Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
54
BAB III
METODOLOGI
3.1. Metodologi Pengambilan Data
Menurut Creswell (2018) dalam melakukan perancangan penelitian untuk
mengumpulkan data dapat dilakukan dengan pendekatan metode kuantitatif,
kualitatif, dan campuran (kualitatif dan kuantitatif). Penelitian kualitatif adalah
pendekatan melalui memahami individu atau kelompok dalam suatu masalah sosial.
Proses penelitian ini, melibatkan prosedur-prosedur pertanyaan, persiapan target
atau peserta, data dapat berupa hal-hal umum hingga khusus, dan peneliti
merangkum hasil dari data yang didapatkan.
Penelitian kuantitatif adalah pendekatan dengan menguji kebenaran
masalah sosial atau fenomena sosial yang ada di sekitar variabel. Variabel-variabel
ini dapat diukur dengan angka. Penelitian campuran adalah pendekatan dengan
dengan menggunakan kualitatif dan kuantitatif, lalu memadukan dua bentuk data
dengan melibatkan asumsi filosofis dan kerangka teoritis (hlm. 41-42).
Dalam perancangan ini, metodologi yang digunakan untuk pengumpulan
data dengan menggunakan metodologi penelitian campuran (kuantitatif dan
kualitatif). Metode pengambilan data yang akan digunakan penulis yakni,
3.1.1. Observasi
Menurut Hasyim Hasanah (2016), observasi merupakan penelitian ilmiah yang
mengamati fakta-fakta lapangan melalui panca indera. Tujuan observasi adalah
dapat membuktikan atau melahirkan teori atau hipotesis yang ada dengan
55
mengamati subjek penelitian. Menurut Leonard A. Jason dan David S. Glenwick,
2016), data observasi adalah catatan lapangan para peneliti, yang dilakukan dengan
cara mengamati proses penelitian, melalui pencatatan pikiran, perasaan,
pengalaman, hasil hipotesis, dan yang menggambarkan gagasan yang dipikirkan
penulis dalam proses observasi (hlm. 15).
3.1.1.1. Observasi Partisipatori Museum
a. Proses observasi
Menurut Hasyim Hasanah (2016), observasi partisipan atau partisipatori
terjadi ketika observer ikut turun ke lapangan dan berinteraksi dengan yang
observer amati. Peneliti akan melakukan observasi langsung dan
berpartisipasi dalam mengunjungi MUNASAIN sebagai pengunjung
awam. Tujuan observasi partisipatori ini untuk mengetahui secara
langsung keadaan MUNASAIN.
Gambar 3.1. Lokasi jalan MUNASAIN dari Tampak Depan (Google street view MUNASAIN)
Observasi ini dilakukan pada tanggal 22 Februari 2020 di Jl. Ir. H.
Juanda 22-24, Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Paledang, Bogor Tengah,
RT.02/RW.08, Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa
56
Barat. Objek yang diamati berupa lokasi, arsitektural, media informasi,
koleksi pameran, fasilitas, dan petunjuk arah yang digunakan
MUNASAIN. Dari segi lokasi, MUNASAIN sangat strategis berada di Jl.
Ir. H. Juanda. MUNASAIN memiliki lokasi gedung yang sedikit gelap,
dikarenakan gedung sedikit tertutup oleh pohon-pohon rindang. Gedung
MUNASAIN tampak dari luar terlihat gedung tua yang gelap yang dibalut
dengan aksen garda emas di pintu masuknya.
Gambar 3.2. Gedung MUNASAIN dari Tampak Depan (Google street view MUNASAIN)
MUNASAIN terdiri dari lima lantai, untuk saat ini pameran hanya
dibuka hanya lantai dasar dan satu, dikarenakan masih dalam proses on-
going display karya. MUNASAIN menampilkan karya yang cukup unik
dan memiliki pameran karya relief, pameran interaktif, pengawetan
tumbuhan dan hewan, dan sejarah mengenai tumbuhan. Harga tiket masuk
seharga Rp 5.000,00.
57
Gambar 3.3. Pintu Masuk MUNASAIN
Ruang pameran lantai satu mengenai ruang introduksi dan
perkembangan manusia dan lingkungannya. Pameran ini menggunakan
dinding sebagai media storytelling infografis untuk menyampaikan sejarah
perkembangan alam di Indonesia. Terdapat pameran interaktif mengenai
tokoh-tokoh penting dalam menemukan penelitian alam. MUNASAIN
memiliki sign system dalam menunjukan arah dan memiliki ruang teater.
