75
BAB III HASIL PELAKSANAAN MAGANG 3.1 Diskripsi Pelaksanaan Magang Magang yang dilakukan di PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B selama 3 bulan bertujuan agar mahasiswa dapat memahami proses produksi listrik secara umum yang terdapat pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B. Kemudian mahasiswa berfokus pada suatu masalah yang lebih khusus untuk dijadikan objek penulisan. Pada bulan pertama mahasiswa diberikan penjelasan oleh beberapa mentor secara bertahap tentang siklus-siklus dan berbagai sistem yang ada pada PLTU Tanjung Jati B, meliputi siklus uap, siklus air, sistem bahan bakar, sistem transmisi, sistem WTP, dll. Kemudian mahasiswa diajak berkeliling lapangan oleh mentor untuk melihat kondisi lapangan secara langsung untuk lebih mengenal komponen-komponen dari pembangkit pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B. Selain itu mahasiswa juga belajar dari literatur-literatur yang ada tentang PT. PLN (Persero) Pembangkitan Page | 16

BAB III Hasil Magang Baru (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PLTU

Citation preview

BAB III Hasil Pelaksanaan Magang

BAB IIIHASIL PELAKSANAAN MAGANG

3.1 Diskripsi Pelaksanaan Magang Magang yang dilakukan di PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B selama 3 bulan bertujuan agar mahasiswa dapat memahami proses produksi listrik secara umum yang terdapat pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B. Kemudian mahasiswa berfokus pada suatu masalah yang lebih khusus untuk dijadikan objek penulisan.Pada bulan pertama mahasiswa diberikan penjelasan oleh beberapa mentor secara bertahap tentang siklus-siklus dan berbagai sistem yang ada pada PLTU Tanjung Jati B, meliputi siklus uap, siklus air, sistem bahan bakar, sistem transmisi, sistem WTP, dll. Kemudian mahasiswa diajak berkeliling lapangan oleh mentor untuk melihat kondisi lapangan secara langsung untuk lebih mengenal komponen-komponen dari pembangkit pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B. Selain itu mahasiswa juga belajar dari literatur-literatur yang ada tentang PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B untuk kemudian menemukan topik khusus yang ingin diangkat menjadi laporan magang. Proses penulisan laporan dibimbing dan diarahkan oleh mentor. Data yang dibutuhkan oleh mahasiswa sebagai laporan penulisan magang dapat diambil di CCR, Topi Solvo, sistem DCS, dan wawancara secara langsung dengan pegawai PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B maupun dengan operator yang ada di lapangan.

3.2 Siklus Produksi ListrikPT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B merupakan salah satu pembangkit listrik tenaga uap yang ada di Indonesia. Bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan fluida kerja adalah batubara. Fluida kerja uap hasil dari pembakaran digunakan untuk memutar turbin yang selanjutnya akan memutar rotor generator sehingga dapat menghasilkan tenaga listrik. Pada proses produksi listrik terdapat beberapa konversi energi yang terjadi. Mulai dari energi kimiawi yang tersimpan pada batubara diubah menjadi energi panas melalui sistem pembakaran. Energi panas ini digunakan untuk mengubah air menjadi uap dengan suhu dan tekanan yang tinggi. Kemudian energi panas pada uap akan mampu memutar sudu turbin sehingga terjadilah konversi dari energi panas menjadi energi kinetik. Itulah mengapa pembangkit listrik tenaga uap termasuk dalam kategori thermal plant, karena memanfaatkan panas hasil pembakaran bahan bakar batubara dan udara di dalam furnace yang kemudian digunakan untuk memanaskan pipa-pipa berisi air/uap di dalam boiler.Dalam Proses Produksi Listrik Pada PLTU terdiri dari beberapa siklus diantaranya :1. Siklus Bahan Bakar2. Siklus pengolahan air (Water Treatment Plant)3. Siklus Uap4. Siklus Udara Pembakaran5. Siklus Air Pendingin6. Siklus Gas Buang7. Siklus penanganan abu (Ash Handling System)8. Siklus pengolahan air limbah (Waste Water Treatment Plant)

3.2.1 Siklus Bahan BakarPada suatu PLTU, terdapat 2 siklus bahan bakar yang digunakan dalam proses produksi listrik yaitu siklus bahan bakar minyak dan siklus bahan bakar batubara. Kedua siklus itu mempunyai hubungan keterkaitan dimana siklus bahan bakar minyak digunakan sebagai bahan bakar awal (starting) saat proses penyalaan boiler sebelum menggunakan bahan bakar utama batubara. Namun tidak menutup kemungkinan bahan bakar seperti minyak dan gas digunakan apabila ketersedian bahan bakar utama (batubara) tidak ada.

Gambar 3.2 Siklus Bahan Bakar 3.2.1.A Siklus Bahan Bakar MinyakPada pembangkitan yang menggunakan bahan bakar utamanya batubara, ternyata bahan bakar minyak masih dibutuhkan. Bahan bakar minyak yang digunakan pada PLTU ada 2 jenis yaitu Marine Fuel Oil (MFO) dan High Speed Disel (HSD) atau minyak solar.Minyak bakar atau marine fuel oil (MFO) bukan merupakan hasil destilasi (pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didihnya) tetapi hasil dari jenis residu yang berwarna hitam. Minyak jenis ini memiliki tingkat kekentalan yang tinggi dibandingkan minyak diesel sehingga sebelum digunakan minyak jenis ini harus dipanaskan terlebih dahulu agar dapat disalurkan. Pemakaian BBM jenis ini umumnya untuk pembakaran langsung pada industri besar, yaitu untuk steam power station dan dari segi ekonomi lebih murah dari pada penggunaan High Speed Diesel (HSD). Pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B bahan bakar minyak digunakan untuk sistem starting awal atau start up pembakaran saat unit pembangkit berhenti bekerja (trip). Selain itu bahan bakar minyak juga digunakan untuk membantu menyalakan awal batubara. Karena bahan bakar minyak lebih cepat tebakar, dibanding dengan bahan bakar batubara, maka bila tidak ada bahan bakar minyak proses pembangkitan tidak bisa dilakukan.

Gambar 3.3 Tangki Utama Bahan Bakar Minyak (Main Fuel Oil Tank)Siklus aliran bahan bakar minyak pada PLTU dimulai dari fuel oil supplier pada PT.Pertamina. dari fuel oil supplier kemudian minyak di salurkan ke fuel oil tank, dengan kapasitas tampung 757m3. Marine Fuel Oil (MFO) dan High Speed Diesel (HSD) ditampung pada tempat penampungan yang berbeda, hal ini disebabkan karena kedua jenis minyak tersebut memiliki kandungan viskositas yang berbeda dimana viskositas dari Marine Fuel Oil (MFO) lebih tinggi daripada High Speed Diesel (HSD).Dari fuel oil tank kemudian minyak dialikan ke tangki harian sebelum dimasukkan kedalam boiler. Sebelum masuk ke dalam boiler, Marine Fuel Oil (MFO) dipanaskan terlebih dahulu menggunakan heater untuk mengurangi kadar viskositas agar dapat dialirkan. Setelah melewati heater selanjutnya minyak dialirkan kedalam boiler melalui fuel oil pipe lalu fuel oil burner untuk dikabutkan agar mempercepat proses pembakaran. Pada boiler terdapat ignitor yang berfungsi untuk mematik api.3.2.1.B Siklus Bahan Bakar Batubara Dalam Proses PLTU, untuk mendidihkan air didalam boiler dibutuhkan energi panas. Energi panas ini didapatkan dari hasil pembakaran bahan bakar, seperti batubara, minyak bumi atau gas. Karena harga batubara yang murah, maka kebanyakan PLTU yang ada di Indonesia menggunakan batubara sebagai bahan bakar utama. Salah satunya adalah PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B yang terletak didesa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara. Batubara yang digunakan pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B berasal dari beberapa perusahaan penyedia batubara diantaranya PT.Kaltim Prima Coal, PT.indominco Mandiri, PT.Wijaya Karya Intrade dan PT.Berau Coal.

