29
BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR I TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN A. Pengertian Penumpang Penumpang adalah seseorang yang hanya menumpang, baik itu pesawat, kereta api, bus, maupun jenis transportasi lainnya, tetapi tidak termasuk awak mengoperasikan dan melayani wahana tersebut. 31 Selain itu penumpang dapat diartikan sebagai orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut. Keistimewaan penumpang adalah sebagai subjek hukum pengangkutan karena dia merupakan salah satu pihak yang ikut berjanji. Serta sebagai objek hukum pengangkutan karena dia merupakan muatan yang diangkut. 32 Penumpang bisa dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu Penumpang yang naik suatu mobil tanpa membayar, apakah dikemudikan oleh pengemudi atau anggota keluarga dan Penumpang umum yaitu penumpang yang ikut dalam perjalanan dalam suatu wahana dengan membayar, wahana bisa berupa taxi, bus, kereta api, kapal ataupun pesawat terbang. 33 31 http://id.wikipedia.org diakses pada tanggal 10 November 2009 32 Aflah Lubis, Catatan Kuliah, Semester VI tanggal 1 Januari 2008 33 http ://id.wikipedia.org diakses pada tanggal 10 November 2009 Ciri-ciri penumpang antara lain adalah : Universitas Sumatera Utara

BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

BAB III

BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR I TAHUN 2009 TENTANG

PENERBANGAN

A. Pengertian Penumpang

Penumpang adalah seseorang yang hanya menumpang, baik itu pesawat,

kereta api, bus, maupun jenis transportasi lainnya, tetapi tidak termasuk awak

mengoperasikan dan melayani wahana tersebut.31

Selain itu penumpang dapat diartikan sebagai orang yang mengikatkan diri

untuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut. Keistimewaan

penumpang adalah sebagai subjek hukum pengangkutan karena dia merupakan

salah satu pihak yang ikut berjanji. Serta sebagai objek hukum pengangkutan

karena dia merupakan muatan yang diangkut.

32

Penumpang bisa dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu Penumpang

yang naik suatu mobil tanpa membayar, apakah dikemudikan oleh pengemudi

atau anggota keluarga dan Penumpang umum yaitu penumpang yang ikut dalam

perjalanan dalam suatu wahana dengan membayar, wahana bisa berupa taxi, bus,

kereta api, kapal ataupun pesawat terbang.

33

31 http://id.wikipedia.org diakses pada tanggal 10 November 2009 32 Aflah Lubis, Catatan Kuliah, Semester VI tanggal 1 Januari 2008 33 http ://id.wikipedia.org diakses pada tanggal 10 November 2009

Ciri-ciri penumpang antara lain adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

1.Cakap bertindak dalam hukum

2.Orang yang harus membayar biaya angkutan

3.Memegang dokumen pengangkutan (tiket atau karcis)

Penumpang harus memenuhi syarat perjanjian dalam Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata.

Hak penumpang adalah sebagai berikut :34

1. Mendapatkan pelayanan yang baik dalam membeli tiket atau karcis pesawat.

2. Mendapatkan pelayanan yang baik selama perjalanan dalam penerbangan.

3. Mendapatkan santunan dari pihak pengangkut apabila terjadi kecelakaan.

4. Menuntut ganti kerugian apabila pihak pengangkut merugikan penumpang.

Kewajiban penumpang adalah sebagai berikut :

1. Membeli tiket atau karcis pesawat

2. Mematuhi peraturan yang diperintahkan pihak pengangkut demi kelancaran

selama penerbangan atau perjalanan.

B. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang dalam Moda

Transportasi Udara

Pesawat terbang sebagai alat pengangkutan yang tercepat mempunyai

pengaruh yang tidak sedikit dalam dunia perdagangan oleh karena kecepatannya,

bermacam barang yang dahulu tidak dapat diangkut mengingat jarak yang jauh

dan oleh karena sifatnya dari barang yang diangkut mudah rusak ataupun busuk,

sekarang dapat diangkut dengan cepat dan aman sehingga dapat dipergunakan

34 Aflah Lubis, Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

ataupun dijual dengan harga yang lebih baik di tempat-tempat yang

membutuhkannya.

Oleh karena itu setelah pesawat udara sebagai salah satu alat angkutan

telah membuktikan kesanggupannya untuk melayani pengangkutan umum yang

aman dan cepat maka semakin banyak para pengguna jasa yang lebih

mengutamakan kecepatan dan keamanan mulai mempergunakan pesawat udara ini

sebagai sarana pengangkutan barang melalui udara.

Peraturan-peraturan hukum adalah sangat penting dalam setiap kegiatan

usaha termasuk pengangkutan. Adapun pengaturan mengenai peraturan dari

Pengangkutan Udara diatur dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia adalah

sebagai berikut : 35

1. Stb. 1939-100 Ordonansi Pengangkutan Udara memuat ketentuan tentang

pengangkutan udara

2. Luchtver keers verordening Stb. nomor 425/1936 tentang lalu lintas udara dan

rambu- rambu serta syarat yang harus digunkan pada perjanjian pengangkutan

udara.

3. Verordening toezicht lucht vaart Stb. 140-426/1936 tentang pengawasan

penerbangan dan personil penerbangan

4. Lucht verordening ordonantie Stb nomor.491/1939 tentang penyakit menular.

5. Lucht verordening ordonantie Stb nomor 100/1939 tentang dokmen angkutan

dan tanggung jawab pengangkut

35 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

6. Undang-Undang Nomor 83 tahun 1958 (LN 1956-159) tentang penerbangan

lebih banyak bersifat publik administrasi penerbangan

7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan

8. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 Tentang penerbangan.

