19
  III. METODOLOGI 3. 1. Lokasi dan Waktu Peneliti an Penelitian dilakukan di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan (Gambar 3). Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan antara lain telah berkembangnya kegiatan budidaya ikan kerapu di Teluk Tamiang yang memiliki luas 2.289,8 ha. Penelitian lapangan dan laboratorium dilaksanakan mulai dari bulan April – Nopember 2006. Gambar 3 Peta lokasi penelitian Teluk Tamiang Kalimantan Selatan

Bab Iii_ 2009ano-4

Embed Size (px)

Citation preview

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 1/19

 

 

III. METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, PropinsiKalimantan Selatan (Gambar 3). Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan

antara lain telah berkembangnya kegiatan budidaya ikan kerapu di Teluk Tamiang yang

memiliki luas 2.289,8 ha.

Penelitian lapangan dan laboratorium dilaksanakan mulai dari bulan April –

Nopember 2006.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Teluk Tamiang

Kalimantan Selatan

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 2/19

 

 

3.2. Karakterisasi Sifat Perairan dan Kelayakan Bioteknis PerairanTeluk Tamiang

 Analisis karakteristik sifat perairan merupakan kajian tentang kondisi biofisik dan

kimia perairan, mencakup aspek kualitas perairan (Biologi, fisika, dan kimia), serta

oseanografi. Pengamatan kualitas air dilakukan untuk menentukan kelayakan

perairan bagi kehidupan ikan kerapu. Contoh air diambil pada 10 titik lokasi sampling

(Gambar 4) pada kedalaman 50% dari kedalaman laut (0,5 x kedalaman laut) dengan

menggunakan water sampler Niskin Van Dorn (International Association of the Physical 

of the ocean  (IAPSO, 1936 didalam  Hulagalung et al., 1997). Contoh air untuk

keperluan analisa laboratorium diambil setiap bulan satu kali selama 6 bulan. Jenis

dan metode analisa parameter secara rinci disajikan pada Tabel 1. Penentuan lokasi

dilakukan dengan alat bantu GPS (Global Positioning Systems ).

Gambar 4 Titik sampling perairan Teluk Tamiang

1

2 3

45

67

810

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 3/19

 

 

3.2.1. Karakterisasi Biologi Perairan

Kajian biologi perairan meliputi produktivitas primer, plankton dan bentos, yang

ditujukan untuk mengetahui karakteristik perairan sebagai salah satu indikator tingkat

pencemaran dan kesuburan perairan.

- Pengukuran Produktivitas Primer.  Produktivitas primer diukur dengan

menggunakan botol gelap dan botol terang (Vollenweider, 1969 didalam Kaswadji

et al ., 1993). Pengukuran produktivitas primer bertujuan untuk mengetahui jumlah

bahan organik yang dihasilkan oleh produsen primer (fitoplankton). Produktivitas

primer dihitung dengan menentukan kandungan oksigen terlarut dalam botol terang

dikurangi dengan kandungan oksigen dalam botol gelap setelah dilakukan masa

inkubasi (pencahayaan) selama 3 jam. Nilai oksigen terlarut yang diperoleh dari

hasil pengurangan tersebut, kemudian dikonversikan ke satuan mgC/m3/jam.

Perhitungan produktivitas primer dilakukan menurut Umaly dan Cuvin (1988)

sebagai berikut: 

(O2 dalam BT) – (O2 dalam BG) (1000) 0,375GP = ------------------------------------------------------- x --------- mgC/m3/jam

Lama pencahayaan (jam) KF

Keterangan :GP = Produktifitas Primer BT = Botol TerangBG = Botol Gelap

Lama inkubasi = selama 3 jam (dari jam 9.00 – 12.00)O2 = Oksigen terlarut (mg/l)KF = Kuosien Fotosintesa = 1,21000 = konversi liter menjadi m3 0,375 = Koefisien konversi oksigen menjadi karbon (12/32)

(Ryther, 1965 didalam Kaswadji et al ., 1993). Jika diasumsikanbahwa dalam satu hari terdapat 12 jam terang, maka dalam satu hariGP x 4 jam.

- Kelimpahan Plankton.  Sampel diambil dengan menyaring air sebanyak 200 liter 

melalui plankton net no. 25 dan dimampatkan menjadi sekitar 25 ml dan diawetkan

dengan menambahkan 5 – 10 tetes larutan formalin 10 ppm. Identifikasi jenis

dilakukan dengan bantuan mikoskop dan buku identifikasi Davis (1955).

