66
II - 1 PT. Mahaka Nugraha Perkasa UMEDANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Jl. Empang No. 1 Tlp (0261) 206081 Fax. 0261-201022 Sumedang 45311 2.1 Kebijakan Penataan Ruang 2.1.1 Manajemen Pengembangan Kawasan Pertambangan Rakyat 9.5 Manajemen Pengembangan Kawasan Pertambangan Rakyat Pengembangan kawasan pertambangan dinilai berhasil apabila terpenuhinya keseimbangan antara aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. Prinsip dasar pengelolaan sumberdaya mineral selama lebih dari tiga dasawarsa yang berbasis pada negara (state based forest management) terbukti telah banyak menimbulkan berbagai permasalahan yang pada ujungnya justru mengancam kelestarian sumberdaya mineral itu sendiri. Terjadinya pertambangan liar yang tak terkontrol adalah contoh nyata yang Bab 2 TINJAUAN KEBIJAKAN Penyusunan Model Kemitraan Pengelolan Waduk Jatigede Dan Tol Cisumdawu Dalam Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Bab IIA

  • Upload
    raka

  • View
    221

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

j

Citation preview

Penyusunan DED Ruang Terbuka Komplek Pacuan Kuda Kabupaten Sumedang

Penyusunan Model Kemitraan Pengelolan Waduk Jatigede Dan Tol Cisumdawu Dalam Pengembangan Ekonomi MasyarakatBab 2TINJAUAN KEBIJAKAN 2.1Kebijakan Penataan Ruang2.1.1 Manajemen Pengembangan Kawasan Pertambangan Rakyat

9.5 Manajemen Pengembangan KawasanPertambangan Rakyat

Pengembangan kawasan pertambangan dinilai berhasil apabila terpenuhinya keseimbangan antara aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. Prinsip dasar pengelolaan sumberdaya mineral selama lebih dari tiga dasawarsa yang berbasis pada negara (state based forest management) terbukti telah banyak menimbulkan berbagai permasalahan yang pada ujungnya justru mengancam kelestarian sumberdaya mineral itu sendiri. Terjadinya pertambangan liar yang tak terkontrol adalah contoh nyata yang mengancam kelestarian lingkungan, akibat diabaikannya peran, partisipasi, dan distribusi manfaat hutan bagi masyarakat sekitarnya. Dipandang dari segi manajemen,kebijakan pengelolaan hutan selama ini jelas-jelas keliru.kebijakan pengelolaan hutan selama ini jelas-jelas keliru.

Menyadari kekeliruannya tersebut, mulai tahun 1998 pemerintah mulai mengembangkan manajemen baru pengelolaan sumberdaya mineral yang berbasis masyarakat (community based forest mangement). Dalam manajemen baru ini, pengelolaan hutan di Indonesia dilakukan dengan berorientasi pada pemberdayaan ekonomi masyarakat, dengan melibatkan partisipasi dan pemberian kewenangan pengelolaan kepada mereka. Pemberdayaan dalam pengembangan pengelolaan sumberdaya mineral berbasis masyarakat ini adalah merupakan upaya yang ditempuh dalam rangka memampukan dan memandirikanmasyarakat melalui: (a) penciptaan sarana atau iklim usaha yang memungkinkan berkembangnya potensi yang dimiliki masyarakat, (b) memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat, dan (c) melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada mereka untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat.

Dalam rangka mewujudkan pengelolaan Kawasan Pertambangan berbasis masyarakat tersebut, pemerintah sedang dan akan terus melaksanakan tiga macam kegiatan secara terintegrasi dengan pembangunan ekonomi masyarakat. Pertama, pengelolaan dan pengembangan sumberdaya mineral berbasis kemasyarakatan, yang dilaksanakan dengan memberi peluang kepada masyarakat yang hidup didalam atau di sekitar hutan, untuk mengelola sumberdaya mineral yang selama ini telah menjadi tempat bergantung kehidupannya.

Dalam prakteknya di lapangan, pengelolaan pertambangan kemasyarakatan dilakukan dengan memberikan fasilitasi yang terus menerus dan berkesinambungan sampai masyarakat memahami hak dan kewajibannya dalam pengelolaan sumberdaya mineral secara bersama-sama dan partisipatif. Dan ini ditandai dengan adanya kelembagaan yang baik dan kuat, terutama melalui terbentuknya kelompok- kelompok masyarakat penambang, atau koperasi hasil kerjasama antara kelompok penambang rakyat dengan perusahaan tambang.

Kedua, pengelolaan dan pengembangan usaha pertambangan rakyat, yang dilakukan melalui pemberian ijin kepada masyaraKat untuk menjalankan usaha pertambangan skala kecil. Upaya ini melibatkan peran dan partisipasi dari berbagai pihak, baik di tingkat pusat maupun di tingkat kabupaten/kota.

Ketiga, pengelolaan hutan produksi dengan melibatkan masyarakat, yang dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti mengalokasikan segmen-segmen kegiatan tertentu dalam pengelolaan kawasan pertambangan kepada kelompok masyarakat, pemberian saham perusahaan besar pemilik Kuasa Pertambangan (KP) kepada koperasi masyarakat, kerjasama manajemen, dan lain sebagainya

Ketiga macam pengelolaan sumberdaya mineral tersebut diatas pada hakekatnya adalah manajemen pengembangan kawasan pertambangan yang melibatkan partisipasi masyarakat, dan memberikan kewenangan pengelolaan kepada rakyat secara mandiri dan lestari. Lahannya atau areal kerjanya bisa berasal dari hutan kemasyarakatan, bisa dari usaha perhutanan rakyat, ataupun dari hutan produksi yang pengelolaanya dipegang oleh perusahaan HPH, yang secara kebetulan dibawahnya terkandung sumberdaya mineral yang cukup potensial untuk bisa diusahakan.

a. Pelaksanaan Pengusahaan

Secara umum, menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 1453 K/29/MEM/2000; usaha pertambangan umum baru dapat dilaksanakan apabila telah mendapatkan ijin dari pemerintah dalam bentuk: Kuasa Pertambangan (KP), Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B, khusus untuk batubara). Pemberian ijin ini dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral cq Gubernur/Bupati/ Walikota, sesuai dengan lingkup kewenangannya masing-masing. Perijinan ini akan diberikan dengan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut:

1. Perusahaan bergerak di bidang pertambangan umum, untuk ijin usaha pertambangan dalam rangkan KK dan PKP2B;

2. Pada satu wilayah usaha pertambangan umum dapat diberikan KP, KK, dan PKP2B untuk bahan galian lain yang keterdapatannya berbeda, setelah mendapat persetujuan dari pemegang KP, KK, atau PKP2B terdahulu.

3. Pemegang KP, KK, dan PKP2B mempunyai hak mendapatkan prioritas untuk mengusahakan bahan galian lain dalam wilayah kerjanya.

Dalam kenyataannya di lapangan, usaha Pertambangan Skala Kecil (PSK) tidak bisa dipisahkan dari Pertambangan Tanpa Ijin (PETI). Pengusahaan PETI ini telah memasuki hampir seluruh golongan bahan galian seperti emas, batubara, intan, dan golongan lainnya. Dari hasil survei Departemen ESDM tahun 2000, kegiatan PETI sudah meliputi 52 kabupaten, dan 16 provinsi (data per April 2000). Angka ini menunjukkan peningkatan yang sangat berarti dibandingkan dengan tahun 1995 yang cuma meliputi 7 provinsi. Lokasi PETI berada di 713 daerah, dengan memperkerjakan 67.550 orang tenaga kerja. Produksinya sudah mencapai 30 ton emas per tahun, 4.337.200 ton batubara per tahun, dan 33.600 karat intan per tahun. Khusus bahan galian Golongan C, berdasarkan hasil survei Puslitbang Teknologi Mineral sampai dengan tahun 1993, diketahui bahwa lebih dari 90% usaha pertambangan bahan galian Golongan C berstatus tanpa ijin alias PETI. Pada tahun- tahun belakangan, sejalan dengan krisis ekonomi, kegiatan PETI di berbagai daerah terus meningkat, bahkan mereka tidak lagi beroperasi secara sembunyi-sembunyi, tapi sudah secara terang-terangan.

Dari data lapangan tersebut diatas terlihat dengan jelas bahwa usaha pengembangan Kawasan Pertambangan Rakyat pada hakekatnya adalah usaha bagaimana membuat kegiatan pertambangan rakyat tradisional (PETI) ini menjadi kegiatan pertambangan yang legal dan memenuhi persyaratan dan kaidah-kaidah praktek pertambangan yang baik dan benar. Usaha ini merupakan suatu keharusan agar mereka jangan sampai memasuki wilayah-wilayah pertambangan yang syah secara hukum, yang biasanya dipegang oleh perusahaan-perusahaan pertambangan besar. Sebab, jika PETI tetap dibiarkan illegal (tanpa ijin dan bimbingan dari Pemerintah), maka kecemburuan sosial tetap akan menganga yang pada gilirannya akan menjadi bom waktu yang setiap saat akan mengancam dan menghalangi kegiatan pertambangan yang resmi, bahkan seringkali berbuntut pada penjarahan dan pengrusakan. Hal ini jelas akan sangat merugikan pengusaha dan negara, apalagi bila ditinjau dari aspek koversi sumber daya alam karena akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah.