Setiap penyelenggaraan pengangkutan udara adalah menggunakan suatu

alat pengangkut. Yang dimaksud sebagai angkutan udara dan disebut dengan

pesawat udara yang berfungsi sebagai sarana bagi penumpang dan atau barang

serta pos. Untuk dapat pindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menuju

2 tempat yang berbeda, bahkan dapat menuju lebih dari dua tempat yang berbeda

dalam suatu perjalanan atau lebih.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

menerangkan pengertian Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan

menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos

untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain

atau beberapa bandar udara.

Bagi pengangkutan udara yang dipergunakan sebagai alat pengangkutan

adalah pesawat udara sipil sebagai angkutan udara niaga. Menurut Pasal 1 butir 14

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan angkutan udara

niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut bayaran.

Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa pengangkutan udara

mempergunakan pesawat udara dengan memungut bayaran atau biaya.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

Setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan

pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul

akibat kesalahannya itu.36

Dalam arti yang sangat sempit perjanjian angkutan udara (suatu

“Luctvervoer overrenskomst”) adalah suatu perjanjian antara seorang pengangkut

udara dengan pihak penumpang atau pihak pengirim barang untuk mengangkut

penumpang atau barang dengan pesawat udara dengan imbalan bayaran atau suatu

prestasi lain.

Pesawat terbang sebagai alat pengangkutan yang

tercepat mempunyai pengaruh yang tidak sedikit dalam dunia perdagangan. Oleh

karena kecepatnnya bermacam barang yang dahulu tidak dapat diangkut

mengingat jarak yang jauh dan oleh karena sifatnya dari udara diangkut mudah

rusak, dan busuk, sekarang dapat diangkut dengan cepat dan aman sehingga dapat

dipergunakan ataupun dijual dengan harga yang lebih baik di tempat-tempat yang

dibutuhkannya.

Oleh karena itu, setelah pesawat udara sebagai salah satu alat pengangkut

telah membuktikan kesanggupannya untuk melayani pengangkutan umum yang

aman dan cepat maka semakin banyak para pengguna jasa yang lebih

mengutamakan kecepatan dan keamanan mulai mempergunakan pesawat udara ini

sebagai sarana pengangkutan barang melalui udara.

37

36 Agnes M. Toar, Tanggung Jawab Produk dan Sejarah Perkembangan di

Beberapa Negara, ( Jakarta : Bina Cipta, 1992), hal.7 37 E. Suherman, Perjanjian Agnkutan Udara Dan Beberapa Masalah lain

Dalam Bidang Hukum Udara Perdata, (Jakarta :Bina Cipta, 1977), hal. 193

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas suatu perjanjian angkutan

udara dapat merupakan sebagaian dari perjanjian pemberian jasa dengan pesawat

udara.38

1. Perjanjian pengangkutan tidak tertulis

Bentuk dari perjanjian pengangkutan udara dapat dibagi 2 bagian :

Jenis perjanjian ini dapat dijumpai pada perjanjian pengangkutan penerbangan

terartur/terjadwal.

2. Perjanjian pengangkutan tertulis

Jenis perjanjian ini dapat dijumpai pada perjanjian pengangkutan dengan

charter.

C. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Menurut Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Menurut Pasal 1 Angka 33 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

penerbangan, bandar udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan

batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan

lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat

perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas

penunjang lainnya.

Sesuai dengan Pasal 192 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan. Bandar Udara terdiri atas Bandar Udara Umum yang selanjutnya

38 Ibid, hal. 195

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

disebut dengan Bandar Udara serta Bandar Udara Khusus. Berdasarkan pasal 193

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan diatur juga mengenai

tatanan kebandar udaraan nasional yang diwujudkan dalam rangka

penyelenggaraan yang andal, terpadu, efisien serta mempunyai daya saing global

untuk menunjang pembangunan nasional daerah yang berwawasan nusantara.

Tatanan kebandarudaraan nasional merupakan sistem perencanaan

kebandarudaraan nasional yang menggambarkan interdependensi, interrelasi, dan

sinergi antar-unsur yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia,

geografis, potensi ekonomi, dan pertahanan keamanan dalam rangka mencapai

tujuan nasional. Tatanan kebandarudaraan nasional sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) memuat peran, fungsi, penggunaan, hierarki, dan klasifikasi bandar udara;

serta rencana induk nasional bandar udara

Berdasarkan pasal tersebut diatas untuk menjamin keselamatan

penerbangan di bandar udara harus dilengkapi dengan standar kelaikan udara,

seperti yang tercantum pada Pasal 34-40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

tentang Penerbangan. Dimana Setiap pesawat udara yang dioperasikan wajib

memenuhi standar kelaikudaraan yang diberi sertifikat kelaikudaraan setelah lulus

pemeriksaan dan pengujian kelaikudaraan.

Kawasan-kawasan di bandar udara dan sekitarnya ditetapkan oleh

pemerintah. Kawasan-kawasan tersebut antara lain kawasan Pendekatan dan

tinggal landas, kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, kawasan diatas

permukaan Horizontal dalam, kawasan kerucut dan permukaan transisi dan lain-

lain. Tanah-tanah dibawah kawasan tersebut pada prinsipnya diperbolehkan untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

dipergunakan tetapi harus memenuhi persyaratan tersebut berbeda-beda antara

bandar udara yang satu dengan bandar udara yang lainnya.

