Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
33
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1. Keadaan Geografis
Secara geografis wilayah Kabupaten Lombok Tengah terletak pada
posisi 8o241 – 8o571 LS dan 116o051 – 116o241 BT dengan luas wilayah
1.208,39 km2,Kota Praya sebagai Ibu Kota Kabupaten dengan ketinggian
100 sampai dengan 200 meter dari permukaan laut. Adapun kondisi
geografis Kabupaten Lombok Tengah cukup bervariasi yang terdiri atas
perbukitan yang daerahnya termasuk dalam kawasan Gunung Rinjani yang
terletak di tengah-tengah Pulau Lombok.Kemudian daratan rendah yang
merupakan pusat kegiatan pertanian yang tehampar di bagian tengah,
membujur mulai dari utara ke selatan.Sedangkan garis pantai membentang
mulai dari pantai Torok Aiq Beleq Kecamatan Praya Barat Daya, pantai
Selong Belanak Kecamatan Praya Barat, sampai dengan Desa Bilelando
Kecamatan Praya Timur.Adapun luas wilayah Lombok Tengah secara
keseluruhan adalah 1.208,39 Km219
.Secara administratif, Kabupaten
Lombok Tengah memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut;
Batas Utara : Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Timur
Batas Selatan : Samudra Indonesia / Samudra Hindia
Batas Barat : Kabupaten Lombok Barat
Batas Timur : Kabupaten Lombok Timur20
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lombok Tengah tahun 2012,
Jumlah penduduk yang mendiami Kabupaten Lombok Tengah sebanyak
19
Statistik Kepariwisataan Kabupaten Lombok Tengah, 2013 20
Perda No. 7 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Lombok Tengah tahun 2011- 2031
34
860.209 jiwa, dengan kepadatan penduduk 712 jiwa/km². Kecamatan yang
terpadat adalah Kecamatan Praya dengan kepadatan penduduk 1.688
jiwa/km² dan kecamatan yang paling rendah tingkat kepadatannya adalah
kecamatan Batukliang Utara dengan kepadatan penduduk 260 jiwa/km².
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Lombok Tengah pertahun
periode 2000-2010 sebesar 1,45 persen, dimana angka ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk pertahun periode
1990-2000 yaitu sebesar0,98%.
3.2. Kondisi Demografis Desa Sukerara
Penduduk desa Sukerara berjumla 21.670 jiwa, terdiri dari 10.616
penduduk laki-laki dan 11.054 penduduk perempuan dengan jumlah KK
sebanyak 5286 KK. Mata pencaharian pendududuk desa Sakra terdiri dari
petani berjumlah 2794 orang, buruh tani 2776 orang, pedagang 570 orang,
PNS/TNI/Polri berjumlah 473 orang, montir/sopir 264 orang, karyawan
swasta 157 orang, pengerajin nenun 1595 orang dan guru 512 orang.
Masyarakat sukerara sebagian besar berpendidikan SD, yaitu 6.915
orang, SLTP 4.175, SLTA 3.486 orang, perguruan tinggi 1.776 orang, belum
sekolah 2.181 orang, tidak tamat SD yaitu sebanyak 3.060 orang dan yang
buta aksara sebanyak 77 orang. Untuk lebih jelasnya lihat table di bawah ini:
35
Tabel 3.1 Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase %
Belum sekolah 2181 10,06
Timak tamat SD 3060 14,12
Tamat SD 6915 31,91
Tamat SLTP 4175 19,27
Tamat SLTA 3486 16,06
Tamat PT 1776 8,20
Buta Aksara 77 0,36
Total 21670 100.00
Sumber: Monografi Desa Tahun 2014
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat Desa
Sukerara masih rendah. Hal ini terbukti dari banyaknya jumlah tamatan SD
dan masih ada buta aksara.
