Upload
josua-christanto
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
1/94
39
BAB III
DASAR-DASAR LOGIKA
Bagus Takwin
1. Apakah Logika Itu?
Secara umum, logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang
menempatkannya sebagai cabang matematika. Kedua bidang kajian ini menempatkan logika
sebagai dasar berpikir dalam memperoleh, mencermati dan menguji pengetahuan. Logika
dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan cara berpikir yang benar
untuk memperoleh pengetahuan yang benar.
Jika ditempatkan sebagai cabang filsafat, logika dapat diartikan sebagai cabang dari
filsafat yang mengkaji prinsip, hukum dan metode berpikir yang benar, tepat dan lurus. Jika
ditempatkan sebagai matematika maka logika merupakan cabang matematika yang mengkaji
seluk-beluk perumusan pernyataan atau persamaan yang benar, khususnya pernyataan yang
menggunakan bahasa formal. Bahasa formal adalah bahasa buatan yang dibedakan dari
bahasa alamiah. Bahasa formal di sini merujuk kepada rangkaian simbol matematis seperti
yang biasa kita jumpai dalam literatur matematika. Sedangkan bahasa alamiah, atau bahasa
non-formal, adalah bahasa yang umumnya kita gunakan sehari-hari dalam berkomunikasi.
Dari sejarah filsafat kita mengenal Aristoteles sebagai filsuf yang pertama kali
membeberkan hal-ihwal logika secara komprehensif. Sebelumnya ada beberapa filsuf Yunani
Kuno yang sudah mengemukakan prinsip-prinsip berpikir dan pemerolehan pengetahuan
seperti Parmenides, Zeno, dan Pythagoras. Tetapi penjelasan khusus dan menyeluruh tentang
bagaimana pikiran manusia bekerja dan dapat memperoleh pengetahuan yang benar baru
ditulis secara sistematis oleh Aristoteles.
Penggunaan istilah logika untuk menyebut cabang filsafat yang mengkaji prinsip,
aturan, dan metode berpikir yang benar bukan berasal dari Aristoteles melainkan dari
Alexander Aphrodisias sekitar permulaan abad ke-3 M. Sebelumnya istilah logika dipakai
oleh Cicero (abad ke-1 M) yang menggunakan kata logika dalam arti „seni berdebat‟.
Aristoteles sendiri menggunakan istilah analitika untuk merujuk kepada penyelidikan
terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang sudahdipastikan kebenarannya, serta dialektika untuk penyelidikan terhadap argumentasi-
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
2/94
40
argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang belum pasti kebenarannya
(Bertens, 1999).
Dalam matematika, logika dikaji dalam kaitannya dengan upaya menyusun bahasa
matematika yang formal, baku, dan jernih maknanya, serta dalam kajian tentang penyimpulan
dan pembuatan pernyataan yang benar. Tradisi penggunaan dan pengkajian logika dalam
matematika sudah sangat lama dilakukan sehingga matematika tak dapat dipisahkan dari
logika, dan keduanya saling melengkapi. Bertrand Russell dan Alfred North Whitehead
bahkan menyatakan bahwa matematika adalah logika murni. Istilah logika klasik (classical
logic, classical elementary logic, atau classical first-order logic) merujuk kepada kajian
tentang logika dalam matematika. Kata klasik di situ mengindikasikan betapa sudah
menyatunya logika dan matematika, yang sudah dianggap sebagai dua sisi dari satu keping
mata uang.
Terlepas dari latar belakang kajian dan penemuannya serta klasifikasinya dalam
penggolongan ilmu, logika merupakan alat yang dibutuhkan dalam kajian berbagai ilmu
pengetahuan dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Logika, di samping etika, dapat dipahami
sebagai asas pengaturan alam dan isinya yang dikembangkan manusia. Alam yang pada
awalnya tampil di hadapan manusia sebagai sesuatu yang tak termaknai dan sebagai
ketidakteraturan mendorong manusia untuk memaknainya dan untuk memberikan arti kepada
unsur-unsurnya dan penjelasan kepada dinamikanya. Alam, yang awalnya tak terpahami dan
terkesan tak teratur, pelan-pelan namun pasti mulai terpahamkan. Pemaknaan dan pengaturan
itu dari waktu ke waktu berkembang semakin sistematis dan komprehensif. Logika berperan
di sana, mulai dari penamaan benda-benda berdasarkan prinsip identitas (X = X) hingga
penemuan beragam hubungan antara unsur alam melalui penalaran analogis, deduktif, dan
induktif. Logika memungkinkan manusia memahami seluk-beluk dan dinamika alam berserta
isinya, menerangkan, meramal, dan menata alam. Berbagai persoalan manusia terselesaikan
dengan bantuan logika. Meskipun belum semua persoalan selesai sementara berbagai
persoalan baru sudah muncul — termasuk persoalan yang disebabkan oleh penggunaan (dan
penyalahgunaan) logika — tak dapat dimungkiri bahwa logika sudah membantu manusia
meningkatkan kualitas hidupnya dan mengembangkan peradabannya seperti yang kita
saksikan sekarang. Sebagai asas pengaturan, logika menjelaskan bahwa alam yang awalnya
tampak sebagai kekacau-balauan (chaos) sebenarnya merupakan jagat raya (cosmos) yang
teratur.
Kembali lagi ke logika sebagai cabang filsafat. Secara filosofis, logika adalah kajian
tentang berpikir atau penalaran yang benar. Penalaran merupakan aktivitas mental yang
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
3/94
41
bertujuan memperoleh pengetahuan; dengan kata lain, penalaran merupakan aktivitas
epistemik. Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan.
Dalam logika dikaji bagaimana berlangsungnya proses penarikan kesimpulan yang mencakup
unsur-unsur dari proses, langkah-langkah, serta hukum, prinsip dan aturan-aturannya.
Untuk dapat menjelaskan karakteristik penaralan yang benar serta mengapa dan
bagaimana itu dapat dihasilkan, logika menggunakan pemahaman tentang standar kebenaran
yang diperoleh dari epistemologi yang merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat
pengetahuan. Di samping itu, sebagai bagian dari epistemologi dalam arti luas, logika juga
memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang dikaji oleh epistemologi, yang mencakup segi-
segi sumber pengetahuan, batas pengetahuan, struktur pengetahuan, dan keabsahan
pengetahuan. Sebuah sistem logika didasari oleh asumsi tentang sumber pengetahuan, apakah
pengetahuan itu dianggap bersumber dari pikiran, pengalaman atau dari hal-hal lain. Dalam
sistem logika yang komprehensif juga ditentukan batas-batas kemampuan manusia untuk
mengetahui, jenis pengetahuan yang dapat diperoleh, dan syarat-syarat dari pengetahuan
sehingga dapat dipahami manusia. Struktur pengetahuan yang berkaitan dengan bagaimana
pengetahuan terkumpul, tersusun, dan tertata sedemikian rupa dalam diri manusia juga
mendasari sebuah sistem logika. Lalu, untuk menentukan benar atau tidaknya sebuah
penalaran sebuah sistem logika perlu didasari oleh syarat-syarat dari keabsahan pengetahuan.
Dapat dikatakan bahwa logika merupakan dasar filosofis dari matematika. Ini
disebabkan oleh asas epistemologis matematika yang berakar pada filsafat. Belakangan,
mereka yang membahas matematika kebanyakan adalah filsuf, seperti Bertrand Russell,
Alfred North Whitehead dan Gottlob Frege. Di sisi lain, matematika juga banyak memberi
masukan kepada logika, bahkan dianggap sebagai logika murni oleh Russell dan Whitehead
dalam buku mereka yang berjudul Principia Mathematica (1925). Dalam pengertiannya
sebagai kajian tentang penalaran yang benar, logika memunculkan pertanyaan-pertanyaan
yang relevan dengan aspek matematis dari logika. Dua di antaranya ialah bagaimana
pembuatan kesimpulan dari prinsip-prinsip umum yang sudah ada dan validitasnya
berhubungan dengan penalaran yang benar? Dan bagaimana matematika sebagai proses
pembuatan kesimpulan khusus berdasarkan hukum-hukum umum dapat dipahami dari segi
logis; dan, sebaliknya, bagaimana logika dipahami dari sudut pandang matematika?
Sebagai kajian tentang penalaran, logika juga berhubungan erat dengan bahasa
alamiah yang sehari-hari dipakai oleh manusia. Untuk berkomunikasi, orang bernalar dengan
menggunakan bahasa alamiah. Ini juga berkaitan dengan matematika. Hal ini menimbulkan
sejumlah pertanyaan: bagaimana matematika dapat diterapkan di dalam kenyataan non-
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
4/94
42
matematik? Bagaimana matematika dapat menjelaskan realitas sehari-hari? Bagaimana
matematika dapat digunakan untuk melakukan penalaran yang benar? Apa dasar
epistemologis dari matematika sehingga dapat digunakan untuk membuat penalaran yang
benar?
Buku ini tidak akan menjelaskan bagaimana logika dan matematika saling
berhubungan, dan juga tidak menjelaskan secara khusus dan rinci hubungan antara bahasa
dan penalaran sehari-hari dengan logika. Uraian tadi hanya sekadar menunjukkan secara
singkat bahwa logika berkaitan erat dengan matematika sehingga beberapa simbol
matematika digunakan di dalam logika. Logika juga berkaitan dengan pemahaman manusia
dalam kesehariannya karena sama-sama menggunakan bahasa sebagai medianya.
Di atas sudah dibahas secara umum tentang dua pengertian logika, yakni sebagai
cabang filsafat dan sebagai cabang matematika. Sebelum pembahasan lebih khusus tentang
logika, di sini dikemukakan dua pengertian lain dari logika, yakni logika sebagai kajian
tentang kebenaran khusus atau fakta dan logika sebagai kajian ciri-ciri atau bentuk umum
dari putusan (bahasa Inggris: judgment ). Sebagai kajian tentang kebenaran khusus, logika
merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menjelaskan kebenaran atau fakta tertentu,
sama halnya dengan ilmu pengetahuan lain yang bertujuan menjelaskan kebenaran lainnya.
Kebenaran logis dapat dipahami sebagai kebenaran paling umum, satu kebenaran yang
dikandung oleh semua kumpulan kebenaran lain yang hendak dijelaskan oleh ilmu
pengetahuan. Dalam pengertian ini logika berbeda dari biologi karena logika lebih umum;
tetapi, di pihak lain, sama dengan biologi, yaitu sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan
mencapai kebenaran tertentu. Pengertian logika ini sering kali diasosiasikan dengan Gottlob
Frege (1848-1925), ahli matematika dan filsuf dari Jerman. Konsepsi logika ini secara dekat
diasosiasikan dengan satu pernyataan yang diperoleh dengan menggunakan logika secara
fundamental tentang kesimpulan-kesimpulan tertentu dan tentang semua konsekuensi logis
dari tiap kesimpulan itu. Pengertian logika di sini dapat dipulangkan kepada asal katanya,
logos, dari Herakleitos yang berarti „aturan‟, „prinsip‟, atau „kata-kata yang menjelaskan
realitas‟.
Kebenaran logis dalam pengertian ini merupakan satu kebenaran yang diungkapkan
dengan representasi yang secara logis tidak mengikuti asumsi apa pun. Kebenaran logis ini
dapat dipahami juga sebagai asumsi dasar atau postulat atau prinsip pertama yang mencukupi
dirinya sendiri ( self-sufficient reason). Dalam pengertian lain, kebenaran logis adalah satu
pernyataan yang kebenarannya dijamin sejauh makna dari konstanta logisnya tetap, terlepas
dari apa makna bagian lain yang menyertainya.
