Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
27
BAB III
PERANCANGAN DAN SIMULASI
3.1. Proses pengerjaan
Proses dari pengerjaan skripsi ini terbagi menjadi beberapa tahapan dasar yaitu
penentuan spesifikasi, perancangan dan simulasi, serta pabrikasi antena. Tahapan
keseluruhan dari proses pengerjaan skripsi ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Tidak Ya
Mulai
Melakukan Studi literatur dari jurnal,buku
ataupun teori pendukung
Menentukan parameter yang diharapkan: Frekuensi
kerja, Bandwidth , VSWR, Return loss, Gain dan
Koefisien korelasi.
Melakukan perhitungan dimensi Antenna
menggunakan persamaan yang ada
Hasil simulasi
sesuai dengan
Spesifikasi ?
Melakukan
optimasi pada
single patch atau
mimo 2x2
Melakukan Simulasi pada CST MWS 2012
dengan memasukan nilai dimensi yang telah
didapat
A
Fabrikasi Antena
Membuat desain Singgle patch antenna serta
melakukan optimasi hingga sesuai dengan
parameter yang ditentukan
Menggabungkan antenna single patch menjadi
antenna mimo 2x2 serta melakukan optimasi
hingga antenna mimo 2x2 sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan
Pengukuran Parameter
28
Tidak Ya
Gambar 3.1 Diagram alur ( flowchart )
3.2 Spesifikasi Parameter Antena
Spesifikasi antena merupakan nilai acuan yang digunakan sebagai standar dari
hasil perancangan antena. Nilai-nilai pada spesifikasi ini merupakan nilai yang akan
dicapai setelah antena selesai dirancang pada simulator CST Microwave Studio 2012
dan dan dipabrikasi. Antena yang dirancang pada penulisan skripsi ini yaitu antena
mikrostrip Multiple Input Multiple Output (MIMO) 2x2 dengan bentuk Triangular
yang dapat diaplikasikan untuk jaringan Long Term Evolution (LTE). Antena yang
dirancang terdiri dari Empat patch pada satu substrate dengan Empat saluran pencatu.
Setiap patch memiliki saluran pencatu masing-masing. Sebelum dilakukan
perancangan antena, terlebih dahulu ditentukan spesifikasi katakteristik yang akan
dihasilkan. Antena mikrostrip ini dirancang pada rentang frekuensi 1.800 MHz hingga
1.900 MHz dan nantinya antenna akan direalisasikan / difabrikasi. Antenna yang akan
dirancang memiliki spesifikasi seperti ditunjukkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Spesifikasi Awal Antena Mikrostrip
Frekuensi Kerja 1.800-1900 MHz
VSWR ≤ 2
Bandwith >75 MHz
Impedansi Input 50 Ω
Return loss <-10 dB
Koefisien korelasi <0,2
A
Hasil Fabrikasi
sesuai dengan
Spesifikasi ?
Membuat Analisa
Selesai
Melakukan
optimasi pada
single patch atau
mimo 2x2 dan
melakukan
fabrikasi antenna
kembali
29
3.3 Spesifikasi Bahan Antena
Antena mikrostrip merupakan antena ynag dirancang dengan ukuran tertentu.
Perancangan antena mikrostrip pada penulisan skripsi ini yaitu antena dengan bentuk
patch Triangular. Bagian dari antena mikrostrip yaitu patch, substrate, groundplane
dan saluran pencatu atau stripline. Dimensi dari patch rectangular, saluran pencatu
dan groundplane yaitu panjang, lebar dan tebal. Patch, saluran pencatu dan
groundplane terbuat dari bahan tembaga dengan ketebalan 0,035 mm. Substrate
terbuat dari bahan epoxy FR4 merupakan bahan dielektrik dengan tebal 1,6 mm dan
nilai konstanta dielektrik . Karakteristik dari penggunaan bahan yang digunakan pada
perancangan antena mikrostrip pada skripsi ini ditunjukkan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Spesifikasi Material Antena
Komponen Tebal Bahan Material
Patch 0,035 mm Cooper (tembaga)
Substrate 1,6 mm FR-4 Epoxy ɛ𝑟=4,3
Groundplane 0,035 mm Cooper (tembaga)
Microstripline 0,035 mm Cooper (tembaga)
3.4 Alat dan Bahan Perancangan
Alat dan bahan yang digunakan pada perancangan antena dalam penulisan
skripsi ini yaitu:
1. Laptop Lenovo G405 Procesor AMD A8-5550 APU 2.4 Ghz with Radeon HD
graphic 2Gb, , 8 Gb RAM ,HDD 500 Gb.
2. Windows 8 Enterprise 64-bit.
3. CST Microwave Studio 2012 merupakan simulator yang digunakan untuk
merancang dan mensimulasikan hasil perancangan antena dan pengamatan
nilai parameter antena. Perancangan pada CST Microwave Studio 2012
digunakan sebagai gambaran untuk pabrikasi antena.
4. Microsoft Office 2016 berfungsi sebagai software pengolahan data dan
membuat hasil laporan Simulasi.
3.5 Perancangan Antena Mimo Triangular Patch
Pada perancangan antena miksrostrip Triangular terdapat tahapan yang diawali
yaitu dengan menentukan frekuensi kerja yang digunakan beserta spesifikasi. Setelah
itu ialah menentukan jenis material yang akan digunakan. Tujuan dilakukannya
30
perancangan menggunakan cara ini adalah untuk mendapatkan dimensi patch dan
lebar pencatu yang optimal dan dapat memberikan nilai VSWR ≤ 2, gain ≥ 3 dB dan
parameter lain sesuai spesifikasi awal pada rentang frekuensi 1.800 MHz hingga 1.900
MHz.
3.5.1 Menentukan Karakteristik Antena
Seperti yang dibahas pada Bab 2 poin regulasi frekuensi kerja pada LTE1800
MHz Dalam perancangan antena mikrostrip di skripsi ini telah ditetapkan antenna
dapat bekerja pada frekuensi 1.800 MHz hingga 1.900 MHz. Dengan demikian,
frekuensi tengah yang dimiliki pada rentang yang ditetapkan dapat ditentukan dengan
persamaan 3.1.
Fc = 𝐹𝐻+𝐹𝐿
2 (3.1)
Fc = 1800+1900
2 = 1.850 MHz
Dengan : Fc : Frekuensi Center
FH : Frekuensi High
FL : Frekuensi Low
Berdasarkan hasil perhitungan pada persamaan 3.1 didapatkan frekuensi tengah
atau frekuensi resonansi yaitu 1.850 MHz, dengan frekuensi ini akan menjadi nilai
parameter frekuensi dalam menentukan parameter-parameter lainnya seperti dimensi
patch. Pada rentang frekuensi kerja tersebut diharapkan antenna memiliki nilai
parameter sesuai dengan spesifikasi awal yang telah ditentukan .
