17
48 Eka Nur Fitriyana, 2019 ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesiarepository.upi.eduperpustakaan.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi Penelitian Sungai Cipunagara merupakan sungai yang melewati wilayah Kabupaten Subang dan menjadi batas wilayah administrasi Kabupaten Subang dengan Kabupaten Indramayu dan secara geografis wilayah DAS Cipunagara berada pada 6°34'47.82" LS dan 107°51'15.35" BT yang berada pada UTM zona 48S. DAS (Daerah Aliran Sungai) Cipunagara sebagaian besar masuk dalam wilayah Kabupaten Subang dan selebihnya masuk dalam wilayah Kabupaten Sumedang dan Indramayu. Gambar 3.1 Peta DAS Cipunagara 3.2 Metode Penelitian Penelitian mengenai analisis tingkat bahaya erosi di wilayah DAS Cipunagara dan sedimen di Sungai serta pengendalian sedimen dengan menggunakan bangunan pengendali sedimen. Pada penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif. Dimana penelitian ini memusatkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, atau masalah kejadian yang actual dan berarti.

BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi Penelitian

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

48

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Lokasi Penelitian

Sungai Cipunagara merupakan sungai yang melewati wilayah Kabupaten

Subang dan menjadi batas wilayah administrasi Kabupaten Subang dengan

Kabupaten Indramayu dan secara geografis wilayah DAS Cipunagara berada pada

6°34'47.82" LS dan 107°51'15.35" BT yang berada pada UTM zona 48S. DAS

(Daerah Aliran Sungai) Cipunagara sebagaian besar masuk dalam wilayah

Kabupaten Subang dan selebihnya masuk dalam wilayah Kabupaten Sumedang dan

Indramayu.

Gambar 3.1 Peta DAS Cipunagara

3.2 Metode Penelitian

Penelitian mengenai analisis tingkat bahaya erosi di wilayah DAS

Cipunagara dan sedimen di Sungai serta pengendalian sedimen dengan

menggunakan bangunan pengendali sedimen. Pada penelitian ini menggunakan

penelitian deskriptif kuantitatif. Dimana penelitian ini memusatkan pemecahan

masalah yang ada pada masa sekarang, atau masalah kejadian yang actual dan

berarti.

49

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

3.3 Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,

sebagai berikut

Tabel 3.1

Jenis data dan Sumber Data Penelitian

No Jenis Data Tahun Sumber Data

1. Data iklim : suhu udara,

kelembapan udara, kecepatan

angin, dan radiasi matahari

2005 - 2014 Global Weather Database

2. Data curah hujan harian 2005 - 2014 Balai Besar Sungai Citarum

(BBWS)

3. Data debit harian 2005-2014 Dinas Pengelolaan Sumber

Daya Air (PSDA)

4. Peta tataguna lahan (skala

1:250.000)

2018 Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah

(BAPPEDA)

5. Peta jenis tanah 2017 Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah

(BAPPEDA)

6. Peta DEM SRTM 30 m U.S. Geological Survey

(USGS)

7. Peta batas DAS Balai Besar Sungai Citarum

(BBWS)

8. Peta Jaringan Sungai

Cipunagara

Balai Besar Sungai Citarum

(BBWS)

Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari seperangkat

komputer dengan perangkat lunak ArcGis 10.4.1, ArcSWAT versi 2012, Crimson

Editor SVN286M, SWAT editor, SWAT weatherdatabase v10803, Note pad,

Microsoft Access point, Microsoft office, Microsoft excel, Google Earth, Global

Mapper dan alat tulis menulis.

50

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah komponen fisik DAS Cipunagara yaitu data

DAS. Sampel pada penelitian ini adalah Purposive Sample, yaitu kondisi fisik DAS

Cipunagara.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara melakukan

penelusuran ke instansi terkait untuk memperoleh data spasial (peta dasar dan peta

tematik) serta data hasil pengukuran (data iklim, curah hujan, dan debit).

