37
44 BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM A. Masa Kecil Maria Magdalena Rubinem 1. Tempat Kelahiran dan Lingkungan a. Latar Geografis Kota Yogyakarta Letak wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110”24”19” sampai 110” 28”53” Bujur Timur dan 07”15’24” sampai 07” 49’ 26” Lintang Selatan. Di tengah wilayah kota tersebut mengalir tiga buah sungai dari arah utara ke selatan, yaitu sungai Winongo yang terletak di bagian barat kota, Sungai Code terletak di bagian tengah dan Sungai Gadjah Wong terletak dibagian timur. Secara keseluruhan Kota Yogyakarta berada di daerah dataran lereng Gunung Merapi, dengan kemiringan yang relative datar (antara 0-3%) dan pada ketinggian 114 meter di atas permukaan air laut. Adapun wilayah kota yang luasnya 32,50 km 2 disebelah utara di batasi oleh Kabupaten Sleman, di sebelah timur dibatasi oleh Kabupaten Sleman dan Bantul, di sebelah selatan oleh Kabupaten Bantul dan sebelah barat oleh Kabupaten Bantul dan Sleman. 1 Batas-batas kota tersebut sesungguhnya mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan jaman dari masa kerajaan, kolonial, kemerdekaan, dan masa-masa mutakhir. Kedudukan Kota Yogyakarta sejak kemerdekaan hingga masa kini ialah menjadi Ibu Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipimpin oleh Gubernur, dan masa kini dijabat oleh Sultan Hamengkubuwono X. Selain itu Kota Yogyakarta pada masa kini juga menjadi Ibu Kota Pemerintah Kota Yogyakarta yang dipimpin oleh seorang Wali Kota. Wilayah Pemerintahan Kota Yogyakarta 1 Peraturan daerah Kota Besar Yogyakarta No. 13 2002, tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Tahun 2002-2006.

BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

44

BAB III

KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM

A. Masa Kecil Maria Magdalena Rubinem

1. Tempat Kelahiran dan Lingkungan

a. Latar Geografis Kota Yogyakarta

Letak wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110”24”19” sampai

110” 28”53” Bujur Timur dan 07”15’24” sampai 07” 49’ 26” Lintang Selatan. Di

tengah wilayah kota tersebut mengalir tiga buah sungai dari arah utara ke selatan,

yaitu sungai Winongo yang terletak di bagian barat kota, Sungai Code terletak di

bagian tengah dan Sungai Gadjah Wong terletak dibagian timur. Secara

keseluruhan Kota Yogyakarta berada di daerah dataran lereng Gunung Merapi,

dengan kemiringan yang relative datar (antara 0-3%) dan pada ketinggian 114

meter di atas permukaan air laut. Adapun wilayah kota yang luasnya 32,50 km2

disebelah utara di batasi oleh Kabupaten Sleman, di sebelah timur dibatasi oleh

Kabupaten Sleman dan Bantul, di sebelah selatan oleh Kabupaten Bantul dan

sebelah barat oleh Kabupaten Bantul dan Sleman.1 Batas-batas kota tersebut

sesungguhnya mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan

jaman dari masa kerajaan, kolonial, kemerdekaan, dan masa-masa mutakhir.

Kedudukan Kota Yogyakarta sejak kemerdekaan hingga masa kini ialah

menjadi Ibu Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipimpin oleh

Gubernur, dan masa kini dijabat oleh Sultan Hamengkubuwono X. Selain itu Kota

Yogyakarta pada masa kini juga menjadi Ibu Kota Pemerintah Kota Yogyakarta

yang dipimpin oleh seorang Wali Kota. Wilayah Pemerintahan Kota Yogyakarta

1 Peraturan daerah Kota Besar Yogyakarta No. 13 2002, tentang Pola

Dasar Pembangunan Daerah Tahun 2002-2006.

Page 2: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

45

terbagi atas 14 wilayah Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW (Rukun Warga) dan

2.532 RT (Rukun Tangga). Pembagian wilayah dan luas wilayah kota tersebut

dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel. 1

Pembagian Wilayah dan Luas Wilayah

No. Kecamatan

(Km2)

Luas

Lahan

(%) Kelurahan R.W R.T

1 Mantrijeron 2.61 8.03 55 3 230

2 Kraton 1.40 4.31 3 43 175

3 Mergangsan 2.31 7.11 3 60 210

4 Umbulharjo 8.12 24.98 7 80 318

5 Kotagede 3.07 9.45 3 40 161

6 Gondokusuman 3.99 12.28 5 65 276

7 Danurejan 1.10 3.38 3 43 160

8 Pakualaman 0.63 1.94 2 19 84

9 Gondomanan 1.12 3.45 2 31 110

10 Ngampilan 0.82 2.52 2 21 120

11 Wirabrajan 1.76 5.42 3 34 165

12 Gedongtengen 0.96 2.95 2 44 163

13 Jetis 1.70 5.23 3 36 168

14 Tegakrejo 2.91 8.96 4 46 183

Sumber: Buku Saku Kota Yogyakarta, 1999.

Secara singkat dapat dikemukakan bahwa luas wilayah kota Yogyakarta

mengalami proses perubahan dari semenjak pendirian kota hingga masa mutakhir.

Luas dan kecepatan pemekaran fisik tersebut dapat dilihat dari tahun 1796 – 1996

dan dapat disimak dalam Tabel. 2 sebagai berikut:

Page 3: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

46

Tabel. 2

Luas dan Kecepatan Pemekaran Fisik Kota Yogyakarta Tahun 1756 –1996

Tahun

(Ha/th)

Luas

(Ha)

Pemekaran fisik

Kota (Periode)

Lama waktu

(tahun)

Tambah

Luas (Ha)

Rata-rata

kecepatan

Pemekaran

1756 359.55 1756 – 1824 68 764.59 11.24

1824 1124.14 1824 – 1959 135 760.69 5.63

1959 1884.83 1959 - 1972 13 751.59 57.81

1972 2636.42 1972 - 1987 15 2025.79 135.05

1987 4662.21 1987 – 1996 9 2025.78 225.09

1996 6687.99

Sumber: “Perubahan Penggunaan Lahan Kota Yogyakarta Tahun 1959 -1996”.2

Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di Jawa Tenggah sebelah selatan, di

bagian terpadat peduduknya di pulau ini, wilayahnya meliputi sekitar 3.100 km2,

termasuk 105 km2 daerah enclave (wilayah suatu Negara yang dikelilingi oleh

kerajaan lain) yang termasuk dalam wilayah Kesultanan Surakarta dan

Mangkunegaran dulu, kurang lebih meliputi 2,4 % luas pulau Jawa, namun 5,2%

penduduk pulau tersebut berdiam disini.3 Dari 3100 km

2 ini lebih dari separuh

digunakan untuk usaha pertanian dan 838 kilometer sebagai tempat tinggal,

dikarenakan banyaknya wilayah Yogyakarta memiliki lahan luas yang dijadikan

sawah, maka kebanyakan masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani.

Lalu sebagian wilayah yang kira-kira 478 kilometer terdiri atas hutan, pantai dan

gunung serta lereng yang curam digunakan untuk ternak dan penggembalaan.4

2 Agus Suryanto, “Perubahan Penggunaan Lahan Kota Yogyakarta Tahun

1959 -1996”. Disertasi dalam Ilmu Geografi UGM, (2002), hlm. 346. 3 Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, (Gadjah Mada

University Press. 1986), hlm. 13. 4 Wirobumi, “Soal-Soal Agrarian di Daerah Istimewa Yogyakarta”, 1956,

hlm. 1.