3.3. Sosial Ekonomi
Mata pencaharian pendududuk desa Sakra terdiridari petani
berjumlah 2794 orang, buruh tani 2776 orang, pedagang1595 orang,
PNS/TNI/Polri berjumlah 473 orang, montir/sopir 264orang, karyawan
swasta 157 orang, pengerajin 570 orang dan guru 512orang.Berdasarkan
karakteristik Stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa pembagian
kelas atau golongan dalam masyarakat desa sukerara, yaitu kelas sosial ke
atas, menengah, dan kelas sosial kebawah. Yang termasuk dalam
golongan-golangan kelas sosial tersebut adalah:
1. kelas sosial atas yaitu masyarakat yang memiliki pekerjaan tetap
seperti PNS dan memmiliki usaha seperti galeri, arsop, dan memiliki
tanah atau sawah yang banyak.
2. Kelas sosial menengah adalah mereka yang memiliki pekerjaan
sebagai kariyawan swasta, pedagang.
36
3. Sedangkan kelas kebawah adalah mereka yang berpropesi sebagai
buruh tani, penenenun.
Stratifikasi sosial masyarakat sukerara dari semua golongan dari
golongan ke atas sampai golongan ke bawah mereka semua terikat dengan
perkawinan merariq dan yang lebih kental dan mengikuti semua proses
yang ada dalam perkawinan merariq ini adalah mereka yang golongan ke
atas.
3.4 Sosial Budaya Masyarakat
Masyarakat desa Sukerara mayoritas memeluk agama Islam, selain itu
ada juga yang beragama Hindu. Desa Sukeraraa sendiri mempunyai 15 masjid
dan 20 musholla. Masjid dan musholla merupakan pusatkegiatan untuk
pelaksanaan ibadah sehari-hari masyarakat desa Sukerara,dan juga sebagai
sarana kegitan pengajian, belajar agama dan sebagai tempat untuk
melaksanakan musyawarah baik dari kalangan remaja maupun masyarakat
setempat.Kegiatan keagamaanyang ada di desa Sukerara tidak hanya terbatas
pada kegiatan shalat berjamaah di masjid atau musholla saja, tapi meliputi
banyak kegiatan seperti peringatan Maulud Nabi Besar Muhammad SAW,
Isra’ Mikraj, banjar kematian, yasinan, dan hiziban.Peringatan Maulud Nabi
Muhammad SAW dan Isra’ Mikraj rutin dilakukan setahun sekali.Kegiatan
banjar kematian adalah kegiatanmembaca yasin bersama, yang diadakan satu
hari sampai kesembilan hari, empat puluh hari, seratus dan seribu
hari.Pelaksanaannya dilakukan oleh kelompok-kelompok yang sudah
dibentuk sendiri oleh warga Sukerara dan kegiatannya diadakan setelah
selesai shalat magrib.
37
Masyarakat Sukerara merupakan masyarakat yang masih memegang
teguh budaya, adat istiadat dan kesenian di daerahnya.Kesenian yang
berkembang saat ini adalah seni musik gendang beleq (gendang besar),
cilokak dan qasidah.Gendang beleq (gendang besar) adalah sejenis seni
musik yang dimainkan oleh laki-laki yang digunakan untuk mengiringi
upacara perkawinan biasanya pada saat nyongkolan.
Gendang beleq (gendang besar) ada juga cilokak yang merupakan seni
musik daerah yang terdiri dari bermacam-macamalat yakni alat petik,
gambus, biola, suling, pereret, gendang dan rincikdan juga ada dua orang
penyanyi laki-laki dan perempuan yangmengiringinya. (Wawancara dengan
bapak Timan 3 mei 2016)
3.5 Perkawinan Merariq Suku Sasak
Kawin lari biasanya diartikan sebagai bentuk perkawinan yang tidak
didasarkan atas persetujuan lamaran orang tua, tetapi berdasarkan kemauan
sepihak atau kedua belah pihak dari sepasang pemuda dan pemudi sebagai
jalan keluar bagi mereka untuk menikah.Namun dalam tradisi masyarakat
Sasak dimana tradisi kawin lari dikenal dengan merarik, kawin lari memiliki
pemaknaan yang khas. Masyarakat Sasak mengartikan merarik sebagai
proses pernikahan yang didahului dengan membawa lari atau “menculik”
seorang gadis sebelum prosesi pernikahan secara agama dan hukum
nasional dilaksanakan. Istilah merarik sendiri berasal dari kata dalam bahasa
Sasak.Ada beberapa pendapat mengenai asal kata merarik, di antaranya;
“berari” yang berarti berlari.Yaitu seorang lelaki membawa lari seorang
gadis untuk dinikahi.Makna inilah yang kemudian berkembang menjadi
38
istilah merarik yaitu sebuah tindakan yang dilakukan untuk membebaskan si
gadis dari ikatan orang tua serta keluarganya.
