22
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi atau Sampel Penelitian Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu SMP Negeri di kota Bandung. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan sekolah tersebut memiliki sarana laboratorium IPA yang layak, alat-alat eksperimen yang ada di sekolah tersebut cukup lengkap dan sekolah tersebut telah terakreditasi A, sehingga peneliti berasumsi bahwa sekolah tersebut sesuai untuk dilakukan penelitian dengan treatment levels of inquiry. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP tersebut, dengan jumlah populasi 437 orang, namun dikarenakan keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti hanya mengambil sampel dari populasi tersebut. Untuk penentuan ukuran sampel disesuaikan dengan saran dari ahli Roscoe yaitu “ ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah an tara 30 sampai dengan 500 orang” (Sugiyono, 2011, hlm.131) . Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonrandom sampling yaitu pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, seperti yang dikemukakan oleh Fraenkel, J.R (2012, hlm.94) bahwa“…each of the individuals selected must possess all the criteria mentioned. Each member of the population does not have an equal chance of being selected”. Dikarenakan kondisi sekolah yang tidak memperbolehkan untuk mengubah kelas yang sudah ada, maka pengambilan sampel tidak mungkin dilakukan secara random dan hanya mungkin dipilih secara nonrandom sampling. Adapun teknik sampling yang digunakan ialah purposive sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011, hlm.120). Beberapa pertimbangan yang dijadikan acuan pemilihan sampel yaitu didasarkan atas rekomendasi guru Fisika di lokasi penelitian yang mengetahui keadaan siswa, beliau menganjurkan kelas VIII A digunakan sebagai sampel karena kelas

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi ...repository.upi.edu/11441/6/S_FIS_1000294_Chapter3.pdf · Bahasan Optik Universitas ... Membuat dan menyusun instrumen penelitian

Embed Size (px)

Citation preview

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Populasi atau Sampel Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu SMP Negeri

di kota Bandung. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan sekolah

tersebut memiliki sarana laboratorium IPA yang layak, alat-alat eksperimen

yang ada di sekolah tersebut cukup lengkap dan sekolah tersebut telah

terakreditasi A, sehingga peneliti berasumsi bahwa sekolah tersebut sesuai

untuk dilakukan penelitian dengan treatment levels of inquiry.

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII

di SMP tersebut, dengan jumlah populasi 437 orang, namun dikarenakan

keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti hanya mengambil sampel

dari populasi tersebut. Untuk penentuan ukuran sampel disesuaikan dengan

saran dari ahli Roscoe yaitu “ukuran sampel yang layak dalam penelitian

adalah antara 30 sampai dengan 500 orang” (Sugiyono, 2011, hlm.131).

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

nonrandom sampling yaitu pengambilan sampel yang tidak memberikan

peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota

sampel, seperti yang dikemukakan oleh Fraenkel, J.R (2012, hlm.94)

bahwa“…each of the individuals selected must possess all the criteria

mentioned. Each member of the population does not have an equal chance of

being selected”. Dikarenakan kondisi sekolah yang tidak memperbolehkan

untuk mengubah kelas yang sudah ada, maka pengambilan sampel tidak

mungkin dilakukan secara random dan hanya mungkin dipilih secara

nonrandom sampling. Adapun teknik sampling yang digunakan ialah

purposive sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang

dilakukan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011, hlm.120). Beberapa

pertimbangan yang dijadikan acuan pemilihan sampel yaitu didasarkan atas

rekomendasi guru Fisika di lokasi penelitian yang mengetahui keadaan siswa,

beliau menganjurkan kelas VIII A digunakan sebagai sampel karena kelas

27

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tersebut relatif mudah dikondisikan dan siswanya lebih aktif dalam

pembelajaran, sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut, maka sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 37 orang siswa kelas VIII A di

salah satu SMP Negeri di kota Bandung tahun ajaran 2013-2014.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah one-group

pretest-posttest design. Dalam desain penelitian ini tidak terdapat kelompok

pembanding atau kontrol, seperti yang dikemukakan Creswell, J.W (1994,

hlm.130) bahwa “…with preexperimental design, the research does not have

a control group to compare with the experimental group”. Selain itu terdapat

pretest sebelum diberikan perlakuan, seperti yang dikemukakan Fraenkel, J.R

(2012, hlm. 269) bahwa “in the one-group pretest-posttest design , a single

group is measured or observed not only after being exposed to a treatment of

some sort, but also before”, dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui

lebih akurat, karena dapat membandingkan keadaan sebelum dengan keadaan

sesudah diberi perlakuan (Sugiyono, 2011, hlm.110-111). Pola desain ini

dapat diilustrasikan sebagai berikut: (Sugiyono, 2011, hlm.111; Creswell,

J.W, 1994, hlm.130; Fraenkel, J.R, 2012, hlm. 269)

O1 = pretest (sebelum diberi treatment)

O2 = posttest (setelah diberi treatment)

X = treatment levels of inquiry

Alasan peneliti memilih design penelitian ini adalah (1) disesuaikan

dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui peningkatan achievement

siswa SMP setelah diterapkan levels of inquiry, karena dengan desain ini

peneliti dapat memperoleh peningkatan achievement siswa dari selisih nilai

tes sebelum dengan sesudah diberi perlakuan; (2) disesuaikan dengan teknik

sampling yang digunakan yaitu purposive sampling; (3) keterbatasan peneliti

untuk dapat mengontrol semua variabel luar yang mungkin mempengaruhi

penelitian.