Bangunan atau suatu benda yang ada secara alami berada di kawasan

oeprasi keselamtan penerbangan dan ketinggiannya masih dalam batas ketinggian

yang diperkenankan tetapi diduga dapat membahayakan keselamatan operasi

penerbangan, harus diberi tanda atau dipasangi lampu. Pemberian tanda dan atau

lampu terhadap bangunan atau benda tersebut atas beban biaya pemiliknya.

Pemberian tanda maupun pemberian lampu tersebut diatas dasar pedoman yang

diberikan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

Pada prinsipnya apapun yang berada di dalam bandar udara merupakan

penghalang baik yang secara fisik dapat dilihat maupun tidak dapat dilihat dengan

mata telanjang. Benda-benda bersifat sementara seperti gundukan tanah,

tumpukan barang-barang bekas, bangunan, gedung yang menonjol diatas

permukaan yang ditetapkan serta perbaikan landasan merupakan penghalang.

Demikian pula penggunan frekuensi radio di bandar udara juga merupakan

penghalang.

Isntrument Landing System (ILS) sebagaimana disebutkan diatas

sebenarnya juga meruapkan penghalang karena dipasang diujung landasan, tetapi

hal itu diperbolehkan apabila telah memenuhi persyaratan. Bahan-bahan yang

dpergunakan untuk membuat ILS sedemikian rupa sehingga apabila ILS tersentuh

pesawat udara tidak akan membahayakan pesawat udara. Demikian pula gedung

terminal, DME, menara pengawas (tower) dan lampu-lampu ladnasan lainnya

semuanya merupakan penghalang.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

Menyadari kerawanan di bandar udara siapapun dilarang berada di bandar

udara tanpa memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang. Kerawanan tersebut

telah terbukti banyaknya tindak kejahatan yang dilakukan di bandar udara karena

bandar udara merupakan simpul antara moda darat maupun udara, sehingga

bandar udara juga merupakan tempat untuk melarikan diri keluar negeri dan

sebaliknya orang asing juga masuk melalui bandar udara yang ditetapkan oleh

pemerintah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

tentang Penerbangan.

Diatas dikatakan bahwa pada prinsipnya siapapun yang berada di bandar

udara harus memperoleh ijin baik tertulis maupun lisan dari pejabat yang

berwenang, mengingat kerawanan di dalam bandar udara. Oleh karena itu untuk

pemberian ijin tersebut setiap daerah di bandar udara dibedakan daerah untuk

umum (public area), dareah terbatas (resticed area) dan daerah larangan

(prohibited area). Daerah untuk umum terbuka untuk siapun juga, sedangkan

daerah terbatas hanya terbuka untuk para penumpang atau pengirim barang atau

petugas-petugas tertentu misalnya tempat lapor diri (check in counter) atau

daerah pergudangan untuk mengirim barang. Daerah larangan (prohibited area)

atau daerah pergudangan untuk mengirim barang. Daerah larangan (prohibited

area) hanya diijinkan para pegawai yang memang tugasnya di daerah tersebut.

Dengan demikian tidak setiap orang dapat bebas berada di dalam bandar udara.

Untuk menjamin keamanan penerbangan di bandar udara diadakan

pemeriksaan para penumpang maupun barang-barang yang dibawa oleh para

penumpang. Para penumpang maupun barang-barang yang dibawa oleh para

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

penumpang. Para penumpang wajib lapor diri (check in) dalam waktu satu jam

sebelum keberangkatan pesawat udara. Dalam hal-hal tertentu mereka diwajibkan

melapor dua jam sebelum keberangkatan pesawat udara untuk memberi

kesempatan melakukan pemeriksaan yang lebih teliti. Demikian juga setiap

perusahaan penerbangan yang melakukan kegiatan di bandar udara juga wajib

membantu pengamanan secara terpadu dengan penyelenggara bandar udara.

Untuk itu perusahaan penerbangan harus mempunyai buku pedoman keamanan

(aviation security manual) sebagai petunjuk langkah-langkah untuk mengambil

tindakan yang diperlukan. Didalam Aviation Security Manual tersebut diatur

antara lain organisasi pengamanan yang diperlukan, langkah-langkah untuk

melindungi penumpang pada saat lapor diri (check in) pada saat pemeriksaan

badan penumpang, pemeriksaan x-ray, penggunaan metal detector, di ruang

tunggu, jalur penumpang menuju ke pesawat udara (boarding), pemeriksaan staf

perusahaan penerbangan atau siapun yang dianggap perlu diperiksa. Didalam

Aviation Security Manual tersebut juga diatur tindakan-tindakan yang perlu

diambil dalam hal terjadi keadan darurat, terdapat bom di dalam pesawat udara,

ada ancaman pembajak dan lain-lain.

Disamping mewajibkan perusahaan penerbangan membantu pengamanan

secara terpadu dengan penyelenggara bandar udara. Penyelenggara bandar udara

juga wajib melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk pencegahan

maupun pemberantasan tindak kejahatan di bandar udara.