3.5.2 Perancangan Dimensi Patch Triangular
Pada Skripsi ini akan dirancang sebuah antenna yang nantinya akan bekerja pada
rentang frekuensi 1.800 MHz hingga 1.900 MHz. untuk mencapai tujuan tersebut
maka perlu dilakukan perhitungan guna mendapatkan karakteristik antenna yang
diinginkan dengan menggunakan persamaan yang telah dibahas pada bab
sebelumnya. Langkah pertama yaitu menentukan nilai a yang nantinya digunakan
untuk mengetahui panjang sisi dari patch segitiga yang akan dibuat dengan
menggunakan persamaan (2.3) :
𝑎 = 2 𝑐
3 𝑓𝑟×109√𝜀𝑟=
2 × 3×108
3 × 1.85×109 ×√4.3= 0,051325919 m = 5,1325 cm = 51,325 mm
31
Saat dilakukan perancangan panjang sisi segitiga dari hasil perhitungan harus
dikurangi agar tercapai nilai effetive. Pengurangan nilai panjang sisi lebih
dikarenakan adanya efek medan fringing ( sisi tepi ) antara peradiasi (patch) dengan
ground plane ,efek ini dapat dihitung terhadap effective relative permitivity (ɛ𝑟, 𝑒𝑓𝑓)
. Sehingga untuk penentuan panjang sebenarnya digunakan nilai 𝑎𝑓𝑓yang dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan (2.4) :
𝑎𝑓𝑓 = 𝑎 + ℎ(ɛ𝑟)−1/2 = 51,325 + 1,6 (4.3)−1/2 = 52,098 mm
Dari perhitungan diatas didapatkan nilai untuk menentukan panjang dimensi patch
segitiga yaitu 52,098 mm
3.5.3 Perancangan Lebar dan Panjang Saluran Pencatu
Saluran pencatu yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis mikrostrip line
atau strip line. Saluran pencatu yang diharapkan mendekati nilai impedansi masukan
yaitu 50Ω. Untuk mendapatkan nilai impedansi tersebut dilakukan perhitungan lebar
dari saluran pencatu menggunakan persamaan 2.5 dan 2.6 dengan nilai Zo = 50 Ω dan
ɛr = 4.3
𝐵 =60𝜋2
𝑍0√𝜀𝑟 =
60𝜋2
50√4,3 = 5,64618
Setelah didapatkannya nilai B yang merupakan besarnya impedansi pada saluran,
selanjutnya dapat dimasukan kedalam persamaan lebar stripline 2.5.
𝑊𝑠𝑡 = 2ℎ
𝜋{𝐵 − 1 − ln(2𝐵 − 1) +
𝜀𝑟−1
2 𝑥 𝜀𝑟[ln(𝐵 − 1) + 0,39 −
0,61
𝜀𝑟]}
= 2 𝑥 1,6
𝜋{5,64618 − 1 − ln(2𝑥5,64618 − 1) +
4,3−1
2𝑥4,3[ln(5,64618 −
1) + 0,39 −0,61
4,3]}
= 1,01859 {4,64618 − ln(10,29236) + 0,38636 [ln(4,64618) +
0,25136]}
= 1,01859 (2,314778 + 0,69058)
= 3,0611 𝑚𝑚
𝑊
ℎ=
3,06111
1,6= 1,9133
Karena nilai W/h > 1, maka :
32
𝜀𝑒𝑓𝑓 = 4,4 + 1
2+
4,4 − 1
2
[
1
√1 + 12 (1,6
3,06111)]
= 3,3304
Kemudian, untuk perhitungan panjang saluran pencatu menggunakan persamaan
2.1, persamaan 2.6 dan 2.7. dengan 𝑓𝑐 = 1.850 𝑀𝐻𝑧
𝜆0 = 𝑐
𝑓𝑐=
3𝑥108
1.850𝑥106= 0,162162 𝑚 = 162,162 𝑚𝑚
𝜆𝑔 =𝜆0
√𝜀𝑒𝑓𝑓=
162,162
√3,3304= 88,858 𝑚𝑚
Untuk nilai Lst :
𝐿𝑠𝑡 = 𝜆𝑔
2=
88,858
2= 44,2944 𝑚𝑚
Setelah melakukan perhitungan maka di dapat nilai untuk lebar stripline (Wst) =
3,0611 mm dan untuk panjang saluran pencatu (Lst) = 44,2944 mm
3.5.4 Perancangan Dimensi Jarak Antar Elemen
Setelah didapatkan spesifikasi substrate sesuai perhitungan, dilakukan
perancangan jarak antar elemen antena pada bagian patch. Jarak antar elemen antena
dapat disimbolkan dengan d. Jarak antar elemen ini mempengaruhi koeffisien korelasi
pada antena. Sebagai syarat koeffisien korelasi pada antena MIMO menggunakan λ/2
yang didapatkan menggunakan persamaan 2.2.
𝐷 = 𝑐
2×𝐹𝑐 =
3𝑥108
2× 1.850𝑥106 = 0,081081081cm = 81,081 mm
Dengan mengacu pada λ/2 yang merupakan syarat dari antena MIMO dapat
dilihat dengan menggunakan persamaan 2.3 λ = merupakan panjang gelombang yang
terdapat di ruang bebas.
𝐷 =λ
2=
0,162162
2= 0,081433247m = 81,433247mm
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil 81,433 mm, ternyata untuk nilai d
menggunakan persamaan 2.3 dan 2.2 hasil yang didapat mendekati sesuai dengan
perhitungan. Inilah yang digunakan untuk menentukan jarak antar elemen patch antena
MIMO yang akan dirancang. Hasil perhitungan untuk dimensi awal antenna dapat
dilihat pada tabel 3.1
33
Tabel 3.3 Nilai dimensi antena berdasarkan Perhitungan
Komponen Simbol Dimensi (mm)
Dimensi patch a 52.098
Lebar Stripline lst 3,0611
Panjang Stripline pst 44,2944
Jarak antar elemen patch D 81,433
Tebal Patch tp 0.035
Tebal Substrate ts 1.6
Jarak tepi patch j 6
3.6 Perancangan Antena di CST microwave studio
Pada tahap pembuatan simulasi antenna menggunakan CST microwave Studio.
Ada dua tahapan yang akan dilakukan. Yang pertama yaitu mendesain bentuk single
patch antenna terlebih dahulu. Kemudian dilakukan optimasi untuk mencari nilai
antenna agar sesuai dengan parameter yang telah di tentukan. Setelah nilai parameter
antenna single patch sesuai dengan spesifikasi Barulah antenna single patch dapat di
gabungkan menjadi antenna Mimo 2x2 yang kemudian akan dicari kembali nilai
parameter antenna mimo 2x2 melalui tahap optimasi bagian dua agar ditemukan nilai
yang sesuai dengan parameter yang telah ditentukan.