O1 X O2

Gambar 3.1 One-group Pretest-Posttest

Design

28

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Secara lengkap prosedur penelitian akan dijelaskan sebagai berikut:

Tahap Persiapan:

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah :

a. Menentukan sekolah yang dijadikan lokasi penelitian, membuat surat

perizinan dari universitas dan menghubungi pihak sekolah

b. Melaksanakan studi pendahuluan, meliputi observasi, wawancara guru dan

siswa serta tes soal TIMSS untuk mengetahui kemampuan siswa.

c. Merumuskan masalah terkait adanya ketidaksesuaian antara fakta

dilapangan dengan kondisi ideal yang ada pada teori

d. Melaksanakan studi literatur dan studi kurikulum untuk mencari solusi

permasalahan

e. Menentukan variabel, sampel serta desain penelitian yang akan digunakan.

f. Menyiapkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS

g. Membuat dan menyusun instrumen penelitian berupa soal achievement

dan lembar keterlaksanaan levels of inquiry

h. Membuat dan menguji coba set alat percobaan yang akan digunakan dalam

pembelajaran

i. Menjudgement instrumen penelitian kepada judgement expert

j. Merevisi kembali hasil judgment, kemudian menunjukkan instrumen yang

sudah direvisi dan meminta penilaian judgement expert

k. Melakukan uji coba instrumen dan menganalisis butir soal (validitas,

reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda)

l. Menentukan butir soal mana yang akan dipakai

Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah :

a. Memberikan pretest berupa tes achievement pada pokok bahasan optik

untuk mengetahui kemampuan awal siswa

b. Memberikan treatment levels of inquiry yang dilaksanakan selama tiga kali

pertemuan.

29

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Selama diberikan treatment, siswa diberikan Lembar Kegiatan

Siswa dan juga dilakukan perekaman video serta penilaian observer pada

lembar keterlaksanaan levels of inquiry

d. Memberikan posttest berupa tes achievement pada pokok bahasan optik

untuk mengetahui peningkatan achievement siswa setelah diterapkan

levels of inquiry.

Tahap Akhir

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah :

a. Mengolah data hasil pretest, posttest, LKS dan lembar observasi.

b. Menganalisis dan membahas hasil penelitian.

c. Memberikan simpulan berdasarkan hasil penelitian serta saran

untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

Secara singkat prosedur penelitian digambarkan sesuai diagram di bawah ini:

TAHAP

PERSIAPAN

Melaksanakan Studi literature & studi kurikulum

Merumuskan masalah, sampel,variabel dan desain penelitian

Judgement instrument dan revisi

Membuat RPP, instrument penelitian, alat percobaan

Menentukan sekolah tempat penelitian

Membuat surat izin studi pendahuluan, Menghubungi pihak sekolah

Melaksanakan studi pendahuluan

Uji coba instrument dan revisi

Analisis butir soal dan revisi

30

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Metode Penelitian

Penentuan metode penelitian didasarkan pada rumusan masalah serta

tujuan penelitian yang hendak dicapai yaitu ingin mengetahui peningkatan

achievement siswa setelah diterapkan levels of inquiry, sehingga metode

penelitian yang dipilih adalah eksperimental-deskriptif. Fraenkel, J.R (2012,

hlm. 265) menyatakan bahwa karakteristik metode ini yaitu “in an

experimental study, researchers look at the effect(s) of at least one

independent variable on one or more dependent variables”. Jenis metode

eksperimental yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experimental

design. Jenis pre-experimental design menyaratkan bahwa sampling yang

dipilih tidak boleh dilakukan secara random (Sugiyono, 2011, hlm.74) karena

masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya

variabel dependen, seperti yang dikemukakan Fraenkel,J.R (2012, hlm. 269)

bahwa “… poor experimental design do not have built-in controls for threats

to internal validity. In addition to the independent variable, there are a

number of other plausible explanations for any outcomes that occur”. Selain

itu digunakan juga metode deskriptif yaitu metode yang ditujukan untuk

menggambarkan secara sistematis fakta atau karakteristik objek yang diteliti

secara tepat (Sukardi, 2009, hlm. 157).

Gambar 3.2 Skema Prosedur Penelitian

TAHAP

AKHIR

TAHAP

PELAKSANAAN

Pretest acvhievement siswa berdasarkan kerangka TIMSS

Penerapan levels of inquiry dan perekaman video

Posttest acvhievement siswa berdasarkan kerangka TIMSS

Pengolahan data penelitian

Kesimpulan dan saran

Analisis data penelitian

Lanjutan Skema Prosedur Penelitian

31

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

D. Definisi Operasional

Variabel-variabel yang akan diteliti didefiniskan secara operasional sebagai

berikut:

1. Levels of inquiry merupakan model pembelajaran yang diterapkan secara

komprehensif dan sistematis, bertujuan untuk meningkatkan pemahaman

konseptual siswa serta mengembangkan pemahaman siswa tentang

penyelidikan ilmiah dan sifat ilmu pengetahuan. Tahapan pada levels of

inquiry adalah discovery learning, interactive demonstration, inquiry

lesson, inquiry laboratory, real-word application, dan hypothetical

inquiry. Dalam penelitian ini, tahapan levels of inquiry yang digunakan

ialah mulai dari discovery learning hingga guided-inquiry laboratory

dengan alasan disesuaikan tingkat subjek penelitian yaitu siswa SMP.

