Upload
nguyennga
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
24
BAB III
HASIL PENELITIAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB
KALABAHI- ALOR
3.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu tempat bagi terdakwa yang telah terbukti
melakukan tindak pidana yang didakwakan terhadapnya dan telah dijatuhi pidana oleh hakim.
Orang yang dijatuhi hukuman pidana seakan telah hilang kebebasannya karena harus
menjalani pidana penjara atau pidana kurungan di suatu tempat tertentu. Sebelumnya tempat
seperti ini dinamakan penjara , namun setelah sistem penjara beralih ke sistem
pemasyarakatan, tempat itu dinamakan Lembaga Pemasyarakatan. Di lembaga ini, para
narapidana diberi bimbingan dan pembinaan serta keterampilan, agar kelak bisa kembali ke
masyarakat mereka menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna.1
Dalam sistem pemasyarakatan, narapidana atau anak didiknya dibatasi kebebasan
bergerak saja, sedangkan hak-hak kemanusiaan tetap dihargai. Dalam sistem pemasyarakatan,
proses pembinaan narapidana didasarkan atas pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia dan
memandang narapidana sebagai anggota masyarakat. Pembinaan yang dilakukan meliputi
kebutuhan kejiwaan, jasmani, pribadi serta kemasyarakatan, sehingga pada saat narapidana
telah menyelesaikan masa tahannya di Lembaga Pemasyarakatan mereka dapat diterima
kembali di dalam masyarakat. Melalui pola pembinaan yang diterapkan secara lebih
mendalam kepada narapidana, bukan tidak mungkin akan terjadi perubahan yang cukup
signifikan dalam diri narapidana itu sendiri.
Penjara berganti nama menjadi Rumah Tahanan berdasarkan keputusan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia N0.M.01-PR.07.03 Tahun 1985. Penjara yang bersifat
1Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 1, (Jakarta : PT. Delta Pamungkas,2004), hlm 353.
25
mengikat dan mengekang sebenarnya tidak sesuai dengan perilaku kehidupan bangsa
Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sedangkan Rumah Tahanan atau Lembaga
Pemasyarakatan di pandang sebagai suatu wadah untuk mempersiapakan narapidana atau
anak didik agar kelak kembali ke masyarakat dalam keadaan yang lebih baik.
3.1.1. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor2
Kurang lebih pada tahun 1920 pada masa pemerintahan Kolonial Belanda Dibawah
kepemimpinan serdadu Belanda yang disebut Kontrorler ( kini disebut Bupati) yang bernama
Van Hallen, telah dibangun Rumah Tahanan atau Penjara di Pulau Pantar (salah satu pulau
yang berada di Kabupaten Alor) tepatnya di Padang Garam / Blang merang sebagai tempat
untuk menampung para tawanan atau tahanan orang-orang pribumi asli (orang alor) yang
dianggap melawan atau tidak sejalan dengan pemerintahan saat itu dan yang melakukan
perlawanan terhadap pemerintahan Kolonial Belanda atau yang ingin melepaskan diri dari
belenggu penjajahan.
Pada waktu Jepang menguasai Republik Indonsesia dan Belanda meninggalkan Alor,
“Penjara”/Rumah Tahanan yang dibangun oleh Belanda di Blang Merang dipindahkan di
Kalabahi tepatnya di Kampung Pura ( kini kelurahan Kalabahi Kota). Setelah tahun 1945,
saat tentara sekutu menguasai wilayah yang dikuasai tentara Jepang, Kampung Pura tempat
dibangunnya Penjara mendapat serangan bom tentara sekutu yang menyebabkan tidak dapat
digunakan lagi, maka penjara diserahkan kepada pemerintahan setempat yang disebut KPS (
kini disebut Bupati), dan oleh kepala pemerintah setempat dan menunjuk bapak Y.M.Tawa
sebagi kepala Penjara yang pada waktu itu disebut “Sipir” sedangkan staf/bawahannya
disebut “Mandor Penjara”, sehingga pemerintah setempat memerintahkan dipindahkan ke
Tongsi Kepolisian Alor ( kini Asrama Kepolisian) yang berkedudukan di Kopeta Kalabahi.
2Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha pada tanggal 1 September 2017, jam 09.00 WITA.
26
Pada tahun 1965 penjara dipindahkan ke kampung Kadelang ( Kalabahi Timur)
disebabkan karena Tongsi Kepolisian akan digunakan sebagai tempat untuk menampung
orang-orang yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal dengan
Gestapu PKI. Istilah Pemasyarakatan untuk pertama kali disampaikan oleh almarhaum Bapak
Saharjo,SH Menteri Kehakiman pada saat itu pada 05 Juli 1963, dan satu tahun kemudian,
pada tanggal 27 April 1964 dalam konverensi jawatan kepenjaraan yang dilaksanakan di
Lembang- Bandung, istilah Pemasyarakatan dibakukan sebagai pengganti Kepenjaraan.
Walaupun secara Nasional istilah penjara telah mengalami perubahan namun penjara
Kalabahi belum mengalami perubahan secara resmi karena kondisi penjara pada saat itu
belum memungkinkan. Kemudian pada tahun 1979 Pemerintah Republik Indonesia melalui
Departemen Kehakiman mengalokasikan anggaran untuk membangun penjara yang
permanen dibawah kepemimpinan Yusuf M.Dusu yang berlokasi di Mola – Kelurahan Welai
Timur Kecamatan Teluk Mutiara Kabupaten Alor. (alamat LP Kelas IIB Kalabahi sekarang).
Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kalabahi, mempunyai kapasitas untuk menampung
narapidana sebanyak 150 orang.
Organisasi dan Tata Rumah Tahanan/ Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-
Alor, berdasarkan organisasi dan Tata Rumah Tahanan Negara. Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Nomor : M.04-PR..07.03
Tahun 1985 Pasal yang pertama : Rumah Tahanan Negara keputusan ini disebut Rutan untuk
pelaksanaan teknis dibidang penahanan untuk kepentingan penyelidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di siding pengadilan yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung
kepala kantor wilayah Depertemen Kehakiman.
3.1.2. Sarana Prasarana
27
Bangunan Gedung Kantor dalam kondisi baik. Bagi narapidana sendiri tersedia blok
hunian 2 blok. Blok A sebanyak 29 kamar. Blok ini diperuntukkan bagi narapidana kaum
pria. Blok B sebanyak 2 kamar diperuntukkan bagi kaum perempuan. Selain blok hunian bagi
narapidana juga tersedia ruang ibadah, dapur, lapangan olaraga, ruang kunjungan sebanyak 1
ruangan.3
Gambar 1 : Gedung Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
3.1.3.Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor
3 Wawancara dengan seksi Registrasi pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.
28
Visi : “Menjadi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi yang akuntabel,
transparan dan profesional dengan didukung oleh petugas yang memiliki
kompetensi tinggi yang mampu mewujudkan tertib pemasyarakatan dan
bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas”.
Misi : “Membangun kebersamaan meningkatkan kedisiplinan serta bekerja ikhlas
dan tuntas”.4
3.1.4. Keadaan Warga Binaan
Berdasarkan data statistik bulan Agustus 2017, jumlah warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor sebanyak 156 orang, yang terdiri dari 151 orang
laki-laki dan 5 orang perempuan.5
Gambar 2 : Data Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
3.1.5. Pembinaan Warga Binaan
4 Wawancara dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan pada tanggal 30 Agustus 2017, jam 09.00
WITA. 5 Data Staf Statistik Jumlah Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor.
29
Tujuan pidana penjara di samping menimbulkan rasa derita para warga binaan karena
hilangnya kebebasan bergerak, juga membimbing para warga binaan agar bertobat serta
mendidiknya agar menjadi seorang anggota masyarakat yang berguna. Tujuan Pemenjaraan
yang demikian disebut pemasyarakatan. Ide pemasyarakatan tersebut mempunyai dua tujuan
yaitu mengayomi masyarakat dari perbuatan jahat dan membimbing warga binaan sehingga
dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang berguna. Pola, bentuk dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan pembinaan kepada narapidana diatur dalam Surat Keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.82-PK.O4.10.6 Pola pembinaan yang diatur
dalam Surat Keputusan tersebut diatas, pada dasarnya bertujuan agar para warga binaan dapat
berguna bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
Dalam pembinaan-pembinaan yang dilakukan, ada kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh para warga binaan. Kegiatan- kegiatan tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu
kegiatan umum dan kegiatan khusus. Kegiatan umum adalah kegiatan yang dilakukan secara
bersama-sama oleh seluruh warga binaan. Ada beberapa kegiatan pembinaan yang wajib
diikuti oleh para warga binaan diantaranya :7 1) membersihkan lingkungan (blok hunian,
perkantoran dan fasilitas umum) Lembaga Pemasyarakatan setiap pagi hari; 2) pembinaan
keterampilan, yang tenaga pelatih disiapkan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB
Kalabahi-Alor. Kegiatan khusus disini adalah hal-hal yang dilakukan warga binaan Kristen
dalam rangka pembinaan spiritualitas. Kegiatan kerohanian yang rutin dilakukan berupa
Ibadah, Penelaan Alkitab (PA), dan juga shering bersama. Ibadah, PA, dan shering bersama
diadakan pada hari yang sudah ditentukan yaitu pukul 08.00-10.00 WITA. Dalam rangka
pembinaan ini, ada beberapa gereja dan juga Lembaga yang terlibat di dalamnya antara lain :8
6Depertemen Kehakiman Indonesia : Pola Pembinaan Narapidana, (Jakarta : 1990), hlm 1.
7 Wawancara dengan Seksi Pembinaan pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 10.30 WITA.
8 Wawancara dengan Seksi Pembinaan pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 10.30 WITA.
30
1) untuk ibadah hari Minggu dilayani oleh pelayan (pendeta/para misionaris), dan
Depertemen Agama Kabupaten Alor. Keduanya mempunyai tugas untuk memimpin ibadah
minggu secara bergantian yang sudah ditetapkan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB
Kalabahi-Alor; 2) untuk ibadah hari kamis dilayani dari Depertemen Agama Kabupaten Alor.
3.2. Deskripsi Permasalahan Psikosoial Warga Binaan
3.2.1. Wawancara Mendalam Dengan Warga Binaan
Pada saat melakukan penelitian lapangan, penulis bertemu dan berkenalan dengan
lima orang narasumber pelaku pelecehan seksual. Mereka bersedia diwawancarai oleh
penulis sebagai objek penelitian. Masing-masing narasumber berasal dari latar belakang
pendidikan dan kehidupan yang berbeda-beda. Melalui uraian biodata ini penulis ingin
memperkenalkan ke-lima narasumber yang penulis wawancarai ketika melakukan penelitian
lapangan.
1. Bapak MS
Bapak MS merupakan seorang bapak rumah tangga, berstatus sudah menikah, berusia
38 tahun dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah SD (Sekolah Dasar).