3.6.1 Perancangan single patch segitiga
Pada tahap awal pembuatan antena microstrip mimo 2x2 langkah pertama yaitu
membuat single patch terlebih dahulu. Single patch yang dibuat pada tahap pertama
yaitu dibuat berdasarakan hasil perhitungan yang telah dibahas pada point sebelumnya.
Gambar 3.2 merupakan bentuk awal dari patch segitiga bermaterialkan cooper
annealed dengan ketebalan 0.035 mm. Dalam pembuatan single patch ini penulis
menggunakan shape cylinder kemudian memasukan nilai 3 pada kolom segmen yang
otomatis membuat bentuk segitiga sehingga mempermudah penulis dalam pembuatan
antenna.
Gambar 3.2 desain awal patch segitiga
34
3.6.2 Perancangan Saluran Pencatu
Setelah bentuk patch selesai dibuat langkah selanjutnya yaitu membuat saluran
pencatu dimana dimensi saluran tersebut sesuai dengan perhitungan yang telah
dilakukan sebelumnya.
Gambar 3.3 desain saluran pencatu
Fungsi dari saluran pancatu diatas yaitu berfungsi sebagai penghantar gelombang
elektromagnetik. Teknik saluran pencatu yang digunakan dalam skripsi ini yaitu
menggunakan teknik microstrip line. Teknik tersebut merupakan suatu teknik yang
dilakukan dengan menghubungkan pencatu line pada patch sebagai penyepadan antar
elemen antena dengan pencatu mikrostrip dengan penyepadan transformator 𝛌/2 .
Untuk panjang saluran transmisi penulis menggunakan nilai sesuai dengan hasil
perhitungan sebesar 44,2944 mm. Teknik pencatu dengan microstrip line ditujukan
pada gambar 3.3
3.6.3 Perancangan substrate
Substrate merupakan lapisan kedua pada struktur antena mikrostrip yang
memisahkan antara patch dan groundplane. Kedua patch yang telah dirancang
kemudian akan ditempel pada substrate. Substrate dirancang dengan ukuran dimensi
yang lebih besar dari kedua patch. Dimensi substrate mengikuti ukuran dari kedua
patch yang telah dirancang. perancangan substrate menggunakan komponen jp yang
menggunakan nilai kelipatan 6 mm yaitu jarak substrate dengan tepi patch. Substrate
35
dirancang menggunakan bahan FR-4 lossy dengan konstanta dielektrik 4,3 dengan
ketebalan 1,6 mm. Perancangan substrate ditunjukkan pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Perancangan Substrate
3.6.4 Perancangan Groundplane
Groundplane merupakan lapisan ketiga atau lapisan akhir dari struktur antena
mikrostrip. Groundplane dirancang dengan bahan material dan ketebalan yang sama
dengan patch yaitu cooper dengan ketebalan 0,035 mm. Nilai dimensi dari ground
plane ini sama dengan ukuran dimensi dari substrate. Perancangan dimensi ground
plane ditunjukkan pada gambar 3.5
Gambar 3.5 Perancangan Groundplane
3.6.5 Perancangan Waveguide port
Tahapan selanjutnya setelah membuat groundplane yaitu merancang port pada
saluran pencatu. Port digunakan untuk dapat menghubungkan antara antena dengan
perangkat inputan. Antena yang dirancang pada penulisan skripsi ini memiliki saluran
pencatu masing-masing sehingga total port yang digunakan berjumlah 4 buah
dikarenakan ada 4 patch beserta saluran pencatunya. Dalam pembuatan port disini
36
pertama harus menghitung nilai dimensi untuk port dengan menggunakan menu
macros sperti yang ditunjukan pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 Perhitungan nilai port secara otomatis
Selajutnya setelah didapatka nilai hasil perhitungan port (k) dapat dimasukan
kedalam kolom penentuan dimensi port seperti pada gambar 3.7
Gambar 3.7 Perancangan port
Setelah selesai merancang port untuk singgle patch dapat dilihat hasil dari bentuk
awal single patch antena pada gambar 3.8
Gambar 3.8 Bentuk awal perancangan single patch antena
37
3.7 Simulasi Antena
Setelah single patch berhasil dirancang langkah selanjutnya yaitu melakukan
tahapan simulasi antena untuk mengetahui apakah antena sudah sesuai dengan
spesifikasi atau belum. Antena disimulasikan dengan perancangan pada batasan ruang
daya pancar tertentu atau disebut boundary. Perancangan boundary ditunjukkan pada
gambar 3.9.
Gambar 3.9 Tampilan Boundary
Antena yang dirancang pada penulisan skripsi ini yaitu pada frekuensi 1800 MHz
maka pada simulator rentang frekuensi yang dibuat untuk melihat hasil simulasi antena
yaitu dari 1-3 GHz. Penentuan frekuensi ruang kerja antena ditunjukkan pada gambar
3.10.
Gambar 3.10 Pemberian rentang frekuensi
Untuk melihat hasil simulasi pada perancangan antena ditentukan field monitor
seperti pada gambar 3.11. H field untuk pengaturan batasan pancaran magnetic, E field
untuk pengaturan pancaran electrik dan farfield untuk mengamati gain dan pola
radiasi.
38
Gambar 3.11 Pengaturan field Monitor
Setelah di atur field monitor yang meliputi e-field, h-field dan farfield kemudian
dapat dilakukan simulasi untuk melihat nilai parameter antena yang telah dirancang.
3.7.1 Return loss
Dilihat dari gambar 3.12 nilai return loss yang dihasilkan belum memenuhi
spesifikasi. Nilai yang dihasilkan yaitu -2,821 yang masih kurang dari ≤ - 10 dB karena
banyaknya sinyal yang hilang dan tidak dapat memantulkan kembali. Hal ini
disebabkan oleh perbandingan antara gelombang yang direfleksikan dengan yang
dikirimkan tidak dapat bekerja dengan optimal. Dalam membuat sebuah simulasi
antenna parameter yang paling utama dan perlu diperhatikan yaitu nilai return loss
pada S-parameter. Dari sinilah semua parameter dapat terlihat jika nilai return loss
masih diatas -10 dB pada frekuensi tengah maka dapat dipastikan parameter lainya
seperti VSWR,Gain dan impedansi belum sesuai dengan parameter yang diinginkan.
Gambar 3.12 Nilai Return loss
39
3.8 Optimasi Antena
Dilihat dari hasil simulasi pada percobaan antenna single patch hasil parameter
yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan. Mulai dari Return loss, gain. Maka dari
itu perlulah dilakukan optimasi guna memperoleh hasil parameter yang diinginkan.