Page 4: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

47

b. Keadaan Alam

Wilayah Kotamadya Yogyakarta terletak pada daerah dataran rendah

dengan tipe tanah regosol atau vulkanis muda, yaitu di daerah lereng aliran

gunung berapi (Gunung Merapi). Dari wilayah barat ke timur relief kota

menunjukan relief datar, dan dari utara ke selatan mempunyai kemiringan yang

relative datar. Kotamadya Yogyakarta di lewati tiga sungai yang mengalir ke

selatan. Di bagian timur Sungai Gajah Wong, di tengah kota di lewati sungai

Code dan di bagian barat Sungai Winongo.5

Dilihat dari adanya tiga sungai tersebut maka keadaan tanah wilayah

Yogyakarta cukup baik untuk lahan pertanian. Namun dengan semakin pesatnya

perkembangan perkotaan dan permukiman, lahan pertanian semakin menyusut per

tahunnya di perkirakan 5%. Rata-rata curah hujan 2.012 mm per tahun dengan

119 hari hujan serta suhu rata-rata 27,2º C dan kelembapan rata-rata 74,7%.

c. Penduduk

Perkembangan permukinam Kota Yogyakarta sejak akhir abad ke-19

cenderung menjadi semakin plural sebagai akibat dari semakin banyaknya orang-

orang asing yang tinggal di kota Yogyakarta. Selain orang Cina, orang-orang

Belanda dan orang Barat lainnya juga banyak yang tinggal di kota ini. Mereka itu

adalah para pejabat pemerintah Belanda, para pengusaha perkebunan, atau

pengusaha lainnya. Selain orang-orang asing, orang-orang Indonesia dari suku-

suku lainnya juga mulai datang untuk tinggal di Yogyakarta. Seperti halnya

penduduk di kota-kota kolonial, warga kota Yogyakarta pada akhirnya juga dapat

5 Sumintarsih, Suratmin, Isni Herawati, Sulistyo Budi, Pembinaan Disiplin

Di Lingkungan Masyarakat Kota Yogyakarta, (Yogyakarta: Departemen

Pendidikan Dan Kebudayaan 1994/1995), hlm. 6.

Page 5: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

48

dibedakan atas tiga golongan penduduk, yaitu golongan Orang Eropa, golongan

Orang Asing Timur dan golongan Orang Bumi Putra. Dilaporkan bahwa

penduduk di Yogyakarta keseluruhan pada tahun 1900-1930 disebutkan sebagai

berikut.

Tabel. 3

Jumlah Penduduk di Yogyakarta 1900-1930

Tahun Jumlah Penduduk

1900 1.084.327

1905 1.118.705

1917 1.374.165

1920 1.282.815

1930 1.559.027

Sumber: Population Trends in Indonesia.6

Adapun jumlah penduduk di Kota Yogyakarta pada periode 1920-1930

adalah sebagai berikut:

Tabel. 4

Penduduk Kota Yogyakarta 1920-1930

No. Penduduk Tahun Jumlah

1 Bumiputra 1920 94.254

1930 121. 893

2 Eropa 1920 3.730

1930 5.603

3 Cina 1920 5 643

1930 8.894

4 Asia lainnya 1920 84

1930 164

Sumber: Volkstelling 1930. Deel 1. Batavia: Landsdrukkerij, Departrement van

Landbouw, Nijverheid en Handel, 1933.

6 Widjojo Nitisastro, Population Trends in Indonesia, (Ithaca: Cornell

University Press, 1970), hlm. 6.

Page 6: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

49

Penduduk Bangsa Eropa dan bangsa asing lainnya pada umumnya bekerja

pada bidang-bidang birokrasi pemerintahan, keamanan, perkebunan, dan

leveransir kebutuhan hidup. Mereka tinggal di sekitar permukiman masyarakat

Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang

Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang perekonomian seperti

pedagang, pemungut cukai pasar, rumah gadai, rumah persewaan candu, serta

menjadi perantara antara orang Barat dan orang Bumi Putra. Mereka umumnya

tinggal di Kampung Pecinan, Sayidan, Kranggan, dan Loji kecil.

. Pada masa yang sama kota Yogyakarta juga mendapat julukan sebagi Kota

Sepeda, karena para pelajar dan mahasiswa umumnya naik sepeda pergi-pulang

sekolah atau kuliah. Perlu dicatat pula sejak masa revolusi sampai tahun 1950-an

dan 1960-an kota Yogyakarta juga menjadi pusat kelahiran seniman dan karya-

karya seni yang terkemuka dari berbagai cabang seni, seperti seni lukis, seni

sastra, teater, seni patung dan seni musik beserta sanggar-sanggarnya. Lebih-lebih

seni pedalangan dan seni tari tradisional Jawa juga berkembang di kota ini, di

samping seni-seni modern. Tidak mengherankan apabila pada periode itu juga

kota Yogyakarta mendapat sebutan sebagai Kota Budaya. Dengan demikian

Yogyakarta berkembang menjadi kota yang penuh simbol.

Page 7: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

50

Perubahan penduduk kota Yogyakarta sesudah tahun 1950-an sampai

akhir tahun 1990-an dapat dilihat dalam table berikut ini:

Tabel. 5

Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 1969-1990-an

Tahun Jumlah Penduduk

1969 387.023

1970 390.363

1971 343.293

1972 346.894

1973 353.857

1974 356.699

1975 360.287

1976 363.302

1977 367.705

1978 375.692

1979 374.641

1980 398.192

1990 412.052

1999 490.433

Sumber: Pemerintah Kota Yogyakarta, Buku Saku Kota Yogyakarta, 1995-1999.

Salah satu yang menarik dari kecenderungan pada masa mutakhir kota

Yogyakarta pada hakekatnya adalah posisi yang semakin kuat dan menjadikan

Kota Yogyakarta menjadi Kota Nasional atau “Kota Indonesia”, tercermin dari

komposisi penduduknya yang secara plural terdiri dari berbagai suku bangsa yang

ada di Indonesia seperti yang terdapat dalam Tabel 6 berikut ini:

Page 8: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

51

Tabel. 6

Penduduk Kota Yogyakarta Menurut Suku Bangsa

Tahun 1980-an

No. Suku Bangsa Jumlah Penduduk

1 Jawa 355.232

2 Sunda, Priangan 6.429

3 Melayu 5.019

4 Cina 6.255

5 Batak, Tapanuli 2.768

6 Minangkabau 1.813

7 Bali 660

8 Madura 1.358

9 Lainnya 16.837

Jumlah 396.371

Sumber: Sensus Penduduk 2000 Kota Yogyakarta.

d. Kehidupan Ekonomi, Sosial dan Budaya

(1). Kehidupan Ekonomi

Kondisi ekonomi suatu daerah mempengaruhi tingkat kemakmuran warga.

Tingkat kemakmuran warga itu dapat dilihat dari tiga kebutuhan pokok yaitu

pangan sandang, dan papan (rumah). Masalah papan atau rumah merupakan

kebutuhan penting, melalui bentuk rumah dapat diketahui kondisi perekonomian

penduduk yang bersangkutan.

Pada umumnya rumah-rumah penduduk di Kotamadya Yogyakarta sudah

permanen dengan bermacam-macam bentuk arsitektur modern maupun

tradisional. Namun begitu di wilayah-wilayah tertentu masih banyak rumah-

rumah dengan kondisi kurang memadai dilihat dari bahan-bahannya yang

sederhana (dari bambu). Biasanya di lingkungan perkampungan sanitasi maupun

kebersihan lingkungan kurang mendapat perhatian, terutama di lingkungan

perkampungan dekat sungai. Sarana-sarana untuk menunjang lingkungan bersih

dan sehat masih kurang. Hal ini berkaitan dengan kondisi perekonomian mereka

Page 9: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

52

yang umumnya pas-pasan, sehingga sebagian besar waktunya digunakan untuk

mencari nafkah.

Kebutuhan pokok lainya yaitu pangan (makan) dan sandang (pakaian).

Kedua kebutuhan ini telah terpenuhi dengan baik, artinya tidak ada kekurangan.

Kebutuhan akan sandang dan pangan dari yang harga murah sampai mahal

tersedia cukup banyak. Dilihat dari kondisi perekonomian penduduk, kebutuhan

pangan dan sandang dapat dikonsumsi dengan tanpa banyak kesulitan. Tinggi

rendahnya taraf hidup masyarakat ditentukan oleh besar kecilnya pendapatan

perkapita, yang juga dipengaruhi oleh jenis mata pencahariannya.