Bapak MS adalah ayah dari 5 orang anak. Pekerjaan sehari-hari bapak MS sebelum masuk ke
Lembaga Pemasyarakatan adalah seorang petani dan isterinya juga merupakan seorang
petani. Latar belakang kasus yang menyebabkan bapak MS masuk ke dalam Lembaga
Pemasyarakatan adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Menurutnya
awal mula kejadian tersebut terjadi ketika ia pulang dari bertani dalam keadaan mabuk
sehingga ia tidak dapat mengendalikan keinginan biologisnya dan memaksa anak
kandungnnya yang pertama (AS, umur 15 Tahun) untuk melakukan hubungan seksual.
Menurut bapak MS hubungan ini sudah berulang kali dia lakukan dan sudah cukup lama
31
yaitu dari tahun 2014 namun baru terungkap ketika anaknya AS mengandung pada tahun
2017. Bapak MS dilaporkan oleh isterinya dengan tuduhan pelecehan seksual terhadap anak
di bawah umur, kemudian dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan dihukum selama 12
Tahun 6 Bulan.9 Permasalahan psikososial yang dialmi adalah bapak MS adalah ia merasa
sangat depresi sehingga hal tersebut membuat ia sulit untuk tidur, merasa bersalah dan pernah
berencana untuk mengakhiri hidupnya.
2. Bapak OJ
Bapak OJ merupakan seorang bapak rumah tangga, berstatus sudah menikah, berusia
38 tahun dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah SD (Sekolah Dasar).
Bapak OJ adalah ayah dari 3 orang anak. Pekerjaan sehari-hari bapak OJ sebelum masuk ke
Lembaga Pemasyarakatan adalah seorang petani dan isterinya juga merupakan seorang
petani. Latar belakang kasus yang menyebabkan bapak OJ masuk ke dalam Lembaga
Pemasyarakatan adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Menurutnya
awal mula kejadian tersebut terjadi ketika ia menggendong anaknya (MJ, umur 18 Tahun)
untuk dibaringkan di kamarnya, sebab anaknya MJ adalah seorang anak yang sakit-sakitan,
sehingga tidak dapat berjalan. Bapak OJ mengatakan bahwa ia sudah beberapa kali
melakukan hubungan seksual tersebut dengan anaknya namun baru terungkap ketika anaknya
MJ mengandung pada bulan juli 2016. Saat itu bapak OJ dilaporkan dan kemudian
dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan di hukum selama 15 Tahun.10
Permasalahan
psikososial yang dialami oleh bapak OJ adalah ia merasa dirinya sangat kotor, ia merasa
gagal menjadi seorang suami yang baik dan gagal menjadi seorang ayah yang baik untuk
anak-anaknya, ia sangat merindukan kehadiran dari isteri dan anak-anaknya. Ia juga
mengatakan bahwa sampai saat ini, ia belum bisa mengampuni dirinya sendiri.
9Wawancara dengan bapak MS pada tanggal 23 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.
10
Wawancara dengan bapak OJ pada tanggal 23 Agustus 2017, jam 10.40 WITA.
32
3. Bapak RW
Bapak RW merupakan seorang bapak rumah tangga, berstatus sudah menikah, berusia
34 tahun dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah SMP (Sekolah
Menengah Pertama). Bapak RW adalah ayah dari 3 orang anak. Pekerjaan sehari-hari bapak
RW sebelum masuk ke Lembaga Pemasyarakatan adalah seorang petani dan isterinya juga
merupakan seorang petani. Latar belakang kasus yang menyebabkan bapak RW masuk ke
Lembaga Pemasyarakatn adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Menurutnya awal mula kejadian tersebut terjadi ketika isterinya ND pergi ke kota (Kalabahi)
untuk membeli keperluan untuk menyambut tahun baru. Pada malam hari, bapak RW tidur
bersama dengan ketiga anaknya, dan disitulah muncul keinginan untuk melakukan hubungan
seksual sehingga ia membangunkankan anakknya yang pertama (FW, 15 tahun) untuk
melakukan hubungan seksual dengan dirinya. Bapak RW mengaku bahwa kejadian itu terjadi
pada akhir desember 2016 namun baru terungkap pada maret 2017. Dimana isterinnya ND
yang melihat kejadian tersebut, sehingga bapak RW dilaporkan dan kemudian dinyatakan
bersalah oleh pengadilan dan di hukum selama 12 Tahun.11
Permasalahan psikosoial yang
dialami oleh bapak RW adalah ia merasa bersalah, merasa kecewa dengan kehidupan dan
perbuatan yang telah dilakukan.
4. Bapak EL
11Wawancara dengan bapak RW pada tanggal 25 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.