Optimasi yang akan dilakukan ada beberapa tahapan yaitu merubah dimensi patch
segitiga, merubah panjang dan lebar saluran transmisi atau strip line, menambahkan
teknik Slit loaded patches, dan terahir menggunakan teknik DGS ( defected ground
segmen).
3.8.1 Optimasi Dimensi Patch Antena
Hal yang paling penting dalam melakukan perancangan atau pembuatan
antenna yaitu dilihat dari nilai Return loss terlebih dahulu. Return loss ini berhubungan
langsung dengan frekuensi kerja antenna. Nantinya hasil yang diperoleh akan menjadi
acuan utama di frekuensi mana antenna ini akan bekerja. Untuk memperoleh nilai
return loss yang diingikan dapat di peroleh dengan cara mengubah dimensi patch
antenna. Pengaruh perubahan dimensi nilai return loss terhadap perubahan bentuk
dimensi antenna dapet dilihat pada grafik 3.13
Gambar 3.13 Grafik optimasi dimensi patch antena
-10
-9
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1800 1810 1820 1830 1840 1850 1860 1870 1880 1890 1900
Ret
urn
Lo
ss (
dB
)
Frekuensi (MHz)
60,588 mm 59.84 mm 57.87 mm 53 mm 52.098 mm
Optimasi Dimensi Patch Antena
40
`Gambar diatas merupakan grafik hasil dari melakukan perubahan dimenasi patch
antenna yang mana diperoleh nilai 60,88 mm menunjukan nilai Return loss terbaik.
nilai yang diperoleh cukup memperbaiki nilai return loss pada frekuensi 1850 Mhz
yang awalnya sebesar -2,645 menjadi -8,895. Akan tetapi nilai return loss tersebut
masih belum memenuhi spesifikasi yang diinginkan maka dari itu perlulah dilakukan
optimasi kembali guna mendapatkan nilai retun loss yang diinginkan.
3.8.2 Optimasi Lebar Saluran Pencatu
Setelah melakukan optimasi pada dimensi patch optimasi selanjutnya yaitu
optimasi lebar saluran pencatu. Tujuanya yaitu untuk memperoleh nilai return loss
yang lebih baik dari sebelumnya. nilai return loss perbandingan optimasi dapat dilihat
pada grafik 3.14
Gambar 3.14 Grafik optimasi dimensi patch antena
Gambar diatas merupakan grafik perbandingan nilai return loss terhadap
perubahan lebar saluran pencatu. hasil data yang diperoleh dari memodifikasi lebar
saluran transmisi menunjukan bahwa nilai dimensi sebesar 5 mm menghasilkan nilai
return loss terbaik yaitu sebesar -14,804. Hasil tersebut merupakan hasil positif dalam
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
1800 1810 1820 1830 1840 1850 1860 1870 1880 1890 1900
Ret
urn
Lo
ss (
dB
)
Frekuensi (MHz)
3,061 mm 3,561 mm 3,761 mm 3,9 mm 5 mm
Optimasi lebar Saluran transmisi
41
optimasi dikarenakan nilai return loss sudah lebih besar dari -10 dB. Percobaan
merubah dimensi saluran transmisi hanya dibatasi hingga ukuran 5mm saja.
Dikarenakan jika melebihi ukuran tersebut maka akan mempengaruhi nilai parameter
lainya. Nilai return loss yang dihasilkan masih dinilai kurang. Maka dari itu untuk
memaksimalkan nilai return loss tersebut perlu dilakukan optimasi kembali langkah
optimasi selanjutnya yaitu dengan menggunakan sebuah teknik bernama Slit loaded
patches yang bertujuan agar nilai return loss jauh lebih baik.
3.8.3 Optimasi penambahan teknik Slit loaded patches
Nilai return loss pada tahap optimasi lebar stripline bernilai -14,804 dB dimana
nilai tersebut masih tebilang cukup kecil untuk return loss. Salah satu teknik dalam
meningkatkan nila return loss yaitu dengan menggunakan teknik Slit loaded patches.
Teknik Slit loaded patches dapat kita lihat pada gambar 3.15
Gambar 3.15 Teknik Slit loaded patches
Perancangan dengan teknik ini digunakan nilai dimensi lebar dan panjang secara
pendekatan dimana untuk lebar digunakan percobaan dengan simulasi dari besaran 1
mm hingga 5 mm sedangkan untuk panjang yang dilakukan percobaan pada simulasi
adalah 1 mm hingga 25 mm. Pada penggunaan sistem pendekatan tersebut, dipilih nilai
parameter yang optimal sehingga mencukupi ketentuan pada spesifikasi awal. Untuk
mengetahui perubahan parameter return loss dapat kita liat melalui tabel 3.4 dan 3.5.
Tabel 3.4 Optimasi Panjang Slit loaded patches
No Dimensi SLP (mm) Frekuensi 1850 Mhz
Panjang (pe) Lebar (le) Return loss VSWR
1 6 1 -13.893 1.79
2 15 1 -14.804 1.61
3 20 1 -17.732 1.51
42
Tabel 3.5 Optimasi Lebar Slit loaded patches
Tabel 3.4 merupakan hasil optimasi dengan merubah bentuk panjang Slit loaded
patches. Diperoleh data untuk panjang dengan ukuran 20 mm memiliki perubahan
yang cukup segnifikan. Nilai return loss yang semula -13.893 naik menjadi -17.732.
pada penelitian kali ini perubahan panjang Slit loaded patches dibatasi hingga ukuran
25 mm saja dikarenakan untuk mempertahankan esensi bentuk dari pada patch
segitiga. Kemudian untuk tabel 3.5 berisi tentang optimasi lebar Slit loaded patches.
pada tabel menunjukan hasil untuk lebar 3 mm memiliki nilai return loss yang paling
tinggi yang bernilai -29.011 dB ini sudah cukup baik untuk nilai return loss.
Gambar 3.16 Return loss setelah SLP
Antenna dengan bentuk segitiga memang memiliki kelemahan yaitu nilai
bandwidth yang dihasilkan sangat sempit Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai
return loss pada frekuensi 1.850 MHz adalah -29.011. dan nilai VSWR 1.07. ini
mengartikan bahwa nilai Return loss dan VSWR telah masuk kedalam Spesifikasi
Antena. Akan tetapi Dari besarnya nilai Return loss yang diperoleh, bandwidth yang
dihasilkan hanya bernilai 22 Mhz. ini mengartikan bahwa nilai bandwidth masih belum
masuk kedalam spesifikasi antenna yang diingikan yaitu > 75 MHz. sedangkan
bandwidth minimal yang dibutuhkan antenna untuk LTE bernilai 75 Mhz.
