkitab Surat Roma, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 652-656. 34

Jeffrey Carter, Understanding Religious Sacrifice: A Reader, (London and New York: Continuum.

2003), 370-371.

Page 17: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

28

memiliki banyak makna, baik itu makna sosial (ideologi, moral, normative) maupun

individual (emosi, panca indra, dan keinginan).35

Secara psikologi ritual pengurbanan di dalam sebuah komunitas berawal dari

keinginan dan kerinduan jiwa masing-masing individu untuk memberikan kurban

persembahan kepada dewa demi tercapainya sebuah keharmonisan sosial dalam komunitas,

secara khusus bagi setiap individu. Pengorbanan merupakan sebuah proses simbolik dalam

sebuah masyarakat yang di dalamnya terdapat kepentingan pribadi dan kepentingan

kelompok untuk mencapai sesuatu yang ideal didalam hidup ini. Secara teologi, ritual

pengorbanan merupakan hal yang penting bagi sebuah agama. Dalam setiap ritual

pengorbanan, terjadi proses pembunuhan terhadap hewan yang akan dikurbankan. Hewan

yang terbaik dari alam itulah yang dipilih. Menurut Robert J Daly, “pengorbanan dalam

tradisi Kristen-Yahudi kuno memilik dua trend, yakni sebuah proses spiritualisasi antara

manusia dengan pencipta (Tuhan) yang memiliki status tertinggi dari manusia, dan trend

institusional yang menciptakan hubungan sosial di antara masyarakat (gereja) yang

dikendalikan oleh seorang imam. Robert J Daly mengemukakan bahwa di kalangan Kristen-

Yahudi kuno terdapat perbedaan makna dari setiap pengorbanan yang diberikan. Meskipun

demikian, ritual pengorbanan yang dilakukan adalah sebuah bentuk penyerahan diri dan tanda

ketaatan cinta.”36

Segi persembahan dari korban itu penting sebagai kewajiban dari tingkah laku sosial.

Persembahan dilakukan dengan pengharaan yang jelas, bahwa ganjaran balasan akan

diberikan lewat suatu cara. Karena itu persembahan dalam upacara korban meliputi suatu

perjanjian do ut des (saya memberi supaya engkapun memberi). Dalam tulisan Schefold yang

mengacu kepada Gerardus van der Leeuw, hakekat dari suatu pemberian adalah memberikan

35

Ibid., hlm. 292-294. 36

Ibid., hlm. 343.

Page 18: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

29

sesuatu kepada seseorang berarti memberikan bagian dari dirinya sendiri; demikian pula,

menerima sesuatu dari seseorang berarti mengambil alih (menerima) sesuatu dari esensi

dirinya sendiri. Orang yang memberi dan orang yang menerima saling bertalian satu sama

lain, karena hakekatnya sama-sama memberikan. Sedangkan J. van Baal, membedakan

antara “pertukaran (trade) dan “pemberian” (gifts). Dalam pertukaran (trade), pembalasan

merupakan perimbangan dan hubungan diakhiri dengan pertukaran barang-barang (balasan

yang setimpal). Sedang dalam hal pemberian (gifts), pembalasan merupakan konsolidasi

hubungan mendasar, dimana nilai pemberian dan balasan atas pemberian itu bergantung pada

kedekatan status sosial. Dalam hal para partner memilik status yang setara tetapi tidak ada

kedekatan hubungan, maka nilai dari pemberian yang dipertukarkan harus berimbang, dan

pertukaran barang dimaknai sebagai eksresi yang mendekatkan hubungan, sehingga tidak

berakhir dengan pertukaran seperti yang terjadi dalam trade. Sebaliknya dalam hal status

sosial tidak setara atau dalam hal pemberian terjadi diantara orang yang memiliki kedekatan

hubungan, maka perhatian bukan pada kesetaraan (equivalence), tetapi masing-masing

partner selalu memberi dan mengkontribusi sebanyak yang dia mampu.37

3. Berdoa

Berdoa adalah suatu unsur yang banyak terdapat dalam berbagai upacara keagamaan

di dunia. Doa menggambarkan sebuah relasi yang terjalin antara manusia dengan

„Yang Ilahi‟ dan lewat doa manusia menaikkan ucapan syukur dan berbagai

permintaan kepada sosok „Yang Ilahi‟ tersebut. Sehingga berdoa merupakan sarana

yang digunakan oleh manusia, yang menghubungkan dirinya dengan „Yang Ilahi‟.