(2). Kehidupan Sosial Budaya

Kotamadya Yogyakarta mempunyai heterogenitas yang tinggi dari segi

segregasi sosial. Hal ini karena banyaknya pendatang dengan berbagai tujuan ke

kota tersebut. Predikat Kota Yogyakarta sebagai Kota Budaya, Pendidikan, dan

Wisata, merupakan salah satu daya tarik bagi para pendatang.

Sebagai salah satu pusat kebudayaan, khususnya budaya jawa, maka

Yogyakarta menjadi tempat pemeliharaan dan pelestarian seni budaya, adat tata

cara dan sebagainya. Hal ini didukung dengan adanya keraton yang pada

hakekatnya merupakan pusat budaya Jawa. Sebagai pusat budaya, berbagai seni

tradisi dipelihara dan dikembangkan. Di kota ini tumbuh subur kelompok-

kelompok kesenian yang kurang lebih jumlahnya sekitar 856 kelompok kesenian.

Pada dasarnya masyarakat Yogyakarta meiliki konsep bahwa Sultan

sebagai seseorang yang dianugerahi kerajaan atau wilayah dengan sekaligus

kekuasaan berpolitik, militer, dan keagamaan.7 Sehingga secara sah Sultan berhak

7 Selo Soemardjan., Op.Cit., hlm. 23.

Page 10: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

53

mengatur dan mempunyai wewenang penuh atas rakyatnya, maka rakyatnya harus

patuh dan menerima apapun yang menjadi keputusan Sultan. Hal ini juga yang

menjelaskan tentang ketaatan rakyat terhadap Sultannya.

Banyak hal yang menjadikan Yogyakarta menjadi daerah istimewa, salah

satunya karena memiliki seni yang beragam dan dapat diterima masyarakatnya.

Seni muncul melalui proses yang dilakukan oleh manusia. Seni sendiri dapat

dilihat dalam intisari ekspresi dari kreativitas manusia. Seni juga dapat diartikan

sesuatu yang diciptakan manusia yang didalamnya mengandung unsur keindahan.

Seni juga tidak bisa dinilai sama antara individu maupun kelompok.

Salah seorang yang tetap memegang teguh kesenian tradisional di

Yogyakarta adalah Rubinem. Ia merupakan seorang sinden yang lahir di Desa

Ngadiwinatan. Desa Ngadiwinatan termasuk dalam salah satu desa di Kelurahan

Ngampilan, Kecamatan Ngampilan, Kota Yogyakarta. Tipologi Kelurahan

Ngampilan terbagi dalam lahan persawahan, perladangan, perkebunan,

peternakan, nelayan, pertambangan/galian, kerajinan dan industri kecil, industri

sedang dan besar, dan yang terakhir jasa dan perdagangan. Luas wilayah daerah

ini adalah 0,45% km2. Batas wilayah Kelurahan Ngampilan di sebelah utara

adalah Kelurahan Pringgokusuman Kecamatan Gedong Tengen, sebelah Selatan

berbatasan dengan Kelurahan Notoprajan Kecamatan Ngampilan, sebelah Barat

berbatasan dengan Kelurahan Pakuncen Kecamatan Wirobrajan, dan di sebelah

Timur berbatasan dengan Kelurahan Ngupasan Kecamatan Gondomanan.8

8 Data Monografi Kelurahan Ngampilan Tahun 2015.

Page 11: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

54

2. Masa Kecil Maria Magdalena Rubinem

Rubinem lahir pada 11 Maret 1925 di Desa Ngadiwinatan, ayahnya

bernama Wongso Kromo dan ibunya bernama Lantem. Wongsokromo dan

Lantem memiliki tiga orang anak, satu laki-laki dan dua perempuan.9 Menurut

keterangan Rubinem, anak pertama perempuan diberi nama Sayem, anak kedua

lahir perempuan dan diberi nama Rubinem. Anak ketiga seorang laki-laki

bernama Sarjiman.

Rubinem sejak masih kecil turut serta membantu kedua orangtuanya dalam

bekerja. Ia membantu ibunya yang bermata pencaharian sebagai penjual wedang

serbat (wedang jahe) dan aneka jajanan pasar (bongko dan mendut) di desanya. Ia

membantu membuat wedang serbat di rumah dan kemudian para penjual keliling

mengambilnya untuk dijual keliling desa.10

Garis seni yang mengalir dalam diri Rubinem, mengalir dari sang ayah

yang pada saat itu menjadi Ketua Jathilan di desa Ngadiwinatan. Kesenian

Jathilan merupakan bentuk seni tari dan dimasukan dalam seni pertunjukan rakyat.

Karena kesenian Jathilan adalah salah satu macam kesenian jenis tari yang

menggunakan kuda kepang. Jathilan juga merupakan salah satu jenis kesenian

rakyat, maka dapat dijadikan sebagai aset industri pariwisata. Kegemaran

masyarakat menyaksikan pertunjukan kesenian Jathilan tidak terlepas dari unsur-

unsur hiburan dalam pementasannya. Dengan menonton kesenian Jathilan orang

dapat menikmati syair-syair yang dinyanyikannya, serta menikmati gerakan-

gerakan tari yang diiringi seperangkat alat musik. Penyajian atraksi-atraksi yang

9 Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 6 Agustus 2015.

10 Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 3 Mei 2015.

Page 12: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

55

memikat sehingga kesenian Jathilan dapat dijadikan hiburan dan rekreasi bagi

semua orang.11

B. Karier Maria Magdalena Rubinem Tahun 1943-2014

1. Awal Mula Karier

Masa kecil Rubinem dihabiskan untuk membantu ibunya yang berjualan,

ia sering membantu untuk mengambil air (ngangsu toya). Saat mengambil air

inilah, Rubinem sering menyanyi untuk menghibur diri dan tanpa sepengetahuan

Rubinem, tetangganya mendengar. Menurut tetangga Rubinem, ia memiliki suara

yang indah dan bakat bernyanyi yang baik, sehingga ia disarankan untuk

mengikuti latihan sinden di keraton. Awalnya ia tidak bersedia karena sebelumnya

tidak pernah sekolah dan tidak bisa membaca, begitu penuturan Rubinem.12

11

Aris murdowo., Kesenian Jathilan Sebagai Sarana Upacara Ritual Di

Desa Salamrejo Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulonprogo: Study Sejarah

Budaya Local Tahun 1970-1991. (Surakarta: Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra Dan Seni Rupa UNS, 1992). 12

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 6 Agustus 2015.

Page 13: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

56

Gambar. 1

Foto Maria Magdalena Rubinem saat berusia 18 tahun,

pada tahun 1943.

Sumber : Koleksi Keluarga

Tetangga Rubinem (ia memanggil dengan sebutan pakdhe) terus

meyakinkan Rubinem agar ia mau belajar sinden. Rubinem yang sebelumnya

tidak mau karena kurang percaya diri, akhirnya mau diajak untuk belajar sinden di

keraton. Rubinem kemudian belajar sinden dari para seniman di Keraton

Yogyakarta, diantaranya adalah eyang dari seniman Djadug selama kurang lebih

tiga bulan. Mempunyai modal dasar suara yang indah, membuatnya mudah dalam

mengikuti latihan sinden. Dari keluarga kecilnya, hanya Rubinem yang mewarisi

darah seni dari orang tuanya, berbeda dengan kakak dan adiknya, kakaknya

Sayem bekerja sebagai petani, sedangkan adiknya Sarjiman bekerja sebagai

Pembantu Umum (PU).13

Selain belajar sinden, Rubinem juga belajar menari

Gambir Anom dan Gambyong. Untuk menari Gambir Anom, ia belajar pada

13

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015.

Page 14: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

57

seorang guru dari Solo yang bernama Sadali.14

Dalam tarian Gambir Anom ini

diakui Rubinem, ia diminta untuk “njoged lanang” (tarian khusus laki-laki).