Dari hasil Return loss yang didapat maka perlu dilakukan optimasi kembali pada
ukuran lebar dan panjang SLP demi mendapatkan lebar bandwidth yang dihasilkan.
Optimasi kedua dimensi SLP dilakukan dengan metode perkiraan dari hasil beberapa
kali percobaaan diperoleh dimensi terbaik untuk lebar bandwidth yaitu Lsh untuk lebar
No Dimensi SLP (mm) Frekuensi 1850 Mhz
Panjang (pe) Lebar (le) Return loss VSWR
1 6 1 -13.893 1.79
2 20 3 -29.011 1.07
3 25 6 -21.732 1.41
43
bernilai 3 mm dan Psh untuk panjang/tinggi bernilai 25mm. untuk hasil Return loss
dapat dilihat pada gambar 3.17
Gambar 3.17 Optimasi Slit Loaded patch tahap dua
Return loss yang diperoleh bernilai -5.127 pada frekuensi 1.850 Mhz
mengartikan bahwa nilai return loss telah mengalami penurunan cukup pesat dari -
29.011. akan tetapi lebar dari return loss ini jauh lebih baik dari pada nilai return loss
sebelumnya. Nantinya dari hasil pelebaran nilai return loss akan berimbas langsung
pada nilai bandwidth yang dihasilkan. Untuk langkah selanjutnya yaitu bagaimana
cara agar nilai return loss menjadi naik kembali. Dengan teknik DGS ( Defected
Ground Segmen ) diharapkan akan membuat nilai return loss menjadi lebih baik.
3.8.4 Teknik DGS ( Defected Ground Structure )
DGS merupakan bentuk pola tersketsa pada bidang ground. Struktur DGS
biasanya digunakan pada rangkaian filter dalam microstrip line yang akan menolak
suatu frekuensi tertentu atau bandgap. Metode DGS didasarkan untuk merubah sifat
dari gelombang dengan cara membuat satu atau lebih pola pada bidang ground. Bentuk
dari DGS dimodifikasi mulai dari slot yang mudah menjadi bentuk yang lebih
kompleks. Dalam penelitian kali ini DGS dibuat berdasarkan percobaan. total bidang
DGS yang dibuat berjumlah lima buah bentuk persegi panjang yang digabungkan
menjadi struktur padu. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan pada gambar 3.18
44
Gambar 3.18 Tampilan DGS pada Sisi Groundplane
Dari masing-masing DGS memiliki ukuran panjang atau lebar yang berbeda-beda.
Untuk panjang di simbolkan dengan pdgs dan untuk lebar disimbolkan dengan ldgs.
Untuk lebih jelasnya perhatikan pada gambar 3.19
Gambar 3.19 Perumusan DGS pada Sisi Groundplane
Pada gambar diatas dapat diperhatikan simbol ldgs mengartikan lebar dari DGS
dan untuk pdgs untuk panjang/tinggi DGS. Nilai dimensi dari masing- masing simbol
akan di tunjukan pada tabel 3.6
Tabel 3.6 Nilai Dimensi DGS
No Nama Nilai (mm) Deskripsi
1 pdgs1 14 Panjang DGS 1
2 pdgs2 2 Panjang DGS 2
3 pdgs3 2.4 Panjang DGS 3
4 pdgs4 7 Panjang DGS 4
5 pdgs5 11 Panjang DGS 5
6 ldgs1 2 Lebar DGS 1
7 ldgs2 20 Lebar DGS 2
8 ldgs3 45 Lebar DGS 3
9 ldgs4 2 Lebar DGS 4
10 ldgs5 2 Lebar DGS 5
45
Pembuatan DGS dilakukan dengan cara beberapa tahapan. Dimulai dari DGS1
terlebih dahulu. Nilai yang berada di tabel merupakan nilai dari hasil beberapa
percobaan yang dilakukan dimana percobaan tersebut meliputi perubahan lebar dan
panjang yang kemudian diamati apa saja pengaruh terhadap perubahan dari dimensi
DGS. Setelah diamati dan dianggap terjadi perubahan positif pada parameter
dilanjutkan ke tahapan selanjutnya yaitu membuat bentuk DGS baru. Langkah ini
dilakukan terus menerus sampai kepada bentuk DGS 5 dimana DGS 5 membuat
antenna single patch ini memenuhi syarat semua parameter. Untuk melihat
perbandingan nilai return loss yang dihasilkan dari teknik DGS ini dapat dilihat pada
grafik dibawah ini.
Gambar 3.20 Perbandingan return loss sebelum dan setelah penambahan DGS
Gambar diatas merupakan grafik perbandingan Nilai return loss yang diperoleh
sebelum dan setelah penambahan teknik DGS. Dari grafik yang dihasilkan terlihat
jelas perbedaan nilai return loss dari yang sebelumnya bernilai -5,127 dB membaik
menjadi -18,716 dB. Dari sini nilai return loss dirasa sudah memenuhi spesifikasi
begitu pula dengan nilai VSWR yang dihasilkan sudah sesuai dengan spesifikasi
kurang dari 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.21
-20
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
1800 1810 1820 1830 1840 1850 1860 1870 1880 1890 1900
Ret
urn
Lo
ss (
dB
)
Frekuensi (MHz)
Sebelum diberi DGS setelah diberi DGS
Grafik perbandingan Return loss Sebelum dan sesudah menggunakan teknik DGS
46
Gambar 3.21 VSWR setelah Penambahan DGS
Gambar diatas merupakan grafik VSWR yang dihasilkan setelah penambahan Teknik
DGS. Dari grafik menunjukan dengan menggunakan referensi nilai VSWR kurang dari
2 bandwidth sudah dapat terdefinisikan dengan menghitung nilai dari frekuensi tinggi
dikurangi frekuensi rendah dan didapatkan hasil dari perhitungan yaitu nilai bandwidth
sebesar 99 MHz. nilai bandwidth yang dihasilkan sudah sesuai dengan spesifikasi
antenna yang diinginkan.
Gambar 3.22 Grafik Perbandingan nilai Gain
Grafik diatas merupakan perbandingan Nilai gain ( penguatan ) sebelum dan
setelah dilakukan optimasi pada antenna. Dari grafik tersebut menunjukan nilai gain
mengalami kenaikan yang cukup segnifikan. Dari yang tadinya bernilai -0,402 dB naik
47
menjadi 5,097 dB. pada frekuensi tengah 1850 MHz nilai gain sebesar 5,097 dB yang
berate bahwa parameter gain sudah sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
Gambar 3.23 Grafik impedansi antenna
Setelah dilakukanya beberapa proses perancangan dan optimasi antenna.