Perhitungan kepadatan plankton dilakukan dengan menggunakan Sedgwick Rafter 

Counting Chamber  dibawah mikroskop (APHA, 1992). Kelimpahan plankton (K)

ditentukan dengan metode penyapuan (sensus) dengan menggunakan Sedwick 

Rafter Cell (SRC) (APHA 1992) sebagai berikut :

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 4/19

 

 

Vs 1K = ----- x -----x N 

Va Vo 

Dimana :

K = Kelimpahan total plankton (sel/l)

Vs = Volume air yang tersaring (ml)Va = Volume air yang disaring (l)N = Jumlah plankton yang teramati

Vo = Volume air yang diamati (ml)

- Bentos.  Sampel sedimen diambil dengan alat bantu Ekman grab  pada 10 titik

sampling. Selanjutnya contoh sedimen yang diperoleh disimpan kedalam kantong

plastik, diawetkan dengan formalin 10 ppm. Kepadatan/kelimpahan bentos (K)

ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

1000 x a K = ------------- 

Dimana :

K  = Kepadatan makrozobentos (individu/m2)a = jumlah makrozobentosb = Luas bukaan mulut Ekman Grab (cm2)

1000 = konversi dari cm2 ke m2

Stabilitas Komunitas

Stabilitas komunitas plankton dan bentos dinyatakan dengan indeks keanekaragaman

(H1) oleh Shannon Wiener (Odum, 1971) dan indeks keseragaman (E) Evennes Index

(Odum, 1971) serta indeks dominansi (C) Shannon Wienner (Odum, 1971), yang

ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

- Indeks Keanekaragaman (H1)

Keanekaragaman dihitung dengan rumus Index Shannon Wiener (Odum, 1971):

H1 = ∑ (ni ) ln (ni )N N 

Dimana : H

1= indeks Keanekaragaman

ni = jumlah individu tiap spesiesN = jumlah individu seluruh spesiesKisaran nilai indeks keanekaragaman Shannon Wienner diklasifikasikan sebagai berikut :H

1< 1 = keanekaragaman populasi kecil dan komunitas rendah

H1

< 1 < 3 = keanekaragaman populasi sedang dan komunitas sedangH

1< 3 = keanekaragaman populasi tinggi dan komunitas tinggi

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 5/19

 

 

- Indeks Keseragaman (E)

Indeks keseragaman dihitung dengan menggunakan rumus Evennes Index (Odum,

1971).

H 1 

E = LnS 

Dimana :E = indeks keseragamanH1 = indeks keanekaragamanS = jumlah spesies

Nilai keseragaman berkisar antara 0 – 1. Apabila nilai E mendekati 0, makasebaran individu antar jenis tidak merata dan apabila nilai E mendekati 1, makasebaran individu antar jenis merata.

- Indeks Dominansi (C) 

Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus Shannon Wienner (Odum,

1971) sebagai berikut :

C = ∑ (Pi)2 

Dimana :C = Indeks Dominansini = Jumlah individu taksa ke-iN = Jumlah total individuPi = ni/N = Proporsi spesies ke-i

Nilai indeks dominansi (C) berkisar antara 0 – 1. Bila nilai indeks dominansimendekati 1 maka terdapat organisme tertentu yang mendominasi suatu perairan,namun bila nilai indeks dominasi mendekati 0, maka tidak ada jenis yang dominan.

Untuk memudahkan perhitungan dalam analisis statistik uji beda nyata digunakan

alat bantu piranti lunak Excel Stat Pro 7.5 dan SPSS 11,5.

3.2.2. Karakterisasi Oseanografis.

- Pasang surut. Diukur dengan alat bantu papan pembaca yang dipasang di lokasi

penelitian. Pembacaan tinggi permukaan air dilakukan selama 3x24 jam pada saatpasang purnama dan surut terendah yang bertujuan untuk mengetahui volume

perairan baik pada saat pasang maupun surut serta polanya yang berkaitan dengan

proses pengenceran (flushing time ). Hasil pengamatan pasang surut diklarifikasi

dengan data pasang surut yang dikeluarkan oleh Dinas Hidrooseanografi TNI-AL

untuk stasiun pengamatan Kotabaru. Sementara kecepatan arus pasang surut di

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 6/19

 

 

dalam Teluk Tamiang diukur dengan floating roop , sedangkan arah dan pola arus

diamati dengan menelusuri arah pergerakan arus secara langsung (insitu ).

- Bathymetri. Peta kontur bathymetri merupakan kontur dari kedalaman teluk,

diperoleh dengan menggunakan Lowrens Echosounder  (model X16) dan diproses

dengan bantuan piranti lunak Surfare 8.0 . Data dari pencatatan ini kemudian

dikoreksi ke chart datum dengan referensi tabel pasang surut dan dikuatkan

dengan pengukuran lapangan pada waktu dan rentang pasang yang berbeda.

- Substrat dasar. Contoh substrat diambil pada lokasi dengan metode yang sama

dengan sampel bentos. Contoh substrat diambil dengan alat Ekman grab ,

dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan sampai dianalisa tekstur 

substrat. Pada setiap contoh sampel dianalisis di laboratorium secara fisik

substratnya antara lain jenis pasir, karang berpasir putih, pasir berkarang, pasir 

berlumpur, dan berlumpur.

3.2.3. Karakterisasi Kimiawi Perairan

Kajian kimia perairan meliputi parameter kimia perairan yang berpengaruh

kehidupan ikan kerapu antara lain parameter pH, Salinitas, Oksigen Terlarut (DO),

Nitrit, Nitrat, Orthophosphat, dan BOD5. Parameter-parameter tersebut diukur satu kali

setiap bulan selama 6 bulan. Secara rinci jenis parameter dan metode analisanya

disajikan pada Tabel 1.