Pendapat lainnya mengatakan bahwa merarik berasal dari kata “arik”
yang berarti adik perempuan.Dalam sebuah rumah tangga, seorang suami
biasanya memanggil istrinya dengan sebutan “arik”.Karena itu, merarik
secara bahasa berarti menikahi seorang gadis untuk dijadikan seorang istri
dan kemudian dipanggil “arik” oleh suaminya dalam keseharian rumah
tangga mereka. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa merarik berasal
dari dua kata, mara yang berarti datang dan ri’ yang berarti diri. Jadi merarik
berarti mendatangkan diri atau menyerahkan diri.Yaitu penyerahan diri dari
dua makhluk yang berlainan jenis untuk hidup bersama.Pada
perkembangannya, terjadi perluasan makna dari kata merarik.Awalnya
merarik hanya merupakan istilah untuk sebuah tindakan membawa lari
seorang gadis dengan maksud untuk dinikahi.Misalnya untuk menanyakan
apakah seseorang telah menikah, masyarakat Sasak saat ini biasanya
bertanya, “Wah mu merarik?”, atau “sudahkah kamu menikah?”. Jadi arti
merarik saat ini tidak lagi merujuk hanya kepada tindakan membawa lari
seorang gadis. Dalam pelaksanaan tradisi merarik, setidaknya ada delapan
tahap yang (harus) dilewati masyarakat Sasak, yaitu: 1) midang, merupakan
proses kunjungan lelaki ke rumah perempuan dalam tahap pendekatan
(apel). 2) ”Merarik” (kawin lari), yaitu pelarian atau penculikan si
perempuan dari kekuasaan orang tuanya. Si perempuan kemudian
disembunyikan di penyeboan (persembunyian) yang biasanya adalah rumah
kerabar si lelaki. 3) Selabar dan mesejati, yaitu pelaporan pihak pria kepada
39
kepala dusun asal calon pengantin dan pemberitahuan kepada keluarga
pihak perempuan bahwa pihak pria telah membawa lari anak perempuan
mereka. 4) Mbait wali, yaitu menjemput wali untuk menikahkan si
perempuan. 5) Akad nikah dengan cara Islam, 6) Mbait janji, yaitu
perundingan untuk menentukan waktu pelaksanaan ajikrama atau sorong
serah, yang merupakan puncak rangkaian upacara pernikahan menurut adat
Sasak. 7) Ajikrama atau sorong serah, yaitu prosesi simbolis untuk memberi
dan menerima pengantin di dalam sebuah perkawinan. 8) Yang terakhir
nyongkolan, yaitu iring-iringan kedua mempelai pengantin yang datang ke
tempat upacara sambil berjalan kaki dengan diiringi permainan musik
tradisional khas Sasak, gendang beleq atau kecimol.
Asal mula kawin lari yang berkembang dalam masyarakat Sasak,
secara umum, terdapat dua pendapat.Pendapat pertama mengatakan bahwa
kawin lari merupakan budaya asli masyarakat Sasak.Budaya ini sudah
dipraktekkan oleh leluhur masyarakat Sasak jauh sebelum terjadinya
infiltrasi budaya Bali dan datangnya colonial Belanda.Sedangkan Pendapat
kedua mengatakan bahwa kawin lari pada masyarakat Sasak merupakan
budaya yang datang dari luar Lombok dan bukan merupakan budaya asli
masyarakat Sasak.Pendapat ini umumnya berasal dari para tokoh agama dan
didukung pula oleh sebagian masyarakat Sasak.
a. Beberapa awik-awik (aturan: fatsoen) merariq yang berlaku secara umum
pada suku sasak adalah sebagai berikut:
40
1. Calon mempelai perempuan harus diambil di rumah orangtuanya dan
tidak boleh di ambil dirumah keluarganya atau di tengah jalan,
sawah, tempat kerja, pondok apalagi disekolah.