Dalam Undang-undang Pertambangan No. 11/1967, permasalahan tersebut diatas sebenarnya sudah diakomodasikan dalam bentuk pertambangan rakyat di wilayah yang diperuntukkannya, ditetapkan secara eksklusif bagi pertambangan skala kecil yaitu Wilayah atau Kawasan Pertambangan Rakyat (KPR). Atau melalui bimbingan khusus bagi usaha-usaha dalam bentuk Koperasi Unit Desa (KUD) melalui program Pertambangan Skala Kecil (PSK). Hal ini merupakan langkah kongkrit untuk mengarahkan kegiatan pertambangan rakyat (PETI) kedalam bentuk usaha pertambangan yang terorganisir dan memenuhi persyaratan-persyaratan pertambangan yang baik dan benar tadi. Namun harus diakui bahwa upaya ini memang membutuhkan bimbingan dan fasilitasi yang terus menerus dari Pemerintah, khususnya pemerintah daerah, untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan mereka.

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat pertambangan tersebut, pemerintah telah menciptakan berbagai bentuk fasilitasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Secara umum penyediaan fasilitasi ini diberikan berdasarkan kondisi nyata yang dimiliki masyarakat penambang yang serba minim dan memprihatinkan, seperti terlihat pada Gambar 9.2.

Tak bisa mengambil royaltiRendahnya pemulihan dan produktivita

Tak ada pemasukan bagiPemerintahRendahnya pendapatan dan tabungan

Operational resource tak memadaiTak mampu investasi

Tak mampu mengontrol sub-sektorPenguasaan teknik yang tak memadai

Perusakan lingkungan, standar keamanan rendah, pasar ilegalRendahnya keamanan dan kesehatan, kerusakan lingkungan

Gambar 9.2. Dilema antara Kondisi riil Pengusaha Pertambangan Rakyat danPandangan Otoritas Pertambangan

(Sumber: Puslitbang TEKMIRA, Depertemen ESDM)

Dari kondisi nyata di lapangan seperti pada Gambar 9.2, maka peran pemerintah atau lembaga lain yang terkait, untuk memberikan fasilitasi kepada masyarakat terasa sangat besar. Pemberian fasilitasi ini, tentu saja harus diarahkan kepada bagaimana agar kegiatan pertambangan rakyat ini dilakukan secara legal dan memenuhi persyaratan minimal, yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah praktek pertambangan yang baik dan benar. Agar mereka tidak memasuki wilayah-wilayah pertambangan yang resmi dan syah secara hukum.Bentuk-bentuk fasilitasi yang sangat diperlukan bagi masyarakat Pertambangan Skala Kecil (PSK) atau Pertambangan Rakyat, menurut Puslitbang TEKMIRA Departemen ESDM, antara lain adalah:

1. Memberikan bantuan perijinan yang bersifat legalistik, setelah secara organisatoris unit usaha pertambangan rakyat terbentuk. Bantuan ini dimaksudkan juga untuk mempermudah sosialisasi masalah pertambangan, sehingga segala informasi yang dibutuhkan lebih cepat bisa diperoleh.

2. Memeperbaiki berbagai pengaruh internal dan eksternal yang dihadapi PSK, khususnya di bidang Sumberdaya Manusia dalam penguasaan IPTEK, perbaikan birokrasi dan regulasi yang medukung perekonomian.

3. Menunjang pemberdayaan PSK, dengan melakukan berbagai inventarisasi potensi secara seksama dan lebih detail, untuk menunjang pengembangan usaha pertambangan rakyat.

4. Pembangunan sarana dan prasarana yang lebih baik sehingga dapat mendukung eksploitasi dan esplorasi pertambangan rakyat secara maksimal.

5. Memberikan pendidikan dan pelatihan Eksplorasi dan Eksploitasi sumberdaya pertambangan bagi PSK, sehingga dapat menjalankan usahanya secara lebih maksimal.

6. Memberikan bantuan fasilitas yang bersifat teknokratis seperti modal, tenaga ahli, dan manajemen, yang disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan masyarakat pengelola PSK.

7. Memberikan bimbingan dan bantuan pembinaan yang terus-menerus kepada PSK, baik yang bersifat teknis maupun non teknis, agar dapat berkembang menjadi usaha pertambangan rakyat yang berskala besar

b. Pembiayaan dan Permodalan

Struktur pembiayaan dan permodalan untuk pengelolaan kawasan pertambangan rakyat itu dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok besar, yaitu Kelompok Biaya Pra-operasi dan Kelompok Biaya Operasi. Kelompok pertama terdiri dari Biaya Investasi dan Biaya Modal Kerja. Sedangkan kelompok kedua terdiri dari Biaya Tenaga Kerja Langsung, Biaya Bahan Baku, Biaya Operasional Pengembangan Kawasan (overhead), dan Biaya Administrasi Penjualan.

Dari biaya-biaya tersebut diatas, biaya yang cukup besar pengaruhnya terhadap besarnya biaya keseluruhan yang dibutuhkan dalam pengelolaan kawasan pertambangan rakyat adalah biaya perijinan dan permohonan hak pengelolaan. Kawasan Pertambangan Rakyat umumnya diatas hutan negara (hutan lindung dan konservasi), biaya perijinannya bisa menjadi sangat besar karena harus disertai Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) disamping birokrasi. Meskipun biaya yang sangat besar ini bisa tidak cukup berarti bagi manajemen secara keseluruhan karena biasanya diimbangi dengan potensi tambang yang memadai untuk diproduksi, namun untuk permodalan awal menjadi sangat berat.

Untuk memperingan pembiayaan yang dibutuhkan untuk mengembangkan kawasan pertambangan rakyat, pemodalannya dapat dilakukan secara patungan, bila masyarakat sekitar tambang tidak memiliki modal secara memadai. Dalam hal ini masyarakat harus berhati-hati dalam memilih mitra, harus dipertimbangkan segala aspeknya, agar tidak terjadi hal-hal yang bisa merugikan masyarakat banyak di kemudian hari. Dalam hal ini, kalau bisa, hak pengelolaan tambang harus tetap dipertahankan ada di tangan masyarakat.

c. Pola Kemitraan

Salah satu bentuk pemberdayaan yang sangat diperlukan masyarakat adalah membangun kelembagaan yang kuat, karena sukses tidaknya program ini sangat bergantung padanya. Perkembangan selanjutnya, ternyata kelembagaan yang kuat itu tidak bisa berdiri sendiri, hanya terdiri dari masyarakat saja, tapi sangat erat kaitannya dengan kerjasamanya dengan pihak lain, baik pemerintah maupun perusahaan swasta. Karena, pengembangan Kawasan Pertambangan Rakyat ternyata merupakan suatu usaha yang sangat kompleks, tidak hanya menyangkut ilmu pertambangan dan ekonomi saja tapi juga menyangkut organisasi, manajemen, sosial, teknologi, keuangan, budaya, pemasaran, dan lain-lain. Oleh karena masyarakat tidak mungkin menguasai semua bidang-bidang tersebut, maka masyarakat perlu membentuk pola-pola kemitraan dengan pihak-pihak yang menguasai bidang-bidang yang diperlukan tersebut.

Pola-pola kemitraan secara umum yang dikenal selama ini (pola PIR, Bapak- Anak angkat, vendor) telah banyak dilakukan, meskipun cukup banyak yang mengalami kegagalan. Agar kemitraan yang dibentuk berhasil seperti yang diharapkan, diperlukan prinsip-prinsip kemitraan saling membutuhkan, saling menguntungkan, memiliki transparansi, memiliki azas formal dan legal melakukan alih pengetahuan dan pengalaman melakukan tukar informasi, penyelesaian masalah, dan pembagian keuntungan secara adil.

Kemitraan pertama yang perlu dibangun adalah kemitraan kerjasama dengan pemerintah daerah termasuk dengan lembaga keuangan (bank pembangunan daerah), dengan tujuan prinsip saling membutuhkan dan ketergantungan kedua belah pihak. kemitraan dengan pemerintah daerah antara lain adalah untuk memudahkan proses pengurusan legalitas atau perijinan hak pengusahaan pertambangan rakyat dan tenaga kerja yang ada di daerah tersebut. Dengan lembaga keuangan atau bank pembangunan daerah ditujukan untuk mendapatkan kemudahan bantuan modal atau pinjaman lunak untuk menutupi biaya investasi, biaya modal kerja, atau biaya operasional. Sementara keuntungan bagi pemda adalah meningkatkan pendapatan daerah (retribusi) dan kegiatan eknomi daerah khususnya pengurangan pengangguran.