Didapatkan nilai impedansi terbaik yaitu berada pada frekuensi 1854 MHz yang
mempunyai nilai impedansi sebesar 49 ohm. Data tersebut dibuktikan pada grafik 3.23
yang menunjukan nilai impedansi dalam bentuk real dan juga imajiner. Semakin
rendah frekuensinya maka nilai impedansi semakin tinggi keadaan sebaliknya terjadi
ketika frekuensi semakin tinggi maka nilai impedansi akan semakin rendah.
Gambar 3.24 Tampilan Pola Radiasi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1800 1810 1820 1830 1850 1854 1860 1870 1880 1890 1900
Imp
edan
si (
oh
m)
Frekuensi (MHz)
Real ImajinerImpedansi ( Z = R + jXin )
-30
-20
-10
0
101
2 3 45
67
891011
1213
1415
16171819
20212223
2425
2627282930
3132
333435 36 Pola Radiasi Phi
theta
48
Gambar 3.24 merupakan hasil dari polaradiasi yang dihasilkan oleh antenna.
Terlihat pada gambar pola radiasi yang dihasilkan oleh phi menghasilkan pola pancar
ke satu arah utama. Pola radiasi dengan bentuk ini dapat di kategorikan sebagai
polaradiasi unidirectional. Sedangkan pada polaradiasi theta menghasilkan bentuk
seperti angka 8 yaitu pola pancar menghasilkan dua buah main lobe yang mana jenis
ini dapat dikategorikan sebagai polaradiasi Bidirectional. dari keduanya dapat
disimpulkan bahwa antenna ini merupakan antenna directional.
3.9 Perancangan Antena MIMO 2x2
Langkah selanjutnya setelah menemukan dimensi dan nilai yang tepat sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan pada singgle patch antena yaitu membuat antenna
mimo 2x2. Dengan ukuran yang sama persis seperti single patch maka langkah
selanjutnya yaitu membuat dan menggabungkan single patch menjadi 4 buah antenna
identik serta menyusunya sesuai dengan formasi yang telah dibahas pada bab
sebelumnya. Langkah pembuatan antenna mimo 2x2 terbagi kedalam berbagai
tahapan sebagai berikut :
3.9.1 Perancangan 4 buah patch antena identik
Sebelum membuat antenna mimo 2x2 hal yang harus dilakukan terlebih dahulu
yaitu membuat single patch kemudian dilanjutkan ke pembuatan patch kedua, ketiga
dan keempat. Seperti yang terlihat pada gambar 3.25
Gambar 3.25 Formasi 4 Antena identik
49
Berdasarkan Gambar 3.25 keempat antenna memiliki ukuran yang sama. hal yang
berbeda ditunjukan pada posisi keempat antenna. Posisi tersebut dipilih karena dapat
mengurarangi efek mutual coupling antar antenna. Dalam perancangan antenna mimo
2x2 jarak antar masing-masing patch disimbolkan dengan huruf d. inilah yang
membuat antenna satu dengan antenna menjadi saling berjauhan atau berdekatan.
3.9.2 Perancangan Substrate
Langkah selanjutnya yaitu membuat substrate dengan menggunakan bahan
material FR4-(lossy) dengan nilai ɛ𝑟 4.3 pembuatan substrate memggunakan rumus
matematis sehingga ukuran substrate tidak akan berubah apabila dilakukan perubahan/
optimasi pada patch antenna. Pembuatan substrate dapat dilihat pada gambar 3.26
Gambar 3.26 Proses perancangan Substrate
3.9.3 Perancangan Groundplane
Sama halnya dengan single patch pembuatan groundplane dilakukan setelah
perancangan substrate. Dengan menggunakan material yang sama dengan patch yaitu
cooper (tembaga) dengan ketebalan 0.035 pembuatan groundplane dapat dilihat pada
gambar 3.27
Gambar 3.27 Proses perancangan Groundplane
50
3.9.4 Perancangan Waveguide port
Setelah selesai merancang groundplane selanjutnya dilanjutkan dengan membuat
Waveguide port pada masing masing antenna. Total port yang akan dibuat berjumlah
empat buah. Dimana masing masing port memiliki dimensi dan perhitungan yang
sama . tidak lupa untuk mencari nilai k menggunakan menu macros yang akan
menghitung secara otomatis sehingga dapat mempermudah dalam proses perancangan
port. Proses perancangan dapat dilihat pada gambar 3.28
Gambar 3.28 Proses perancangan Waveguide port
3.9.5 Perancangan DGS ( Defected Ground Structure )
Dikarenakan antenna mimo adalah penggabungan dari beberapa antenna identik
maka DGS pun tidak lepas dari perancangan antenna mimo 2x2. Teknik DGS masih
diterapkan dalam perancangan antenna mimo. Alasanya masih sama yaitu untuk
meningkatkan atau memperlebah nilai bandwitdth yang dihasilkan. Dalam proses
perancanganya bentuk DGS dirancang satu persatu yang kemudian di transform sesuai
dengan posisi yang telah di tetapkan. Proses pembuatan hingga transform diulang
sebanyak empat kali sesuai dengan jumlah antenna yang digunakan. Untuk lebih
jelasnya dapat diperhatikan pada gambar 3.29 bentuk groundplane yang sudah diberi
DGS.
51
Gambar 3.29 Proses perancangan DGS pada bidang groundplane MIMO 2x2
3.10 Hasil Simulasi antenna MIMO 2x2
Hasil dari penggabungan empat patch menjadi satu kesatuan antenna MIMO 2x2
rupanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Ini terlihat dari hasil return loss
yang dihasilkan oleh antenna tersebut. Hasil return loss dapat dilihat pada gambar 3.30
Gambar 3.30 Return loss awal antenna MIMO 2x2
Dari hasil pengamatan Pada gambar 3.38 S11-S44 menunjukan nilai return loss
yang kurang baik. Hasil return loss yang kurang baik ditunjukan pada semua antenna
baik antenna 1,2,3 dan 4. Tepat pada frekuensi tengah 1850 MHz nilai return loss lebih
besar dari -10 dB. Yang artinya return loss belum sesuai dengan spesisikasi yang
diinginkan guna mendapatkan nilai return loss dan parameter yang diinginkan maka
-9
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1800 1810 1820 1830 1840 1850 1860 1870 1880 1890 1900
Ret
urn
Lo
ss (
dB
)
Frekuensi (MHz)
S11 Sebelum Optimasi S22 Sebelum Optimasi
S33 Sebelum Optimasi S44 Sebelum Optimasi
Parameter Return loss Antena MIMO 2x2
52
perlulah dilakukan optimasi kedua pada antenna MIMO 2x2 yang meliputi perubahan
jarak antar elemen dan juga penambahan stub pada stripline.