3.6 Teknik Analisis Data

3.6.1 Simulasi Model SWAT

1. Penyiapan data input

Simulasi hidrologi yang dilakukan menggunakan model SWAT

untuk menjalankannya diperlukan data numerik dan spasial dalam format

data base. “Data input yang dibutuhkan dalam model SWAT yaitu data

tanah, penggunaan lahan, iklim dan DEM dipersiapkan dalam format

database. Data iklim yang dikumpulkan merupakan data iklim harian yang

meliputi data curah hujan, suhu maksimum dan minimum, radiasi matahari

dan kelembaban relatif” (Yanti, 2017, hlm. 128). Maka dari itu perlu

dilakukan pengolahan terlebih dahulu pada data yang sudah didapat. Berikut

merupakan tahapan untuk menyiapkan data input program SWAT :

a) Untuk data spasial berupa peta DEM SRTM , peta batas DAS, peta

jaringan Sungai, peta tutupan lahan, dan peta jenis tanah diolah terlebih

dahulu dengan membuat sistem koordinat yang sesuai. Sistem koordinat

yang digunakan adalah sistem koordinat UTM. Lokasi penelitian yang

ditinjau berada pada zona 48 bagian selatan. Maka dibuat sistem

koordinat pada data spasial WGS 1984 UTM Zone 48S. Semua data

spasial harus overlay satu sama lain, yang menandakan semua data

tersebut telah memiliki sistem koordinat yang sama, jika tidak maka

akan terjadi error saat melakukan proses simulasi selanjutnya.

b) Peta DEM SRTM, batas DAS, dan jaringan sungai akan di input pada

bagian Watershed Delineation. Penggunaan jaringan sungai disini

bertujuan agar saat melakukan simulasi Stream Definition mudah di

51

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

baca, sehingga hasil simulasi penentuan jaringan sungai tidak akan

berbeda jauh dengan peta jaringan sungai yang di input.

c) Peta tutupan lahan dan peta jenis tanah akan di input pada bagian

pembentukan HRU (Hydrology Response Unit).

d) Membuat polygon di google earth yang mewakili lokasi POS duga air.

e) Membuat database penggunaan lahan dengan format penulisan

“"Value","Landuse"” .txt. Pengelompokkan penggunaan lahan pada

peta yang di dapat dari BAPPEDA dengan skala 1:250.000 berdasarkan

SNI Klasifikasi Penutupan Lahan. Maka dari itu perlu disesuaikan

kembali dengan kode database penggunaan lahan pada SWAT.

f) Membuat database jenis tanah dengan format penulisan

“"Value","Soildata"” .txt. Database jenis tanah untuk program SWAT

mengadaptasi jenis tanah sesuai dengan kondisi tanah di wilayah

amerika sehingga termasuk klasifikasi tanah SSURGO USDA (Soil

Survey Geographic Database United States Departement of

Agriculture), maka dari itu perlu dilakukan perubahan database di

SWAT2012.mdb dengan diganti menggunakan database jenis tanah

yang sesuai dengan wilayah indonesia yang termasuk klasifikasi tanah

FAO (Food and Agriculture Organization).

g) Kelerengan atau kemiringan lahan menggunakan data dari DEM SRTM,

untuk klasifikasi kelas kelerengan terdiri dari 5, yaitu: 0-8%, 8%-15%,

15%-25%, 25%-45%, dan > 45%.

h) Mengolah database iklim yang berasal dari Global Weather Database

dengan menggunakan SWAT Weather Database, yang menghasilkan

14 parameter iklim bulanan, yang akan dimasukan ke dalam Weather

Generator Data.

52

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.2

Parameter input iklim bulanan pada weather generator data

No Parameter Keterangan

1 TMPMX Rata-rata temperatur maksimum (oC)

2 TMPMN Rata-rata temperatur minimum (oC)

3 TMPSTDMX Standar deviasi suhu maksimum harian (oC)

4 TMPSTDMN Standar deviasi suhu minimum harian (oC)

5 PCPMM Rata-rata curah hujan (mm H2O)

6 PCPSTD Standar deviasi curah hujan harian (mm H2O hari-1)

7 PCPSKW Koefisien skew untuk curah hujan harian dalam satu bulan

8 PR_W1 Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari kering

dalam satu bulan

9 PR_W2 Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari basah

dalam satu bulan

10 PCPD Rata-rata jumlah hari hujan dalam satu bulan (mm H2O)

11 RAINHHMX Curah hujan maksimum 0.5 jam (mm H2O)

12 SOLARAV Rata-rata harian intensitas matahari dalam satu bulan (MJ

m-2 hari-1)