Lantai dasar merupakan pameran sejak diorama sejak MEI (Museum
Etnobotani Indonesia). Artefak-artefak lantai dasar berupa barang-barang
tradisional yang terbuat dari alam. Artefak-artefak ini dipamerkan di dalam
diorama per kategori. Dilanjutkan beberapa sampel pengawetan jenis hewan
dan tumbuhan.
58
Gambar 3.4. Pameran Ruang Introduksi dan Lingkungan Manusia (Lantai 1)
b. Kesimpulan observasi
Dari hasil observasi partisipatori, penulis mendapatkan data mengenai
pengalaman mengunjungi museum. MUNASAIN memiliki posisi strategis
pada jalan raya utama. Konten museum menarik dikarenakan terdapat
media interaktif dan media storytelling infografis di sepanjang dinding
flow museum.
59
Museum memiliki ruang teater, ruang informasi, toilet, cafe
(ongoing), dan sign system yang baik dalam menunjukan arah. Peneliti
menemukan beberapa media informasi tidak menggunakan prinsip
legibility, unity, dan belum menggunakan identitas MUNASAIN.
Sedangkan lantai dasar mengenai diorama, penerangan masih belum cukup
terang.
3.1.1.2. Observasi Identitas
a. Proses observasi
Identitas visual MUNASAIN hanya memiliki logo dan tidak memiliki
tagline, elemen visual, Graphic Standard Manual dalam implementasi
terhadap berbagai media. Logo MUNASAIN terdiri dari logogram dan
logotype. Dalam mengimplementasikan logotype dan logogram masih
belum bisa menunjukan konsistensinya pada setiap media. Hal ini
dikarenakan tim internal LIPI bagian humas merangkap bekerja dari humas
menjadi tim desain dan tidak adanya guide system dalam pengaplikasian
logo, sehingga peletakan logo MUNASAIN berbarengan dengan logo LIPI.
Gambar 3.5 Tiket dan Kartu Nama MUNASAIN
60
Gambar 3.6. Implementasi Logo Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia
Gambar 3.7. Brosur Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia
61
Gambar 3.8. Poster, Tag Karya, dan Deskripsi Karya MUNASAIN
b. Kesimpulan observasi identitas
Identitas dalam media informasi juga masih belum menunjukan konsistensi,
unity, komprehensif, dan tidak memiliki identitas berupa elemen visual.
Beberapa media informasi hanya menggunakan kertas HVS dan tag karya
tidak menggunakan prinsip legibility (keterbacaan). Beberapa media
menggunakan logo LIPI secara bersamaan dengan logo MUNASAIN.
Pemakaian logo MUNASAIN hanya di beberapa media seperti poster,
brosur, dan tiket masuk. Tag karya, deskripsi karya, beberapa kali tidak
menggunakan identitas logo dan logo ter-stretch. Logo MUNASAIN
seringkali ditemukan dengan latar gambar dan tidak. Hal ini membuat logo
62
MUNASAIN tidak terbaca secara dengan baik. Penempatan logo
MUNASAIN selalu bersamaan dengan logo LIPI.
3.1.1.3. Observasi Media Promosi
a. Proses Observasi
MUNASAIN memiliki media promosi melalui digital melalui media sosial
seperti instagram, twitter, website, dan facebook. Terdapat media digital
lainnya untuk acara tertentu. Promosi yang dilakukan berupa webinar,
acara pameran mengekspresikan karya masyarakat, dan kerjasama dengan
pihak LIPI, sekolah, KEMENDIKBUD, dan para komunitas di Bogor.
Media website digunakan untuk informasi yang lebih padat dan detail
mengenai MUNASAIN, sedangkan sosial media digunakan untuk
informasi yang singkat dan padat.
Gambar 3.9. Halaman Depan Website MUNASAIN (1) (http://munasain.lipi.go.id/)
63
Gambar 3.10. Halaman Depan Website MUNASAIN (2) (http://munasain.lipi.go.id/)
Gambar 3.11. Halaman Depan Website MUNASAIN (3) (http://munasain.lipi.go.id/)
64
Gambar 3.12. Laman Mengenai MUNASAIN (http://munasain.lipi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=96&lang=en)
Gambar 3.13. Instagram MUNASAIN (https://www.instagram.com/munasain/)
65
Gambar 3.14. Twitter MUNASAIN (https://twitter.com/munasain)
Gambar 3.15. Facebook MUNASAIN (https://www.facebook.com/munasainbogor)
66
Gambar 3.16. Banner Digital Acara Night at Museum (https://www.facebook.com/munasainbogor)
b. Kesimpulan observasi
MUNASAIN menggunakan media sosial untuk informasi dan
memamerkan acara yang diadakan oleh MUNASAIN. Aktivitas bisa
berupa study tour anak-anak sekolah, acara yang dilakukan bersama
komunitas, webinar, ucapan hari raya, dan informasi mengenai LIPI.