33
Bapak EL merupakan seorang bapak rumah tangga, berstatus sudah menikah, berusia
62 tahun dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah tidak sekolah. Bapak
EL adalah ayah dari 3 orang anak. Pekerjaan sehari-hari bapak EL sebelum masuk ke
Lembaga Pemasyarakatan adalah seorang petani dan isterinya juga merupakan seorang
petani. Latar belakang kasus yang menyebabkan bapak EL masuk ke Lembaga
Pemasyarakatan adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Menurutnya
awal mula kejadian tersebut terjadi ketika ia bersama isteri dan keponakannya R (umur 17
tahun) melakukan perjalanan ke kampung. Di tengah perjalanan (kebun kemiri) mereka
beristirahat (makan. minum dan membaringkan tubuh). Ketika bapak EL melihat isterinya
sudah tertidur maka bapak EL memanggil R menggunakan bahasa isyarat sebab R merupakan
seorang tunawicara. Bapak EL mengajak R untuk berjalan sekitar 10 meter dari tempat
isterinya berbaring dan mengajak R untuk melakukan hubungan seksual. Setelah melakukan
hubungan seksual bapak EL menggunakan bahasa isyarat untuk berbicara dengan R agar R
tidak boleh berbicara dengan siapapun tentang hal yang baru saja terjadi. Setelah itu bapak
EL dan R kembali ke tempat semula, dan membangunkan isterinya yang tertidur untuk
melanjutkan perjalanan. Namun dalam perjalanan R menceritakan apa yang telah diperbuat
oleh bapak EL kepada isterinya. Sesampainnya mereka di kampung, isterinya bapak EL
menceritakan kejadian tersebut kepada semua keluarga, sehingga bapak EL dikejar dan ingin
dibunuh. Namun bapak EL melarikan diri dan bersembunyi serta menyerahkan dirinya
kepada bapak kepala desa. Sebab ia berpikir bahwa jika ia tidak berlari ke rumah bapak
kepala desa maka ia akan dibunuh. Setelah itu bapak kepala desa mengantar serta
melaporkankan bapak EL kemudian bapak EL dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan
dijatuhi hukuman 5 Tahun 6 Bulan.12
Permasalahan psikosoial yang dialami oleh bapak EL
adalah ia merasa bersalah, dan merasa tertekan dengan sistem yang berada di dalam Lembaga
12Wawancara dengan bapak EL pada tanggal 25 Agustus 2017, jam 10.40 WITA.
34
Pemasyarakatan. Sistem yang dimaksudkan di sini adalah tentang waktu berkunjung yang
berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Ia mengatakan bahwa ia berusaha untuk
mempersiapakan mentalnya sebab menjadi narapaidana merupakan suatu aib tersendiri di
dalam pandangan masyarakat.
5. Sdr. MM
Sdr.MM merupakan anak pertama dari tiga orang bersaudara, berstatus belum
menikah, berusia 21 tahun dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah tidak
sekolah. Pekerjaan sehari-hari sdr.MM sebelum masuk ke Lembaga Pemasyarakatan adalah
seorang sopir truk. Latar belakang kasus yang menyebabkan sdr. MM masuk ke Lembaga
Pemasyarakatan adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Menurutnya
awal mula kejadian tersebut terjadi ketika ia bersama pacarnya MB (18 tahun) pergi untuk
menonton pasar malam. Setelah menonton pasar malam, ia mengantar pacarnya MB untuk
pulang ke rumahnya. Narasumber sdr. MM mengatakan bahwa dalam perjalanan pulang ke
rumah, ia bersama dengan pacarnya MB melakukan hubungan seksual sebab hal ini bagi MM
dan MB merupakan hal yang biasa sebab mereka sudah beberapa kali melakukannya.
Sdr.MM juga mengatakan bahwa ia dan pacarnya sudah dua kali melakukan aborsi jadi bagi
mereka melakukan hubungan seksual merupakan hal yang biasa. Sesampainnya di rumah MB
dipukuli oleh orangtuanya dan orangtuanya mulai menanyakan semua hal kepada MB dan
dari situlah orangtua MB mengetahui bahwa MB dan MM pernah melakukan hubungan
seksual sehingga MM dilaporkan oleh keluarga MB dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan
dan dijatuhi hukuman 7 tahun 2 bulan.13
Permasalahan psikososial yang dialami adalah ia
merasa bahwa adanya ketidakadilan pada dirinya sehingga ada perasaan marah dan benci
kepada korban dan keluarganya. Namun ia berusaha untuk tetap tegar dalam menjalani
kehidupannya di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan menganggap bahwa kehidupan
13Wawancara dengan sdr.MM pada tanggal 28 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.
35
sekarang yang ia jelani merupakan suatu bentuk teguran dari Tuhan karena Tuhan masih
mengasihinya. Ia terkadang berpikir tentang apa yang akan ia kerjakan di luar sana ketika ia
telah dinyatakan bebas suatu saat nanti sebab latar belakang kehidupannya sebagai seorang
mantan narapidana.
3.2.2. Hasil Diskusi Bersama Dengan Warga Binaan
Dari wawancara yang dilaksanakan, penulis menemukan berbagai macam
pengalaman menyedihkan dari kehidupan narasumber pelaku pelecehan seksual. Ketika
menceritakan pengalaman hidupnya berbagai ekspresi mereka tunjukan. Ada yang
menceritakan sambil menangis tetapi ada juga yang menyiratkan kebencian atas perilaku
mereka sendiri dan rasa penyesalan terhadap sesuatu yang mereka lakukan terlebih rasa
bersalah kepada korban. Kelima orang narsumber pelaku pelecehan seksual ini mengatakan
bahwa mereka sangat merindukan keluarga mereka. Bapak OJ mengatakan bahwa:14
“Terkadang saya tidak dapat tidur karena selalu memikirkan isteri
dan anak-anak saya, apakah mereka baik-baik saja? Apakah
kebutuhan-kebutuhan mereka bisa terpenuhi? Saya merasa diri saya
sangat kotor, saya tidak bisa mengampuni diri saya sendiri, saya
merasa hukuman yang saya terima tidak sesuai dengan apa yang
telah saya lakukan, saya sudah gagal menjadi seorang suami dan
gagal menjadi seorang ayah yang baik untuk anak saya, saya sangat
merindukan mereka, meskipun mereka sampai saat ini belum bisa
memaafkan saya tapi saya terima semuanya sebab ini kesalahan saya
yang sangat besar dan sulit untuk dimaafkan tapi saya cuma mau
bilang, saya sangat mencintai mereka”.
