55
43 BAB III PENERAPAN KEADILAN SEBAGAI NILAI DASAR DALAM KEHIDUPAN KELUARGA KRISTIANI Dalam penulisan bab ini, penulis hendak menjabarkan gambaran umum lokasi penelitian di jemaat GPIB Immanuel Semarang sebagai tempat penulis melakukan proses pengambilan data, dan juga penulis hendak memaparkan hasil dari apa yang sudah di dapat dalam penelitian, yakni tentang penerapan nilai keadilan sebagai nilai dasar dalam kehidupan keluarga Kristiani. 3. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 3. 1. 1. Keadaan Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan Ibukota propinsi Jawa Tengah yang terletak di bagian Utara Jawa Tengah.Posisi geografi Kota Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah, tepatnya pada garis 6º, 5' - 7º, 10' Lintang Selatan dan 110º, 35' Bujur Timur. Kota Semarang merupakan kota yang cukup besar dengan jumlah penduduk 1.433.699 jiwa, dan kepadatan penduduk 3.744 jiwa/km2. Kota Semarang dapat dikatakan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, kegiatan industri, transportasi, pendidikan, pariwisata dan lingkungan pemukiman.Kota ini terletak sekitar 466 km sebelah Timur Jakarta, atau 312 km sebelah Barat Surabaya, atau 624 km sebalah Barat Daya Banjarmasin (via udara). Letak geografi Kota Semarang ini dalam koridor pembangunan Jawa Tengah dan merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor pantai Utara, koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal dengan

BAB III PENERAPAN KEADILAN SEBAGAI NILAI DASAR ......43 BAB III PENERAPAN KEADILAN SEBAGAI NILAI DASAR DALAM KEHIDUPAN KELUARGA KRISTIANI Dalam penulisan bab ini, penulis hendak menjabarkan

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 43

    BAB III

    PENERAPAN KEADILAN SEBAGAI NILAI DASAR DALAM KEHIDUPAN

    KELUARGA KRISTIANI

    Dalam penulisan bab ini, penulis hendak menjabarkan gambaran umum lokasi

    penelitian di jemaat GPIB Immanuel Semarang sebagai tempat penulis melakukan proses

    pengambilan data, dan juga penulis hendak memaparkan hasil dari apa yang sudah di

    dapat dalam penelitian, yakni tentang penerapan nilai keadilan sebagai nilai dasar dalam

    kehidupan keluarga Kristiani.

    3. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    3. 1. 1. Keadaan Geografis Kota Semarang

    Kota Semarang merupakan Ibukota propinsi Jawa Tengah yang terletak di bagian

    Utara Jawa Tengah.Posisi geografi Kota Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah,

    tepatnya pada garis 6º, 5' - 7º, 10' Lintang Selatan dan 110º, 35' Bujur Timur. Kota

    Semarang merupakan kota yang cukup besar dengan jumlah penduduk 1.433.699 jiwa,

    dan kepadatan penduduk 3.744 jiwa/km2. Kota Semarang dapat dikatakan sebagai pusat

    pemerintahan, perdagangan, kegiatan industri, transportasi, pendidikan, pariwisata dan

    lingkungan pemukiman.Kota ini terletak sekitar 466 km sebelah Timur Jakarta, atau 312

    km sebelah Barat Surabaya, atau 624 km sebalah Barat Daya Banjarmasin (via udara).

    Letak geografi Kota Semarang ini dalam koridor pembangunan Jawa Tengah dan

    merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor pantai Utara, koridor Selatan ke

    arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal dengan

    http://id.wikipedia.org/wiki/Jakartahttp://id.wikipedia.org/wiki/Surabaya

  • 44

    koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak/Grobogan dan Barat

    menuju Kabupaten Kendal.

    Dalam perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan,

    terutama dengan adanya pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan)

    serta transport udara yang merupakan potensi bagi simpul transport Regional Jawa

    Tengah dan kota transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya

    adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah

    nasional bagian tengah.

    Kota Semarang memiliki batas wilayah sebagai berikut:

    - Sebelah Barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Kendal

    - Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Demak

    - Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Semarang

    - Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa

    Kota Semarang yang memiliki slogan sebagai Kota ATLAS (Aman, Tertib,

    Lancar, Asri dan Sehat) di mana Kota ini terdiri atas daerah dataran rendah dan dataran

    tinggi.Daerah dataran rendah di Kota Semarang tidaklah terlalu luas, yakni sekitar 4

    kilometer dari garis pantai, dataran rendah ini dikenal dengan sebutan kota bawah.

    Namun kawasan kota bawah seringkali dilanda banjir di sejumlah tempat, banjir ini

    disebabkan oleh luapan air laut (air rob atau air pasang) dan juga jika hujan turun dengan

    lebat. Oleh sebab itu masyarakat kota Semarang pun mau tidak mau harus menerima

    bahwa banjir merupakan masalah utama yang selalu dihadapi di kota Semarang.

    Sedangkan di sebelah Selatan merupakan dataran tinggi, yang dikenal dengan

    sebutan kota atas, di antaranya meliputi Kecamatan Candi, Mijen, Gunungpati,

  • 45

    Tembalang dan Banyumanik. Pusat pertumbuhan di kota atas merupakan pusat aktivitas

    dan aglomerasi penduduk yang pada akhirnya muncul menjadi kota kecil baru, seperti

    halnya di Semarang bagian atas di mana perkembangan sangat mencolok di daerah

    Banyumanik sebagai pusat aktivitas dan aglomerasi penduduk yang pada akhirnya

    menjadikan daerah ini cukup padat. Fasilitas umum dan sosial yang mendukung aktivitas

    penduduk dalam bekerja maupun sebagai tempat tinggal juga telah

    terpenuhi.Banyumanik saat ini menjadi pusat pertumbuhan baru di Semarang bagian atas,

    dikarenakan munculnya aglomerasi perumahan di daerah ini.Dahulunya Banyumanik

    hanya merupakan daerah sepi dan hanya sebagai tempat tinggal penduduk Semarang

    yang bekerja di Semarang bawah (hanya sebagai dormitory town).Namun saat ini daerah

    ini menjadi pusat aktivitas dan pertumbuhan baru di Kota Semarang, dengan dukungan

    infrastruktur jalan dan aksessibilitas yang terjangkau.Fasilitas perdagangan dan

    perumahan baru banyak bermunculan di daerah ini, dan juga fasilitas pendidikan baik

    negeri maupun swasta. Cepatnya pertumbuhan di daerah ini dikarenakan kondisi lahan di

    Semarang bawah sering terkena bencana rob atau banjir.1

    Gambar 3. 1. Peta Jawa Tengah

    1http://id.wikipedia.org/wiki/Kota Semarang, diakses hari Kamis, 20 September 2011, pukul 17.36 WIB.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Semarang

  • 46

    3. 1. 2. Demografi

    Meski berada di pulau Jawa, Kota Semarang tidak memiliki wajah homogenitas

    yang sangat kental.Memang secara demografi mayoritas penduduknya ber-etnis Jawa,

    tetapi terdapat sejumlah suku dari berbagai wilayah di Indonesia. Varian ini menunjukkan

    wajah demografi kota Semarang yang cukup heterogen. Hetoreginatas tersebut adalah

    konsekuensi dari dijadikannya Semarang sebagai salah satu pusat perdagangan dan

    industri pada zaman kolonial Belanda.

    Jumlah Penduduk Kota Semarang pada tahun 2006 (data terbaru dari BPS)

    sebesar 1.434.025 jiwa.Dengan jumlah tersebut Kota Semarang termasuk 5 besar

    Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Jawa Tengah.Jumlah

    penduduk pada tahun 2006 tersebut terdiri dari 711.761 penduduk laki-laki dan 722.264

    penduduk perempuan. Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan

    Semarang Selatan sebesar 14.470 orang per km2, sedangkan yang paling kecil adalah

    Kecamatan Mijen sebesar 786 orang per km2. Jumlah usia produktif cukup besar,

    mencapai 69.30% dari jumlah penduduk. Ini menunjukkan potensi tenaga kerja dan segi

    kuantitas amat besar, sehingga kebutuhan tenaga kerja bagi mereka yang tertarik

    menanamkan investasinya di sini tidak menjadi masalah lagi.Belum lagi penduduk dari

    daerah hinterlandnya.

    Sementara itu jika kita lihat mata pencaharian penduduk tersebut tersebar pada

    pegawai negeri, sektor industri, ABRI, petani, buruh tani, pengusaha; pedagang, angkutan

    dan selebihnya pensiunan. Dari aspek pendidikan dapat kita lihat, bahwa rata-rata anak

    usia sekolah di Kota Semarang dapat melanjutkan hingga batas wajar sembilan tahun,

    bahkan tidak sedikit yang lulus SLTA dan Sarjana. Meskipun masih ada sebagian yang

  • 47

    tidak mengenyam pendidikan formal, namun demikian dapat dicatat bahwa sejak tahun

    2003 penduduk Kota Semarang telah bebas dari 3 buta (buta aksara, buta angka dan buta

    pengetahuan dasar).

    Dengan komposisi struktur pendidikan demikian ini cukup mendukung

    perkembangan Kota Semarang, apalagi peningkatan kualitas penduduk yang selalu

    mendapat prioritas utama didalam upaya peningkatan kesejahteraan.Tingkat kepadatan

    penduduk memang belum merata. Penduduk lebih tersentral di pusat kota. Pertumbuhan

    penduduk rata-rata 1,43%/tahun. Ini berarti laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan,

    setidaknya terkendali dan kesejahteraan umum segera terealisasi.Sebuah komunitas

    Pecinan dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda hanya beberapa ratus meter dari

    GPIB Immanuel Semarang. Demikian juga komunitas Arab yang ditempatkan di sekitar

    wilayah pelabuhan.Selain Cina dan Arab, terdapat kelompok-kelompok Maluku,

    Minahasa, Timor, dan Batak yang dijadikan sebagai pegawai-pegawai pemerintah

    kolonial Belanda.Empat kelompok yang terakhir inilah yang menjadi tulang punggung

    GPIB Immanuel Semarang.2

    3. 1. 3. Gambaran Umum Jemaat GPIB Immanuel, Semarang

    Salah satu daya tarik Kota Semarang adalah kawasan Kota Lama. Sebuah

    kawasan yang letaknya tidak jauh dari jantung Kota Semarang, yang merupakan

    peninggalan atau warisan pemerintahan Kolonial Belanda, keberadaannya dahulu sebagai

    pusat kegiatan perdagangan, sekaligus merupakan pusat kegiatan City Center dari Kota

    Semarang. Kota Lama yang cukup luas ini terletak tidak jauh dari pasar Johar, yakni

    pasar tradisional terbesar di Kota Semarang. Kawasan Kota Lama didirikan dengan

    2 Arsip Laporan Vikariat Jemaat Immanuel Semarang tahun 2008.

  • 48

    bangunan yang memiliki arsitektur Kolonial yang spesifik, yang kaya akan urban heritage

    bisa dijadikan sebagai salah satu aset wisata budaya. Gereja Blenduk adalah salah satu

    bangunan kuno yang berdiri megah di antara bangunan arsitektur kolonial lainnya,

    bahkan sering dijuluki sebagai Tetengger atau Land Mark dari Kota Lama.Tidak salah

    lagi jikalau Gereja Blenduk mempunyai daya tarik baik dari segi sejarah maupun dari

    segi arsitektur bangunan yang unik dan anggun. Gereja Blenduk, atau lebih di kenal

    dengan sebutan GPIB Immanuel adalah gereja yang dibangun pada tahun 1753 oleh

    pemerintah Kolonial Belanda (sudah berusia 250 tahun). Hingga saat ini Gereja Blenduk

    sudah mengalami perubahan bentuk beberapa kali.Pada awalnya gereja yang dibangun

    tahun 1753 ini berbentuk rumah panggung Jawa, dengan atap yang sesuai dengan

    arsitektur Jawa, yaitu atap tajuk.Pada tahun 1787 rumah panggung tersebut mengalami

    perombakan total.Tujuh tahun berikutnya tepat pada tahun 1794, diadakan perubahan

    kembali berdasarkan bentuk dan ukurannya. Selanjutnya pada tahun 1894-1895, gereja

    ini direnovasi oleh HPA De Wilde dan W. Westmaas dengan pembaharuan bentuk,

    namun tidak mengubah desain secara keseluruhan sehingga dijumpai Gereja Blenduk

    seperti bentuknya yang sekarang ini, yaitu dengan dua buah menara jam Lonceng dan

    atap kubah. Saat ini gedung Gereja Blenduk berfungsi sebagai rumah ibadah jemaat

    Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) “Immanuel” Semarang.