Identitas visual pada media sosial masih belum menunjukan konsistensi,
prinsip legibility, unity, identitas visual, dan hirarki visual.
Dalam media promosi website terdapat beberapa tombol yang tidak
berfungsi dengan baik sehingga ditemukannya error found. Hal ini
dikarenakan tim internal LIPI humas yang berfokuskan ke LIPI dan
kurangnya tenaga operasional untuk digunakan. Dalam beberapa laman
website, hanya terdapat banyak tulisan yang panjang.
Dalam media instagram feeds, MUNASAIN tidak menetapkan
identitas logo terhadap semua feeds. Penempatan untuk logo pun berubah-
ubah dan tidak memiliki prinsip emphasis terhadap dengan logo lainnya
ketika dijajarkan dalam feeds instagram. Dalam desain banner,
67
MUNASAIN juga tidak konsisten memasukan identitas logo.
3.1.2. Wawancara
Wawancara dapat dilakukan kepada perorangan, grup, keluarga, dan komunitas
lainnya yang memiliki kesinambungan dalam sebuah tema penelitian. Alat dasar
untuk mengumpulkan data dari wawancara adalah susunan pertanyaan yang
ditanyakan kepada partisipan melalui percakapan formal maupun non-formal.
Banyak pewawancara menggunakan metode wawancara semi-terstruktur, dengan
tujuan pertanyaan yang dirancang untuk mengenai data yang topik diteliti dari
responden (Leonard A. Jason dan David S. Glenwick, 2016, hlm. 15-16). Dalam
mengumpulkan data, penulis menggunakan wawancara dengan narasumber sebagai
berikut:
3.1.2.1. Kepala Penelitian dan Kurator MUNASAIN
Penulis melakukan wawancara dua kali dengan Dr. M. Fathi Royyani
(Kepala Penelitian dan Pengurus MUNASAIN) bersamaan dengan
Marwan Setiawan, M.Hum. (Kurator MUNASAIN) pada tanggal 1 Juli
2020 dan 10 September 2020 jam 13.10 WIB di MUNASAIN. Tujuan
wawancara ini untuk mendapatkan data mengenai MUNASAIN dari segi
konsep, konten, visi misi, promosi, sejarah terbentuk, dan proses
revitalisasi MUNASAIN.
68
Gambar 3.17. Dokumentasi Wawancara 1 Juli 2020
Gambar 3.18. Dokumentasi Wawancara 10 September 2020
Sejarah Terbentuk
Belanda memberikan peninggalan positif kepada Indonesia, diantaranya
adalah didirikannya Kebun Raya Bogor dan penelitian yang ditinggalkan
oleh Thomas Raffles. Hasil riset berupa tanah (cikal bakal museum tanah
dan pertanian), penelitian hewan (cikal bakal museum zoologi)
69
dikumpulkan dan menjadi perpustakaan (cikal bakal perpustakaan
pertanian)
Lokasi herbarium yang awalnya di Kebun Raya Bogor, kemudian
dipindahkan ke gedung herbarium dengan peresmian Ir. Soekarno pada
tahun 1960 (dengan perencanaan 14 lantai). Tahun 1970 gedung herbarium
hanya dibagun 2 lantai, dikarenakan dana yang kurang mencukupi dan ada
gerakan pemberontakan. Pembangunan dilanjutkan kembali ke DPR, ketika
salah satu seorang pejabat LBN (lembaga Biologi Nasional) mengajukan
proposal untuk melanjutkan pembangunan yang telah disepakati.
Gambar 3.19.Gambar Gedung Museum Etnobotani Indonesia (MEI) (https://sejarahlengkap.com/bangunan/sejarah-museum-etnobotani-bogor)
Prof. Sarwono Prawirohardjo, sebagai ketua LIPI memiliki gagasan
mendirikan museum berisi informasi peninggalan sejarah etnobotani di
Bogor. Tahun 1962, merupakan momentum pembangunan gedung baru.