Gambar 3.4 Proses Siklus Bahan Bakar BatubaraPada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B, sistem yang menangani batubara dinamakan Sistem Penanganan Batubara (Coal Handling System). Awal dari sistem ini adalah batubara dari tambang batubara diangkut menggunakan kapal kargo dengan kapasitas 66 metrik ton untuk 4 hari. Setelah sampai PLTU kemudian kapal tersebut berlabuh disuatu dermaga untuk melakukan proses pembongkaran batubara. Dermaga yang ada didalam PLTU dinamakan Coal Jetty. Coal Jetty memiliki panjang 240 meter dan terletak 1 kilometer dari tepi pantai.Batubara yang diangkut oleh kapal kargo kemudian diturunkan dengan menggunakan alat yang bernama Shunlo (Ship Unloader). Dari jetty selanjutnya batubara diangkut menggunakan Conveyor Belt menuju ke Coal Stockpile (Coal Yard) untuk disimpan sebagai cadangan bahan bakar. Kapasitas Coal Yard pada PLTU Biasanya mencapai 630.000 ton yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan selama 2 bulan.

Gambar 3.5 Proses pengambilan Batubara oleh Ship Unloader menuju Coal Yard

Dari Coal Yard kemudian batubara dikeruk menggunakan alat yang bernama Stacker Reclaimer untuk diletakkan kembali pada Conveyor Belt yang kemudian didistribusikan menuju ke Crusher. Pada crusher batubara dihancurkan agar menjadi ukuran yang lebih kecil. Setelah melewati Crusher, pecahan batubara ditampung pada coal silo/ coal bunker untuk disimpan sementara waktu. Kapasitas dari coal silo adalah 6 x 500 ton

Gambar 3.6 Crusher House dan Coal SiloBatubara dari coal silo akan diteruskan menuju ke coal feeder untuk diatur jumlah aliran yang masuk ke pulverizer guna dilakukan penggerusan untuk memperkecil ukuran batubara agar menjadi partikel-partikel kecil. Hal ini disebabkan karena semakin kecil ukuran batubara yang dimasukkan kedalam tungku pembakaran (Boiler), maka semakin besar kalori yang dihasilkan oleh batubara ketika pembakaran nantinya.

Gambar 3.7 Coal Feeder dan PulverizerPartikel-partikel batubara yang berupa tepung kemudian dihembuskan dengan menggunakan udara dari Primary Air Fan kedalam tungku pembakaran (Boiler). Agar terjadi pembakaran didalam tungku maka harus ditambahkan udara pembakaran yang bersumber dari Force Draft Fan.3.2.2 Siklus Pengolahan Air ( Water Treatment Plant )Air umpan pada sistem pembangkit berfungsi sebagai bahan utama pembuat uap yang akan digunakan sebagai fluida kerja dari boiler. Air umpan yang akan dimasukkan kedalam boiler harus melewati beberapa treatment terlebih dahulu agar air umpan atau feed water memenuhi persyaratan air pengisi boiler. Persyaratan utama yang harus dipenuhi adalah air harus bebas dari senyawa-senyawa kimia, mineral dan oksigen. Karena jika air umpan mengandung senyawa-senyawa kimia, mineral dan oksigen dapat membahayakan komponen-komponen PLTU sebab dapat menyebabkan kerusakan ataupun pengkroposan dan dapat mengurangi umur dari alat tersebut. Cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh air umpan yang bebas dari bahan-bahan yang berbahaya bagi komponen-komponen dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan sistem pemurnian air laut yang diproses melalui Water Treatmemnt Plant.

Gambar 3.8 Skema Proses pada Water Treatment PlantSiklus Water Treatment Plant pada PT. PLN (Persero) Pembangkian Tanjung Jati B unit 3 dan 4 dimulai dari pengambilan air laut melalui Intake yang terletak ditengah laut. Air dari tengah laut dipompa oleh circulation water pump (cwp) masuk ke dalam intake dengan flow rate 1600 m3/hr. Di dalam intake, air laut akan diinjeksi dengan clorine agar biota laut yang terbawa mati. Selanjutnya air dialirkan ke travelling band screen dimana akan disaring agar kotoran-kotoran dan biota laut terpisah dari air laut seperti kerang, ubur-ubur, ikan dan lumut. Setelah melewati travelling band screen, air dipompa masuk kedalam pipa utama. Dari pipa utama aliran air dibagi menjadi 2 yaitu menuju chlorine tank dan sebagai air pendingin kondensor. Didalam chorine tank air diinjek menggunakan coagulant agar mengikat kotoran-kotoran dan memisahkannya dari air. Dari chlorine tank air kemudian dialirkan ke clarifier untuk diinjek menggunakan polimer agar terbentuk flok-flok yang ukurannya lebih besar ( sludge ) sehingga dapat mengendap dibawah dan dapat dipisahkan. Pada clarifier ini menggunakan prinsip overflow dimana air bersih yang berada dipermukaan akan tumpah dan mengalir kedalam supernatant tank untuk ditampung sementara. Setelah dari supernatan tank air akan melewati beberapa proses pemfilteran untuk menyaring dari zat-zat pengotor yang berukuran kecil yang masih terdapat didalam air. Salah satunya adalah dual media filter, dimana air laut akan disaring dengan prinsip sand filter 3 lapis. Pada proses reverse osmosis akan terjadi penginjeksian koagulan yaitu asam dan anti scalant. Koagulan berfungsi mengikat kotoran-kotoran seperti lumpur sedangkan asam dan basa digunakan untuk mengatur pH dan anti scalant berfungsi untuk menghindari timbulnya kerak pada pipa. Didalam proses reverse osmosis terdapat membran yang berfungsi untuk menyaring kandungan garam. Jenis membrane yang terdapat didalam proses tersebut adalah membrane semi permeable. Untuk sebuah konstruksi reverse osmosis memiliki 11 facial, dimana pada setiap facial terdapat 6 membrane semi permeable didalamnya.

Gambar 3.9 Prinsip Kerja dan Konstruksi Reverse Osmosis

Pada proses reverse osmosis PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B memiliki production rate 630 m3/hr (3 x 210 m3/hr) dan recovery rate 40%. Air hasil proses desalinasi juga memiliki parameter parameter sebagai berikut :

Tabel 3.1 Parameter parameter air desalination

Setelah melewati proses tersebut air dialirkan menuju demineralization untuk dinetralkan kandungannya. Didalm demineraliation air akan ditambahkan beberapa zat kimia seperti resin strong acid cation, resin strong base anion dan yang lainnya untuk menetralkan ph maupun kandungan mineral yang ada didalam air tersebut. Setelah kandungan air sesuai dengan spesifikasi air umpan pengisi boiler maka selanjutnya air dialirkan menuju make up water tank untuk disimpan sebelum dialirkan sebagai air pengisi boiler.

3.2.3 Siklus Uap

Gambar 3.10 Siklus UapDalam proses produksi pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B, uap merupakan fluida kerja yang berfungsi untuk menggerakkan turbin uap. Uap yang mengalir pada PLTU berasal dari prosess pemanasan air umpan yang terjadi didalam boiler. Pemanasan pada boiler menyebabkan perubahan fase yang awalnya air menjadi uap. Uap yang keluar dari boiler memilki tekanan dan temperatur tetapi tekanannya masih belum memenuhi spesifikasi tekanan dan temperatur turbin sehingga uap dari boiler harus dipanaskan kembali dengan menggunakan superheater. Setelah melewati superheater maka tekanan dan temperaturnya akan naik selain itu uap yang keluar dari berubah nama menjadi uap superheat atau uap kering.Didalam boiler terdapat alat yang dinamakan economizer. Economizer berfungsi untuk memanaskan air umpan. Energi panas yang terdapat pada economizer berasal dari pembakaran boiler. Uap superheat yang telah memiliki nilai temperatur dan tekanan tinggi digunakan untuk memutar High Pressure Turbine (HP Turbine). Uap yang keluar dari High Pressure Turbine (HP Turbine) akan mengalami penurunan tekanan dan temperatur, untuk itu sebelum digunakan untuk memutar Intermediate Pressure Turbine (IP Turbine) uap dialirkan kembali ke reaheater agar temperatur dan tekanan uap dapat dinaikkan kembali. Uap yang keluar dari reheater digunakan untuk memutar Intermediate Pressure Turbine (IP Turbine), uap sisa yang keluar dari Intermediate Pressure Turbine (IP Turbine) digunakan langsung untuk memutar Low Pressure Turbine (LP Turbine).Uap superheat yang telah digunakan untuk memutar turbin selanjutnya dialirkan menuju kondensor. Pada kondensor, uap didinginkan dengan cooling water yang berasal dari air laut. Proses pendinginan dilakukan dengan proses Heat Exchanger, aliran yang digunakan pada proses ini adalah aliran cross flow. Setelah melewati proses tersebut uap berubah menjadi air kembali. Air yag keluar digunakan sebagai make up water yang akan digunakan untuk air umpan boiler.3.2.4 Siklus Udara PembakaranDalam proses pembakaran pada boiler perlu adanya 3 unsur penting, atau yang sering disebut segitiga api, antara lain :1. Bahan bakar (Fuel)2. Udara Pembakar (Air)3. Panas (Heat)