Diakuinya, ia nyinden pertama kali di keluarga ndoro-ndoro Keraton

Yogyakarta, dan baru setelah itu ia mulai berani pentas. Pentas pertama pada

jaman Belanda, yaitu pada tahun 1942. Pentasnya pada wayang orang, dagelan,

atau wayang kulit.15

Saat pertama kali tampil di acara keluarga ndoro-ndoro

tersebut, Rubinem berusia 18 tahun dan saat itu Indonesia masih di bawah

pendudukan Belanda. Berbekal suara yang indah membuat Rubinem menjadi

pesinden yang handal, dan didukung pula dengan belajar langsung dari pesinden-

pesinden di Keraton Yogyakarta. Berawal dari belajar sinden, perlahan Rubinem

juga mulai belajar untuk membaca dan menulis.

Tahun 1943 Rubinem mendapat kesempatan untuk bergabung di Radio

Republik Indonesia Yogyakarta (RRI) sebagai pengisi acara apapun yang

mengandung unsur budaya Jawa setelah agresi militer kedua Belanda.

Saya menjadi pemain apa pun pada acara yang berbau Jawa,

entah dagelan, ketoprak, uyon-uyon, dan wayang.16

Memiliki suara yang khas menjadi kelebihan tersendiri bagi Rubinem,

karena bisa dibilang tidak ada pesinden lain yang suaranya khas dan indah seperti

Rubinem. Tidak hanya sebagai pesinden di RRI, di luar tempatnya bekerja

tersebut Rubinem kerap dipanggil untuk tampil diberbagai tempat di Yogyakarta,

bahkan di luar Yogyakarta.

Dari berbagai tawaran pentas tersebut Rubinem laris menjadi pesinden

dalam pementasan wayang kulit dan pentas di Istana Negara Jakarta yang

14

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015. 15

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015. 16

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015.

Page 15: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

58

diundang khusus oleh Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Sejak

tahun 1951 ia dipercaya mewakili RRI Yogyakarta untuk pentas di hadapan

Presiden Soekarno satu bulan sekali di Istana Negara Jakarta. Berkat suara yang

indah ia pun dipercaya untuk pentas berkali-kali. Hanya satu tahun ia bisa meniti

karier di Jakarta, karena pada saat itu ia harus kembali ke Yogyakarta untuk

mengurus ibunya yang sedang sakit.17

2. Rumah Tangga Rubinem

a. Rubinem dan Sugito

Selama masa hidupnya Rubinem menikah dua kali. Perkawinan yang

pertama dengan seorang seniman bernama Sugito tahun 1960-an. Sugito

merupakan kembar bersaudara dengan Sugati. Mereka dilahirkan di Dusun

Pajangan, sebuah dusun yang masuk wilayah Desa Pandowoharjo, Kecamatan

Sleman. Dilahirkan pada 31 Desember 1936 dari ayah yang bernama Cermo

Warno dan Ibu bernama Juwok, mereka mewarisi darah seni dari kedua orang

tuanya. Selain mahir dalam berakting di ketoprak, Gito juga pintar mendalang.

Kesusastraan yang dikuasai oleh Gito membantunya dalam mendalang dan

tentunya dalam bermain ketoprak, figur Gito Gati juga berpengaruh terhadap

pementasan ketoprak yang pada tahun 1970-an sampai tahun 1980-an selalu

dibanjiri penonton.18

17

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015. 18

Ki Sugito, dalam “7 Tokoh Budaya di Kabupaten Sleman Dalam

Bingkai Arsip Daerah”, (Kantor Arsip Daerah, Pemerintah Kabupaten Sleman,

Yogyakarta), hlm. 58.

Page 16: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

59

Gambar. 2

Foto Sugito (Suami pertama Maria Magdalena Rubinem)

Sumber : Koleksi Arsip Daerah Sleman

Orang-orang terdekat dalam hidup Sugito juga berkecimpung dalam seni

tradisi. Dua dari empat istri Sugito adalah waranggana atau pesinden. Anak-anak

Sugito pun juga mengikuti jejaknya. Dari istri pertama yakni Napsiyati, Gito

memiliki empat anak yaitu Endang Sugiarti, Edi Suwondo, Edi Indarto, dan

Bambang Rabies. Keemat anaknya ini juga menggeluti dalang dan kethoprak.

Sedang istri kedua dan ketiga, yaitu Sri Hartati dan Rubinem yang merupakan

waranggana. Istri keempat bernama Peni, hanya istri pertama dan terakhir yang

bukan seniman, tetapi selalu mengiringi hidup Sugito untuk mengabdi dalam

dunia seni.19

Rubinem dan Sugito yang merupakan seniman kesenian tradisional, kerap

kali tampil bersama dalam satu panggung. Setiap kali menggelar pertunjukan

19

Ibid., hlm. 59.

Page 17: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

60

kethoprak Rubinem dan Sugito yang menjadi pemain, dan pada pagelaran

pertunjukan wayang, jika Sugito dalangnya, maka Rubinem yang menjadi

waranggananya. Pernikahan mereka tidak berjalan lama, karena perbedaan prinsip

mereka memutuskan untuk berpisah. Dari pernikahannya dengan Sugito, Rubinem

mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan dari keempat anak tirinya. Menurut

Sri, harta Rubinem terkuras saat ia bersama dengan Sugito karena dimintai oleh

anak-anak Sugito.20

Rubinem memilih menjanda dan menjalani hidupnya dari

bawah lagi dengan anak angkatnya.

b. Rubinem dan Augustinus Subadi

Pada tahun 1965 Rubinem mendapatkan tambatan hati lagi, ia adalah

Augustinus Subadi duda berputra satu yang bukan dari darah seniman. Saat

menikah, pihak Subadi membawa seorang anak laki-laki bernama Agus yang saat

itu Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan dari pihak Rubinem juga

diketahui mempunyai seorang anak angkat perempuan yang bernama Sri Sukartini

yang diangkat sejak berusia 8 bulan, pada saat itu ia Sekolah Dasar (SD). Subadi

bekerja di Badan Pelaksana Harian (BPH) Kabupaten Sleman periode 1966-1967.

Dari Subadi, Rubinem mengenal agama Katholik. Rubinem akhirnya tertarik dan

dengan mantap mengikuti pelajaran agama Katholik. Ia dibaptis dan menikah di

Gereja Katholik Kemetiran Yogyakarta pada tahun 1965. Ia mantap menjadi

Katholik, bukan karena Pak Subadi pegawai kaya, karena pada waktu itu rubinem

juga sudah kaya. Rubinem menjadi Katholik karena ingin menata hidup

rohaninya. 21

20

Wawancara dengan Sri Sukartini tanggal 26 Agustus 2015. 21

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015.

Page 18: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

61

Gambar. 3

Foto Augustinus Subadi saat menjabat sebagai Anggota B.P.H Seksi I

Pemerintahan Umum Aparat Pemerintahan Excecutief Daerah Kabupaten Sleman

periode 1966-1967.

Sumber : Koleksi Arsip Daerah Sleman

Perbedaan profesi antara Rubinem dengan Subadi tidak membuat mereka

sering bertengkar. Diakuinya, Subadi selalu mendukungnya bekerja sebagai

sinden. Sebagai seorang suami sinden yang mau menerima keadaan seorang

isterinya, maka hal itu menjadi dorongan semangat bagi perjalanan kariernya.

Restu dari sang suami sangatlah penting untuk diindahkan. Apalagi suaminya

seorang pengusaha atau pegawai negeri yang mempunyai penghasilan tetap.

Penghasilannya dapat menambah kebutuhan keluarga.22

Bahtera rumah tangga

Rubinem menjumpai banyak gelombang, berbagai persoalan melanda kehidupan

22

Isnin Sholihin., Kehidupan Pesinden Di Kecamatan Gondang

Kabupaten Sragen: Suatu Kajian Sejarah Kebudayaaan/Kesenian, (Surakarta:

Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, 2005), hlm.

128.

Page 19: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

62

pribadinya, akhirnya ia memilih menjanda. Diakui Rubinem, Agus anak laki-

lakinya sekarang menjadi Romo (pendeta).