3.11 Optimasi antenna MIMO 2x2
Proses optimasi yang dilakukan pada antenna MIMO 2x2 meliputi perubahan
jarak antar elemen. Jarak antar elemen terbaik yaitu bernilai 90.433 mm. menghasilkan
nilai return loss yang cukup baik . langkah selanjutnya yaitu dengan menambahkan
stub pada bagian stripline dengan harapan parameter yang dihasilkan sesuai dengan
apa yang diinginkan.
3.11.1 Penambahan Stub pada stripline
Mengacu pada hasil konfigurasi awal antena MIMO yang menunjukkan
parameter return loss kurang baik, perlu dilakukan perbaikan untuk memperbaiki
parameter ini. Dengan demikian, spesifikasi antena yang telah ditentukan di awal dapat
dipenuhi. Untuk itu, perlu dilakukan modifikasi ulang pada desain antena yang telah
dibuat. Parameter return loss yang kurang baik disebabkan oleh kondisi yang tidak
matched antara saluran mikrostrip dengan elemen peradiasi. Selain itu, penggabungan
antena akan menurunkan kualitas matched impedance pula walaupun antena yang
digabung berupa antena dengan elemen peradiasi identik. Hal ini disebabkan oleh
adanya efek mutual coupling yang diakibatkan oleh radiasi antena lain dan
mempengaruhi efek radiasi antena itu sendiri. [12]
Teknik yang paling umum digunakan untuk memperbaiki matched impedance
adalah dengan memerikan stub pada saluran transmisi dalam hal ini saluran mikrostrip.
Stub merupakan rangakaian open atau rangkaian short pada saluran transmisi yang
dihubungkan secara paralel atau seri dengan saluran pencatu, dan diletakkan pada jarak
tertentu dari beban [20]. Dengan menggunakan teknik ini, kondisi matched antara
saluran mikrostrip dengan elemen peradiasi sebagai beban dapat dicapai. Posisi stub
yang diletakkan pada saluran mikrostrip perlu diperhitungkan melalui perumusan
tersendiri.
Setelah melalui proses perhitungan posisi stub, terdapat dua kemungkinan untuk
meletakkan stub tersebut. Hal ini dikarenakan posisi peletakkan stub lebih panjang
dibandingkan dengan panjang saluran pencatunya. Apabila diterapkan pada
53
perancangan, stub tersebut akan berada di luar perancangan antena. Dengan demikian,
penggunaan teknik stub secara teoritis melalui perhitungan tidak dapat diterapkan pada
desain ini.
Walaupun secara teoritis penggunaan stub tidak memungkinkan, bukan berarti
teknik ini tidak dapat digunakan. Penggunaan stub ini masih dimungkinkan dengan
melakukan iterasi posisi stub maupun panjang stub pada saluran mikrostrip. Dengan
mensimulasi ulang desain sesuai dengan ukuran stub yang optimum maka hasil
perancangannya seperti yang terlihat pada Gambar 3.31 berikut ini:
Gambar 3.31 Penambahan stub pada antenna MIMO 2x2
Dimensi panjang dan lebar stub dapat dilihat pada tabel 3.7
Tabel 3.7 Dimensi stub
3.12 Hasil simulasi antenna MIMO 2x2 setelah optimasi
3.12.1 Return loss
Perancangan antena mikrostrip MIMO 2X2 dengan menggunakan simulator CST
nilai return loss dapat dilihat dari ke 16 S-Parameter yang dihasilkan yaitu S1.1,S2.1,
S3.1, S4.1. S1.2, S2.2, S3.2, S4.2, S1.3, S2.3, S3.3, S4.3, S1.4, S2.4, S3.4, S4.4. S1.1
menunjukkan hubungan antena 1 dengan antena 1, S1.2 menunjukkan antena 1 yang
mempengaruhi antena 2, S2.3 menunjukkan antena 2 yang mempengaruhi antena 3
dan S2.1 menunjukkan antena 2 yang mempengaruhi antena 1 dan begitu seterusnya
hingga sampai kepada S4.4. Return loss merupakan parameter yang menunjukkan
koefisien pantul pada sistem antena MIMO.
Panjang stub (mm) Lebar stub (mm)
14 5
54
Gambar 3.32 Grafik nilai Return loss MIMO 2x2
Berdasarkan hasil simulasi Nilai return loss ditunjukkan pada grafik 3.32. hasil
gradik menujukan hasil perbandingan nilai return loss sebelum dan setelah
dilakukanya optimasi pada antenna. Grafik menunjukan bahwa nilai return loss
berhasil dirubah setelah dilakukanya optimasi yang awalnya return loss keempat
antenna rata-rata hanya bernilai -6dB, membaik menjadi rata-rata -14dB. Nilai tersebut
dirasa sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Perlu diketahui juga untuk
mencari nilai parameter pada antenna 2x2 sangatlah sulit dan membutuhkan waktu
yang amat lama sedangkan waktu dalam membuat skripsi ini terbatas. Sehingga pada
pembuatan skripsi ini antenna hanya mendapat nilai return loss sebesar -14 dB saja.
3.12.2 VSWR (Voltage Standing Wave Ratio)
Gambar 3.33 merupakan Grafik perbandingan nilai VSWR sebelum dan sesudah
dilakukanya optimasi pada antenna MIMO2x2. Dari grafik diatas dapat kita lihat nilai
VSWR dari keempat antena Sebelum dilakukanya optimasi masih belum memenuhi
spesifikasi yaitu masih diatas 2. Sedangkan setelah dilakukanya optimasi yang
meliputi perubahan jarak serta penambahan stub membuktikan terjadi perbaikan nilai
-20
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
1800 1810 1820 1830 1840 1850 1860 1870 1880 1890 1900R
etu
rn L
oss
(d
B)
Frekuensi (MHz)
S11 Sebelum Optimasi S22 Sebelum Optimasi S33 Sebelum Optimasi
S44 Sebelum Optimasi S11 Setelah Optimasi S22 Setelah Optimasi
S33 Setelah Optimasi S44 Setelah Optimasi
Return loss Antena MIMO 2x2
55
VSWR keempat antenna menghasilkan VSWR dibawah dua. Ini menandakan bahwa
antenna sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan.
Gambar 3.33 VSWR MIMO 2x2
Selanjutnya parameter yang diperhatikan setelah mendapatkan hasil VSWR
adalah parameter Bandwidth. Besaran Bandwidth yang di hasilkan dari keempat
antenna dapat dilihat pada tabel 3.8.
Tabel 3.8 Besaran Bandwith Antenna MIMO 2x2
Bandwidth yang dihasilkan oleh masing-masing antena telah memenuhi syarat
spesifikasi yang diinginkan yaitu > 60 Mhz.