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
5/94
43
Dalam arti kajian ciri-ciri atau bentuk umum dari putusan atau bentuk pikiran dari
putusan, logika dapat dipahami sebagai kajian yang mempelajari unsur-unsur putusan dan
susunannya dengan tujuan untuk memperoleh pola atau bentuk umum dari proses pembuatan
putusan. Satu contoh bentuk kegiatan dari logika ini adalah penyelidikan tentang struktur
hubungan antara subjek dan predikat dari berbagai putusan yang ada; penelitian tentang jenis
putusan, dan bagaimana pikiran manusia menggunakan bentuk-bentuk pernyataan tertentu
untuk membuat kesimpulan. Fokus kajian dari logika ini adalah pikiran, representasi
linguistik, meskipun pikiran dan bahasa saling terkait erat. (Putusan terdapat dalam pikiran
dan diungkapkan dengan tanda-tanda konvensional yang dapat diinderai.) Kajian ini
berurusan dengan berbagai bentuk putusan, bukan bentuk kalimat seperti yang dipelajari oleh
linguistik meskipun dalam praktiknya keduanya mirip karena sama-sama menggunakan
bahasa sebagai alat ekspresi utamanya. Berbeda dengan bentuk dari bahasa sebagai
representasi linguistik yang konstan terlepas dari apa pun isinya, bentuk pikiran diperoleh
melalui abstraksi dari isi pikiran.
2. Kategori
Manusia berpikir dengan menggunakan kategori. Contohnya, kita mengenal kursi
sebagai perabot, kucing sebagai makhluk hidup, mobil sebagai kendaraan, dan rumah sebagai
tempat tinggal. Perabot, makhluk hidup, kendaraan, dan tempat tinggal adalah contoh
kategori yang digunakan untuk mengenali dan mengelompokkan benda-benda. Sejak anak
dapat mengenali dunia, kategori digunakan untuk mengenali obyek-obyek di dunia.
Pada awalnya kategori yang digunakan sangat sederhana dan umum seperti lebih
besar dan lebih kecil, atau lebih jauh dan lebih dekat, atau lebih keras atau lebih lembut.
Kemudian kategori yang lebih kompleks dikemba ngkan, seperti makhluk hidup
yang bernafas dengan paru-paru, tempat tinggal yang layak huni dan nyaman, dan
sebagainya.
Selain itu, ada hierarki kategori, baik berdasarkan sifat umum atau khusus, maupun
sifat kompleks atau simpleks. Makhluk hidup, contohnya, merupakan kategori yang lebih
umum dari hewan yang didefinisikan sebagai makhluk hidup yang berindera. Contoh lain, zat
merupakan kategori yang lebih umum dari zat cair dan zat padat. Dilihat dari
kompleksitasnya, hotel lebih adalah kategori yang lebih kompleks daripada rumah karena
pada hotel ada karakteristik yang lebih banyak daripada pada rumah, seperti memiliki
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
6/94
44
fasilitas ruang tidur yang dapat disewakan, ruang makan bersama, lobi, tempat parkir,
pegawai hotel, tarif menginap, dan lain-lain.
Para filsuf membantu kita untuk mengenali benda-benda secara lebih sistematis dan
koheren dengan mengajukan kategori-kategori dasar dari semua yang ada dan mungkin ada di
dunia. Aristoteles adalah filsuf pertama yang menggunakan istilah kategori dalam filsafat dan
mengajukan jenis-jenis kategori yang menurutnya dapat diterapkan pada semua benda yang
ada di dunia. Untuk memahami secara lengkap apa yang dimaksud dengan kategori oleh
Aristoteles kita perlu membaca dua kutipan berikut ini.
“We should distinguish the kinds of predication (ta genê tôn katêgoriôn) in which the four
predications mentioned are found. These are ten in number: what-it-is, quantity, quality,
relative, where, when, being-in-a-position, having, doing, undergoing. An accident, a
genus, a peculiar property and a definition will always be in one of these categories.”
(Topics I.9, 103b20-25 dalam Owen (ed.), 1968; Smith, 2000)
“Of things said without any combination, each signifies either substance or quantity or
quality or a relative or where or when or being-in-a-position or having or doing or
undergoing. To give a rough idea, examples of substance are man, horse; of quantity:
four-foot, five-foot; of quality: white, literate; of a relative: double, half, larger; of where:
in the Lyceum, in the market-place; of when: yesterday, last year; of being-in-a-position:
is-lying, is-sitting; of having: has-shoes-on, has-armor-on; of doing: cutting, burning; of
undergoing: being-cut, being-burned.” (Categories 4, 1b25-2a4, tr. Ackrill, 1961)
Dari dua kutipan tersebut, diketahui bahwa Aristoteles membagi segala sesuatu dalam
sepuluh kategori mencakup (1) substansi‟ (2) kualitas, (3) kuantitas atau ukuran, (4) relasi(relatio), (5) aksi (actio), (6) reaksi atau terkena aksi (pasif, menderita, pasio), (7) waktu
(kapan), (8) lokasi (dimana), (9) posisi (dalam arti posisi fisik atau posture, silus) dan (10)
memiliki atau mengenakan (habitus).
Bagi Aristoteles, ke-10 kategori yang diajukannya bukan hanya berkaitan dengan
logika tetapi lebih jauh lagi berkaitan dengan segala hal yang ada dan mungkin ada di dunia
ini. Penentuan kesepuluh kategori itu berangkat dari penggolongan dari seluruh „ada‟ (being ).
Ia membagi „ada‟ menjadi „ada bagi diri sendiri‟ dan „ada bagi yang lain‟. Dari dua jenis ada
ini lalu diturunkan lagi hingga diperoleh sepuluh kategori tempat setiap hal dapat dimasukkan
ke dalam salah satu kategori itu (lihat gambar 3. Skema kategori menurut Aristoteles dalam
Bittle, 1950: 55). Dari sini dapat dipahami bahwa dasar dari kategori adalah pengetahuan
tentang ada yang menjadi pembahasan utama dalam metafisika dan ontologi. Dengan
penentuan sepuluh kategori, Aristoteles telah mengklaim bahwa ia memahami segala hal
sebagai „ada‟ (being ).
Filsuf setelah Aristoteles yang mengemukakan pemikiran mengenai kategori adalah
Immanuel Kant. Kant (dalam Takwin, 2005) memandang manusia sebagai agen aktif dengan
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
7/94
45
pikiran sebagai pusat aktivitasnya. Menurut Kant pikiran manusia sudah memiliki
pengetahuan bawaan dalam bentuk kategori-kategori.
Pengetahuan bawaan yang secara tegas tak dapat ditolak keberadaannya adalah
kerangka pemahaman ruang dan waktu. Menurut Kant, setiap pemahaman tentang sesuatu
selalu dalam kerangka ruang dan waktu. Pengetahuan apa pun selalu terkait dengan kualitas-
kualitas serta kuantitas-kuantitas ruang dan waktu. Sejauh berkaitan dengan pengalaman,
manusia selalu berpikir dalam kerangka ruang dan waktu. Setiap benda yang diperoleh dari
pencerapan indrawi selalu dipahami dalam kerangka ruang dan waktu. Benda-benda sendiri
pada dirinya tidak mengandung kualitas dan kuantitas ruang dan waktu. Manusialah yang
menempatkan mereka dalam kerangka ruang dan waktu. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pemahaman tentang ruang dan waktu tidak diperoleh dari pengalaman. Pengetahuan
tentang ruang dan waktu sudah ada pada diri manusia, dibawanya sejak lahir. Pemahaman
tentang ruang dan waktu sudah ada dalam pikiran manusia sebagai pengetahuan bawaan.
Selain ruang dan waktu, menurut Kant, manusia juga memiliki pengetahuan bawaan
berupa kategori-kategori. Dari analisis dan abstraksinya terhadap berbagai macam putusan
dan bentuk-bentuk intelektualnya, Kant menemukan bahwa fungsi berpikir manusia yang
tetuang dalam putusan-putusan dapat dikategorikan dalam empat kelompok besar, kuantitas
(quantity), kualitas (quality), relasi (relation) dan modalitas (modality). Masing kelompok
terdiri dari tiga momenta yang biasa disebut sebagai kategori. Kuantitas mencakup kategori
universal, partikular dan singular. Kualitas mencakup kategori afirmatif, negatif dan infinit.
Relasi mencakup kategori kategorikal, hipotetikal dan disjunktif. Modalitas mencakup
kategori problematik ( problematical ), asertorik (assertorical ) dan apodeiktik (apodeictical ).
Dari segi kuantitasnya, setiap pernyataan atau putusan selalu dapat digolongkan
sebagai universal atau partikular. Kuantitas universal atau partikular dari sebuah pernyataan
ditentukan oleh ekstension (keluasan) dari term (istilah) subjek pernyataan. Jika ekstension
term subjek mencakup keseluruhan individu yang diwakili oleh term itu maka pernyataan
yang menyertakan term subjek ini adalah universal. Jika ekstension term subjek hanya
mencakup sebagian individu yang diwakili oleh term itu maka pernyataan yang menyertakan
term subjek ini adalah partikular. Contoh: „Semua manusia adalah makhluk hidup.‟
Pernyataan ini adalah pernyataan universal karena term manusia yang dalam pernyataan ini
merupakan subjek memiliki ekstension yang mencakup semua individu yang tergolong
sebagai manusia. Contoh lain: „Beberapa filsuf adalah rasionalis.‟ Pernyataan in adalah
pernyataan partikular karena term filsuf yang dalam pernyataan ini merupakan subjek
memiliki ekstension yang hanya mencakup sebagain filsuf. Jika term subjek memiliki
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
8/94
46
ekstension yang hanya mencakup satu saja maka term ini adalah term ini masuk dalam
kategori singular. Dalam logika umum ( general logic) ketika term singular digunakan dalam
pernyataan maka pernyataan itu adalah pernyataan universal. Namun bagi Kant pernyataan
dengan term subjek singular perlu dibedakan dari pernyataan universal dan pernyataan
partikular. Contoh: pernyataan „Tuhan mendasari hukum moral.‟ Term „Tuhan‟ dalam
pernyataan ini adalah term singular karena merujuk hanya pada satu hal saja, Tuhan. Dengan
memahami bahwa term „Tuhan‟ sebagai term singular, bahwa hukum moral yang dimaksud
dalam pernyataan tersebut adalah hukum moral tertentu dan bukan hukum moral yang lain.
Dari segi kualitasnya, setiap pernyataan dapat dibedakan apakah itu afirmatif, negatif
atau infinit. Sebuah pernyataan memiliki kualitas afirmatif jika itu mengafirmasi atau
mengiyakan suatu hal. Contoh: „Hari ini hujan.‟ Sebuah pernyataan memiliki kualitas negatif
jika itu menegasi atau menidakkan/membukankan suatu hal. Contoh: „Hari ini tidak hujan.‟
Sebuah pernyataan memiliki kualitas infinit jika pernyataan itu mengungkapkan sesuatu yang
tak terbatas. Contoh: „Jiwa manusia abadi.‟ Dari segi waktu, keberadaan jiwa manusia tak
terbatas. Perlu dipahami di sini bahwa dalam logika umum pernyataan infinit ini digolongkan
sebagai pernyataan afirmatif karena secara logis itu mengafirmasi sesuatu, misalnya
mengafirmasi bahwa jiwa adalah abadi. Pernyataan „jiwa manusia abadi‟ secara logis
memiliki pengertian yang definit karena dapat dibedakan dengan pernyataan-pernyataan lain
yang mengungkap hal-hal yang terbatas seperti „Daya ingat manusia terbatas.‟ Namun Kant
membedakan pernyataan-pernyataan infinit dari pernyataan afirmatif untuk memahami
pernyataan-pernyataan a priori sintetik. Sesuatu yang infinit, tak terbatas ruang dan waktu,
perlu diandaikan ada untuk kepentingan praktis menjaga keteraturan dunia.