Ungkapan hati dari bapak OJ juga mewakili ungkapan hati dari bapak RW15
, sebab ia
juga merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh bapak OJ. Para warga binaan
merasa kecewa dengan kehidupan mereka dan perbuatan yang telah mereka lakukan. Bapak
OJ dan bapak RW mengatakan bahwa terkadang ketika mereka melihat ada keluarga warga
binaan lain yang datang untuk mengunjungi keluargannya, mereka merasa iri hati sebab dari
14Wawancara dengan bapak OJ pada tanggal 24 Agustus 2017, jam 10.40 WITA.
15
Wawancara dengan bapak RW pada tanggal 26 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.
36
awal mereka berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan, keluarga mereka tidak pernah
datang untuk mengunjungi. Hal tersebut terkadang membuat mereka sedih, kecewa, sakit hati
sehingga mereka memilih untuk lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar agar
supaya mereka tidak melihat hal tersebut. Namun mereka juga berkata bahwa mereka
berusaha untuk bisa menerima semuanya dengan ikhlas sebab itulah konsekuensi yang harus
mereka terima atas perbuatan yang telah mereka lakukan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh
bapak seksi pembinaan:16
“apa yang dikatakan bapak OJ dan bapak RW memang benar, sampai
saat ini belum ada isteri ataupun anak-anak mereka yang datang
untuk mengunjungi mereka. Mungkin karena mereka belum bisa
dimaafkan oleh keluarga mereka masing-masing. Kalau saya melihat,
terkadang mereka selalu melamun dan lebih banyak menghabiskan
waktu di dalam kamar, mereka adalah orang-orang yang sangat
tertutup”.
Ketika penulis melakukan wawancara dengan narasumber sdr. MM, ia mengatakan
bahwa ia merasa adanya ketidakadilan pada dirinya sebab baginya hubungan seksual yang
dilakukan oleh pelaku dengan korban bukanlah sebuah pelecehan sebab keduanya merupakan
sepasang kekasih. Tujuan ia melakukan hubungan seksual dengan korban adalah untuk
memenuhi kebutuhan seksual namun didasarkan pada prinsip suka sama suka. Sehingga ia
siap untuk bertanggungjawab dengan korban namun keluarga korban menginginkan cara
yang lain untuk menyelesaikan masalah ini. Narasumber MM mengatakan bahwa :17
“saya sangat kecewa dengan korban dan keluarga korban, saya benci
kepada mereka, bagaimana saya tidak marah, bagaimana saya tidak
benci, dalam persidangan korban tidak bisa katakan satu katapun
untuk buat saya punya hukuman ini ringan, dia malah mengatakan
bahwa, saya yang memaksa dia untuk melakukan hubungan seksual
sehingga saya punya hukuman bertambah berat”.
16Wawancara dengan bagian seksi pembinaan pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 10.30 WITA.
17
Wawancara dengan sdr.MM pada tanggal 29 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.
37
Berbeda dengan bapak EL, dia mengatakan bahwa selama dia berada di dalam
Lembaga Pemasyarakatan, selain ia memiliki penyesalan dan rasa bersalah, ia juga
mengalami satu tekanan hidup. Ia mengatakan bahwa :18
“Terkadang saya merasa tertekan dengan kehidupan di dalam sini
(Lembaga Pemasyarakatan) dimana saya sangat susah untuk
berbicara banyak dengan isteri dan anak-anak saya sebab jam
berkunjung dibatasi yaitu hanya 15 menit saja, saya terkadang
merasa marah sehingga saya menangis sebab bagi saya waktu yang
diberikan untuk bertemu tidak dapat mengobati rasa rindu saya
terhadap mereka namun saya bersyukur karena isteri dan anak-anak
saya masih mau memaafkan saya meskipun kesalahan yang saya
perbuat sangat melukai mereka”
Hal yang sama juga dijelaskan oleh bapak kepala seksi pembinaan:19
“memang waktu yang diberikan kepada para narapidana untuk dapat
berkomunikasi dengan keluargannya hanyalah 15 menit sebab para
narapidana mempunyai banyak kegiatan-kegiatan yang harus
dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan”.
Narasumber bapak OJ, bapak RW , bapak MS, bapak EL dan sdr. MM mengatakan
bahwa ada perasaan penyesalan yang sangat dalam, rasa tidak ingin memaafkan dirinya
sendiri, rasa tidak berharga bagi dirinya sendiri dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa
mereka telah melakukan hal tersebut kepada orang-orang yang berada di dekatnnya. Mereka
sangat depresi, dan sangat stres dengan masalah yang dihadapi. Mereka sangat terluka dan
mereka juga tidak bisa memahami apa yang sudah mereka lakukan terhadap para korban,
keluarga, istri, anak-anak dan kepada diri mereka sendiri. Sdr. MM mengakui bahwa ia
seringkali tidak dapat tertidur karena berpikir tentang masa depannya. Apakah nanti setelah
keluar dari Lembaga Pemasyarakatan ini, ia dapat bekerja lagi. Narasumber bapak MS yang
melakukan pelecehan kepada anaknya, mengatakan bahwa ia pernah hampir membunuh
dirinya sendiri karena tidak bisa menerima kenyataan dan tidak bisa memaafkan dirinya
sendiri.
18Wawancara dengan bapak EL pada tanggal 26 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.
19
Wawancara dengan seksi pembinaan pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 10.30 WITA.