2. Calon mempelai perempuan yang mau diambil itu bener-benar
bersedia untuk kawin dan ernah ada janji dengannya untuk kawin.
3. Merariq harus dilakukan pada malam hari dari habis magrib sampai
jam 23:00 Wita, dan terhina bagi yang merariq pada siang hari.
4. Merariq harus dilakukan dengan cara-cara sopan dan bijaksana, tidak
boleh dengan jalan paksaan, kekerasan, dan lainnya.
5. Harus mengikutkan seorang perempuan dalam mengambil sebagai
teman gadis calon mempelai guna terhindarnya hal-hal yang tidak
diinginkan.
6. Calon mempelai perempuan yang diambil itu harus dibawa ke rumah
salah seorang keluarga pihak laki-laki guna menghindari
keterkejutan atau kemarahan orangtua laki-laki karena tidak setuju,
sehingga si perempuan tidak dapat mendengarkan kata-kata tidak
senonoh yang keluar dari calon mertuannya. Di tempat ini, calon
pengantin perempuan harus ditemani oleh seorang perempuan lain
dari keluarga laki-laki, dan baru boleh pulang ke rumah orangtua
laki-laki setelah selesai akad nikah(betikah).
7. Calon mempelai perempuan yang diambil harus segera
diinformasikan keadaannya kepada dusunnya dan keluarganya.
Proses pemberitahuan kepada khalayak dan orang tua penganten
perempuan (tepesejati lan beselabar)
41
b. Prosedur Prosesi Adat Merariq Suku Sasak
Perkawinan menurut islam dikonsepsikan sebagai jalan
mendapatkan kehidupan berpasang-pasangan, tentram dan damai
(mawaddah wa rahmah) sekaligus sebagai sarana pelanjutan generasi
atau keturunan. Karena itu, perkawinan bukan hanya menyatukan
seorang laki-laki dan perempuan saja, tetapi sekaligus mengandung arti
untuk mempersatukan hubungan dua keluarga besar, yaitu kerabat
pihak laki-laki dan kerabat pihak perempuan.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka terdapat tiga macam perkawinan
kawin lari (Merariq) dalam masyarakat sasak.
1. Perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam
satu kadang waris yang disebut perkawinan betempuh pisa’ (misan
dengan misan).
2. Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang mempunyai kadang
jari (ikatan keluarga) disebut perkawinan sambung uwat benang( untuk
memperkuathubungan kekeluargaan).
3. Perkawinan antara pihak laki-laki dan perempuan yang tidak ada
hubungannya dengan keluarga disebut perkawinan pegaluh gumi
(memperluas daerah/wilayah).
Dengan demikian, semakin jelas bahwa tujuan perkawinan
menurut adat sasak adalah untuk melanjutkan keturunan, memperluas
hubungan kekeluargaan.adapun prosedur dan tata cara prosesi adat
perkawinan suku sasak dapat disklasifikasikan menjadi dua tahapan utama,
yaitu pra pernikahan dan pasca pernikahan. Diskripsi berikut ini
42
akanmenggambarkan beberapa prosesi yang harus dilalui oleh calon
pasangan laki-laki dan perempuan suku sasak menuju gerbang perkawinan
di antarannya.21
1. Pra Perkawinan
Secara umum, setiap perkawinan biasannya didahului oleh sebuah
perkenalan antara seorang laki-laki dan perempuan. Tradisi ini dalam
masyarakat sasak dikenal dengan sebuah beberayean atau berkemelean,
maksudnya adalah proses saling menjajaki atau pacaran. Berayean atau
bekemelean adalah pacaran atau ada rasa saling memiliki antara
seorang laki-laki dengan perempuan (antara muda mudi ). Berayean
atau bekemelean merupakan proses merupakan awal menuju
pernikahan dalam adat istiadat masyarakat sasak. Tujuan dari
beberayean adalah hamper sama dengan proses taarurf, yaitu sarana
untuk saling kenal mengenal antara dua pasangan muda-mudi sebagai
bekal untuk membangun rumahtangga dikemudian hari.