Gagasan ide ini mulai dimatangkan dan dimantapkan kembali ketika Dr.
Seuajati Sastrapradja memegang jabatan sebagai Direktur LBN pada tahun
1973. Museum Etnobotani diresmikan oleh Menteri Negara Riset dan
Teknologi, Prof. Dr. Ing. B. J. Habibie, pada tanggal 18 Mei 1982. Museum
70
ini awalnya diberi nama Herbarium Bogoriense yang dikelola oleh Lands
Platentuin (cikal bakal Kebun Raya Bogor).
Berawal dari memamerkan hasil penelitian ke beberapa peneliti saja,
hingga menjadi pameran museum etnobotani Indonesia dengan tema
“pemanfaatan tumbuhan Indonesia”. Seiringnya perjalanan, hasil riset
semakin banyak dan membutuhkan tempat untuk pengujian dan lab. Oleh
karena itu dibutuhkannya perluasan tempat dan alat yang modern.
Tahun 2005 gedung herbarium ini bernama MEI (Museum
etnobotani Indonesia). Berlanjut ke tahun 2007, gedung Herbarium
Bogoriense dipindahkan lokasinya ke Cibinong agar dapat menampung
lebih banyak spesimen lebih luas dan menjadi herbarium terbesar ketiga di
dunia. Sehingga gedung herbarium menjadi kosong dan hanya lantai dasar
yang digunakan untuk pameran penelitian. Dikarenakan masih pemantapan
konten MUNASAIN. Tahun 2016 melakukan soft launching peralihan dari
MEI ke MUNASAIN, tepatnya tanggal 31 Agustus 2016. Pada tahun 2015,
lantai 1 mengadakan pameran temporer dengan tema “Kekayaan
keanekaragaman Hayati tropikal Indonesia” hingga tahun 2017.
MUNASAIN telah melakukan kerjasama dengan Kemendikbud dan
para instansi-instansi sekolah. MUNASAIN untuk saat ini mendapatkan
dana bantuan melakukan revitalisasi dari pemerintah di bagian sekjen
museum, Kemendikbud. Dalam pendanaan ini diberikan bertahap setiap
tahunnya dalam menjalankan perluasan konten museum.
71
Denah Museum
Gambar 3.20. Denah Museum Lantai 1 (Drs. Dani Wigatna, 2013, hlm. 10)
Konten Museum
MUNASAIN memiliki konsep natural historis untuk menghadirkan konten
yang mereka miliki. Museum ini dikategorikan sebagai museum pasca-
modern yang terdiri dari 5 konten di setiap lantai yang berbeda-beda.
a. Lantai dasar merupakan pameran diorama etnobotani.
b. Lantai 1 (Tahap 1 Ruang Introduksi)
Menceritakan tentang evolusi tumbuhan, ruang introduksi, ruang kerja
tempo dulu, ruang teater, pameran temporer rempah.
c. Lantai 1 (Tahap 2 Manusia dan Lingkungan)
Menceritakan awal peradaban manusia dengan diorama goa maros.
d. Lantai 2 (Tipe ekosistem Indonesia)
72
konten ekosistem ada pantai, danau, rawa, lahan basah, savana,
kerangka, dan sebagainya.
e. Lantai 3 (Perkembangan teknologi di bidang ilmu pengetahuan)
f. Lantai 4 (perkembangan teknologi terkini)
Pameran dengan konten perkembangan nano-teknologi yang digunakan
dalam penelitian hingga rekayasa genetik.
g. Lantai 5 (Retrica garden), dengan rencana awal ingin membuat cafe.
Alasan MEI berubah menjadi MUNASAIN
Alasan idealisme melakukan wajah baru yaitu memperluas cangkupan
konten dari etnobotani menjadi konsep Natural History. Oleh karena itu
LIPI melakukan revitalisasi gedung dan perluasan konten.
Ide ini sudah dibicarakan pada tahun 2007 dengan mantan
KAPROSA yaitu Arief Budiman. Perancangan storyline dan konten sudah
matang dalam bentuk proposal. Tetapi ide tersebut ditolak oleh pak Jusuf
Kalla dikarenakan beberapa administrasi yang kurang. Deputi Bidang Ilmu
Pengetahuan Hayati LIPI, Enny Sudarmonowati mengajukan proposal
kembali kepada Dekrat BEM NAS (mengelola Dirjen Museum).
