Upload
jaka-kelana
View
217
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
v
Citation preview
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
1. Teori Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Menurut Mills (2000) mendefinisikan penelitian tindakan sebagai
”systematic inquiry” yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, atau konselor
sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai praktik yang
dilakukannya. Informasi ini digunakan untuk meningkatkan persepsi serta
mengembangkan ”reflective practice” yang berdampak positif dalam berbagai
dalam berbagai praktik persekolahan, termasuk memperbaiki hasil belajar
siswa.
Selanjutnya, pertanyaan : mengapa guru yang harus melakukan PTK,
menurut Hopkins (1993) berkaitan dengan isu-isu seputar profesionalisme,
praktik di kelas, kontrol sosial terhadap guru, serta kemanfaatan penelitian
pendidikan. Dari segi profesionalisme, penelitian kelas yang dilakukan oleh
guru dipandang sebagai satu unjuk kerja sesiswa guru yang profesional
karena studi sistematik yang dilakukan terhadap diri sendiri dianggap sebagai
tanda (hallmark) dari pekerjaan guru yang profesional.
Hopkins (1993) menekankan bahwa pada awalnya guru mungkin
bingung untuk mengidentifikasi masalah, oleh karena itu, guru tidak selaalu
harus memulai dengan masalah. Guru dapat mulai dengan suatu gagasan
untuk melakukan perbaikan, kemudiaan mencoba memfokuskan gagasan
tersebut.
2. Teori Strategi Pelajaran
Sudjana (1988) mengemukakan bahwa strategi pelajaran pada
hakikatnya adalah tindakan nyata dari guru dalam melaksanakan pelajaran
melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan lebih efesien. Dengan kata
lain, strategi ini berhubungan dengan siasat atau taktik yang digunakan guru
dalam melaksanakan kurikulum secara sistemik dan sistematik. Sistemik
mengandung arti adanya saling keterkaitan diantara komponen kurikulum
sehingga terorganisasikan secara terpadu dalam mencapai tujuan, sedang
sistematik mengandung pengertian bahwa langkah-langkah yang dilakukan
guru secara berurutan sehingga mendukung tercapainya tujuan.
Menurut Colin Rose dan Malcolm J. Nichol (2002), apabila kita
mempelajari teknik-teknik belajar yang tepat (eksak) sehingga menjadi gaya
belajar personal, maka kita akan belajar lebih alami (natural). Jika belajar itu
sudah merupakan sesuatu yang bersifat alami, maka akan lebih memberikan
kemudahan dalam mempelajari sesuatu. Kemudahan belajar tersebut
mempengaruhi kecepatan belajar sesesiswa (learning fast). Agar proses
belajar berhasil dan menyenangkan serta mempengaruhi kejernihan dalam
berfikir (clear thinking).
Menurut Gagne ada sembilan model peristiwa pelajaran yang disebut
fase-fase belajar, yaitu :
1. Membangkitkan perhatian.
2. Memberitahukan tujuan pelajaran pada siswa.
3. Merangsang ingatan pada materi prasyarat.
4. Menyajikan bahan perangsang.
5. Memberi bimbingan belajar.
6. Menampilkan unjuk kerja.
7. Memberikan umpan balik.
8. Menilai unjuk kerja.
9. Meningkatkan retensi.
3. Teori Pelajaran Matematika
Teori Ausubel (Brownell dan Chazal) mengemukakan pentingnya
pelajaran bermakna dalam mengajar matematika. Kebermaknaan pelajaran
akan membuat kegiatan belajar lebih menarik, lebih bermanfaat, dan lebih
menantang, sehingga konsep dan prosedur matematika akan lebih mudah
dipahami dan lebih tahan lama diingat oleh peserta didik. Kebermaknaan
yang dimaksud dapat berupa struktur matematika yang lebih ditonjolkan
untuk memudahkan pemahaman (understanding).
Teori Vygotsky berusaha mengembangkan model kontruktrivistik
belajar mandiri dari Piaget menjadi belajar kelompok. Dalam membangun
sendiri pengetahuannya, peserta didik dapat memperoleh pengetahuan
melalui kegiatan yang beraneka ragam dengan guru sebagai fasilitator.
Kegiatan itu dapat berupa diskusi kelompok kecil, diskusi kelas, mengerjakan
tugas kelompok, mengerjakan ke depan kelas dua sampai tiga siswa dalam
waktu yang sama dan untuk soal yang sama, tugas menulis, tugas bersama
membuat laporan kegiatan pengamatan atau kajian matematika.
Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika
akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep
dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan
disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.
Brunner dalam teorinya mengungapkan bahwa dalam proses belajar siswa
sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda atau alat
peraga, dengan alat peraga tersebut siswa dapat melihat langsung bagaimana
keteraturan serta pola yang terdapat dalam benda yang sedang
diperhatikannya. Keteraturan tersebut oleh siswa dihubungkan dengan
keteraturan inquitif yang telah melekat pada dirinya.
4. Media dan Metode Pelajaran
1. Media pelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak didik
sehingga dapat mendorong terjadinya peoses belajar pada diri siswa
(Miarso;1980).
2. Media / alat peraga adalah sebagai alat bantu dalam proses belajar
mengajar (Nana Sudjana 1991;143).
3. Belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika menggunakan alat bantu
yang mendekati realisasi lebih banyak, lebih banyak alat bantu yang
meenyerupai realitas, makin mudah terjadi hal belajar pada anak (Syaiful
Bahri Djamara;1994).
4. Media digunakan untuk menyampaikan informasi atau pesan melalui alat
penampil. Alat pengajar digunakan sebagai sarana untuk membuktikan
konsep. Semua media dan alat pengajaran adalah sumber pengajaran
(Drs. Sudirman N., dkk. 1991;202)
Menurut Syaiful Bahri Djamara (1991), sesiswa guru tidak akan dapat
melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu-pun metode mengajar
yang dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan. Sesuai dengan
pendapat tersebut dalam proses kegiatan belajar dan mengajar, guru harus
menggunakan metode pelajaran yang tepat dengan materi yang akan
diajarkan.
Sesuaikan sistematika yang yang ada BAB II tidak sub, jadi angka 1, 2 dstnya
dihilangkan saja