    Dari segi arsitektur, Gereja Blenduk dibangun dua setengah abad yang lalu,

    desainnya yang bergaya Pseudo Barouque, gaya arsitektur Eropa dari abad 17-19 M

    justru tampil kontras, bentuknya pun lebih menonjol dibandingkan bangunan bersejarah

    disekitarnya. Lokasi bangunan ini berada di Jalan Letjend Suprapto No. 32 Kota Lama

    Semarang dan bernama Gereja GPIB jemaat Immanuel.Bangunan Gereja Blenduk

    memiliki keistimewaan yang unik, yaitu memiliki denah Octagonal (segi delapan

  • 49

    beraturan) dengan ruang induk terletak di pusat, sehingga dapat dikatakan bangunan

    memusat dengan model atap berbentuk kubah atau blenduk.Luas bangunan gereja sekitar

    400 meter persegi, bangunan gereja terdiri dari bangunan induk dan empat sayap

    bangunan.Ruang gereja terdiri dari ruang jemaat sebagai ruangan utama dan ruang

    konsistori.Atap bangunan yang berbentuk kubah ini serupa dengan kubah bangunan di

    Eropa pada abad ke 17-18 Masehi, mempunyai desain unik seperti kubah St. Paul’s karya

    Sir Christopher Wren (1675-1710 AD).Bentuk kubah seperti cembung kebawah inilah

    yang pada saat ini menjadi sangat populer, kemudian menjadi sebutan “Blenduk”.

    Beberapa bagian bangunan memiliki arsitektur yang khas dan hanya terdapat satu, karena

    dibuat secara spesifik khusus pada masanya, sehingga dapat dikatakan sebagai prasasti

    antara lain:

    - Tangga melingkar, sebuah tangga yang digunakan untuk menuju bagian tempat

    alat-alat musik. Tangga yang terbuat dari besi tempa berukir, pada anak tangga

    terdapat tulisan dalam Bahasa Belanda yang berbunyi “Plettriji Den Haag”.

    Kemungkinan besar adalah label merk dari perusahaan pembuatnya, sayang pada

    label ini tidak tercantum tahun pembuatannya.

    - Mimbar Gereja Blenduk memiliki keistimewaan konstruksi yang langka. Mimbar

    ini berposisi mengambang dari lantai, dan hanya disangga oleh tiang penyangga

    yang berbentuk segi delapan beraturan (Octagonal) berfungsi sebagai penyangga

    tunggal mimbar tersebut.

    - Orgel, sebuah alat musik dengan bentuk yang sangat indah yang memiliki asal

    suara berasal dari resonansi pipa-pipa oleh pompa udara, dibuat oleh P.

    Farwangler dan Hummer, merupakan orgel yang sangat antik, dan keberadaannya

  • 50

    hanya terdapat dua di Indonesia, salah satunya terdapat di Gereja GPIB Immanuel

    Gambir, Jakarta.

    - Lonceng Gereja, sebanyak tiga buah yang memiliki tiga ukuran berbeda (dua

    diantaranya hilang), pada tubuh lonceng terdapat logo perusahaan bertuliskan

    J.W. Stiegler-Semarang Anno 1703.

    - Interior berupa mebel asli yang saat ini masih dipertahankan bentuk dan kondisi

    fisiknya. Seperangkat karya peninggalan masa lampau yang sangat indah, antara

    lain: lampu gantung pada langit-langit kubah, bangku Jemaat dan Majelis yang

    berbahan dari kayu jati, kaca jendela mosaik dengan desain ornamen kuno.3

    Kini gereja tua ini merupakan bagian dari GPIB (Gereja Protestan di Indonesia

    Bagian Barat) dan juga salah satu dari empat gereja GPIB yang terdapat di kota

    Semarang (GPIB Efatha, GPIB Sion, GPIB Filadelfia, GPIB Immanuel). Sebagai sebuah

    bangunan tua, Gereja Blenduk sangat membutuhkan upaya pelestarian yang sungguh-

    sungguh. Disadari bahwa upaya pelestarian membutuhkan dana yang tidak sedikit, oleh

    karena itu untuk mewujudkan pelestarian ini tentu sangat memerlukan kepedulian dari

    berbagai pihak.

    Gambar 3. 2. Gereja Blenduk pada Era Kolonial

    3 Data lampiran pembinaan Majelis Jemaat periode 2012-2017.

  • 51

    Luas wilayah pelayanan GPIB Immanuel Semarang kurang lebih 354 Km2.

    Wilayah jemaat induk sebesar 251 Km2 sementara Pos Pelayanan dan Kesaksian (Pos

    Pelkes) Dempelrejo, 103 Km2. Wilayah Jemaat induk terbentar dari Genuk di wilayah

    Timur, Mangkang di Barat, sedangkan di wilayah Selatan berbatasan dengan GPIB Effata

    di daerah Candi, wilayah Utara langsung berbatasan dengan Pantai Utara Jawa.

    Daerah yang cukup luas ini terbagi dalam empat (4) Sektor pelayanan (lihat Peta)

    dan satu Pos Pelkes.Masing-masing Sektor dilayani oleh 4-11 Penatua/Diaken.Sedangkan

    Pos Pelkes Dempelrejo dilayani oleh 4 Penatua/Diaken.

    Tabel 3. 1. Peta Wilayah Pelayanan GPIB Immanuel Semarang

    Pendudukan Kota Semarang adalah pendudukan kota yang jenis pekerjaannya

    sangat variatif. Mulai dari pegawai negeri sampai pengemudi becak.Hal ini tergambar

    pula dalam “wajah” anggota jemaat GPIB Immanuel yang varian.Meskipun dimasukan

    dalam kategori jemaat besar, GPIB Immanuel Semarang bukan merupakan gereja yang

    GPIB

    Immanuel

    Semarang Sektor

    Pelayanan II Sektor

    Pelayanan

    III Sektor

    Pelayanan 1

    I

    Sektor

    Pelayanan

    IV

  • 52

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    350

    1st Qtr

    SD

    SMP

    SMA

    SMK

    S1

    S2

    besar secara kuantitas. Jumlah Kepala Keluarga hanya 237 KK. Total jiwa, baik yang

    dewasa maupun anak-akan adalah 718 jiwa.

    No Sektor Kepala Keluarga

    1. Sektor Pelayanan I 63 KK

    2. Sektor Pelayanan II 39 KK

    3. Sektor Pelayanan III 63 KK

    4. Sektor Pelayanan IV 51 KK

    5. Pospelkes Dempelrejo 21 KK

    Total 237 KK

    Tabel 3. 2. Jumlah Kepala Keluarga Per-Sektor

    Sebagai jemaat di wilayah kota tua, anggota jemaat GPIB Immanuel didominasi

    oleh orang tua atau keluarga di atas 50 tahun. Sebagai konsekuensi pegembangan,

    keluarga-keluarga muda lebih memilih membangun rumah di wilayah Selatan yang jarak

    tempuhnya antara 30-45 menit dari GPIB Immanuel Semarang.

    Tabel 3.3. Tingkat Pendidikan Warga Jemaat

    Salah satu hal yang menarik adalah hampir 40% keluarga GPIB Immanuel

    Semarang adalah hasil konversi ke dalam Kekristenan karena perkawinan.Beberapa di

  • 53

    antara mereka terpilih sebagai Majelis Jemaat, bahkan Pelaksana Harian Majelis Jemaat

    (PHMJ).

    Struktur organisasi GPIB Immanuel Semarang periode 2007-2012 adalah sebagai

    berikut :

    Ketua Majelis Jemaat : Pdt. Parlindungan Lumban Gaol, S. Th

    Ketua I : Pnt. Korlina Nainggolan, SE

    Ketua II : Pnt. Drs. Bharoto, M. Si

    Ketua III : Pnt. Anthony Masihoroe

    Ketua IV : Dkn. Ny. Melly Herawati

    Sekretaris : Dkn. Ny. Endang S. I. Busasa

    Sekretaris I : Pnt. Dra. Ch. Jetty Sukardja-Sijoen

    Bendahara : Dkn. Ny. Kartini Manorek, SE

    Bendahara I : Dkn. Martha Inneke Sipasulta, SE

    3. 1. 4. Sistem Kepemimpinan Jemaat

    Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) menganut sistem Presbiterial

    Sinodal. Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB No 1 Pasal 10 dan sesuai dengan

    Peraturan Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Semarang Nomor 1 Pasal

    6, Pimpinan Jemaat sepenuhnya berada ditangan Majelis Jemaat. Kepemimpinan bersifat

    kolektif, pengambilan keputusan dilaksanakan secara musyawarah untuk

    mufakat.Kepemimpinan bersifat melayani bukan untuk dilayani.

  • 54

    Adapun sistem kepemimpinan di GPIB Jemaat Immanuel Semarang dapat

    dijabarkan sebagai berikut :

    1. Majelis Jemaat

    Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Tahun 1996 Pasal 8, dan

    Peraturan Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 3 pasal 1, Majelis

    Jemaat adalah pemimpin dan pembina jemaat yang mempunyai tanggung jawab yang

    penting dalam kehidupan berjemaat. Atau dengan kata lain Majelis Jemaat adalah

    pimpinan GPIB di tingkat jemaat. Majelis Jemaat terdiri atas para pendeta yang

    ditempatkan oleh Majelis Sinode di jemaat, dan para penatua dan diaken yang dipilih

    oleh warga sidi jemaat menurut Peraturan Pemilihan Penatua dan Diaken serta ditetapkan

    oleh Majelis Sinode. Jumlah anggota Majelis Jemaat ditentukan oleh Majelis Jemaat

    menurut kebutuhan jemaat sesuai dengan Peraturan Pemilihan Penatua dan Diaken. Masa

    tugas anggota Majelis Jemaat ditetapkan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali.

    Majelis Jemaat diwakili oleh Ketua Majelis Jemaat dan Sekretaris Majelis Jemaat.

    2. Pelaksana Harian Majelis Jemaat

    Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Pasal 12 dan Peraturan

    Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 4 pasal 1, Pengurus Harian

    Majelis Jemaat disingkat PHMJ adalah wadah Majelis Jemaat yang bertugas mengelola

    kegiatan Majelis Jemaat sehari-hari dibidang Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian.

    PHMJ bertanggung jawab kepada Sidang Majelis Jemaat, PHMJ bertanggung jawab

    dalam semua kegiatan kedalam dan jeluar jemaat.PHMJ dipilih dari dan oleh anggota

    Majelis Jemaat melalui Sidang Majelis Jemaat, kecuali Ketua Majelis Jemaat yang adalah

    pendeta yang ditetapkan oleh Majelis Sinode.PHMJ terdiri dari sekurang-kurangnya

  • 55

    seorang Ketua, seorang Sekretaris, dan seorang Bendahara.Ketua Majelis Jemaat adalah

    Ketua PHMJ. Pelaksana Harian Majelis Jemaat terdiri dari :

    - Ketua : Seorang Pendeta/ Ketua Majelis Jemaat, membidangi

    ImanAjaran Ibadah (IAI), Gereja dan Masyarakat (GERMAS),

    dan Umum.

    - Ketua Bidang I : Seorang Pendeta jemaat/ Penatua/ Diaken, membidangi

    Pelayanan Kesaksian dan Lingkungan Hidup.

    - Ketua Bidang II : Seorang Pendeta jemaat/ Penatua/ Diaken, membidangi

    Organisasi dan Komunikasi (ORKOM), Penelitian dan

    Pengembangan (LITBANG), Pembinaan dan Pengembangan

    Sumber Daya Insani (PPSDI), dan Pendidikan.

    - Ketua Bidang III : Seorang Pendeta jemaat/ Penatua/ Diaken, membidangi Bidang

    Pelayanan Kategorial (BPK).

    - Ketua Bidang IV : Seorang Penatua/ Diaken, membidangi Daya dan Dana.