Para petugas keamanan bandar udara berwenang mengadakan pemeriksaan

badan terhadap calon penumpang, bagasi tercatat maupun bagasi cabin secara

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

fisik maupun dengan mempergunakan alat bantu. Pemeriksaan lebih mendalam

dilakukan terhadap calon penumpang atau bagasi tercatat atau bagasi cabin yang

dicurigai. Setelah pemeriksaan selesai dan lulus dari pemeriksaan maka diberi

tanda berupa lebel. Barang yang tidak diberi lebel tanda lulus pemeriksaan harus

ditolak oleh perusahaan penerbangan. Demikian pula lebel yang rusak juga harus

ditolak untuk diberangkatkan.

Semua penumpang baik penumpang transfer, transit maupun penumpang

yang terpaksa mendarat karena sesuatu hal disebabkan kerusakan teknis maupun

oeprasional tetap harus melalui pemeriksaan. Pemeriksaan penumpang transfer

dilakukan sebelum memasuki ruang tunggu sedangkan penumpang transit

dilakukan pemeriksaan terhadap penumpang yang keluar dan masuk kembali ek

ruang tunggu.l perusahaan penerbangan harus menempatkan petugas diruang

tunggu untuk memeriksa pas naik (boarding pass) penumpang yang akan naik

pesawat udara sesuai dengan tujuan perjalanan masing-masing.

Pemeriksaan oleh petugas tidak hanya dilakukan terhadap penumpang

pesawat udara tetapi juga berlaku terhadap awak pesawat udara. Semua awak

pesawat udara harus melalui pemeriksaan seperti halnya penumpang biasa, tetapi

untuk keperluan menyiapkan keberangkatan pesawat udara, para awak pesawat

udara memperoleh prioritas pemeriksaan.

Di dalam keputusan Menteri Perhubungan tersebut jgua didadakan

penerbitan senjata api atau senjata tajam lainnya. Setiap calon penumpang yang

terpaksa harus membawa senjata api atau senjata tajam atau bennda-benda lain

yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau memaksakan kehendak harus

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

menyerahkan kepada petugas perusahan penerbangan. Petugas perusahaan

penerbangan akan menerima senjata api atau senjata tajam tersebut disertai

dengan tanda terima senjata api atau senjata tajam atau benda-benda lain yang

dapat dipergunakan untuk mengancam atau memaksakan kehendak tersebut

disimpan pada ruang kargo dalam pesawat udara yang akan diserahkan kembali

kepada pemiliknya disertai tanda bukti penerimaan. Penyerahan tersebut

berlangsung pada sisi darat bandar udara tujuan.

Apabila petugas keamanan bandar udara menemukan senjata api atau

senjata tajam atau benda-benda lain yang terdapat dipergunakan untuk

mengancam atau memaksakan kehendak yang tidak diserahkan kepada petugas

perusahaan penerbangan maka petugas keamanan bandar udara tersebut wajib

melaporkan dan mengantarkan kepada petugas perusahaan penerbangan.

Penertiban bagasi dilakukan juga oleh petugas perusahaan perbangan

wajib mencatat memberi tanda bukti bagasi tercatat jumlah koli yang dibawa oleh

calon penumpang pada saat lapor diri (check in). calon penumpang yang batal

berangkat atau pada saat berangkat tidak melanjutkan penerbangannya atau tidak

melanjutkan perjalanan tanpa pemberitahuan, bagasi miliknya tidak boleh

diangkut kecuali bagasi tersebut telah diperiksa kembali dan disertai tanda bukti

jati diri calon penumpang yang membatalkan diri keberangkatannya.

Bagasi yang dibawa oleh calon penumpang pesawat udara tidak boleh lebih dari 2

koli. Ukuran dan berat bagasi kabin ditentukan sendiri oleh perusahaan

penerbangan disesuaikan dengan kebutuhan penumpang selama penerbangan

berlangsung serta kemampuan pesawat udara. Perusahan penerbangan wajib

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

melakukan pengawasan terhadap bagasi kabin yang dibawa. Bagasi kabin yang

melampaui ukuran, berat yang telah ditetapkan harus dipindahkan menjadi bagasi

tercatat.

Menurut Surat Keputusan Menteri Perhubungan tidak semua calon

penumpang yang sanggup membayar harga tiket pesawat udara harus diangkut.

Calon penumpang yang mabuk, buron atau berdasarkan informasi pejabat yang

berwenang sedang dicurigai dapat ditolak keberangkatannya oleh perusahaan

penerbangan. Demikian pula calon penumpang dibawah umur yang tidak disertai

pengantar, wanita hamil tua tanpa disertai surat keterangan dari dokter, orang sakit

yang tidak dapat berjalan sendiri tetapi tidak disertai keterangan dari dokter dan

tidak disertai pengantar, jenazah yang tidak disertai surat keterangan dari isntansi

kesehatan, orang gila yang tidak dikawal, tahanan tanpa dikawal pejabat yang

berwenang semuanya dapat ditolak oleh perusahaan penerbangan untuk

keberangkatan mereka.

Daerah lapor diri (check in) merupakan daerah terbatas yang harus

diadakan pengawasan terus-menerus. Para petugas keamanan bandar udara wajib

mengawasi daerah tersebut. Setiap jalur yang menghubungkan antara daerah lapor

diri (check in) dengan sisi udara atau ruang tunggu harus dijaga dan dilengkapi

dengan pintu dan pintu tersebut selalu dikunci pada saat tidak dipergunakan.

Setiap pintu yang dipergunakan untuk lalu lintas petugas perusahaan

penerbangan wajib dijaga juga oleh petugas keamanan bandar udara. Pengawasan

daerah tersebut tidak hanya dilakukan oleh petugas keamanan bandar udara, tetapi

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

juga dilakukan oleh petugas perusahaan penerbangan atau petugas lain yang

terkait yang dikoordinir oleh petugas keamanan bandar udara.