13 DEWPT Rata-rata harian temperatur dew point dalam satu bulan

(oC)

14 WNDAV Rata-rata harian kecepatan angin dalam satu bulan (m dtk-

1)

(Sumber : Putra, 2015, hlm.14)

2. Menjalankan Program SWAT

a) Deliniasi DAS (Watersheed Deliniator)

Proses deliniasi DAS dilakukan dengan menggunakan menu

Watershed Delineator. Dalam pembentukan deliniasi DAS terdapat

beberapa tahapan yang dilakukan, yaitu:

1. Pemasukan peta DEM grid;

2. Pemasukan jaringan Sungai:

3. Penentuan jaringan Sungai (Stream definition);

4. Penentuan outlet (outlet definition);

53

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

5. Seleksi dan penentuan outlet DAS (watershed outlet selection and

definition);

6. Penghitungan parameter Sub DAS (calculate subbasin parameter).

Proses deliniasi batas luar DAS Cipunagara berdasarkan peta

DEM SRTM 30m X 30m, dilakukan secara otomatis oleh SWAT setelah

titik outlet yang merupakan titik observasi pengukuran debit ditentukan,

dimana berupa stasiun Kiarapayung di Cipunagara. Batas DAS yang

terbentuk didefinisikan sebagai basin, dengan bersamaan terbentuk juga

jaringan Sungai dan titik-titik outlet pada setiap percabangan sungai

yang ada.

Gambar 3.2 Tampilan menu delineasi DAS

b) Pembentukan dan Definisi HRU (Hydrology Response Unit)

Berikut merupakan tahapan pembentukan HRU:

1. Pemasukan data penggunaan lahan

- Pemasukan peta penggunaan lahan;

- Pemasukan klasifikasi penggunaan lahan

2. Pemasukan data jenis tanah

- Pemasukan peta jenis tanah

- Pemasukan klasifikasi jenis tanah

3. Pemasukan data kemiringan lereng

54

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

4. Melakukan overlay setelah semua data sudah dimasukan.

Setelah pembentukan HRU selesai dilanjutkan dengan

pendefinisian HRU, melalui menu HRU Definition. Multiple HRU

merupakan opsi yang dipilih, pada penggunaan threshold masing-

masing penggunaan lahan, jenis tanah dan kemiringan lereng

menggunakan threshold sebesar 10%, 5%, dan 5%, artinya HRU

terbentuk dari data-data tersebut yang luasnya tidak lebih dari luas

basin.

Arsyad (dalam Rau, 2015, hlm. 115) mengatakan bahwa

pembuatan HRU terdiri dari interval slope, peta raster landuse dan peta

raster tanah format sistem koordinat proyeksi UTM, dan threshold dari

presentase total luasan landuse 10%, jenis tanah sebesar 5%, dan slope

sebesar 5%.

Gambar 3.3 Tampilan menu pembentukan dan definisi HRU

c) Pembentukan Data Iklim

Masukan data hasil dari SWAT Weather Database, kedalam

weather generator data.

55

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.4 Tampilan menu pembentukan data generator iklim

d) Membangun Input Data

Setelah data iklim dimasukkan dan berhasil running maka

dilanjutkan dengan memasukkan informasi data input ke dalam database

(basis data). Data input ini secara otomatis terbentuk berdasarkan delineasi

DAS dan karakterisasi dari penggunaan lahan/jenis tanah/lereng.

Pembuatan input data dilakukan dengan memilih opsi Write All. Masukan

data secara default ini dapat diedit dengan menggunakan menu Edit SWAT

Input.