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 7/19

 

 

Tabel 1 Parameter kualitas lingkungan perairan dan metode peneraannya

Parameter Alat/Cara Analisis Keterangan

Biologi1. Produktivitas primer 2. Plankton

3. Bentos

Botol Gelap dan Botol Terang, DO meter Plankton net No.25, Mikroskop dan buku

identifikasiEkman Grab, Mikroskop dan bukuidentifikasi

InsituLaboratorium

Laboratorium

Fisika1. Suhu (

oC)

2. Kecerahan/pembacaansecchi disk (m)

3. TSS (ppm)4. Kecepatan Arus (m/dt)5. Substrat Dasar 6. Kedalaman (m)7. Pasang surut (m)

8. Keterlindungan(ketinggian gelombang(m)

Thermometer HgPiring Sechi

GravimaterikFloating roop Ekman GrabLowrens Echosounder Papan berskala

Tongkat berskala

InsituInsitu

LaboratoriumInsituLaboratoriumInsituInsitu

Insitu

Kimia1. pH2. Salinitas (ppt)3. Oksigen terlarut (ppm)4. Ammonia (ppm)5. Nitrit (ppm)6. Nitrat (ppm)7. Orthophosphat (ppm)8. BOD5 (ppm)

pH meter Refraktometer DO meter Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol BOD, DO meter 

InsituInsituInsituLaboratoriumLaboratoriumLaboratoriumLaboratoriumLaboratorium

3.2.4. Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan

Penentuan kelayakan/kesesuaian bioteknis untuk pengembangan budidaya

KJA dilakukan dengan metode pembobotan dan penilaian (skoring) untuk setiap

parameter yang berpengaruh pada kelayakannya untuk ikan kerapu yang diberikan

oleh Tiensongrusmee et al., (1986) didalam Sunyoto (1993) (Tabel 2). Dalam metode

ini pertama-tama ditentukan parameter-parameter utama yang berpengaruh padakegiatan budidaya KJA ikan kerapu, kemudian sesuai dengan perannya parameter-

parameter tersebut diberi bobot dan skor. Bobot menunjukan kepentingan parameter 

pada keberhasilan budidaya. Nilai yang diberikan adalah rentang 1 s/d 5. Semakin

tinggi nilai, semakin penting peranannya. Skor (s) dibagi dalam empat kategori yaitu

skor 4 (sangat layak) di mana nilai parameter tersebut sangat layak (optimum), skor 3

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 8/19

 

 

(sedang) di mana nilai parameter pada rentang yang masih dapat ditoleransi untuk

hidup layak, skor 2 (rendah) dimana nilai parameter terletak pada rentang yang masih

dapat ditolerasi (direkomendasikan) namun sudah mengganggu proses metabolisme,

dan skor 1 (tidak layak) di mana nilai parameter berada diluar rentang yang

direkomendasikan dan sudah mengganggu proses metabolisme. Penentuan skor 

didasarkan pada rentang nilai hasil pengukuran lapangan terhadap 8 (delapan)

parameter utama seperti yang disajikan pada Tabel 2. Untuk memperoleh nilai

kelayakan/kesesuaian setiap parameter   maka nilai ”bobot” dikalikan dengan ”skor”

untuk masing-masing parameter pada setiap stasiun yang diperoleh dari pengukuran

dan pengamatan lapang.

Tabel 2 Kriteria dan sistem penilaian kelayakan/kesesuaian perairan untukbudidaya KJA Ikan Kerapu

Nilai skor dan Tingkat Kesesuaian dan Rentangnilai Parameter Hasil Pengukuran

No Parameter Bobot 4(Tinggi)

3(Sedang)

2(Rendah)

1(Tidak

Sesuai)

NilaiKelayakanParameter 

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)(Bobot x Skor)

1 Kedalaman(meter)

5 >10 7-9 4-6 <4 -----

2 Keterlindunganterhadapgelombang/angin besar)

4 Sangatterlindung(<0,5 m)*

Terlindung(<0,5 m)*

 Agakterbuka

(>0,5 m)*

Terbuka(>0,5 m)*

-----

3 Suhu (o

C) 3 28 - 30 26 - 27 24 - 25 > 30/<24 -----4 Salinitas

(promil)3 31 - 34 29 - 30 25 – 27/

34 - 35< 25/>35 -----

5 Substrat Dasar 3 Pasir,karang

berpasir 

Pasir berkarang

Pasir berlumpur 

Berlumpur -----

6 Kecerahan(meter)

3 6 - 10 3 - 5 0 - 2 0 -----

7 Oksigenterlarut

3 7 - 8 6 – 7/>8 5 - 6 <5 -----

8 Kecepatan Arus (cm/dt)

3 21 - 40 16 - 20 13 - 15 <12 -----

Total Nilai ∑ Bobot x

Skor Keterangan : *) ketinggian gelombang

Hasil perkalian antara bobot dan skor dari setiap parameter   pada masing-

masing stasiun pengamatan kemudian dijumlahkan. Dari hasil penjumlahan tersebut

tentukan  jumlah nilai maksimal (∑ nilai maksimal ) dan jumlah nilai minimal (∑ nilai

minimal ). Untuk mendapatkan nilai kesesuaian pada setiap lokasi pengamatan,

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 9/19

 