Dari segi relasi, pernyataan-pernyataan yang ada dapat digolongkan sebagai
kategorikal, hipotetikal atau disjunktif. Sebuah pernyataan termasuk dalam kategori
kategorikal jika pernyataan itu dapat langsung dinilai benar salahnya tanpa tergantung pada
kondisi dan situasi tertentu, juga tidak tergantung pada tempat dan waktu. Contoh: „Makhluk
hidup bernafas.‟ Sejauh sesuatu itu adalah makhluk hidup, maka di mana pun dan kapan pun,
dalam keadaan bangun atau tidur, ia pasti bernafas, tidak mungkin tidak. Sebuah pernyataan
termasuk kategori hipotetikal jika benar atau salahnya tergantung pada kondisi atau situasi
tertentu. Contoh: „Jika hari ini turun hujan maka jalan basah.‟ Basah tidaknya jalan
ditentukan oleh hujan-tidaknya hari ini. Penyataaan disjunktif ditentukan berdasarkan
hubungan oposisi logis yang saling meng-ekslusi atau saling meniadakan antara satu dan
lainnya. Contoh: „Dunia terjadi kalau tidak karena kebetulan semata atau karena ada yang
menciptakan.‟ Pernyataan ini mengandung dua kemungkinan yang satu sama lain saling
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
9/94
47
meniadakan yaitu „kebetulan belaka‟ dan „ada yang menciptakan.‟ Tidak mungkin keduanya
sekaligus benar, salah satu pasti salah. Jika yang satu benar maka yang lain salah. Pernyataan
disjunktif mengandung seluruh hubungan yang ada dalam ruang-lingkup pikiran karena
setiap kemungkinan yang ada dalam ruang-lingkup pikiran dapat dinyatakan dengan
pernyataan disjunktif lepas dari apakah kemungkinan-kemungkinan itu secara logis
berhubungan satu sama lain atau tidak. Semua hal yang tak dapat diungkapkan baik secara
kategorikal maupun hipotetikal dapat diungkapkan secara disjunktif.
Dari segi modalitas, setiap pernyataan dapat digolongkan sebagai pernyataan
problematik, asertorik atau apodeiktik. Sebuah pernyataan adalah problematik jika apa yang
diungkap dengan pernyataan itu masih berupa kemungkinan. Contoh: „Manusia dapat hidup
di bulan.‟ Apa yang dikemukakan pernyataan ini masih berupa kemungkinan. Sejauh ini
manusia belum dpaat hidup di bulan tetapi hal itu mungkin karena sudah ada manusia yang
mendarat di bulan. Sebuah pernyataan adalah asertorik jika apa yang diungkap dengan
pernyataan itu nyata dan sudah terjadi. Contoh: „Manusia mampu membuat pesawat ulang-
alik.‟ Sebuah pernyataan adalah apodeiktik jika apa yang diungkap dengan pernyataan itu
merupakan sesuatu yang pasti terjadi, dengan kata lain apa yang diungkapkan oleh
pernyataan itu merupakan keharusan atau keniscayaan. Contoh: „Manusia harus makan agar
dapat bertahan hidup.‟
Dalam pandangan Kant, kategori-kategori yang sudah diuraikan di atas merupakan
ide bawaan. Kategori-kategori itu terkandung dalam pikiran manusia dan menjadi kerangka
bagi rasionalitas manusia.
Filsuf berikutnya yang mengemukakan mengenai kategori adalah Georg Wilhelm
Friedrich Hegel. Hegel (Takwin, 2005) mengartikan kategori sebagai ide-ide yang
menjelaskan realitas. Ia menggunakan skema triadik sebagai prinsip bagi penentuan kategori
dan menemukan sekitar 272 kategori. Berbeda dari Aristoteles dan Kant, Hegel menyatakan
bahwa jenis-jenis kategori dan jumlahnya yang tepat tidak dapat ditentukan sebelum sistem
realitas dijelaskan secara lengkap. Ia lalu mengubah arti kategori menjadi sekedar pernyataan,
konsep atau prinsip dasar dalam sistem filsafat.
Di awal abad ke-20, kita temukan Charles Sanders Pierce (10 September 1839-19
April 1914) memahami kategori sebagai istilah-istilah paling umum yang dapat digunakan
untuk membagi-bagi atau menggolong-golongkan pengalaman. Kategori-kategori, dalam
pandangan Pierce (Takwin, 2005), mencerminkan tiga predikat atau hubungan. Tiga kategori
utama menurutnya adalah (1) firstness; (2) secondness; dan (3) thirdness. Masing-masing
kategori ini berperan dalam pola pemaknaan monadic, dyadic dan polyadic. Whitehead
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
10/94
48
menggunakan pernyataan tradisional tentang kategori dan mengelaborasi satu set kategori
yang berisi 37 kategori yang menjadi dasar bagi penjelasan semua pengalaman.
Pendapat tentang kategori yang mengkritik penggolongan kategori dari filsuf-filsuf
sebelumnya dikemukakan oleh Gilbert Ryle. Ryle (1949) berpendapat bahwa kategori
berjumlah tak terhingga dan tak teratur. Totalitas dari kategori tidak terletak pada prinsip
yang menentukan hirarki dari jenis-jenis hal yang tak terbatas. Totalitas kategori tidak dapat
ditentukan polanya. Jumlah kategori yang tak terhingga dan sifatnya yang tak beraturan
menjadikan mereka tak terangkum dalam satu prinsip. Dengan ketidakteraturannya itu, maka
secara tegas kesalahan kategori terutama bukan terletak pada ketidaktepatan menempatkan
suatu hal dalam kategori tertentu tetapi lebih pada memaksakan sesuatu dalam kategori
tertentu. Kesalahan kategorikal bagi Ryle dimulai dari penentuan sejumlah kategori yang
diklaim sebagai fundamental, dasar dan mutlak. Dari sini kesalahan-kesalahan pemahaman
selanjutnya terjadi. Bagi Ryle, siapa pun dapat menentukan kategori apa pun tetapi tak ada
yang berhak mengklaim satu sistem kategori sebagai benar dan mutlak sementara sistem yang
lain salah. Saat ini kata „kategori‟ digunakan kebanyakan filsuf untuk merujuk pada jenis -
jenis fundamental tanpa menentukan apa saja jenis-jenis itu. Padahal kategori-kategori yang
ada, menurut Ryle, tidak terbatas pada apa yang dirumuskan oleh filsuf-filsuf itu dan tidak
terbatas pula jumlahnya.
Pada dasarnya, pemikiran mengenai kategori dari berbagai filsuf memberi pelajaran
kepada kita bahwa dalam mengenali dan memahami benda-benda, kita perlu cermat dan hati-
hati. Kita tidak dapat sembarangan mengartikan satu hal dan tidak dapat mencampuradukan
kategori yang satu dengan kategori yang lain. Meski, seperti yang dinyatakan oleh Ryle, jenis
kategori tak terbatas, kita perlu tetap menggunakan aturan dan disiplin dalam menggunakan
kategori. Kita dapat menggunakan kategori yang kita anggap sesuai dengan kebutuhan kita
dalam mencari pengetahuan, tetapi kita harus konsisten dan koheren dalam menggunakannya.
3. Term, Definisi dan Divisi1
3.1 Term
Setiap hal yang diinderai dan dipersepsi dibentuk oleh pikiran menjadi ide. Hasil dari
pembentukan ini adalah konsep. Setiap konsep ditandakan dalam bentuk term. Rangkaian
term yang bermakna adalah pernyataan. Term dan pernyataan merupakan bagian dari bahasa.
1 Sebagian dari pasal yang menjelaskan term, definisi dan divisi disadur dari C.N. Bittle, The Science of Correct
Thinking: Logic (Milwaukee, 1950).
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
11/94
49
Bahasa adalah sarana bagi manusia untuk menyampaikan kepada orang lain dan menerima
ide dari orang lain.
Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai ( sensible)
sesuai dengan pakat (conventional ). Tanda itu dapat bersifat formal dan instrumental. Tanda
formal digunakan berdasarkan kesamaan antara tanda dan yang ditandai seperti gambar,
potret, film, dan huruf hieroglif. Tanda instrumental digolongkan atas dua, yakni tanda
alamiah dan tanda konvensional. Tanda alamiah digunakan berdasarkan kaitan alamiah antara
tanda dan yang ditandai, misalnya asap menandai api, rasa sakit menandai gangguan pada
tubuh, dan tangis menandai kesedihan. Tanda konvensional digunakan berdasarkan
kesepakatan sejumlah orang tertentu pada waktu tertentu, misalnya sandi Morse, tanda lalu-
lintas, dan bahasa.
Secara umum term adalah tanda yang didasarkan pada kelaziman, bukan tanda alamiah.
Hal ini terlihat dari adanya berbagai bahasa di dunia. Jika semua term bersifat alamiah maka
akan terdapat hanya satu bahasa di dunia. Tetapi kita melihat bahwa untuk hal yang sama,
bahasa-bahasa menggunakan term-termnya sendiri. Sebagai contoh, untuk term „kursi‟
bahasa Indonesia memakai kursi, bahasa Inggris chair, dan bahasa Belanda stuhl.
Suatu term sering kali mempunyai bermacam-macam arti. Jika dikelompokkan,
setidaknya ada tiga jenis makna term dan penggabungannya dalam kalimat, yakni makna
denotatif, makna kesan ( sense), dan makna emotif. Makna denotatif merujuk kepada satu arti
yang tertera dalam kamus; sering disebut makna sesungguhnya, namun penentuan „makna
sesungguhnya‟ ini dilakukan berdasarkan kesepakatan. Makna kesan ( sense) ialah makna
term berdasarkan penggabungannya dengan kata lain; dalam hal ini term dapat memiliki
makna lain, misalnya penggunaan term hati pada kalimat “Saya sakit hati” berbeda dengan
“Semur hati itu enak sekali”. Makna emotif ialah makna term yang didasarkan pada perasaan
atau emosi, sikap--baik secara tersurat maupun secara tersirat. Term keras hati secara
denotatif memiliki makna yang sama dengan keras kepala, namun keras hati sering kali
diartikan sebagai „teguh‟ atau „tahan godaan‟, sedangkan keras kepala sering diartikan
sebagai „tidak mau mengalah‟ atau „tidak mau mendengarkan orang lain‟.
3.2 Defi nisi
Untuk menyamakan pengertian dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap term
diperlukan definisi. Di samping itu, definisi juga diperlukan untuk dapat memahami sebuah
kalimat secara jelas dan sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan. Definisi adalah
pernyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Definisi menjawab pertanyaan, “Apakah
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
12/94
50
itu?” Untuk dapat mendefinisikan suatu term kita harus tahu persis tentang hal yang
didefinisikan.
Kendala yang sering muncul dalam pembuatan definisi adalah keterbatasan
pengetahuan dan keterbatasan term. Keterbatasan pengetahuan sering menghasilkan definisi
yang terlalu luas. Keterbatasan term memungkinkan penggunaan term yang sama untuk
mewakili hal yang berbeda. Kedua kendala ini menyebabkan sulit dicapai definisi yang
100% menjelaskan hal yang hendak didefinisikan.