Untuk melihat keterlaksanaan levels of inquiry digunakan lembar

observasi keterlaksanaan levels of inquiry dan transkrip rekaman video

penerapan levels of inquiry.

2. Achievement adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah mengalami

pembelajaran dan bersifat kognitif. Achievement yang dimaksud mengacu

pada kerangka penilaian TIMSS 2015 yang terdiri dari dua dimensi yaitu

dimensi konten dan dimensi kognitif. Untuk menentukan seberapa besar

peningkatan achievement siswa digunakan perhitungan persentase skor

gain (selisih posttest dan pretest) serta effect size-Cohen (d).

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan sebuah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data. Bentuk instrumen yang digunakan adalah tes dan non

tes. Instrumen bentuk tes yang digunakan mencangkup tes achievement,

sedangkan instrumen bentuk non tes yang digunakan mencakup penilaian LKS

dan transkrip video. Penjelasan instrumen penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

32

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Tes achievement

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes

achievement. Fraenkel, J.R (2012, hlm.127) menyatakan bahwa

“achievement tests measure an individual’s knowledge or skill in a given

area or subject”. Tes ini digunakan untuk mengukur peningkatan

achievement siswa setelah diberikan treatment levels of inquiry. Hal

tersebut senada dengan pernyataan yang diungkapkan Fraenkel, J.R (2012,

hlm.127) bahwa “achievement tests are mostly used in schools to measure

learning or the effectiveness of instruction”. Tes ini dilakukan dua kali

yaitu saat pretest dan posttest, dengan menggunakan soal tes yang sama,

hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir faktor lain (perbedaan kualitas

instrumen) yang dapat mempengaruhi hasil pretest dan posttest, sehingga

perbedaan hasil yang diperoleh benar-benar disebabkan oleh pengaruh

treatment yang diberikan.

Penyusunan instrumen ini disesuaikan dengan materi, kompetensi

dasar, kompetensi inti yang hendak dicapai oleh siswa dan diadaptasi dari

soal-soal TIMSS. Untuk pengembangan instrumen akan dijelaskan pada

bagian proses pengembangan instrumen dan perangkat tes achievement

dapat dilihat pada lampiran 3.4.

Instrumen ini mencakup dimensi konten yaitu optik dan dimensi

kognitif yaitu knowing, applying dan reasoning. Format soal pada tes ini

berupa multiple choice dengan empat alternatif pilihan dan pertanyaan

essay yang membangun respon siswa (constructed respon). Penskoran soal

PG yaitu skor 1 jika menjawab benar dan 0 jika salah. Sedangkan

penskoran soal CR yaitu dengan rentang skor 2 sampai 0. Sedangkan

untuk jumlah soal yang diteskan pada setiap domain berbeda-beda yaitu

35% soal domain knowing, 35% soal domain applying dan 30% soal

domain reasoning. Untuk distribusi soal dapat dilihat pada tabel di bawah

ini.

33

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.1 Distribusi Soal Achievement

Domain TIMSS Nomor Soal Jumlah Soal

Domain Knowing 1,5,10,24,6,7,23,25,13,21,27 11

Domain Applying 4,11,8,22,12,29,17,20,26,2,3 11

Domain Reasoning 9,28,30,32,14,15,16,31,19,18 10

2. Lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry

Lembar observasi ini bertujuan untuk menilai keterlaksanaan levels of

inquiry meliputi aktivitas yang dilakukan guru dan siswa. Kegiatan

pembelajaran yang diamati mulai dari tahap discovery hingga inquiry lab.

Bentuk yang digunakan yaitu menggunakan bentuk checklist (√) dengan

skala Guttman (ya-tidak). Jika kegiatan yang tercantum pada lembar

observasi terlaksana dalam penerapan levels of inquiry maka observer

memberikan tanda checklist (√) pada kolom Ya dengan skor satu, begitu

juga sebaliknya. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian dapat

dilihat di lampiran 3.6.

3. Transkrip video penerapan Levels of inquiry

Transkrip video ini berisi tentang gambaran interaksi siswa dan guru

selama penerapan levels of inquiry yang terekam melalui video

pembelajaran. Bentuk instrumen ini adalah time and motion logs.

Fraenkel, J.R (2012, hlm.125) menyatakan bahwa “…a time-and-motion

study is the observation and detailed recording over a given period of time

of the activities of one or more individuals. Melalui transkrip video ini,

peneliti dapat mengambil hal penting yang kemudian dapat dianalisis

untuk mengetahui kualitas keterlaksanaan levels of inquiry. Transkrip

video yang digunakan dapat dilihat di lampiran 4.5.

4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

LKS berisi tentang gambaran aktivitas siswa dari setiap tahapan levels

of inquiry. LKS memiliki dua fungsi yaitu sebagai alat bantu dalam

kegiatan pembelajaran serta sebagai alat untuk menilai pencapaian

achievement siswa pada setiap aspek domain kognitif TIMSS. Berkaitan

34

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan fungsi LKS yang kedua, LKS mampu digunakan untuk melihat

sejauh mana terlatihkannya aspek domain kognitif siswa selama

pembelajaran levels of inquiry. Format LKS dapat dilihat di lampiran 2.2.