Demikian pula pintu ruang tunggu menuju ke sisi udara dan ke pesawat

udara harus selalu dalam keadaan terkunci rapat, kecuali pintu pesawat tersebut

sedang dipergunakan oleh penumpang pesawat udara menuju ke pesawat udara,

pintu tersebut harus dijaga petugas keamanan bandar udara. Semua orang yang

melewati pintu menuju ke pesawat udara juga harus melaui pemeriksaan. Apabila

karena sesuatu hal calon akan meninggalkan ruang tunggu dapat diijinkan tetapi

pada saat mau kembali ke ruang tunggu tetapi harus melalui pemeriksaan oleh

petugas keamanan bandar udara. Semua barang yang dibawa oleh calon

penumpang di dalam ruang tunggu harus tetap dijaga.

Pengawasan untuk menjamin keamanan penerbangan dan petugas

keamanan bandar udara saja, tetapi juga dibebankan kepada pemilik kantor

konsesioner di bandar udara. Para pemilik kantor konsesioner wajib melaksanakan

pengawasan terhadap segala jenis barang atau bungkusan yang tertinggal di

tempat kerja mereka. Apabila mereka menemukan barang tersebut tanpa

mengetahui pemiliknya, mereka wajib melaporkan kepada petugas keamanan

bandar udara tanpa menyentuh atau memindahkan barang atau bungkusan

tersebut.

Disamping pengawasan tempat lapor diri (check in), ruang tunggu, jalur

menuju ke pesawat udara juga tidak terlepas dari pengawasan petugas keamanan

bandar udara dan petugas perusahaan penerbangan, petugas perusahaan

penerbangan wajib mengawasi setiap petugas jasa boga (catering), petugas

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

pelayanan kebersihan (cleaning service), para teknisi yang keluar masuk pesawat

udara serta mengawasi peralatan yang dimjasukkan ke dalam pesawat udara,

sedangkan terhadap pengusaha jasa boga juga diwajibkan dan bertanggung jawab

terhadap proses pengolahan, pengemasan dan penyegelan kemasan makanan serta

pengangkutan sampai penempatan makanan di dalam pesawat udara.

Bagi penumpang yang akan berangkat menuju ke pesawat udara harus

melalui jalur-jalur yang telah ditentukan. Selama perjalanan menuju ke pesawat

udara penumpang selalu dikawal oleh petugas perusahaan penerbangan.

Pengawasan oleh petugas perusahaan penerbangan tersebut berlaku juga terhadap

penumpang yang datang, transit maupun transfer termasuk bagasi kabin mereka

dari pesawat udara sampai di ruang tunggu atau ruang kedatangan, sedangkan

pengawasan ruang khusus VIP dan jalur dari ke pesawat udara dilasanakan oleh

instansi yang berwenang untuk itu. Petugas perusahaan penerbangan harus

memastikan jumlah penumpang dan bagasi kabin yang masuk ke dalam pesawat

udara sesuai dengan jumlah penumpang yang tercantum di dalam manifest.

Menurut data yang dapat diketemukan, tingkat kecelakaaan pesawat udara

berada di bandar udara dan sekitarnya terutama pada saat tinggal landas dan atau

pada saat mendarat. Menurut data tingkat kecelakaan pada saat tinggal landas

mencapai 13-19% dari total kecelakaan pesawat udara sedangkan pada saat

mendarat sejak approach mencapai 81-87% dari total kecelakaan pesawat udara.

Memang pada saat terbang jelajah (cruising level) dapat juga terjadi kecelakaan

pesawat udara, tetapi jumlahnya kecil sekali sehingga persentasenya dapat

diabaikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

Berdasarkan data tersebut diatas, bandar udara maupun sekitarnya harus

bebas dari segala bentuk penghalang untuk menjamin keselamatan penerbangan,

karena itu siapapun juga dilarang berada di luar bandar udara, mendirikan

bangunan, memiliki bangunan atau melakukan kegiatan-kegiatan lain dalam

maupun sekitar bandar udara yang membahayakan keselamatan penerbangan.

Untuk itu telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 1986, didalam PP

tersebut diatas telah diatur penyediaan tanah dan ruang udara untuk menjamin

keselamatan operasi penerbangan serta penempatan fasilitas navigasi

penerbangan, penetapan batas-batas keselamatan penerbangan, pengolahan tanah

di dalam bandar udara dan pembagian beberapa kawasan yang membatasi

penggunaan lahan di bawahnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

BAB IV

TATA CARA PEMBERIAN GANTI RUGI OLEH PT.GARUDA INDONESIA (PERSERO) TERHADAP RESIKO YANG MENGAKIBATKAN KERUGIAN BAGI PENUMPANG