Gambar 3.11 Segitiga Api

Ketiga hal tersebut harus dalam jumlah yang tepat untuk menghasilan pembakaran yang optimal.Salah satu unsur penting dalam reaksi pembakaran adalah oksigen. Oksigen yang dibutuhkan diperoleh dari udara. Udara yang dibutuhkan pada PLTU untuk pembakaran dinamakan sistem udara pembakaran. Fungsi dari sistem udara pembakaran adalah untuk menyediakan udara yang cukup untuk kebutuhan proses pembakaran bahan bakar didalam ruang bakar (Boiler). Udara yang digunakan untuk proses pembakaran ada 2 yaitu udara primer dan udara sekunder. Udara primer dihisap oleh Primary Air Fans (PA Fans). Primary Air Fans (PA Fans) berfungsi untuk menghasilkan udara yang diperlukan untuk mendorong serbuk batubara dari pulverizer ke ruang bakar (Boiler). Sebelum masuk ke Primary Air Fans (PA Fans) udara terlebih melalui filter udara. Udara ini kemudian dipanaskan pada Primary Air Preheat Steam Coil lalu dipanaskan lagi pada Primary Air Heater atau Mill Air Heater hingga bersuhu 280oC dengan menanfaatkan gas panas setelah melewati dari Economizer agar kandungan air dalam udara menguap. Udara ini kemudian disalurkan ke penggiling batubara (Mill Pulverizer atau Crusher). Udara panas ini akan memanaskan batubara dan mengeringkan batubara. Lalu udara primer ini membawa batubara yang sudah dihancurkan menjadi serbuk sebesar 200 mesh menuju ke burner pada boiler. Jadi udara primer berfungsi sebagai :a. Memanaskan batubara.b. Mentranspor batubara menuju ruang bakar.

Gambar 3.12 Siklus Udara Primer Sedangkan udara sekunder dihasilkan oleh Force Draft Fan yang kemudian disuplai ke dalam ruang bakar (Boiler) yang sebelumnya juga melalui filter udara, kemudian dipanaskan dengan uap pada Steam Coil Air Heater (SCAH) sampai dengan temperatur sekitar 130oC. Udara yang keluar dari elemen pemanas tersebut kemudian menuju ke Secondary Air Heater untuk dipanaskan lagi dengan memanfaatkan gas pembakaran setelah melewati Economizer. Tujuan pemanasan ini adalah udara cukup panas (sekitar 340oC) sehingga memudahkan proses pembakaran. Dari pemanas ini udara sekunder dialirkan ke Wind Box yang dihubungkan ke lubang udara pembakaran pada Burner. Fungsi udara ini selain sebagai pensuplai udara pembakaran, juga sebagai pendingin bagian-bagian pembakar (Firing System) agar tidak rusak karena panas (radiasi) api.

Gambar 3.13 Siklus Udara SekunderDi dalam boiler terjadi pencampuran antara batubara serbuk, udara primer, dan udara sekunder yang kemudian dibakar. Hasil pembakaran berupa gas panas dan abu. Gas panas yang terjadi dialirkan ke saluran (duct) untuk memanaskan pipa-pipa wall tube dan down comer, pipa pemanas lanjut (superheater) dan pemanas ulang (reheater), dan economizer . Setelah dari economizer gas buang pembakaran masih bertemperatur tinggi yaitu sekitar 400oC dan dipergunakan sebagai sumber untuk memanaskan udara pada air heater.

3.2.5 Siklus Air Pendingin

Gambar 3.14 Siklus Air PendinginSiklus air pendingin atau sering juga disebut cooling water merupakan siklus yang menjelaskan tentang proses penyediaan air yang digunakan untuk pendinginan uap keluar turbin pada kondensor. Selain digunakan sebagai pendingin dikondensor, air pendingin juga digunakan sebagai pendingin komponen boiler. Air yang digunakan pada proses ini adalah air laut. Air laut ini awalnya diambil dari water intake menggunakan circulating water pump (CWP). Setelah itu pada chlorination plant air dibersihkan dari zat-zat pengotor dan biota laut terlebih dahulu, dengan cara menginjeksi cairan kimia chlorine. Kemudian air dialirkan menuju ke kondensor untuk proses pendinginan. Proses pendinginan ini berfungsi untuk mengubahan fasa uap menjadi air. Temperature air masuk kondensor berkisar 28 31 C, setelah keluar kondensor temperatur air pendingin berubah menjadi 36 38 CSetelah digunakan untuk mendinginkan boiler dan untuk mendinginkan uap pada kondensor selanjutnya air pendingin dilewatkan ke ball strainer kemudian dibuang lagi ke laut melalui water outake/ circulating water out fall.

3.2.6 Siklus Gas Buang

Gambar 3.15 Siklus Gas Buang

Proses pembakaran batubara di dalam boiler akan mengasilkan panas dan gas buang sisa dari pembakaran tersebut. Panas gas buang ini dimanfaatkan untuk memanaskan air masuk economizer dan udara masuk air heater. Sedangkan material padat hasil pembakaran disebut abu. Abu pada siklus gas buang terbagi menjadi 2 yaitu bottom ash dan fly ash. Prosentase perbandingan jumlah bottom ash dan fly ash adalah 20% : 80%. Karena lebih banyaknya fly Ash yang ikut terbawa oleh gas buang maka diperlukan alat menangkap abu terbang yang disebut electrostatic precipitator (ESP).Gas buang sisa dari hasil pembakaran pada boiler diteruskan ke electrostatic precipitator (ESP). electrostatic precipitator (ESP) adalah salah satu komponen pembangkit yang berfungsi untuk menyerap abu sisa dari hasil pembakaran yang terkandung didalam gas buang. Abu yang terkandung dalam gas buang harus dihilangkan supaya tidak mencemari lingkungan.Didalam electrostatic precipitator (ESP) gas buang sisa dari pembakaran dilewatkan pada suatu medan listrik yang terletak diantara discharge electrode dengan collector plate. Partikel debu yang lewat akan menempel pada collector plate, kemudian debu yang terkumpul akan dipindahkan sedikit demi sedikit ke pengumpul debu ( Ash hopper ). Dari pengumpul debu (Ash Hopper) selanjutnya dipindahkan ke fly ash silo.Setelah melalui electrostatic precipitator (ESP), maka aliran gas disedot dengan menggunakan Induced Draft Fan untuk disalurkan menuju FGD (Flue Gas Desulfurization) untuk dihilangkan kandungan sulfurnya dengan cara ditembak larutan kapur karena jika kandungan sulfur ikut dibuang bersama gas buang dapat menyebabkan hujan asam yang dapat membahayakan lingkungan.Setelah melewati beberapa komponen, flue gas dapat langsung dibuang ke atmosfer melalui stack atau cerobong.