Kemitraan yang kedua adalah pola inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra (perusahaan pertambangan rakyat). Perusahaan inti ini menyediakan sarana peralatan, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Kelompok mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang disepakati.

Keunggulan kemitraan inti plasma ini adalah: Memberi manfaat timbal balik yang memiliki peralatan dan pengalaman yang memadai dalam mengelola usaha pertambangan secara lestari. Dengan pola kemitraan ini diharapkan perusahaan besar memberikan pembinaan dengan alih teknologi berdasarkan pengalaman dan peralatan yang dimilikinya dan membeli hasil produk. Bentuk kemitraan ini bisa diwujudkan melalui Perjanjian Kerjasama, Nota Kesepahaman (MOU), atau bentuk-bentuk lain yang disepakati bersama sesuai dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Bagi perusahaan pemegang Kuasa Pertambangan (KP), pola ini akan meningkatkan keamanan areal pertambangan miliknya, karena dengan kemitraan ini masyarakat merasa ikut juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga keamanan lingkungannya. Dan kalau ada anggota masyarakat yang mengganggu keamanan areal kerjanya, masyarakat sendiri yang mengambil tindakan untuk mengatasi atau menghukumnya secara adat.

Kemitraan ketiga bisa dijalin dengan perusahaan trading atau mitra dari luar negeri untuk pemasaran produknya. Hal ini dilakukan untuk mempercepat pembangunan jalur distribusi, khususnya bila produk hasil tambangnya telah memenuhi standar internasional. Untuk pemasaran dalam negeri, kemitraan juga bisa dijalin dengan perusahaan manufacturing atau pabrik besar yang membutuhkan bahan tambang sebagai bahan baku industrinya.

Selain itu, pembiayaan pengembangan Kawasan Pertambangan Rakyat juga bisa diperoleh melalui pinjaman kredit bank. Selama ini sudah banyak tersedia skim-skim kredit komersial yang disediakan oleh perbankan umum seperti BRI, Bank Mandiri, BNI, Bukopin, BCA, BII, dan bank lainnya. Skim kredit komersial ini antara lain: Kredit Umum Pedesaan (Kupdes), Kredit Kecil Investasi (KKI), Kredit Kecil Modal Kerja (KKMK), Kredit Ekspor, Kredit Usaha Kecil (KUK), dan lain sebagainya. Berikut ini adalah macam-macam skim kredit yang bisa dijadikan sebagai sumber permodalan dan pembiayaan pengembagan Kawasan Pertambangan Rakyat.

1. Kredit Kecil Investasi (KKI) dan Kredit Modal Kerja (KMK)Penerima Kredit: Pengusaha KecilSektor Kredit: Semua jenis usaha yang produktifPlafon Kredit: KKI maksimum Rp. 350.000.000,00KMK maksimum Rp. 350.000.000,00Suku Bunga: Komersial, 19 24%Jangka Waktu: KKI 5 tahun dengan grace period maksimum 12 bulanKMK s.d Rp. 50 juta = 24 bulanKMK Rp. 50 350 juta = 36 bulanJaminan : Agunan Barang bergerak maupun tidak bergerak.Bank Pelaksana: Bank BRI

2. Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK) Penerima Kredit: Pengusaha kelas menengahSektor Kredit: Semua jenis usaha yang produktifPlafon Kredit: KI dan KMK Rp. 350 juta Rp. 3 miliar Suku Bunga: Komersial, 19 24%Jangka Waktu: KKI 5 tahun dengan grace period sesuai analisa KMK 36 bulanJaminan : Agunan Barang bergerak maupun tidak bergerak.Bank Pelaksana : Bank BRI, Bank Mandiri, Bank Bukopin3.Kredit Usaha Kecil (KUK)Penerima Kredit: Pengusaha kecilSektor Kredit: Semua jenis usaha yang produktifPlafon Kredit: Maksimum Rp. 350.000.000,00Suku Bunga: Komersial, 19% Jangka Waktu: Modal Kerja 1 tahunInvestasi = 5 tahun atau sesuai dengan jenisInvestasi yang dibiayai.Jaminan : Agunan Barang bergerak maupun tidak bergerak.Bank Pelaksana: Bank Danamon, Bank BRI, Bank Mandiri, Bukopin.

4. Kredit Non Usaha Kecil (Non KUK)Penerima Kredit: Pengusaha kelas menengahSektor Kredit: Semua jenis usaha yang produktifPlafon Kredit: Rp. 350.000.000,00 Rp.3.000.000.000,00Suku Bunga: Komersial, 19% Jangka Waktu : Modal Kerja 1 tahunInvestasi = sesuai dengan jeis Investasi yang dibiayai atau jangka waktu yang ditentukan.Jaminan : Agunan Barang bergerak maupun tidak bergerak.Bank Pelaksana : Bank BNI

5. Modal Ventura Penerima Kredit : Pengusaha kecil dan menengahSektor Kredit : Semua jenis usaha yang produktifPlafon Kredit : * PMV Daerah, maksimum Rp. 100.000.000,00* PT. BAV maksimum Rp. 500.000.000,00Pola Pembiayaan : Penyertaan langsung dan bagi hasil. Jangka Waktu : 3 - 6 tahunBank Pelaksana : PT. Bahana Artha Ventura, PMV Daerah.

d. Kelayakan Ekonomi dan FinansialSecara operasional, usaha pertambangan sebenarnya ibarat mendapatkan harta karun. Asal perhitungan dan pemilihan teknologi yang dilakukan dengan cermat, maka pasti untung. Apalagi pertambangan skala kecil atau pertambangan rakyat, pengelolaannya sangat sederhana, dan peralatan yang dibutuhkannya pun jauh lebih sederhana sehingga praktis bisa dilakukan oleh siapa saja. Jadi secara ekonomi, bisnis pertambangan rakyat ini sangat layak untuk dikembangan. Apalagi bila pemerintah dan pengusaha-pengusaha pertambangan besar menyatakan komitmennya untuk siap memberikan fasilitasi kepada PSK. Hal ini dapat dilihat dari program-program pembinaan PSK yang telah dilakukan pemerintah, antara lain:1. Memberikan fasilitas Kredit Investasi Kecil (KIK), dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP).2. Mencanangkan gerakan nasional kemitraan Bapak Angkat pada tahun 1990- an.3. Mencanangkan Program Mendukung Ekonomi Kerakyatan pada era reformasi, pada tahun 2000-an.4. Memberikan kemudahan pada proses perijinan dan pengusahaan pertambangan (deregulasi dan debirokratisasi).5. Membuat kebijakan dalam masalah Iuran dan Restribusi yang meringankan rakyat.

Dengan adanya fasiltas-fasilitas seperti tersebut diatas, diharapkan dapat menumbuhkan dan memberdayakan usaha pertambangan skala kecil dan menengah, yang pada gilirannya nanti, Pertambangan Rakyat dapat memberi kontribusi positif terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah sosial ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran yang cukup besar, krisis utang luar negeri, defisit neraca pembayaran, tidak meratanya hasil pembangunan, dan urbanisasi orang-orang desa ke kota dengan berbagai macam permasalahannya.

Dengan lain perkataan, pemberian fasilitas tersebut akan mampu mengatasi dilema pertambangan rakyat yang serba memprihatinkan menjadi pertambangan yang mampu menghasilkan pendapatan dan tabungan yang diperlukan untuk investasi dan membayar royalti kepada negara seperti terlihat pada Gambar 9.3. berikut ini.

Gambar : 9.3 Usaha Mengatasi Dilema Pertambangan Rakyat

Sumber : Puslitbang Tekmira, Dept. ESDMe. Pemasaran dan Promosi

Kegiatan pemasaran dan promosi hasil-hasil pertambangan rakyat dilakukan oleh kelembagaan lain yang lebih kuat, dalam hal ini yang terbanyak adalah pemerintah, dalam bentuk fasilitasi-fasilitasi yang sudah ada, atau yang dalam waktu mendatang akan diadakan. Diantara fasilitasi pemerintah atau lembaga lain yang terkait dengan pemasaran dan promosi adalah:

1. Membudayakan perdagangan internasional kepada para pengusaha kecil dan menengah, dengan dibarengi oleh kebijakan debirokratisasi dan deregulasi dari pemerintah terhadap sektor perekonomian mereka, sehingga kegiatan PSK tidak hanya tertumpu pada pasar domestik, tapi juga berorientasi ekspor.

2. Membantu membangun jaringan pasar internasional, sebagai upaya untuk menggenjot tingkat usaha PSK mendapatkan peluang usaha yang lebih besar di masa yang akan datang.

3. Melakukan standarisasi bahan sumberdaya pertambangan agar diperoleh kualitas dan mutu yang lebih baik, sesuai dengan standar industri yang diharapkan pasar.