    - Sekretaris I : Seorang Penatua/ Diaken, membidangi distribusi informasi dan

    admintrasi serta pengintegrasian kesekretariatan lainnya.

    - Sekretaris II : Seorang Penatua/ Diaken, membidangi pengarsipan dan

    kesekretariatan lainnya.

    - Bendahara I : Seorang Penatua/ Diaken, membidangi pengelolaan anggaran

    dan keuangan.

  • 56

    - Bendahara II : Seorang Penatua/ Diaken, membidangi perbendaharaan dan

    pembukuan.

    3. Sidang Majelis Jemaat

    Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Pasal 15 dan Peraturan

    Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 2, Sidang Majelis Jemaat

    adalah pertemuan dan persekutuan anggota Majelis Jemaat untuk membicarakan,

    membahas dan memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan dan kebutuhan

    jemaat dalam terang firman Allah. Sidang Majelis Jemaat diadakan sekali setiap triwulan

    dan wajib dihadiri setiap anggota Majelis Jemaat.Sidang Istimewa Majelis jemaat dapat

    diadakan sewaktu-waktu bila dianggap perlu dan wajib dihadiri setiap anggota Majelis

    Jemaat.Undangan dan lampiran materi Sidang Majelis Jemaat disampaikan selambat-

    lambatnya 2 (dua) hari sebelum Sidang Majelis Jemaat. Peserta Sidang Majelis Jemaat

    adalah :

    a. Pendeta / Ketua Majelis Jemaat

    b. Penatua dan Diaken

    Dalam pembahasan hal-hal tertentu, Pelaksana Harian Majelis Jemaat dapat

    mengundang pengurus BPMJ, anggota BPPJ, para pendeta pelayanan umum yang

    berdomisili di wilayah GPIB Jemaat Immanuel, dan undangan lainnya yang dianggap

    perlu untuk menghadiri Sidang Majelis Jemaat dan kehadirannya adalah sebagai peninjau

    / undangan khusus.

  • 57

    4. Badan-badan Pembantu Majelis Jemaat

    Berdasarkan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Pasal 16, dan Peraturan

    Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 5 Pasal 1, Badan Pembantu

    Majelis Jemaat disingkat BPMJ, dalam penyelenggaraan pelayanan terhadap Jemaat dan

    demi tercapainya pelayanan secara menyeluruh dan merata, maka Majelis Jemaat dibantu

    oleh Badan-badan Pembantu Majelis Jemaat. Tugas dan tanggung jawab BPMJ adalah

    membantu Majelis Jemaat dalam memikirkan penjabaran kebijaksanaan dan perencanaan

    kegiatan menurut bidangnya meliputi:

    Bidang Pelayanan Kategorial (BPK)

    - Komisi-Komisi

    - Panitia-Panitia

    - Yayasan-Yayasan

    Yang disebut sebagai perangkat BPMJ sesuai dengan Peraturan Pokok Majelis

    Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 5 adalah:

    Bidang Pelayanan Kategorial :

    - Pelayanan Anak (PA)

    - Pelayanan Teruna (PT)

    - Gerakan Pemuda (GP)

    - Persekutuan Kaum Perempuan (PKP)

    - Persekutuan Kaum Bapak (PKB)

    Komisi:

    - Komisi Pelayanan dan Kesaksian

    - Komisi Diakonia

  • 58

    - Komisi Paduan Suara dan Musik Gerejawi

    - Komisi Pembinaan dan Pendidikan

    - Komisi Penelitian, Perencanaan dan Pengembangan

    - Komisi Dana dan Daya mencakup Urusan Pembangunan, Urusan Pendanaan dan

    Urusan Rumah Tangga

    - Komisi Persekutuan Doa

    Panitia

    Adalah Badan yang membantu Majelis Jemaat GPIB Immanuel untuk

    melaksanakan kegiatan jemaat.Panitia-panitia dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan

    dalam batas-batas kegiatan pelayanan tertentu.

    Dalam penatalayanan yang dilakukan di GPIB Jemaat Immanuel, semua bentuk

    pelayanan dilaksanakan sesuai dengan sistem kepemimpinan yang berlaku.Dengan sistem

    kepemimpinan yang ada GPIB Jemaat Immanuel telah mampu melaksanakan pelayanan

    dan kesaksian di tengah-tengah di jemaat dengan baik. Selain Majelis Jemaat, Pelaksana

    Harian Majelis Jemaat, Sidang Majelis Jemaat, dan Badan Pelaksana Majelis jemaat

    sebagai suatu kepemimpinan struktural di GPIB Jemaat Immanuel, ada pula komponen-

    komponen lain yang menjadi alat kelengkapan organisasi untuk menunjang pelayanan

    jemaat yaitu :

    5. Badan Pemeriksa Perbendaharaan Jemaat

    Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Pasal 18, dan Peraturan

    Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 7 Pasal 1, Badan Pemeriksa

    Perbendaharaan Jemaat disingkat BPPJ adalah suatu badan otonom yang bertanggung

    jawab kepada sidang Majelis jemaat dan berdomisili ditempat kedudukan Majelis Jemaat

  • 59

    GPIB Immanuel Semarang. Anggota Badan Pemeriksa Perbendaharaan Jemaat dipilih

    dari antara warga sidi jemaat yang terdaftar, dengan persyaratan yang sama dengan

    pemilihan anggota Majelis Jemaat.

    6.Pegawai/Karyawan Kantor Majelis Jemaat GPIB Immanuel Semarang

    Sesuai dengan Peraturan Pokok GPIB Nomor 1 Pasal 19, dan Peraturan

    Pelaksanaan Majelis Jemaat GPIB Jemaat Immanuel Nomor 8 Pasal 1,

    Pegawai/Karyawan adalah tenaga yang bekerja didalam lingkungan Kantor Majelis

    Jemaat setelah melalui proses penerimaan pegawai yang berlaku sesuai Tata Gereja

    GPIB. Pegawai/karyawan kantor Majelis Jemaat GPIB Immanuel Semarang terdiri dari:

    Pegawai Tetap : yang diangkat dengan Surat Keputusan Majelis Jemaat

    GPIB Immanuel Semarang.

    Pegawai Tidak Tetap : yang ditetapkan oleh Majelis Jemaat berdasarkan

    Perjanjian Kerja untuk masa tugas tertentu.

    Gambar 3. 3. Eksterior Gereja Blenduk Pada Saat Ini

  • 60

    Gambar 3. 4. Interior Bangunan Gereja Blenduk

    Gambar 3. 5. Mimbar Dalam Gereja Blenduk

    Komentar Peneliti: Gambar 3. 3 di atas merupakan bangunan Gereja

    Blenduk yang berdiri pada saat ini di Jalan Letjend Suprapto No. 32 Kota

    Lama Semarang, bangunan ini sudah beberapa kali mengalami renovasi

    baik itu tembok warna gedung yang dahulu berwarna krem sekarang

    diubah menjadi putih, menara jam bagian kanan gambar, kanopi gereja

    juga beberapa tempat yang ada disekitarnya. Gambar 3. 4. Merupakan

    gambar foto untuk bagian dalam dari bangunan gereja Blenduk. Sisi

    bangunan yang indah dan klasik dapat dilihat pada gambar foto ini. Selain

  • 61

    itu juga nampak mimbar gereja yang tepat berada di arah depan, dan

    disamping kanan mimbar merupakan tempat majelis bertugas pada hari

    Minggu, sedangkan disamping kiri mimbar dilihat dari foto merupakan

    tempat untuk paduan suara, baik paduan suara jemaat, PKB, PKP, Sektor,

    Gerakan Pemuda, Persekutuan Taruna, Persekutuan Anak, maupun paduan

    suara tamu dari gereja lain. Bagian kanan atas dapat dilihat orgel yakni

    sebuah alat musik dengan bentuk indah yang memiliki asal suara berasal

    dari resonansi pipa-pipa oleh pompa udara, ini merupakan orgel yang

    sangat antik, dan keberadaannya hanya terdapat dua di Indonesia, salah

    satunya terdapat di Gereja GPIB Immanuel Gambir, Jakarta.Namun

    sayang orgel yang terdapat di GPIB Immanuel Semarang, sudah tidak

    berfungsi lagi.

    3. 2. Persepsi Keluarga Kristen di Jemaat GPIB Immanuel, Semarang Tentang Nilai

    Keadilan

    3. 2. 1. Pentingnya Peran Orang Tua Memberi Contoh Dalam Penerapan

    Nilai Keadilan

    Dalam kehidupan berjemaattidak dapat dipungkiri bahwa keluarga merupakan

    komponen utama yang terdapat didalamnya. Sebagai unsur penting dalam kehidupan

    berjemaat, keluarga Kristen di sini merupakan tempat utama dalam pembentukan karakter

    pribadi seseorang yang dimulai sejak usia dini. Dalam kehidupan keluarga terdapat satu

    bentuk peran dan fungsi yang tentu harus dilakukan oleh suatu keluarga.Tugas dan

    tanggung jawab yang dipegang oleh orang tua inilah yang menjadi dasar dalam

    kehidupan keluarga. Dari orang tualah diwariskan segala ilmu, nilai hidup, keterampilan,

    dan kecerdasan yang diajarkan kepada anak-anak agar mereka dapat bertumbuh menjadi

    orang dewasa yang takut akan Tuhan. Sebagai pemberian Tuhan yang tidak ternilai

    harganya keluarga Kristenlah yang memegang peranan penting dalam pendidikan agama

    Kristen, bahkan lebih penting pula dari segala jalan lain yang dipakai gereja untuk

    pendidikan itu. Pendidikan agama merupakan satu hal yang menjadi dasar dalam

  • 62

    kehidupan saat ini, oleh karena itu pokok-pokok besar dari kepercayaan Kristen

    sebaiknya mulai dipelajari dan dikenal justru di dalam lingkungan keluarga Kristen.

    Mendidik dalam arti mengajarkan kepada anak-anak untuk dapat hidup sebagaimana

    orang Kristen merupakan hal pokok dan penting untuk dilakukan dalam kehidupan

    keluarga, dengan sendirinya hal ini akan dialami oleh anak-anak dalam hubungan rumah

    tangga.Hal ini disamakan karena manusia merupakan suatu makhluk yang senantiasa

    belajar dari hal-hal baru disekitarnya, maka disitulah pendidikan itu ada. Ada berbagai

    cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mendidik dan mengajar anak-anak dalam

    kehidupan keluarga, namun jauh dari pada segala teori-teori yang ada dalam dunia

    pendidikan dapat dilihat bahwa peran orang tualah yang paling penting dalam

    memberikan teladan ditengah kehidupan keluarga dan merupakan suatu hal yang tidak

    dapat diduakan. Ini terjadi karena setiap tutur kata, tindakan, perbuatan yang ditunjukan

    oleh orang tua merupakan satu bentuk gambaran yang pada akhirnya akan menjadi

    teladan dan contoh bagi anak-anak mereka. Apa yang sudah mereka lakukan, apa yang

    sudah mereka perbuat terlebih apa yang sudah mereka tunjukkan itulah yang akan

    menentukan seorang anak untuk dapat menjadikan orang tuanya sebagai contoh dalam

    kehidupannya kelak. Hal ini merupakan satu bentuk proses sosialisasi yang tidak

    disengaja dilakukan dalam kehidupan keluarga, oleh karena ini terjadi dengan sendirinya

    tanpa disadari oleh orang tua maupun anak.

    Berdasarkan hasil pengamatan partisipatif yang sudah dilakukan oleh penulis

    ketika turun langsung dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel, Semarang.

    Maka diperoleh beberapa informasi menarik yang membawa pada suatu pemahaman,

    bahwa apa yang sudah diperbuat dan dilakukan oleh orang tua itu dapat menjadi teladan

  • 63

    dan contoh bagi anak-anak mereka dalam kehidupan keluarga. Seperti halnya nilai-nilai

    Kristiani, terlebih khusus nilai keadilan yang terdapat dalam kehidupan keluarga.Teladan

    yang sudah diberikan oleh orang tua inilah pada akhirnya membawa pemahaman baru

    dalam kehidupan keluarga, terlebih dalam diri anak-anak ketika melihat dan mencontoh

    sikap, perilaku, dan tutur kata yang sudah ditunjukkan oleh orang tua mereka. Bagaimana

    cara agar nilai keadilan sebagai nilai dasar dalam keluarga ini diwujudnyatakan dan

    diterapkan dalam kehidupan keluarga mereka,di sini cara untuk dapat menerapkan nilai

    keadilan dalam keluarga adalah melalui contoh yang diperlihatkan oleh orang tua kepada

    anak-anaknya, ataupun terhadap sesama anggota keluarga.