Gambar 3.16 ESP, FGD dan Stack

3.2.6.A Siklus Flue Gas Desulfurization (FGD)Siklus Flue Gas Desulfurization (FGD) merupakan sebuah siklus pada PLTU yang berfungsi untuk mengurangi kandungan kadar sulfur dioksida dalam gas buang hasil pembakaran batubara yang terjadi pada boiler. Bahan utama yang digunakan untuk menyerap kandungan sulfur dioksida (SO2) pada siklus ini adalah batu kapur (limestone).Gas buang dari furnace / ruang bakar akan dilewatkan pada air heater untuk memanaskan udara pembakaran agar dapat meningkatkan efisiensi pembakaran. Setelah itu, gas buang akan melewati ESP atau electric precipitator untuk diserap abu nya, kemudian disedot oleh induced draft fan dan dibawa menuju Flue Gas Desulfurization (FGD).Didalam siklus Flue Gas Desulfurization (FGD) terdapat beberapa proses untuk penanganan kandungan sulfur dioksida yang terdapat pada gas buang. Proses yang pertama yaitu Limestone Handling and storage. Limestone Handling and Storage System atau Sistem Penanganan dan Penyimpanan Batu Kapur adalah proses pemindahan atau pembongkaran batu kapur dari tongkang hingga Limestone Storage Silos atau penyimpanan batu kapur. Pada proses ini batu kapur dari kapal tongkang dipindahkan menggunakan bucket unloader, selanjutnya dipindahkan ke limstone silo menggunakan limestone unloading conveyor. Batu kapur kasar dari limstone silo kemudian dihaluskan meggunakan vertical ball mills pada proses Reagent preparation hingga menjadi bubur (limestone slurry) yang kemudian ditampung pada sullury storage tank.Pada sistem Flue Gas Desulfurization (FGD) memiliki dua ruang absorben. Fungsi dari sistem absorber adalah untuk menghilangkan sulfur dioksida dalam gas buang melalui proses penyerapan yang disemprotkan berlawanan arah. Penyerapan dapat dicapai bila terjadi kontak antara limestone slurry dan gas buang didalam ruang absorber. Dengan menyemprotkan limestone slurry ke gas buang, sulfur dioksida diubah menjadi hidrat kalsium sulfit dan kalsium sulfat.

Gambar 3.17 Absorber ModuleGas buang dari boiler mengalir melalui saluran yang dinamakan absorber inlet duct. Selanjutnya dari saluran absorber inlet duct disalurkan menuju ke ruang absorber. Gas buang yang telah diabsorpsi keluar melalui outlet gas buang dan akan menuju ke stack.Penyerapan sulfur dioksida yang terjadi disebabkan oleh proses penyerapan yang dilakukan dengan penyemprotan yang berlawanan arah yang terjadi dalam absorber. Dengan menyemprotkan limestone slurry ke gas buang, maka sulfur dioksida dikonversikan menjadi hidrat kalsium sulfit (CaSO3. H2O) dan kalsium sulfat (CaSO4.2H2O). Setelah gas buang memasuki absorber, gas mengalami proses pendinginan hingga saturasi oleh cairan slurry (bubur kapur) yang disemprotkan dari atas, proses ini dapat menjamin optimalnya kontak liquid dengan gas. Aliran gas buang berlawanan arah dengan aliran slurry yang disemprotkan kebawah untuk proses penyerapan sulfur dioksida. Secara terus menerus Sulfur dioksida akan dihilangkan dari gas buang, sehingga membentuk hasil reaksi yang menyebabkan level cairan pada absorber reaction tank meningkat. Level cairan ini dikontrol dengan cara menyalurkan slurry yang diresirkulasikan menuju ke dewatering system menggunakan skema blowdown kontinu.Proses penyerapan sulfur dioksida juga melibatkan sistem oksidasi in situ. Sistem oksidasi akan mengubah kalsium sulfit (CaSO3. H2O) yang terbentuk dari proses penyerapan SO2 menjadi kalsium sulfat (CaSO4. 2H2O) dengan mengoksidasinya.Udara oksidasi yang digunakan untuk mengoksidasi slurry. Udara oksidasi masuk ke absorber melalui air sparger yang terletak dibawah level slurry yang diresirkulasikan pada absorber reaction tank untuk memastikan bahwa proses oksidasi dapat berjalan baik.Pada sistem FGD diperlukan air laut untuk memenuhi kebutuhan dalam sistem. Air laut berfungsi untuk mengolah batu kapur menjadi limstone slurry (bubur kapur) pada reagent preparation area dan juga digunakan dalam abrsorber untuk membersihkan mist eliminat. Selain itu air laut juga digunakan untuk membilas atau membersihkan reagent preparation area.Didalam sistem FGD terdapat dua seawater vertical sump pump dimana 1 beroperasi dan 1 sebagai cadangan. Seawater vertical sump pump digunakan untuk mensirkulasikan air ke sistem FGD termasuk ke reagent preparation area, ke process water tank, dan ke mist eliminator wash water tank.

3.2.7 Siklus Penanganan AbuSistem penanganan abu pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B dibagi menjadi 2 bagian yaitu abu sisa dari hasil pembakaran yang dinamakan abu dasar (bottom ash) dan abu dari flue gas yang dinamakan abu terbang (fly ash). Abu sisa pembakaran atau abu dasar (bottom ash) harus melewati beberapa proses terlebih dahulu sebelum dikeluarkan atau dibuang. Proses pertama yang harus dilakukan yaitu abu sisa dari hasil pembakaran harus melewati proses penyaringan terlebih dahulu. Abu hasil sisa pembakaran atau abu dasar (bottom ash) secara alami tidak ikut terbawa menuju gas buang melainkan menuju ke bottom ash hopper karena gaya grafitasi. Setelah melewati proses penyaringan kemudian abu masuk pada proses penghalusan dengan menggunakan vibrating screen dan crusher. Dari proses penghalusan selanjutnya abu dimasukkan pada ash hopper atau area penimbunan menggunakan alat Scrubbed Chain Conveyor. Kemudian dari bottom ash hopper abu dibawa menuju ash yard dengan menggunakan truk. Didalam sistem penanganan abu dasar terdapat Ash Containing Water Treatment untuk mensirkulasikan air yang berada di bak SSC untuk menjaga temperature dan kualistas air tetap baik. Air yang telah bercampur dengan abu pada bak SSC akan over flow secara otomatis masuk ke settling tank dan disirkulasikan menuju ke kolam collecting water. Agar abu tidak mengendap maka pada collecting water diberi udara oleh 2 Roots Blower. Kemudian dari Collecting Water disirkulasikan lagi ke Purifier menggunakan 2 Lift Pump. Sebelum menuju Purifier air yang bercampur dengan abu di injeksi bahan kimia terlebih dahulu oleh Coogulant Set, setelah diinjeksi bahan kimia masuklah ke Purifier. Di dalam Purifier terjadi pengendapan dimana posisi abu berada di bawah dan air yang bersih berada di atas. Air bersih disirkulasikan menuju Clear Water sedangkan abu yang mengendap disirkulasikan menuju Sludge Water. Air bersih pada Clear Water disirkulasikan secara sistem tertutup menuju Seal Trough menggunakan 2 Boster Pump menuju Transition Chute sebagai perapat yang sebelumnya melewati Heat Exchanger agar temperaturenya tetap rendah. Kemudian abu yang berada di Sludge water disirkulasikan kembali ke dalam bak SSC menggunakan 2 Sludge Pump yang nantinya akan dihaluskan oleh crusher dan ditampung di Ash Valley. Slag Bin merupakan tempat pengolahan Bottom Ash. Bottom Ash yang berasal dari SSC dibawa oleh Fligh Bar kemudian dihaluskan oleh Crusher dan ditampung di dalam Slag Bin. Di Slag Bin ini dilengkapi oleh tiga buah Vibrator agar mencegah terjadinya pemadatan abu atau ngeblok. Setelah itu ditransfer ke Belt Conveyor 1 (BC1) yang nantinya dibawa ke penampungan akhir (Ash Valley) atau langsung ke Dump Truck.Penanganan yang kedua yaitu abu pada flue gas atau abu terbang (fly ash). Abu terbang (fly ash) berasal dari gas buang (flue gas) dalam ruang bakar yang mengandung partikel-partikel abu. Penanganan dilakukan dengan cara menangkap dan mengumpulkan abu dengan electronic pecipitator pada ESP hopper. Proses yang terjadi pada ESP adalah gas buang yang mengandung partikel abu akan melewati suatu ruang yang di dalamnya terdapat pelat-pelat yang berfungsi untuk menangkap partikel abu. Pelat tersebut dialiri listrik searah (DC). Partikel partikel abu dari boiler/ruang bakar (furnace) yang belum bermuatan, akan diberi muatan ( negative ) oleh Electroda dan selanjutnya dengan teori Electric magnet akan ditangkap oleh Collecting Plate. Partikel abu ini akan jatuh ke bawah karena gravitasi. Sisa abu yang masih menempel pada collecting plate dan discharge electroda akan dibersihkan dengan system penghentakan (rapping) sehingga abu akan terjatuh ke hopper. Dari ESP hopper abu dihisap oleh Pneumatic Vakuum Pump untuk disalurkan ke fly ash silo. Abu dari flue gas kemudian dikumpulkan didalam truk yang tertutup untuk selanjutnya dibawa ketempat pembuangan abu atau dibawa ke industri semen.