4. Memberi bantuan pengembangan teknologi pengolahan, untuk meningkatkan kualitas produk pertambangan mendekati kualitas produk luar negeri, sehingga bisa menarik pasar internasional.

f. Peningkatan Kualitas SDM

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya mineral ternyata memerluan keahlian dan teknologi modern, sedangkan masyarakat atau rakyat kebanyakan di daerah masih rendah tingkat keahlian dan penguasaan teknologinya. Oleh karena itu, pengembangan Kawasan Pertambangan Rakyat bisa dilakukan hanya dengan menggalakkan program pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan dengan memberikan berbagai macam fasilitas yang dibutuhkannya. Meskipun untuk itu, pemerintah harus mengeluarkan dana atau anggaran, baik budgeter maupun non budgeter, dalam jumlah yang besar.

Sementara itu, penanganan dan pengelolaan masalah-masalah Pertambangan rakyat, ternyata tidak bisa dilakukan dengan menjiplak cara-cara yang dilakukan oleh negara lain, karena tiap negara memiliki ciri-ciri khusus dan latar belakang sosial budaya yang berbeda, sehingga pedekatan untuk mengatasinya pun akan berbeda pula. Oleh karena itu dimasa mendatang, pengembangan Kawasan Pertambangan rakyat ini perlu dibarengi dengan langkah-langkah penting berikut ini.

1. Menanamkan pemahaman tentang ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan Pertambangan dan penerapannya secara sederhana dan bertahap sesuai dengan kemampuan intelektualitas yang mereka miliki.

2. Memberikan contoh-contoh dan bukti-bukti kongkrit di lapangan dalam menjelaskan teknik-teknik operasional yang tepat guna, dan kegiatan yang terorganisasikan dengan baik, untuk meyakinkan masyarakat dalam menjalankan usaha Pertambangan dalam rangka meningkatkan pendapatan.

3. Meningkatkan partisipasi dan peran masyarakat sedemikian hingga bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan karakter, aspirasi dan kepentingan masyarakat pertambangan itu sendiri.

4. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di sekitar Kawasan Pertambangan Rakyat, seiring dengan teknologi yang digunakanya, sedemikian hingga memberikan kontribusi yang lebih besar dalam penigkatan kualitas dan produktivitas kawasan.

g. Perluasan Usaha

Mengingat banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan pertambangan rakyat (penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, serta pengangkutan dan penjualan), khususnya yang menyangkut kawasan yang lokasinya berada di hutan lindung dan kawasan yang dilestarikan, maka perpanjangan usaha pertambangan perlu evaluasi secara detail. Evaluasi tersebut dilakukan dengan tinjauan lapangan secara langsung dan menjaring informasi baik positif maupun negatif dari berbagai pihak termasuk masyarakat lokal tentang dampak kegiatan pertambangan rakyat tersebut. Hasil evaluasi dimaksud sebagai dasar pertimbangan untuk diperpanjang dan tidaknya kegiatan pertambangan di wilayah tersebut. Hal ini karena berdasarkan pengalaman bahwa secara umum pengusahaan pertambangan akan merusak ekosistem hutan dan lingkungannya termasuk bahaya seperti banjir, longsor atau bencana alam lain yang ditimbulkannya. Untuk mengembalikan seperti semula akan membutuhkan jangka waktu puluhan tahun bahkan ratusan tahun. Apalagi bila perusahaan pengelola pertambangan tersebut, tidak menyiapkan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebelumnya, maka pengusahaan pertambangan rakyat cenderung merusak hutan dan lainnya, karena pengawasan dari pemda dan masyarakat setempat kurang dihiraukan.

Oleh karena itu, sesuai dengan PP no. 75 tahun 2001 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan bahwa izin usaha pertambangan rakyat yang diperbolehkan adalah selama 5 tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali setelah diadakan evaluasi mendalam melalui keputusan Gubernur/Bupati setelah mendapat persetujuan Menteri ESDM tentang kegiatan eksplorasi pertambangan tersebut. Untuk itu peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat lokal setempat sangat diharapkan untuk ikut memantau serta mengawasi kegiatan pertambangan rakyat diwilayahnya dalam rangka menjaga kelestarian hutan, lingkungan dan keanekaragaman hayati.

UU Pertambangan No. 11 tahun 1967 dan revisinya sedang menunggu persetujuan DPR sesungguhnya telah mengakomodasikan masalah pengembangan usaha pertambangan rakyat di daerah yang peruntukannya ditetapkan secara eksklusif bagi pertambangan skala kecil ataupun melalui kebijakan dan bimbingan khusus bagi usaha-usaha dalam bentuk koperasi unit desa (KUD) melalui program pertambangan skala kecil (PSK) merupakan langkah konkrit untuk mengarahkan kegiatan pertambangan rakyat kedalam bentuk usaha yang terorganisir dan memenuhi sejumlah persyaratan pertambangan yang baik dan benar.

Fasilitas yang masih sangat diperlukan adalah (a) Kebijakan debirokratisasi dan deregulasi dari pemerintah terhadap sektor perekonomian pertambangan skala kecil dan berusaha membangun jaringan pasar internasional serta memperbaiki berbagai pengaruh internal dan eksternal yang dihadapi PSK, khususnya dibidang sumberdaya manusia dalam pengusahaan iptek, dan memberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan dukungan lembaga keuangan bagi pengembangan usaha PSK. (b) Pengembangan sarana dan prasarana untuk mendukung eksplorasi dan eksploitasi; (c) melakukan standarisasi bahan sumberdaya pertambangan sesuai standar keinginan pasar; (d) memberikan pendidikan dan pelatihan eksplorasi dan eksploitasi bagi SDM yang bergerak di bidang PSK; (e) memberikan bantuan pengembangan teknologi di bidang pengolahan untuk meningkatkan kualitas produk; (f) Perencanaan tata ruang yang diarahkan kepada konsep pengelolaan SDA; (g) Pembinaan terhadap PSK yang berkelanjutan untuk dapat menjadi usaha skala besar.

BAB XKAWASAN AGROWISATA

20.1.2 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati terpenting di dunia dengan tingkat endemisme tertinggi. Dengan 25.000 spesies tumbuhan berbunga, Indonesia memiliki 10% dari seluruh spesies tumbuhan berbunga dunia. Selain itu, Indonesia juga memiliki 12% spesies mamalia, 16% spesies reptilia, dan 16% spesies burung. Sementara itu di perairan, kurang lebih 25% spesies ikan dunia ada di Indonesia. Semua kekayaan alam dan hayati tersebut merupakan aset yang tak ternilai. Kekayaan daratan dan perairan baik perairan darat maupun perairan laut ini sudah selayaknya dilestarikan. Pelestarian alam dan sumber daya hayati ini secara berkelanjutan dalam jangka panjang sangat penting, karena kelestarian hidup di masa depan bergantung pada kelestarian alam dan lingkungan.

Sehubungan dengan upaya-upaya pelestarian itu, Pemerintah Republik In- donesia telah melakukan berbagai upaya guna melindungi kekayaan alam yang luar biasa ini melalui berbagai kebijakan dan kerja sama dengan berbagai kelompok masyarakat, baik nasional maupun internasional. Pemerintah telah menetapkan 179 wilayah sebagai cagar alam dan daerah konservasi, antara lain: 40 di Pulau Jawa dan Bali, 29 di Sumatera, 16 di Kalimantan, 23 di Sulawesi, 31 di Nusa Tenggara,16 di Maluku dan 18 di Irian Jaya. Berbagai upaya pelestarian keanekaragaman hayati ini bukan tanpa hambatan. Kerusakan lingkungan baik yang disengaja atau tidak disengaja masih terjadi dan cenderung mengalami peningkatan. Penambangan tak terkendali, penebangan dan kebakaran hutan, alih fungsi lahan yang kurang tepat, pencemaran dan sebab-sebab lain menjadi pendorong semakin cepatnya kerusakan alam dan kekayaan hayati.

Upaya-upaya Pemerintah dalam pelestarian dan pengembangan sumber daya alam ini tentu harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah Daerah yang di era otonomi daerah memiliki peranan yang lebih besar dalam upaya-upaya pelestarian kekayaan hayati ini harus lebih banyak lagi melibatkan partisipasi masyarakat daerahnya. Hal ini karena perencanaan pembangunan daerah perlu dilakukan secara terintegrasi pada semua sektor, sehingga diperoleh manfaat yang lebih besar dari berbagai potensi ekonomi daerah. Selain itu, perencanaan yang terintegrasi juga akan mengurangi dampak-dampak yang tidak diharapkan baik pada saat ini maupun yang akan datang.