Tabel 3.3

File-file input dan fungsinya dalam analisis hidrologi

No Input Fungsi

1 Configuration file (.fig) Mendefinisikan DAS beserta parameternya

2 Soil Data (.sol) Membuat data tanah

3 Weather Generator Data (.wgn) Data generator iklim

4 Subbasin General Data (.sub) Membuat data tingkat sub DAS

5 HRU General Data (.hru) Membuat data umum HRU

6 Main Channel Data (.rte) Membuat data saluran utama

7 Groundwater Data (.gw) Membuat data air bawah tanah

8 Water Use Data (.wus) Membuat data penggunaan air

9 Management Data (.mgt) Membuat data pengelolaan lahan

10 Soil Chemical Data (.chm) Membuat data kimia tanah

11 Pond Data (.pnd) Membuat data untuk badan air

12 Stream Water Quality Data (.swq) Membuat data kualitas air

13 Operations Data (.ops) File berisi input proses fisik yang dijalankan model

14 Watershed General Data (.bsn) Membuat data umum kualitas air

15 Master Watershed File (.cio) File data informasi DAS mengenai pilihan modeling,

database, cuaca, dan output specificatio

(Sumber : Putra, 2015, hlm.18)

56

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

e) Run SWAT

Simulasi model SWAT dapat dijalankan setelah proses input data selesai

dan database telah dibanggun. Berikut merupakan tahapan untuk melakukan Run

model:

1. Mengisi tanggal mulai dan tanggal akhir simulasi;

2. Pilih distribusi curah hujan yang digunakan (skewed normal);

3. Tentukan SWAT.exe version, yang digunakan pada penelitian yaitu 64-bit

release;

4. Tentukan hasil keluaran simulasi, keluaran hasil simulasi yang digunakan

yaitu bulanan;

5. Tentukan nilai NYSKIP, NYSKIP yang digunakan 1;

6. Pilih Setup SWAT Run;

7. Pilih Run SWAT.

Gambar 3.5 Tampilan menu pengaturan dan simulasi model SWAT

f) Melihat hasil SWAT

Berikut merupakan tahapan untuk bisa melihat hasil SWAT :

1. Pilih hasil SWAT yang ingin dilihat, pada penelitian ini memilih output.rch,

output.sub, output.hru, dan output.sed;

2. Pilih Run SWATCheck;

3. Lalu pilih Import Files to Database;

4. Setelah selesai dapat dilihat di folder project yang sedang dikerjakan, lalu

pilih folder Secenarios, pilih folder Default, pilih folder TabelsOut, dan

buka file SWATOutput.mdb.

57

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.6 Tampilan hasil dari SWAT

Tabel 3.4

Variable output model SWAT pada subbasin

Variable Definisi

PRECIP Jumlah curah hujan (mm)

PET Evapotranspirasi potensial (mm)

ET Evapotranspirasi aktual (mm)

SW Kadar air tanah pada akhir periode waktu (mm)

PERC Air yang meresap melewati zona akar (mm)

SURQ Kontribusi aliran permukaan terhadap debit sungai (mm)

GW_Q Air bawah tanah (mm)

WYLD Hasil air (mm)

SYLD Hasil sedimen (ton ha-1)

(Sumber : Putra, 2015, hlm.19)

Tabel 3.5

Variable output model SWAT pada outlet sungai

Variabel Definisi

FLOW_IN Debit sungai harian rata-rata yang masuk ke outlet (m3s-1)

FLOW_OUT Debit sungai harian rata-rata yang keluar dari outlet (m3s-1)

EVAP Jumlah kehilangan air harian rata-rata karena penguapan (m3s-1)

TLOSS Jumlah kehilangan air harian rata-rata karena kebocoran (m3s-1)

SED_IN Sedimen yang terangkut air dan masuk ke outlet (ton)

SED_OUT Sedimen yang terangkut air dan keluar dari outlet (ton)

(Sumber : Putra, 2015, hlm.19)

58

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

3. Kalibrasi dan Validasi Model SWAT

Setiap analisis yang menggunakan pemodelan harus disertai dengan

pengujian untuk menilai keakuratan output yang dikeluarkan model

terhadap data hasil observasi atau pengamatan lapangan. “Kalibrasi model

SWAT dilakukan dengan membandingkan debit simulasi dengan hasil

pengukuran debit di stasiun pengamatan. Kalibrasi dilakukan sampai hasil

simulasi mendekati hasil pengukuran” (Yanti, 2017, hlm. 129). Kalibrasi

model dilakukan dengan cara mengubah nilai parameter-parameter yang

bersifat sensitif dan mempunyai pengaruh besar terhadap proses hidrologi

yang diukur lalu dilakukan simulasi kembali untuk melihat perubahan

output model yang terjadi.