 

selisih nilai maksimal dan minimal dibagi kedalam 4 kategori (klas) yaitu a) sesuai tinggi

(S1), b) sesuai sedang (S2), c) sesuai rendah (S3), dan d), tidak sesuai (N), yang

penentuannya terlebih dulu dilakukan perhitungan nilai selang klas kesesuaian dengan

persamaan sebagai berikut :

Selang Kelas Kesesuaian (X) = ∑ nilai maksimal - ∑ nilai minimalBanyak Klas

Selanjutnya untuk menentukan tingkatan kesesuaian/kelayakan perairan bagi

pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu yang terbagi 4 kategori (klas) dari kisaran

total nilai (bobot x skor) pada setiap stasiun pengamatan dengan klas kesesuaian,

dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Klas kesesuaian

Kesesuaian tinggi (S1) nilainya berkisar antara = (∑ maks - X) s/d (∑ maks)Kesesuaian sedang (S2)nilai berkisar antara = (∑ maks -1-2X) s/d (∑ maks -1-X)Kesesuaian rendah (S3) nilai berkisar antara = (∑ maks -2-3X) s/d (∑ maks -2-2X)Tidak sesuai (N) nilai berkisar antara = < (∑ maks -3-3X)

Untuk menganalisis secara spasial, titik-titik stasiun pengamatan terlebih dulu

dilakukan interpolasi yang merupakan suatu metode pengelolaan data titik menjadi

area (polygon ). Dari hasil interpolasi masing-masing parameter kualitas perairan yang

diperoleh, disusun dalam bentuk peta tematik. Luasan perairan yang layak/sesuai bagi

pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung yang dihasilkan

setelah seluruh data parameter utama pembobotan dalam bentuk peta tematik di

overlay (tumpang susun).

Kemudian penentuan luas areal perairan yang layak/sesuai bagi

pengembangan budidaya KJA Ikan kerapu dilakukan dengan bantuan perangkat

Sistem Informasi Geografis (SIG) piranti lunak ArcView versi 3.3 dan Surfer 8.0.

Diagram alir penyusunan tingkat kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya ikan

kerapu dalam keramba jaring apung disajikan pada Gambar 5.

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 10/19

 

 

Gambar 5 Diagram alir penyusunan tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya KJAIkan Kerapu

3.3.  Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung

Keramba jaring apung yang digunakan terbuat dari kayu ulin dan jaring nilon (D24)

dengan mesh size 3,175 cm. Ukuran keramba yang digunakan adalah 3 x 3 x 2,5

m3 sebanyak 1 jaring diletakan dalam satu unit rakit (Gambar 6). Ikan kerapu

bebek (Cromileptis altivelis ) yang digunakan sebagai hewan uji memiliki berat awal

rata-rata 360 gr/ekor. Ikan uji tersebut diambil dari bibit alam sekitar perairan Teluk

Tamiang dengan tingkat kepadatan 20 ekor/m3. Masa pemeliharaan + selama 6

bulan dan selama pemeliharaan diberi pakan berupa ikan rucah (segar). Jumlah

pakan yang diberikan adalah 4% dari biomass ikan setiap hari yang terbagi dalam 3

kali pemberian pakan yaitu pada jam 07.00, 13.00 dan 18.00. Jumlah pakan

disesuaikan setiap bulan sekali selama 6 bulan (180 hari). Untuk mengetahui total

biomass dilakukan sampling menggunakan jaring serok.

Untuk mengetahui perubahan kualitas air akibat kegiatan budidaya ikan di sekitar 

lokasi budidaya dilakukan pengamatan kualitas air antara lain suhu, kecerahan,

TSS, DO, salinitas, BOD. COD, Nitrit, Nitrat, dan Orthoposphat dengan frekuensi

Potensi Sumberdaya Perairan untukPengembangan Budidaya Ikan

di Teluk Tamiang

Data Primer (Biofisik Perairan)

Data Sekunder (Peta rupa bumi)

Geografi Information System 

(GIS)

Penyusunan Data Base

• Atribut (data tabular)

• Data Grafis

Kriteria Kesesuaian Perairanuntuk Budidaya Laut

Peta Tingkat Kesesuaian PerairanUntuk Budida a KJA Ikan Kera u

Peta Tematik

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 11/19

 

 

pengamatan sebanyak 1 kali 1 bulan selama 6 bulan didalam kurungan karamba

maupun lingkungan sekitarnya. Untuk parameter DO dan salinitas diukur secara

”insitu” yaitu di setiap stasiun pada kedalaman 50% dari kedalaman laut (0,5 x

kedalaman laut) (International Association of the Physical of the ocean  (IAPSO,

1936 didalam Hulagalung et al 1997). Sedangkan untuk parameter lainnya contoh

air dimasukan kedalam botol sampel kemudian diawetkan dalam suhu dingin (es)

pada kotak pendingin (cool box ) dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisa.

Untuk mengetahui pertumbuhan ikan diukur setiap bulan sekali dengan cara

menimbang sebanyak 25 ekor per keramba jaring apung dengan alat bantu

timbangan OHAUS berketelitian 0,1 gr.