Visi
Menjadikan memori kolektif keilmuan sejarah Indonesia sebagai wahana
menciptakan insan yang memiliki kecerdasan intelektual dan emosional,
serta meningkatkan penyadartahuan masyarakat akan pemanfaatan Sumber
Daya Alam secara berkelanjutan untuk kesejahteraan bangsa.
73
Misi
1. Melaksanakan fungsi sebagai sumber informasi tentang perkembangan
sejarah Alam Indonesia
2. Sebagai sumber ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan hasil
penelitian dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Sebagai sarana display hasil penelitian dalam rangka penyadartahuan
masyarakat akan perkembangan informasi terkini ilmu sejarah alam
Indonesia.
4. Menjadi sarana rekreasi yang bersifat kultural dan edukatif.
5. Meningkatkan peran museum di masyarakat dan apresiasi masyarakat
terhadap permuseuman
6. Meningkatkan profesionalisme dan citra museum.
Perancangan Logo
Perancangan logo melalui perlombakan internal. Terdapat sekitar ada 6 atau
7 logo yang diterima. Setelah melalui diskusi, ke 7 logo tersebut tidak
mencerminkan visi misi MUNASAIN. Pak Yusman ditunjuk untuk meramu
dari ke 7 logo tersebut sesuai dengan visi misi yang dibentuk bersama LIPI
pada tahun 2017 (tidak bersama pihak PT Dyandra Media Internasional).
Perancangan logo MUNASAIN pun tidak memiliki buku guide untuk
Graphic Standard Manual dalam mengimplementasikan identitas pada
setiap media.
74
Perluasan Value
Dalam seiringnya waktu penambahan konten setiap lantai, MUNASAIN
memiliki perluasan value. Perluasan value MUNASAIN adalah ingin
menjadi titik temu sebagai perspektif masyarakat, tidak hanya dari sisi
perspektif pengetahuannya saja, melainkan sisi perspektif budaya.
MUNASAIN ingin juga sebagai wadah untuk membicarakan mengenai
adanya jenis temuan baru secara scientific. Value museum ini adalah
penelitian, preservasi, edukasi dan komunikasi, bertambah menjadi
perspektif kebudayaan yang lebih luas.
Hal ini dikarenakan seiringnya perluasan konten natural historis dan
termasuk kategori museum pasca-modern. MUNASAIN sadar bahwa
mereka tidak bisa hanya melihat sudut pandang pengetahuannya saja
melainkan bisa secara luas seperti budaya, seni, dan yang lainnya. Maka
dengan perluasan value ini, munasain memiliki pandangan yang luas untuk
mengajak beberapa komunitas untuk menjalankan kegunaan peran museum
sesuai dengan misi MUNASAIN yang ada.
75
Struktur Organisasi
Gambar 3.21. Struktur MUNASAIN
Perkembangan MUNASAIN pada tahun 2016 berada dibawah pengelolaan
oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Badan yang bertugas
mengelola adalah Pusat Biologi. Pada tahun 2018 terjadi pergantian
kepemimpinan dan pelantikan jabatan Pusat Biologi dan Kepala LIPI.
Dikarenakan pergantian kepemimpinan, pada tahun 2020, terjadi
perubahan dalam pengelolaannya dikarenakan LIPI lebih memfokuskan
riset (sesuai amanat undang-undang). Maka, pada tahun 2020 MUNASAIN
dikelola oleh Sestama (Sekretaris Utama LIPI) dan dikerjasamakan oleh
pihak ke 3 yaitu PT Dyandra Media Internasional selama 3 tahun kedepan
(2020-2022). LIPI mengelola di bidang kurator karya dan konservator,
sedangkan pihak Dyandra dibagian pemandu, keamanan, kebersihan, dan
promosi.
76
Program
MUNASAIN memiliki timeline setiap tahunnya dalam menjalankan
program seperti:
1. Program tahunan dalam mengadakan pameran kontemporer dengan
tema yang diajukan.
2. Workshop yang diadakan dengan komunitas atau lembaga yang
mengadakan kerjasama.
3. Sebagai wisata edukasi dan webinar dengan kerjasama antar instansi.
Pengunjung
Marwan Setiawan mengatakan berdasarkan hasil evaluasi tahunan, terdapat
data pengunjung terbanyak yaitu tingkat SMP yang paling banyak
mengunjungi MUNASAIN. Disusul oleh tingkah mahasiswa maupun
pemerintah melakukan kunjungan untuk meneliti. Data pengunjung setiap
tahun: 2016 (20.000 pengunjung), 2017 (25.000 pengunjung), 2018 (27.000
pengunjung), 2019 (30.000 pengunjung).