Gambar 3.18 Fly Ash Silo, Bottom Ash Silo, dan Proses Pembambilan Fly Ash

3.2.8 Siklus Waste Water Treatment Plant ( WWTP )

Gambar 3.19 Skema proses di Waste Water Treatment Plant (WWTP)Pada sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap harus dilengkapi dengan Instalasi Air Pengolah Limbah yaitu Waste Water Treatment Plant (WWTP) untuk mengolah semua limbah di PLTU. Tujuan dari pemasangan siklus Waste Water Treatment Plant adalah agar mengurangi kandungan kimia maupun kotoran air limbah yang akan dibuang kelaut supaya tidak mencemari dan mematikan mikroorganisme serta mahluk hidup yang tinggal didalamnya. Air limbah yang masuk kedalam siklus Waste Water Treatment Plant berasal dari berbagai tempat, diantaranya dari air buangan tungku, air limpasan dari sistem penanganan batu bara, air limpasan dari penimbunan abu, dan beberapa sumber lainnya. Air limbah dari masing-masing tempat kemudian dikumpulkan pada bak pengumpul atau retention basin agar terjadi proses aerasi untuk mencegah pengendapan, dari retention basin air akan diteruskan ke pH adjusment tank untuk disesuaikan pH nya sekitar 6 9. Dari pH adjusment tank akan masuk ke coagulation tank. Didalam coagulation tank akan diinjeksi dengan koagulan yang bertujuan untuk mengikat kotoran kotoran seperti lumpur, lumut dan sebagainya agar membentuk flok-flok kecil. Setelah proses koagulasi, air akan masuk ke clarifier. Pada clarifier air akan diinjeksi kembali menggunakan flokulant yang berfungsi untuk mengikat flok-flok kecil agar menjadi flok besar sehingga massa jenisnya bertambah dan dapat mengendap kebawah. Selanjutnya dengan prinsip overflow air pada permuakaan akan mengalir keluar menuju ke bak penetralan, dimana pada bak penetralan kandungan keasaman kimia akan dikontrol agar PH nya aman sebelum dibuang ke outfall. Dan air dari clarifier yang tidak overflow akan mengalir menuju dewatering. Pada dewatering air akan diputar sehingga flok yang masih terdapat dalam air akan terlempar keluar karena memiliki massa jenis yang lebih berat. Flok yang terlempar akan jatuh kebawah dan terkumpul. Semua proses sudah dirancang sesuai dengan peraturan yang ada. Pada siklus ini terdapat alat yang dipasang untuk memantau proses, kondisi dan keluaran. Apabila terdapat indikasi air buangan yang dialirkan ke laut melebihi baku mutu, maka air limbah akan dialirkan kembali ke bak penampungan untuk diposes ulang hingga memenuhi baku mutu.

Gambar 3.20 Clarifier pada Waste Water Treatment Plant PLTU Tanjung Jati B

3.3 Komponen dan Spesifikasi Alat3.3.1 Fan systemKomponen ini merupakan komponen utama yang mendukung kebutuhan udara pembakaran (Primary Air Fan dan Secondary Air Fan) dan membantu siklus aliran gas buang (Induce Draft Fan).

3.3.1.1 Primary air fan

Gambar 3.21 PA fan PLTU Tanjung Jati B

Primary air fan ini dibagi menjadi dua berdasarkan letaknya, yaitu cold primary air systemdan hot primary air system. Cold primary air system terletak pada saluran sebelum air heater, sedangkan hot primary air system terletak pada saluran setelah melewati air heater.Cold primary air system mempunyai keuntungan yaitu mempunyai efisiensi volumetric yang kecil saat ditekan tetapi memiliki kerugian di air heater yang lebih besar dibanding hot primary air heater yang mempunyai kerugian di air heater kecil tetapi membutuhkan pendinginan untuk komponen kipasnya serta konstruksinya lebih rumit.

3.3.1.2 Forced draft fan

Gambar 3.22 FD fan PLTU Tanjung Jati BFD Fan dan PA Fan bekerja sama untuk membuat campuran antara udara dan serbuk batubara dengan perbandingan kurang lebih 13 : 1 agar terjadi pembakaran sempurna. Bercampurnya udara dan serbuk batubara dibantu oleh dumper tetap yaitu pengatur pengaduk udara sehingga menimbulkan turbulensi yang memungkinkan terjadinya pembakaran yang efisien.Turbulensi mengacu pada gerakan udara didalam Furnace, gerakan ini perlu karena dapat menyempurnakan pencampuran udara dan bahan bakar.

3.3.1.3 Induced draft fan

Gambar 3.23 ID Fan PLTU Tanjung Jati BID Fan dipasang di dekat stack (cerobong pembuangan gas hasil pembakaran batubara) dan electrostatic precipitator (penangkap abu batubara jenis Fly Ash yang beterbangan sehingga dapat mengurangi polusi udara yang akan dikeluarkan melalui stack). ID Fan berfungsi untuk mempertahankan pressure pada furnace boiler dan bekerja pada tekanan atmosfir rendah karena digunakan untuk menghisap gas dan abu sisa pembakaran pada boiler untuk selanjutnya dibuang melalui stack. Sebelum gas dan abu sisa pembakaran dibuang, terlebih dahulu dilewatkan pada electrostatic precipitator agar bisa mengurangi prosentase polusi udara yang dihasilkan dari sisa pembakaran tersebut. Bukaan Damper pada induced draft fan menyesuaiakan dengan temperatur dan laju aliran massa gas buang. 3.3.2 Kondensor

Gambar 3.24 Konstruksi KondensorKondensor berfungsi untuk mengkondensasikan uap bekas dari turbin menjadi air kondensate melalui pipa-pipa pendingin agar dapat disirkulasikan kembali. Prinsip kerja kondensor adalah memanfaatkan air laut yang dipompa oleh cooling water pump untuk dialirkan ke tube condenser guna mendinginkan uap keluaran turbin menjadi air kondensate. Prinsipnya sama dengan alat penukar panas, dimana uap sebagai fluida panas dan air laut sebagai fluida dingin.Spesifikasi kondensor :a. Type: Steam surface condenserb. Surface area: 36,062 m2c. Heat duty: 8.2992 x 108 Wd. Exhaust pressure: 72.0 mbar (abs)e. Tube cleanlinness factor: 90%f. Overall heat transfer coefisient: 3,776 W/m2KMain Cooling Water (Sea Water)g. Quantity: 1,780 m3/minh. Inlet/outlet temp.: 29.2 (deg.C) / 36.04 (deg.C)i. Condensate temperatur: 39.53 (deg C)j. Tube size, Effective length: 25.4 x t0.7,t0.5 x L 16,474 mm(t0.7 mm only for the outer rows ofthe tube bundle)k. Total quantity: 26,672 tubesMateriall. Tube: ASTM B338 Gr.2 Titaniumm. Tube sheets: (JIS SGV480+JIS TP270H)Titanium clad carbon steeln. Lower sheel plate: JIS SS400 Carbon Steelo. Upper shell plate: JIS SS400 Carbon Steelp. Support & Baffle plate: JIS SS400 Carbon Steel