A. Batasan-batasan Tanggung Jawab PT.Garuda Indonesia (Persero)

Terhadap Penumpang

Perusahaan pengangkutan udara wajib mengutamakan pengangkutan calon

penumpang atau barang yang pemiliknya telah melaksanakan kewajiban sesuai

dengan perjanjian pengangkutan udara yang disepakati. Dengan demikian

kewajiban utama pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang serta

menerbitkan dokumen pengangkutan sebagai imbalan haknya memperoleh

pembayaran biaya pengangkutan. Ketentuan ini dimaksudkan agar calon

penumpang atau pemilik barang yang telah lebih dahulu melaksanakan

kewajibannya sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati,

mendapatkan prioritas utama untuk diangkut.39

Dalam hal terjadi keterlambatan atau penundaan dalam pengangkutan

karena kesalahan pengangkut, perusahaan pengangkutan udara wajib memberikan

pelayanan yang layak kepada penumpang atau memberikan ganti kerugian yang

secara nyata dialami oleh penumpang ataupun pemilik barang. Pelayanan yang

layak dalam ketentuan ini adalah pelayanan dalam batas kelayakan sesuai dengan

kemampuan pengangkut kepada penumpang selama menunggu keberangkatan,

antara lain berupa penyediaan tempat dan konsumsi secara layak atau

39 Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., Hal.188

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

mengupayakan mengalihkan pengangkutan ke perusahaan pengangkutan udara

lainnya sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang telah disepakati.

Demi tercapainya keselamatan dan keamanan pengangkutan melalui udara

maka diwajibkan dilakukan pendaftaran kebangsaan bagi setiap pesawat udara

seperti yang tercantum dalam pasal 24 sampai 33 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dimana Setiap pesawat udara yang

dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran.

Pesawat udara sipil yang dapat didaftarkan di Indonesia harus memenuhi

ketentuan sebagai berikut:

1. tidak terdaftar di negara lain; dan

2. dimiliki oleh warga negara Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum

Indonesia;

3. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioperasikan

oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu

pemakaiannya minimal 2 (dua) tahun secara terus-menerus berdasarkan suatu

perjanjian;

4. dimiliki oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah, dan pesawat udara

tersebut tidak dipergunakan untuk misi penegakan hukum; atau

5. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang pesawat

udaranya dikuasai oleh badan hukum Indonesia berdasarkan suatu perjanjian

yang tunduk pada hukum yang disepakati para pihak untuk kegiatan

penyimpanan, penyewaan, dan/atau perdagangan pesawat udara.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

Pesawat terbang, helikopter, balon udara berpenumpang, dan kapal udara

(airship) yang telah mempunyai sertifikat pendaftaran Indonesia diberikan tanda

kebangsaan Indonesia. Pesawat terbang, helikopter, balon udara berpenumpang,

dan kapal udara yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan tanda

kebangsaan Indonesia wajib dilengkapi dengan bendera Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Sementara itu yang menjadi tanggung jawab terhadap barang-barang yang

dibawa penumpang adalah pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang

dialami oleh penumpang sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal

141 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dimana

Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia,

cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam

pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.

Selain itu dalam kegiatan pengangkutan melalui udara tidak menuntut

kemungkinan akan terjadinya kecelakaan pesawat yang mengakibatkan

penumpang maupun pengangkut meninggal dunia atau dinyatakan hilang, yang

diatur dalam Pasal 178 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan. Penumpang yang berada dalam pesawat udara yang hilang,

dianggap telah meninggal dunia, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan

setelah tanggal pesawat udara seharusnya mendarat di tempat tujuan akhir tidak

diperoleh kabar mengenai hal ihwal penumpang tersebut, tanpa diperlukan

putusan pengadilan.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

Semua tuntutan kerugian harus dapat dibutikan dengan sebenarnya syarat

pengangkutan itu tidak dapat diubah ataupun dibatalkan oleh agen atau pegawai

pengangkutan baik untuk sebagian atau seluruhnya.

Sementara itu pengangkut juga bertanggung jawab terhadap penyandang

cacat, lanjut usia, anak-anak dan/atau orang sakit yang terdapat dalam Pasal 134

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yaitu Penyandang

cacat, orang lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau

orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus

dari badan usaha angkutan udara niaga.

Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus paling sedikit meliputi:

1. pemberian prioritas tambahan tempat duduk;

2. penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara;

3. penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara;

4. sarana bantu bagi orang sakit;

5. penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara;

6. tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat,

lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit; dan

7. tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan

bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh

penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit.

8. Pemberian perlakuan dan fasilitas khusus tidak dipungut biaya tambahan.

Dari ketentuan hal diatas maka pengangkut wajib mengansuransikan

tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

Pasal 141, 143, 144, 145, 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan. Besarnya pertanggungan asuransi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 179 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan sekurang-

kurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian yang ditentukan dalam Pasal

165, 168 dan 170 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Maka dalam hal itu mengenai gugatan yang diajukan oleh pihak penumpang

karena terjadinya kerugian diatur juga didalam Pasal 176 dan 177 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yaitu Hak untuk menggugat

kerugian yang diderita penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan

kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal

seharusnya kargo dan bagasi tersebut tiba di tempat tujuan.

B. Santunan Korban Kecelakaan Pesawat PT. Garuda Indonesia

(Persero) Terhadap Penumpang

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 diatur tentang tanggung

jawab perusahaan penerbangan sebagai pengangkut apabila terjadi kecelakaan

pesawat udara baik tanggung jawab terhadap penumpang, pengirim barang dan

atau pos maupun terhadap pihak ketiga yang menderita kerugian akibat dampak

negatif penggunaan pesawat udara. Diharapkan dapat menjamin atau setidak-

tidaknya dapat sebagai dasar hukum mengurangi kesenjangan antara

perkembangan angkutan udara di satu pihak dengan jumlah santunan korban

kecelakaan pesawat udara di pihak lain.

