31
BAB II TINJAUAN TEORI A. Ketuban Pecah Dini 1. Pengertian Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Dalam keadaan normal 8 – 10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. (Winkjosastro, 2009). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. (Manuaba, 2007) 2. Etiologi Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tetap tidak jelas, tetapi berbagai jenis faktor yang menimbulkan terjadinya KPD yaitu infeksi vagina dan serviks, fisiologi selaput ketuban yang abnormal, inkompetensi serviks, dan defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C). (Soetomo, 2008) Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan 3

BAB II.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kpd

Citation preview

Page 1: BAB II.docx

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Ketuban Pecah Dini

1. Pengertian

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Dalam keadaan normal 8 – 10% perempuan hamil aterm akan mengalami

ketuban pecah dini. (Winkjosastro, 2009).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan

mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. (Manuaba, 2007)

2. Etiologi

Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tetap tidak jelas, tetapi berbagai jenis

faktor yang menimbulkan terjadinya KPD yaitu infeksi vagina dan serviks, fisiologi

selaput ketuban yang abnormal, inkompetensi serviks, dan defisiensi gizi dari

tembaga atau asam askorbat (vitamin C). (Soetomo, 2008)

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus

dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi

perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan

karena seluruh selaput ketuban rapuh.

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.

Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas

kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

Penyebab terjadinya ketuban pecah dini:

a. Grandemulti

b. Overdistensi uterus

c. Sefalopelvik disproporsi

d. Kelainan letak janin dalam rahim

e. Pendular abdomen

f. Serviks inkompeten

g. Faktor keturunan, di antaranya:

1) Serum ion Cu rendah

2) Vitamin C rendah

3) Kelainan genetik

3

Page 2: BAB II.docx

4

h. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban, seperti infeksi genetalia dan

meningkatnya enzim proteolitik.

Mekanisme ketuban pecah dini:

a. Terjadi pembukaan prematur serviks.

b. Membran terkait dengan pembukaan terjadi:

1) Devaskularisasi

2) Nekrosis dan dapat terjadi pecah spontan

3) Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang.

4) Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang

mengeluarkan enzim preteolitik dan enzim kolagenase.

3. Diagnosis

Menegakkan diagnose KPD secara tepat sangat penting. Diagnose yang salah

yang akan meningkat resiko infeksi yang mengancam kehidupan janin,ibu ataupun

keduanya. Diagnosa KPD dapat ditegakkan dengan cara (sujiyatini, 2009):

a. Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak

secara tiba-tiba dari jalan lahir dan tidak bisa ditahan. Cairan berbau khas, dan

perlu juga diperhatikan warna dari cairan tersebut serta pada pada saat keluarnya

cairan tersebut his belum teratur atau belum dirasakan dan belum ada

pengeluaran lender bercampur darah.

b. Inspeksi

Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru

pecah dan air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

c. Pemeriksaan dengan speculum

Pemeriksan dengan speculum pada KPD akan tampak keluar cairan dari

orifisium uteri eksternum (OUE), jika pada pemeriksaan tidak tampak

cairan,bisa dilakukan palpasi fundus uteri di tekan, penderita diminta mengejan,

atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri

dan terkumpul pada fornik posterior.

d. Pemeriksaan dalam

Pada pemeriksaan dalam didapat cairan didalam vagina dan selaput ketuban

sudah tidak ada lagi.

Page 3: BAB II.docx

5

e. Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau dan pH

nya. Pemeriksaan dilakukan menggunkan kertas lakmus(tes Nitrazin), jika

kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban. pH

air ketuban 7-7,5.

f. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah ciran ketuban dalam kavum

uteri, yang dikonfirmasi dengan adanya oligohidramnion. Selain itu

pemeriksaan USG juga digunakan untuk menentukan usia kehamilan. Walaupun

pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada

umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan

sederhana.

4. Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia

kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,

hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, menigkatnya insiden seksio

sesarea atau gagalnya persalinan normal. (Saifuddin AB, 2009)

a. Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung

umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah

ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 – 34 minggu 50% persalinan dalam 24

jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam satu

minggu.

b. Infeksi

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi

korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,pneumonia, omfalitis.

Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah

dini preterm, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi

sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode

laten.

c. Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat

sehingga terjadi hipoksia yang berlanjut menjadi asfiksia. Terdapat hubungan

Page 4: BAB II.docx

6

antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air

ketuban janin semakin gawat.

d. Sindrom Deformitas Janin

Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin

terhambat. Kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin serta

hipoplasi pulmonar. (Soetomo Soewarto, 2008)

5. Patofisiologi

Patofisiologi KPD menurut Wiknjosastro (2009) yaitu KPD terjadi karena

adanya kelainan pada amnion dan juga bisa pada selaput janin. Kelainan pada

hidramnion jumlahnya bisa mencapai 2000 cc atau lebih. Karena volume berlebihan

maka tekanan akan lebih besar. Hal ini akan lebih memudahkan selaput janin

mengalami kerusakan akibat dari selaput janin yang tidak bagus.

6. Penatalaksanaan

KPD merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi dalam rahim terhadap

ibu maupun janin yang cukup besar dan potensial, oleh karena itu, tatalaksana KPD

memerlukan tindakan yang rinci sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan

prematuritas dan infeksi dalam rahim. Kesalahan dalam mengelola KPD akan

membawa akibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun

janinnya.(sujiyatin, 2009)

Penangan kasus KPD dilakukan dengan cara: (saifuddin AB, 2009)

a. Konservatif

Dilakukan perawatan di rumah sakit, dengan pemberian antibiotic

(ampisillin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan

metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).

1) Jika usia kehamilan < 32 -34 minggu, dilakukan perawatan selama air

ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.

2) Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,

observasi tanda – tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi saat usia

kehamilan 37 minggu.

3) Jika usia kehamilan 32 -37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,

berikan tokolitik (salbutamol), dekametason dan induksi sesudah 24 jam.

4) Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, berikan antibiotik dan

lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda – tanda

infeksi intrauterine). Berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin.

Page 5: BAB II.docx

7

Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason

I.M 5 mgsetiap 6 jam sebanyak 4 kali.

b. Aktif

1) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio

sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25µm – 50µm intravaginal tiap 6

jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda – tanda infeksi berikan antibiotic dosis

tinggi dan persalinan diakhiri.

2) Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika

tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

3) Bila skor pervik > 5, induksi persalinan.

B. Induksi Persalinan

1. Pengertian

Induksi persalinan adalah tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu baik

secara operatip maupun medikasi untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim

sehingga terjadi persalinan (Wiknjosastro, 2010).

Induksi persalinan adalah usaha merangsang uterus untuk memulai terjadinya

persalinan ( Saifuddin, 2002).

Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin menjelang aterm, dalam

keadaan belum terdapat tanda – tanda inpartu, dengan kemungkinan janin dapat hidup

di luar kandungan( umur diatas 28 minggu).(manuaba, 2012)

2. Indikasi Induksi Persalinan

a. Indikasi janin

1) Kehamilan lewat waktu ( lebih dari 42 minggu)

Permasalah kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan

nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia

sampai kematian dalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju

sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :

a) Pertumbuhan janin makin melambat

b) Terjadi perubahan metabolism janin

c) Air ketuban berkurang dan makin kental

d) Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia

Page 6: BAB II.docx

8

2) Ketuban pecah dini

Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk

kedalam kantong amnion. Untuk itu perlu ditentukan ada tidaknya infeksi.

Yang ditakutkan jika terjadi ketuban pecah dini adalah terjadinya infeksi

karioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas

perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Untuk itu jika kehamilan sudah

memasuki aterm maka perlu dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi.

3) Janin mati

Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan

ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadi kelainan darah (hipo-

fibrinogenemia ) akan lebih besar; karena itu pemeriksaan pembekuan darah

harus dilakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadai

hipofibrinogenemia bahayanya adalah perdarahan post partum. Selain itu jika

penanganan tidak segera dilakukan maka mengakibatkan terjadinya sepsis,

perdarahan postpartum dan emboli cairan ketuban.