3.3.3 Boiler

Gambar 3.25 Konstruksi BoilerAgar boiler bisa beroperasi secara optimal maka perlu adanya komponen utama yang mendukung operasi dari boiler tersebut, komponen itu antara lain :a. Furnace, merupakan tempat terjadinya pembakaran batubara untuk memanaskan air di dalam pipa-pipa boiler.b. Downcomers, merupakan pipa aliran air dari steam drum yang selanjutnya diteruskan menuju primary superheater I untuk dilakukan pemanasan hingga menjadi uap panas lanjutc. Economizer, merupakan pipa yang dilalui air di dalam boiler dengan memanfaatkan panas dari gas buang untuk memanaskan air sebelum masuk ke steam drum.d. Steam drum, adalah drum yang berfungsi menampung air setelah melewati economizer dan juga memisahkan antara air dan uap jenuh, selanjutnya uap jenuh akan diteruskan menuju ke primary superheater I sedangkan fasa cair akan diteruskan ke downcomers.e. Primary superheater I, komponen boiler yang terdiri dari pipa pipa yang berfungsi untuk mengubah uap jenuh menjadi uap panas lanjut (superheat steam)f. Primary superheater II, sama hal nya Primary Superheater I, menaikan temperatur uap panas lanjut hingga fraksi uap mendekati 1. sebelum di panaskan kembali di Secondary Superheaterg. Secondary superheater, terdiri dari pipa - pipa yang berfungsi melakukan pemanasan terhadap uap setelah melalui primary superheater II. Superheat Steam yang keluar memiliki temperatur 541 oC dan tekanan 170 bar absolute yang selanjutnya digunakan untuk memutar high pressure turbine.h. Reheater, adalah bagian dari boiler yang berfungsi memanaskan kembali steam setelah memutar high pressure turbine. Keluaran Reheater, uap memiliki temperatur dan tekanan sekitar 539 oC dan 38 bar gauge yang selanjutnya digunakan untuk memutari Intermediate pressure turbine.i. Spray atemperators, berfungsi menjaga agar temperatur steam tidak melebihi batas material yang diijinkan, dengan menyemprotkan steam dengan temperatur lebih rendah dibanding temperatur steam di dalam pipa-pipa superheater. Terdapat 3stage spray atemperators yang terletak diantara primary superheater I, Sereheater.j. Safety valves, merupakan katup pengaman yang berfungsi untuk membuang tekanan yang berlebih sehingga tidak membahayakan unit boiler.k. Coal feeder, adalah mesin yang berfungsi mengatur jumlah aliran batubara yang akan masuk ke dalam pulverizer, didesain dengan output maksimum 68,5 metric ton/hour.l. Coal pulverizer, adalah mesin yang berfungsi menghancurkan batubara hingga sangat lembut yaitu 200 mesh screen yang selanjutnya akan diteruskan ke burner untuk dilakukan pembakaran di dalam furnace.m. Coal burner, merupakan alat pembakar yang didesain untuk menghasilkan nyala yang stabil (rendah emisi NOx dan CO) dari bahan bakar utama batubaran. Ignitor, berfungsi sebagai pematik serta pengontrol pengapian sehingga membantu menstabilkan nyala api ketika masukan batubara relatif sedikit.o. Burner windbox, merupakan unit yang berfungsi memisahkan aliran udara untuk masing-masing burner.p. Primary air fans, merupakan unit yang berfungsi menyediakan aliran udara yang dibutuhkan menuju pulverizer sehingga dapat menghembuskan batubara menuju ke burner.q. Forced draft fans, menyediakan jumlah udara pembakaran yang dibutuhkan oleh burner.r. Seal air fans, berfungsi menyediakan jumlah tekanan udara statik menuju ke pulverizers dan coal feeders. s. Steam coil air heater (SCAH), berfungsi menyediakan tambahan panas ke udara sekunder di dalam kendali air heaters cold end temperature di atas titik embun asam.t. Tri-sector air heater, berfungsi mentransfer panas dari gas buang yang keluar dari boiler ke sistem aliran udara primer dan sekunder.3.3.4 Turbin Uap Pada dasarnya turbin uap terdiri dari dua komponen utama yaitu rotor dan stator, komponen lainnya seperti bantalan, kopling, turbine valve, main oil pump, oil deflectorserta komponen pendukung lainnya agar kerja dari turbin optimal sesuai kebutuhan.Tanjung Jati B mengunakan turbin dengan 3 tingkat tekanan, yakni High Pressure Turbine, Intermediate Pressure Turbine dan Low Pressure Turbine. Uap panas lanjut keluar dari secondary superheater di alirkan menuju High Pressure Turbine, sebesar 85% uap keluaran High Pressure Turbine dipanaskan kembali di reheater, sisannya sebesar 15% digunakan sebagai pemanas air umpan di High Pressure Heater 6 dan 7. Uap yang telah dipanaskan kembali di reheater dialirkan menuju Intermediate Pressure Turbine.15% uap digunakan untuk pemanas air umpan di Intermediate Pressure Heater 5, dan Deaerator/Intermediate Pressure Heater 4, sebesar 85% uap dialirkan menuju Low Pressure Turbinedan 82 % di kondensasi di kondeser, sisanya 18% digunakan untuk pemanas air umpan di Low Pressure Heater 1, 2 dan 3. Maksud dan tujuan digunakannya turbin dengan 3 tingkat tekanan adalah untuk meminalkan kehilangan energi yang terbuang ke condenser, selain itu juga untuk meningkatkan efisiensi dari turbin dan system PLTU itu sendiriSpesifikasi Turbin :a. Type: Three cylinder Impulse type,Tandem Compound ReheatCondensing Turbineb. Max. T-MCR: 719 MWc. Rated Output: 710 MWd. Heat rated (at ECR): 1861 kcal/kWhe. Steam Flow (at T-MCR): 2213.1 ton/hourf. Speed: 3000 rpmg. Steam pressure: 167 bar absh. Steam Temperature: 538Ci. Reheat temp. at comb. heat vlv: 538 Cj. Exhaust pressure: 0.0832 bar absk. HP Turbine Bypass Capacity: 35 % (at 176 bar)l. LP Turbine Bypass Capacity: HP bypass steam flow +desuperheating spray water flow3.3.5 Pompa3.3.5.1 Boiler feed pumpBoiler feed pump berfungsi untuk menaikkan tekanan air pengumpan boiler (boiler feed water) sehingga air pengumpan tersebut dapat mengalir dan masuk ke dalam boiler drum. BFP harus mampu mengisi boiler drum pada penguapan maksimum dengan pembakaran penuh dan ketika katup pengaman superheater dan boiler drum membuka pada saat terjadi akumulasi tekanan. Tekanan discharge BFP harus lebih besar dari tekanan boiler drum, karena disebabkan adanya rugi-rugi tekanan dalam sistem aliran air pengisi sebelum air pengumpan tersebut masuk kedalam boiler drum.

Gambar 3.26 Boiler Feed PumpTugas utama boiler feed pump adalah memasok air pengumpan ke boiler drum namun selain itu digunakan juga untuk menyuplai air pengisi ke beberapa peralatan. PLTU Tanjung Jati B memiliki BFP 3 x 50% per unit dengan kapasitas 21,5 m3/min pada 174,3 OCdan driver output 9000 kW.

3.3.5.2 Circulation water pumpCirluating water pumpberfungsi untuk memompa air laut masuk ke kondensor sebagai air pendingin.PLTU Tanjung Jati B memiliki CWP 2 x 50% per unit dengan kapasitas 925 m3/min.

Gambar 3.27 Circulating Water Pump3.3.5.3 Condensate extraction pumpCondensate extraxtion pump berfungsi untuk memindahkan aircondensate dari hotwell melalui SJAE (Steam Jet Air Ejector) / GLC (Gland Steam Condenser) sebagai pendingin bantu dan LP Heater ke deaerator. CEP dipasang secara vertikal dengan sisi hisap berada di bagian bawah agar condensate dari hotwell dapat mengalir dan masuk ke sisi hisap CEP yang berada di bagian bawah tersebut. Pada PLTU Tarahan, dua unit CEP disediakan dengan kapasitas 100%. Salah satu CEP beroperasi dan satu yang lainnya diposisikan standby. Jika dalam keadaan darurat maka CEP yang diposisikan standby akan beroperasi, sebagai contoh bila aliran condensate yang dibutuhkan melampaui kemampuan CEP yang sedang beroperasi sehingga terjadi kekurangan aliran condensate, maka CEP yang diposisikan standby dapat dioperasikan untuk mengatasi kekurangan aliran condensate tersebut. Jika CEP yang sedang beroperasi trip sementara CEP yang sedang standby diposisikan mode otomatis maka CEP yang standbyakan secara otomatis beroperasi untuk menggantikan CEP yang trip. Selain itu, CEP yang dalam keadaan beroperasi juga bisa trip secara otomatis jika level hotwell terlalu rendah, hal ini bertujuan untuk mencegah CEP bekerja dengan NPSH (Net Positive Suction Head) yang lebih rendah dari tekanan minimum yang dianjurkan. PLTU Tanjung Jati B memiliki CEP 2 x 100% per unit dengan kapasitas 30 m3/min dan driver output 1500 kW.