    Dalam hasil wawancara menurut pendapat salah satu orang tuayaitu saudara CT,

    ia mengemukakan bahwa:

    “Dalam keluarga pengertian-pengertian yang sudah diberikan, komunikasi antar

    anggota keluarga, bagaimana mengajarkannya di sini melalui contoh diri kita

    sendiri sebagai orang tua kepada anak-anak.”4

    Begitu pula halnya dengan saudari MIS sebagai seorang anak yang menuturkan

    demikian:

    “Menurut saya tanggung jawab sebagai orang tua sangat penting, dan semuanya

    berasal dari orang tua, orang tua tetap sebagai patokan. Yang jelas orang tua

    memegang peranan penting dalam menerapkan nilai-nilai keadilan, kembali lagi

    dalam hubungan keluarga. Bagaimana orang tua dapat memberikan contoh,

    karena apa yang aku lihat, aku rasakan, yang aku lakukan ya itu dari orang tua,

    buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Seperti itu menurut saya.”5

    4Hasil Wawancara dengan saudara CT (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 07/09/12, pukul 15.10-15-55

    WIB. 5 Hasil Wawancara dengan saudari MIS (Majelis Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 07/09/12, pukul

    15.10-15-55 WIB.

  • 64

    Gambar 3. 6. Saudari MIS berpendapat orang tua sebagai contoh dalam keluarga

    Komentar Peneliti: Dalam gambar foto di atas dapat dilihat saudari IMS sedang

    memberi penjelasan tentang pentingnya peran orang tua memberikan contoh

    dalam penerapan nilai keadilan.

    Mengenai penerapan nilai keadilan dan pentingnya pendidikan dalam kehidupan

    keluarga, saudari KS sebagai orang tua, mengatakan:

    “Keadilan sebagai satu bentuk keseimbangan yang ada dalam kehidupan keluarga

    diterapkan melalui teladan yang diberikan orangtua, doa sebagai suatu usaha

    dalam menerapkan keadilan, juga pengertian dan kepekaan dalam pribadi masing-

    masing anggota keluarga terlebih dalam hal mengkomunikasikan keadilan

    tersebut.”6

    Menanggapi penerapan keadilan dalam kehidupan keluarga, saudari IMS sebagai

    orang tua mengungkapkan:

    6 Hasil Wawancara dengan saudari KS (Majelis Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 08/09/12, pukul 20.30-

    21.20 WIB.

  • 65

    “Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga harus diterapkan dengan tanggung

    jawab mendidik sebagai bentuk terimakasih dan ucapan syukur kepada Tuhan

    terlebih ketika menerapkan nilai keadilan di dalam hubungan keluarga.”7

    Ada pun saudara WP sebagai orang tua yang mengatakan: “Pendidikan dalam

    keluarga tentu sangat penting karena didalamnya terdapat belajar mengajar baik melalui

    tingkah laku, perkataan, sikap, tindakan.”8

    Lain hal dengan yang diutarakan oleh saudari IMS dan saudara WP, saudari ACH

    sebagai orang tua berpendapat lain dalam hal ini, ia mengatakan:

    “Pendidikan dalam keluarga sangat penting agar anak-anak dapat hidup dengan

    baik, sebagai dasar dari keluarga, dan ini sebagai tugas penting yang harus

    diperhatikan oleh orang tua dengan interaksi dan komunikasi didalamnya.”9

    Menanggapi pertanyaan mengenai pemahaman dan penerapan pendidikan dalam

    mewujudnyatakan nilai keadilan saudari MS sebagai seorang anak mengutarakan dengan

    memberi suatu contoh:

    “Menurut saya pendidikan dalam keluarga sangat penting, soalnya ini merupakan

    proses awal kita belajar akan segala sesuatu hal. Contohnya kalau orang tua kita

    tingkah lakunya tidak baik, itulah yang pada akhirnya akan dicontoh oleh kita

    sebagai anak-anak kelak. Orang tuaku saja sudah berbuat tidak baik, jadi ya buat

    apa aku harus berbuat baik atau pun orang tua dalam keluarga yang sering

    berkelahi, ini kan satu bentuk contoh yang diperlihatkan, di mana saya sebagai

    anak-anak ya belajar, meniru apa yang sudah orang tua saya tunjukan.”10

    Pengertian-pengertian yang sudah diberikan oleh orang tua di sini merupakan

    suatu bentuk proses pendidikan dalam memberi pengajaran kepada anak-anak melalui

    7 Hasil Wawancara dengan saudari IMS (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 15/09/12, pukul 13.30-14.05

    WIB. 8 Hasil Wawancara dengan saudara WP (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 04/09/12, pukul 16.30-17.15

    WIB. 9 Hasil Wawancara dengan saudara ACH (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 07/09/12, pukul 14.10-14.50

    WIB. 10

    Hasil Wawancara dengan saudari MS (jemaat GPIB Immanuel Semarang), 27/10/12, pukul 20.30-20.45

    WIB.

  • 66

    contoh yang sudah ditunjukan dalam diri mereka. Hal ini merupakan salah satu ungkapan

    yang menjadi informasi penting bagi penulis dalam memperoleh suatu pemahaman

    tentang bagaimana nilai keadilan diterapkan dalam kehidupan keluarga. Dari apa yang

    sudah dicontohkan inilah seseorang dalam lingkup keluarga mampu melihat juga meniru

    apa yang menjadi teladan bagi diri mereka, khususnya pribadi anak-anak dalam melihat

    orang tua mereka. Suatu penerapan berupa contoh dan teladan inilah yang disadari dan

    dilakukan dalam kehidupan keluarga oleh para orang tua pada umumnya di lingkup

    Jemaat Immanuel, Semarang.Mulai dari kehidupan keluarga semua itu diprioritaskan agar

    pada nantinya ketika menghadapi kehidupan yang lebih luas baik dalam jemaat, dalam

    pekerjaan, dalam masyarakat, itulah yang akan menjadi bekal bagi anak-anak dalam

    kehidupan mereka. Pendidikan sebagai satu hal yang melekat dalam kehidupan keluarga

    tentunya harus mendapatkan perhatian selain contoh dan teladan yang sudah diberikan

    oleh orang tua dalam menerapkan nilai keadilan, oleh karena pendidikan merupakan

    bentuk pengajaran yang dilakukan dalam kehidupan keluarga. Tidak hanya kepada anak-

    anak melainkan orang tua juga belajar dari apa yang dijumpai dalam kehidupan keluarga

    tersebut. Bertolak dari ringkasan wawancara di atas, penulis mencoba melakukan analisa

    terhadap teori pendidikan yang dipaparkan oleh Cremin yang mengemukakan bahwa:

    “Pendidikan sebagai usaha yang sadar dimana terdapat kesengajaan, sistematis

    dan berkesinambungan untuk mewariskan, membangkitkan atau memperoleh baik

    pengetahuan, sikap, nilai, keterampilan atau kepekaan, maupun hasil apa pun dari

    usaha tersebut.”

    Beranjak dari pendapat Cremin, Whitehead berpendapat bahwa:

  • 67

    “Pendidikan sebagai bimbingan kepada individu menuju pemahaman dari seni

    kehidupan yakni, pencapaian paling lengkap dari berbagai aktifitas yang

    menyatakan potensi dari makhluk hidup berhadapan dengan lingkungan aktual.”11

    Penulis sependapat dengan teori di atas oleh sebab apa yang menjadi tujuan dalam

    pendidikan, itu juga merupakan dasar dalam pelaksanaan pendidikan agama Kristen

    dalam keluarga Kristiani sebagai persekutuan Kristen dan komunitas Kristen.

    Berdasarkan analisa yang sudah dilakukan oleh penulis, dapat dipahami bahwa

    pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan keluarga yang di dalamnya anak-

    anak maupun pribadi dalam keluarga tersebut memperoleh pengetahuan, pemahaman,

    sikap, nilai dari kehidupan yang sudah diwariskan untuk pembentukan kepribadian dan

    karakter terlebih menjadi bekal dalam kehidupan di masa mendatang. Dari sinilah penulis

    memperoleh suatu pemahaman berdasarkan analisa hasil wawancara dan teori yang

    memperkuat bahwa, nilai keadilan yang ada dalam kehidupan keluarga Kristen

    diterapkan melalui pendidikan yang sudah diterima dalam diri seseorang, juga melalui

    contoh dan teladan yang ditunjukan oleh orang tua dengan mensosialisasikannya dalam

    kehidupan keluarga terlebih kepada anak-anak mereka yang dilakukan secara sadar dan

    disengaja. Sama halnya dengan ungkapan Suharti:

    “Orang tua dalam sebuah keluarga haruslah memiliki keutamaan dalam hak dan

    kewajiban untuk mendidik anak-anak. Arti kata mendidik adalah membantu

    dengan sengaja dari pertumbuhan anak dalam mencapai kedewasaan.”12

    Kedewasaan yang dimaksudkan di sini adalah kedewasaan baik jasmani maupun

    rohani dalam keluarga tersebut sebagai persekutuan Kristiani yang beriman.

    11

    Dalam Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), hal 16. 12

    R. I. Suharti C. Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Kristen, (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1990),

    hal 5.

  • 68

    Selain hal di atas penulis juga berpendapat bahwa dalam menerapkan nilai

    keadilan di kehidupan keluarga, juga dibutuhkan satu bentuk proses penyesuaian diri di

    dalamnya. Bertolak dari teori proses sosialisasi dalam pendidikan agama Kristen yang

    dipaparkan oleh Groome, penulis di sini mencoba melakukan analisa dalam karakteristik

    cara menerapkan nilai keadilan, di mana orang tua melalui contoh dalam dirinya berusaha

    untuk menerapkannya dalam kehidupan keluarga. Hal inilah yang juga dikemukakan oleh

    Groome, sosialisasi sebagai proses dalam membentuk identitas manusia dalamnya harus

    mendapatkan perhatian yang utama dan proses ini harus terjadi secara sadar dan

    sengaja.13

    Penulis setuju dengan proses sosialisasi sebagai suatu proses dalam menerapkan

    nilai keadilan. Menurut penulis, contoh yang sudah diberikan oleh orang tua merupakan

    satu bentuk usaha secara sadar dan disengaja untuk dapat menerapkan nilai keadilan

    dalam kehidupan keluarga. Usaha secara sadar dan sistematis inilah yang pada akhirnya

    akan membuahkan hasil, di mana anak-anak belajar melalui contoh yang sudah diberikan

    dan kemudian mereka memahami juga melakukannya dalam kehidupan mereka.

    Keluarga Kristen yang sadar akan tugas dan tanggung jawab mendidik tentu akan

    melakukannya dalam kehidupan keluarga mereka, oleh karena pendidikan di sini menjadi

    suatu hal yang penting dalam kehidupan keluarga. Oleh sebab itu orang tua mempunyai

    tugas penting yang seharusnya dapat membimbing anak-anak mereka dengan baik. Orang

    tua sebagai pendidik dalam keluarga tentu juga ikut belajar dan mengembangkan diri

    melalui pengalaman yang sudah dimiliki. Peran orang tua sebagai pendidik utama dalam

    keluarga ini hendaknya dilaksanakan sebagai tanggung jawab kepada Tuhan. Menurut

    13

    Dalam N. K. Atmadja Hadinoto, Dialog Dan Edukasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), hal 186-189.

  • 69

    penulis, dengan motivasi seperti ini orang tua seharusnya dapat menjalankan peran

    seutuhnya sebagai pendidik dan peserta didik, terutama ketika menerapkan nilai keadilan

    dalam contoh yang sudah diperlihatkan.