Sementara itu, pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi penting dan strategis di masa depan. Identifikasi dan perencanaan pengembangan industri pariwisata perlu dilakukan secara lebih rinci dan matang. Pengembangan industri pariwisata ini diharapkan juga mampu menunjang upaya-upaya pelestarian alam, kekayaan hayati dan kekayaan budaya bangsa. Pengembangan agrowisata merupakan salah satu alternatif yang diharapkan mampu mendorong baik potensi ekonomi daerah maupun upaya-upaya pelestarian tersebut.

Pemanfaatan potensi sumber daya alam sering kali tidak dilakukan secara optimal dan cenderung eksploitatif. Kecenderungan ini perlu segera dibenahi salah satunya melalui pengembangan industri pariwisata dengan menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam dan hayati berbasis pada pengembangan kawasan secara terpadu. Potensi wisata alam, baik alami maupun buatan, belum dikembangkan secara baik dan menjadi andalan. Banyak potensi alam yang belum tergarap secara optimal. Pengembangan kawasan wisata alam dan agro mampu memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah, membuka peluang usaha dan kesempatan kerja serta sekaligus berfungsi menjaga dan melestarikan kekayaaan alam dan hayati. Apalagi kebutuhan pasar wisata agro dan alam cukup besar dan menunjukkan peningkatan di seluruh dunia. Sekitar 52% aset wisata Indonesia sebenarnya berupa sumber daya alam. Australia memiliki 55% aset wisata yang juga merupakan jenis wisata alam. Tercatat lebih dari 29 juta penduduk Amerika melakukan sejumlah310 juta perjalanan yang dimotivasi oleh wisata alam.

Sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam berlimpah, pengembangan industri agrowisata seharusnya memegang peranan penting di masa depan. Pengembangan industri ini akan berdampak sangat luas dan signifikan dalam pengembangan ekonomi dan upaya-upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Melalui perencanaan dan pengembangan yang tepat, agrowisata dapat menjadi salah satu sektor penting dalam ekonomi daerah.

Pengembangan industri pariwisata khususnya agrowisata memerlukan kreativitas dan inovasi, kerjasama dan koordinasi serta promosi dan pemasaran yang baik. Pengembangan agrowisata berbasis kawasan berarti juga adanya keterlibatan unsur-unsur wilayah dan masyarakat secara intensif.

20.1.3 Pengertian Kawasan Agrowisata

Agrowisata memiliki pengertian yang sangat luas, dalam banyak hal sering kali berisikan dengan ekowisata. Ekowisata dan agrowisata memiliki banyak persamaan, terutama karena keduanya berbasis pada sumber daya alam dan lingkungan. Di beberapa negara agrowisata dan ekowisata dikelompokkan dalam satu pengertian dan kegiatan yang sama, agrowisata merupakan bagian dari ekowisata. Untuk itu, diperlukan kesamaan pandangan dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata dan ekowisata. Sedikit perbedaan antara agrowisata dan ekowisata dapat dilihat pada definisi dibawah ini.

EKOWISATA atau ecotourism merupakan pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada usaha-usaha pelestarian alam atau konservasi. Beberapa contoh ekowisata adalah Taman Nasional, Cagar Alam, Kawasan Hutan Lindung, Cagar Terumbu Karang, Bumi Perkemahan dan sebagainya

AGROWISATA, menurut Moh. Reza T. dan Lisdiana F, adalah objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata atau agrotourism dapat diartikan juga seabagai pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan kekayaan alam. Industri ini mengandalkan pada kemampuan budidaya baik pertanian, peternakan, perikanan atau pun kehutanan. Dengan demikian agrowisata tidak sekedar mencakup sektor pertanian, melainkan juga budidaya perairan baik darat maupun laut

Baik agrowisata yang berbasis budidaya, maupun ekowisata yang bertumpu pada upaya-upaya konservasi, keduanya berorientasi pada pelestarian sumber daya alam serta masyarakat dan budaya lokal. Pengembangan agrowisata dapat dilakukan dengan mengembangkan kawasan yang sudah atau akan dibangun seperti kawasan agropolitan, kawasan usaha ternak maupun kawasan industri perkebunan. Jadi, Pengembangan kawasan agrowisata berarti mengembangkan suatu kawasan yang mengedepankan wisata sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonominya. Industri wisata ini yang diharapkan mampu menunjang berkembangnya pembangunan agribisnis secara umum.

Kawasan agrowisata sebagai sebuah sistem tidak dibatasi oleh batasan-batasan yang bersifat administratif, tetapi lebih pada skala ekonomi dan ekologi yang melingkupi kawasan agrowisata tersebut. Ini berarti kawasan agrowisata dapat meliputi desa-desa dan kota-kota sekaligus, sesuai dengan pola interaksi ekonomi dan ekologinya. Kawasan-kawasan pedesaan dan daerah pinggiran dapat menjadi kawasan sentra produksi dan lokasi wisata alam, sedangkan daerah perkotaan menjadi kawasan pelayanan wisata, pusat-pusat kerajinan, yang berkaitan dengan penanganan pasca panen, ataupun terminal agribisnis.

Kawasan agrowisata yang dimaksud merupakan kawasan berskala lokal yaitu pada tingkat wilayah Kabupaten/Kota baik dalam konteks interaksi antar kawasan lokal tersebut maupun dalam konteks kewilayahan propinsi atau pun yang lebih tinggi.

Kriteria Kawasan Agrowisata

Kawasan agrowisata yang sudah berkembang memiliki kriteria-kriteria, karakter dan ciri-ciri yang dapat dikenali. Kawasan agrowisata merupakan suatu kawasan yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1) Memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian, hortikultura, perikanan maupun peternakan, misalnya:

A. Sub sistem usaha pertanian primer (on farm) yang antara lain terdiri dari pertanian tanaman pangan dan holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.B. Sub sistem industri pertanian yang antara lain terdiri industri pengolahan, kerajinan, pengemasan, dan pemasaran baik lokal maupun ekspor.C. Sub sistem pelayanan yang menunjang kesinambungan dan daya dukung kawasan baik terhadap industri & layanan wisata maupun sektor agro, misalnya transportasi dan akomodasi, penelitian dan pengembangan, perbankan dan asuransi, fasilitas telekomunikasi dan infrastruktur.

2) Adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan wisata dengan keterkaitan dan ketergantungan yang cukup tinggi. Kegiatan pertanian yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu berkembangnya sektor agro.

3) Adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi kegiatan agro dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan. Berbagai kegiatan dan produk wisata dapat dikembangkan secara berkelanjutan.

Prasyarat Kawasan Agrowisata

Pengembangan kawasan agrowisata harus memenuhi beberapa prasyarat dasar antara lain:

1. Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi pertanian yang akan dijadikan komoditi unggulan.

2. Memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agrowisata, seperti misalnya: jalan, sarana irigasi/pengairan, sumber air baku, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi, fasilitas perbankan, pusat informasi pengembangan agribisnis, sarana produksi pengolahan hasil pertanian, dan fasilitas umum serta fasilitas sosial lainnya.

3. Memiliki sumberdaya manusia yang berkemauan dan berpotensi untuk mengembangkan kawasan agrowisata.

4. Pengembangan agrowisata tersebut mampu mendukung upaya-upaya konservasi alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian sumberdaya alam, kelestarian sosial budaya maupun ekosistem secara keseluruhan.

20.1.4 Tujuan Pengembangan KawasanAgrowisataPengembangan kawasan agrowisata ini menuntut pengelolaan ruang (tata ruang) yang lebih menyeluruh baik yang meliputi pengaturan, evaluasi, penertiban maupun peninjauan kembali pemanfaatan ruang sebagai kawasan agrowisata, baik dari sisi ekologi, ekonomi maupun sosial budaya. Penataan kawasan agrowisata ini sangat mungkin beririsan dengan pemanfaatan kawasan lain seperti kawasan pemukiman atau kawasan industri. Prioritas perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang. Oleh karena itu dalam pengembangannya diperlukan pendekatan kawasan yang bukan hanya meliputi sisi ekologi, tetapi juga sosial budaya dan ekonomi. Sehingga dalam jangka panjang, bukan hanya pelestarian daya dukung lingkungan saja yang tercapai, tetapi juga pertumbuhan ekonomi yang stabil serta budaya yang lestari.

Pengembangan agrowisata sebagai salah satu sektor pembangunan secara umum menjadi sangat relevan, sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Pengembangan agrowisata berbasis kawasan akan mampu mendorong berbagai sektor lain baik ekonomi, sosial maupun budaya. Dan perencanaan pengembangan kawasan agrowisata harus dilihat dalam bingkai hubungan faktor pemintaaan (de- mand) dan faktor penawaran (supply factor). Demand Factor adalah profil dan situasi pasar wisata baik internasional maupun domestik, kecenderungan pasar dan sebagainya. Sedangkan supply factor merupakan produk dan layanan wisata yang dikembangkan baik berupa kegiatan, fasilitas maupun aset wisata.