F. Proses Pengembangan Instrumen

Dalam penelitian ini tidak semua soal tes achievement yang digunakan

berasal dari tes yang terstandar, maka instrumen tersebut harus diuji terlebih

dahulu supaya diperoleh instrumen yang valid dan reliabel, sehingga

diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang benar.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila

instrumen tersebut mengukur apa yang hendak diukur, artinya instrumen

tersebut dapat mengungkap data variabel yang diteliti secara tepat.

(Arikunto. S, 2010, hlm.211 & Sugiyono, 2011, hlm.173). Untuk melihat

tingkat validitas suatu tes dalam penelitian ini, maka instrumen tes

diujikan dengan dua cara:

a. Pengujian validitas isi (content validity)

Validitas isi adalah validitas yang mengecek kecocokan diantara

butir-butir tes yang dibuat dengan indikator, materi atau tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2011, hlm.183).

Validitas isi hanya dapat ditentukan berdasarkan judgement para ahli,

seperti yang dikemukakan oleh Fraenkel, J.R (2012, hlm.125) bahwa

“…a common way to do this is to have someone look at the content

and format of the instrument and judge whether or not it is appropriate. … someone who knows enough about what is to be

measured to be a competent judge.” Sehingga dalam penelitian ini, pengujian validitas isi dilakukan

oleh tim judgement experts yang terdiri dari tiga orang dosen ahli dan

satu orang guru fisika SMP yaitu Achmad Samsudin, M.Pd, Muhamad

Gina Nugraha, S.Pd, M.Pd, Dr. Andhy Setiawan, S.Pd, M.Si, dan

Hutnal Bashori, M.Pd. Tim judgement experts tersebut dimintai

35

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendapatnya untuk mengecek kesesuaian antara soal dengan konsep,

kesesuaian soal dengan kerangka TIMSS dan indikator serta aspek

penyajian soal. Setelah judgement experts melakukan pengecekan

instrumen, maka selanjutnya judgement experts memberikan penilaian

terhadap setiap butir soal dengan skala penilaian berupa skala rating

politomi dengan rentang nilai 1-5, kemudian peneliti melakukan

perhitungan validitas isi menggunakan indeks V dari Aiken dengan

alasan validitas ini hanya digunakan untuk butir yang penilaiannya

menggunakan skala politomi. Adapun rumus indeks V adalah: (Ridho,

A, 2013, hlm.18; Aiken, 1980, hlm.956)

Dengan: V = validitas ; N= banyaknya ahli atau panelis ; c= skor

kategori tertinggi (5); = r – l ; r = nilai rating yang diberikan ahli ;

l = skor kategori terendah (1).

Untuk menginterpretasi nilai validitas isi yang diperoleh dari

perhitungan di atas, maka digunakan pengklasifikasian validitas seperti

yang ditunjukkan pada Tabel kriteria validitas di bawah ini:

Tabel 3.2. Kriteria Validitas Ahli

Hasil Validitas Kriteria validitas

0,80 < V ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < V≤ 0,80 Tinggi

0,40 < V≤ 0,60 Cukup

0,20 < V≤ 0,40 Rendah

0,00 < V≤ 0,20 Sangat rendah

Berikut ini akan disajikan hasil rekapitulasi validitas isi berdasarkan

hasil judgement ahli.

Tabel 3.3 Rekapitulasi Validitas Ahli

Kriteria Validitas Nomor Soal Jumlah Soal

Sangat tinggi 1,2,3,4,7,8,9,10,12,13,14,17,20,21,22,25,26,28,29,30,31,32

22

Tinggi 5,6,11,15,16,19,24,27 8

Sedang 18 1

Rendah 23 1

Sangat rendah - 0

36

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tidak Valid - 0

Berdasarkan Tabel 3.3, diperoleh informasi bahwa dari 32 soal pilihan

ganda dan constructed response yang dijudgement didapatkan 68,75%

memiliki kategori sangat tinggi, 25% dengan kategori tinggi, 3,125 %

dengan kategori sedang dan 3,125% dengan kategori rendah.

Dikarenakan soal nomor 23 menunjukkan kategori rendah maka

peneliti mengganti soal tersebut.

b. Pengujian validitas empiris

Setelah dilakukan pengujian validitas isi oleh tim ahli, maka

instrumen tersebut di uji cobakan kepada siswa kelas IX di SMP

Negeri 12 Bandung dengan jumlah sampel uji coba 40 orang. Setelah

di dapatkan hasil uji coba, langkah berikutnya yaitu pengujian validitas

butir soal yang dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel yaitu

dengan teknik korelasi product moment dengan angka kasar yang

dikemukakan Pearson sebagai berikut :

dengan N = jumlah siswa;

= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

= skor tiap butir soal; = skor total tiap butir soal

Dasar mengambil keputusan yaitu jika rhitung > r tabel maka item

pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total sehingga

dinyatakan valid, namun jika rhitung < r tabel maka item pertanyaan tidak

berkorelasi signifikan terhadap skor total sehingga dinyatakan tidak

valid. Nilai koefisien korelasi Pearson (rtabel) diambil dengan taraf

signifikansi α sebesar 0,05 dan n merupakan banyaknya data yang

sesuai. Tabel Pearson dapat dilihat di lampiran 3. Untuk

menginterpretasikan nilai koefisien korelasi yang diperoleh dari

perhitungan diatas, digunakan kriteria validitas butir soal yang yang

37

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dikemukakan oleh Guilford seperti yang ditunjukkan pada Tabel di

bawah ini (Arikunto S, 2009, hlm.75):

Tabel 3.4. Kriteria Validitas

Koefisien Korelasi Kriteria validitas

0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < r ≤ 0,60 Cukup

0,20 < r ≤ 0,40 Rendah

0,00 < r ≤ 0,20 Sangat rendah

Berikut ini akan disajikan hasil rekapitulasi validitas butir soal pilihan

ganda berdasarkan hasil uji coba instrument.

Tabel 3.5 Rekapitulasi Validitas Soal Pilihan Ganda

Kriteria Validitas Nomor Soal Jumlah Soal

Sangat tinggi - 0

Tinggi - 0

Cukup 5,8,9,10,13,16,19,20,22,28 10

Rendah 1,2,15,25,26,27 6

Sangat rendah 18,30 2

Tidak Valid 17,21 2

Berdasarkan Tabel 3.4, didapatkan informasi bahwa dari 20 soal

pilihan ganda yang diujicobakan diperoleh 30% dari soal total

memiliki kategori rendah, 50% memiliki kategori sedang, 10%

memiliki kategori sangat rendah dan 10% memiliki kategori tidak

valid. Sedangkan untuk hasil rekapitulasi validitas butir soal

constructed respone disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.6 Rekapitulasi Validitas Soal Constructed Response

Kriteria Validitas Nomor Soal Jumlah Soal

Sangat tinggi - 0

Tinggi 1 1

Sedang 4,14,29,31,32 5

Rendah 3,6,7,11,12,24 6

Sangat rendah - 0

Tidak Valid - 0

Berdasarkan Tabel 3.6, diperoleh informasi bahwa dari 12 soal

constructed response yang diujicobakan didapatkan 50% memiliki

kategori rendah, 42% dengan kategori sedang dan 8,3% dengan

kategori tinggi.

38

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk menentukan butir soal mana yang digunakan maka peneliti

menggunakan pertimbangan validitas uji coba dan validitas ahli. Hal

ini dikarenakan ketika uji instrumen berlangsung, sampel uji coba

tidak mengerjakan soal dengan serius dan banyak yang saling

mencontek, sehingga penentuan butir soal tidak mungkin sepenuhnya

didasarkan pada hasil uji coba. Oleh karena itu peneliti

mempercayakan kredibilitas tim ahli sebagai bahan pertimbangan

untuk memutuskan penentuan butir soal. Soal yang memiliki kriteria

rendah menurut validitas uji coba, terlebih dahulu dicocokkan dengan

hasil validitas ahli dengan tujuan apakah memang benar soal tersebut

memiliki kriteria rendah berdasarkan kedua hasil validitas. Jika hasil

validitas ahli dan validitas uji coba sama-sama menunjukkan kriteria

rendah maka soal tersebut direvisi atau bahkan diganti. Namun

sebaliknya jika validitas ahli menunjukkan hasil yang berkebalikan

dengan validitas uji coba maka soal tersebut tetap digunakan.

2. Reliabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu

instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen yang digunakan beberapa

kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang

sama, meskipun oleh orang, waktu dan tempat yang berbeda pula

(Arikunto S, 2009, hlm.86 & Sugiyono, 2011, hlm.173). Untuk pengujian

reliabilitas instrumen, peneliti melakukan teknik internal consistency,

maksudnya ialah peneliti mengujicobakan instrumen hanya sekali saja,

kemudian data yang diperoleh dari hasil uji coba di analisis. Untuk soal

pilihan ganda, teknik analisis yang digunakan ialah teknik Belah Dua

(Split-Half Technique) dengan bantuan Microsoft excel, yaitu dilakukan

dengan cara membagi tes menjadi dua bagian yang relatif sama, sehingga

testi mempunyai dua skor, yaitu skor belahan pertama (awal / soal nomor

ganjil) dan skor belahan kedua (akhir/ soal nomor genap). Koefisien

39

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

reliabilitas belahan tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus

korelasi angka kasar Pearson sebagai berikut:

dengan: n = banyak subjek ; x1 = kelompok data belahan pertama

x2 = kelompok data belahan kedua

Untuk mengetahui koefisien reliabilitas alat evaluasi keseluruhan

menggunakan rumus Spearman Brown yaitu:

Dengan : merupakan korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

merupakan koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan.