38
“Saya merasa terpuruk, saya merasa hidup saya tidak ada gunanya
lagi, saya merasa saya gagal menjadi orangtua, saya selalu dihantui
oleh rasa bersalah, saya sadar saya adalah orang yang sangat bodoh
sehingga melakukan hal tersebut dengan anak kandung saya sendiri,
padahal saya sangat menyayangi dia, saya tidak bisa memaafkan diri
saya sendiri, dan saya tidak bisa mengampuni diri saya, saya rasa
hukuman yang saya terima tidak sebanding dengan masa depan anak
saya yang telah saya hancurkan. Saya sulit untuk tidur, saya
terkadang paksa ini mata untuk tertutup tapi susah, jadi saya hanya
baca Alkitab dan berdoa semoga Tuhan bisa ampuni saya punya
kesalahan-kesalahan. mau makan juga kadang-kadang saya rasa itu
makanan ada tertinggal di leher, saya sangat menderita di sini ketika
saya ingat perbuatan yang telah saya lakukan”.20
Para warga binaan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kalabahi-Alor
berkata bahwa merasa tertekan dengan keadaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan.
Mereka tertekan dengan kehidupan yang hanya bisa dihabiskan belas tahun di balik jeruji
besi. Mereka mengaku kesepian, bosan bahkan sedih jika merenungi dan terkenang dengan
masa-masa indah yang pernah dilaluinya bersama keluarga, isteri dan anak-anaknya. Mereka
mengungkapkan bahwa tingkat kejenuhan yang tinggi dirasakan sebab mereka hanya bisa
melakukan kegiatan di dalam ruangan yang sempit yang dibatasi oleh tembok dan jeruji.
Mereka mengungkapkan kesedihan yang mendalam karena tidak dapat lagi melihat keluarga,
anak , orangtua, bahkan tidak bisa lagi memberikan kasih sayang kepada mereka.
Menyandang status sebagai seorang warga binaan telah menjadi aib tersendiri bagi
para warga binaan yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kalabahi-Alor,
status yang akan selalu melekat pada diri mereka selama sisa hidup mereka di dunia,
mendapatkan pandangan “sebelah mata” dari masyarakat tentunya akan menjadi kendala
ketika mereka dibebaskan dan ingin memulai hidupnya yang baru. Seperti yang diungkapkan
oleh bapak MS dan bapak EL :21
20Wawancara dengan bapak MS pada tanggal 24 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.
21
Wawancara dengan bapak MS pada tanggal 24 Agustus 2017, jam 09.00 WITA, dan bapak EL pada
tanggal 26 Agustus 2017, jam 10.40 WITA.
39
“masuk ke dalam Lembaga Pemasyarakatan ini, sudah membuat saya
trauma, saya tahu bahwa masuk Lembaga Pemasyarakatan dan
menjadi seorang warga binaan merupakan hal yang memalukan, dan
pasti itu akan sangat mengganggu aktivitas saya dan keluarga saya
nanti ketika saya dinyatakan bebas. Bahkan mungkin saat ini juga
saya sudah menjadi bahan gosip oleh keluarga maupun masyarakat di
sekitar saya. Itulah yang menjadi salah satu beban saya, ya saya
berusaha mempersiapakan mental saja dan fokus ke keluarga karena
mereka yang selalu mendukung saya”.
Bapak MS dan bapak EL mengakui bahwa menyandang status sebagai warga binaan
tentu harus siap untuk mendapat pandangan negatif dari oranglain sehingga mereka berusaha
menguatkan diri dengan berpikir yang positif dan juga dukungan dari keluarga yang membuat
mereka kuat. Demikian juga dengan sdr. MM, ia mengatakan bahwa:22
“ini sangat memalukan bagi saya, saat masuk di Lembaga
Pemasyarakatan, yang saya pikirkan adalah bagimana orang-orang
akan nilai saya, orangtua saya juga pada awalnya membenci saya,
keluarga besar saya juga seperti itu, bagaimana dengan teman-teman,
apakah mereka masih mau bergaul dengan saya setelah tahu saya
berada di sini. Tapi saya bersyukur karena sekarang orangtua saya
sudah mau memaafkan saya dan masih ada teman-teman yang
mendukung saya. Tapi yang masih menjadi beban pikiran, bagaimana
nanti kalau saya keluar dari sini, saya mau kerja di mana karena
status saya mantan narapidana.
Berbeda dengan bapak OJ dan bapak RW yang terlihat tidak peduli dengan
pandangan tentang dirinya, mereka mengatakan bahwa :23
“saya tidak peduli dengan komentar oranglain di luar sana, bukan mereka yang kasih makan
saya dan keluarga saya, saya hanya berpikir bagaimana keluarga saya, apakah mereka baik-
baik saja, saya hanya berharap bisa keluar cepat dari sini biar saya bisa minta maaf
langsung pada isteri dan anak-anak saya. Saya sangat merindukan isteri dan anak-anak
saya. Saya divonis 15 tahun dan 12 tahun tanpa redmisi, saya tidak bisa melihat
perkembangan anak-anak saya, saya berharap bisa mendapatkan maaf dari isteri dan anak-
anak saya, itu saja yang saya pikirkan”.
Respon yang diberikan oleh keluarga, kerabat dan masyarakat tempat para warga
binaan berasal bermacam-macam tetapi pada umumnya masyarakat memberikan pandangan
22Wawancara dengan sdr MM pada tanggal 29 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.
23
Wawancara dengan bapak OJ pada tanggal 24 Agustus 2017, jam 10.40 WITA, dan bapak RW pada
tanggal 26 Agustus, jam 09.00 WITA.