4) Isoimunisasi dan penyakit kelainan congenital janin mayor, kelainan

congenital mayor merupakan kelainan yang memberikan dampak besar pada

bidang medis, operatif dan kosmetik serta yang mempunyai risiko kesakitan

dan kematian tinggi, misalnya: hidrosepalus, anensefalus, didronefrosi.

b. Indikasi ibu

1) Berdasarkan penyakit yang di derita

a) Penyakit ginjal

b) Penyakit jantung

c) Penyakit hipertensi

d) Diabetes mellitus

2) Komplikasi kehamilan

a) Pre-eklampsia

b) eklampsia

3. Kontra Indikasi Induksi Persalinan

Maksud kontraindikasi pada induksi persalinan pervaginam yaitu apabila

tindakan induksi yang akan dilakukan lebih merugikan daripada seksio langsung.

Kontraindkasi tersebut adalah :

a. Terdapat distosia persalinan :

1) Panggul sempit ( CPD)

Page 7: BAB II.docx

9

2) Kelainan posisi kepala janin

3) Kelainan letak janin dalam rahim

b. Terdapat overdistensi uterus.

1) Kehamilan ganda

2) Kehamilan dengan hidramnion

c. Perdarahan antepartum ( plasenta previa).

d. Cacat rahim ( bekas seksio caesaria).

e. Grande multipara.

f. Terdapat tanda – tanda atau gejala intrauterine fetal distress. ( Manuaba, 2012 )

4. Syarat- syarat Induksi Persalinan

Induksi persalinan akan berhasil bila memperhatikan beberapa persyaratan sebagai

berikut:

a) Kehamilan aterm

b) Ukuran panggul normal

c) Tidak ada CPD

d) Janin dalam presentasi kepala

e) Serviks telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka)

(Wiknjosastro, 2010).

5. Faktor – faktor yang mempengaruhi induksi persalinan

Keberhasilan induksi persalinan ditentukan oleh beberapa factor:

a) Kedudukan bagian terendah

Semakin rendah kedudukan bagian terendah janin kemungkinan keberhasilan

induksi akan semakin besar, oleh karena dapat menekan pleksus frankenhouser.

b) Kondisi servik

Servik yang kaku, menjurus ke belakang sulit berhasil dengan induksi persalinan,

sedangkan servik yang lunak, lurus atau kedepan lebih berhasil dalam induksi.

c) Paritas

Dibandingkan dengan primigravida, induksi pada multipara akan lebih berhasil

karena sudah terdapat pembukaan.

d) Umur kehamilan

Pada kehamilan yang semakin mendekati aterm induksi persalinan pervaginam

akan semakin berhasil.( Manuaba, 2012).

Page 8: BAB II.docx

10

Pertimbangan tersebut ditetapkan dalam bentuk Bishop score. Jika skor ≥ 6,

biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin. Sedangkan Jika skornya ≤ 5,

dilakukan pematang serviks terlebih dahulu dengan prostaglandin atau kateter Foley.

Tabel 2.1: Penilaian Serviks Untuk Induksi Persalinan (Skor Bishop)

(Saifuddin,dkk, 2002)

6. Beberapa Cara Induksi Persalinan, antara lain:

a. Oksitosin drip

Metode infuse oksitosin adalah metode yang paling lazim dilakukan.

Kemasan yang dipakai adalah pitosin dan sintosinon, pemberiannya dapat secara

suntik IM,IV dan infuse tetes, yang paling baik dan paling aman adalah

pemberian infuse tetes (drip) karena dapat diatur dan diawasi.

Metode drip oksitosin dapat dilakukan sebagai berikut( manuaba, 2012)

1) Kedalam 500 cc dekstrosa 5% dimasukkan 5 unit oksitosin dan diberikan

perinfus dengan kecepatan pertama 8 tetes permenit.

2) Kecepatan dapat dinaikan 4 tetes setiap 30 menit sampai tetes maksimal 40

tetes permenit.

3) Bila sebelum tetesan ke-40, sudah timbul kontraksi otot rahim yang adekuat,

maka tetesan terakhir dipertahankan, sampai persalinan berlangsung.