    Gambar 3. 7. Ibadah Persekutuan Anak yang dilakukan di ruang Pastori

    Komentar Peneliti: Gambar ini merupakan bentuk Persekutuan Anak yang

    dilakukan di Rumah Pastori gereja pada hari Minggu 07 September 2012. Dalam

    gambar foto di atas dapat dilihat beberapa ibu dan bapak ikut menemani anak-

    anak mereka dalam ibadah Persekutuan Anak. Namun penulis berpendapat lain

    dalam hal ini, penulis lebih melihat bahwa peran pendampingan yang dilakukan

    orang tua di sini sangatlah kurang maksimal, ini dikarenakan para orang tua yang

    terkadang hanya duduk-duduk saja ataupun sibuk bermain handphone maupun

    berbicara dengan orang tua yang lain dari pada lebih mengarahkan anak-anak

    mereka dalam ibadah. Akibatnya anak-anak pun ada yang ngobrol sendiri dengan

  • 70

    temannya, bahkan ada yang berlarian bersama temannya di saat ibadah

    Persekutuan Anak berlangsung. Penulis juga melihat bahwa kurangnya jumlah

    guru pengajar, ketrampilan yang di miliki dan persiapan yang mereka lakukan

    sebelum mengajar di Persekutuan Anak. Guru-guru pengajar dalam hal ini banyak

    didominasi oleh anggota gerakan pemuda yang ikut serta dalam ibadah

    persekutuan anak setiap hari Minggu pukul 09.00 WIB-selesai.

    3.2. 2. Keadilan Sebagai Nilai Yang Sudah Dilakukan Namun Belum

    Maksimal

    Keadilan sebagai nilai dasar dalam kehidupan keluarga Kristen rupanya perlu

    mendapat perhatian lebih agar dalam hubungan keluarga, terlebih antara relasi sesama

    anggota keluarga senantiasa merasakan adanya keseimbangan antara satu dengan

    lainnya.Keseimbangan di sini dalam artian agar dalam keluarga tersebut selalu dijumpai

    satu bentuk sifat adil di dalamnya.Sebagai konsep yang menunjuk pada suatu relasi, relasi

    yang mencakup keseluruhan hidup antara Allah, manusia dan seluruh ciptaan-Nya.Relasi

    di sini bukan saja secara tehnis-mekanis, tetapi relasi juga sebagai nilai, makna yang

    harus dihargai, dihormati dan diakui.14

    Dari relasi inilah orang dapat mengetahui dan

    mengenal bahwa ada nilai yang substansial dan patut dihargai karena memberi

    pemaknaan pada kehidupan. Selain relasi, keadilan juga berhubungan erat dengan tingkah

    laku yang dapat diterima dalam sebuah keluarga, yang menjamin rasa percaya satu sama

    lain dan tidak dapat dinilai dengan materi tetapi dengan hati nurani manusia.15

    Sangat

    14

    Al. Andang L. Binawan, Keadilan sosial Upaya Mencari Makna Kesejahteraan Bersama di Indonesia,

    (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004), hal 237. 15

    Ibid hal 237.

  • 71

    jelas dipahami bahwa keadilan merupakansatu bentuk kehidupan bersama yang seimbang

    dalam kepelbagaian antara satu dengan yang lain.

    Dalam hasil wawancara menurut pendapat salah satu anggota jemaat yakni

    saudari MSS sebagai orang tua, yang menuturkan: “Menurut saya keadilan

    merupakansuatu sikap yang tidak membeda-bedakan atau dalamnya tidak ada satu bentuk

    pilih kasih.”16

    Begitu pula dengan pendapat saudara CT sebagai orang tua yang mengatakan:

    “Bagi saya keadilan sebagai bentuk sifat tidak pilih kasih, semuanya harus sama dan

    harus seimbang.”17

    Lain hal dengan pendapat yang sudah diungkapkan oleh saudari MSS dan saudara

    CT sebagai orang tua. Saudari MS sebagai seorang anak mengutarakan dengan

    memberikan contoh bahwa:

    “Keadilan di sini harus sama rata dari apa yang diperoleh dan harus sesuai dengan

    porsi dan kebutuhan masing-masing, sebagai contoh yang ada dalam keluarga

    “kalau mama bawa makanan dari luar untuk dimakan bersama-sama dirumah, di

    sini mama selalu membagi rata makanan itu, jadi ya tidak ada yang dapat banyak

    dan tidak ada yang sedikit porsinya.Jadi adil di sini harus sama rata sesuai dengan

    porsi masing-masing dan ini pun sudah diterapkan dalam keluarga mulai dari

    contoh yang diberikan oleh orang tua, karena mereka kan orang yang paling dekat

    dengan kita.”18

    Gambar 3. 8. Wawancara saudari MS dan MPS dalam hubungan kakak beradik

    16

    Hasil Wawancara dengan saudari MSS (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00

    WIB. 17

    Hasil Wawancara dengan saudari CT (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 07/09/12, pukul 15.10-

    15.55WIB. 18

    Hasil Wawancara dengan saudari MS (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 27/10/12, pukul 20.30-20.45

    WIB.

  • 72

    Komentar Peneliti: Dalam gambar foto di atas saudari MS dan saudara MPS

    merupakan kakak beradik dalam satu keluarga di Jemaat Immanuel, Semarang.

    keduanya memberi penjelasan tentang pentingnya peran orang tua memberikan

    contoh dalam penerapan nilai keadilan yang harus sama rata dari apa yang

    diperoleh dan harus sesuai dengan porsi dan kebutuhan masing-masing pribadi.

    Demikianlah dapat dimengerti bahwa dalam kehidupan suatu keluarga harus

    terdapat keseimbangan maupun relasi yang harmonis di dalamnya agar setiap pribadi

    anggota keluarga turut merasakan kesamaan sesuai dengan hak yang dimilikinya, begitu

    pula dalam hubungan antar anggota keluarga sebagai persekutuan yang dikuduskan oleh

    cinta kasih Kristus.Apabila hal ini sudah ada dan terdapat dalam kehidupan keluarga,

    maka dapat dikatakan bahwa keluarga tersebut sudah menjalankan fungsi-fungsi yang

    terdapat dalam kehidupan keluarga dengan baik.Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa

    tugas dan tanggung jawab orang tua sebagai guru utama dalam mengajar dan mendidik di

    sini merupakan suatu hal yang sering kali tidak disadari dengan baik oleh para orang

    tua.Dapat dilihat bahwa, masih banyak kehidupan keluarga Kristen yang ada pada saat ini

    kurang menunjukan diri mereka sebagai pribadi Kristen yang senantiasa melakukan

    ajaran Kristiani dalam kehidupannya.Keadilan sebagai salah satu nilai yang terdapat

    dalam kehidupan manusia merupakan nilai yang mungkin kurang mendapatkan perhatian

  • 73

    yang lebih dilingkup keluarga. Keadilan sebagai satu bentuk kehidupan bersama dalam

    kepelbagaian antara satu dengan yang lain di lingkup keluarga tentu harus dapat

    dilakukan secara seimbang oleh sebab hal ini merupakan prinsip dasar yang berasal dari

    Allah, di mana keadilan dapat dipahami sebagai cara Allah berada dan bertindak.

    Keadilan ilahi yang berasal dari Allah menyuguhkan kita cita-cita untuk dapat melakukan

    sesuatu yang lebih, dengan kata lain keadilan ilahi adalah keadilan yang tanpa takaran,

    yakni keadilan yang berkemurahan hati dan keadilan yang berlimpah dan dianugerahkan

    Allah sebagai sesuatu yang harus dilakukan.

    Pada proses pengumpulan data berdasar hasil pengamatan partisipatif yang sudah

    dilakukan penulis ketika turun langsung dalam proses penelitian di GPIB Jemaat

    Immanuel Semarang, maka diperoleh beberapa informasi menarik yang membawa suatu

    pemahaman bahwa keadilan di sini sebagai nilai yang sudah dilakukan dalam kehidupan

    keluarga Kristen di Jemaat Immanuel. Namun dari apa yang sudah mereka lakukan dan

    terapkan dalam kehidupan keluarga rupanya belum dilakukan sepenuhnya dengan

    maksimal. Ini dapat dimengerti, bahwa nilai keadilan dalam kehidupan keluarga

    merupakan nilai yang kadangkala kurang mendapatkan perhatian lebih dalam hubungan

    keluarga di mana jemaat berpendapat keadilan dalam keluarga sebagai sifat yang tidak

    pilih kasih terhadap anak-anak, tidak ada saling membeda-bedakan antara satu dengan

    yang lain, melainkan harus sama dan seimbang dalam perlakuannya. Apabila berbicara

    tentang keadilan dalam keluarga pastilah sedapat dan sebisa mungkin hal ini

    diwujudnyatakan, namun keadilan di sini juga harus melihat bagaimana porsi dan

    kebutuhan yang diberikan dalam kehidupan keluarga.Seperti yang dituturkan oleh saudari

    E sebagai orang tua, menurutnya:

  • 74

    “Keadilan itu sudah dilakukan dalam kehidupan keluarga, tapi di sini porsi

    seseorang itu berbeda-beda.bukan berarti kalau keadilan itu harus sama terus tidak

    begitu juga. Tidak ada yang merasa dirugikan atau dilebihkan, melainkan keadilan

    di sini tetap diterapkan dengan pengertian tadi, agar antara hubungan keluarga

    merasa saling diperhatikan.Kembali lagi kepada porsi atau kebutuhannya masing-

    masing dan juga pengertian yang diberikan di sini sangatlah penting”.19

    Berdasarkan pemahaman seperti ini, jelas bahwa nilai keadilan dalam keluarga

    tentu harus diterapkan.Tetapi juga perlu melihat berbagai aspek di dalamnya dan

    mempertimbangkannya sesuai dengan porsi dan kebutuhan yang diberikan agar dalam

    hubungan anggota keluarga tidak terkesan pilih kasih atau berat sebelah, melainkan

    semuanya adil dan sesuai dengan porsinya masing-masing.Bagaimana caranya agar

    antara anak-anak maupun orang tua tidak ada perasaan iri, cemburu, atau sifat lebih

    dipentingkan.

    Seperti yang dituturkan oleh saudara FO sebagai orang tua, menurutnya:

    “Keadilan itu sudah diterapkan dalam kehidupan keluarga, namun kadang-kadang

    tidak 100% (seratus persen) hal ini diterapkan, kita kan juga harus melihat

    kemampuan, situasi, kondisi, dan yang penting kita harus melihat keadaan yang

    ada pada saat itu.”20

    Keadilan yang bersifat relatif sebagai suatu nilai yang sudah dilakukan, walaupun

    belum sepenuhnya diterapkandalam kehidupan jemaat Immanuel Semarang tentu juga

    harus mempertimbangkannya dengan pengertian, pengarahan dan contoh yang sudah

    diberikan oleh orang tua untuk dapat mengatur dan mengkoordinasikan segala sesuatu

    yang dibutuhkan sesuai dengan situasi, keadaan dan kemampuan yang diberikan dengan

    baik agar tidak terkesan lebih berpihak kepada satu hal.