77
Gambar 3.22. Data Pengunjung MUNASAIN (Data MUNASAIN)
78
3.1.3. Kuesioner Brand Awareness MUNASAIN
Kuesioner adalah alat pengumpulan data, dengan meminta pendapat audiens yang
jujur mengenai topik yang diteliti. Kuesioner umumnya berupa beberapa
pertanyaan yang dikirimkan melalui media elektronik seperti email, aplikasi, atau
sebuah format, namun bisa juga berupa kertas yang diisi dengan pena melalui pos
(Leonard A. Jason dan David S. Glenwick, 2016, hlm. 62).
Pengumpulan data dengan metode kuantitatif, melalui kuesioner dengan
cara pengambilan random sampling, jenis pertanyaan gabungan (terbuka dan
tertutup) dengan menentukan data variabel dengan convenience sampling.
Penyebaran kuesioner ini ditujukan kepada Jabodetabek. Tujuan kuesioner ini
untuk melihat seberapa jauh brand awareness, brand recognition, brand recall, dan
mencoba mengetahui identitas MUNASAIN di masyarakat. Pengambilan sampel
random sebesar 100 variabel (dengan menggunakan besaran sampel menggunakan
rumus Slovin dengan sampel masyarakat daerah Jabodetabek).
Gambar 3.23 Perhitungan Rumus Slovin Penduduk Jawa Barat
3.1.3.1. Pertimbangan Datang ke Museum
Penyebaran kuisioner ini ditargetkan kepada masyarakat Jabodetabek,
berusia khusus 17-25 tahun. Penentuan SES berdasarkan pengeluaran
79
menurut Nielsen Media Index di marketing.co.id. Data mengatakan bahwa
target masuk kedalam kategori SES B dan SES A dengan jumlah
terbanyak, didukung dengan 90.8% pernah berwisata ke Bogor.
Kesimpulan kuesioner bahwa pertimbangan pengunjung dalam
mengunjungi sebuah museum dilihat dari konten yang dihadirkan museum,
bangunan arsitektur, fasilitas dan media interaktif. Media informasi dalam
mengetahui acara museum melalui media instagram, website, youtube, dan
brosur.
Gambar 3.24. Data Kuesioner Pengeluaran Masyarakat Jabodetabek
Gambar 3.25. Data Kuesioner Mengenai Kunjungan Museum
80
3.1.3.2. Identitas MUNASAIN
Data responden mengatakan 87% belum pernah melihat identitas logo
MUNASAIN, diikuti dengan responden mengatakan 22,9% terbanyak
beranggapan bahwa identitas MUNASAIN merupakan produk kesehatan,
bukan museum. Sebanyak 80,2% mengatakan identitas visual
MUNASAIN belum konsisten
Gambar 3.26. Data Kuesioner Persepsi Bidang Logo Bergerak
Gambar 3.27. Data Kuesioner Konsistensi Identitas Visual
81
Gambar 3.28. Hasil Mengidentifikasikan Logo Identitas MUNASAIN
3.1.3.3. Brand Awareness MUNASAIN
Brand awareness MUNASAIN masih tergolong rendah. Terbukti dengan
92,4% tidak pernah mendatangi MUNASAIN dan 75% bahkan tidak
mengetahui apa itu MUNASAIN.
Gambar 3.29. Data Kuesioner Mengunjungi MUNASAIN
82
Gambar 3.30. Data Kuesioner Brand Awareness
83
3.1.4. Studi Eksisting
Studi eksisting adalah sebagai acuan atau tolak ukur dalam perbandingan dengan
konteks gambaran atau permasalahan yang serupa. Peneliti mengintegrasikan teori-
teori dasar ke dalam suatu konsep yang berhubungan satu sama lain (dapat berupa
persamaan permasalahan atau target). Peneliti harus mengaitkan topik yang diteliti
dengan hasil karya atau gagasan yang sudah ada sebagai literatur (Leonard A. Jason
dan David S. Glenwick, 2016, hlm. 26).
Gambar 3.31. Natural History Museum Logo (https://geobon.org/natural-history-museum-logo/)
Tabel 3. 1. Natural History Museum Strategy Brand
Natural History Museum
Indikator Tema Penjelasan What they Do?
Audience Natural
History /
Future
Museum
Mengalami transformasi
yang esensial yaitu
memindahkan fokus dari
masa lalu ke masa depan.