Gambar 3.28 Condensate Extraction Pump3.3.5.4 Vacuum pumpPompa ini berfungsi untuk menjaga tekanan di waterbox condenser tetap vacuum atau dibawah tekanan atmosfer (82 mbar). Hal ini dimaksudkan agar proses kondensasi uap menjadi air lebih cepat, selain itu juga untuk menghilangkan gelembung gelembung udara yang terjebak pada uap air. Tekanan vakum kondensor berubah ubah bergantung pada jumlah uap yang akan dikondensasi.

Gambar 3.29 Vacuum Pump

3.3.6 Generator

Gambar 3.30 GeneratorSpesifikasi generator :a. Type: 3 phase synchronous generatortotallyenclosedb. Stator Wind.Cool.: Direct water cooledc. Stator Core Cooling: Hydrogen cooledd. Rotor Wind Cool.: Direct hydrogen coolede. Excitation System: Static exication with thyristor rectifierf. Active Power: 721.8 MWg. Apparent Power: 802 MVAh. Power Factor: 0.9 (lag) 0.95 (lead)i. Voltage: 22.8 kVj. Speed Rotation: 3000 rpmk. Frequency: 50 Hzl. Rated H2 Pressure: 4.12 bar

3.3.7 Transformator

Gambar 3.31 TransformatorSpesifikasi transformator :a. Rated power: 786 MVA at 65 oC winding temp.b. Phase: 3c. Voltage: 22.8/525 kVd. Vector Groups: YNd11e. Cooling: ODAFf. Tap Changer: NO-LOAD, 5 %, 5 steps

3.4 Sistem Pengolahan Limbah Cair Batubara Pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B Unit 3 dan 43.4.1 Latar Belakang Memilih TopikPembangkit Listrik Tenaga Uap merupakan salah satu pembangkit listrik di Indonesia yang menggunakan batubara sebagai sumber energi utamanya. PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B adalah salah satu dari sekian banyak pembangkit yang termasuk dalam pembangkit yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar utamanya. PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B terdiri dari 4 unit pembangkit yang menghasilkan kapasitas daya sebesar 660 MW pada setiap unitnya. Kapasitas daya sebesar itu hanya cukup untuk memenuhi 11,5% kebutuhan listrik Jawa-Madura-Bali ( Jamali ). Meningkatnya permintaan kebutuhan energi dari masyarakat menuntut PT.PLN untuk menyediakan kapasitas daya yang lebih besar pada tiap tahunnya. PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B sebagai salah satu pembangkit yang dikelola oleh PT.PLN wajib menyediakan daya yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Meningkatnya proses produksi menimbulkan masalah baru bagi PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B. Semakin banyak PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B melakukan proses produksi maka semakin banyak pula pembangkit membutuhkan batubara sehingga pasokan batubara yang harus didatangkan akan semakin banyak. Semakin banyak pasokan batubara yang didatangkan maka akan menimbulkan masalah pada proses penyimpanannya. Pada saat turun hujan, air hujan akan akan mengalir kebawah dengan membawa kotoran-kotoran yang menempel pada batubara sehingga berbentuk seperti lumpur. Air hujan yang turun kebawah akan mengalir menuju bak penampungan yang dinamakan coal run off. Kebanyakan pembangkit listrik yang menggaunakan bahan bakar utama batubara memiliki limbah cair batubara seperti halnya PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B. Tetapi limbah cair yang dihasilkan oleh kebanyakan pembangkit masih memeunuhi standart baku mutu yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada Permen LH No. 18 tahun 2011NoParameterSatuanKadar Maksimum

1pH-6 9

2TSSmg / L100

3Minyak dan Lemakmg / L10

4Kromium Total (Cr)mg / L0.5

5Tembaga (Cu)mg / L1

6Besi (Fe)mg / L3

7Seng (Zn)mg / L1

8Phospat (PO4-)mg / L10

Tabel Parameter Ail Limpasan BatubaraSumber : Permen LH No. 18 tahun 2011Sehingga limbah cair dapat langsung dibuang ke laut yang berada disekitar kawasan pembangkit. Namun pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B limbah cair batubara tidak bisa langsung dibuang ke laut karena belum memenuhi standart baku mutu Kementerian Lingkungan Hidup yaitu pada kadar TSS yang masih terlalu tinggi sekitar 200-250 mg/ L dan jumlah limbah yang tidak sedikit. Sehingga jika limbah cair batubara dibuang langsung kelaut akan berdampak pada menurunnya kualitas laut dan daya dukung lingkungan secara signifikan akibat pencemaran. Oleh karenanya untuk meminimalisir limbah cair yang terbuang ke laut, PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B telah membuat sebuah sistem pengolahan air limbah. Sistem pengolahan air limbah pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B dinamakan WWTP ( Waste Water Treatment Plant ).3.4.2 Pengertian Air Limbah dan Limbah Cair BatubaraAir Limbah merupakan air buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi. Dalam proses produksi listrik, sebuah PLTU menghasilkan berbagai macam limbah antara lain limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang berbentuk cair. Limbah cair batubara adalah limbah yang timbul akibat kotoran-kotoran dan sludge serta karbon pada batubara yang ikut terbawa oleh air pada saat turun hujan sehingga air yang mengalir berbentuk seperti lumpur.

Gambar 3.32 Limbah Cair Batubara 3.4.3 Komponen-komponen sistem Pengolahan Limbah Cair Batubara3.4.3.1 Penampungan Batubara (Coal Yard)Penampungan Batubara (Coal Yard) merupakan tempat penampungan sementara batubara sebelum digunakan. Kapasitas penampungan batubara (coal yard) pada PLTU Tanjung Jati B yaitu mampu menampung sebanyak 660.000 ton batubara yang dapat digunakan sebagai cadangan selama 2 bulan. Didalam coal yard batubara ditempatkan menjadi 2 tempat yang berbeda sesuai dengan kualitas kalori batubara masing-masing. Didalam coal yard juga terdapat saluran pembuangan air yang digunakan untuk mengalirkan air menuju coal run off basin pada saat musim hujan agar air tidak menggenang.

Gambar 3.33 Penampungan Batubara (Coal Yard)3.4.3.2 Kolam air limpasan batubara (Coal Run Off Basin)Kolam Air Limpasan Batubara (Coal Run Off Basin) merupakan suatu kolam penampungan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang digunakan untuk menampung air endapan yang berasal dari saluran pembuangan air penampungan batubara yang disebabkan oleh air hujan. Didalam coal run off basin terdapat sekat-sekat yang berfungsi untuk mengendapkan sludge batubara agar tidak ikut terbawa menuju kolam penampungan limbah cair (retention basin).

Gambar 3.34 Kolam air limpasan batubara (Coal Run Off Basin)3.4.3.3 Kolam Penampungan Limbah Cair (Retention Basin)Kolam penampungan limbah cair ( Retention Basin ) merupakan sebuah kolam yang berfungsi sebagai tempat penampungan seluruh limbah cair yang terdapat pada PLTU Tanjung Jati B sebelum ditreatment. Limbah cair yang terdapat pada Pembangkit meliputi Water treatment plant, limbah cair batubara, buangan boier, dan FGD. Kapasitas maksimum yang mampu ditampung oleh kolam ini adalah sebesar 8500 m3 dan debit maksimal 11.760 m3/hari. Kolam penampungan limbah cair ( Retention Basin ) terletak sebelum sistem Pengolahan air limbah (Waste Water Treatment Plant).