FAKTORSCORE

0 1 2 3

Pembukaan serviks (cm) tertutup 1-2 3-4Lebih

dari 5

Panjang serviks (cm) >4 3-4 1-2 <1

Konsistensi kenyal Rata-rata Lunak -

Posisi Posterior Tengah Anterior -

Turunnya kepala (cm dari

spina iskiadika)-3 -2 -1 +1,+2

Turunnya kepala (dengan

palpasi abdominal

menurut system perlimaan

)

4/5 3/5 2/5 1/5

Page 9: BAB II.docx

11

Apabila Terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih

dari 4 kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi

dengan :

1) Terbutalin 250 mcg I.V. pelan- pelan selama 5 menit.

2) Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau Ringer Laktat)

10 tetes per menit (Saifuddin, dkk, 2002)

b. Prostaglandin.

Prostaglandin dapat merangsang otot- otot polos termasuk juga otot rahim.

Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGS2

alpa. Untuk induksi persalinan prostaglandin dapat diberikan secara IV, oral,

vagina, rectal dan intra amnion. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan

prostaglandin cukup efektif. Pengaruh sampingan dari pemberian prostaglandin

adalah mual, muntah dan diare (Wiknjosastro, 2008).

Prostaglandin sangat efektif untuk pematangan serviks selama induksi

persalinan. Dalam pemberian prostaglandin perlu diperhatikan:

1) Denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil dan periksa denyut jantung

janin (DJJ). Semua pengamatan dicatat dalam partograf.

2) Indikasi di kaji ulang

3) Prostaglandin E2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg atau gel 2-3 mg ditempatkan

pada forniks posterior vagina dan dapat diulangi 6 jam kemudian (jika his

tidak timbul).

4) Penghentian prostaglandin dan mulainya pemberian oksitosin dilakukan jika:

a) Ketuban pecah

b) Pematangan serviks telah tercapai

c) Proses persalinan telah berlangsung

d) Pemakaian telah 24 jam.

c. Misoprostol

Page 10: BAB II.docx

12

Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya dilakukan pada

kasus – kasus tertentu, misalnya:

1) Preeklamsi berat/eklamsia dan serviks belum matang sedangkan seksio

sesaria belum dapat segera dilakukan atau bayi terlalu prematur untuk hidup.

2) Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum inpartu, dan terdapat

tanda- tanda pembekuan darah.

Pemberian misoprostol dilakukan dengan cara:

1) Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan jika his

tidak timbul dapat diulangi setelah 6 jam.

2) Jika tidak ada reaksi setelah dua kali pemberian 25 mcg, naikkan dosis

menjadi 50 mcg tiap 6 jam

3) Pemberian ≤ 50 mcg setiap kali pakai dan ≤ 4 dosis atau 200 mcg

4) Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan kejadian rupture uteri. Oleh

karena itu, hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan yang lengkap (terdapat

fasilitas operasi).

5) Pemberian oksitosin tidak dianjurkan dalam 8 jam setelah pemberian

misoprostol.

d. Kateter Foley

Kateter foley merupakan alternative lain disamping pemberian prostaglandin

untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian kateter foley:

1) Mengkaji ulang indikasi

2) Pasang speculum DTT di vaginaMasukan kateter foley pelan-pelan melalui

serviks dengan menggunakan forceps DTT. Pastikan ujung kateter telah

melewati ostium uteri internum.

3) Gembungkan balon kateter dengan memasukkan 20 ml air.

4) Gulung sisa kateter dan letakkan di vagina

5) Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau sampai 12

jam

6) Kempiskan balon kateter sampai sebelum mengeluarkan kateter, kemudian

lanjutkan dengan infus oksitosin.

7) Jangan melakukan kateter foley jika ada riwayat perdarahan, ketuban pecah,

pertumbuhan janin terhambat atau infeksi vagina (Saifuddin, AB. 2002).