“Kisaran nilai R2 diantara 0 dan 1 menggambarkan seberapa banyak

sebaran data observasi yang dapat dijelaskan oleh data simulasi. Pada

dasarnya nilai R2 ≥ 0.5 dianggap dapat diterima” (Yanti, 2017, hlm. 129).

“Langkah validasi bertujuan untuk membuktikan bahwa suatu

proses/metode dapat memberikan hasil yang konsisten sesuai dengan

spesifikasi yang telah ditetapkan” (Yustika, 2012, hlm. 70). Di bawah ini

adalah rumus perhitungan statistik sederhana yang digunakan.

𝑅2 = [∑ (𝑄𝑀𝑖−�̅�𝑀𝑖)(𝑄𝑆𝑖−�̅�𝑆𝑖)𝑛𝑖=1

√∑ (𝑄𝑀𝑖−�̅�𝑀𝑖)2𝑛

𝑖=1 ∑ (𝑄𝑆𝑖−�̅�𝑆𝑖)2𝑛

𝑖=1

]

2

............................................................... (48)

𝐸𝑁𝑆 = 1 − [∑ (𝑄𝑀𝑖−𝑄𝑆𝑖)

2𝑛𝑖=1

∑ (𝑄𝑀𝑖−�̅�𝑀𝑖)2𝑛

𝑖=1

] ................................................................................ (49)

Keterangan:

R2 = Koefisien Dtkerminansi

ENS = Koefisien Nash-Sutcliffe

QSi = Nilai simulasi model (m3/dtk)

QMi = Nilai observasi (m3/dtk)

�̅�𝑀𝑖 = Rata-rata nilai observasi (m3/dtk)

n = Jumlah data

59

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.6

Kriteria Koefesien Dtkerminasi

(Sumber : Hambali, dalam Iqbal dkk., 2015, hlm. 2)

Tabel 3.7

Kriterian Koefisien Nash-Sutcliffe

Nilai NSE Interpretasi

NSE > 0,75 Baik

0,36 ≤ NSE ≤ 0,75 Memenuhi

NSE < 0,36 Tidak memenuhi

(Sumber : Motovilov, dalam Iqbal dkk., 2015, hlm. 2)

Sulastri (dalam Indarto, 2017) mengatakan bahwa terdapat beberapa

metode kalibrasi. Dia mengatakan bahwa

Pada prinsipnya metode kalibrasi ada tiga cara yaitu : 1) metode

coba-coba yaitu nilai parameter dicocokan secara manual dengan

cara coba-coba; Metode ini paling banyak digunakan untuk model

yang kompleks; 2) metode otomatis yaitu menggunakan algoritma

untuk menentukan nilai fungsi objektif dan digunakan untuk

mencari kombinasi dan permutasi parameter sebanyak dengan

tingkat keakuratan yang optimum; 3) metode kombinasi yaitu

menggunakan kalibrasi secara otomatis untuk menentukan kisaran

(range) nilai suatu parameter selanjutnya dilakukan trial and error

untuk menetukan dtkail kombinasi yang optimal. (hlm.11)

Pada tahap kalibrasi data yang digunakan, yaitu data debit bulanan

observasi dan simulasi dengan periode bulan tahun 2006 – 2009. Kalibrasi

dilakukan secara manual hanya terhadap parameter hidrologi dalam model

SWAT dengan metode coba-coba atau yang biasa disebut dengan trial and

error. Perubahan nilai parameter dilakukan dengan menggunakan menu Edit

Nilai R2 Interpretasi

0,7 < R2 < 1,0 Pengaruh Tinggi

0,4 < R2 < 0,7 Pengaruh Sedang

0,2 < R2 < 0,4 Pengaruh Rendah

R2 < 0,2 Diabaikan

60

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

SWAT Input. Pada tahap validasi dilakukan pada data debit dengan

memasukan parameter yang sudah terkalibrasi pada data simulasi lalu

kemudian membandingkan data observasi dengan hasil simulasi debit yang

sudah dikalibrasi. Data yang digunakan, yaitu data debit bulanan hasil

observasi dan simulasi pada tahun 2011-2013.