3.12.3 Gain
Gambar 3.34 merupakan Grafik perbandingan nilai Gain antenna 1 hingga 4 dari
Frekuensi 1800-1900 MHz. dapat dilihat pada grafik Nilai gain yang didapat dari
keseluruhan antenna memperoleh nilai rata-rata 5 dB. Baik dari antenna 1, antenna 2,
antenna 3 maupun antenna 4. Gain terbesar didapatkan oleh antenna 1 pada frekuensi
0
1
2
3
4
5
6
7
1800 1810 1820 1830 1840 1850 1860 1870 1880 1890 1900
VSW
R
Frekuensi (MHz)
VSWR 1 sebelum optimasi
VSWR 2 sebelum optimasi
VSWR 3 sebelum optimasi
VSWR 4 sebelum optimasi
VSWR 1 setelah optimasi
VSWR 2 setelah optimasi
VSWR 3 setelah optimasi
VSWR 4 setelah optimasi
VSWR VS Frekuensi
Antena Frekuensi
Maksimum (MHz)
Frekuensi
Minimum (MHz)
Bandwidth
(MHz)
Antena 1 1884 1811 73
Antena 2 1883 1807 76
Antena 3 1883 1806 77
Antena 4 1886 1806 80
56
1850 MHz dengan perolehan 5.967dB. sedangkan perolehan Nilai gain terendah dihasilkan
oleh antenna 2pada frekuensi 1800 MHz dengan nilai 3.588dB.
Gambar 3.34 Gain antenna MIMO 2x2
3.12.4 Pola Radiasi
Gambar 3.35 Pola Radiasi phi dan theta dari 4 antenna MIMO 2x2
Pola radiasi atau arah pancar antena mimo 2x2 berdasarkan simulasi ditunjukkan
pada Gambar 3.35 yang merupakan hasil dari pola radiasi Phi dan Theta. Pola radiasi
yang dihasilkan dari keempat antenna tidak berbeda jauh dengan pola radiasi antenna
single patch. Dari keempat antenna pola radiasi theta menunjukan bentuk seperti angka
0
1
2
3
4
5
6
7
1800 1810 1820 1830 1840 1850 1860 1870 1880 1890 1900
Gai
n (
dB
)
Frekuensi( MHz)
Nilai Gain 1800-1900 MHz
Gain antena 1 Gain antena 2 Gain antena 3 Gain antena 4
-25-20-15-10
-505
101
2 34
56
78
9
10
11
1213
1415
161718
192021
2223
2425
26
27
28
29
3031
3233
3435 36
Pola RadiasiPhi
theta
57
8 dimana arah pancar antenna terbagi kedua sisi polaradiasi jenis ini dikategorikan
sebagai pola radiasi Bidirectional. sedangkan untuk pola radiasi phi hasil menunjukan
keempat antenna memiliki bentuk dan jenis pola radiasi yang sama yaitu arah pancar
hanya focus ke satu titik tertentu. Polaradiasi jenis ini dikategorikan sebagai pola
radiasi unidirectional. Dan dapat diambil simpulan bahwa antenna mimo 2x2 ini
merupakan antenna directional.
3.12.5 Impedansi
Gambar 3.36 Nilai Impedansi 4 antenna MIMO 2x2
Gambar 3.36 merupakan Grafik perbandingan nilai impedansi antenna mimo 2x2.
Antenna 1 menunjukan nilai impedansi terbaik pada frekuensi 1840 MHz yang
menghasilkan nilai impedansi sebesar 49,65 ohm. Sedangkan untuk antenna 2
menghasilkan nilai impedansi tebaik pada frekuensi 1840Mhz dengan perolehan nilai
impedansi sebesar 48,16 ohm. Untuk antenna 3 dan 4 nilai impedansi terbaik juga
diperoleh pada frekuensi 1840 MHz nilai untuk masing masing impedansi yaitu 48,74
dan 48,50 ohm.
3.12.6 Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi merupakan parameter yang menunjukkan hubungan jalur
transmisi pada antena MIMO. Sesuai dengan spesifikasi antena, nilai koefisien
korelasi yaitu < 0,2. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan nilai koefisien korelasi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1800 1810 1820 1830 1840 1850 1860 1870 1880 1890 1900
Imp
edan
si (
oh
m)
Frekuensi (MHz)
imajiner s11 imajiner s22 imajiner s33
imajiner s44 Real s11 Real s22
Impedansi ( Z = R + jXin )
58
pada frekuensi 1.850 MHz yaitu 0,0000161 seperti ditunjukkan pada gambar 3.37 yang
mengartikan bahwa nilai koefisien korelasi sudah sesuai dengan spesifikasi antena
MIMO.
Gambar 3.37 Nilai Koefisien korelasi antenna MIMO 2x2
Ada tujuh s-parameter utama yang digunakan untuk menghitung parameter
koefisien korelasi antenna mimo 2x2 yaitu S11, S12, S13 S14, S23, S24, dan S34. Nilai dari
ketujuh parameter tersebut telah mewakili ke enam belas s-parameter yang dihasilkan
dari konfigurasi antenna mimo 2x2. Hasil dari koefisien korelasi tersebut dapat dilihat
pada tabel 3.9
Tabel 3.9 koefisien korelasi antar s-parameter antenna MIMO 2x2
3.13 Fabrikasi antenna MIMO 2x2
Pabrikasi merupakan proses realisasi hasil desain yang telah dirancang pada tahap
simulasi ke dalam bentuk sebenarnya atau real seperti ditunjukkan pada gambar 3.38.
Gambar 3.38 Tampak depan dan belakang hasil fabrikasi antenna MIMO 2x2
s12-21 s13-31 s14-41 s23-32 s24-42 s34-43 s11-22-33-44
1850 0.0000161 0.0002 0.0000137 0.000037 0.0001 0.0000545 0.001
Frekuensi (MHz)Nilai Koefisien Korelasi ( Simulasi )
59
Setelah tahap realisasi antena telah dilakukan langkah selanjutnya yaitu
melakukan pengukuran terhadap parameter antena. Pada pengukuran antena
mikrostrip ini dilakukan di gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang
beralamatkan di Jalan Cisitu, Bandung, Jawa Barat. Pengukuran dilakukan untuk
mengetahui nilai-nilai parameter yang dihasilkan setelah pabrikasi dan dilakukan
pengamatan terhadap nilai tersebut. Nilai parameter yang diamati dan dianalisa adalah
VSWR, return loss, impedansi, gain, bandwidth, polaradiasi dan polarisasi. Hasil
pengukuran akan dibandingkan dengan hasil dari simulasi dan secara teori. Kemudian
akan dilakukan analisa dari hasil perbandingan tersebut.