37

R. Schefold, J W Schoorl & J Tennekes (ed), Man, Meaning and History (The Hague-Martinus

Nijhoff, 1980), 82.

Page 19: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

30

4. Makan bersama

Dalam Tulisan Ebenhaizer Nuban Timo yang mengacu pada D.J Baarslag

menjelaskan makna tradisi makan bersama yang dipraktekan secara luas oleh setiap

komunitas masyarakat mengandung pesan yang sangat dalam dan kuat karena makan

dan minum bersama menghadirkan suasana dunia ilahi dan persekutuan dengan

Allah.38

Beberapa imam dalam agama pribumi menjelaskan makan bersama yang

terjadi dalam setiap ritus tradisional mengandung pesan kesediaan dari tiap peserta

ritus untuk membuat pesan dan nilai-nilai yang dijalani dalam ritus itu menjadi darah

dan daging dalam hidup mereka. Melalui hal ini bisa disimpulkan bahwa melalui

ritual makan dan minum bersama terdapat pesan perdamaian dan keselamatan yang

tampil secara nyata.

Dalam Tulisannya juga Nuban Timo menjelaskan secara jelas bahwa terdapat tiga

cara makan yang baru ini berkorespondensi dengan tiga isi karya perdamaian:

pembenaran, pengudusan, dan penugasan. Pertama, makan bersama-sama berhubungan

dengan pembenaran (justification), hal ini berkaitan dengan pembenaran manusia oleh

Yesus Kristus diimplementasikan ke dalam manusia oleh Roh Kudus dengan menyatukan

manusia di sekeliling meja keselamatan untuk makan bersama-sama, dengan adanya

kebersamaan ini mampu menciptakan harmoni diantara persekutuan. Akan berbeda

dengan makan sendiri-sendiri karena mendatangkan disharmoni dalam persekutuan,

sehingga mampu memecah belah persekutuan dan merusak persaudaraan.Makan

bersama-sama bukan hanya meniadakan curiga dan sikap saling mempersalahkan

melainkan juga sebagai tanda adanya hubungan baik diantara saudara-saudara. Pada acara

makan bersama tidak ada lagi kebenaranmu dan kebenaranku yang ada ialah kebenaran

38

Ebenhaizer Nuban Timo, Allah Menahan Diri Tapi Pantang Berdiam Diri, (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2016), 318.

Page 20: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

31

kita. Kebenaran yang ada dalam acara makan bersama bersifat merekatkan persekutuan

dan memulihkan persaudaraan. Makanan bukan hanya memberi kekuatan. Ia juga

menciptakan perdamaian.

Makanan adalah simbol kehidupan kekal. Bagi orang primitive, ritus makan

bersama mempunyai sifat keagamaan. Barang siapa makan, ia mendapat bagian kekuatan

Ilahi dan oleh kekuatan ilahi itu ia juga memperoleh bagian dari mereka yang bersama-

sama dengan dia. Dengan makan bersama tercipta habitus baru, yakni keberanian untuk

berbagi sehingga semua orang bisa menikmati dan kenyang bersama. Egoisme berubah

menjadi altruism saat saudara-saudara berkumpul untuk makan bersama. Nuban Timo

yang mengacu pada Park Jae Soon menuliskan bahwa Gerakan persekutuan di meja

makan adalah gerakan yang membebaskan manusia dari egoism kepada persekutuan

sejati yang telah diperdamaikan. 39

Oleh karena itu, Makan bersama merupakan inti

terdalam dari persekutuan keselamatan karena di sana dipentaskan drama egalitarianisasi.