Adat masyarakat sasak telah menyediakan banyak sarana bagi para
muda mudi untuk berkenalan, yaitu saat-saat begawe (pesta), baik pesta
begawe pati (kematian) seperti; nelung (hari ketiga), mitu (hari
ketujuh), nyiwa (hari kesembilan) dan nyatus (hari keseratus), maupun
begawe urip (kehidupan) seperti; ngurisan (cukur rambut bayi),
nyunatan (khitanan), dan merariq (perkawinan).Semua bentuk begawe
tersebut dijadikan sebagai sarana berkenalan bagi muda-mudi pada saat-
saat senggang prosesi begawe, yaitu malam hari. Biasannya shahibul
21
Zuhdi, harfin, 2012.Praktif Merariq Wajah social masyarakat sasak. Lembaga pengajian
publikasi islam dan masyarakat lain mataram; NTB
43
hajat menyiapakan tempat khusus bagi muda mudi untuk saling
berkanalan satu sama lainnya sambil mengerjakan sesuatu pekerjaan,
berupa buat ketupat, banget (jajan dari ketan), memarut kelapa, masak
nasi, dan lain sebagainnya. Walaupun acara seperti ini tidak dibiarkan
sebebas-bebasnya, melainkan harus tetap berada dalam control para
orangtua. Biasannya pertemuan dan perkenalan melalui sarana ini
berlanjut menjadi beberayean.Adapun beberapa macam kegiatan yang
dilakukan para pemuda pemudi dalam beberayean untuk bisa saling
kenal lebih dekat antara keduannya bahkan dengan keluarga si
perempuan dan masyarakatnya, yaitu
a. Midang
Midang adalah berkunjung ke rumah gadis dengan maksud
untuk menemuinnya batas dasar cinta.Kalau datang kerumah gadis
bukan semata-mata untuk menemui dia dan tidak atas dasar cinta,
tidak dikatakan midang, melainkan silatuhrahmi biasa atau main-
main (bekedek). Masing-masing daerah di Lombok memiliki adat
sendiri-sendiri tentang waktu dan limit waktu untuk midang. Tetapi
biasannya midang dilaksanakan pada waktu malam hari antara jam
20.00 sampai 23.00 Wita. Dan apabila lebih dari ketentuan waktu
tersebut, maka orangtua gadis pasti akan menegurnya. Adapun
kalau datang pada siang hari tidak dianggap midang karena siang
hari adalah waktu untuk kerja, biasannya di sawah, dan kalo datang
kesawah san ikut membantu kerja sisebut ngujang.Ada beberapa
44
awig-awig (aturan) tentang midang yang berlaku secara umum
pada suku sasak.
1. Semua laki-laki yang bukan muhrim boleh datang midang, baik
yang bujangan yang sudah beristeri, yang kaya maupun miskin.
2. Kalau kebetulan yang datang midang itu berbarengan, maka tidak
boleh saling mencemburui. Semuannya duduk bersila atau di
kursi ditempat yang sama-sama jauh dari tempat duduknya gadis
dan tidak boleh di antarannya merasa lebih akrab di dalam
menyuguhi yang lainnya minuman atau apa aja, kecuali dilakukan
oleh sigadis saja. Dan bagi yang lebih dahulu datang harus rela
dan besar hati untuk pamit duluan, sekaligus sebenarnya belum
merasa puas.
Midang dilakukan pada malam hari sehabis isya’ (jam
20.00-23.00 Wita). Dan apabila si gadis berada dirumah wajib dia
menemui si pemidang tanpa pilih kasih, dan orangtua pun harus
segera memisahkan diri, entah ke rumah tetangga, atau tidur di
kamarnnya.Apabila sudah melewati batas waktu, juga belum
pulang, maka hak orangtua dan masyarakat untuk menegur bahkan
mengusirnya.