    19

    Hasil Wawancara dengan saudari E (Majelis Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 14/09/12, pukul 14.00-

    14.25 WIB. 20

    Hasil Wawancara dengan saudara FO (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 07/09/2012, pukul 14.10-

    14.50 WIB.

  • 75

    Dalam hasil wawancara menurut pendapat saudaraPL sebagai seorang pendeta

    sekaligus orang tua, ia mengemukakan bahwa:

    “Keadilan sebagai kebenaran yang berasal dari Tuhan yang dalamnya

    harusterdapat keseimbangan baik dalam perlakuan, perhatian, pekerjaaan,

    keluarga dan gereja.Dapat dikatakan Keadilan bersifat relatif, oleh sebabnya

    memberlakukan keadilan harus tepat sesuai dengan waktu dan akal budi yang

    sudah Tuhan berikan.”21

    Demikian halnya yang juga diungkapkan oleh saudari RG sebagai orang tua yang

    mengutarakan: “Keadilan diterapkan melalui pengarahan yang diberikan oleh orang tua

    dengan penuh tanggung jawab juga dalam doa.”22

    Berdasarkan hasil wawancara yang sudah diperoleh dapat diringkas bahwa, satu

    bentuk pengertian dan pengarahan yang diberikan oleh orang tua merupakan

    tugastanggung jawabuntuk dapat memberlakukan keadilan dalam kehidupan

    keluarga,walaupun hal ini belum diperhatikan dan diterapkan sepenuhnya. Akan tetapi

    keadilan di sini selalu diusahakan dan sudah dilakukan agar sedapat mungkin hadir

    ditengah kehidupan keluarga, baik kesesama anggota keluarga maupun ketika ada dalam

    kehidupan yang lebih luas.Berdasar ringkasan wawancara diatas, penulis di sini mencoba

    melakukan analisa terhadap teori Keadilan menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,

    di mana keadilan menurut Perjanjian Lama merupakan perwujudan dari Allah sendiri

    melalui perbuatan kasih dan tindakan penyelamatan terhadap mereka yang miskin, lemah,

    tertindas dan menderita. Dapat dipahami bahwa Allah dalam cinta dan belas kasihnya

    yang telah menyelamatkan semua orang tanpa terkecuali melalui Tuhan Yesus Kristus

    yang melebihi arti umum keadilan dalam pemahaman sehari-hari (memberi orang apa

    21

    Hasil Wawancara dengan saudara PL (Ketua Majelis Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 16/09/2012,

    pukul 19.00-20.45 WIB. 22

    Hasil Wawancara dengan saudari RG (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 08/09/2012, pukul 18.30-

    19.00 WIB.

  • 76

    yang menjadi haknya, menghukum orang setimpal dengan kesalahannya). Sedangkan

    dalam Perjanjian Baru “Keadilan Allah”Dikaiosune,23

    itu adalah “Kuasa Allah yang

    menyelamatkan”. Berdasarkan hal ini, kebenaran Allah dapat dipahami sebagai keadilan

    yang membenarkan semua orang berdosa.24

    Dari analisa hasil wawancara yang sudah

    dilakukan, penulis hendak memperkuat hasil wawancara dengan teori keadilan yang

    dipaparkan menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan membawa suatu

    pemahaman bahwa keadilan sebagai kebenaran Allah yang membenarkan semua orang

    berdosa juga sebagai kuasa Allah yang menyelamatkan hanya diwujudkan oleh Allah

    sendiri dan ini harus diterapkan dalam kehidupan keluarga sesuai dengan waktu dan akal

    budi yang sudah Tuhan karuniakan, agar keadilan seluruhnya tetap dirasakan dan

    dimaksimalkan penerapannya dalam kehidupan keluarga.

    3. 2. 3. Penerapan Keadilan Dalam Keluarga PerluDikelola

    Keluarga Kristen yang dapat dipahami sebagai bentuk dari gereja kecil atau gereja

    rumah tangga memiliki pengertian bahwa keluarga sebagai persekutuan kecil dalam

    ikatan rumah tangga harus mampu memperlihatkan satu bentuk kehidupan yang saling

    mengembangkan, memelihara dan mencintai dalam hubungan antar anggota

    keluarga.Oleh sebab itu, anggapan keluarga sebagai gereja mini atau gereja rumah tangga

    di sini pun mendapatkan respon positif dari pemahaman jemaat Immanuel. Jemaat

    sependapat akan hal ini karena mereka menganggap bahwa keluarga Kristen seharusnya

    mampu mencerminkan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Kristiani di mana Allah

    selalu bertindak dalam perbuatan kasih setia-Nya.

    23

    LAI menerjemahkan Dikaiosune itu dengan “kebenaran”. 24

    Lihat Roma 3:21-31;4:5.

  • 77

    Seperti yang dituturkan dalam hasil wawancara oleh saudari RG sebagai orang

    tua:

    “Menurut saya didalam keluarga, persekutuan antara suami, isteri, dan anak-anak

    itu suatu wujud persekutuan kecil di mana keluarga itu disebut gereja mini, dan

    setiap orang yang dalam hal ini keluarga dan anggota keluarga melakukan

    persekutuan, dalam artian persekutuan kecil yang dilakukan oleh keluarga selain

    daripada persekutuan yang ada dalam gereja.”25

    Anggapan Jemaat yang memandang keluarga sebagai gereja mini atau gereja

    rumah tangga yang dalamnya terdapat persekutuan kecil antara setiap anggota keluarga

    tentu harus memiliki hubungan kasih di dalamnya. Merespon hal ini pun, setiap jemaat

    memiliki pemahaman yang beragam pula. Seperti yang diutarakan oleh saudari SS

    sebagai orang tua, yang mengutarakan:

    “Kalau menurut saya anggapan ini benar, karena di dalam keluarga ada

    persekutuan kecil, yang di dalamnya kita bersama-sama berdoa, kita bersama-

    sama bersekutu dalam ibadah kecil, kita juga sudah diberi buku tuntunan

    renungan harian, jadi bisa digunakan sebagai makanan rohani sehari-hari dalam

    keluarga dalam persekutuan kecil antara orang tua dan anak. Jadi memang benar

    kalau keluarga itu sebagai gereja kecil.”26

    Adapun yang dikemukakan oleh saudara R sebagai seorang anak mengemukakan

    pendapatnya bahwa: “Keluarga Kristen merupakan persekutuan yang mampu hidup

    sejalan pada firman Tuhan sebagai bagian dari gereja.”27

    25

    Hasil Wawancara dengan saudari RG (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00

    WIB. 26

    Hasil Wawancara dengan saudari MSS (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00

    WIB. 27

    Hasil Wawancara dengan saudari R (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00

    WIB.

  • 78

    Lain daripada pemahaman di atas saudari ISM sebagai orang tua yang

    berpendapat bahwa:

    “Keluarga sebagai cerminan dari gereja kecil istilahnya seperti wadah yang telah

    disatukan Tuhan, dua orang yang sudah disatukan Tuhan, di mana keluarga

    merupakan tempat untuk berkomunikasi, pertamanya berkomunikasi dengan

    Tuhan, dapat dikatakan sebagai tempat untuk menyalurkan segala sesuatu dengan

    apa yang telah disatukan Tuhan, didalamnya terdapat ayah, ibu anak.”28

    Demikian halnya yang diutarakan AH sebagai seorang anak dalam hasil

    wawancara yang berpendapat bahwa:

    “Kalau menurut saya memang benar ada pemahaman bahwa keluarga itu sebagai

    gereja mini. Tetapi saya beranggapan selain gereja mini keluarga itu menurut saya

    ibaratnya seperti tubuh yang terdiri dari anggota tubuh yang lain, tangan, kaki,

    mata, hidung, mulut, semuanya harus bekerja bersama-sama. Apabila tidak ada

    kerja sama mungkin dapat dikatakan keluarga tersebut tidak akan harmonis dalam

    kehidupan berkeluarga dan tidak bisa dikatakan sebagai keluarga.”29

    Gambar 3. 10. Saudari AH mengibaratkan keluarga sebagai kesatuan tubuh

    manusia

    Komentar Peneliti: Dalam gambar foto di atas saudari AH mengutarakan

    pemahaman keluarga sebagai gereja kecil ibaratnya tubuh yang terdiri dari tangan,

    kaki, kepala, mata, telinga, hidung yang dapat bekerja sama, sama halnya dalam

    28

    Hasil Wawancara dengan saudari ISM (Jemaat GPIB Immanuel, Semarang), 08/09/12, pukul 08/09/12,

    pukul 18.30-19.00 WIB. 29

    Hasil Wawancara dengan saudari AH (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 26/10/12, pukul 19.20-19.33

    WIB.

  • 79

    penerapan nilai keadilan di keluarga membutuhkan satu bentuk kerjasama untuk

    mewujudnyatakannya.

    Begitu pula dengan saudari MSS sebagai orang tua yang menuturkan:

    “Keluarga Kristen seharusnya terdapat persekutuan didalamnya yang saling

    melengkapi satusama lain, saling menguatkan. Jadi harus ada hubungan yang erat,

    terlebih selalu mengandalkan Tuhan dalam kehidupan keluarga. Peran serta orang

    tua di sini tetap sangat penting, bagaimana orang tua peduli terhadap pertumbuhan

    anak-anak, itu semua sangat penting, begitu juga saat dalam keluarga, agarpada

    nantinya anak-anakakan lebih mengenal Tuhan sebagai keluarga Kristen yang

    baik dan takut akan Tuhan.”30

    Dari wawancara yang sudah dilakukan, maka dapat diringkas bahwa keluarga

    sebagai bagian dari gereja yang dalamnya terdapat ayah, ibu dan anak di mana keluarga

    digambarkan sebagai gereja mini, gereja kecil ataupun suatu wadah yang dapat

    diibaratkan seperti tubuh yang terdiri dari organ-organ tubuh lainnya dan dalamnya

    terdapat hubungan persekutuan antara ayah, ibu, anak-anak, baik ketika bersama-sama

    beribadah dan bersama-sama berdoa sebagai bentuk persekutuan kecil dalam kehidupan

    rumah tangga.

    Berdasar pada ringkasan wawancara di atas penulis mencoba melakukan analisa

    terhadap teori gereja yang dipaparkan oleh Bonhoeffer, di mana ia mendefinisikan:

    “Gereja sebagai bentuk persekutuan antar pribadi, yakni persekutuan yang

    dibangun oleh kasih agape dengan menekankan wujud relasi aku-engkau bukan

    lagi hubungan yang bersifat menuntut tetapi memberi.”31

    Penulis setuju akan hal ini, jadi hubungan yang terdapat dalam kehidupan

    keluarga Kristen sebagai bentuk dari gereja kecil di sini merupakan hubungan kasih antar

    pribadi anggota keluarga yang senantiasa memberi, baik itu waktu, perhatian, cinta, kasih

    30

    Hasil Wawancara dengan saudari MSS (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00

    WIB. 31

    Dalam Yusak B. Setyawan, Hand-outs Eklesiologi Fakultas Teologi UKSW.

  • 80

    sayang dan lain sebagainya. Kata “gereja”yang menurut kata Yunani Kyriake Oikia, yang

    berarti “keluarga Allah”, dapat dipahami bahwa gereja digambarkan sebagai keluarga

    Allah yang memiliki segi umum dalam dimensi kesatuan, persekutuan, cinta kasih dan

    komunitas dalam kehidupan keluarga.32

    Adapun ikatan antara gereja dan keluarga Kristen

    dengan membentuk keluarga sebagai gereja rumah tangga. Dalam gereja rumah tangga,

    hendaknya orangtua dengan perkataan maupun teladan menjadi pewarta iman pertama

    bagi anak-anaknya. Berdasarkan pada hal inilah yang kemudian membawa satu

    pemahaman bahwa dalam kehidupan keluarga Kristiani sebagai bentuk persekutuan kecil

    dalamnya terdapat nilai-nilai Kristen yangharus diterapkan dan diwujudnyatakan dalam

    kehidupan keluarga. Dalam pembahasan ini penulis akan mencoba menjabarkan tentang

    bagaimana nilai keadilan sebagai salah satu nilai Kristiani yang perlu dikelola dengan

    baik dalam kehidupan keluarga. Nilai keadilan yang sangat relatif di siniharus

    mendapatkan satu bentuk perhatian dalam keluarga, khususnya peranan orang tua dalam

    mendidik anak-anak, memberikan contoh, dan mengajarkannya kepada anak-anak. Dalam

    kehidupan keluarga Kristen pada saat ini terkadang seseorang tidak mampu untuk

    membagi waktu dengan baik dalam dirinya.Ini juga dapat dilihat dalam hubungan antar

    anggota keluarga di mana masalah utama yang seringkali muncul dalam kehidupan

    keluarga adalah masalah ruang dan waktu. Terkadang orang tua yang masih sibuk dengan

    pekerjaannya atau dengan urusan yang lain, sehingga keluarganya menjadi kurang

    diperhatikan, ataupun sebaliknya. Ada juga yang lebih mengutamakan keluarga dan

    pekerjaan, namun pada akhirnya tidak memperhatikan kehidupan berjemaat (di gereja),

    begitu juga sebaliknya.Hal-hal seperti inilah yang sangat disayangkan apabila terjadi

    32

    Maurice Eminyan, SJ, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal 207.

  • 81

    dalam kehidupan keluarga Kristen, karena seseorang dalam keluarga belum mampu

    mengatur dan mengelola antara pekerjaan, keluarga, dan waktu untuk Tuhan dengan baik.