Sedangkan untuk soal constructed response menggunakan teknik

analisis alpha cronbach seperti yang dikemukakan oleh Fraenkel, J.R

(2012, hlm.158) bahwa “...alpha cronbach to be used in calculating the

reliability of items that are not scored right versus wrong, as in some

essay tests where more than one answer is possible”. Adapun rumus

perhitungannya adalah (Arikunto S, 2010, hlm.239)

=

Dengan : ; k = banyaknya butir pertanyaan

=jumlah varians butir; =varians total

Kriteria suatu instrumen dikatakan reliable apabila koefisien

reliabilitasnya lebih besar dari r tabel. Untuk menginterpretasikan derajat

reabilitas instrumen dapat menggunakan tolak ukur yang dikemukakan

oleh Guilford seperti yang ditunjukkan pada tabel kriteria reliabilitas di

bawah ini:

Tabel 3.7. Kriteria Reliabilitas

40

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Koefisien Korelasi Kriteria reliabilitas

0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < r ≤ 0,60 Cukup

0,20 < r ≤ 0,40 Rendah

0,00 < r ≤ 0,20 Sangat rendah

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus

spearman brown pada soal pilihan ganda dan dengan rumus alpha

cronbach pada soal constructed response maka diperoleh masing-masing

nilai reliabilitas yaitu 0,53 dan 0,55. Kedua nilai tersebut berada pada

kategori cukup. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen tes yang

digunakan pada penelitian ini memiliki tingkat keajegan yang cukup.

3.Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu

sulit. Indeks kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau

mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 (sukar)

sampai 1,00 (mudah). Rumus mencari indeks kesukaran adalah :

keterangan :

P : indeks kesukaran

B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS : jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 3.8. Klasifikasi Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran Kriteria

0,00 – 0,30 Sukar

0,3 1– 0,70 Sedang

0,71 – 1,00 Mudah

(Arikunto.S, 2009, hlm..207-210)

Tabel dibawah menyajikan hasil taraf kesukaran tiap butir soal setelah

dilakukan uji coba instrumen

Tabel 3.9 Rekapitulasi Tingkat Kesukaran

Kriteria Nomor Soal Jumlah Soal

Sukar 17, 21, 23, 24, 25, 31, 32 7

Sedang 4,14,15,18,20,22,26,28,29,30 10

41

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mudah 1,2,3,5,6,7,8,9,10,11,12,13,16,19,27 15

Berdasarkan tabel diatas diperoleh informasi bahwa dari 32 soal yang

diujicobakan maka 21,875% berada pada kategori sukar, 31,25 % berada

pada kategori sedang dan 46,875% berada pada kategori mudah.

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai.

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks

diskriminasi. Indeks ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Berbeda dengan

tingkat kesukaran, pada indeks diskriminasi terdapat tanda negatif. Rumus

untuk menentukan daya pembeda adalah :

Keterangan :

D : daya pembeda

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal tersebut

dengan benar

BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal tersebut

dengan benar

JA : banyaknya peserta kelompok atas

JB : banyaknya peserta kelompok bawah

PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Tabel 3.10. Klasifikasi Daya Pembeda

Daya pembeda Kriteria

0,71 – 1,00 Baik sekali

0,41 – 0,70 Baik

0,21 – 0,40 Cukup

0,00 – 0,20 Jelek

(Arikunto.S, 2009, hlm. 211-218)

Berikut ini akan disajikan hasil rekapitulasi daya pembeda butir soal

pilihan ganda dan constructed response berdasarkan hasil uji coba

instrument.

Tabel 3.11 Rekapitulasi Daya Pembeda Soal Pilihan Ganda

Kriteria Nomor Soal Jumlah Soal

42

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Baik sekali 4,23 2

Baik 14, 22, 29 3

Cukup 6, 9,10, 11, 12, 15, 19, 20, 25, 26, 28, 32 12

Jelek 1, 2, 3, 5, 7, 8, 13, 16, 17, 18, 21, 24, 27, 30, 31

15

Berdasarkan Tabel 3.11, didapatkan informasi bahwa dari 32 soal yang

diujicobakan diperoleh 6,25% dari soal total memiliki kriteria baik sekali,

9,375% memiliki kriteria baik, 37,5% memiliki kriteria cukup dan 46,8%

memiliki kriteria jelek. Banyaknya soal dengan daya pembeda jelek

dikarenakan saat uji coba instrumen banyak siswa yang saling bekerja

sama dan menjawab secara asal. Secara keseluruhan hasil uji coba

instrumen dipaparkan pada tabel di bawah ini.

Tabel. 3.12 Hasil Pengembangan Instrumen

N

o

Validitas Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Validitas Ahli Keterangan

Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori

1 0.29 Rendah 0.53 Sedang 0 Jelek 0.95 Mudah 0.958 Sgt Tinggi Dipakai

2 0.29 Rendah 0.53 Sedang 0.1 Jelek 0.95 Mudah 0.979 Sgt Tinggi Dipakai

3 0.35 Rendah 0.55 Sedang 0.2 Jelek 0.95 Mudah 0.896 Sgt Tinggi Dipakai

4 0.51 Sedang 0.55 Sedang 0.9 Sgt Baik 0.675 Sedang 0.896 Sgt Tinggi Dipakai

5 0.57 Sedang 0.53 Sedang 0.1 Jelek 0.95 Mudah 0.771 Tinggi Dipakai

6 0.33 Rendah 0.55 Sedang 0.35 Cukup 0.8125 Mudah 0.667 Tinggi Dipakai

7 0.22 Rendah 0.55 Sedang 0.05 Jelek 0.9875 Mudah 0.938 Sgt Tinggi Dipakai

8 0.57 Sedang 0.53 Sedang 0.2 Jelek 0.9 Mudah 0.958 Sgt Tinggi Dipakai

9 0.52 Sedang 0.53 Sedang 0.25 Cukup 0.875 Mudah 0.938 Sgt Tinggi Dipakai

10 0.46 Sedang 0.53 Sedang 0.25 Cukup 0.875 Mudah 0.938 Sgt Tinggi Dipakai

11 0.34 Rendah 0.55 Sedang 0.35 Cukup 0.9125 Mudah 0.792 Tinggi Dipakai

12 0.36 Rendah 0.55 Sedang 0.4 Cukup 0.85 Mudah 0.833 Sgt Tinggi Dipakai

13 0.49 Sedang 0.53 Sedang 0.15 Jelek 0.925 Mudah 1 Sgt Tinggi Dipakai

14 0.41 Sedang 0.55 Sedang 0.6 Baik 0.35 Sedang 0.917 Sgt Tinggi Dipakai

15 0.36 Rendah 0.53 Sedang 0.3 Cukup 0.7 Sedang 0.708 Tinggi Dipakai

16 0.49 Sedang 0.53 Sedang 0.15 Jelek 0.925 Mudah 0.708 Tinggi Dipakai

17 0.17 Sgt

Rendah 0.53 Sedang 0.05 Jelek 0.125 Sukar 0.938 Sgt Tinggi Dipakai

18 0.08 Sangat

Rendah 0.53 Sedang 0.1 Jelek 0.6 Sedang 0.563 Sedang Dipakai

19 0.55 Sedang 0.53 Sedang 0.25 Cukup 0.875 Mudah 0.729 Tinggi Dipakai

20 0.5 Sedang 0.53 Sedang 0.3 Cukup 0.7 Sedang 0.938 Sgt Tinggi Dipakai

21 0.13 Sgt

Rendah 0.53 Sedang -0.15

Sangat

Jelek 0.225 Sukar 0.958 Sgt Tinggi Dipakai

22 0.5 Sedang 0.53 Sedang 0.5 Baik 0.6 Sedang 0.979 Sgt Tinggi Dipakai

23 0.63 Tinggi 0.55 Sedang 0.95 Sgt Baik 0.2625 Sukar 0.396 Rendah Diperbaiki

24 0.23 Rendah 0.55 Sedang 0.15 Jelek 0.1625 Sukar 0.771 Tinggi Dipakai

25 0.37 Rendah 0.53 Sedang 0.3 Cukup 0.2 Sukar 0.938 Sgt Tinggi Dipakai

26 0.32 Rendah 0.53 Sedang 0.35 Cukup 0.375 Sedang 0.854 Sgt Tinggi Dipakai

43

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

27 0.21 Rendah 0.53 Sedang -0.05 Sangat

Jelek 0.775 Mudah 0.667 Tinggi Dipakai

28 0.46 Sedang 0.53 Sedang 0.35 Cukup 0.625 Sedang 0.896 Sgt Tinggi Dipakai

29 0.53 Sedang 0.55 Sedang 0.6 Baik 0.475 Sedang 0.875 Sgt Tinggi Dipakai

30 0.15 Sangat

Rendah 0.53 Sedang 0.15 Jelek 0.325 Sedang 0.854 Sgt Tinggi Dipakai

31 0.47 Sedang 0.55 Sedang 0.15 Jelek 0.0375 Sukar 0.938 Sgt Tinggi Dipakai

32 0.57 Sedang 0.55 Sedang 0.35 Cukup 0.1125 Sukar 1 Sgt Tinggi Dipakai

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

sebagai berikut.

1. Tes

Tes yang dilakukan peneliti ialah tes achievement. Tes ini digunakan

untuk mengukur peningkatan achievement siswa sebelum dan sesudah

treatment levels of inquiry. Waktu pelaksanaannya ialah 80 menit.

2. Observasi

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

observasi nonpartisan karena peneliti tidak sebagai pengamat, namun

peneliti meminta tiga orang yang bertugas sebagai pengamat independen

artinya ketiga orang tersebut hanya mengamati kegiatan pembelajaran,

tetapi tidak terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Jenis observasi

nonpartisipan yang dipilih peneliti ialah observasi terstruktur karena

observasi tersebut telah dirancang secara sistematis tentang hal apa yang

akan diamati melalui lembar observasi.

3. Metode Dokumentasi dengan Video Rekaman

Video rekaman digunakan untuk merekam penerapan levels of inquiry

selama pembelajaran berlangsung. Peneliti meminta tolong satu orang

untuk bertugas merekam pembelajaran. Setelah di dapatkan rekaman video

maka peneliti mentranskripkan video dan menganalisis apakah tahapan

levels of inquiry telah di lakukan dengan baik atau tidak.