3. Karier Rubinem

a. Bekerja di RRI Yogyakarta Tahun 1943-1972

(1). Sejarah Radio Republik Indonesia

Salah satu alat perhubungan yang vital pada masa perjuangan

kemerdekaan adalah radio. Pada waktu itu radio sebagai alat komunikasi massa,

yang memiliki kelebihan kecepatan dalam penyampaian informasi, jika

dibandingkan dengan media massa yang lain. Kebutuhan adanya komunikasi

radio dirasakan sejak usai Perang Dunia pertama, yang mana Belanda sebagai

Negara netral tentu ingin selalu memonitor keadaan di Hindia Belanda

(Indonesia). Lahirlah hubungan radio-telegrafi antara Nederland dan Hindia

Belanda, kemudian disusul hubungan radio-telegrafi antara Amsterdam dan tanah-

tanah jajahannya di Asia.23

Adanya perkembangan siaran radio yang dipelopori oleh Bataviase Radio

Vereniging (BRV), tidak mengherankan dalam waktu singkat di Yogyakarta lahir

suatu perkumpulan siaran radio dengan nama Mataramse Vereniging Voor Radio

Omroep (MAVRO). Adapun siarannya menggunakan bahasa Indonesia,

sedangkan tujuan awalnya hanya menyiarkan kesenian dan kebudayaan daerah.

Lahirnya MAVRO sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari semangat keradioan di

Yogyakarta, karena didorong oleh banyak peminat radio dari kalangan para

bangsawan, masyarakat Belanda, maupun Tionghoa. Minat tersebut juga

23

Nurdiyanto., “Peranan RRI Yogyakarta Dalam Mempertahankan

Kemerdekaan Tahun 1945-1950”, dalam Laporan Penelitian Jarahnitra No.

016/P/1999, (BPNB: Yogyakarta), hlm. 3.

Page 20: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

63

didasarkan pada keadaan kota Yogyakarta yang merupakan salah satu pusat

kebudayaan Jawa. Sedangkan kemajuan kebudayaan Jawa di Yogyakarta sudah

tampak semakin pesat, karena atas jasa Hamengku Buwana VIII yang telah

banyak memberi sumbangan untuk membina dan melestarikan buah seni budaya

Jawa.

MAVRO melakukan siaran pertama kali pada tanggal 22 Pebruari 1934 di

Pendopo Pangeran Hangabehi di Ngabean. Dengan menggunakan pemancar milik

Van Deutekom yang bergelombang 55,97 meter, dan kemudian dirubah menjadi

153,06 meter. Siaran tersebut diberi jangka waktu hanya 3 kali satu minggu. Pada

tahap permulaan siaran MAVRO hanya bertujuan untuk mengembangkan seni

budaya daerah. Tapi lama kelamaan lebih menuju pada gerakan nasionalis untuk

mengobarkan semangat kebangsaan dan semangat persatuan. Dengan berakhirnya

penjajahan Hindia Belanda di Indonesia pada bulan Maret 1942, kegiatan

MAVRO yang sudah delapan tahun mengudara, siarannya terpaksa dihentikan

setelah bala tentara Jepang menduduki Yogyakarta, yang diikuti pula oleh barisan

propagandanya.24

Jepang berusaha untuk men-Jepangkan bangsa Indonesia, maka pengaruh

barat harus dihilangkan. Bersamaan dengan penghapusan semua pengaruh barat,

tentara Jepang juga telah menutup Indonesia dari dunia luar dengan jalan

melarang orang Indonesia mendengarkan siaran-siaran dari dunia luar, tindakan

Jepang terhadap semua perkumpulan “radio nasional”, maupun perkumpulan

setengah resmi yang sudah ada sebelumnya juga telah diambil alih untuk dikuasai.

Tugas dan pengelolaan di bidang radio segera dibentuk suatu jawatan yang

24

Ibid., hlm. 12.

Page 21: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

64

mengurusi siaran radio dengan nama Hoso Kanri Kyoku yang berpusat di Jakarta.

Sedangkan untuk kota besar lainnya bernama Hoso Kyoku, selain itu Hoso Kyoku

juga mendirikan kantor cabang di daerah kabupaten dengan nama Shodanso.

Kantor tersebut berfungsi mengkoordinir semua bengkel servis radio setempat,

sebab reparasi dan pemeriksaan alat-alat radio harus diawasi Jepang. Shodanso

juga mengurus penempatan radio-radio umum yang ditempatkan dipelosok-

pelosok daerah.

Pada perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1944 Jepang

mengadakan mutasi pegawainya. Untuk perkembangan selanjutnya, ternyata Hoso

Kyoku hanya mampu mengudarakan acara-acara siarannya kurang lebih selama

tiga tahun, hal itu dikarenakan pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia

telah berhasil memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan adanya peristiwa

semacam itu, maka atas perintah Saiko Sikikan mulai tanggal 19 Agustus 1945

semua kegiatan Hoso Kyoku dihentikan. Termasuk juga Hoso Kyoku Yogyakarta.

Sejak saat itu maka siarannya pun lenyap dari udara.25

Setelah melalui berbagai situasi politik yang berlarut-larut, akhirnya radio

siaran dapat menyumbangkan peranannya dalam menyiarkan berita proklamasi

Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dikarenakan Indonesia

baru merdeka, maka badan-badan radio siaran belum dapat diorganisasi. Baru

pada tanggal 10-11 September 1945 para pemimpin radio siaran mengadakan

pertemuan yang melahirkan berdirinya “Radio Republik Indonesia” atau yang

lebih dikenal dengan RRI.

25

Ibid., hlm. 10-11.

Page 22: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

65

Eksistensi RRI hingga saat ini masih mutlak dianggap penting, karena

media itu termasuk salah satu alat vital bagi Negara. Karakteristik RRI dengan

potensi tembus dan daya geraknya yang cepat, tidak pernah merasa tersaingi

ditengah-tengah persaingan tajam antar media massa berkat kemajuan teknologi

yang semakin canggih.

(2). RRI di Yogyakarta

Sebelum Yogyakarta menjadi kota hijrah bagi Ibukota Republik Indonesia,

siaran-siaran yang diudarakan oleh RRI Yogyakarta sudah mulai terkenal.

Terutama siaran penyebar dan penebal semangat dari pidato-pidato Bung Tomo

dan Bung Tarjo. Bung Tarjo yang pada waktu itu sebagai pimpinan “Barisan

Pemberontakan Rakyat Indonesia” (BPRI) daerah Mataram, melalui corong RRI

telah mengadakan penerangan dan pembangkitan semangat rakyat untuk

mempertahankan kemerdekaan RI. Pidato tersebut ternyata tidak berkenan di hati

Sekutu, maka RRI Yogyakarta mandapat ultimatum. Ultimatum itu berisi apabila

RRI Yogyakarta terus menyiarkan pidato BPRI, maka Sekutu akan mengambil

tindakan.26

Dikarenakan RRI Yogyakarta tidak menanggapi ultimatum tersebut, maka

Sekutu pada pukul 8.30 tanggal 25 Nopember 1945 telah menyerang dan

mengebom gedung Siaran Radio Yogyakarta. Akan tetapi tidak berhasil dan

sekutu merasa belum puas. Kemudian pengeboman diulangi lagi pada tanggal 27

Nopember 1945. Serangan yang berupa bom dan roket pada tanggal itu berhasil

menghancurkan Balai Mataram (bekas Sositeit Belanda). Tetapi Gedung Siaran

Radio Yogyakarta yang menempati bekas gedung Nilmy dalam keadaan selamat,

26

Ibid., hlm. 17.

Page 23: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

66

meskipun ada sebagian yang rusak. Pada malam harinya siaran Radio Yogyakarta

sudah dapat mengudara, karena pemancar radio berhasil diselamatkan ditempat

lain.

Sejak berpindahnya Presiden beserta wakil Presiden dari Jakarta ke

Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946, kota Yogyakarta menjadi pusat

pemerintahan Republik Indonesia, dan RRI Yogyakarta otomatis berfungsi

sebagai RRI Pusat. Adapun gedung studionya berada di Secodiningratan (JL. P.