Menurut Pasal 240 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan Badan usaha bandar udara bertanggung jawab terhadap kerugian

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga yang

diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara.meliputi kematian atau luka fisik

orang; musnah, hilang, atau rusak peralatan yang dioperasikan; dan/atau dampak

lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara, sistem

tanggung jawab yang berlaku adalah presumption of liability, based on fault dan

absolute liability sebagaimana diuraikan di bawah ini.

Menurut sistem tanggung jawab praduga bersalah (presumption of

liability) perusahaan penerbangan sebagai pengangkut otomatis harus membayar

santunan apabila terjadi kematian, luka penumpang yang diangkut dan santunan

terhadap pengirim apabila barang musnah, hilang atau rusak. Menurut sistem

tanggung jawab presumption of liability penumpang atau pengirim barang tidak

mempunyai kewajiban untuk membuktikan kesalahan pengangkut karena pria

facie pengangkut bertanggung jawab terhadap penumpang atau pengirim barang

tidak mempunyai kewajiban untuk membuktikan adanya kerugian yang terjadi

pada saat kecelakaan pesawat udara, sehingga beban pembuktian adalah

pengangkut.

Pembalikan beban pembuktian demikian wajar sebab apabila penumpang

atau pengirim barang yang harus membuktikan kesalahan pengangkut, hampir

tidak mungkin dilakukan karena pada umumnya penumpang atau pengirim barang

tidak mempunyai kemampuan untuk membuktikan, apalagi dalam hal kecelakaan

pesawat udara biasanya semua hancur dan penumpangnya meninggal, sehingga

sulit untuk mencari bukti atau saksi.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

Sebagai konsekuensi sistem presumption of liability pengangkut berhak

menikmati maksimum santunan yang ahrus dibayarkan keapda penumpang atau

pengirim barang betapun kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim

barang, kewajiban membayar santnan tetap dibatasi maksimumnya, tetapi

pengangkut tidak berhak menikmati maksimum jumlah santunan tersebut apabila

penumpang dapat membuktikan kecelakaan pesawat udara ada unsur kesengajaan

dari pengangkut atau pegawainya.

Tanggung jawab berdasarkan presumption ol liability memberi hak kepada

pengangkut untuk membebaskan diri dari tanggung jawab dalam arti apaibla

pengangkut membuktikan bahwa kematian, luka penumpang, musnah, hilang atau

rusaknya barang disebabkan oleh kelalaian penumpang atau pengirim barang

maka pengangkut tidak bertanggung jawab dalam arti tidak perlu membayar

santunan.

Sistem tanggung jawab presumption of liabiltiy memang menguntungkan

kepada kedua belah pihak. Keuntungan penumpang atau pengirim barang, mereka

tidak perlu membuktikan kesalahan pengangkut, pengangkut ototmatis

bertanggung jawab dan mambayar santunan, sebab sebagaimana disebutkan diatas

apabila penumpang harus membuktikan kesalahan pengangkut, hampir tidak

mungkin dapat dilakukan, sebaliknya keuntungan bagi pengangkut adalah

tanggung jawab pengangkut hanya terbatas maksimum yang ditentukan oleh

undang-undang, pengangkut tidak perlu membayar lebih tinggi dari jumlah yang

telah ditetapkan walaupun kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim

barang sangat banyak.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, sistem tanggung jawab

presuption of liability hanya diperlakukan pada penumpang dalam hal kematian,

luka akibat kecelakaan pesawat udara sebagaimana diatur dalam Pasal 240 dan

barang dinyatakan pengangkut (dalam hal ini perusahaan pnerbangan)

bertanggung jawab atas kematian atau lukanya penumpang yang diangkut,

musnah, hilang atau rusaknya barang yang dikirim. Berdasarkan presumption of

liability tersebut pengangkut otomatis harus membayar santunan kepada ahli waris

penumpang yang meninggal dunia, merawat yang luka dan mengganti barang

yang musnah, hilang dan rsuak kecuali pengangkut membuktikan kematian, luka,

barang musnah, hilang atau rusak tersebut disebabkan oleah kesalahan atau

pengirim barang.

Selain itu hal yang berkaitan dengan santunan juga diatur dalam Pasal 165

sampai 172 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dimana

ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab atas kerugian serta tata cara dan

prosedur pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri

Menurut Pasal 43 PP Nomor 40 Tahun 1995 Santunan untuk penumpang

yang meninggal dunia karena kecelakaan pesawat udara ditetapkan sebesar

Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Santunan untuk penumpang yang

menderita luka karena kecelakaan pesawat udara atau sesuatu peristiwa di dalam

pesawat udara atau selama waktu antara embarkasi dan debarkasi berlangsung,

ditetapkan sampai dengan setinggi-tingginya Rp40.000.000,00 (empat puluh juta

rupiah). Santunan ganti rugi bagi penumpang yang menderita cacat tetap karena

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

kecelakaan pesawat udara ditetapkan berdasarkan tingkat cacat tetap yang dialami

sampai dengan setinggi-tingginya Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pihak-pihak yang berhak menerima ganti kerugian sesuai dengan Pasal