Page 11: BAB II.docx

13

C. Persalinan Normal

1. Pengertian

Persalinan merupakan proses fisiologis normal yang diawali oleh kontraksi

dengan frekuensi lama serta nyeri yang meningkat, yang memungkinkan pendataran

dan pembukaan servik, sehingga janin dapat melintas melewati jalan lahir dan

selamat dilahirkan. ( Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan, 2011 )

Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan

cukup bulan,letak memanjang atau sejajar sumbu badan ibu, persentasi belakang

kepala, keseimbangan diameter kepala bayi, dan panggul ibu, serta dengan tenaga

ibu sendiri.pada persalinan normal dapat berubah menjadi persalinan patologi

apabila kesalahan dalam penilaian kondisi ibu dan janin atau juga akibat kesalahan

dalam memimpin proses persalinan. (Saifuddin, 2002)

2. Etiologi

Sampai sekarang sebab-sebab mulai timbulnya persalinan tidak diketahui

dengan jelas, banyak teori yang dikemukakan, namun masing-masing teori ini

mempunyai kelemahan-kelemahan.Beberapa teori timbulnya persalinan :

a. Teori penurunan hormone

b. Teori placenta menjadi tua

c. Teori distensi rahim

d. Teori iritasi mekanik

e. Induksi partus.

(Rohani,dkk.2010)

Sedangkan menurut (Wiknjosastro, 2008) beberapa teori mengemukakan

etiologi dari persalinan adalah :

a. Penurunan kadar hormon estrogen dan progesterone

b. Pengaruh prostaglandin

c. Struktur uterus

d. Sirkulasi uterus

e. Pengaruh saraf dan nutrisi

3. Fisiologis persalinan

Page 12: BAB II.docx

14

Sebab-sebab terjadinya persalinan masih merupakan teori yang komplek.

Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan

mulai dari berlangsungnya partus antara lain penurunan kadar hormon progesterone

dan estrogen. Progesteron merupakan penenang bagi otot – otot uterus. Menurunnya

kadar hormon ini terjadi 1-2 minggu sebelum persalinan. Kadar prostaglandin

meningkat menimbulkan kontraksi myometrium. Keadaan uterus yang membesar

menjadi tegang mengakibatkan iskemi otot – otot uterus yang mengganggu sirkulasi

uteroplasenter sehingga plasenta berdegenerasi. Tekanan pada ganglion servikale

dari fleksus frankenhauser di belakang servik menyebabkan uterus berkontraksi

(Wiknjosastro, 2008)

4. Tahap-Tahap Persalinan

Berlangsungnya persalinan dibagi dalam 4 kala yaitu:

a. Kala I

Disebut juga kala pembukaan dimulai dengan pembukaan serviks sampai terjadi

pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks disebabkan oleh his

pesalinan/kontraksi. Tanda dan gejala kala I :

1) His sudah teratur, frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit

2) Penipisan dan pembukaan serviks

3) Keluar cairan dari vagina dalam bentuk lendir bercampur darah

Kala I dibagi dalam 2 fase:

1) Fase laten

Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan

servik secara bertahap,pembukaan servik kurang dari 4 cm,biasanya

berlangsung hingga 8 jam.

a) Prosedur dan diagnostik :

Untuk menentukan apakah persalinan sudah pada waktunya: (Saifuddin

AB. Buku acuan nasional pelayanan maternal dan neonatal.2002) maka:

(1) Tanyakan riwayat persalinan :

Permulaan timbulnya kontraksi; pengeluaran pervaginam seperti

lendir, darah, dan atau cairan ketuban; riwayat kehamilan; riwayat

medik; riwayat social; terakhir kali makan dan minum; masalah yang

pernah ada

(2) Pemeriksaan Umum :

Page 13: BAB II.docx

15

Tanda vital, BB, TB, Oedema; kondisi puting susu; kandung kemih.

(3) Pemeriksaan Abdomen :

Bekas luka operasi; tinggi fundus uteri; kontraksi; penurunan kepala;

letak janin; besar janin; denyut jantung janin.

(4) Pemeriksaan vagina :

Pembukaan dan penipisan serviks; selaput ketuban penurunan dan

molase; anggota tubuh janin yang sudah terabaPemeriksaan

Penunjang :

Urine: warna, kejernihan, bau, protein, BJ, dan la in-lain; darah: Hb,

BT/CT, dan lain-lain.