3.2.1 Penggolongan definisi
Menurut kesesuaiannya dengan hal atau kenyataan yang diwakilinya ada dua jenis
definisi, yakni definisi nominal (definisi sinonim) dan definisi real (definisi analitik). Definisi
nominal ialah definisi yang menerangkan makna kata seperti yang dimuat dalam kamus,
misalnya introspeksi berarti „menilai diri sendiri‟, inspeksi „memeriksa‟, dan kursi „tempat
duduk‟. Definisi real adalah definisi yang menerangkan arti hal itu sendiri. Pembuatannya
menuntut dilakukannya analisis terhadap hal yang akan didefinisikan terlebih dahulu. Sebagai
contoh, sikap adalah „kecenderung memberikan tanggapan secara positif atau negatif
terhadap ob jek tertentu‟ dan HP adalah „daya gerak yang ada dalam mesin yang dinyatakan
dengan daya gerak seekor kuda‟.
Definisi real dibedakan atas dua, yakni definisi esensial dan definisi deskriptif. Definisi
esensial menerangkan inti (esensi) dari suatu hal dengan menyebutkan genus dan diferentia-
nya. Genus adalah kelompok besar atau kelas dari hal yang akan dijelaskan, sedangkan
diferentia adalah ciri khas yang hanya ada pada hal yang didefinisikan. Ciri khas inilah yang
membedakan suatu hal dengan hal lain dalam genus atau kelompok yang sama. Sebagai
contoh, dalam “ Manusia adalah makhluk rasional ”, makhluk adalah genusnya dan rasional
adalah diferentia spesifiknya. Definisi ini adalah definisi yang ideal dan mendekati
pengertian hal yang hendak didefinisikan.
Definisi deskriptif mengemukakan segi-segi yang positif tetapi belum tentu esensial
mengenai suatu hal. Definisi deskriptif dibedakan atas empat, yakni definisi distingtif,
definisi genetik, definisi kausal, dan definisi aksidental. Definisi distingtif menunjukkan
properti, misalnya “Oksigen adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, tak mempunyai rasa,
1105 kali dari berat udara, dan mencair pada suhu di bawah -115 derajat C ”. Definisi
genetik menyebutkan asal mula atau proses terjadinya suatu hal, misalnya “Air adalah zat
yang terjadi dari gabungan 2 atom Hidrogen dan 1 atom oksigen,” dan “ Lingkaran adalah
bentuk geometris yang terdiri dari garis-garis lurus yang sama panjang yang terletak pada
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
13/94
51
bidang datar dan berawal dari satu titik pusat ”. Definisi kausal menunjukkan penyebab atau
akibat dari sesuatu hal, misalnya “ Lukisan adalah gambar yang dibuat oleh seorang
seniman”, dan “ Arloji adalah alat penunjuk waktu”. Definisi aksidental tidak mengandung
hal-hal yang esensial dari suatu hal, misalnya “ Dijual rumah. Luas tanah 170 m2. Bangunan
bertingkat dan pekarangan tertata rapi. Lokasi: Jln. Macan No. 30 Jakarta Pusat.
Dilengkapi telepon dan AC. Lingkungan nyaman, aman, dan tentram”.
Definisi real jarang dapat tercapai sepenuhnya karena sering kali ada karakteristik yang
tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Kadang-kadang perumusannya terkendala karena
kurangnya pengetahuan si pembuat definisi. Ada term yang tidak dapat didefinisikan karena
berhubungan langsung dengan indera, misalnya manis, pahit , dan sakit . Ada juga term yang
sulit didefinisikan karena sangat umum, misalnya ada (hanya dapat didefinisikan dengan
cara membandingkannya dengan tidak ada yang merupakan term di luar term yang
didefinisikan). Contoh lain ialah satu, benda, dan hal .
Di samping definisi yang telah diuraikan di atas, ada juga definisi yang dibuat dengan
menggunakan contoh, misalnya “Minuman yang sehat itu, di antaranya ialah air dan hasil
perasan buah segar”. Pernyataan seperti ini sebenarnya kurang memadai sebagai definisi
karena tidak mencakup keseluruhan ide yang terkandung dalam term atau hal yang
didefinisikan.
3.2.2 Aturan membuat definisi
Pembuatan definisi yang memadai untuk digunakan dalam pemikiran logis harus
mengikuti aturan-aturan berikut ini. Pertama, definisi harus lebih jelas dari yang
didefinisikan; jika tidak, maka definisi akan kehilangan fungsinya. Untuk itu harus
diperhatikan catatan-catatan berikut ini. Term-term yang muluk seperti contoh berikut,
“Manusia adalah alam semesta yang mengejawantah” dan “Kewibawaan adalah pancaran
nurani dan kedigjayaan manusia” harus dihindari. Demikian pula term-term yang sulit
dimengerti (tidak lazim), misalnya definisi pemimpin berikut ini yang diberikan kepada orang
yang bukan penutur bahasa Jawa, “ Pemimpin adalah orang yang bersifat ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani”.
Kedua, definisi tidak boleh mengandung ide atau term dari yang didefinisikan seperti
pada contoh “Binatang adalah hewan yang mempunyai indera” dan “Emosi adalah ge jolak
perasaan”. Definisi semacam ini disebut definisi sirkular (circular definition).
Ketiga, definisi dan yang didefinisikan harus dapat dibolak-balik dengan pas, misalnya“Buku adalah sejumlah kertas yang terjilid”. Kalau dibalik, “Sejumlah kertas yan g terjilid
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
14/94
52
adalah buku”. Contoh yang salah ialah “Kecap adalah penyedap masakan”. Jika urutannya
dibalik menjadi, “Penyedap masakan adalah kecap” maka pernyataan itu menjadi salah
karena penyedap makanan belum tentu kecap.
Keempat, definisi harus dinyatakan dalam kalimat positif. Kalimat ingkar atau negatif
seperti “Gembira adalah keadaan tidak sedih” atau “Manusia bukan binatang” tidak
memenuhi syarat definisi.
Dalam tulisan jenis sastra ada kekecualian dalam pembuatan definisi karena
pendefinisian di situ umumnya bukan dalam rangka menjelaskan hal tertentu secara harafiah,
melainkan untuk memberi kesan tertentu. Sastra juga memakai teknik gaya bahasa yang tidak
harus mengikuti tata cara pembuatan definisi tersebut di atas. Tulisan-tulisan retorika yang
mementingkan makna sense dan pengaruh tulisan terhadap pembaca atau pendengar juga
tidak harus mengikuti tata cara pembuatan definisi itu.
3.3 Di visi
Selain dapat dijelaskan apa artinya, term juga dapat diuraikan dengan kriteria tertentu
menjadi bagian-bagian. Penguraian term itu biasa disebut divisi. Divisi adalah uraian suatu
keseluruhan ke dalam bagian-bagian berdasarkan satu kesamaan karakteristik tertentu.
Pembagian dalam bentuk divisi merupakan upaya lain untuk menjelaskan term. Ada beberapa
jenis divisi, yakni divisi real (atau aktual) dan divisi logis.
3.3.1 Divisi real atau aktual
Penguraian dengan divisi real atau aktual dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang
ada pada objek itu sendiri — baik fisik maupun metafisik — terlepas dari aktivitas mental
manusia. Divisi berdasarkan bagian fisik dilakukan berdasarkan faktor-faktor fisik yang dapat
dipisahkan, satu dari yang lain. Bagian itu dapat berupa bagian yang esensial atau bagian
yang integral. Bagian-bagian yang essensial ialah bagian-bagian yang harus lengkap. Jika
salah satu di antaranya hilang maka hilang pula eksistensi keseluruhannya, misalnya
“ Manusia terdiri dari badan dan jiwa”, “air terdiri dari oksigen dan hidrogen”, “ garam
dapur terdiri dari sodium dan klorin”, dan “mobil terdiri dari mesin dan „tubuh‟”. Bagian-
bagian yang integral ialah bagian-bagian yang tidak harus lengkap. Jika salah satu
anggotanya hilang, hal itu tidak mlenyapkan eksistensi atau esensi halnya. Bagian yang
integral terbagi atas dua, yakni yang homogen dan yang heterogen. Bagian-bagian yang
homogen ialah segolongan unsur yang menjadi bagian dari sesuatu hal, misalnya “ Air terdiridari titik-titik ”, “ Api terdiri dari percikan-percikan”, dan “ Pasir terdiri dari butir-butir ”.
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
15/94
53
Sementara itu, bagian-bagian yang heterogen ialah bagian-bagian — yang tidak segolongan —
dari sesuatu hal, misalnya “ Manusia terdiri dari kaki, tangan, dan mata”, dan “ Masyarakat
terdiri dari golongan kaya dan miskin”.
Divisi berdasarkan bagian metafisik dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang
merupakan esensi dari sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena dalam
kenyataannya bagian- bagian itu merupakan ketunggalan, misalnya “ Manusia terdiri dari
rasio, indera, nyawa, dan tubuh”. Bagian-bagian ini tidak terpisahkan. Dalam pembuatan
divisi real sebaiknya dilakukan observasi, analisis, dan abstraksi terhadap hal yang akan
diuraikan. Observasi, analisis, dan abstraksi ini diperlukan untuk memahami hal yang akan
diuraikan sehingga penguraiannya tidak bertentangan dengan kenyataan dari hal itu.
3.3.2 Divisi Logis
Dalam divisi logis mental manusialah yang membagi keseluruhan hal menjadi bagian-
bagian. Kita menambahkan unsur-unsur tertentu kepada suatu hal untuk menjadikannya kelas
atau sub-kelas, misalnya “ Hal ”, “ Hal yang hidup”, “ Hal hidup yang berindera (= hewan)”,
“ Hal hidup yang berindera dan berakal (= manusia)”. Kegiatan menambahkan elemen-
elemen ini, yang merupakan kegiatan dari divisi logis, disebut sintesis.
3.3.3 Aturan Pembuatan Divisi
Divisi harus dibuat memadai; artinya, jumlah semua bagian harus sama dengan keseluruhan.
Ada sejumlah aturan yang harus diikuti dalam pembuatan divisi.
1) Tidak boleh ada bagian yang terlewati.
2) Bagian tidak boleh melebihi keseluruhan.
3)
Tidak boleh ada bagian yang meliputi bagian yang lain.
4) Divisi harus jelas dan teratur.
5)
Jumlah bagian harus terbatas; kalau kebanyakan akan kacau. Jika diperlukan, dibuat sub-
bagian.
Berikut adalah contoh divisi yang salah, “ Pengguna terminal terdiri dari pengendara
kendaraan bermotor, supir kendaraan umum, pengendara kendaraan tak bermotor,
mahasiswa/pelajar, pedagang kaki lima, ibu rumah tangga, pejalan kaki, penumpang
kendaraan umum, dan karyawan.” Pembagian divisi ini salah karena hal-hal berikut ini.
Pertama, ada bagian yang terlewati ( petugas terminal juga menggunakan terminal sebagai
tempat kerjanya). Kedua, ada bagian yang meliputi bagian yang lain (mahasiswa bisa saja
sekaligus pengendara kendaraan bermotor atau tak bermotor ; penumpang kendaraan umum
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
16/94
54
bisa saja sekaligus mahasiswa/pelajar , ibu rumah tangga, dan karyawan). Ketiga, dasar
pembagiannya tidak jelas (apakah berdasarkan jenis pekerjaan, lama atau sebentarnya di
jalan, atau penggunaan kendaraan?). Keempat, jumlah bagian terlalu banyak.
4. Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi2
4.1. Pengertian Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi
Perhatikanlah kalimat-kalimat berikut. (1) “Hari ini cuaca cerah.” (2) “Apakah kamu
sudah sarapan tadi pagi?” (3) “Jawab pertanyaan saya.” Kalimat-kalimat itu merupakan tiga
kalimat yang berbeda. Kalimat (1) adalah kalimat berita, yaitu kalimat yang memberitakan
hal tertentu. Kalimat (2) adalah kalimat tanya; isinya merupakan pertanyaan tentang hal
tertentu. Kalimat (3) adalah kalimat perintah yang isinya menyerukan atau memerintahkan
orang untuk melakukan hal tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, untuk berkomunikasi kita
menggunakan kalimat, baik kalimat berita, kalimat perintah, maupun kalimat tanya. Secara
umum, kalimat didefinisikan sebagai: serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-
aturan tata bahasa dalam suatu bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan,
menanyakan, atau memerintahkan sesuatu hal.
Benar atau salahnya struktur suatu kalimat ditentukan berdasarkan kaidah atau aturan
tata bahasa suatu bahasa. Penilaian terhadap kalimat terutama dalam hal apakah susunan atau
bangunan kata yang membentuk kalimat tepat atau tidak. Secara umum, struktur kalimat
berita terdiri dari subjek-predikat-objek, misalnya, “Saya memakai baju”. Dalam kalimat itu,
saya adalah subjek, memakai predikat, dan baju objek. Kalimat tanya umumnya dibuat
dengan menggunakan kata yang dilengkapi dengan bentuk akhir -kah, seperti apakah,
adakah, sudahkah, pernahkah, dan maukah. Bisa juga kalimat tanya hanya terdiri dari satu
kata, seperti “ Mau?” atau “ Ada?” Dalam bahasa lisan kalimat tanya ditandai dengan intonasi
tertentu; dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda tanya [?]. Kalimat perintah umumnyadimulai dengan kata kerja, seperti “ Pergi kau!”, atau dengan kata larangan seperti “ Jangan
datang lagi.” Kalimat perintah bisa saja hanya terdiri dari satu kata. Dalam bahasa lisan,
kalimat perintah dengan satu kata ditandai dengan intonasi yang menunjukkan ketegasan,
sedang dalam bahasa tulisan kalimat ini diakhiri dengan tanda titik [.] dan kadang-kadang
dengan tanda seru [!].
2
Sebagian dari pasal yang membahas kalimat, pernyataan, dan proposisi ini disadur dari buku A. K.Biermandan R. N. Assali, The Critical Thinking Handbook (New Jersey, 1994). Penyaduran itu dilakukan dengan
bantuan dari Judithia A. Wirawan.
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
17/94
55
Salah satu jenis kalimat adalah pernyataan (bahasa Inggris statement ) yang dalam
praktiknya sama dengan kalimat berita. Tetapi, pernyataan memiliki pengertian yang lebih
khusus. Pernyataan adalah kalimat yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau
menyampaikan sesuatu yang bisa benar atau salah.
Kalimat yang berupa pertanyaan atau perintah berbeda dari pernyataan karena
pertanyaan dan perintah tidak bisa benar dan sekaligus salah. Pernyataan memiliki nilai
kebenaran (truth value). Artinya, suatu pernyataan bisa dinilai benar atau salah, misalnya
pernyataan “ Hari ini hujan turun” benar jika sesuai dengan kenyataan bahwa hari ini
memang hujan. Tetapi jika kenyataan menunjukkan bahwa hari ini tidak hujan, maka
pernyataan itu salah. Suatu pernyataan tidak bisa benar dan salah sekaligus. Jika ada
pernyataan yang mengandung benar dan salah sekaligus, maka itu adalah paradoks yang
merupakan satu bentuk kesalahan dalam berpikir.
Dalam literatur logika dan ilmu pengetahuan, kita juga menemukan term proposisi
(dari kata bahasa Inggris proposition). Proposisi ialah makna yang diungkapkan melalui
pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpretasi dari suatu pernyataan. Sebagai analogi,
jika kata mengungkapkan konsep atau ide (konsep/ide = makna kata), maka pernyataan
mengungkapkan proposisi (proposisi = makna pernyataan). Proposisi juga dapat dipahami
sebagai makna dari kalimat berita, mengingat bahwa pernyataan merupakan kalimat berita
yang dapat dinilai benar atau salah.
Berikut ialah tiga hal yang menjadi konsekuensi dari definisi kalimat, pernyataan dan
proposisi tersebut. Pertama, kalimat yang tidak bermakna atau tidak koheren tidak
mengungkapkan proposisi apa pun. Misalnya, deretan kata penerangan tapi kecepatan
membaca tidak mengungkapkan proposisi apa pun karena penerangan dan kecepatan
membaca di sini tidak mempunyai hubungan yang jelas dan penggunaan kata tapi di sini
tidak tepat. Kedua, pernyataan atau kalimat yang berbeda dapat mengungkapkan proposisi
yang sama, misalnya, “ Rina adalah adik Yanto” merupakan proposisi yang sama dengan
“Yanto adalah kakak Rina.” Ketiga, kalimat atau pernyataan yang sama dapat
mengungkapkan proposisi yang berbeda, misalnya, “ Masyarakat Jakarta adalah masyarakat
yang majemuk ” dapat mengungkapkan proposisi yang berbeda- beda, antara lain “ Masyarakat
Jakarta terdiri dari banyak etnis” atau “ Masyarakat Jakarta terdiri dari banyak agama” dan
“ Masyarakat Jakarta merupakan keturunan dari perpaduan suku tertentu.” Lalu, bagaimana
kita dapat mengetahui apa proposisi yang ingin diungkapkan suatu kalimat atau pernyataan?
Kita dapat memastikannya melalui pencermatan terhadap informasi non-bahasa atau konteks
atau dengan menggunakan kalimat lain yang lebih jelas dan khusus.
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
18/94
56
Kalimat atau pernyataan yang boleh ditafsirkan lebih dari satu makna (multi-tafsir)
dapat menyebabkan kita salah dalam memahami dan menanggapinya. Jika kita menggunakan
hasil pemaknaan itu dalam pembuatan keputusan, maka kita pun bisa salah membuat
keputusan dan menanggung kerugian akibat kesalahan itu. Oleh karena itu, perlu dihindari
penggunaan kalimat atau pernyataan yang multi-tafsir dengan membuat pernyataan yang
baik, yang jelas maknanya. Untuk membuat suatu pernyataan yang baik, perlu dilakukan hal-
hal berikut. Pertama, membangun suatu kalimat yang mengungkapkan suatu proposisi.
Kedua, mengusahakan supaya proposisi yang ingin diungkapkan menjadi jelas. Akhirnya,
membuat pernyataan mengenai nilai kebenaran kalimat itu.
Biasanya langkah-langkah itu tidak disadari ketika seseorang menyusun suatu
pernyataan. Oleh karena itu orang perlu berlatih membuat pernyataan yang baik agar terbiasa.
Tanpa latihan, orang cenderung membuat kalimat yang multi-tafsir atau tidak jelas
maknanya. Bahkan orang bisa saja membuat kalimat atau pernyataan yang tidak koheren
sehingga sama sekali tidak dapat dimaknai.
Kesalahan yang mungkin terjadi dalam pembuatan kalimat atau pernyataan adalah
yang berikut. 1) Kalimatnya tidak koheren sehingga tidak dapat dimaknai oleh pendengar
atau pembaca. 2) Kalimatnya sudah koheren tetapi proposisi apa yang dimaksudkan tidak
jelas sehingga dapat menyebabkan salah tafsir. 3) Tidak menunjukkan dengan jelas bahwa
kita sedang menyatakan nilai kebenaran dari kalimat kita (dan bukannya sedang bertanya,
mencoba sound system, berspekulasi, atau berlatih drama). Dalam bahasa lisan, kesalahan ini
seringkali disebabkan oleh salah intonasi. Dalam bahasa tulis, hal ini seringkali timbul karena
kesalahan penggunaan tanda baca.
4.2 Pernyataan Sederhana dan Pernyataan Kompleks
Secara umum, berdasarkan proposisi yang dikandung, ada dua jenis pernyataan, yaitu
pernyataan sederhana dan pernyataan kompleks. Pernyataan sederhana adalah pernyataan
yang hanya mengandung satu proposisi, misalnya, “ Anak itu menangis”. Pernyataan
kompleks adalah pernyaataan yang mengandung lebih dari satu proposisi, misalnya, “Selain
gemar membaca buku, Adi juga senang menulis cerita pendek ”. Pernyataan ini mengandung
dua proposisi, yaitu “ Adi gemar membaca buku” dan “ Adi senang menulis cerita pendek ”.
Proposisi yang dikandung oleh suatu pernyataan juga disebut komponen logika dari
pernyataan. Komponen logika adalah komponen yang turut menentukan benar atau salahnya
suatu pernyataan. Oleh karena sebuah pernyataan ditentukan benar-salahnya berdasarkan
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
19/94
57
makna yang diungkapkannya atau proposisinya, maka komponen logika suatu pernyataan
dapat dipahami dari proposisi pernyataan itu.
Tidak semua kalimat kompleks (kalimat yang mengandung lebih dari satu komponen)
merupakan pernyataan kompleks, karena komponen itu belum tentu merupakan komponen
logika. Sebagai contoh, “Saya harap kamu belajar giat ” memang merupakan kalimat
kompleks tetapi termasuk jenis pernyataan sederhana karena hanya mengandung satu
proposisi atau satu komponen logika. Yang menentukan benar atau tidaknya pernyataan itu
adalah “ saya harap”. Jika kenyataannya saya berharap kamu belajar giat maka pernyataan
itu benar. Tetapi jika kenyataannya saya tidak berharap kamu belajar giat maka pernyataan
itu salah.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.
(1)
Tidak benar bahwa anak itu nakal.
(2)
Rani pikir anak itu nakal.
Pernyataan yang dikandung dalam kalimat (1) adalah „[Hal] itu (anak itu nakal ) tidak
benar ‟ dan “ Anak itu nakal ”. Dalam pernyataan pertama, anak itu nakal merupakan
komponen logika karena benar atau salahnya komponen itu turut menentukan benar atau
salahnya pernyataan itu: jika kenyataannya benar bahwa anak itu nakal, maka pernyataan itu
adalah salah, sedangkan jika kenyataannya tidak benar bahwa anak itu nakal, maka
pernyataan itu adalah benar. Kalimat ini mengandung dua proposisi.
Pernyataan yang terkandung dalam k alimat (2) adalah „ Rani pikir [x]‟ dan „ Anak itu
nakal .‟ Dalam pernyataan itu, anak itu nakal bukan komponen logika karena benar atau
salahnya hal itu tidak menentukan benar atau salahnya pernyataan: apakah kenyataan anak
itu nakal atau tidak nakal, tidak menentukan apakah benar bahwa Rani berpikir anak itu
nakal. Nilai kebenaran pernyataan kedua ada pada: apakah benar bahwa Rani pikir anak itu
nakal, ataukah Rani tidak berpikir bahwa anak itu nakal. Kalimat ini hanya mengandung satu
proposisi. Demikianlah anak itu nakal merupakan komponen logika dalam kalimat (1), tetapi
bukan komponen logika dalam kalimat (2). Jadi, kalimat (1) merupakan pernyataan
kompleks, sedangkan kalimat (2) merupakan pernyataan sederhana.