b. Mereweh
Mereweh dianggap perewahan biasa, sedangkan perewehan
modal kedua merupakan bukti keseriusan kedua pihak dalam
bercinta dan sekaligus sebagai pengikat/janji yang
menghantarkannya menuju merariq. Perewehan macam ini, bisa
45
dituntut pengembaliannya apabila si gadis ternyata mengingkari
kesepakatan dan merariq sama laki-laki lain dan wajib untuk
dikembalikan, sedangkan perewehan model pertama tidak bisa
dituntut dan juga tidak wajib dikembalikan karena tidak dibarengi
dengan perjanjian apa-apa.22
2. Merariq
Merariq merupakan rangkain akhir dari proses pencarian jodoh
(pasangan) untuk menuju perkawinan. Merariq artinya membawa lari
seorang perempuan oleh pihak laki-laki untuk kawin. Merariq merupakan
cara yang paling banyak dilakukan oleh suku sasak di beberapa tempat di
Lombok dari dulu hingga sekarang untuk perkawinan. 23
3. Besejati dan Beselabar
Besejati merupakan proses informasi yang ditunjukan kepada
pemerintah desa (desa asal calon penganten perempuan) untuk
memberintaukan kepada kepala desa (pengamong krama) kemudian
dilanjutkan informasi tersebut kepada kepala dusun atau keliang
(pengemban krama), dan selanjutnya kepada orang tua mempelai
perempuan. Selabar artinya sebar kabar. Selabar ini dilakukan setelah
proses sejati selesai dijadikan dan diterima dengan baik oleh pihak
pemerintah desa atau keliang. Proses selabar ini dapat dilaksanakan
kepada orangtua dan sanak saudara calon penganten perempuan melalui
keliang selaku pendamping keluarga serta penanggung jawab yang ada di
dusun atau kampong.
22
Ibid, hal 58-62 23
ibid, hal 62
46
Besejati dan beselabar adalah proses pemberitahuan kepada
khalayak terutama kepada yang paling berwenang, yaitu orangtua pihak
perempuan selaku pemilik gadis yang hilang dan kepala dusun tempat si
gadis bermuikim selaku penanggung jawab wilayah. Besejati dan
beselabar harus dilakukan secepatnya, yaitu sehari setelah merariq bagi
sedesa selambat-lambatnya tiga hari setelah merariq bagi luar desa.Apabila
merariq tidak dibarengi dengan besejati dan beselabar, maka disebut
pencurian atau penculikan dan bahkan dipandang atau dipersamaan
dengan perbuatan binatang oleh masyarakat.24
4. Betikah atau akan nikah
Akad nikah (betikah) dilaksanakan, pihak laki-laki sebelumnya
telah siap untuk menghadirkan orangtua perempuan sebagai wali dan juga
petugas pencatat Nikah (PPN) desa. Kerens itu, pihak keluarga laki-laki
semenjak proses merariq harus segera menghubungi kyai (tokoh agama)
dusun untuk melapor ke PPN dan mencari kepastian kesedian orangtua
perempuan untuk hadir sebagai wali (nuntut wali). Apabila semuanya
sudah siap, maka akad nikah bisa dilaksanakan pada hari yang telah
disepakati semua pihak dan pelaksanaannya mungkin saja dilaksanakan
dimasjid, musholla (santren) atau dimana saja selain di rumah salah satu
pihak.Karena, secara adat kedua belah pihak tidak diperbolehkan untuk
saling mengunjungi sebelum acaranya selesai melalui putusan public,
yaitu pagat-ajikerame pada saat sorong serah yang diiringi dengan
nyongkolan (arak-arakan penganten).
24
Ibid, hal 69
47
Rukun-tertib (rukun-syarat) yang harus dipenuhi dalam betikah (akad
nikah) dalam adat perkawinan pada masyarakat sasak adalah:
a. Hadirnya kedua mempelai
b. Adanya wali
c. Adanya dua laki-laki sebagai saksi
d. Adanya shighat ijab-qabul
e. Hadirnya petugas pencatat nikah
Kelima rukun dan syarat ini harus terpenuhi dalam akad
nikah.Artinya kalau satu di antaranya tidak ada, maka akad nikah dianggap
batal atau tidak bisa dilaksanakan.Ketidak hadiran PPN dalam akad nikah
dapat menyebabkan batalnya pernikahan atau akad nikah harus ditunda
sampai ada petugas PPN. Masyarakat sasak, akad nikah yang
dilangsungkan tanpa kehadiran PPN dapat dianggap sebagai nikah liar
(nikah siri).25
5. Bait-janji; Pisuke, Ajikarame, dan Arte Gegawean
``Dengan berakhirnya prosesi betikah atau akad nikah, maka ini-
poin tuntutan syari’at (hukum islam) dalam perkawinan dianggap sudah
selesai, dan mempelai laki-laki dan perempuan sudah mendapat legalitas
untuk melakukan hubungan biologis. Namun, inti-poin tuntutan adat masih
belum selesai. Tuntutan adat yang harus dilaksanakan setelah acara
betikah adalah bait janji.