Untuk mengetahui sintasan, laju pertumbuhan harian (LPH), rasio konversi pakan

(RKP), dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

Sintasan (%)= (jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian/jumlah ikan saattebar) x 100%

LPH (gr/hari)= (Wt-Wo)1/t, dimana Wt: bobot ikan pada akhir penelitian (gr);Wo: bobot ikan pada awal penelitian (gr); t (hari) dan

RKP = jumlah pakan yang diberikan/berat biomass ikan yang dihasilkan

3.4. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari Kegiatan Budidaya

(Internal Loading )

Untuk menduga jumlah limbah budidaya ikan kerapu (berupa feses maupu sisa

pakan) yang terbuang dari keramba ke lingkungan perairan di bagian luar jaring

dipasang jaring halus mesh size 20 mikron. Jaring halus tersebut dipasang di luar 

 jaring apung (tempat pemeliharaan ikan). Perangkap tersebut diikatkan pada sebuah

bingkai yang terbuat dari kayu ulin berbentuk segi empat yang berukuran 3,5 x 3,5

meter, dan bagian bawah perangkap dipasangi pemberat (Gambar 6). Pengumpulan

limbah sisa pakan dan feses dilakukan setiap bulan sekali sebanyak 6 kali samplingulangan (selama kegiatan budidaya). Untuk pengumpulan sisa pakan dilakukan 2 jam

setelah pemberian pakan, sedangkan untuk pengumpulan feses, jaring halus

dipasang selama 24 jam sebelum koleksi feses. Limbah yang terkumpul kemudian

dipisahkan antara feses dan sisa pakan. Baik feses maupun sisa pakan kemudian

ditimbang dan selanjutnya dianalisa kadar proximat yang terdiri dari yaitu lemak kasar 

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 12/19

 

 

(Ekstraksi Soxhlet ), karbohidrat (Spektrofotometer ), serat kasar (Fibretex ), kadar abu

(Muffle ), kadar air (pengeringan oven), serta N dan P (Semi Micro Kjeldahl dan Olsen ). 

Sebagai pembanding analisa proximat juga dilakukan terhadap ikan rucah (sebagai

pakan segar) dan ikan kerapu pada akhir pemeliharaan.

Gambar 6 Keramba jaring apung dengan alat perangkap feses dan sisa pakan 

Pendugaan total bahan organik dihitung berdasarkan metode yang

dikemukakan oleh Iwama (1991 didalam  Barg, 1992) dengan mengacu pada total

pakan yang tidak dikonsumsi dan jumlah feses, dengan persamaan sebagai berikut :

O = TU + TFW

O = total output partikel bahan organikTU = total pakan yang tidak dimakan, yang diperoleh dengan persamaan :

TU = TF x UWTF = total pakan yang diberikanUW = presentase pakan yang tidak dimakan (rasio total pakan yangdimakan

terhadap total pakan yang diberikan).TFW = total limbah feses, dihitung dengan persamaan :

TFW = F x TE

F = persentase feses (rasio total feses terhadap total pakan yangdimakan)

TE = total pakan yang dimakan, diperoleh dengan persamaan :

TE = TF – TUTF = total pakan yang diberikanTU = total pakan yang tidak dimakan

Rakit

Pelampung 

Bingkai Jaring

Perangkap (3,5x3,5) 

Jaring Keramba

(3x3x2,5) 

Perangkap feses &

sisa Pakan

(3,5x3,5x2,7)

Pemberat (2-3 kg) 

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 13/19

 

 

Pendugaan kuantifikasi limbah total N dan P (TN dan TP) didasarkan atas data

kandungan N dan P dalam pakan ikan rucah, dan dalam karkas ikan kerapu

(Baveridge, 1987, Barg, 1992). Pendugaan total N dan P mengacu pada metode

 Ackefors dan Enell (1990 didalam  Barg, 1992), dihitung dengan persamaan sebagai

berikut :

Persamaan untuk Loading N dan P adalah :Kg P = (A x Cdp) – (B x Cfp)Kg N = (A x Cdn) – (B x Cfn)Dimana :

 A = bobot basah pakan rucah yang digunakan (kg)B = bobot basah kerapu yang diproduksi (kg)Cd = kandungan phosphor (Cdp) dan nitrogen (Cdn) di pakan diekspresikan

sebagai % bobot basah)Cf = kandungan phosphor (Cfp) dan nitrogen (Cfn) dari karkas ikan, diekspresikan

sebagai % bobot basah.

3.5. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan(Antropogenik ) (Eksternal Loading )

Pendugaan beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berada di daratan

mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Land Ocean 

Interactionin the Coastal Zone  (LOICZ) Project (Malou San Diego-

McGlone,www.nest..su.se/MNODE/Methode/powerpoint/wasteload4/ppt.htm).

Pendugaan  kuantitatif limbah yang bersumber dari daratan  (upland ) berasal dariaktivitas (1) pemukiman, dan (2) peternakan, bertujuan untuk mengetahui besaran

potensi kontribusi beban limbah organik (nitrogen dan phosphor) ke perairan teluk

antara lain :

(1) Aktivitas Pemukiman. Besaran limbah organik (Total N dan P) yang berasal dari

pemukiman, dihitung dengan cara sensus yaitu menghitung secara langsung

 jumlah penduduk yang bermukim disekitar teluk. Untuk mendapatkan besar 

kontribusi limbah yang terdiri dari limbah padat (kg/hari) dan limbah cair 

(liter/hari), maka jumlah penduduk tersebut dikalikan dengan koefisien limbah dariberbagai acuan antara lain dari 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997), dan 3)

World Bank didalam Diego-McGlone (2006) (Tabel 3).