Biasanya, komponen yang mengikuti kata-kata yang menunjukkan sikap atau
pendapat pribadi, seperti pikir , harap, kira, dan percaya bukan merupakan komponen logika.
Dalam percakapan sehari-hari, komponen-komponen dalam pernyataan kompleks sering kali
tidak diungkapkan secara lengkap, seperti diperlihatkan oleh contoh-contoh berikut.
(1)
Kalau kamu tidak mau pergi, tidak usah. (Lengkapnya: Kalau kamu tidak mau pergi,kamu tidak usah pergi.)
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
20/94
58
(2) Mengingat kamu punya kehendak sendiri, kamu boleh memilih untuk ikut atau tidak.
(Lengkapnya: Kamu punya kehendak sendiri, jadi kamu boleh memilih untuk ikut atau
kamu boleh memilih untuk tidak ikut.)
(3) Kuda tidak satu spesies dengan keledai. (Lengkapnya: Tidak benar bahwa kuda satu
spesies dengan keledai.)
4.3 Jenis-jenis Pernyataan Kompleks
Hubungan di antara proposisi atau pernyataan sederhana dalam pernyataan kompleks
ditunjukkan oleh penggunaan kata penghubung seperti tidak , dan, atau, jika, dan maka. Kata-
kata yang menghubungkan pernyataan-pernyataan sederhana — sehingga terbentuk satu
pernyataan kompleks — dan menjelaskan hubungan-hubungan yang terdapat di antara
pernyataan-pernyataan sederhana itu disebut kata penghubung logis atau kata penghubungkalimat. Kata penghubung itu digunakan untuk membangun struktur logika dari pernyataan
kompleks.
Berdasarkan hubungan di antara proposisi-proposisi yang terkandung dalam
pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu:
1) Negasi (bukan P)
2) Konjungsi (P dan Q), dan
3)
Disjungsi (P atau Q)4) Kondisional (Jika P maka Q)
Secara umum struktur logika terdiri atas empat jenis seperti yang sudah disebutkan di atas.
Dalam praktiknya, tidak mudah menemukan struktur logika suatu pernyataan atau
suatu argumen. Hal itu dapat terjadi karena 1) ada lebih dari satu cara untuk mengungkapkan
keempat jenis pernyataan kompleks tersebut di atas, dan 2) struktur logika suatu pernyataan
sering kali tersembunyi. Untuk dapat menemukan struktur logika dari pernyataan-pernyataan,
kita perlu mempelajari struktur logika dari keempat pernyataan kompleks itu.
4.3.1 Negasi
Negasi dari suatu pernyataan sederhana adalah pengingkaran atas pernyataan itu. Jika
A adalah suatu pernyataan, negasinya adalah “Tidak benar bahwa A”. Ini disingkat menjadi
“ Bukan-A” atau “ Bukan (A).” Suatu pernyataan dan negasinya tidak mungkin benar kedua-
duanya, atau salah kedua-duanya. Benar atau salahnya (nilai kebenaran) suatu negasi
tergantung pada nilai kebenaran komponen logikanya. Karena itu, negasi termasuk
pernyataan kompleks, bukan pernyataan sederhana.
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
21/94
59
Dalam percakapan sehari-hari, kita jarang menyatakan negasi dalam kalimat, “Tidak
benar bahwa…” melainkan kita cukup menyingkatnya dengan kata tidak , misalnya:
(1)
Orang jujur tidak bisa berbohong . („Tidak benar bahwa orang jujur bisa berbohong ‟.)
(2) Kamu tidak pernah mengajak saya makan-makan. („Tidak benar bahwa kamu mengajak
saya makan-makan‟.)
Perhatikan bahwa penafsiran dari contoh (2) sebenarnya agak kurang tepat. Untuk
menafsirkan “ Kamu tidak pernah mengajak saya jalan-jalan” diperlukan teknik logika lebih
lanjut, yang akan dijelaskan kemudian.
Kata-kata yang maknanya berlawanan (antonim) tidak berarti bahwa kata-kata saling
menegasikan. Misalnya, “ Brian membenci Ratih,” bukan negasi dari “ Brian mencintai
Ratih.” Negasi dari “ Brian membenci Ratih” adalah “ Brian tidak membenci Ratih”. Bisa saja
terjadi bahwa Brian tidak mencintai Ratih tetapi juga tidak membenci Ratih. Umpamanya,
jika Brian tidak mengenal Ratih sama sekali, atau Brian dan Ratih berteman, maka mereka
tidak saling mencintai dan juga tidak saling membenci. Dengan kata lain, “ Brian membenci
Ratih” menunjukkan bahwa Brian mempunyai sikap negatif terhadap Ratih. Sementara itu,
“ Brian tidak mencintai Ratih” hanya menunjukkan bahwa Brian tidak mempunyai afeksi
positif terhadap Ratih, namun itu tidak harus berarti Brian membenci Ratih. “ Brian membenci
Ratih” merupakan suatu pernyataan sederhana.
Negatif ganda pada umumnya membentuk pernyataan positif seperti pada contoh-
contoh berikut.
(1)
Pikiran manusia tidak tak terbatas. (Pikiran manusia terbatas.)
(2) Jangan sekali-sekali tidak membayar pajak . (Bayarlah pajak.)
4.3.2 Konjungsi
Suatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata dan
disebut konjungsi atau kalimat konjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan
komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah P dan Q. Komponen-komponennya
(masing-masing P dan Q) disebut konjung. Sebagai contoh, pernyataan kompleks “ Indonesia
dan Malaysia berasaskan demokrasi” terbentuk dari dua pernyataan sederhana, masing-
masing “ Indonesia berasaskan demokrasi” dan “ Malaysia berasaskan demokrasi”.
Jumlah konjung dalam suatu kalimat konjungsi tidak harus dua, tapi bisa juga lebih,
misalnya, “ Indonesia, Malaysia dan Australia berasaskan demokrasi”. Pernyataan kompleks
ini terdiri dari tiga pernyataan sederhana, yaitu “ Indonesia berasaskan demokrasi”,
“ Malaysia berasaskan demokrasi”, dan “ Australia berasaskan demokrasi”.
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
22/94
60
Suatu konjungsi benar bila semua konjungnya benar, dan salah jika salah satu
konjungnya salah. Sebagai contoh, pernyataan “ Indonesia dan Malaysia berasaskan
demokrasi” benar jika dalam kenyataannya memang “ Indonesia berasaskan demokrasi” dan
“ Malaysia berasaskan demokrasi”. Jika semua salah atau salah satu pun konjungnya salah,
maka konjungsi salah. Pernyataan “ Manusia dan burung adalah makhluk rasional ” salah
karena pernyataan “ Burung adalah makhluk rasional ” salah.
Ada kata lain di samping dan yang fungsinya kurang lebih sama. Perhatikanlah
contoh-contoh berikut.
(1) Saya mau nasi dan daging, tetapi sayur tidak . (Saya mau nasi, dan saya mau daging, tapi
saya tidak mau sayur.)
(2) Walaupun miskin, dia bahagia. (Dia miskin dan dia bahagia.)
(3)
Anto datang ke rapat itu, begitu pula Yana. (Anto datang ke rapat itu dan Yana datang ke
rapat itu.)
(4) Kami berhasil; namun demikian, kami menyadari kekurangan kami. (Kami berhasil, dan
kami menyadari kekurangan kami.)
Penggunaan tapi, walaupun, dan lain-lain itu mengandung arti lebih dari sekadar dan.
Tetapi, secara logis, nilai kebenaran “ Dia miskin dan dia bahagia” sama dengan nilai
kebenaran “Walaupun dia miskin, dia bahagia”. Artinya, jika “ Dia miskin dan dia bahagia”
benar, maka “Walaupun dia miskin, dia bahagia” juga benar. Sebaliknya, jika “ Dia miskin
dan dia bahagia” salah, maka “Walaupun dia miskin, dia bahagia” juga salah.
Penggunaan kata dan kadang-kadang taksa atau ambigu (ambiguous). Contohnya,
“ Joko dan Patmo memenangkan perlombaan maraton.” Pernyataan ini dapat
diinterpretasikan menjadi:
1)
Joko memenangkan perlombaan maraton dan Patmo memenangkan perlombaan maraton
(konjungsi), atau
2)
Pasangan Joko dan Patmo memenangkan perlombaan maraton (pernyataan sederhana).
Untuk mengetahui interpretasi mana yang benar, digunakan konteks atau informasi lain
yang tersedia. Jika kita yang menyampaikan pernyataan itu, sebaiknya kita menggunakan
pernyataan yang lebih lengkap dan jelas. Meskipun ada konteks, kemungkinan salah tafsir
tetap besar. Oleh sebab itu, penggunaan pernyataan yang taksa atau bertafsir ganda harus
dihindari.
Menurut logika, urutan konjungsi boleh dibolak-balik tanpa mempengaruhi nilai
kebenarannya, misalnya “Saya ingin makan nasi dan minum teh” dapat dibalik men jadi
“Saya ingin minum teh dan makan nasi.” Kedua pernyataan ini sama saja arti dan nilai
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
23/94
61
kebenarannya. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, urutannya tidak dapat dibalik. Sebagai
contoh, pernyataan “ Made meninggal dunia dan dibakar ” berbeda maknanya dengan “ Made
dibakar dan meninggal dunia” karena urutannya berbeda.
4.3.3 Disjungsi
Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata atau
disebut disjungsi atau pernyataan disjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan
komponen pernyataan kompleks, bentuk standar dari disjungsi adalah P atau Q, misalnya
“ Joko atau Padmo yang memenangkan pertandingan bulu tangkis”. Komponen-
komponennya (masing-masing P dan Q) disebut disjung. Jumlah disjung dalam suatu
disjungsi tidak harus dua, tetapi bisa juga lebih, misalnya, “ Joko atau Padmo atau Riski yang
memenangkan pertandingan bulu tangkis”. Urutan disjung dalam suatu disjungsi tidak
mempengaruhi nilai kebenarannya. A atau B secara logis ekuivalen dengan B atau A.
Umpamanya, “ Joko atau Padmo yang memenangkan pertandingan bulu tangkis” sama
maknanya dengan “ Padmo atau Joko yang memenangkan pertandingan bulu tangkis”.
Suatu disjungsi benar bila paling sedikit salah satu disjungnya benar, dan salah jika
semua disjungnya salah. Jadi, A atau B benar jika A benar, B benar, atau A dan B benar.
Sedangkan A atau B salah jika A dan B salah. Disjungsi “ Joko atau Padmo yang
memenangkan pertandingan bulu tangkis” benar jika salah satu konjungnya benar, misalnya
“ Joko yang memenangkan pertandingan bulu tangkis.” Disjungsi “ Joko atau Padmo yang
memenangkan pertandingan bulu tangkis” salah jika baik pernyataan “ Joko yang
memenangkan pertandingan bulu tangkis” maupun “ Padmo yang memenangkan
pertandingan bulu tangkis” salah. Penggunaan kata atau seperti ini disebut atau-inklusif.
Dalam percakapan sehari-hari, kadang-kadang kata atau digunakan sebagai atau-
eksklusif , yang berarti bahwa hanya salah satu dari disjungnya yang benar, misalnya “ Anto
ada di Jakarta atau di Bandung ” (tidak mungkin kedua disjungnya benar). Dalam teori-teori
logika, yang dipakai adalah atau-inklusif. Jika dalam teori logika, kita ingin mengungkapkan
suatu hubungan atau -eksklusif, maka struktur logikanya menjadi A atau B dan bukan ( A
dan B), misalnya “ Anto ada di Jakarta atau dia ada di Bandung dan tidak benar bahwa dia
ada di Jakarta sekaligus dia ada di Bandung ”.