Senopati, sekarang termasuk komplek Bank Indonesia). Dari tempat inilah RRI

Yogyakarta melangsungkan siaran-siaran Nasionalisnya.27

(3). Karier Maria Magdalena Rubinem Di RRI Yogyakarta

Awal mula karier Rubinem dikenal sebagai pesinden sebelum tahun 1945,

Rubinem hampir setiap hari mengisi acara di wilayah Yogyakarta termasuk di

radio Radio Republik Indonesia (RRI). Rubinem bukan satu-satunya pesinden di

Yogyakarta, karena masih ada pesinden lain yang satu generasi dengan Rubinem.

Diantaranya adalah Nyi Suparmi, Nyi Sumiyati, Nyi Kitin Sumartinah, Nyi

Meneng, Nyi Sri Rahayu, Nyi Podosih, Nyi Sumijati, Nyi Toekinem, Nyi Niken

Larasati, dan Nyi Tasri. Karena suaranya yang khas, Rubinem mulai dikenal oleh

masyarakat luas.

27

Ibid., hlm. 18.

Page 24: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

67

Gambar. 4

Foto Maria Magdalena Rubinem saat memperagakan Tari Gambyong

Tahun 1943.

Sumber : Koleksi Keluarga

Sejak di RRI Yogyakarta inilah, Rubinem mulai dikenal oleh masyarakat

Yogyakarta dan sekitarnya. Sejak menjadi pesinden di RRI Yogyakarta, nama dan

suara Rubinem mulai dikenal luas. Lantunan suaranya yang kian mantap, akhirnya

sebulan sekali ia dipercaya untuk pentas di RRI Jakarta mewakili RRI

Yogyakarta. Berkat penampilannya di RRI Jakarta, popularitas Rubinem kian

berkembang. Ia diundang tampil ke berbagai kota di Pulau Jawa, seperti Jakarta,

Bandung, Surabaya, Semarang hingga Banyuwangi. Rubinem juga bangga dapat

pergi keluar kota berkat kemampuannya menjadi pesinden. Ketenaran Rubinem

inilah yang membuatnya betah dengan profesi yang dilakoni sampai saat ini

sebagai sinden sekaligus seniman tradisi.

Page 25: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

68

Tahun 1951 Rubinem mulai nyinden di Istana Negara. Presiden Sukarno

setiap satu bulan sekali di Istana Presiden selalu mengadakan pagelaran wayang

kulit, tidak ketinggalan Maria Magdalena Rubinem turut serta mengiringi

pementasan wayang kulit sebagai waranggana. Kepiawaian Rubinem dalam

sinden, membuatnya berkali-kali mendapat kesempatan untuk tampil di depan

orang-orang penting di negara Indonesia, salah satunya yakni Presiden Sukarno.

Rubinem mengaku bangga karena dapat mewakili RRI Yogyakarta dan bisa

sampai ke Jakarta untuk tampil di depan Presiden.28

Tahun 1960-an merupakan zaman keemasan bagi Rubinem, karena dalam

satu bulan ia bisa mendapat tawaran pentas sampai 40 kali. Rubinem adalah

seorang pesinden ternama dikala itu, dan ia adalah pelopor profesi sinden

dikalangan perempuan khususnya di Yogyakarta. Dalam satu bulan tersebut, ia

membagi waktu siang dan malam untuk pentas. Sampai akhirnya ia menyerah

karena sudah merasa lelah. Selain rekornya 40 kali tampil dalam satu bulan, ia

juga pernah mendapatkan jadwal pentas selama tiga bulan full setiap hari. Karena

jadwal yang begitu padat, akhirnya ia menyiasati dengan berbohong pada setiap

orang yang mengundangnya. Jika ada yang menghubungi untuk memintanya

pentas, ia mengatakan sudah penuh supaya ada waktu untuk istirahat.29

Pernah ia ditanggap30

dan mendapat honor Rp. 500.000,00. Honor itu

sudah sangat tinggi untuk tanggapan sinden pada saat itu, dan Rubinemlah yang

dibayar dengan honor semahal itu. Sepanjang kariernya sebagai sinden baik di

RRI sampai di luar RRI, ia belum pernah mendapatkan bayaran sebesar itu.

28

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 3 Mei 2015. 29

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 3 Mei 2015. 30

Diundang untuk tampil dalam suatu acara.

Page 26: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

69

Bahkan pada awal kariernya sebagai sinden ia pernah mendapatkan bayaran hanya

ucapan terima kasih. Waktu di RRI, ia diundang di Jakarta untuk tampil di depan

Pak Sukarno, ia tidak pernah mendapat bayaran, kecuali hanya dari gaji pokok

RRI.31

Karena jadwal manggungnya di luar begitu padat, pada tahun 1972 ia

memutuskan untuk keluar dari RRI dan mulai menerima tawaran-tawaran pentas

dari luar.

Keseragaman seorang pesinden dalam acara pementasan dapat dilihat dari

cara memakai kostum dan bekal yang dibawa diatas panggung. Begitupun

Rubinem yang selalu mengenakan kostum atau atribut apabila manggung.32

Apabila diidentifikasikan pakaian yang di gunakan pesinden adalah sebagai

berikut :

a. Rambut disanggul dengan konde dan ditata serangkaian bunga

melati melingkar pada sambungan konde tersebut sebagai

aksesoris serta susuk rias berwarna emas untuk memperkuat

sambungan konde yang sedikit berat.

b. Make up yang digunakan oleh pesinden untuk merias wajahnya

dengan memakai alas bedak kuning langsat tebalnya tiga lapisan

bedak, agar kelihatan segar dan terlihat bulu sinom pada kerutan

dahi, diberi eyeshadow pada pelipis mata, celak untuk

merapikan bulu alis atau mempertebal, pada bagian pipi dipakai

shadow warna merah ranum agar tetap kelihatan, bibir dioles

dengan lipstick yang sesuai dengan kostum. Anting atau

“ceplik” dipakai pada kuping.

31

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 3 Mei 2015. 32

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 3 Mei 2015.

Page 27: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

70

c. Pada bagian badan memakai kutang basahan dirangkap dengan

pakaian khas Jawa bordiran transparan bermotif bunga dengan

warna menyesuaikan kesukaan masing-masing. Ada beberapa

yang melengkapinya dengan bross pada bagian kancing baju

paling atas atau sebelah kanan, kalung emas pada leher dan

gelang emas, dan terakhir pada bagian badan di diagonalkan

selendang kecil panjang di atas pundak sampai pinggul.

d. Pada bagian bawah memakai kebaya yang sebelumnya diikat

dengan stagen atau sabuk panjang pada pinggul, motif

selendang biasanya batik tulis bebas, tanpa alas kaki.

e. Membawa buku saku kumpulan atau catatan lagu-lagu, kipas,

pulpen dan tas berbentuk bantal sekaligus untuk tempat duduk

yang berisi make up kecil untuk memperbaiki setiap pertunjukan

berlangsung.

Keterangan di atas adalah sarana dan bekal pesinden di atas panggung

dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyanyi. Bagi pesinden-pesinden modern

mungkin ditambah dengan berbagai asesoris untuk menambah daya tarik dan

kepercayaan diri dalam penampilannya di atas panggung.

Page 28: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

71

Gambar. 5

Cover salah satu kaset rekaman di sertai Foto Nyi Maria Magdalena

Rubinem yang menggunakan kostum sinden saat pentas.

Sumber : Koleksi Keluarga

b. Bekerja di Dunia Akting

Selain dunia suara, Rubinem juga merambah dunia akting. Ia membintangi

beberapa judul sinetron di TVRI (Televisi Republik Indonesia) Jakarta, antara

lain:

1. Gedasih

2. Dua Batas Penantian

3. Sayup

4. Kaki Langit

5. Mbok Sênêk

Sinetron-sinetron tersebut dibuat sekitar tahun 1970-an, pembuatan

sinetron tersebut diambil dari berbagai tempat di sekitar Yogyakarta.33

Selain

33

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 3 Mei 2015.

Page 29: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

72

bermain sinetron, Rubinem juga pernah diundang untuk mengisi salah satu acara

di TVRI Yogyakarta yakni, “Pangkur Jenggleng” pada tahun 2003.