3.6.2 Analisis Erosi, Muatan Sedimen dan Sedimen di Sungai

Analisis erosi, muatan sedimen dan sedimen di sungai dilakukan untuk

tujuan mendapatkan lokasi untuk penempatan bangunan pengendali sedimen,

dengan melihat nilai erosi, muatan sedimen, dan sedimen sungai tertinggi. Pada

penelitian ini memilih Sub-DAS 18 dan Sub-DAS 25.

1. Analisis Erosi

Pada penelitian ini mendapatkan nilai erosi dari hasil simulasi SWAT, nilai

erosi ini berupa erosi yang terjadi pada masing-masing Sub-DAS setiap bulannya

dengan satuan ton/ha/bln.. Untuk mendapatkan nilai erosi dalam tahunan pada

masing-masing Sub-DAS, maka dikumulatifkan nilai erosi pada masing-masing

Sub-DAS sehingga satuannya menjadi ton/ha/th. Untuk analisis erosi hanya

berfokus pada tahun 2013 saja.

Setelah didapatkan nilai erosi pada masing-masing Sub-DAS dilakukan

pengurutan nilai dari terbesar hingga terkecil, agar dapat mengetahui Sub-DAS

yang mengalami erosi tertinggi. Dilanjutkan dengan pembuatan peta erosi, dimana

dibagi menjadi 5 klasifikasi tingkat bahaya erosi.

2. Analisis Muatan Sedimen

Hasil dari analisis erosi pada masing-masing Sub-DAS digunakan untuk

mendapatkan nilai muatan sedimen pada sungai, dengan mengalikan nilai erosi,

luas das dan SDR. Satuan dari muatan sedimen yaitu ton/ha/th.

Setelah didapatkan nilai muatan sedimen pada masing-masing sungai dilakukan

pengurutan nilai muatan sedimen dari terbesar hingga terkecil, agar dapat

mengetahui sungai yang memiliki muatan sedimen yang paling tinggi. Dilanjutkan

dengan pembuatan peta muatan sedimen, dimana dibagi menjadi 5 klasifikasi

muatan sedimen.

3. Analisis Sedimen

61

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

Pada penelitian ini mendapatkan nilai sedimen dari hasil simulasi SWAT,

nilai sedimen ini berupa sedimen yang terjadi pada masing-masing sungai setiap

bulannya dengan satuan ton/ha/bln. Untuk mendapatkan nilai sedimen dalam

tahunan pada masing-masing sungai, maka dikumulatifkan nilai sedimen pada

masing-masing sungai sehingga satuannya menjadi ton/ha/th. Untuk analisis

sedimen hanya berfokus pada tahun 2013 saja.

3.6.3 Analisis Data Debit

1. Analisis Ambang Batas Aliran Tinggi

Analisis ambang batas aliran tinggi ini dilakukan untuk mendapatkan data

debit minimal 10, yang selanjutnya akan digunakan untuk analisis frekuensi debit,

sehingga didapat nilai debit kala ulang untuk digunakan pada desain bangunan

pengendali sedimen. Berikut merupakan tahapan untuk analisis ambang batas aliran

tinggi:

1) Mengurutkan data dari terbesar ke terkecil lalu memberi rangking 1 untuk

data terbesar;

2) Menghitung frekuensi terlampaui (Efq)

𝐸𝑓𝑞 =𝑖

𝑁× 100%............................................................................................... (50)

Keterangan :

I = Ranking data

N = Jumlah data

3) Membuat kurva durasi aliran dengan Efq sebagai absis dan debit sebagai

ordinat;

4) Melakukan plot nilai ambang batas aliran tinggi pada kurva durasi aliran.

Pada penelitian ini mendapatkan 14 data yang digunakan untuk analisis frekunsi.

2. Analisis Frekuensi Debit

Analisis frekuensi yang dilakukan hanya pada Sub-DAS 18 dan Sub-DAS

25 pada tahun 2013, wilayah yang telah terpilih tersebut berdasarkan wilayah yang

memiliki tingkat erosi dan sedimen tertinggi. Analisis frekuensi menggunakan

beberapa metode seperti gumbel, normal, log normal, dan log pearson III. Analisis

yang sesuai dengan syarat yaitu metode log pearson III, log pearson III telah melalui

62

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

tahapan analisis uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov dan Chi Kuadrat dengan hasil

diterima.