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 14/19

 

 

Tabel 3 Jenis aktifitas dan koefisien limbah pemukiman

No. Jenis Aktivitas Koefisien Limbah Sumber Acuan

1.

2.

3.

Aktivitas PemukimanLimbah padat

Sampah

Deterjen

1,86 kg N/org/th0,37 kg P/org/th

4 kg N/org/th1 kg P/org/th1 kg P/org/th

 Sogreah (1974)

Padilla et al (1997)

World Bank (1993)

Catatan : 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997); 3)World Bank (1993) di dalam  Diego- McGlone (2006).

(2) Aktivitas Peternakan. Besaran volume limbah (Total N dan P) tersebut dihitung

dengan menghitung secara langsung jumlah ternak yang berada atau dipelihara

disekitar teluk. Untuk mendapatkan besar kontribusi limbah yang terdiri dari

limbah padat (kg/hari), maka jumlah ternak tersebut dikalikan dengan koefisien

limbah dari berbagai acuan antara lain 1) WHO (1993); 2) Valiela et al  (1997)

didalam Diego-McGlone (2006) (Tabel 4).

Tabel 4 Jenis aktifitas dan koefisien limbah peternakan

No. Jenis Aktivitas Koefisien Limbah Sumber Acuan

1.

2.

3.

Komoditas PeternakanTernak Sapi

Ternak Kambing

Ternak Ayam

43,8 kg N/ekr/th11,3 kg P/ekr/th

4 kg N/ekor/th21,5 kP/ekor/th

0,3 kg N/ekor/th0,7 kg P/ekor/th

 WHO (1993)

WHO (1993)

Valiela et al (1997)

Catatan : 1) WHO (1993); 2) Valiela et al (1997) didalam Diego-McGlone (2006)

Beban limbah yang berasal dari pemukiman dan peternakan diperoleh dari data

perhitungan langsung dilapangan yang mengacu pada data sekunder statistik

Desa/Kecamatan.. Pendugaan total nitrogen (TN) dan total fosfat (TP) dari limbah

antropogenik dihitung dengan mengalikan antara tingkatn aktivitas dengan koefisien

limbah (N dan P) (Tabel 5) dengan persamaan sebagai berikut :

TN = tingkatan aktivitas x koefisien limbah

TP = tingkatan aktivitas x koefisien limbah

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 15/19

 

 

Tabel 5 Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar Teluk Tamiang 

Jenis Aktivitas Koefisien Limbah TingkatanAktivitas

Total N(kg/th)

Total P(kg/th)

Ket.

Pemukiman1. Limbah

padat

2. Sampah

3. Deterjen

1,86 kg N/org/th

0,37 kg P/org/th4 kg N/org/th1 kg P/org/th1 kg P/org/th

Jumlah

Penduduk(orang)

……..

……..

……..

 

……..

……..

……..

1

2333 

Jumlah - -

Peternakan1. Sapi

2. Kambing

3. Ayam

43,8 kg N/ekr/th11,3 kg P/ekr/th

4 kg N/ekor/th21,5 kP/ekor/th

0,3 kg N/ekor/th0,7 kg P/ekor/th

 Jumlah Ternak(ekor) yangdipelihara

……..……..

……..

 

……..……..

……..

444455 

Jumlah

Jumlah Total - -

Sumber Pustaka : 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al  (1997); 3)World Bank (1993); 4) WHO(1993); 5) Valiela et al (1997) didalam Diego-McGlone (2006)

3.6. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan Perairan Pesisir bagiPengembangan Budidaya Kerapu dalam Karamba Jaring Apung

Dalam melakukan pendugaan daya dukung lingkungan dilakukan dalam 2

bentuk pendekatan antara lain (1) pendekatan yang mengacu pada loading total

nitrogen (TN) dari sistem budidaya dan antropogenik yang terbuang ke lingkungan

perairan dan (2) pendekatan yang mengacu pada kapasitas ketersediaan oksigen

terlarut dalam badan air dan bahan organik.

Pendekatan (1) 

Mengacu kepada Loading Total Nitrogen (TN)

Limbah buangan dari aktifitas budidaya mengakibatkan terjadinya pengkayaan

nutrien (Hipernutrifikasi) di perairan teluk. Level hipernutrifikasi ditentukan oleh volume

badan air, laju pembilasan (flushing rate ) dan fluktuasi pasang surut (Gowen et al ,

(1989 didalam Barg, 1992), memberikan persamaan estimasi sebagai berikut :

Ec = N x F/V dimana : Ec = Konsentrasi limbah/level hipernutrifikasi (mg/l)N = output harian dari limbah nitrogen terlarut

(limbah internal dan eksternal)F = flushing time dari badan air (hari)V = volume badan air (L)

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 16/19

 

 