(5) Perubahan psikososial

Perubahan prilaku; tingkat energi; kebutuhan dan dukungan.

2) Fase aktif

Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi

dianggap adekuat jika terjadi tiga kali atau lebih), serviks membuka dari 4 cm

ke 10 cm, biasanya kecepatan 1 cm atau lebih per jam hingga pembukaan

lengkap ( 10 cm ) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. Pemantauan

kala 1 fase aktif persalinan :

Penggunaan Partograf

Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif persalinan .

Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk :

1) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai

pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.

2) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal . Dengan

demikian , juga dapat melakukan deteksi secara dini setiap kemungkinan

terjadinya partus lama.

Page 14: BAB II.docx

16

b. Kala II (Kala Pengeluaran)

Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)

dan berakhir dengan lahirnya bayi.

Wanita merasa hendak buang air besar karena tekanan pada rektum.

Perinium menonjol dan menjadi besar karena anus membuka. Labia menjadi

membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak pada vulva pada waktu

his.

Pada primigravida kala II berlangsung 1,5-2 jam, pada multi 0,5-1 jam.

Tanda dan gejala kala II :

1) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.

2) Perineum terlihat menonjol.

3) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan atau

vaginanya.

4) Ibu meraakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan atau

vaginanya.

5) Vulva-vagina dan sfingkter ani terlihat membuka.

6) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.

c. Kala III (Kala uri)

Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan

lahirnya plasenta dan selaput ketuban (Wiknjosastro, 2008).

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai dengan lahirnya placenta ( 30

menit). Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dan fundus uteri sepusat.

Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta

dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir

dan plasenta keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri

(dorsokranial).

Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta)

membantumenghindarkan terjadinya perdarahan pascapersalinan. Tanda – tanda

pelepasan plasenta :

1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus.

2) Tali pusat memanjang

3) Semburan darah tiba – tiba

Manejemen aktif kala III :

Page 15: BAB II.docx

17

Tujuannya adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih

efektif sehingga dapat memperpendek waktu kala III dan mengurangi

kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis, serta

mencegah terjadinya retensio plasenta.

Tiga langkah manajemen aktif kala III :

1) Berikan oksitosin 10 unit IM dalam waktu dua menit setelah bayi lahir, dan

setelah dipastikan kehamilan tunggal.

2) Lakukan peregangan tali pusat terkendali.

3) Segera lakukan massage pada fundus uteri setelah plasenta lahir.

d. Kala IV (2 jam post partum)

Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat dengan amplitudo 60

sampai 80 mmHg, kekuatan kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh

darah tertutup rapat dan terjadi kesempatan membentuk trombus. Melalui

kontraksi yang kuat dan pembentukan trombus terjadi penghentian pengeluaran

darah post partum. Kekuatan his dapat dirasakan ibu saat menyusui bayinya

karena pengeluaran oksitosin oleh kelenjar hipofise posterior

(Rohani,dkk.2010).

Tanda dan gejala kala IV : bayi dan plasenta telah lahir, tinggi fundus uteri

2 jari bawah pusat.

Selama 2 jam pertama pascapersalinan :

Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan perdarahan

yang terjadi setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam

satu jam kedua kala IV. Jika ada temua yang tidak normal, lakukan observasi

dan penilaian secara lebih sering.

Tabel 2.6 Lamanya persalinan pada primigravida dan multigravida :

Primigravida Multigravida

Kala I 10 – 12 jam 6-8 jam

Kala II 1-1,5 jam 0,5-1 jam

Kala III 10 menit 10 menit

Kala IV 2 jam 2 jam

Jumlah (tanpa

memasukkan kala IV

12-14 jam 8-10 jam

Page 16: BAB II.docx

18

yang bersifat observasi)

5. Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan

a. Power : His dan tenaga mengejan.

b. Passage : Ukuran panggul dan otot-otot persalinan.

c. Passenger : Terdiri dari janin, plasenta dan air ketuban.

d. Personality (kepribadian) : yang diperhatikan kesiapan ibu dalam menghadapi

persalinan dan sanggup berpartisipasi selama proses persalinan.

e. Provider (penolong) : dokter atau bidan yang merupakan tenaga terlatih dalam

bidang kesehatan. (Wiknjosastro, 2008).

6. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala persalinan yaitu :

a. Kala I

(1) His sudah teratur dan frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit

(2) Penipisan dan pembukaan servik

(3) Keluar cairan dari vagina dalam bentuk lendir bercampur darah.

b. Kala II

(1) Ibu ingin meneran/mengejan

(2) Perineum menonjol

(3) Vulva dan anus membuka

(4) Meningkatnya pengeluaran lender

(5) Kepala telah turun pada dasar panggul

c. Kala III

(1) Tali pusat memanjang, terasa adanya pelepasan plasenta

(2) Semburan darah tiba-tiba

d. Kala IV

Tingginya fundus uteri sepusat atau 1-2 jari dibawah pusat

( Asuhan Persalinan Normal, 2008).

7. Asuhan dalam persalinan

Tujuan Asuhan Persalinan :

Page 17: BAB II.docx

19

Mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi

bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta

intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga

pada tingkat yang optimal (Asuhan persalinan normal, 2008).

a. Kala I

1) Memberikan dorongan emosional

Anjurkan suami dan anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu

selama proses persalinan.

2) Membantu pengaturan posisi

Anjurkan suami dan pendamping lainnya untuk membantu ibu berganti

posisi. Ibu boleh berdiri, berjalan-jalan, duduk, jongkok, berbaring miring,

merangkak dapat membantu turunnya kepala bayi dan sering juga

mempersingkat waktu persalinan.

3) Memberikan cairan / nutrisi

Makanan ringan dan cairan yang cukup selama persalinan memberikan

lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi. Apabila dehidrasi terjadi

dapat memperlambat atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan

kurang efektif.

4) Keleluasaan ke kamar mandi secara teratur

Ibu harus berkemih paling sedikit setiap 2 jam atau lebih sering jika ibu

ingin berkemih. Jika kandung kemih penuh dapat mengakibatkan :

(1) Memperlambat penurunan bagian terendah janin dan mungkin

menyebabkan partus macet

(2) Menyebabkan ibu merasa tidak nyaman

(3) Meningkatkan resiko perdarahan pasca persalinan yang disebabkan

oleh atonia uteri

(4) Mengganggu penatalaksanaan distosia bahu

(5) Meningkatkan resiko infeksi saluran kemih pasca persalinan

5) Pencegahan infeksi

Pencegahan infeksi sangat penting dalam penurunan kesakitan dan

kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan ketrampilan menjelaskan

prosedur pencegahan infeksi yang baik melindungi penolong persalinan

terhadap resiko infeksi

Page 18: BAB II.docx

20

6) Pantau kesejahteraan ibu dan janin serta kemajuan persalinan sesuai

partograf

(Asuhan Persalinan Normal, 2008)

b. Kala II

1) Berikan terus dukungan pada ibu

2) Menjaga kebersihan ibu

3) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan atau ketakutan

ibu

4) Mengatur posisi ibu

5) Menjaga kandung kemih tetap kosong, anjurkan ibu untuk berkemih

6) Berikan cukup minum terutama minuman yang manis

7) Ibu dibimbing mengedan selama his dan anjurkan ibu untuk mengambil

nafas diantara kontraksi

8) Perikda DJJ setiap selesai kontraksi

9) Minta ibu mengedan saat kepala bayi nampak 5-6 cm di introitus vagina

10) Letakkan satu tangan dikepala bayi agar defleksi tidak terlalu cepat

11) Tahan perineum dengan satu tangan yang lain

12) Lahirkan kepala

13) Periksa adanya lilitan tali pusat

14) Biarkan kepala bayi mengadakan putaran paksi luar dengan sendirinya

15) Tempatkan kedua tangan pada posisi biperietal bayi

16) Lakukan tarikan lembut kepala bayi kebawah untuk melahirkan bahu

anterior lalu keatas untuk melahirkan bahu posterior.