Adapun yang dimaksud dengan bait janji dalam adat perkawinan
suku sasak adalah kedatangan para utusan dari pihak keluarga laki-laki ke
25
Ibid, hal 71-74
48
pihak keluarga perempuan untuk membicarakan beberapa masalah yang
terkait dengan penyelesain adat sorong serah seperti jumlah pesuke
(permintaan) yang sesuai dengan kepantasan mempelai perempuan, jumlah
ajikrama, jumlah “denda-denda”, jumlah arte gegawen, waktu, tempat, dan
cara pelaksanaan begawe. Terkadang, begawe bisa dilaksankan pada pihak
laki-laki atau pihak perempuan sesuai kesempatan.26
6. Begawe atau pesta
Begawe artinya pesta, perhelatan atau selamatan. Dalam masyarakat sasak,
dikenal tiga macem begawe yaitu;
a. Begawe pati, yaitu begawe untuk orang mati.
b. Begawe urif, yaitu begawe untuk orang hidup.
c. Begawe yang ada hubungannya dengan agama, seperti lebaran,
maulidan dll.
Ketiga macam begawe tersebut, biasanya yang paling meriah
pelaksanaannya adalah begawe merariq (pesta pernikahan).Pesta
perkawinan bagi pihak lagi-laki disebut nanggep, sedangkan pesta
perkawinan bagi pihak perempuan disebut ngadep. Penyebutan nanggep
bagi pesta pihak laki-laki karena sesungguhnya dialah yang melaksanakan
pesta, sedangkan pihak perempuan disebut ngadep karena kebanyakan
biayanya berasal dari pihak laki-laki berupa pesuke (pemberian pihak laki-
laki kepada pihak perempuan ) dan semata-mata diadakan hanya untuk
menyambut kedatangan peserta nyongkolan (sorong serah) dari pihak laki-
laki.
26
Ibid, hal 74
49
7. Nyongkolan (seremonial pernikahan)
Acara ini dalam masyarakat sasak dilaksanakan oleh kedua keluarga
mempelai dalam waktu yang sama di rumah masing-masing. Hal demikian
dilakukan karena acara nyongkolan ini kedua keluarga mempelai akan
mempersiapkan segala macam prosesi nyongkolan. Keluarga laki-laki
akan mempersiapkan kedua mempelai untuk mengunjung keluarga
perempuan sebagai tanda serah terima di antara kedua belah pihak.
Prosesi nyongkolan ini, keluarga laki-laki mengundang seluruh
keluarga atau karib kerabat untuk menghadiri acara nyongkolan itu, begitu
juga dengan keluarga perempuan. Biasanya acara nyongkolan dari pihak
perempuan dinamakan naggep, yaitu acara seremonial yang di adakan di
rumah keluarga mempelai perempuan karena akan menyambut kedatangan
pengantin mereka untuk serah terima (sorong serah).27
8. Bales ones nae (kunjungan balesan sebagai salam perpisahan)
Bales ones nae, yaitu kunjungan pihak penganten laki-laki kepada
keluarga pengantin perempuan setelah acara nyongkolan dan
ajikrama.Bales ones nae ini bertujuan untuk memperkenalkan semua
anggota keluarga terdekat secara khusus. Bales ones nae ini juga sebagai
symbol perpisahan terakhir dari pengantin perempuan kepada kedua
orangtuanya karena penganten perempuan akan mengikuti ke mana
suaminya tinggal nanti.28
27 Ibid, hal 87
28 Ibid, hal 89