Gambar : 10.1. Hubungan Faktor Permintaan dan Penawaran dalamPengembangan Kawasan Agrowisata

Pengembangan kawasan agrowisata harus dilakukan secara terintegrasi dengan sektor-sektor terkait seperti pertanian, peternakan, perikanan, pengolahan, perhotelan, biro perjalanan, industri, kesenian dan kebudayaan dan sebagainya dalam bingkai kewilayahan dan keterpaduan pengelolaan kawasan. Agrowisata dapat merupakan pengembangan dari sektor lain yang diharapkan mampu menunjang pengembangan ekonomi secara berkelanjutan, misalnya pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan agropolitan, pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan perkebunan, pengembangan kawasan agrowisata pada tanaman pangan dan hortikultura, pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan peternakan, pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan perikanan darat dan lain sebagainya.

Prinsip-prinsip Pengembangan

Perencanaan pengembangan kawasan agrowisata harus memenuhi prinsip- prinsip tertentu yaitu:a. Pengembangan kawasan agrowisata harus mempertimbangkan penataan dan pengelolaan wilayah dan tata ruang yang berkelanjutan baik dari sisi ekonomi, ekologi maupun sosial budaya setempat.

Mempertimbangkan RTRWN yang lebih luas sebagai dasar pengembangan kawasan.

Mendorong apresiasi yang lebih baik bagi masyarakat luas tentang pentingnya pelestarian sumber daya alam yang penting dan karakter sosial budaya Menghargai dan melestarikan keunikan budaya, lokasi dan bangunan- bangunan bersejarah maupun tradisional

Gambar : 10.2. Siklus Berkesinambungan Dalam Pengembangan KawasanAgrowisata

b. Pengembangan fasilitas dan layanan wisata yang mampu memberikan kenyamanan pengunjung sekaligus memberikan benefit bagi masyarakat setempat. Memberikan nilai tambah bagi produk-produk lokal dan meningkatkan pendapatan sektor agro.

Merangsang tumbuhnya investasi bagi kawasan agrowisata sehingga menghidupkan ekonomi lokal.

Merangsang tumbuhnya lapangan kerja baru bagi penduduk lokal.

Menghidupkan gairah kegiatan ekonomi kawasan agrowisata dan sekitarnya.

Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya lokal.

c. Pengembangan kawasan agrowisata harus mampu melindungi sumber daya dan kekayaan alam, nilai-nilai budaya dan sejarah setempat. Pengembangan kawasan agrowisata ini tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar semata, tetapi harus dalam koridor melindungi dan melestarikan aset-aset yang menjadi komoditas utama pengembangan kawasan. Penggalian terhadap nilai-nilai, lokasi, kegiatan, atraksi wisata yang unik ditujukan untuk mendorong pertumbuhan kawasan agrowisata secara berkelanjutan.

d. Diperlukan studi dan kajian yang mendalam, berulang (repetitive) dan melibatkan pihak-pihak yang relevan baik dari unsur masyarakat, swasta maupun pemerintah. Dengan demikian diharapkan perencanaan & pengembangan kawasan semakin baik dari waktu ke waktu serta terdokumentasi dengan baik.

Ruang Lingkup/Cakupan Kawasan

Ruang Lingkup/cakupan kawasan agrowisata dapat meliputi pegunungan, lereng, lembah, perairan (sungai dan danau) sampai ke pantai dan perairan laut. Dari segi fungsi dapat terdiri dari antara lain:

1. Sub Sistem Lahan BudidayaKawasan lahan budidaya merupakan kawasan dimana produk-produk agribisnis dihasilkan. Kawasan ini dapat berupa pertanian tanaman pangan, holtikultura, perkebunan dan perikanan baik darat maupun laut. Kegiatan dalam kawasan ini antara lain pembenihan, budidaya dan pengelolaan. Pengembangan produk wisata pada sub sistem ini misalnya wisata kebun, wisata pemancingan, wisata pendidikan, wisata boga di saung, penginapan saung, dan sebagainya.

2. Sub Sistem Pengolahan & Pemasaran

Pengolahan produk-produk agribisnis dapat dilakukan di kawasan terpisah dengan kawasan lahan budidaya. Kawasan ini dapat terdiri dari kawasan industri pengolahan dan pemasaran baik bahan pangan maupun produk kerajinan. Standardisasi dan pengemasan dapat juga dilakukan di kawasan ini sebelum produk-produk agribisnis siap dipasarkan. Wisata belanja, wisata boga atau pun wisata pendidikan dapat dikembangkan pada sub sistem ini.

3. Sub Sistem Prasarana & Fasilitas Umum

Sub sistem ini merupakan sub sistem pendukung kawasan agrowisata. Prasarana dan Fasilitas Umum dapat terdiri dari pasar, kawasan perdagangan, transportasi dan akomodasi, fasilitas kesehatan serta layanan-layanan umum lainnya. Pengembangan fasilitas ini harus memperhatikan karakter dan nilai-nilai lokal tanpa meninggalkan unsur-unsur keamanan dan kenyamanan peminat agrowisata.

4. Interaksi antar Sub Sistem

Interaksi antar kawasan harus memperoleh perhatian yang serius misalnya kawasan cagar budaya, cagar alam, kawasan pemukiman dan kawasan sentra industri. Interaksi keseluruhan kawasan harus mampu mendukung pengembangan industri wisata secara keseluruhan. Untuk itu diperlukan kesadaran kolektif yang kuat sesuai dengan semangat pelayanan untuk pengembangan industri agrowisata.

a. Cakupan Sektor Agrowisata

Pengembangan kawasan agrowisata dapat dilakukan sesuai dengan potensi yang dapat dikembangkan di daerah. Hal ini perlu mempertimbangkan antara agroklimat, kesesuaian lahan, budaya agro yang sudah berkembang, potensi pengembangan dan kemungkinan-kemungkinan produk-produk turunan yang dapat dikembangkan di masa depan.

Berkaitan dengan sektor agribisnis yang dapat dikembangkan, tipologinya dapat terdiri atas: usaha pertanian tanaman pangan dan hortikultura, usaha perkebunan, usaha peternakan, usaha perikanan darat, usaha perikanan laut, dan kawasan hutan wisata konservasi alam.Pengembangan kawasan agrowisata dimungkinkan untuk dilakukan secara lintas sektor. Kreativitas dan inovasi dalam pengembangan produk-produk wisata dan membidik celah pasar merupakan sesuatu yang sangat penting.

Pengembangan kawasan agrowisata secara lintas sektoral ini harus direncanakan dan dikemas secara terpadu dengan memperhatikan aksesibilitas, kemudahan dan ketersedian berbagai fasilitas dan layanan. Semakin banyaknya pilihan produk wisata dalam suatu kawasan memungkinkan kawasan agrowisata semakin menarik.

b. Tipologi Kawasan Agrowisata

Kawasan agrowisata memiliki tipologi kawasan sesuai klasifikasi usaha pertanian dan agribisnisnya masing-masing. Adapun tipologi kawasan agrowisata tersebut dalam tabel 10.1 dibawah ini, sebagai berikut:

Tabel 10.1 Tipologi Kawasan Agrowisata

c. Infrastruktur

Infrastruktur penunjang diarahkan untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agrowisata sebagai sebuah kesatuan kawasan yang antara lain meliputi:

1. Dukungan fasilitas sarana & prasarana yang menunjang kegiatan agrowisata yang mengedepankan kekhasan lokal dan alami tetapi mampu memberikan kemudahan, kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan. Fasilitas ini dapat berupa fasilitas transportasi & akomodasi, telekomunikasi, maupun fasilitas lain yang dikembangkan sesuai dengan jenis agrowisata yang dikembangkan.

2. Dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem kegiatan agribisnis primer terutama untuk mendukung kerberlanjutan kegiatan agribisnis primer, seperti: bibit, benih, mesin dan peralatan pertanian, pupuk, pestisida, obat/vaksin ternak dan lain-lain. Jenis dukungan sarana dan prasarana dapat berupa:A. JalanB. Sarana Transportasi.C. Pergudangan Sarana Produksi PertanianD. Fasilitas Bimbingan dan Penyuluhan, pendidikan dan pelatihan.E. Fasilitas lain yang diperlukan

3. Dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem usaha tani/ pertanian primer (on-farm agribusiness) untuk peningkatan produksi dan keberlanjutan (sustainability) usaha budi-daya pertanian: tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Jenis sarana dan prasarana ini antara lain:

A. Jalan-jalan pertanian antar kawasan.B. Sarana air baku melalui pembuatan sarana irigasi untuk mengairi dan menyirami lahan pertanian.C. Dermaga, tempat pendaratan kapal penangkap ikan, dan tambatan perahu pada kawasan budi daya perikanan tangkapan, baik di danau ataupun di laut.D. Sub terminal agribisnis & terminal agribisnis.