Pangkur Jenggleng berawal dari acara siaran di RRI Yogyakarta yang

dibawakan oleh seniman dagelan Mataram yakni Basiyo. Pangkur merupakan

salah satu dari tembang macapat. Pangkur bertujuan untuk memberikan petuah

tentang kehidupan. Pangkur kemudian dimodifikasi dengan irama rampak

instrument yang berbunyi “jenggleng”, cengkoknya dijengglengkan supaya ada

unsur penghibur. Berkembang di RRI Yogyakarta sekitar tahun 1970an,

memberikan inspirasi Amien Rais yang mempunyai 50 Kaset audio “Pangkur

Jenggleng” yang saat ia belajar di Amerika kaset-kaset ini menjadi salah satu

hiburannya. Setelah kembali ke Yogyakarta, Pada tahun 2003 Amien Rais dan

TVRI Yogyakarta bekerja sama untuk memvisualkan acara yang sebelumnya

hanya bisa didengar.34

Tahun 2004 acara pangkur Jengleng dimodivikasi menjadi “Pangkur

Jenggleng Ayom-ayem” (Orang tua yang mengayomi anak-anaknya). Dari

berbagai unsur seni dimasukkan menjadi satu dalam acara ini, terdapat unsur

pengrawit, dalang, sinden, busana, budaya, dan etika. Sekitar tahun 2004 Maria

Magdalena Rubinem diundang tampil untuk menjadi waranggana acara Pangkur

Jenggleng Ayom-ayem ini. Awal mula diundangnya Rubinem dalam acara ini

karena Amien Rais selaku pemilik sponsor merasa kasihan terhadap Rubinem

yang sudah pensiun dari RRI Yogyakarta dan kemudian mengundangnya.35

34

Wawancara dengan Heruwati tanggal 10 Juli 2015. 35

Wawancara dengan Heruwati tanggal 10 Juli 2015.

Page 30: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

73

C. Maria Magdalena Rubinem sebagai Pesinden Tiga Zaman

Maria Magdalena Rubinem dikenal sebagai pesinden tiga zaman yakni,

zaman kependudukan Belanda, zaman kependudukan Jepang, dan terakhir zaman

Indonesia Merdeka, termasuk ketika ia hidup dizaman Raja Hamengku Buwana

ke VIII, IX dan X Keraton Yogyakarta.36

1. Masa Kependudukan Belanda

Rubinem yang lahir pada tahun 1925, sudah menyinden sejak kecil,

meskipun pada masa kependudukan Belanda belum mendapat tawaran manggung

karena ia masih pemula dalam hal persindenan.37

Pada masa ini diketahui

Rubinem memulai kariernya sebagai seorang pesinden.

2. Masa Kependudukan Jepang

Pada masa kependudukan Jepang tahun 1942 sampai pertengahan tahun

1945, karier Rubinem mulai merangkak naik. Ia belajar sinden dari keluarga

ndoro-ndoro Keraton Yogyakarta dan mulai manggung saat ia berusia 18 tahun.

Pada keemasannya menjadi sinden di RRI, Rubinem nyaris menjadi korban

pengeboman tentara Jepang di RRI. Saat itu Jepang tengah berupaya menguasai

Indonesia dan beberapa kali melakukan serangan ke Yogyakarta.38

Suatu hari, kantor RRI yang waktu itu dekat dengan kantor pos besar di

pusat Kota Yogyakarta mendapat serangan bom dari Jepang.39

Beruntung baginya

ketika pengeboman terjadi, ia belum sampai kantor untuk mengisi acara sinden

karena memang jadwalnya bukan pas kejadian, jadi tidak harus cepat-cepat ke

RRI. Namun nahas, salah seorang temannya terkena bom.

36

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 3 Mei 2015 37

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015. 38

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015. 39

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015.

Page 31: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

74

Belum sampai kantor, ia mendapat kabar kalau kantor RRI terkena bom

dari Jepang dan seorang temannya menderita luka, ia terdiam dan kaget.

"Saya terus di rumah saja, enggak ke RRI, kaget, itu sampai berdarah-darah

katanya," kenangnya.40

Setelah kejadian tersebut, Rubinem selalu merasa was-

was jangan sampai kejadian tersebut menimpanya. "Ngeri, jadi saya sampai was-

was kalau mau ke RRI, takut kalau nanti ada bom lagi," ungkapnya.41

3. Masa Indonesia Merdeka

Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, kesenian semakin

berkembang pesat dikalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia sudah

bebas dari penjajahan dan bebas pula berekspresi dalam menciptakan sebuah

karya. Setelah masa kemerdekaan kesenian juga ditandai dengan bermunculan

berbagai jenis kesenian dan kemudian lambat laun beranjak berbentuk

kontemporer. Karier Maria Magdalena Rubinem pada masa ini semakin

merangkak naik dan mulai banyak dikenal oleh masyarakat, khususnya

masyarakat Yogyakarta. Pekerjaannya menjadi pengisi suara di RRI Yogyakarta,

pernah tampil dihadapan Presiden Sukarno di Istana Negara, dan berbagai tawaran

manggung sampai keluar kota, merupakan salah satu bukti bahwa nama Rubinem

semakin tenar sampai akhir tahun 1970.42

Ada berbagai cara yang ditempuh seorang pesinden dalam memelihara dan

mengembangkan profesinya agar suara dan jasmaninya terawat dengan baik.43

40

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015. 41

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015. 42

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015. 43

Isnin Sholihin., Kehidupan Pesinden Di Kecamatan Gondang

Kabupaten Sragen: Suatu Kajian Sejarah Kebudayaaan/Kesenian, (Surakarta:

Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, 2005), hlm.

100.

Page 32: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

75

Seperti yang dilakukan Rubinem untuk semakin sehat dan bugar dalam

memelihara suara maupun bentuk tubuhnya, yakni dengan cara:

a. Pertama, secara alami yaitu pesinden yang benar-benar dengan proses

belajar dalam merawat suara dan tubuhnya dengan melatih suara

melalui latihan pernafasan, olah raga, mencegah makan yang

berlebihan dan makanan yang terlalu banyak kadar kolesterol tinggi

dan berlemak. Latihan pernafasan berfungsi untuk memperpanjang

oktaf44

suara dan membersihkan suara agar tidak serak atau parau, cara

ini untuk mencapai wilayah-wilayah nada atau oktaf yang tinggi,

bahkan suara fasset (suara dalam dengan menggunakan pernafasan

perut) yang sering digunakan pesinden pada umumnya. Selalu

menghindari minuman yang dapat menurunkan adrenalin dan

kelantangan suara. Cara itu haruslah terjaga setiap hari sebagai pondasi

dasar power yang akan dikeluarkan untuk menyanyi, meskipun

demikian latihan itu juga didukung dengan mendengarkan lagu-lagu

melalui kaset maupun audio teknologi yang berkembang seperti dapat

digunakan untuk karaoke maupun alat untuk menyelaraskan suara

sebagai control dalam ketepatan suara.

Kemudian dalam mengembangkan khas atau cengkok yang ingin didapat

oleh pesinden dengan cara mengenali satu persatu khas gurunya, dengan cara lain

mendengarkan gendhing sebanyak-banyaknya kemudian mengambil kelebihan

masing-masing suara pesinden senior tersebut untuk dikembangkan menjadi

44

Oktaf adalah susunan tangga nada pada tingkat tinggi rendahnya nada

tertentu.