“articulate the new
brand pillars and shape
a visual identity that
inspires the visitors of
today, to
change tomorrow.
“ - Wiedemann Lampe
Brand Evolving for
A Change
World
Natural History Museum
merupakan salah satu yang
paling banyak dikunjungi di
dunia, dikarenakan
merupakan ikonik dari
a. Brand Layer
b. Content Layer
84
tujuan wisata dan brand
dibutuhkan untuk
menggambarkan citra ini.
c. Interpretation
Layer
Connected
with
Featured
Campaign
Layer dalam konten ini
akan memberikan kesan
tegas kehidupan dan
disesuaikan dengan target.
Kampanye dalam
mengkomunikasikan
konten museum.
Strategi brand yang Natural History Museum sampaikan adalah dengan mengubah
cara komunikasi yang mulanya fokus mengenai konten, menjadi fokus brand.
Wiedemann Lampe memindahkan elemen visual ke tengah dan menggabungkan
semua konten. Sistem identitas yang berani, dapat dikenali, dan poin emphasis
penting dapat mengoptimalkan brand dan dapat berkreasi dalam penyampaian
komunikasi visual.
Hal ini bertujuan untuk memperkuat brand. Dalam sistem identitasnya
terdiri dari tiga lapisan terpisah yaitu: brand, konten, dan interpretasi. Hal ini dibuat
untuk menjelaskan dan memudahkan dalam pengaplikasianya. Perancangan sistem
desain ini merupakan kolaborasi dengan para kepemimpinan museum dan
operasional mereka.
85
Gambar 3.32. Brand Strategy of Natural History Museum (https://geobon.org/natural-history-museum-logo/)
a. Perancangan Brand
Logo merupakan identitas museum, ditetapkan sebagai dasar ke semua media
komunikasi.
Gambar 3.33. Perancangan Logo Natural History Museum (https://www.wiedemannlampe.com/projects/nhm)
86
Gambar 3.34. Perancangan Sistem Logo Natural History Museum (https://www.wiedemannlampe.com/projects/nhm)
b. Perancangan Konten
Perancangan konten secara visual bertujuan untuk mengekspresikan visual dan
citra museum ke target langsung dengan tujuan mempromosikan konten.
Gambar 3.35. Perancangan Konten Visual Natural History Museum (https://www.wiedemannlampe.com/projects/nhm)
87
c. Perancangan Interpretasi
Mengembangkan kotak obrolan untuk mengisi pesan singkat. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan target mencerna dengan cepat dan flexibel. Sistem ini
menyusun hirarki pesan dalam penyampaiannya.
Gambar 3.36. Perancangan Interpretasi Natural History Museum (https://www.wiedemannlampe.com/projects/nhm)
88
Gambar 3.37. Akhir Implementasi Sistem Identitas Visual (https://www.wiedemannlampe.com/projects/nhm)
89
3.1.5. Studi Referensi
Gambar 3.38. Logo Designmuseuo (https://bpando.org/2015/04/17/logo-designmuseo/)
Richard Baird (2017), mengatakan bahwa designmuseo adalah museum desain di
Finlandia, yang memiliki bangunan arsitektur oleh Gustaf Nyström di jalan
Korkeavuorenkatu Helsinki. Museum ini memamerkan karya-karya di bidang
industri desain grafis dari nasional hingga internasional. Pembaruan desain
terhadap museum ini dilakukan untuk meningkatkan pengunjung dan
mengembangkan pemakaian identitas visual ke media meliputi pameran, signage,
dan media promosi.
Studi referensi yang penulis ambil adalah konsistensi dalam identitas
visual. Visual designmuseo terbentuk dasar dari garis-garis yang bersih, kurva
halus, bentuk geometris yang konsisten yang berasal dari ornamen bangunan.
Desain ini terinspirasi dari desainer arsitektur Finlandia Alvar Aalto, yang
memanfaatkan modular untuk menghubungkan menjadi suatu bentuk yang berani
dan reduktif dalam tipografi. Aset elemen visual pun berasal dari identitas logo,
sehingga memiliki unity dalam penyampaian desainnya.
Dalam analisis SWOT designmuseo memiliki kekuatan (strength) dalam
visualnya memiliki identitas yang unity dan konsistensi ke semua media identitas
dari cetak hingga signage. Fasilitas yang memadai, dimulai dari tour guide,
giftshop, hingga cafe. Dari sisi kelemahan (weakness) ditemukan bahwa
90
terbatasnya pameran hanya mengenai desain. Keuntungan (opportunity) lokasi
strategis pengunjung banyak di sekitar kota Finlandia. Lalu kelemahan (threat)
belum ditemukan berdasarkan hasil analisis melalui online.