Flushing time (F) yaitu waktu (jumlah hari) yang diperlukan limbah berdiam (tinggal)

dalam badan air sehingga lingkungan perairan menjadi bersih. Penentuan Flushing 

time ditentukan dengan menggunakan formula :

F = 1 / D

Laju pengeceran (dilution ) D, dapat dihitung dengan metode pergantian pasang

yaitu :

D = (Vh – Vl) / T x Vh

Dimana : (Vh – VI) adalah volume pergantian pasangVh = volume air dalam badan air saat pasang tertinggi (m3)VI = volume air dalam badan air saat surut (m3)T = periode pasang dalam satuan hari

Perhitungan Volume Badan Air Teluk diukur pada saat pasang tertinggi (MHWS

(Mean High Water Spring ), dan pada saat surut terendah MLWS (Mean Low Water 

Spring ) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Vh = A.h1 dan Vl = A.h0

Dimana : A = luas perairan teluk (m2)h1 dan h0 = kedalaman perairan saat pasang tertinggi dan surut terendahVh = Volume air pada saat pasang tertinggiV1 = Volume air pada saat surut terendahVh – Vl = perubahan volume karena efek pasut.

Perhitungan selanjutnya adalah menghitung konsentrasi [Nlp] hasil pengkayaan nutrien

ini dihubungkan dengan nilai nitrogen (Ammonia (NH3N) baku mutu perairan untuk

budidaya (Kep-51/MENLH/2004) untuk mendapatkan nilai kapasitas optimal produksi

budidaya (Prodopt) dengan pengertian bahwa nilai konsentrasi [Nlp] berasal dari limbah

produksi ikan (per unit rakit KJA) dan antropogenik tidak melebihi baku mutu, maka

produksi optimal dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut :

(Prodopt) (ton) = [Nbm] dimana : [Nbm] = [N] baku mutu perairan untuk budidaya[Nlp] (0,3 – 1 ppm) selang konsentrasi

 Ammonia (NH3N) yang dipersyaratkan

[Nlp] = Konsentrasi [N] limbah produksi ikandan antropogenik hasil pengkayaan nutrien .

Produksi optimal (Prodopt) adalah jumlah produksi ikan yang dapat dihasilkan oleh unit

budidaya (unit rakit KJA) tanpa melampaui baku mutu perairan yang dipersyaratkan.

Nilai pendugaan produksi optimal adalah perbandingan antara konsentrasi [N] baku

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 17/19

 

 

mutu dengan konsentrasi [N] limbah produksi. Bila diketahui output limbah N hasil

produksi dalam 1unit KJA, maka akan dapat diketahui jumlah produksi ikan secara

optimal.

Pendekatan 2. 

Mengacu Kepada Ketersediaan Oksigen Terlarut dan Bahan Organik

Penentuan daya dukung lingkungan berdasarkan kapasitas ketersediaan

kandungan oksigen terlarut dari badan air dan bahan organik, dengan mengacu pada

formula yang dikemukakan oleh Willoughby (1968 didalam  Meade, 1989), dan Boyd

(1990). Pergantian air akibat pasang surut akan menyediakan atau memasok oksigen

terlarut sehingga konsumsi oksigen oleh organisme non budidaya tidak signifikan. Hal

ini berarti bahwa perairan pesisir dapat dibebani dengan sejumlah ikan yang

menggunakan oksigen terlarut, di mana O2 dipasok baik yang berasal dari aliran air 

pasang surut maupun difusi dari udara.

Tahap 1. Menentukan ketersediaan oksigen terlarut dalam badan air adalah

perbedaan antara konsentrasi O2 terlarut didalam inflow  (Oin) dan

konsentrasi O2 terlarut minimal yang dikehendaki dari sistem budidaya

(Oout) yaitu 4 ppm (Boyd, 1990). Jika volume air teluk (Qo m3) diketahui,

maka total oksigen yang tersedia dalam perairan (O2) selama 24 jam

(1.440 menit/hari) adalah :

= Qo m3 /min x 1.440 min/hari x (Oin – Oout)g O2 / m3 

= A g m3

/hari/1000

= B kg O2 

Dimana : Qo = volume ar teluk (m3 )Qin = kandungan oksigen terlarut didalam badan air (mg/l)Oout = kadar oksigen minimal yang dibutuhkan oleh ikan (mg/l)1.440= jumlah menit dalam satu hari

Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai bahan organik diketahui

berdasarkan Willoughby (1968 didalam Meade, 1989) bahwa setiap 1 kg

limbah organik memerlukan 0,2 kg O2 / limbah organik.