Perhatikan penulisan struktur logika, jika kita menggunakan bentuk negasi tanpa
tanda kurung, maka hasilnya menjadi ambigu seperti ini: A atau B dan bukan -A dan B.
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
24/94
62
4.3.4 Kondisional
Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan jika…, maka…
disebut pernyataan kondisional atau hipotetisis. Jika P dan Q adalah pernyataan yang
merupakan komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah Jika P maka Q. Pernyataan
dalam anak kalimat yang mengandung kata jika disebut anteseden, dan pernyataan dalam
anak kalimat yang mengandung kata maka disebut konsekuen.
Nilai kebenaran suatu pernyataan kondisional agak rumit penentuannya. Hal ini
menyebabkan timbulnya pandangan yang berbeda-beda. Salah satu di antaranya (yang dianut
oleh para ahli logika formal) ialah pandangan kondisional material, yang menyatakan bahwa
suatu pernyataan kondisional dianggap salah hanya jika antesedennya benar dan
konsekuennya salah. Perhatikan pernyataan hari hujan dan tanah basah yang masing-masing
benar. Menurut syarat kondisional material, hal itu berarti bahwa jika hari hujan maka tanah
basah adalah benar, semrntara jika hari hujan maka tanah kering salah; jika hari cerah, maka
tanah basah adalah benar, dan jika hari cerah maka tanah kering benar. Nilai kebenaran
kondisional material tidak tergantung pada hubungan antara komponen-komponennya karena
kondisional material tidak melihat isi dari pernyataan yang menjadi komponennya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan pernyataan kondisional untuk
menggambarkan hubungan antara komponen-komponennya, misalnya jika Maulana minum
alkohol 1 liter, maka ia akan mabuk untuk menunjukkan hubungan kausal; jika binatang itu
termasuk mamalia, maka dia pasti menyusui untuk menunjukkan hubungan konseptual; dan
jika seseorang termasuk mahasiswa, maka dia pasti terdaftar secara resmi sebagai orang
yang belajar di perguruan tinggi untuk menunjukkan hubungan definisional. Kebenaran
pernyataan-pernyataan itu tergantung pada hubungan antara anteseden dengan konsekuennya
juga. Tetapi dari sudut pandang logika murni, maka yang dianut adalah kondisional material.
Secara logika, jika A, maka B ekuivalen dengan jika tidak B, maka tidak A. Kedua bentuk ini
disebut kontrapositif.
Pernyataan kondisional yang mempunyai anteseden yang salah disebut kondisional
yang berlawanan dengan kenyataan. Dari sudut pandang kondisional material, nilai
kebenaran kondisional seperti ini adalah benar.
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang orang menggunakan bentuk kondisional
bukan untuk menggambarkan hubungan kondisional, misalnya jika saya jadi kamu, saya
akan minta melamar (kamu sebaiknya melamar); di gudang ada payung, kalau kamu mau
(kamu boleh ambil payung di gudang); kalau laki-laki itu kamu bilang ganteng, maka saya
adalah Arjuna (laki-laki itu tidak ganteng). Untuk membedakan mana pernyataan kondisional
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
25/94
63
yang sesungguhnya dan mana yang bukan, digunakan akal sehat dan ingatan tentang
kenyataan-kenyataan yang dirujuk dalam pernyataan.
Ada banyak cara untuk mengungkapkan pernyataan kondisional, yang semuanya
dapat dikembalikan ke bentuk standar Jika A, maka B. Kadang-kadang jika suatu bentuk
kondisional yang tidak standar diterjemahkan ke bentuk standar, maka artinya berubah,
misalnya “Saya senang hanya jika saya berhasil menjadi juara 1”. Jika diubah ke bentuk
standar menjadi “ Jika saya senang, maka saya berhasil menjadi juara 1”, maka artinya pun
berubah jika kita menerjemahkan „ Kesenangan saya menyebabkan saya menang ‟ke dalam
bentuk kontra positifnya menjadi “ Jika saya tidak menang, maka saya tidak senang ” maka
artinya menjadi lebih masuk akal. Oleh sebab itu, dalam mengubah suatu bentuk kondisional
menjadi bentuk standarnya, kita harus melihat apakah bentuk standar ataukah bentuk
kontrapositifnya yang lebih dapat “menangkap” arti sesungguhnya dari pernyataan asalnya.
(Periksa Tabel 2.1.)
Tabel 2.1: Pernyataan Kondisional dan Bentuk Standarnya
Pernyataan Kondisional Bentuk Standar
Hanya manusia yang dapat menggunakan
simbol.
Jika suatu makhluk menggunakan simbol,
maka makhluk itu adalah manusia.
Jika MS, maka M. Di mana ada api, di situ ada oksigen. Jika ada api, maka ada oksigen.
Jika A, maka O.
Saya tidak mau pergi kecuali dibiayai. Jika saya tidak dibiayai, saya tidak mau
pergi.
Jika tidak D, tidak P.
Kamu boleh menyetir mobil hanya jika
kamu sudah punya SIM A.
Jika kamu belum punya SIM A, kamu tidak
boleh menyetir mobil.
Jika tidak SA, tidak MM.
Tidak mungkin kamu datang ke rapat itu
tapi tidak melihat aku.
Jika kamu pergi ke rapat itu, maka kamu
melihat aku.
Jika R, maka M.
Syarat untuk hidup sejahtera adalah sehat. Jika tidak sehat, maka tidak bisa hidup
sejahtera.
Jika tidak S, maka tidak S.
Pengenalan terhadap kontrapositif dari suatu pernyataan akan berguna pada saat kita
berusaha mengenal struktur logika dari suatu pernyataan atau argumen yang rumit. Ada
aturan informal yang mengatakan bahwa kita boleh mengganti kata kecuali dengan jika tidak .
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
26/94
64
Namun karena mengandung negasi, maka kalimat yang baru bisa jadi sangat rumit. Sebagai
contoh, jika kalimat “ Dodo tidak akan mengaku kecuali tidak ada sanksi atas perbuatannya”
kita ubah sesuai dengan aturan informal itu, maka kita akan memperoleh “ Dodo tidak akan
mengaku jika tidak ada sanksi atas perbuatannya”. Kemudian, kalimat yang baru itu dibalik
susunannya menjadi bentuk standar, “ Jika tidak tidak ada sanksi atas perbuatannya, Dodo
tidak akan mengaku”, sehingga kita memperoleh dua bentuk negasi (tidak [ada...] dan tidak
[akan ...]). Jika kedua negasi itu diubah menjadi positif, maka pernyataan itu menjadi “ Jika
ada sanksi atas perbuatannya, Dodo tidak akan mengaku”. Demikian pula, jika kita mau,
kita dapat mengubahnya menjadi kontrapositifnya, “ Jika Dodo mengaku, maka [itu berarti]
tidak ada sanksi atas perbuatannya”.
4.3.5 Hubungan Kondisional: Kondisi Niscaya dan Kondisi yang Mencukupi
Ada dua kondisi yang merupakan bentuk khusus dari hubungan kondisional, yaitu
yang mencukupi ( sufficient condition, S ) dan kondisi niscaya (necessary condition, N ). Hanya
jika pernyataan kondisional Jika S maka N adalah benar. Contoh:
1. Menghasilkan sperma merupakan kondisi yang mencukupi untuk membuktikan bahwa
seseorang adalah laki-laki.
2.
Jenis kelamin laki-laki merupakan kondisi niscaya untuk menghasilkan sperma.
3.
Jika seseorang menghasilkan sperma, maka dia laki-laki.
Oleh karena pernyataan kondisional digunakan untuk menggambarkan hubungan
tertentu antara komponennya, maka kondisi yang mencukupi dan niscaya juga demikian. Ada
lima jenis hubungan itu, yang berikut ini didaftarkan beserta contohnya.
1)
Kausal
a. Mencabut jantung Dul merupakan kondisi yang mencukupi untuk membunuhnya.
b.
Jika kita mencabut jantung Dul, maka kita membunuhnya.
2) Konseptual
a.
Kondisi niscaya untuk tergolong manusia adalah mampu menggunakan simbol.
b. (i) Jika B adalah manusia, maka dia pasti mampu menggunakan simbol.
c.
(ii) Jika B tidak mampu menggunakan simbol, maka dia pasti bukan manusia.
3) Definisional
a.
Kondisi niscaya dan mencukupi untuk disebut mahasiswa adalah orang yangterdaftar secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi.
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
27/94
65
b. Jika seseorang adalah mahasiswa, maka dia adalah orang yang terdaftar secara
resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi, dan jika ia adalah orang yang terdafatar
secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi maka ia adalah seorang
mahasiswa. Seseorang adalah mahasiswa jika dan hanya jika dia adalah orang yang
terdafatar secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi.
4) Regulatori
a. Lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi merupakan kondisi niscaya untuk kuliah di
universitas negeri.
b.
(i) Jika seseorang dapat kuliah di universitas negeri secara sah, maka ia lulus Ujian
Masuk Perguruan Tinggi.
c. (ii) Jika seseorang tidak lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi, maka dia tidak dapat
kuliah di universitas negeri secara sah.
5) Logis
a. Menjadi kucing hitam adalah kondisi niscaya untuk berwarna hitam.
b. Jika seekor binatang adalah kucing hitam, maka warnanya hitam.
Ada kondisi yang niscaya sekaligus mencukupi untuk suatu situasi. Kondisi ini
diungkapkan dalam bentuk X jika dan hanya jika Y , misalnya, “ Makhluk hidup jika dan
hanya jika bernafas”. Ini bisa dibalik menjadi, “ Bernafas jika dan hanya jika makhluk
hidup”. Contoh lain, “ Mahkluk adalah manusia jika dan hanya jika makhluk itu adalah
makhluk rasional .” Ada juga kondisi niscaya dan mencukupi yang berlaku hanya dalam
konteks tertentu. Umpamanya, dalam suatu ruangan yang penuh oksigen dan hidrogen,
menyalakan korek api merupakan kondisi yang mencukupi untuk terjadinya ledakan, namun
tidak dalam konteks lain.
4.4 Hubungan Antar-pernyataan
Ada pengetahuan tertentu yang dapat langsung disimpulkan dari suatu pernyataan.
Oleh para ahli logika, ini disebut hubungan langsung. Misalnya, jika benar bahwa semua
manusia pasti akan mati maka dapat disimpulkan bahwa Sokrates, seorang manusia, pasti
akan mati. Ada beberapa jenis hubungan seperti itu yang masing-masing diterapkan di bawah
ini.
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
28/94
66
4.4.1 Kesimpulan Langsung: Oposisi dari Proposisi
Pernyataan kategorikal adalah pernyataan yang terdiri dari subjek dan predikat yang
membenarkan atau menidakkan bahwa individu adalah anggota suatu kelompok. Ada empat
jenis pernyataan kategorikal, yakni yang berikut.
A: Semua S adalah P. (Universal-afirmatif)
E: Tidak ada S yang P. (Universal-negatif)
I: Beberapa S adalah P. (Partikular-afirmatif)
O: Beberapa S bukan P. (Partikular-negatif)
Hubungan antara keempat jenis pernyataan kategorikal dapat digambarkan dalam
segi-empat oposisi pada Bagan 2.1.
Bagan 2.1: Segiempat Oposisi
A: Semua S adalah P. Kontrari E: Tidak ada S yang P.