40
yang negatif terhadap status “warga binaan” dan hal inilah yang menjadi salah satu masalah
bagi para warga binaan harus digumuli selama menjalani masa hukuman di dalam Lembaga
Pemasyarakatan dan dalam mempersiapakan diri untuk kembali ke masyarakat ketika
dibebaskan nantinya. Seperti yang diungkapkan oleh bapak LP bagian pembinaan bahwa:
“saya rasa yang penting bagi para warga binaan adalah bagimana
mereka harus siapkan mental dengan sebaiknya sebab ketika mereka
bebas nantinya ada begitu banyak pandangan negatif dari masyarakat
yang akan mereka terima”.24
3.2.3. Wawancara Dengan Keluarga Warga Binaan
Penulis melakukan wawancara dengan 3 orang dari keluarga pelaku. Penulis
mendatangi keluarga pelaku di rumah:
1. Kepada keluarga bapak MS, penulis melakukan wawancara dengan isteri pelaku.25
Isteri
pelaku mengungkapkan perasaannya kepada penulis, sambil menangis, ia menceritakan
bahwa pada saat kejadian itu terjadi, keluarga besar termaksud saya sendiri tidak dapat
menerima hal tersebut. Sebenarnya keluarga bahkan saya sendiri sangat malu dengan apa
yang telah pelaku lakukan namun saya berusaha untuk menguatkan hati agar bisa
menerima semua ini dengan lapang dada. Istrinya juga mengungkapkan bahwa sekarang ia
yang menjadi tulang punggung keluarga menggantikan posisi pelaku yang adalah kepala
keluarga dengan bertani. Ia mengatakan ia tetap setia untuk mengunjungi pelaku dan
memperhatikan semua kebutuhan pelaku ketika berada di dalam Lembaga
Pemasyarakatan. Namun tidak setiap hari ia pergi untuk mengunjungi pelaku sebab ia
harus bekerja untuk menghidupi ke-lima anaknya. Selain itu jarak antara rumah dan
Lembaga Pemasyarakatan terbilang cukup jauh dan memakan biaya yang besar untuk
dapat tiba di sana jadi biasanya 2 atau 3 bulan baru saya kesana untuk menjenguk pelaku.
24Wawancara dengan bagian seksi pembinaan pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 10.30 WITA.
25
Wawancara dengan keluarga narapidana, pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 15.00 WITA.
41
2. Kepada keluarga bapak EL, penulis melakukan wawancara dengan Isteri pelaku.26
Narasumber keluarga mengungkapkan bahwa keluarga sangat kecewa dan berduka dengan
perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku. Keluarga merasa malu dan kelaurga merasa
terpuruk dari masyarakat akibat perbuatan pelaku. Tetapi kelurga tetap dengan setia
memberi dukungan moril kepada pelaku dengan mengunjungi pelaku dan menyediakan
setiap kebutuhan pelaku selama berada di Lembaga Pemasyarakatan.
3. Kepada Keluarga MM, Penulis melakukan wawancara dengan orangtua pelaku. Dalam hal
ini adalah ibu dari pelaku27
. Sambil menangis ibunya mengatakan bahwa sebenarnya ia
sangat merasa malu dengan masyarakat dan kelurga korban. Ibu pelaku sangat sedih hal
tersebut terlihat dari airmata yang berderai ketika penulis melakukan wawancara. Ia sangat
kecewa dengan apa yang telah dilakukan oleh anaknya tetapi ia mengungkapkan bahwa
bagaimanapun, pelaku adalah anaknya jadi ia tetap memberikan dukungan moril berupa
kunjungan yang dilakukan olehnya kepada pelaku di Lembaga Pemasyarakatan.
3.3. Upaya Penanggulangan Yang Dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Untuk
Mengatasi Permasalahan Psikososial Warga Binaan
Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan untuk
mengatasi permasalahan psikosoial warga binaan adalah berupa pembinaan. Pembinaan yang
dimaksudkan disini adalah pembinaan keterampilan dan pembinaan spiritualitas. Pembinaan
keterampilan ini bersifat manual, contohnya seperti menjahit, membuat tas laptop, membuat
tutupan gelas, bingkai foto dan sebagainya. Bentuk pembinaan ini disesuaikan dengan bakat
masing-masing warga binaan.28
Dengan tujuan agar ketika mereka keluar dari Lembaga
Pemasyarakatan, mereka mampu untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, selain itu
26Wawancara dengan keluarga narapidana pada tanggal 3 September 2017, jam 11.00 WITA.
27
Wawancara dengan keluarga narapidana pada tanggal 2 September 2017, jam 16.00 WITA.
28
Wawancara dengan bagian seksi pembinaan pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 10.30 WITA.
42
pembinaan ini bertujuan untuk mengurangi rasa bosa/jenuh para warga binaan dalam
menjalani masa hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Pembinaan spiritualitas khususnya bagi warga binaan yang beragama kristen, pihak
Lembaga Pemasyarakatan bekerjasama dengan beberapa denominasi Gereja yang berada di
wilayah Kabupaten Alor dan juga Depertemen Keagamaan, agar dapat membantu dalam
memberikan pembinaan spiritual. Dengan diberikannya pembinaan spiritualitas ini,
diharapkan para warga binaan dapat menyadari dan menyesal atas perbuatan salah yang telah
dilakukan dan dapat merubah sikap serta perilakunya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Dalam penelitian ini, penulis juga melakukan wawancara dengan salah satu denominasi
gereja dan Depertemen Keagamaan yang melakukan pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan. Selain wawancara, penulis juga ikut serta dalam pelayanan yang dilakukan.