4. Infrastruktur yang tepat guna, yang dimaksud infrastruktur yang dibangun baik jenis maupun bentuk bangunan harus dirancang sedemikian rupa tanpa melakukan eksploitasi yang berlebihan dan menimbulkan dampak yang seminimal mungkin pada lingkungan sekitarnya. Teknologi yang digunakan dapat bervariasi dan sebaiknya jenis teknologi harus disesuaikan dengan kondisi setempat.

5. Biro perjalanan wisata sebagai pemberi informasi dan sekaligus mempromosikan pariwisata, meskipun mereka lebih banyak bekerja dalam usaha menjual tiket dibandingkan memasarkan paket wisata.

d. Kelembagaan

1) Lingkup pedoman kelembagaan adalah suatu ketentuan berupa sistem pengelolaan yang menjembatani berbagai kepentingan antara instansi terkait atau disebut protokol

2) Protokol diarahkan kepada pengaturan hubungan antara pemangku kepentingan dan antar tingkat pemerintahan baik di pusat maupun daerah

3) Sesuai dengan kondisi daerah dan jenis agrowisata yang dikembangkan, pihak- pihak stakeholders yang berkepentingan dan terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan pengembangan kawasan agrowisata ini antara lain:

a. Kantor Kementerian Pariwisata & Persenibud b. Dinas Pariwisata dan Persenibudc. Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah d. Dinas Pertaniane. Dinas Kelautan dan Perikananf. Dinas Perdagangan dan Perindustrian g. Dinas Perhubunganh. Dinas Kehutanan dan Perkebunan i. Kanwil Pertanahan Nasionalj. TKPRD (Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah)k. Pemerintah Daerah Tingkat Il. Pemerintah Daerah Tingkat II kabupaten/kota m. Dunia Usaha dan Masyarakatn. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)o. Perguruan Tinggi p. Dan Lain-Lain

Lembaga-lembaga tersebut diatas seharusnya bertanggung jawab dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata, berkaitan dengan penyediaan berbagai infrastruktur yang diperlukan. Pengalokasian akses seperti akses informasi, komunikasi dan transportasi menjadi tanggung jawab sektor publik. Tetapi dalam implementasinya, sektor publik berkonsentrasi pada perangkat keras, dari akses- akses tersebut, sedangkan perangkat lunak dan pengoperasiannya dapat dilakukan tidak hanya oleh sektor publik tetapi juga sektor swasta, terutama para pengusaha yang relevan dengan masing-masing akses tersebut. Pembangunan pusat-pusat informasi menjadi sangat krusial untuk memacu pengembangan agrowisata pada umumnya. Hal ini karena kegiatan pariwisata merupakan salah satu produk unggulan non migas bagi penerimaan daerah. Disamping itu pemda dan sektor yang relevan bertanggungjawab terhadap perlindungan dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup di lokasi. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan agrowisata harus ada kegiatan pemantauan yang dilakukan pemda. Untuk itu perlu ada instrumen yang jelas dan terukur agar monitoring kegiatan agrowisata dapat dilakukan secara optimal.

Swasta dalam pengembangan agrowisata (perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha dan masyarakat) diharapkan mempunyai peran yang sangat besar dalam pengembangan pariwisata. Swasta justru lebih berperan dalam pelaksanaan kegiatan agrowisata terutama pemasaran, penyediaan jasa dan opersional kegiatan, disini karena peran swasta melengkapi sektor publik. Oleh karena itu kedua stakeholder tersebut harus bekerjasama dan berkoordinasi agar kegiatan agrowisata dapat berjalan baik.Dunia usaha dan masyarakat sesuai dengan prinsip agrowisata, keterlibatan dunia usaha dan masyarakat setempat sangat penting dan mutlak diperlukan. Kegiatan ini harus mengakomodasi dan terintegrasi dengan budaya local serta harus memberikan manfaat ekonomi dalam kehidupan masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan ketrampilan melalui pendidikan latihan agar kesempatan dan kemampuan masyarakat dapat memberikan peran yang lebih besar dalam kegiatan agrowisata.

Kerjasama dan koordinasi antar berbagai stakeholder terkait dalam pengusahaan agrowsisata sangat penting dan menjadi faktor kunci keberhasilan dalam pengembangan agrowisata. Kerjasama dan koordinasi antar berbagai stake- holder dapat bervariasi, mulai dari informasi sampai dengan bentuk kerjasama yang legal dan formal. Sedangkan areal kerjasama juga sangat luas meliputi semua proses pengembangan agrowisata, mulai dari perencanaan seperti penetapan lokasi kawasan, pelaksanaan kegiatan termasuk operasional sampai kepada pemantauan kegiatan agar dapat dicapai sasaran secara berkelanjutan dengan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat setempat khususnya, sebagaimana konsep pengembangan kawasan agrowisata (Gambar : 10.3) berikut ini.

10.5 Manajemen PengembanganKawasan Agrowisata

Pengembangan Agrowisata berbasis kawasan merupakan pengembangan kawasan yang tumbuh dan berkembang dengan memadukan berbagai kelebihan dan keuntungan agribisnis dengan kegiatan wisata secara berkelanjutan. Hal ini memerlukan rencana pengembangan yang menyentuh hal-hal yang paling mendasar baik dari sisi penataan wilayah dan kawasan, pengelolaan sumber daya lokal (baik alam, penduduk, ekonomi, sosial maupun budaya). Penetapan dan pengembangan kawasan agrowisata dapat dilakukan pada beberapa kawasan secara terpadu seperti kawasan sentra produksi pertanian dengan kawasan danau dan sungai. Dengan demikian kawasan agrowisata bukanlah kawasan yang secara khusus diperuntukkan bagi industri wisata, melainkan dapat saja berupa kawasan lain dengan memberikan pengembangan fasilitas, kegiatan serta promosi wisata.

Strategi dan arah kebijakan pengembangan kawasan agrowisata sekurang- kurang dilakukan dengan beberapa tahapan berikut ini:

1. Adanya pedoman pengelolaan ruang kawasan agrowisata sebagai bagian dari RTRWN, yang berupa strategi pola pengembangan kawasan agrowisata tersebut.

2. Penetapan kawasan agrowisata dilakukan berdasarkan studi kelayakan yang secara mendasar mempertimbangkan kelayakan ekologis, kelayakan ekonomis, kelayakan teknis (agroklimat, kesesuaian lahan, dll), dan kelayakan sosial budaya.

3. Pengembangan Kawasan Agrowisata harus melalui tahapan-tahapan yang jelas dan terarah. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

a. Persiapan Kawasan Agrowisata

Merupakan rencana pengembangan jangka pendek antara 0 -1 tahun. Kawasan ini merupakan daerah potensi pengembangan yang diidentifikasi memiliki potensi yang layak dikembangkan karena kekayaan alamnya dan topologinya, peruntukan maupun sosial budaya. Kawasan ini dapat juga berupa kawasan yang diarahkan untuk kawasan agrowisata, misalnya kawasan bantaran sungai atau danau yang akan direhabilitasi. Melalui pengembangan fasilitas yang mendukung, daerah ini dapat dikembangkan sebagai kawasan agrowisata.

b. Pra Kawasan Agrowisata

Merupakan rencana pengembangan jangka menengah 15 tahun, dimana kawasan mulai dikembangkan sesuai dengan arah perencanaan dan pengembangan. Pada tahap ini kawasan sudah mulai berkembang dan kegiatan agrowisata sudah mulai berjalan. Hal ini dapat dicirikan dengan adanya kesadaran yang mulai tumbuh di masyarakat tentang pengembangan kawasan agrowisata di daerahnya serta kegiatan agribisnis dan agrowisata yang berjalan bersama secara serasi. Kegiatan pengembangan sumber daya manusia dan lingkungan pada tahap ini harus dilakukan secara intensif, untuk mempersiapkan sebuah kawasan dengan kesadaran agrowisata.

c. Tahap Kawasan Agrowisata

Pada tahap ini kawasan sudah mapan sebagai kawasan agrowisata. Pada tahapan ini kawasan agrowisata sudah berkembang dan memiliki ciri-ciri seperti: optimalisasi sumberdaya alam; adanya pusat-pusat kegiatan wisata terpadu dengan berbagai kegiatan budidaya, pengolahan dan pemasaran; minimalnya dampak lingkungan yang terjadi; pemberdayaan masyarakat lokal, seni, sosial dan budaya4. Pengembangan kawasan agrowisata dalam jangka panjang berorientasi pada pelestarian daya dukung lingkungan dan sumber daya alam. Hal ini menuntut pola agribisnis yang dikembangkan benar-benar sesuai dengan karakter dan kesesuaian lahan, memiliki dampak lingkungan minimal (misalnya tidak diperkenankan penggunaan pestisida secara berlebihan atau aplikasi pestisida organik yang aman secara ekologis). Berbagai kebijakan, program, prosedur dan petunjuk pelaksanaan harus dirumuskan secara lebih rinci dengan melibatkan berbagai pihak terkait.