I: Beberapa S adalah P. Subkontrari O: Beberapa S bukan P.
Kontradiksi (A dan O; E dan I )
Dalam hubungan ini, tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah
(Salah satu pasti benar). Umpamanya, “ Makhluk hidup bernafas” adalah benar, dan
“ Beberapa makhluk hidup tidak bernafas” adalah salah.
Kontrari (A dan E)
Dalam hubungan ini tidak mungkin keduanya benar, tapi mungkin saja keduanya salah.
Sebagai contoh, jika “Semua melati berwarna putih” adalah benar, maka “Tidak ada mawar
Sub-alternasi Kontradiktori
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
29/94
67
berwarna merah” adalah salah. Akan tetapi, apabila “Semua mawar berwarna merah” adalah
salah, dan “Tiada mawar berwarna merah” juga salah.
Subkontrari (I dan E)
Dalam hubungan ini mungkin saja keduanya benar, tetapi tidak mungkin keduanya salah,
misalnya “ Beberapa orang sedang sedih” adalah benar, dan “ Beberapa orang tidak sedang
sedih” juga benar.
Subalternasi (A dan I ; E dan O)
Jika superalternasinya (A atau E) benar, maka subalternasinya (I atau O) benar. Umpamanya,
jika “Semua manusia bernafas” (A) adalah benar, maka “ Beberapa manusia bernafas” (I)
juga benar. Jika subalternasinya (I atau O) benar, maka superalternasinya (A atau E) belum
tentu benar: jika “ Beberapa orang tidak terpelajar ” (O) adalah benar, maka “Semua orang
tidak terpelajar ” (E) bisa benar, bisa salah. Jika subalternasinya (I atau O) salah, maka
superalternasinya (A atau E) pasti salah.
Dalam logika tradisional, yang disebut kontrari adalah pernyataan bentuk A terhadap
pernyataan bentuk E. Namun, di sini setiap dua pernyataan yang memenuhi definisi di atas
dapat dianggap sebagai k ontrari. Kontradiksi dan kontrari cukup sering disebut “lawan” dari
suatu pernyataan, namun keduanya berbeda satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari,
memang cukup sering orang mengacaukan keduanya. Untuk lebih memahami perbedaan di
antara keduanya, perhatikanlah contoh pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2: Perbedaan dan Bentuk Kontrari dengan Kontradiksinya
Pernyataan Kontrari Kontradiksi
Semua mawar berwarna
merah.
Semua mawar berwarna
kuning.
Beberapa mawar tidak
berwarna merah.
Semua angsa berwarna
putih.
Tiada angsa mawar
berwarna putih.
Beberapa angsa tidak berwarna
putih.
Tidak ada orang yang
bermoral.
Semua orang bermoral. Beberapa orang bermoral.
Rumah saya hijau. Rumah saya putih. Rumah saya tidak hijau.
Dia selalu jujur. Dia tidak pernah jujur. Dia kadang-kadang jujur.
Beratnya lebih dari 50 kg. Beratnya kurang dari 50 kg. Beratnya 50 kg atau kurang.
Secara logis, kontradiksi suatu pernyataan sama dengan negasi dari pernyataan itu.
Oleh sebab itu, semua pernyataan yang merupakan kontradiksi dari pernyataan X (misalnya
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
30/94
68
Semua melati berwarna putih), pada dasarnya adalah ekuivalen dari pernyataan bukan-X
(Tidak benar bahwa semua melati berwarna putih). Sedangkan ada banyak pernyataan yang
merupakan kontrari dari pernyataan X namun tidak saling ekuivalen, misalnya “Semua melati
berwarna kuning ”, “Semua melati berwarna hijau”, dan “Tiada melati berwarna putih.”
Pernyataan kompleks juga memiliki kontradiksi dan kontrari. Kontradiksi pernyataan
“ Ia orang yang baik hati dan [ia] orang yang terpelajar ” ialah “ Ia bukan orang yang baik
hati sekaligus terpelajar ”, yang secara logis ekuivalen dengan “ Ia bukan orang yang baik
hati atau [ia] bukan orang yang terpelajar .” Sedangkan kontrarinya adalah “ Ia bukan orang
yang baik hati dan [ia] bukan orang yang terpelajar ”, yang secara logis ekuivalen dengan
“Tidak benar bahwa ia orang yang baik hati ataupun orang yang terpelajar ”.
4.4.2 Konsistensi dan Inkonsistensi
Dua pernyataan disebut inkonsisten jika, dan hanya jika keduanya tidak mungkin benar pada
saat yang bersamaan. Pada kondisi yang sebaliknya, dua pernyataan itu disebut konsisten;
artinya, kedua pernyataan itu mungkin sama-sama benar pada saat bersamaan. Pernyataan
“Saya adalah laki-laki” dan “Saya bukan laki-laki” merupakan contoh dua pernyataan yang
inkonsisten dan “Saya adalah laki-laki” dan “Saya adalah dosen” merupakan contoh dua
pernyataan yang konsisten.Pernyataan yang termasuk inkonsisten adalah kontrari dan
kontradiksi. (Lihat Tabel 2.3.)
Tabel 2.3: Pernyataan yang Konsisten dan yang Inkonsisten
Pernyataan Konsisten Inkonsisten
Ada anyelir Ada anggrek. Tidak ada anyelir.
Dia harus belajar. Dia harus belajar logik. Dia tidak boleh belajar.
Dia X dan Y. Dia X. Dia bukan Y.
Jika A maka B. Jika B maka A. A dan bukan-B.
4.4.3 Implikasi, Ekuivalensi, dan Independensi Logis
Tiga jenis hubungan antar-pernyataan adalah implikasi, ekuivalensi dan independensi
logis. Ketiga jenis hubungan ini sering muncul dalam keseharian kita dan sering pula
dipertukarkan pengertiannya; tidak jarang orang memperlakukan hubungan yang satu sebagai
hubungan yang lain. Misalnya, independensi logis diperlakukan seolah-olah implikasi, dan
sebaliknya. Untuk memahami ketiga jenis hubungan itu, dan untuk menghindari kesalahan
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
31/94
69
dalam penggunaannya, kita perlu memahami pengertian masing-masing dan bagaimana
penggunaannya.
Implikasi
Pernyataan P mengimplikasikan pernyataan Q ketika secara logis tidak mungkin P benar dan
Q salah pada waktu yang bersamaan. Perhatikan contoh-contoh berikut.
Pernyataan P mengimplikasikan Pernyataan Q
Semua melati berwarna putih. Beberapa melati berwarna putih.
Aten adalah seorang guru. Aten mempunyai murid.
Saya gemuk dan pendek.
Joko adalah laki-laki.
Saya gemuk.
Joko menghasilkan sperma.
Ekuivalensi
Dua pernyataan secara logis ekuivalen bila keduanya saling mengimplikasikan. Jadi
dua pernyataan yang secara logis ekuivalen memiliki makna yang sama. Begitu pula
sebaliknya, dua pernyataan yang memiliki makna yang sama berarti secara logis keduanya
ekuivalen. Berikut ini adalah beberapa pernyataan yang secara logis ekuivalen.
1. Negasi dari suatu konjungsi [Bukan (P dan Q)] ekuivalen dengan disjungsi dari negasi
konjung-konjungnya [Bukan-P atau Bukan-Q], misalnya “ Kita tidak akan pergi ke
perpustakaan sekaligus ke pertandingan basket ” ekuivalen dengan “ Kita tidak pergi ke
perpustakaan atau kita tidak pergi ke pertandingan basket ”.
2. Negasi dari suatu disjungsi [Bukan-(P atau Q)] ekuivalen dengan konjungsi dari negasi
disjung-disjungnya [Bukan-P dan Bukan-Q], misalnya “Tidak benar bahwa Doni atau
Yanto akan gagal ” ekuivalen dengan “ Doni tidak akan gagal dan Yanto juga tidak akan
gagal ”.
3. Suatu pernyataan kondisional [Jika P maka Q] ekuivalen dengan pernyataan yang
menolak bahwa antesedennya benar dan konsekuennya salah [Bukan-(P dan bukan-Q)],
misalnya “ Jika orang itu melahirkan anak, maka dia pasti perempuan” ekuivalen dengan
“Tidak mungkin orang itu melahirkan anak namun bukan perempuan”.
4. Suatu disjungsi [ P atau Q] ekuivalen dengan pernyataan kondisional yang antesedennya
merupakan negasi dari salah satu disjung dan konsekuennya adalah disjung yang lain
[ Jika Bukan-P maka Q, atau Jika Bukan-Q maka P ], misalnya “ Kita pergi ke Bangkok
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
32/94
70
atau ke Bali” ekuivalen dengan “ Jika kita tidak pergi ke Bangkok maka kita pergi ke
Bali”, atau “ Jika kita tidak pergi ke Bali maka kita pergi Bangkok ”.
I ndependensi Logis
Dua pernyataan disebut secara logis independen jika secara logis tidak berhubungan; jadi,
kedua pernyataan maupun negasinya tidak saling mengimplikasikan. Umpamanya,
pernyataan “ Ratno sedang belajar ” dan “ Anti tahu tempat membeli sepatu yang murah”
secara logis independen karena keduanya tidak saling berhubungan. Contoh lain, pernyataan
“ Embun menetes di pagi hari” secara logis independen dengan pernyataan “ Aku sedang
bersedih”.
5. Penalaran
Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-asalan yang relevan. Alasan-
alasan itu dapat berupa bukti, data, informasi akurat, atau penjelasan tentang hubungan antara
beberapa hal. Penalaran berlangsung dalam pikiran. Ungkapan verbal dari penalaran adalah
argumentasi.
Dalam pasal ini akan diuraikan dua jenis penalaran, syarat penalaran yang benar, dan
kesalahan dalam penalaran. Sebelum itu, penyimpulan langsung dan prinsip-prinsip logika
yang mendasari penalaran akan dijelaskan terlebih dahulu.
5.1 Penyimpulan Langsung
Fungsi akal manusia adalah mencapai kebenaran. Proses pencapaian kebenaran dimulai dari
pengenalan terhadap gejala dan pembentukan ide itu sendiri. Tetapi kebenaran tidak terdapat
dalam Ide. Kebenaran terdapat dalam putusan ( judgement ). Kalau putusan kita sesuai dengan
kenyataan, maka kita mencapai kebenaran objektif. Atas dasar kebenaran-kebenaran
semacam inilah pengetahuan mengalami kemajuan.
Kebenaran pertama-tama dapat dicapai melalui penyimpulan langsung (immediate
inference), yaitu penyimpulan yang ditarik sesuai dengan prinsip-prinsip logika. Prinsip-
prinsip logika terdiri atas prinsip identitas, prinsip kontradiksi, dan prinsip tanpa nilai tengah
(excluded middle). Prinsip identitas menyatakan bahwa X = X; artinya, sesuatu adalah
sesuatu itu sendiri. Prinsip kontradiksi menyatakan bahwa jika X = X maka tidak mungkin X
tidak sama dengan X; artinya, sesuatu adalah dirinya sendiri, tidak mungkin sesuatu itu
sekaligus bukan dirinya sendiri. Prinsip tanpa nilai tengah menyatakan bahwa untuk proposisi
8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1
33/94
71
apa pun, proposisi itu hanya dapat benar atau salah; tidak mungkin diperoleh sebuah
proposisi yang benar sekaligus salah, atau setengah salah atau setengah benar.
Penyimpulan langsung dilakukan melalui indera, umpamanya memberikan putusan
bahwa mawar berwarna merah (putusannya: mawar merah), hari sedang hujan, matah