Tahap 2. Untuk pendugaan daya dukung yang diijinkan dengan mengacu bahwa

untuk setiap kilogram limbah bahan organik membutuhkan 0,2 kg O2

sehingga dapat diduga kemampuan perairan untuk menampung limbah

bahan organik maksimal yang diijinkan. Dengan demikian, beban limbah

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 18/19

 

 

bahan organik yang dapat ditampung tanpa melampaui daya dukung

dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

B kg O

 

2 = Ckg limbah bahan organik0,2 kg O2 /kg limbah organik 

Jika diketahui dalam 1 unit rakit KJA mengahasilkan limbah bahan organik

= D kg limbah bahan organik, maka kapasitas daya dukung lingkungan

perairan untuk budidaya kerapu adalah :

C kg limbah bahan organik = Unit rakit KJA

D kg limbah bahan organik/1 unit KJA

3.7. Pendekatan Analisis Prospektif dan Model Dinamik dalamPengelolaan Kualitas Lingkungan bagi Pengembangan Budidaya

KJA Ikan Kerapu di Laut

Dalam membangun sistem pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya

dukung (carrying capacity ) bagi pengembangan keramba jaring apung ikan kerapu di

Teluk Tamiang, dilakukan pengembangan model guna mempresentasikan peubah

komponen-komponen utama penyusun struktur pengelolaan kualitas lingkungan serta

interaksi diantaranya. Berdasarkan karakteristik perairan teluk yang kompleks dan

dinamis serta multidimensi, ditetapkan penggunaan model simbolik yang digunakan

sebagai alat bantu dalam pemodelan sistem ini adalah Stella versi 7.02. Blok

bangunan dasar (basic building block ) dalam bahasa Stella versi 7.02 yang digunakan

adalah meliputi stocks, flows, converter, connector, dan sink source. 

Permodelan dan simulasi pendugaan beban limbah N dan P dari sistem

budidaya kerapu dalam keramba jaring apung dibangun dan dikembangkan

berdasarkan pada data empiris sistem produksi budidaya yang ada, level aktivitas

antropogenik dan karakteristik biofisik lingkungan perairan, serta hasil uji laboratorium.

Pemodelan dan simulasi digunakan untuk pendekatan sistem dalam menentukan

beban limbah, daya dukung, dan optimalisasi alokasi sumberdaya perikanan budidaya.

Pemodelan sistem dibangun berdasarkan integrasi dari faktor-faktor dominan

yang diperoleh dari analisis prospektif. Dalam hal ini faktor-faktor dominan yang

diperoleh menjadi komponen utama sub-sub model dari model yang dibangun.

Demikian pula skenario yang disusun berdasarkan pendekatan Analisis Prospektif akan

disimulasikan secara kuantitatif berdasarkan model simbolik perangkat lunak Stella @ 

5/16/2018 Bab Iii_ 2009ano-4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-2009ano-4 19/19

 

 

7.02 . dengan demikian pemodelan sistem disini dilakukan dengan tahapan-tahapan

antara lain penyusunan skenario, pembangunan model dan simulasi skenario.

Penentuan faktor kunci dan tujuan strategis tersebut sepenuhnya harus

merupakan pendapat pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan ahli (expert )

mengenai pengelolaan lingkungan Teluk, khususnya Teluk Tamiang. Inventarisasi

kebutuhan pelaku dilakukan dengan menggunakan kuisioner. Analisis dilakukan

dengan menggunakan cara matriks. Hasil analisis matriks ini ditunjukkan dan

dipresentasikan dalam bentuk grafik dalam salib sumbu Kartesien (Bourgeois, 2002.,

Hartrisari, 2002).

Berdasarkan hasil grafik dalam salib sumbu akan terpilih yang dikelompokan

kedalam 4 kuadran, yaitu kuadran kiri atas sebagai kuadran I merupakan kelompok

faktor yang memberikan pengaruh besar pada kinerja sistem dengan ketergantungan

rendah terhadap keterkaitan faktor, sehingga akan digunakan sebagai input didalam

sistem. Kuadran kanan atas sebagai kuadran II merupakan kelompok faktor yang

memberikan pengaruh besar pada kinerja sistem namun ketergantungan juga besar 

terhadap keterkaitan faktor, sehingga digunakan sebagai penghubung (stake ) didalam

sistem. Keadaan sebaliknya ditunjukan oleh faktor pada kuadran kanan bawah

sebagai kuadran IV, yaitu kuadran yang memiliki pengaruh yang rendah pada kinerja

sistem dan memiliki ketergantungan besar terhadap keterkaitan faktor, sehingga

dikatakan sebagai output  dari sistem. Pada kuadran kiri bawah sebagai kuadran III

merupakan kelompok yang memberi pengaruh kecil terhadap kinerja sistem dan

mempunyai tingkat ketergantungan kecil terhadap keterkaitan faktor, sehingga

dikatakan sebagai variable authonomus unused.

Evaluasi model dilakukan untuk mengetahui kelayakan model yang telah

dibangun, sehingga model dapat dianggap layak untuk digunakan. Proses evaluasi

yang dilakukan melibatkan dua kategori (tahap) pengujian, yaitu pengujian struktur 

model dan pengujian perilaku model. Evaluasi struktur model merupakan pengujian

apakah model tidak bertentangan dengan mekanisme yang terjadi didalam sistem

nyata. Oleh karena itu evaluasi struktur berhubungan dengan informasi dan literatur 

mengenai mekanisme sistem nyata. Proses evaluasi struktur, meliputi uji kesesuaian

struktur dan konsistensi dimensi (Sushil, 1993). Evaluasi perilaku model merupakan

pengujian apakah model mampu membangkitkan perilaku yang mendekati sistem

nyata. Proses pengujian ini dilakukan dengan membandingkan data hasil pemodelan

dengan dunia nyata.