5. Pengembangan kawasan agrowisata diharapkan mampu memelihara dan bahkan memperbaiki daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya alam secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Upaya-upaya pelestarian flora dan fauna yang mulai langka diharapkan dapat dilakukan dan memberikan nilai ekonomi bagi pelaku usaha agrowisata misalnya dengan mengembangkan kawasan budidaya tanaman obat atau tanaman pangan yang sudah mulai jarang dikonsumsi pada masyarakat modern. Hal ini dapat juga dilakukan pada bidang peternakan dan perikanan.

6. Manfaat Pengembangan agrowisata (warta penelitian dan pengembangan pertanian vol 24 no, 1, 2002). Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumberdaya lahan dan pendapatan petani dan masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat di sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumberdaya lahan pertanian. Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata antara lain adalah melestarikan sumberdaya alam, melestarikan teknologi local dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekitar lokasi wisata.

a. Arah Pengembangan

Arah & strategi pengembangan Kawasan Agrowisata harus bertumpu pada kekuatan dan potensi lokal dan berorientasi pasar. Pertumbuhan pasar agrowisata dan ekowisata cukup tinggi di seluruh dunia. Diperlukan kreativitas dan inovasi untuk mengemas dan memasarkan produk-produk unggulan agrowisata dengan menjual keaslian, kekhasan dan ke-lokalan yang ada di kawasan agrowisata. Hal ini dapat dikombinasikan dengan produk-produk yang lebih umum seperti pengembangan wisata petualangan, perkemahan, pengembangan fasilitas hiking/ tracking, pemancingan, wisata boga, wisata budaya dan lain-lain sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Selain itu, harus diberikan kemudahan dan dukungan melalui penyediaan sarana & prasarana yang menunjang baik dari sisi budidaya, pengolahan pasca panen maupun infrastruktur dan fasilitas lain seperti promosi, transportasi dan akomodasi dan pemasaran yang terpadu harus dilakukan oleh pemerintah baik di pusat maupun di daerah.

Arah pengembangan kawasan agrowisata harus mampu menyentuh komponen-komponen kawasan secara mendasar. Hal ini antara lain meliputi:

a. Pemberdayaan masyarakat pelaku agrowisatab. Pengembangan pusat-pusat kegiatan wisata sebagai titik pertumbuhan. c. Pengembangan sarana dan prasarana yang menunjang.c. Adanya keterpaduan antar kawasan yang mendukung upaya peningkatan dan pelestarian daya dukung lingkungan serta sosial dan budaya setempat.

d. Adanya keterpaduan kawasan agrowisata dengan rencana tata ruang wilayah daerah dan nasional.

b. Kordinasi Kelembagaan

Kegiatan perencanaan, pengembangan dan pelaksanaan kawasan agrowisata memerlukan koordinasi antara lembaga terkait dalam pelaksanaan di lapangan dengan membentuk tim teknis pokja tata ruang kawasan agrowisata lintas departemen/sektor terkait.

Bentuk pelaksanaan tugas koordinasi berbentuk:

(1). Pembagian TugasDitingkat pusat dan nasional dilaksanakan melalui BKTRN (Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional), ditingkat propinsi dan kabupaten/kota melalui TKPRD (Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah) di tingkat I dan tingkat II.

(2). Fungsi Pengawasan

BKTRN, TKPRD tingkat I dan TKPRD tingkat II bertugas untuk melakukan pengawasan dan memantau di lapangan, apakah terjadi penyimpangan, pelanggaran, pengrusakan, dan konversi lahan yang telah diperuntukkan sebagai kawasan agrowisata. Selain itu akan selalu memantau perkembangan yang terjadi serta kebijakan dan keputusan yang dibuat oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan departemen teknis yang terkait dengan tata ruang dan pemanfaatan ruang kawasan agrowisata, konversi lahan serta koordinasi teknis di tingkat pelaksanaan.

(3). Penertiban

BKTRN, TKPRD tingkat I dan TKPRD tingkat II akan melakukan penertiban berdasarkan hasil temuan dilapangan sesuai dengan fungsi, tugas, dan kewenangan. Penertiban dalam bentuk memo dinas internal lintas departemen dan rekomendasi tindakan hukum ke instansi penegakkan hukum terkait (Kejaksaan dan Kepolisian).

c. Peran Serta Masyarakat

1. Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi sebagai center of excellence akan menjadi mitra pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah dalam pengembangan riset di berbagai bidang termasuk dalam pengembangan agrowisata ini baik yang berkaitan dengan budidaya pertanian, peternakan, perikanan dan pengembangan wisata. Studi, Penelitian & Pengembangan maupun konsultansi diharapkan dapat dilakukan secara berkelanjutan.

2. Lembaga Swadaya Masyarakat

Lembaga swadaya masyarakat memiliki cukup banyak data dan informasi yang dapat dijadikan referensi dan bahan-bahan penunjang untuk perencanaan dan pengembangan agrowisata. Masyarakat, LSM dan Pemerintah diharapkan memiliki interaksi yang konstruktif untuk pengembangan agrowisata. Fungsi LSM antara lain dapat berperan untuk:

a. Memberikan fungsi kontrol & pengawasan terhadap program-program pemerintah khususnya tata ruang kawasan agrowisata.

b. LSM akan memberikan masukan, kritik dan saran atas pedoman tata ruang kawasan agrowisata yang ada dan sedang berjalan, sehingga diharapkan akan memberikan feed back yang baik untuk perbaikan di masa yang akan datang.

3. Masyarakat dan dunia usaha

Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang perlu terus didorong keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dengan pendekatan community driven planning, dengan pendekatan ini diharapkan:

a. Terciptanya kesadaran, kesepakatan dan ketaatan masyarakat dan dunia usaha terhadap aturan tata ruang kawasan agrowisata dan sarana-sarana pendukungnya.

b. Masyarakat dan dunia usaha ikut merencanakan, menggerakkan, melaksanakan dan juga mengontrol pelaksanaan program agrowisata dan penataan ruang kawasannya.

c. Adanya kesadaran hukum dan budaya masyarakat akan pentingnya tata ruang kawasan agrowisata, sehingga masyarakat dan dunia usaha selalu berkoordinasi dan berhubungan dengan instansi pemerintah terkait jika melakukan kegiatan yang berkaitan dan berhubungan dengan usaha agribisnis dan agrowisata.

d. Meningkatkan legitimasi program pembangunan kawasan agrowisata.

e. Masyarakat dan dunia usaha menjadi pelaku langsung dan obyek dari pro- gram pengembangan kawasan agrowisata baik sebagai investor, tenaga pertanian maupun tenaga wisata.

d. Indikator Keberhasilan

Pedoman pengelolaan kawasan agrowisata bisa dinyatakan berhasil apabila dalam implementasi lapangan terjadi:

1) Munculnya berbagai kawasan agrowisata yang mampu memberikan multi-ef-fect secara positif baik dari sisi ekologi & lingkungan, ekonomi maupun sosial budaya.

2) Masuknya investasi sektor swasta baik PMA maupun PMDN ke kawasan agrowisata.

3) Tumbuhnya paradigma baru di jajaran departemen teknis terkait dan pemerintah daerah, dimana dalam pengembangan kawasan agrowisata, akan selalu merujuk pada RTRWN, RTRW, peraturan dan pedoman terkait.

4) Pedoman pengelolaan ruang agrowisata nasional dan daerah ini tersosialisasi dengan baik kepada semua pihak yang berkepentingan

5) Tidak terjadi konversi lahan pertanian maupun lahan konservasi alam yang menyalahi ketentuan RTRWN dan RTRW secara signifikan yang berkaitan dengan rencana pengembangan kawasan agrowisata di suatu wilayah.

6) Tidak terjadi benturan dan kesimpangsiuran di tingkat teknis atas model pengelolaan ruang dan kawasan suatu wilayah.

e. Pemberdayaan Masyarakat

Pembinaan dan sosialisasi ditujukan kepada para masyarakat dan dunia usaha yang menjadi subjek dan objek dari pengembangan kawasan agrowisata, tolok ukur keberhasilannya adalah:

1) Masyarakat dan dunia usaha yang terlibat sebagai pelaku dalam program pengembangan dan pengelolaan kawasan agrowisata sepenuhnya mengerti, mentaati, mematuhi dan berperan serta aktif dalam penegakan rambu-rambu dan etika pengembangan agrowisata.

2) Meningkatnya tingkat kesejahteraan sosial masyarakat di kawasan agrowisata dan sekitarnya.

3) Berkembangnya usaha berbasis agribisnis dan agroindustri, baik dalam skala kecil, menengah dan besar yang juga berorientasi pada insdustri wisata di kawasan agrowisata.4) Tidak terjadi konversi lahan kawasan agrowisata secara tidak terkendali yang dapat merusak ekologi dan lingkungan.

II - 1 PT. Mahaka Nugraha Perkasa PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAHJl. Empang No. 1 Tlp (0261) 206081 Fax. 0261-201022 Sumedang 45311