    Sama halnya dengan nilai keadilan yang dimaksudkan oleh penulis di sini juga

    memiliki gambarannya seperti yang terdapat di atas. Bagaimana cara agar nilai keadilan

    ini dapat diterapkan dan diberlakukan terlebih dalam hubungan relasi antara sesama

    anggota keluarga agar semuanya mampu diatur dengan baik dan maksimal (seimbang).

    Tentu sangat dibutuhkan perhatian dan kesadaran diri yang tinggi untuk mengelola

    keadilan dalam kehidupan keluarga.Peran yang dipegang oleh orang tua merupakan suatu

    hal yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun. Bagaimana harus bertindak, dan

    berperilaku secara adil dan tidak berat sebelah tentu harus dapat diatur sedemikian rupa

    baiknya. Sangatlah dibutuhkan pengelolaan yang baik agar dalam kehidupan keluarga di

    sini dapat dijumpai suatu keseimbangan, dalam artian tidak berat sebelah. Karena jika

    terjadi ketidakseimbangan maka dapat dikatakan dalam kehidupan keluarga Kristen,

    terlebih dalam menerapkan nilai keadilan akan dijumpai perasaan iri hati, cemburu, pilih

    kasih, oleh karena apa yang didapatkannya tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

    Seperti yang diungkapkan dalam wawancara oleh saudariESI sebagai orang tua,

    menurutnya:

    “Keadilan di sini jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial, jangan

    membeda-bedakan dalam perlakuan. Tidak hanya adil dalam perkataan saja,

    tetapi dalam perlakuan juga harus ditampakkan.”33

    33

    Hasil Wawancara dengan saudari ESI, (Majelis Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 14/09/12, pukul

    14.00-14.25 WIB.

  • 82

    Inilah yang diperoleh penulis ketika melakukan wawancara dengan beberapa

    keluarga Kristen di jemaat Immanuel mengenai nilai keadilan yang diterapkan dan yang

    harus diatur dengan baik.

    Demikian halnya dalam hasil wawancara yang diutarakansaudariKN sebagai

    orang tua, ia berpendapat bahwa:

    “Keadilan di sini tetap saya lakukan dalam kehidupan keluarga, jadi di sini saya

    selalu mengkonfirmasikannya dahulu kepada anak-anak, baik kepada kakaknya

    atau pun kepada adiknya, maupun kepada suami. Dalam artian di sini saya sebisa

    mungkin memberikan pengertian dan harus menerangkannya kepada anak-anak

    saya agar keadilan di sini tetap ada dalam keluarga.Paling tidak komunikasi di sini

    selalu ada dalam keluarga, bagaimana kita mengkomunikasikannya kepada anak-

    anak, dan suami dalam kehidupan keluarga, sebagai keluarga Kristus.”34

    Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan partisipatif yang sudah dilakukan

    oleh penulis, maka diperoleh informasi menarik tentang bagaimana cara di dalam

    mengelola dan menerapkan keadilan dalam kehidupan keluarga diperlukan satu bentuk

    komunikasi. Bagaimana setiap anggota keluarga dapat saling berkomunikasi satu sama

    lain didalamnya agar memperoleh hasil yang maksimal, atau dalam artian tidak

    merugikan pihak lain. Bersamaan dengan ringkasan wawancara diatas penulis hendak

    melakukan analisa berdasar pada teori sosialisasi yang dipaparkan oleh Zande yang

    mengatakan:

    “Sosialisasi adalah proses interaksi sosial melalui mana kita mengenal cara

    berpikir, berperasaan dan berperilaku sehingga dapat berperan efektif pada suatu

    kelompok dalam masyarakat.”35

    Penulis sependapat akan hal ini di mana komunikasi sebagai satu bentuk proses

    interaksi sosial inilah yang merupakan suatu cara di dalam kehidupan keluarga untuk

    34

    Hasil Wawancara dengan saudari KN, (Majelis Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 08/09/12, pukul

    20.30-21.20 WIB. 35

    Dalam T. O. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), hal

    30.

  • 83

    menerapkan nilai keadilan yang masih perlu untuk dikelola dengan baik agar dalam

    hubungan anggota keluarga merasakan adanya kesamaan dan keutuhan sebagai

    persekutuan kecil yang sudah dikuduskan Allah. Sosialisasi merupakan proses yang

    dialami oleh individu sebagai makhluk sosial sepanjang kehidupannya, di mana interaksi

    merupakan kunci bagi berlangsungnya proses sosialisasi. Oleh sebab itu diperlukan agen

    sosialisasi, yakni orang-orang disekitar individu tersebut yang mentransmisikan nilai-nilai

    atau norma-norma tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung.Disinilah peran

    utama orang tua dari keluarga untuk dapat membentuk kepribadian anak dalam dunia

    yang lebih luas.Dalam kehidupan keluarga perlu juga memperhatikan bahwa konflik yang

    terjadi dalam suatu keluarga merupakan suatu hal yang dapat membawa pengaruh positif

    maupun negatif didalamnya, oleh karena itu konflik yang terdapat dalam kehidupan

    keluarga merupakan suatu akibat yang wajar dan alamiah dari terjadinya

    interaksi.Berdasarkan hal inilah penulis beranggapan;“diperlukan juga suatu pendekatan

    untuk memahami keluarga”. Pendekatan konflik sebagai salah satu pendekatan untuk

    memahami suatu keluarga mengasumsikan bahwa manajemen konflik, penghindaran dan

    penyelesaian konflik adalah proses yang normal dan berkelanjutan dalam sistem

    keluarga, karena setiap anggota keluarga menyandang atau menduduki kedudukan dan

    status yang berbeda, hal mana merupakan konsekuensi dari jenis kelamin dan umur yang

    berbeda, maka keluarga itu mewujudkan suatu sistem yang hirarkis. Ini menghasilkan

    suatu sistem yang tidak sama, ketidaksamaan yang melekat pada sistem keluarga inilah

    yang merupakan dasar dari konflik.

    Berdasarkan hal ini, penulis berangkat dari pemahaman Groome yang

    mengemukakan pendapatnya bahwa:

  • 84

    “Sosialisasi Kristen sangatlah penting dalam membentuk identitas manusia

    Kristen, hanya melalui identitas Kristen itulah iman Kristen dimungkinkan

    bertumbuh.Selain itu Groome juga memandang hubungan dialektis persekutuan

    Kristen dengan konteks sosial, dan hubungan dialektis persekutuan dengan

    anggota-anggotanya harus diberi perhatian yang utama.”36

    Menurut penulis, hubungan dialektis itu harus diusahakan secara sengaja dan

    tidak boleh dibiarkan berlangsung sendiri, ini berarti dituntut kesadaran dan kegiatan

    kritis dari persekutuan. Dari analisa hasil wawancara yang sudah dilakukan, penulis

    hendak memperkuat hasil wawancara dengan teori sosialisasi yang diungkapkan oleh

    Groome dengan memberikan suatu pemahaman bahwa keadilan dalam kehidupan

    keluarga Kristen masih harus dikelola kembali dengan baik di mana interaksi dan

    komunikasi dalam kehidupan keluarga perlu mendapatkan sorotan utama dalam

    menerapkan nilai keadilan. Interaksi dan komunikasi dalam kehidupan keluarga sangatlah

    dibutuhkan untuk dapat memahami satu sama lain.Hubungan dialektis dalam persekutuan

    keluarga haruslah mendapat perhatian agar didalamnya dijumpai satu bentuk keluarga

    sebagai bagian dari gereja dengan menekankan hubungan horisontal dan vertikal bersama

    Tuhan Yesus Kristus dan ke sesama anggota keluarga.

    Gambar 3. 11. Wawancara Focus Group Discusion dengan beberapa anggota

    Persekutuan Kaum Bapak

    36

    Dalam N. K. Atmadja Hadinoto, Dialog Dan Edukasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), hal 186-189.

  • 85

    Komentar Peneliti: Dalam gambar foto di atas dapat dilihat bahwa beberapa

    anggota Persekutuan Kaum Bapak mengutarakan pendapat mereka mengenai nilai

    keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga mereka, namun dari apa yang

    sudah mereka katakan tidak sepenuhnya keadilan itu diterapkan, karena dalam

    penerepannya juga harus memperhatikan berbagai macam hal yang perlu

    dipertimbangkan dengan baik agar keadilan tetap dirasakan. Dari gambar di atas

    pun dapat dilihat bahwa situasi yang ada pada saat itu bukanlah situasi wawancara

    yang dilakukan dengan formal, namun situasi yang santai di mana ada beberapa

    yang mengutarakan pendapatnya sambil menghisap rokok atau pun semabari

    menikmati secakir teh.

    3. 2. 4. Nilai Keadilan Dalam Keluarga Adalah Prinsip Hakiki

    Keluarga Kristen sebagai suatu bentuk persekutuan kecil dalam kehidupan jemaat

    tentunya sangat perlu memperhatikan nilai-nilai kehidupan yang harus dipelajari, terlebih

    dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai persekutuan yang telah dikuduskan oleh

    Tuhan Yesus Kristus, setiap keluarga Kristen yang ada pada era globalisasi saat ini perlu

    untuk menyadari akan adanya tugas dan tanggung jawab sepenuhnya sebagai keluarga

    Allah. Namun seringkali hal ini jarang ditampakkan dalam kehidupan keluarga Kristen

    yang ada pada saat ini. Kurangnya kesadaran dalam diri seseorang sebagai pribadi

    Kristen yang seharusnya hidup sesuai dengan apa yang sudah Tuhan ajarkan dan

  • 86

    perintahkan, sehingga banyak dijumpai orang-orang Kristen yang memiliki kerenggangan

    relasi dalam hubungan sesama anggota keluarga, begitu pula relasinya dengan Tuhan. Ini

    disebabkan oleh sifat manusia yang cenderung mementingkan hal-hal duniawi daripada

    mementingkan apa yang harus diperbuat dan dilakukan sebagai pribadi Kristen yang

    takut akan Tuhan. Ada begitu banyak nilai-nilai kehidupan yang belum dapat dipahami

    dan dilakukan oleh seseorang pada jaman sekarang.Padahal ini merupakan kewajiban

    yang tidak boleh diremehkan begitu saja. Dapat kita lihat dalam kesadaran akan nilai-

    nilai Kristiani yang ada dalam kehidupan keluarga ternyata masih sangat kurang

    diperhatikan dengan baik. Nilai-nilai seperti keutuhan, keadilan, kedamaian,

    kebahagiaan, kesempurnaan, kebebasan sebagaimana yang terdapat dalam Kerajaan

    Allah inilah yang seharusnya mampu dihadirkan ditengah kehidupan keluarga Kristen

    pada saat ini, agar dalam keluarga selalu dijumpai sukacita oleh karena anugerah Allah

    dalam diri manusia. Oleh sebab itu setiap keluarga Kristenhendaknya mempunyai tugas

    perutusan untuk menjaga, menyatakan dan menyampaikan cinta kasih sebagai

    pencerminan hidup dari partisipasi nyata dalam kasih Allah kepada sesama manusia dan

    kasih Kristus kepada gereja.37

    Keluarga yang didasarkan dan dijiwai oleh cinta kasih,

    merupakan persekutuan antar pribadi anggota keluarga. Disinilah cinta kasih orang tua

    sebagai unsur paling mendasar yang akan terpenuhi dalam tugas mendidik itu bila

    menggenapi dan menyempurnakan pelayanannyapada kehidupan keluarga. Selain sebagai

    sumber cinta kasih orang tua juga merupakan asas penjiwa dan merupakan kaidah atau

    norma yang mengilhami dan membimbing seluruh kegiatan konkret pendidikan, ini

    merupakan suatu hal yang paling berharga. Seperti halnya yang diungkapkan dalam hasil

    wawancara oleh saudari SP sebagai orang tua yang menuturkan: “Keluarga sebagai

    37

    A. Widyamartaya, Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), hal 40.

  • 87

    persekutuan kecil yang didalamnya terdapat bapak, ibu dan anak yang hidup berkumpul

    bersama dalam satu rumah.”38

    Demikian juga pendapat yang diutarakan oleh saudari LLW sebagai orang tua,

    yang mengutarakan: “Keluarga yang didalamnya terdapat bapak, ibu, dan anak harus

    terdapat hubungan timbal balik.”39

    Berbeda dengan saudari SP dan LLW, MS sebagai

    seorang anak berpendapat bahwa:

