6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Teori Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Menurut Mills (2000) mendefinisikan penelitian tindakan sebagai ”systematic inquiry” yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, atau konselor sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai praktik yang dilakukannya. Informasi ini digunakan untuk meningkatkan persepsi serta mengembangkan ”reflective practice” yang berdampak positif dalam berbagai dalam berbagai praktik persekolahan, termasuk memperbaiki hasil belajar siswa. Selanjutnya, pertanyaan : mengapa guru yang harus melakukan PTK, menurut Hopkins (1993) berkaitan dengan isu-isu seputar profesionalisme, praktik di kelas, kontrol sosial terhadap guru, serta kemanfaatan penelitian pendidikan. Dari segi profesionalisme, penelitian kelas yang dilakukan oleh guru dipandang sebagai satu unjuk kerja sesiswa guru yang profesional karena studi sistematik yang dilakukan terhadap diri sendiri dianggap sebagai tanda (hallmark) dari pekerjaan guru yang profesional. Hopkins (1993) menekankan bahwa pada awalnya guru mungkin bingung untuk mengidentifikasi masalah, oleh karena itu, guru tidak selaalu harus memulai

Bab II Wawan2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

v

Citation preview

Page 1: Bab II Wawan2

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

1. Teori Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Menurut Mills (2000) mendefinisikan penelitian tindakan sebagai

”systematic inquiry” yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, atau konselor

sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai praktik yang

dilakukannya. Informasi ini digunakan untuk meningkatkan persepsi serta

mengembangkan ”reflective practice” yang berdampak positif dalam berbagai

dalam berbagai praktik persekolahan, termasuk memperbaiki hasil belajar

siswa.

Selanjutnya, pertanyaan : mengapa guru yang harus melakukan PTK,

menurut Hopkins (1993) berkaitan dengan isu-isu seputar profesionalisme,

praktik di kelas, kontrol sosial terhadap guru, serta kemanfaatan penelitian

pendidikan. Dari segi profesionalisme, penelitian kelas yang dilakukan oleh

guru dipandang sebagai satu unjuk kerja sesiswa guru yang profesional

karena studi sistematik yang dilakukan terhadap diri sendiri dianggap sebagai

tanda (hallmark) dari pekerjaan guru yang profesional.

Hopkins (1993) menekankan bahwa pada awalnya guru mungkin

bingung untuk mengidentifikasi masalah, oleh karena itu, guru tidak selaalu

harus memulai dengan masalah. Guru dapat mulai dengan suatu gagasan

untuk melakukan perbaikan, kemudiaan mencoba memfokuskan gagasan

tersebut.

2. Teori Strategi Pelajaran

Sudjana (1988) mengemukakan bahwa strategi pelajaran pada

hakikatnya adalah tindakan nyata dari guru dalam melaksanakan pelajaran

melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan lebih efesien. Dengan kata

lain, strategi ini berhubungan dengan siasat atau taktik yang digunakan guru

dalam melaksanakan kurikulum secara sistemik dan sistematik. Sistemik

mengandung arti adanya saling keterkaitan diantara komponen kurikulum

sehingga terorganisasikan secara terpadu dalam mencapai tujuan, sedang

Page 2: Bab II Wawan2

sistematik mengandung pengertian bahwa langkah-langkah yang dilakukan

guru secara berurutan sehingga mendukung tercapainya tujuan.

Menurut Colin Rose dan Malcolm J. Nichol (2002), apabila kita

mempelajari teknik-teknik belajar yang tepat (eksak) sehingga menjadi gaya

belajar personal, maka kita akan belajar lebih alami (natural). Jika belajar itu

sudah merupakan sesuatu yang bersifat alami, maka akan lebih memberikan

kemudahan dalam mempelajari sesuatu. Kemudahan belajar tersebut

mempengaruhi kecepatan belajar sesesiswa (learning fast). Agar proses

belajar berhasil dan menyenangkan serta mempengaruhi kejernihan dalam

berfikir (clear thinking).

Menurut Gagne ada sembilan model peristiwa pelajaran yang disebut

fase-fase belajar, yaitu :

1. Membangkitkan perhatian.

2. Memberitahukan tujuan pelajaran pada siswa.

3. Merangsang ingatan pada materi prasyarat.

4. Menyajikan bahan perangsang.

5. Memberi bimbingan belajar.

6. Menampilkan unjuk kerja.

7. Memberikan umpan balik.

8. Menilai unjuk kerja.

9. Meningkatkan retensi.

3. Teori Pelajaran Matematika

Teori Ausubel (Brownell dan Chazal) mengemukakan pentingnya

pelajaran bermakna dalam mengajar matematika. Kebermaknaan pelajaran

akan membuat kegiatan belajar lebih menarik, lebih bermanfaat, dan lebih

menantang, sehingga konsep dan prosedur matematika akan lebih mudah

dipahami dan lebih tahan lama diingat oleh peserta didik. Kebermaknaan

yang dimaksud dapat berupa struktur matematika yang lebih ditonjolkan

untuk memudahkan pemahaman (understanding).

Page 3: Bab II Wawan2

Teori Vygotsky berusaha mengembangkan model kontruktrivistik

belajar mandiri dari Piaget menjadi belajar kelompok. Dalam membangun

sendiri pengetahuannya, peserta didik dapat memperoleh pengetahuan

melalui kegiatan yang beraneka ragam dengan guru sebagai fasilitator.

Kegiatan itu dapat berupa diskusi kelompok kecil, diskusi kelas, mengerjakan

tugas kelompok, mengerjakan ke depan kelas dua sampai tiga siswa dalam

waktu yang sama dan untuk soal yang sama, tugas menulis, tugas bersama

membuat laporan kegiatan pengamatan atau kajian matematika.

Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika

akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep

dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan

disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.

Brunner dalam teorinya mengungapkan bahwa dalam proses belajar siswa

sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda atau alat

peraga, dengan alat peraga tersebut siswa dapat melihat langsung bagaimana

keteraturan serta pola yang terdapat dalam benda yang sedang

diperhatikannya. Keteraturan tersebut oleh siswa dihubungkan dengan

keteraturan inquitif yang telah melekat pada dirinya.

4. Media dan Metode Pelajaran

1. Media pelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak didik

sehingga dapat mendorong terjadinya peoses belajar pada diri siswa

(Miarso;1980).

2. Media / alat peraga adalah sebagai alat bantu dalam proses belajar

mengajar (Nana Sudjana 1991;143).

3. Belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika menggunakan alat bantu

yang mendekati realisasi lebih banyak, lebih banyak alat bantu yang

meenyerupai realitas, makin mudah terjadi hal belajar pada anak (Syaiful

Bahri Djamara;1994).

Page 4: Bab II Wawan2

4. Media digunakan untuk menyampaikan informasi atau pesan melalui alat

penampil. Alat pengajar digunakan sebagai sarana untuk membuktikan

konsep. Semua media dan alat pengajaran adalah sumber pengajaran

(Drs. Sudirman N., dkk. 1991;202)

Menurut Syaiful Bahri Djamara (1991), sesiswa guru tidak akan dapat

melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu-pun metode mengajar

yang dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan. Sesuai dengan

pendapat tersebut dalam proses kegiatan belajar dan mengajar, guru harus

menggunakan metode pelajaran yang tepat dengan materi yang akan

diajarkan.

Sesuaikan sistematika yang yang ada BAB II tidak sub, jadi angka 1, 2 dstnya

dihilangkan saja