Page 33: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

76

bentuk cengkok atau wiled yang diinginkan, dengan begitu proses waktu semakin

sering berlatih akan mudah mendapatkan khas yang mereka inginkan.

b. Kedua, dengan cara perawatan khusus seperti pemasangan susuk emas,

ada yang meyakini bahwa susuk emas ini berfungsi untuk

membersihkan suara dan agar tetap awet kecantikannya, cara ini tidak

semua pesinden menggunakannya. Contohnya seorang dalang juga

melakukan cara ini namun dengan “kungkum” di air baik di sungai

maupun ditempat-tempat tertentu. “Poso mutih” lebih sering dijalani

untuk menahan hawa lapar dan mengendalikan kesabaran. Penggunaan

susuk ini tempatnya berbeda-beda, didasarkan pada kebutuhan masing-

masing. Susuk untuk perawatan suara di tempatkan pada lengan tangan

di bagian belakang seperti seseorang yang memakai susuk KB, di

bagian yang lain yang berhubungan dengan syaraf kulit atau otot

dipasang susuk untuk terapi agar tetap segar dan awet muda.45

Kedua cara tersebut dijelaskan bukanlah menjadi sesuatu kewajiban setiap

pesinden, namun dengan cara-cara mereka sendiri hal itu dapat ditempuh menurut

keinginannya masing-masing. Mereka hanya berusaha bagaimana harus menjaga

kepiawaiannya dalam menjalani profesi agar tetap menjadi sesuatu yang sempurna

baik secara jasmaniah dan rohaniahnya, sehingga masyarakat dapat merasakan

keindahan yang dimiliki dari seorang pesinden. Hal ini dilakukan berharap dapat

langgeng dan tetap baik dalam kesejahteraan masing-masing pesinden disisi lain

ketenaran itu semua pesinden menginginkan demikan.

45

Wawancara dengan Sri Mulyono tanggal 9 Juli 2015.

Page 34: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

77

Selain kedua cara tersebut, menurut Sri Mulyono disebutkan pula sinden

yang menggunakan ritual-ritual khusus agar menjadi sinden yang sukses, lancar,

terkenal yakni dengan ritual puasa seperti puasa mutih, puasa ngalong, puasa

ngrowo, dan puasa pati geni. Selain menjalani puasa para sinden juga menjalani

ritual mandi malam, mandi kembang dan pergi ke petilasan-petilasan sinden

jaman dahulu yang dipercaya dapat memberikan berkah dan kesuksesan seperti

sinden tersebut.46

Di luar dugaan, banyak penonton atau masyarakat “gandrung” karena

suara sinden yang merdu. Sebagian besar mereka yang tergila-gila dengan

cengkok khas yang dibawakan oleh pesinden cukup dengan mendengar atau

melihat saja. Akan tetapi bagi mereka yang tidak puas dengan suaranya, apalagi

paras penyanyinya mendukung, mereka tidak segan mencari kesempatan di luar

pertunjukan dengan menawarkan jasa mereka mengantarkan pulang demi

kepuasan batinnya. Bahkan rela mengeluarkan banyak uang untuk kelanjutan

hubungan yang sering disebut sebagai orang “demenan” (jawa: kesayangan)

dengan sinden yang cantik. Namun perlu ditegaskan tidak semua pesinden mau

atau berperilaku sama dalam menghadapi penggemarnya.47

a. Peran yang Dilakukan Rubinem

Kesenian tradisional merupakan salah satu aset bangsa yang sangat

berharga baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun budaya. Sebagai aset ekonomis,

kesenian tradisional terbukti memiliki nilai komersil yang tinggi dengan

banyaknya apresiasi dari dunia internasional. Dapat juga dikatakan bahwa

kesenian tradisional merupakan warisan budaya yang memiliki arti penting bagi

46

Wawancara dengan Sri Mulyono tanggal 9 Juli 2015. 47

Wawancara dengan Maria Magdalena Rubinem tanggal 29 Mei 2015.

Page 35: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

78

kehidupan, adat dan sosial karena di dalamnya terkandung nilai, kepercayaan, dan

tradisi, serta sejarah dari suatu masyarakat lokal. Oleh karena itu adanya budaya

atau kesenian yang terus dijaga dan dilestarikan yang manfaatnya untuk kebesaran

budaya bangsa Indonesia itu sendiri. Salah satu aset kesenian tradisional yang

dimiliki oleh bangsa Indonesia salah satunya adalah sinden.

Kehidupan dan kelestariaan pada hal-hal yang berbau tradisional,

senantiasa terancam oleh arus budaya modern dan kehidupan kekinian yang

mengglobal. Dalam konteks ini Umar Kayam pernah secara pesimis menyatakan

bahwa kesenian tradisional yang berasal dari masyarakat agraris dan feodal itu

harus bersaing dengan konsep kesenian modern yang diciptakan untuk masyarakat

kota dan industri, yang dapat berbicara dalam bahasa modern dan teknologi. Lalu

apakah kesenian tradisional mampu mempertahankan sosoknya yang asli dan

fungsinya yang lama?48

Memang tidak bisa dipungkiri isu-isu globalisasi dan modernisasi sering

menimbulkan rasa gamang di kalangan seniman tradisi. Tidak pula yang dirasakan

oleh Rubinem, semakin banyaknya kesenian modern yang masuk di Indonesia

membuatnya tidak menutup mata dan telinga, karena masuknya kesenian modern

tersebut memberikan warna baru tanpa harus menggerus kesenian tradisional.

Nama Rubinem pun dikenal masyarakat luas sebagai sinden yang tetap

menjaga kelestarian kesenian tradisi khususnya sinden dengan cara mengajarkan

ilmunya kepada para masyarakat yang mau dan ingin bersungguh-sungguh dalam

belajar sinden. Selain itu ia juga mengajar sinden dibeberapa paguyuban kesenian.

Paguyuban merupakan nomina (kata benda) perkumpulan yang bersifat

48

Umar Kayam, Kelir Tanpa Batas. (Yogyakarta: Gama Media, 2001),

hlm. xv.

Page 36: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

79

kekeluargaan, didirikan orang-orang yang sepaham (sedarah) untuk membina

persatuan (kerukunan) di antara anggotanya.49

b. Pewarisan Tembang atau Gendhing

Setiap pesinden mempunyai keunikan masing-masing dalam menekuni

gendhing-gendhing yang akan dihapal dan dinyayikan. Pewarisan gendhing-

gendhing yang berkembang melibatkan seluruh anggota seniman dalam

pertunjukan wayang kulit, terutama seorang dalang. Ia harus menguasai gendhing-

gendhing terlebih dahulu sebelum ia mementaskan lakon atau menjadi seorang

dalang. Para pengrawit dan penggerong yang selalu mengisi isen-isen dan

ngimbali gendhing-gendhing yang dinyanyikan pesinden. Dalam dunia karawitan

harus tahu dan paham terhadap gendhing-gendhing yang akan dibawakan agar

laras yang didapat sempurna.

Pesinden dapat belajar melalui media dan sumber apapun, namun yang

paling mendasar bagi pewarisan gendhing tersebut adalah dengan cara langsung

mendalami materi-materi senior atau gurunya dengan metode mendengarkan

kumpulan bentuk-bentuk garap berdasarkan nilai dan fungsi pada pertunjukan.50

Tingkat kesulitan dan kekuatannya akan didapat lebih kuat dan bermakna

dibanding dengan memperoleh tanpa mengetahui makna yang terkandung dalam

gendhing tersebut.

Pada bagian yang penting adalah pewarisan yang tidak disengaja akhirnya

membentuk suatu pola pelestarian secara turun-temurun dangan istilah “nguri-uri”

49

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

(Jakarta: Balai Pustaka, 2005). 50

Isnin Sholihin., op.cit., hlm. 105..

Page 37: BAB III KEHIDUPAN SINDEN MARIA MAGDALENA RUBINEM · Eropa di Loji Besar, Loji Kecil, Kota Baru, dan Sagan. Kelompok etnik orang Arab dan Cina umumnya memiliki aktivitas di bidang

80

gendhing yang sudah dilewati beberapa generasi dan budaya yang berbeda seperti

pada kenyataan dapatlah kita lihat adanya seorang sinden yang menyanyikan

gendhing yang tercipta sebelum ia lahir, hal ini membuktikan bahwa pewarisan

gendhing-gendhing yang ada sangat bermakna bagi generasi berikutnya baik itu

dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.

Langkah generasi sekarang dalam mengembangkan gendhing dan profesi

sinden akan sangat kompleks dan unik karena semakin luas wilayah-wilayah

garap itu keragaman akan nampak sebagai salah satu refleksi budaya masyarakat

Jawa khususnya dalam mengambangkan apresiasi dan interpretasi pada sebuah

sajian hasil karya.