3.6.4 Analisis Bangunan Pengendali Sedimen

1. Lokasi bangunan pengendali sedimen

Untuk mengetahui lokasi yang cocok untuk ditempatkan bangunan

pengendali sedimen, maka perlu dilakukan peninjaun terhadap kondisi di wilayah

Sub-DAS 18 dan Sub-DAS 25, pada penelitian ini dilakukan peninjaunan dengan

mengamati kontur diwilayah tersebut dan menggunakan citra satelit Google Earth

untuk mendapatkan gambaran wilayah tersebut.

a) Membuat potongan memanjang

Membuat potongan memanjang dilakukan pada Sungai 18 dan Sungai 25,

untuk mengetahui bentuk dari sungai tersebut. Dari hasil potongan memangjang

dikeduanya di temukan beberapa palung sungai dan terjunan, yang tidak

memungkinkan untuk meletakkan bangunan pengendali sedimen.

b) Membuat garis kemiringan dan nilai R2

Nilai dari potongan memanjang di buat grafik agar mudah untuk dibaca,

dilanjutkan dengan membuat garis kemiringan yang di dapat dari nilai kemiringan

rata-rata pada potongan memanjang. Garis kemiringan tersebut ditempatkan pada

potongan memanjang dengan nilai R2 terbesar. Tujuan penggunaan garis

kemiringan tersebut pada potongan memanjang untuk mengetahui bagian sungai

yang mengalami degradasi dasar sungai. Setelah itu menempatkan bangunan

pengendali sedimen pada sungai yang mengalami degradasi.

2. Penentuan bangunan pengendali sedimen

Penentuan jenis bangunan pengendali sedimen yang digunakan berdasarkan

dengan kondisi yang terjadi pada wilayah tersebut, seperti tingkat erosi dan sedimen

yang tinggi, serta terjadinya degradasi sungai. Maka dari itu dalam penelitian ini

menggunakan bangunan Check Dam, karena bangunan ini dapat mereduksi

sedimen di sungai serta dapat menstabilkan dasar sungai yang telah mengalami

degradasi.

63

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

Ya

1.7 Tahapan Penelitian

Gambar 3.7 Tahapan Penelitian

Mulai

Pengumpulan dan persiapan data (data kateristik tanah, iklim, tata guna lahan, dan hidrologi

DAS)

Peta DEM

Peta dan karakteristik

tutupan lahan

Data iklim &

Data hujan

Data debit (terukur)

Deliniasi DAS, pembentukan HRU dan data iklim

Run model SWAT

Menghasilkan debit

Kalibrasi dan validasi

Tidak

Menghasilkan simulasi SWAT terkalibrasi & tervalidasi

Selesai

Perencanaan bangunan pengendali sedimen

NSE ≥ 0,36

R2 ≥0,5

64

Eka Nur Fitriyana, 2019

ANALISIS BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN AKIBAT EROSI DAN SEDIMEN PADA DAS CIPUNAGARA MENGGUNAKAN MODEL SWAT Universitas Pendidikan Indonesia│repository.upi.edu│perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.8 Tahapan Pengerjaan SWAT

Mulai

Perencanaan Batas Das

1. Input data DEM;

2. Penentuan Jaringan Sungai;

3. Penentuan Outlet;

4. Seleksi dan Penentuan Outlet DAS;

5. Perhitungan Parameter Sub DAS.

Analisis HRU

1. Input Data Penggunaan Lahan, Jenis Tanah, dan Kemiringan Lereng;

2. Penentuan HRU dengan Memasukan Besaran Treshold;

3. Hasil Analisis HRU.

Input Data Iklim

Membangun Input Data

Edit SWAT Input

Pembacaan Ulang Input Parameter

Simulasi SWAT

1. Priode Simulasi;

2. Distribusi Curah Hujan;

3. Versi SWAT;

4. Printout Settings;

5. Pengaturan Simulasi SWAT;

6. Simulasi SWAT.

Melihat Hasil SWAT

1. Check Output Files to Import;

2. Run SWAT Check;

3. Import Files to Database.

Selesai