Gambar 3.39. Identitas Designmuseo (https://bpando.org/2015/04/17/logo-designmuseo/)
91
3.1.6. Webinar
Museum Nasional Indonesia mengadakan webinar pada tanggal 13 Juli 2020,
dengan streaming live di Youtube. Subiakto Priosoedarsono selaku pembicara
memberikan materi mengenai “Strategi Branding untuk Museum”.
Gambar 3.40. Dokumentasi Webinar bersama Subiakto
(https://www.youtube.com/watch?v=K39PiZYFV-U&list=LL&index=3)
Dalam webinar dijelaskan mengenai pengertian, fungsi, tujuan mengenai
brand terhadap museum. Menurut Subioakto, brand merupakan love mark atau
ikatan emosi antara konsumen dengan pengunjung. Brand juga disebut sebagai
intangible asset (aset yang tidak nampak dan dilindungi oleh hukum). Menurut
Walter Landors, produk dibuat oleh perusahaan dan milik perusahaan, kemudian
brand diciptakan dan tertanam dalam pikiran konsumen dalam persepsi brand
tersebut. Persepsi diciptakan melalui pengalaman audiens dalam datang ke
museum. Setelah audiens terikat dengan brand, perlu dilanjutkan untuk
mengaktivasi brand tersebut agar tetap bersaing dan eksistensi museum terjaga dan
sosial media merupakan media yang dapat mencapai target. Dikarenakan era
sekarang masyarakat selalu membawa smartphone dan kapanpun target dapat
mencari informasi melalui media tersebut. Branding berfungsi mengaktivasi atau
92
stimulan untuk memperkuat kesan anda di benak konsumen.
Umumnya museum memiliki value “Connecting the past and the future”.
Museum adalah tempat untuk menelusuri asal muasal value suatu sejarah bangsa
dan akan membentuk fondasi untuk masa depan kepada generasi selanjutnya.
Sebuah trust museum dapat dibangun experience, dapat melalui story telling.
Citra museum dapat dibangun melalui trust, trust dapat didapatkan melalui
cerita yang ditampilkan dan eksperience museum. Memasarkan museum itu
mengenai konten museum saja, tetapi storytelling (filosofi) yang disampaikan. Citra
dapat dibentuk melalui penanaman value brand ke berbagai sektor, seperti ke dalam
karyawan dan tone of voice dalam pemasarannya. Di era jaman sekarang,
diperlukannya intangible asset seperti aplikasi atau website untuk menjangkau
target tanpa batas dan memberikan manfaat melalui digital.
93
3.2. Metodologi Perancangan
Dalam perancangan brand identity milik Alina Wheeler menyatakan bahwa proses
perancangan identitas visual meliputi:
1. Conducting Research
Dalam tahap ini, penulis melakukan pengumpulan informasi yaitu dengan
melakukan kuisioner, observasi, FGD, serta wawancara dengan institusi
terkait yaitu MUNASAIN. Penulis juga melakukan kajian pustaka yang dapat
mendukung penelitian.
2. Clarifying Strategy
Ketika tahap orientasi terkumpul, penulis akan melakukan analisis terkait
informasi yang telah didapatkan. Penulis melakukan pencarian solusi dari
hasil analisis dengan melakukan perancangan identitas visual untuk Museum
Nasional Sejarah Alam Indonesia melalui mind mapping brainstroming, big
idea hingga brand brief MUNASAIN.
3. Designing Identity
Setelah menemukan solusi dari permasalahan yang terjadi, penulis merancang
brand identity berdasarkan strategi yang telah dilakukan tahap clarifying
strategy.
4. Creating Touchpoint
Penulis melakukan tahap visualisasi desain sesuai dengan konsep yang telah
dipilih. Pada tahap ini penulis melakukan penyempurnaan dari hasil yang
telah dirancang ke dalam implementasi seperti collateral, media cetak, media
digital, dan sebagainya.
94
5. Managing Assets
Penulis kemudian mewujudkan solusi dengan hasil perancangan identitas
visual dengan media pendukung promosi untuk identitas. Hasil perancangan
kemudian diolah lagi dan disusun kedalam Graphic Standard Manual dan
media pendukungnya.