    “Keluarga itu kalau menurut saya pribadi, adalah tempat kita belajar tentang

    segala hal, belajar untuk mengenal pribadi masing-masing yang didalamnya

    terdapat kakak, adik, papah, mamah. Jadi keluarga tempat kita mengenal

    karakter.Kalau dari sisi rohani ya tempat di mana kita mengenal persekutuan di

    mana orang tua sebagai contoh dalam keluarga.orang tua dalam keluarga selalu

    mengajarkan dan memperkenalkan kita kepada hal-hal yang ada disekitar kita.”40

    Keluarga yang di dalamnya terdapat bapak, ibu, dan anak dalam satu hubungan

    rumah tangga inilah yang seharusnya terdapat persekutuan antar pribadi anggota keluarga

    yang di dalamnya telah dikuduskan oleh cinta kasih Allah. Keluarga sebagai suatu

    persekutuan yang telah diikat dalam hubungan pernikahan, seperti yang dituturkan dalam

    wawancara oleh saudari RG sebagai orang tua yang menuturkan:

    “Keluarga itu sekumpulan individu yang telah dipersatukan, di mana hubungan

    pria dan wanita yang sudah disatukan dalam satu persekutuan.Keluarga sebagai

    dua individu yang sudah disahkan dalam catatan sipil, seperti halnya persekutuan

    yang disatukan dengan Kristus.”41

    38

    Hasil Wawancara dengan saudari SP, (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 04/09/12, pukul 16.30-17.15

    WIB. 39

    Hasil Wawancara dengan saudari LLW, (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 15/09/12, pukul 16.15-

    16.35 WIB. 40

    Hasil Wawancara dengan saudara MS (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 27/10/12, pukul 20.30-20.45

    WIB. 41

    Hasil Wawancara dengan saudari RG (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 08/09/12, pukul 18.30-19.00

    WIB.

  • 88

    Lain halnya dengan pendapat di atas, adapun saudara FRS sebagai seorang anak

    yang berpendapat bahwa: “Dalam keluarga, seharusnya kita mampu memahami satu

    sama lain disaat suka maupun duka.”42

    Gambar 3. 12. Wawancara terhadap saudara FRS yang mengungkapkan

    keadilan diperoleh melalui pengajaran maupun pengalaman yang ada

    Komentar Peneliti: Dalam gambar foto di atas saudara FRS mengungkapkan

    bahwa keadilan dalam keluarga sudah ada dan diperoleh dari pengajaran orang tua

    ataupun dari pengalaman-pengalaman yang ada kita bisa belajar agar keadilan

    dalam keluarga bisa dijaga. Terlebih dalam komunikasi dan adanya sifat saling

    mengalah.Namun dari wawancara tersebut penulis melihat bahwa FRS sangat

    kaku di dalam mengutarakan pendapatnya.

    Penulis dalam hal ini lebih memusatkan perhatiannya pada nilai keadilan sebagai

    nilai dasar dalam kehidupan keluarga, namun juga tetap memperhatikan nilai-nilai

    kehidupan dalam ajaran Kristen yang lain sebagai nilai-nilai yang turut berpengaruh

    dalam kehidupan keluarga. Keadilan sebagai nilai dan konsep dasar dalam kehidupan

    keluarga tentu memiliki peranan yang sangat penting. Apabila keadilan di sini tidak

    diwujudnyatakan dalam kehidupan keluarga maka dapat dikatakan keluarga tersebut

    42

    Hasil Wawancara dengan saudara FRS (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 27/10/12, pukul 19.40-19.55

    WIB.

  • 89

    belum sadar akan rasa keadilan sejati antar sesama anggota keluarga, dan tidak dipungkiri

    juga bahwa ketidakseimbangan pun pasti akan dijumpai dalam kehidupan keluarga

    tersebut. Inilah yang sangat disayangkan apabila dalam keluarga timbul rasa iri, cemburu,

    dengki oleh karena satu pribadi dalam keluarga merasakan sifat tidak adil, baik itu yang

    dapat dilihat dalam relasi, perhatian, waktu maupun porsinya. Oleh sebab itu, penulis

    berpendapat bahwa keadilan sebagai hal yang mungkin biasa-biasa saja, akan menjadi

    luar biasa apabila dalam prakteknya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan dapat

    dikatakan juga bisa menghancurkan hubungan dalam kehidupan keluarga tersebut.

    Setelah penulis melakukan pengamatan parsitipatif begitu pula dalam hasil wawancara

    kepada beberapa individu dalam kehidupan keluarga Kristen di Jemaat GPIB Immanuel,

    Semarang, maka penulis memperoleh informasi menarik yang membawa pada suatu

    pemahaman bahwa keadilan sebagai nilai dasar dalam kehidupan keluarga seharusnya

    sedapat mungkin dan sebisa mungkin diterapkan dalam kehidupan keluarga.

    Demikian halnya dengan hasil wawancara yang diutarakan oleh saudara FO

    sebagai orang tua yang mengutarakan: “Keadilan dalam keluarga tentunya sedapat

    mungkin pasti kita lakukan, mana yang adil dan sama rata, agar tidak ada yang dirugikan

    atau merasa diduakan.”43

    Adapun saudari SP sebagai orang tua yang mengatakan: “Keadilan dalam

    keluarga yakni keadilan dalam hal perhatian, waktu, pekerjaan semuanya harus seimbang

    dan sedapat mungkin ditampakkan dalam keluarga.”44

    43

    Hasil Wawancara dengan saudara FO (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 07/09/12, pukul 14.10-14.50

    WIB. 44

    Hasil Wawancara dengan saudari SP (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 04/09/12, pukul 16.30-17.15

    WIB.

  • 90

    Lain halnya dengan saudari RG sebagai orang tua yang mengatakan:

    “Keadilan sudah diterapkan dalam kehidupan keluarga, terlebih dalam hubungan

    sesama anggota keluarga. agar terdapat hubungan yang selaras dan seimbang.

    Dengan tetap berpegang pada firman Tuhan dalam menerapkannya.”45

    Dari wawancara yang sudah dilakukan maka dapat diringkas bahwa, keluarga

    sebagai kelompok kecil dalam masyarakat yang telah dipersatukan dan disahkan oleh

    catatan sipil dalam satu perkawinan dan kemudian menjadi satu keluarga yang memiliki

    ikatan darah dan juga telah dipersatukan Tuhan dalam pemberkatan nikah harus mampu

    saling memahami dan mengerti akan setiap karakter dalam diri anggota keluarga agar

    dapat mengenal dan mengerti pribadi satu sama lain. Berdasarkan hal ini penulis

    melakukan analisa terhadap teori keluarga yang juga dipaparkan oleh

    Tjandrarini:“Keluarga sebagai kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih

    yang memiliki ikatan darah, perkawinan atau adopsi.”46

    Selain Tjandrarini, Freud juga

    berpendapat: “Keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan

    wanita.”Anggapan ini pun tidak jauh berbeda seperti yang diungkapkan oleh Bogardus

    bahwa:

    “Keluarga adalah kelompok terkecil yang biasanya terdiri dari seorang ayah

    dengan seorang ibu serta satu atau lebih anak-anak yang olehnya ada

    keseimbangan, keselarasan kasih sayang dan tanggung jawab serta anak menjadi

    orang yang berkepribadian dan berkecenderungan untuk bermasyarakat.”47

    Berdasarkan hasil wawancara dan analisa yang dilakukan oleh penulis, maka

    dapat dipahami keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup yang timbul akibat

    45

    Hasil Wawancara dengan saudari RG (Jemaat GPIB Immanuel Semarang), 08/09/2012, pukul 18.30-

    19.00 WIB. 46

    Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, (Salatiga: Widya Sari Press, 2004), hal 7. 47http://ichwanmuis.com/2010/07/definisi-bentukfungsi-serta-pendekatan-keluarga/diakses pada

    11-07-2012, 10.43 WIB.

    http://ichwanmuis.com/2010/07/definisi-bentukfungsi-serta-pendekatan-keluarga/diakses%20pada%2011-07-2012http://ichwanmuis.com/2010/07/definisi-bentukfungsi-serta-pendekatan-keluarga/diakses%20pada%2011-07-2012

  • 91

    adanya perkawinan (suami-isteri), sehingga atas dasar ikatan cinta kasih suami isteri itu

    muncul relasi antara orang tua dan anak-anaknya yang merupakan ikatan darah.Ikatan

    perkawinan dalam keluarga merupakan persekutuan yang indah.Oleh karena itu Rasul

    Paulus memberikan makna Teologis yang mendalam dengan menggambarkan

    persekutuan antara Kristus dengan jemaat-Nya, seperti halnya relasi antara mempelai

    laki-laki dan wanita, suatu rahasia besar.48

    Sama halnya dengan keadilan sebagai nilai dasar dalam kehidupan keluarga

    Kristiani, walaupun sebagai suatu hal yang terkadang sulit untuk dihadirkan ditengah

    keluarga, namun dengan adanya usaha dan kesadaran diri hal ini sedapat mungkin harus

    diperlihatkan dan diwujudnyatakan. Melalui pemahaman inilah penulis melakukan

    analisa untuk memperkuat hasil wawancara terhadap pendapat yang diungkapkan oleh

    Sutarno:

    “Untuk itu keadilan sedapat mungkin ditanamkan dan dihidupkan dalam keluarga,

    agar setiap keluarga Kristen benar-benar memahami arti keadilan yang diterapkan

    atau di praktikkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.”49

    Penulis sependapat akan hal ini, oleh karena keadilan sebagai nilai dasar dalam

    kehidupan keluarga sangat membawa pengaruh besar di dalamnya. Apabila tidak terdapat

    keadilan dalam kehidupan keluarga, maka dapat dibayangkan hubungan dalam keluarga

    akan dijumpai suatu kerenggangan dan kurangnya keharmonisan antar pribadi anggota

    keluarga. Adapun teori sosialiasi yang dikaitkan oleh penulis dalam menerapkan nilai

    keadilan di keluarga sebagaimana yang diungkapkan oleh Groome, yakni: “Hubungan

    48

    Walter Trobisch, I Married You (terj. Hadiwinoto dan Susiloradeyo, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1973),

    hal 156. 49

    Sutarno, Di Dalam Dunia Tetapi Tidak Dari Dunia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hal 166.

  • 92

    dialektis persekutuan Kristen dengan konteks sosial, dan hubungan dialektis persekutuan

    dengan anggota-anggotanya harus diberi perhatian yang utama.”50

    Hubungan dialektis dalam kehidupan keluarga itu harus diusahakan secara

    sengaja dan tidak boleh dibiarkan berlangsung sendiri, ini berarti dituntut kesadaran dan

    kegiatan kritis dari persekutuan keluarga. Keluarga Kristen yang di dalamnya terdapat

    komunikasi, interaksi dan hubungan dialektis sesama anggota keluarga tentu akan dapat

    menerapkan nilai keadilan dan mewujudkannya sebagai satu bentuk nilai hakiki dalam

    kehidupan keluarga. Berdasar pada hal inilah yang menjadi pemahaman dari penulis

    bahwa kehidupan keluarga Kristen di Jemaat Immanuel, Semarang tentunya harus dan

    sudah mempunyai satu bentuk hubungan yang harmonis di dalamnya. Tentang bagaimana

    caranya, dengan menerapakan nilai-nilai yang sudah ditetapkan oleh Allah sendiri. Begitu

    juga dalam hal menerapkan nilai keadilan sebagai prinsip dasar dalam kehidupan

    keluarga Kristen, ini sebabnya dibutuhkan satu bentuk kesadaran akan rasa keadilan yang

    tinggi dalam diri setiap pribadi anggota keluarga. Terlebih peranan yang dipegang orang

    tua dalam tugas mendidik anak-anak mulai dari usia dini, agar mereka terbiasa untuk

    menerapkan nilai keadilan dan nilai-nilai Kristiani lainnya dalam kehidupan di masa

    mendatang. Apabila keluarga Kristen mampu menghadirkan makna keadilan dalam

    hubungan rumah tangga, maka dapat dikatakan keluarga tersebut telah menjalankan

    fungsi sebagai garam dan terang, sehingga setiap anggota keluarga maupun mereka yang