173 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah dalam hal

seorang penumpang meninggal dunia, yang berhak menerima ganti kerugian

adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Dalam hal tidak ada ahli waris yang berhak menerima ganti

kerugian, badan usaha angkutan udara niaga menyerahkan ganti kerugian kepada

negara setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

C. Tata Cara Pemberian Ganti Kerugian Yang diberikan PT Garuda

Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang

PT. Garuda Indonesia (Persero) Dalam hal memberikan ganti kerugian

tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Menurut Pasal 173 seorang penumpang yang meninggal dunia yang berhak

menerima ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal tidak ada ahli waris yang

berhak menerima ganti kerugian sebagaimana dimaksud, badan usaha angkutan

udara niaga menyerahkan ganti kerugian kepada negara setelah dikurangi biaya

pengurusan jenazah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Masalah tata cara klaim bagasi diatur pada pasal 174 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009 dimana Klaim atas kerusakan bagasi tercatat harus diajukan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang. Klaim atas keterlambatan atau

tidak diterimanya bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat

seharusnya diambil oleh penumpang. Bagasi tercatat dinyatakan hilang setelah 14

(empat belas) hari kalender terhitung sejak tiba di tempat tujuan. Klaim atas

kehilangan bagasi tercatat diajukan setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari

kalender terlampaui.

Dalam Pasal 175 diatur mengenai klaim atas kerusakan yang harus

diajukan pada saat kargo diambil oleh penerima kargo. Klaim atas keterlambatan

atau tidak diterimanya kargo harus diajukan pada saat kargo seharusnya diambil

oleh penerima kargo. Kargo dinyatakan hilang setelah 14 (empat belas) hari

kalender terhitung sejak tiba di tempat tujuan. Klaim atas kehilangan kargo

diajukan setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender terlampaui.

Penumpang, pemilik bagasi kabin, pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo,

dan/atau ahli waris penumpang, yang menderita kerugian dapat mengajukan

gugatan terhadap pengangkut di pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan

menggunakan hukum Indonesia. Hak untuk menggugat kerugian yang diderita

penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan kedaluwarsa dalam

jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan bagasi

tersebut tiba di tempat tujuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian-uraian di atas dapatlah ditarik beberpa kesimpulan yakni

sebagai berikut :

1. Tanggung jawab pengangkutan udara diatur dalam Pasal 140, 141 dan 240

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa Badan usaha

bandar udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh

pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga yang diakibatkan oleh

pengoperasian bandar udara terhadap kerugian yang meliputi kematian atau

luka fisik orang; musnah, hilang, atau rusak peralatan yang dioperasikan;

dan/atau dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian

bandar udara.

2. Bentuk perlindungan yang dilakukan oleh pihak pengangkut jika terjadi hal

yang dapat merugikan bagi pengguna jasa angkutan atas barang-barangnya

yakni setiap terjadi kecelakaan pesawat udara para awak pesawat udara,

penumpang atau pihak ketiga yang menderita kerugian akibat kecelakaan

pesawat udara dijamin oleh Undang-undang memperoleh ganti rugi yang biasa

disebut santunan namun demikian santunan tersebut secara yuridis

sepenuhnya memuaskan semua semua pihak sehingga ditinjau dari segi

tanggung jawab pengangkutan terjadi kesenjangan antara perkembangan

angkutan udara dengan pengaturan jumlah santunan yang seharusnya diterima

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

oleh para korban kecelakaan pesawat udara khsusunya penumpang dan/atau

pengirim barang.

3. PT. Garuda Indonesia (Persero) Dalam hal memberikan ganti kerugian tunduk

pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Menurut

Pasal 173 seorang penumpang yang meninggal dunia yang berhak menerima

ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Dalam hal tidak ada ahli waris yang berhak

menerima ganti kerugian sebagaimana dimaksud, badan usaha angkutan udara

niaga menyerahkan ganti kerugian kepada negara setelah dikurangi biaya

pengurusan jenazah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Masalah tata cara klaim bagasi diatur pada pasal 174 Undang-Undang Nomor

1 Tahun 2009 dimana Klaim atas kerusakan bagasi tercatat harus diajukan

pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang. Klaim atas keterlambatan

atau tidak diterimanya bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat

seharusnya diambil oleh penumpang. Bagasi tercatat dinyatakan hilang setelah

14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak tiba di tempat tujuan. Klaim

atas kehilangan bagasi tercatat diajukan setelah jangka waktu 14 (empat belas)

hari kalender terlampaui. Menurut Pasal 43 PP Nomor 40 Tahun 1995

Santunan untuk penumpang yang meninggal dunia karena kecelakaan pesawat

udara ditetapkan sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah).

Santunan untuk penumpang yang menderita luka karena kecelakaan pesawat

udara atau sesuatu peristiwa di dalam pesawat udara atau selama waktu antara

embarkasi dan debarkasi berlangsung, ditetapkan sampai dengan setinggi-

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36853/6/Chapter... · 2013-04-17 · BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG MENURUT

tingginya Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Santunan ganti rugi

bagi penumpang yang menderita cacat tetap karena kecelakaan pesawat udara

ditetapkan berdasarkan tingkat cacat tetap yang dialami sampai dengan

setinggi-tingginya Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

B. Saran

Sejalan dengan kesimpulan yang telah kemukakan diatas maka dalam

bagian akhir dari srkipsi ini penulis merasa perlu untuk menyarankan beberapa hal

sebagai berikut :

1. Kepada pihak pengangkut hendaknya memberikan santunan kepada ahli waris

penumpang harus sesuai dengan kedudukan, kekayaan dan keadaan

penumpang.

2. Harus ada kepastian hukum yang jelas atas tanggung jawab dalam hal terjadi

kelambatan terhadap barang-barang penumpang serta cara perhitugnan

santunan yang diberikan kepada ahli waris penumpang.

Universitas Sumatera Utara