H. Analisis Data

1. Data Tes Achievement Siswa

44

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Teknik pengolahan data untuk tes achievement dilakukan dengan

menghitung selisih persentase skor pretest dan skor posttest serta

menghitung nilai effet size. Perhitungan effect size dimaksudkan untuk

mengetahui besarnya peningkatan achievement siswa setelah diterapkan

levels of inquiry. Rosenthal (dalam Dunst, C.J, dkk, 2004, hlm.1)

menyatakan bahwa “an effect size is a measure of the magnitude of the

strength of a relationship between an independent (intervention) and

dependent (outcome) variable”. Selain itu, salah satu artikel yang berjudul

understanding, using and calculating effect size mengemukakan bahwa

In an educational setting, effect size is one way to measure the effectiveness of a particular intervention. Effect size enables us to

measure both the improvement (gain) in learner achievement for a

group of learners and the variation of student performances expressed on a standardised scale. (Government of South Australia, 2014, hlm.1)

Tidak hanya itu Schagen, I (2009, hlm.3) juga menyatakan bahwa effect

size dapat digunakan untuk membandingkan progress dari waktu ke waktu

“… to compare progress over time on the same test (most common

use)…”. Melalui effect size juga dapat menunjukkan seberapa besar

kontribusi penerapan treatment levels of inquiry terhadap achievement

siswa, seperti yang dikemukakan Schagen, I (2009, hlm.2) bahwa “an

effect size is a measure that is independent of the original units of

measurement; it can be a useful way to measure how much effect a

treatment or intervention had”. Adapun langkah-langkah yang digunakan

dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Pemberian skor soal PG dengan metode right only, yaitu jawaban

benar diberi skor 1 dan jawaban salah atau soal yang tidak di jawab

diberi skor 0. Total skor setiap siswa diperoleh dengan menghitung

jawaban benar yang dijawab siswa

b. Pemberian skor soal constructed response ditentukan berdasarkan

rubrik jawaban yang telah dibuat peneliti. Rentang skor pada jawaban

constructed response adalah 2 sampai 0. Total skor tiap siswa dihitung

dengan menjumlahkan skor yang diperoleh.

45

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Penggabungan skor pilihan ganda dan constructed response dilakukan

dengan menjumlahkan skor soal pilihan ganda dan soal constructed

response sehingga didapatkan skor total

Stotal = SPG + SCR

dengan Stotal = skor total, SPG = skor pilihan ganda dan SCR = skor constructed response

d. Perhitungan persentase skor total pretest dan persentase skor total

posttest, dengan cara sebagai berikut:

e. Perhitungan persentase skor gain diperoleh dari selisih persentase skor

pretest (Si) dengan persentase skor posttest (Sf). Perhitungan persentase

skor gain dapat menggunakan rumus % G = % Sf – % Si

Setelah didapatkan selisih persentase skor pretest dan skor posttest,

langkah selanjutnya yaitu menghitung nilai effect size sebagai berikut:

a. Menghitung korelasi antara baseline (pretest) dengan intervention

(posttest) dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Nilai

korelasi yang diperoleh kemudian diinterpretasi sesuai dengan Tabel

3.2 sebelumnya. Dengan perhitungan korelasi maka peneliti dapat

menentukan rumusan yang digunakan untuk menghitung besar effect

size. Dikarenakan korelasi yang diperoleh termasuk kategori kecil,

maka rumus effect size yang digunakan adalah sebagai berikut:

Cohen (dalam Duns, dkk. 2004, hlm. 6)

dengan d = effect size, = mean posttest, mean pretest, =

standar deviasi pretest dan = standar deviasi posttest

b. Effect size yang telah diperoleh dari perhitungan kemudian

diinterpretasikan sesuai tabel interpretasi effect size berdasarkan

Cohen (1992, hlm.157) di bawah ini:

46

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.13 Interpretasi Effect Size

Effect Size (d) Kategori

0,0 - 0,1 Tidak berpengaruh (negligible effect)

0,2- 0,4 Kecil (small effect)

0,4 - 0,7 Sedang (medium effect)

0,8 – tak hingga Besar (large effect)

c. Untuk pengolahan achievement siswa pada setiap topik konten optik,

peneliti menentukan tingkat penguasaan konsep siswa berdasarkan

kriteria yang dikemukakan oleh Arikunto (2009) berikut ini

Tabel 3.14 Tafsiran Kriteria Kemampuan

Persentase Skor (%) Tafsiran

81-100 Sangat Baik

61-80 Baik

41-60 Cukup

21-40 Kurang

0-20 Sangat Kurang

2. Data Observasi Keterlaksanaan Levels of inquiry

Untuk mengetahui keterlaksanaan levels of inquiry, maka peneliti

melakukan perhitungan keterlaksanaan levels of inquiry dari setiap tahapan

levels of inquiry yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut;

Kemudian penafsiran hasil perhitungan menggunakan kategori

keterlaksanaan sesuai tabel di bawah ini.

Tabel 3.15. Interpretasi Keterlaksanaan % kategori keterlaksanaan (KM) Kategori

KM = 0 Tidak satupun kegiatan terlaksana

Sebagian kecil kegiatan terlaksana

Hampir setengah kegiatan terlaksana

KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana

Sebagaian besar kegiatan terlaksana

Hampir seluruh kegiatan terlaksana

KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana

(Budiarti dalam Koswara, 2010)

3. Data Penilaian LKS (Lembar Kegiatan Siswa)

47

Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk melihat seberapa besar setiap aspek domain kognitif siswa yang

terlatihkan melalui LKS, maka peneliti menghitung dengan menggunakan

rumus di bawah ini, kemudian menafsirkan kategori kemampuan yang

terlatihkan siswa melalui hasil persentase LKS dengan menggunakan

Tabel 3.14.