Penulis menanyakan bagaimana penatalayanan gereja kepada warga binaan pelecehan
seksual dan metode apa yang digunakan dalam pembinaan /pendampingan. Bapak Ev. E
Selly29
dan Depertemen Agama 30
mengatakan bahwa pembinaan/pendampinganyang
diberikan adalah melalui ibadah-ibadah bersama setiap hari minggu dan kamis, melalui
diskusi PA dan shering bersama. Mereka mengatakan dalam melakukan
pembinaan/pendampingan belum cukup maksimal dikarenakan beberapa faktor, faktor-faktor
tersebut penulis jabarkan sebagai berikut :
1. Faktor Situasi
29Wawancara dengan bagian seksi pembinaan pada tanggal 27 Agustus 2017, jam 10.15 WITA.
30
Wawancara dengan Bimas Kristen pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 11.00 WITA.
43
Waktu dan tempat yang tidak ada, tidak memungkinkan untuk memberikan
pendampingan (pembinaan) secara maksimal. Waktu berkunjung yang disediakan oleh
Lembaga Pemasyarakatan bagi Gereja dan Lembaga Pemasyarakatan adalah 1 kali dalam
seminggu selama 2 jam untuk memberikan pelayanan (pembinaan) kepada warga binaan.
2. Faktor Metode
Setiap warga binaan memiliki latar belakang permasalahan yang berbeda-beda.
Dengan waktu yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan kepada Gereja dan Depertemen
Agama selama 2 jam secara otomatis hal yang dapat dilakukan adalah ibadah dan shering
bersama sehingga tidak dapat menjawab apa yang menjadi kebutuhan dari warga binaan.
3. Faktor Komunikasi
Karakter yang berbeda dari setiap orang dan juga pola komunikasi yang tercipta pada
diri masing-masing antara konselor dan konseli dalam proses konseling cukup menyulitkan
dalam menjalani komunikasi. Ada dialek-dialek tertentu yang terkadang membuat Gereja dan
Depertemen Agama agak lambat untuk mencerna cerita-cerita yang diungkapkan oleh para
pelaku. Bukan hanya bahasa melainkan jenis kelamin, latar belakang kehidupan, lingkungan
sosial asal, perkembangan kepribadian yang berbeda juga turut mempengaruhi kelancaran
berkomunikasi.
3.4. Rangkuman
Dari hasil wawancara dengan kelima narasumber pelaku pelecehan seksual, penulis
dapat simpulkan bahwa masalah kejahatan merupakan masalah yang sangat sulit untuk
diatasi. Salah satu dari bentuk untuk memperbaiki adalah dengan hukuman penjara. Namun
ketika berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan (penjara), ada permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh warga binaan, baik itu masalah yang bersumber dari diri sendiri maupun
dari keluarga atau masyarakat tempat mereka berasal. Disamping itu juga, mereka harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru yang tidak bebas, mereka berhadapan
44
dengan berbagai orang dengan karakter dan latar belakang masalah yang beragam, sehingga
hal tersebut menjadi beban tersendiri bagi mereka. Adapun permasalahan-permasalahan
psikosoial yang dialmi oleh para warga binaan yang berada di dalam Lembaga
Pemasyarakatan adalah :
1. Lost Of Liberty : keberadaan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan menyebabkan
mereka tidak bebas menjalani kehidupan mereka sebebas ketika mereka masih berada di
luar Lembaga Pemasyarakatan karena sebagai orang hukuman, mereka harus menaati
setiap aturan dan jadwal yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Keadaan fisik
yang tidak bebas seringkali menyebabkan adanya perasaan jenuh (bosan) yang dirasakan
oleh para warga binaan.
2. Lost of Personal Comunication : Selama menjalani masa hukuman, kebebasan untuk
berkomunikasi dibatasi, hal ini tentu menjadi suatu beban tersendiri bagi para warga
binaan, sehingga mereka merasa tertekan dan marah dengan sistem tersebut.
3. Depresi : Warga binaan mengalami depresi, hal tersebut terlihat ketika para warga
binaan mengatakan bahwa mereka merasa bersalah, merasa menyesal, yang
mengakibatkan mereka sulit untuk tidur, dan mencoba untuk mengakhiri kehidupannya.
Mereka kecewa dengan kehidupan dan perbuatan yang telah mereka lakukan. Selain itu,
ditambah lagi dengan stigama negatif dari masyarakat yang seringkali membebani
pikiran mereka.
Upaya penanggulangan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan untuk mengatasi
permasalahan psikososial bagi warga binaan berupa adalah berupa pembinaan. Pembinaan ini
terbagi menjadi dua yaitu pembinaan keterampilan dan pembinaan spiritualitas. Pembinaan
ketrampilan bertujuan membekali mereka agar supaya ketika mereka keluar dari Lembaga
Pemasyarakatan, mereka dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat selain itu dengan
pembinaan keterampilan ini, dapat membantu para warga binaan untuk mengurangi rasa
45
bosan ketika berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan spiritualitas bertujuan
membantu para warga binaan untuk menyadari kesalahan yang telah dilakukan dan merubah
sikap dan perilaku mereka untuk menjadi lebih baik lagi namun dalam pembinaan spritualitas
yang dilakukan oleh gereja maupun oleh Depertemen Keagamaan, belum menyentuh dengan
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh para warga binaan hal tersebut dikarenakan 3
faktor yaitu : Faktor Situasi, Faktor Metode dan Komunikasi. Pembinaan yang dilakukan
untuk saat ini hanya berupa ibadah-ibadah, Ber - PA dan shering bersama.