17) Sangga kepala dan leher bayi dengan satu tangan kemudian dengan tangan

yang lain menyusuri badan bayi sampai seluruhnya lahir.

18) Letakkan bayi diatas perut ibu, keringkan sambil nilai pernafasannya (Score

APGAR) dalam menit pertama

19) Lakukan pemotongan tali pusat

20) Pastikan bayi tetap hangat

c. Kala III

Page 19: BAB II.docx

21

1. Pastikan tidak ada bayi yang kedua

2. Berikan oksitosin 10 IU dalam 2 menit pertama segera setelah bayi lahir.

3. Lakukan pemotongan tali pusat

4. Pastikan bayi tetap hangat, kemudian lakukan IMD

5. Lalukan penegangan tali pusat terkendali, tangan kanan menegangkan tali

pusat sementara tangan kiri dengan arah dorsokranial mencengkram uterus.

6. Jika plasenta telah lepas dari insersinya, tangan kanan menarik tali pusat

kebawah lalu keatas sesuai dengan kurve jalan lahir sampai plasenta

nampak divulva lalu tangan kanan menerima plasenta kemudian memutar

kesatu arah dengan hati-hati sehingga tidak ada selaput plasenta yang

tertinggal dalam jalan lahir

7. Segera setelah plasenta lahir tangan kiri melakukan massase fundus uteri

untuk menimbulkan kontraksi

8. Lakukan pemeriksaan plasenta, pastikan kelengkapannya

9. Periksa jalan lahir dengan seksama, mulai dari servik, vagina hingga

perineum. Lakukan perbaikan/penjahitan jika diperlukan

d. Kala IV

1) Bersihkan ibu sampai ibu merasa nyaman

2) Anjurkan ibu untuk makan dan minum untuk mencegah dehidrasi

3) Berikan bayinya pada ibu untuk disusui

4) Periksa kontraksi uterus dan tanda vital ibu setiap 15 menit pada jam

pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.

5) Ajarkan ibu dan keluarganya tentang :

(a) Bagaimana memeriksa fundus uteri dan menimbulkan kontraksi

(b) Tanda bahaya bagi ibu dan bayi.

6) Pastikan ibu sudah buang air kecil dalam 6 jam pertama.

D. Pendokumentasian SOAP

Manajemen kebidanan merupakan suatu metode atau bentuk pendekatan yang

digunakan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan. Asuhan yang telah

dilakukan harus dicatat secar benar, jelas, singkat, logis dalam suatu metode

pendokumentasian.

Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian yang dapat

mengkomunikasikan kepada orang lain mengenai asuhan yang telah dilakukan pada

Page 20: BAB II.docx

22

seorang klien, yang dialamnya tersirat proses berpikir yang sistematis seorang bidan

dalam menghadapi seorang klien sesuai langkah - langkah dalam proses manajemen

kebidanan.

Menurut Helen Varney, alur berpikir saat menghadapi klien meliputi 7

langkah.Untuk orang lain mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan

melalui proses berpikir sistematis, didokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu :

S = Subyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui

anamnese sebagai langkah I Varney.

O = Obyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil

laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data focus untuk

mendukung asuhan sebagai langkah I Varney.

A = Analisa

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interprestasi data

subyaktif dan obyektif dalam suatu identifikasi :

a. Diagnosa/masalah.

b. Antisipasi diagnosa/masalah potensial.

c. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/ kolaborasi

dan atau rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney.

P = Penatalaksanaan

Menggambarkan pendokumentasian dari tindakan (1) dan Evaluasi

perencanaan (E) berdasarkan assesmen sebagai langkah 5, 6, dan 7 Varney.

Beberapa alasan penggunaan SOAP dalam pendokumentasian :

a. Pembuatan grafik metode SOAP merupakan perkembangan informasi yang

sistematis yang mengorganisi penemuan dan konklusi anda menjadi suatu rencana.

b. Metode ini merupakan intisari dari proses penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan

mengadakan pendokumentasian asuhan..