Gambar 3.35 Kolam Penampungan Limbah Cair (Retention Basin) Unit 3-4 PLTU Tanjung Jati B

3.4.3.4 Sistem Pengolahan Air Limbah (Waste Water Treatment Plant)Waste Water Treatment Plant merupakan sistem pengolahan air limbah dari pembangkit dimana air limbah ini akan distabilkan dan diproses lebih lanjut untuk dinertalisasi sehingga dapat dibuang kelaut dan tidak membahayakan lingkungan.Bagian-bagian Sistem Pengolahan Air Limbah (Waste Water Treatment Plant)1. PH AdjusmentPH Adjustment merupakan salah satu bagian dari sistem pengolahan air limbah yang berfungsi untuk menyesuaikan PH sebelum diproses lebih lanjut. Secara teoritis Didalam proses ini seharusnya PH berkisar antara 6,8-7,4. Namun dalam kenyataannya PH yang didapatkan yaitu sekitar 6-9.2. Coagulant TankGoagulant tank merupakan bagian untuk membentuk gumpalan-gumpalan kecil dari pengotor. Didalam Coagulant tank air limbah akan diinjeksi menggunakan koagulan yang berfungsi untuk menaikkan massa jenis kotoran yang berada didalam air limbah sehingga kotoran yang berda didalam air akan berbentuk seperi gumpalan-gumpalan kecil dan terpisah dari air. 3. ClarifierClarifier merupakan bagian yang befungsi untuk memisahkan air dengan zat-zat pengotor. Pada clarifier ini air dan gumpalan-gumpala kecil pengotor dari coagulant tank akan diinjeksi kembali menggunakan polimer atau flokulan. Polimer atau flokulan berfungsi sebagai zat pengikat pada gumpalan-gumpalan kecil sehingga menjadi gumpalan-gempalan besar atau yang biasa disebut flok. Pada saat penginjeksian polimer atau flokulan didalam clarifier, air akan diputar menggunakan pengaduk dengan kecepatan rendah agar terjadi flok, selain itu pengadukan dengan kecepatan rendah juga berfungsi untuk mencegah agar gumpalan-gumpalan besar atau flok tidak pecah kembali.Didalam Clarifier gumpalan-gumpalan kotoran atau flok memiliki massa jenis yang lebih besar sehingga flok akan mengendap dibawah sementara air yang telah terpisah dari kotoran akan mengalir keluar dan menuju PH neutralization tank.4. PH neutralization tankPH neutralization tank merupakan tempat penyesuaian pH ke 2, sebelum dibuang ke outfall, jika tidak memenuhi persyaratan maka air limbah dikembalikan ke Retention Basin unuk diolah kembali.3.4.4 PermasalahanPada saat musim penghujan tempat penampungan batubara (Coal Yard) pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B untuk unit 3 dan 4 menghasilkan banyak air limpasan. Air limpasan tersebut selanjutnya akan mengalir menuju kolam air limpasan batubara (coal run-off basin). Pada kolam air limpasan batubara (Coal Run-Off Basin) lumpur yang ikut terbawa bersama air limpasan akan diendapkan terlebih dahulu sebelum dikirim ke Sistem Pengolahan Air Limbah ( Waste Water Treatment Plant ). Namun karena desain dari kolam air limpasan batubara (Coal Run-Off Basin) yang tidak efektif dalam menyaring endapan lumpur dan juga pada kolam air limpasan batu bara terdapat endapan (sludge) yang mempunyai TSS yang cukup besar, maka hal tersebur dapat menjadikan masalah serious bagi pengolahan sistem pengolahan air limbah (Waste Water Treatment Plant) pada PT.PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B, karena dapat menyebabkan pengolahan sistem pengolahan air limbah (Waste Water Treatment Plant) menjadi melebihi kapasitas sehingga dapat menyebabkan kerusakan peralatan dan dapat berakibat shutdown pada pengolahan sistem pengolahan air limbah (Waste Water Treatment Plant). Berikut adalah dampak dari ikut terbawanya lumpur batubara (Sludge) ke kolam penampungan limbah cair (retention basin) dengan nilai Total Suspended Solid (TSS) yang cukup besar :1. WWTP Overload (maximum 1000mg/L, aktual 6000mg/L)2. WWTP Retention Basin overload (shutdown & buang ke laut)3. WWTP Clarifier Overload (Shutdown & buang ke laut)4. WWTP Retention Basin Pump rusak5. WWTP pH Adjusment tank agitator motor terbakar6. Shaft pompa pada Coal Run off basin patah

Gambar 3.36 Problem di kolam air limpasan batu bara akhir 2011Karena endapan lumpur menimbulkan dampak yang sangat berbahaya terhadap operasi sistem pengolahan air limbah (Waste Water Treatment Plant) pada PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B unit 3 dan 4, maka air limpasan yang berasal dari coal run off terpaksa di buang langsung ke laut untuk menghindari kerusakan yang akan terjadi. Namun jika air limpasan dari kolam air limpasan baubara (coal run-off basin) langsung dibuang kelaut, maka dapat menyebabkan dampak kerusakan ekosistem laut, menurunnya kualitas laut dan daya dukung lingkungan secara signifikan akibat pencemaran yang disebabkan kandungan TSS dari air limpasan yang masih tinggi yaitu sekitar 200-250 mg/ L. Selain itu hal tersebut juga tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang telah menetapkan baku mutu dari limbah cair yang diijinkan untuk dibuang kelaut yaitu dengan parameter sebagai berikut :NoParameterSatuanKadar Maksimum

1pH-6 9

2TSSmg / L100

3Minyak dan Lemakmg / L10

4Kromium Total (Cr)mg / L0.5

5Tembaga (Cu)mg / L1

6Besi (Fe)mg / L3

7Seng (Zn)mg / L1

8Phospat (PO4-)mg / L10

Jika pembuangan limbah cair batubara langsung ke laut masih terus dilakukan tanpa memerhatikan parameter baku mutu yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) maka PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B untuk sementara waktu akan dicabut ijin operasinya karena telah mendapatkan teguran sebelumnya.3.4.5 Cara Penanganan Masalah Limbah Cair Batubara Dalam mengatasi permasalahan limbah cair batubara yang terjadi pada PT.PLN (persero) Pembangkitan Tanjung Jati B unit 3 dan 4, maka PT.PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B telah membuat suatu desain dari kolam air limpasan batubara (Coal Run-Off Basin) yang baru yang dapat mengurangi kadar kandungan TSS dari Air limpasan yang akan dialirkan menuju Kolam penampungan limbah cair ( Retention Basin ).Karena memiliki kandungan endapan yang sangat tinggi pada dasar kolam air limpasan batu bara (Coal Run-Off Basin) , dan menyebabkan beberapa masalah yang sudah dijelaskan di atas. Maka pada kolam air limpasan batubara pasa sisi saluran penghisap dipasang dengan pipa apung. Pipa apung berfungsi untuk mengambil air yang berada pada lapisan atas di kolam air limpasan batu bara. Pipa apung merupakan sebuah selang mengapung yang dipasang pada Bulge Pump dimana masukan (intake) dari pipa apung itu sendiri disusun supaya tepat berada pada lapisan atas kolam air limpasan batu bara supaya dapat mengambil air tersebut. Untuk mengatur level, digunakan rantai yang terpasang pada mulut intake dari pipa apung itu sendiri. Skema pipa apung dapat dilihat pada gambar 3.37

Gambar 3.37 Skema Pipa ApungPipa apung dipasang pada sisi masukan (intake) dari pompa yang menuju ke pump pit, sedangkan masukan dari pipa apung akan selalu dijaga pada ketinggian air yang paling atas dengan menggunakan chain blod.

Gambar 3.38 Design dari sistem kerja pipa apungDengan dipasangnya pipa apung sukses dalam mengisolasi coal run-off pump pit dari endapan lumpur batu bara, selain itu air yang dikirim ke WWTP memenuhi baku mutu spesifikasi yaitu sekitar 150 ppm seperti yang 16 terlihat pada gambar 2.9. Berikut adalah tabel dari nilai TSS yang ada pada coal run-off pump pit dan bak retensi WWTP setelah dipasang pipa apung.Tabel 2.4 Tabel Sampel TSS setelah dipasang Pipa apung

Sample LocationTSS (ppm)

Coal runoff pond pump pit150 200

Bak retensi WWTP300 500

Tabel TSS air limpasan batu bara sebelum diberi pipa apung

Sample LocationTSS (mg/liter)

Coal run-off Basin (CS1) Bottom233.577,87

Bak Retensi WWTP6000

Gambar 3.39 Air Keluaran Penampungan Air Limbah

Page | 24