Hal yang kedua adalah makan bersama secara terbuka dengan pengudusan

(santification). Kata pengudusan merupakan bentuk partisipum. Dan kata dasar kudus.

Kudus menunjuk kepada kehidupan ditengah-tengah masyarakat dan terus menerus

berinteraksi dengan masyarakat dimana ia berada dengan memperlihatkan kualitas hidup

yang lain. Makan bersama-sama ditempat terbuka jelas memiliki nilai yang berbeda

dengan makan sendiri-sendiri dan sembunyi-sembunyi. Orang yang makan ditempat

terbuka biasanya mengambil secukupnya sesuai dengan kebutuhannya sebab ia ikut

mempertimbangkan kebutuhan dan kepentingan orang lain. Makan bersama selalu

menjadi kesempatan dimana ada kesediaan untuk membagi hasil keringat sendiri dengan

orang lain. Tidak ada lagi makan seberapa banyak yang anda mampu tetapi berbagi rezeki

bersama kawan dan sahabat. Makan secara terang-terangan dan ditempat terbuka

39

Ebenhaizer Nuban Timo, Allah Menahan Diri Tapi Pantang Berdiam Diri, 320-323.

Page 21: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

32

mengandaikan bahwa makanan harus dibagi-bagikan, terutama dengan mereka yang lapar

dan berkekurangan.40

Nuban Timo yang mengacu pada Fransiskus Borgias menuliskan

Dalam pandangan Yesus, makanan adalah simbol sentral Kerajaan, yaitu suatu keadaan

dalam mana semua diterima pada meja perjamuan dan semua bisa memiliki

secukupnya.41

Ketiga, makan di hadapan Tuhan berhubungan dengan penugasan (vocation). Hal

ini berkaitan dengan makan untuk pergi ke dalam dunia menjadi saksi, memperlihatkan

pembenaran dan pengudusan yang dikerjakan Kristus kepada dunia. Makan bersama

merupakan momen dimana semua partisipan dalam ritus memperkokoh tekad untuk

membuat pesan dan nilai-nilai yang dilakoni dalam ritus menjadi darah dan daging dalam

hidup setiap hari.

2.4. Kesimpulan

Dari teori-teori yang telah dipaparkan, penulis dapat menyimpulkan bahwa

Masyarakat Majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok, yang

tinggal bersama dalam suatu wilayah, tetapi terpisah menurut garis budaya masing-masing.

Hal ini menyebabkan adanya perbedaan dan keberagamaan atau yang lebih dikenal dengan

istilah kemajemukan baik dalam sosial ataupun budaya. Indonesia sendiri termasuk dalam

kategori masyarakat majemuk dikarenakan keberagaman dan kepelbagian yang dimiliki

oleh bangsa Indonesia, yang terdiri dari ratusan suku bangsa dan memiliki lokus sosial dan

budaya masing-masing. Komunitas etnik menjalin hubungan dalam perdamaian, persaingan

bahkan pertentangan. Relasi sosial yang demikian ini melahirkan pranata dan lembaga yang

mengikat masing-masing kelompok atau semua kelompok untuk hidup secara damai dan

harmonis. Pengetahuan akan kebudayaan (local knowledge) berupa ritual kepercayaan dan

40

Ibid., hlm. 324. 41

Ibid., hlm. 323.

Page 22: BAB II Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan€¦ · Tradisi Budaya dalam merawat Kemajemukan . Pada. bab. kedua ini akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini

33

tradisi mampu dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehingga Kemajemukan

kebudayaan tersebut menjadi kekayaan dan modal bagi tumbuh kembangnya demokrasi di

Indonesia.