Upload
lamphuc
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan
Dalam suatu eksplorasi sumber daya alam khususnya gas alam dan minyak bumi, para
eksplorasionis umumnya mencari suatu cekungan yang berisi endapan-endapan bahan
organik hasil proses tranportasi dari batuan asalnya. Tentu saja tidak semua cekungan
akan menghasilkan sumber terciptanya minyak dan gas bumi karena ada syarat-syarat
yang harus dipenuhi. Kadar kandungan organik cekungan dan temperatur cekungan
tersebut menjadi syarat utama bagi terciptanya sumber minyak atau gas bumi.
Temperatur cekungan berhubungan dengan kedalamannya itu sendiri sesuai dengan
gradien geothermal bumi sekitar 1º C setiap 30 km. Tentu saja cekungan yang terbentuk
itu telah ada selama jutaan tahun yang lalu sehingga suhunya cukup tinggi dan letaknya
sudah ada di bawah permukaan bumi cukup dalam. Setelah terpanaskan sumber batuan
tersebut menghasilkan minyak bumi yang memiki fasa cair (liquid) dan kemudian
mengalami proses yang dinamakan migrasi atau perpindahan minyak bumi. Perpindahan
tersebut bergerak ke daerah yang tekanannya lebih rendah melalui pori pori batuan
sehingga sampai pada suatu tempat dimana pori-porinya semakin kecil dan susah untuk
di lewati. Proses inilah yang menyebabkan minyak berkumpul dan terperangkap. Ada
dua jenis perangkap bagi minyak bumi, yaitu perangkap struktur dan perangkap
stratigrafi. Perangkap struktur disebabkan oleh geometri suatu lapisan bumi yang
diakibatkan oleh proses tektonik bumi contohnya bentuk lapisan antiklin. Perangkap
stratigrafi lebih disebabkan karena adanya proses perubahan fasies dalam suatu lapisan
tersebut contohnya pembajian dsb.
Pada bab ini akan dilakukan pemodelan gelombang pada salah satu contoh perangkap
minyak bumi yang sering dijumpai terlebih pada eksplorasi-eksplorasi hidrokarbon
zaman dahulu yaitu perangkap struktur. Perangkap struktur terbentuk karena daerah
tersebut merupakan daerah yang mengalami proses tektonik yang cukup kuat sehingga
terkena gaya stress. Perangkap struktur yang akan di bahas pada kali ini adalah
perangkap struktur jenis lipatan. Lipatan terdiri struktur antiklin dan sinklin. Hidrokarbon
pada umumnya sering berkumpul pada titik maksimum (crest) dari suatu antiklin.
18
Lipatan (fold) merupakan perubahan bentuk atau volum akibat adanya suatu gaya yang
bekerja pada medium (lapisan bumi). Perubahan bentuknya berupa pelengkungan garis
atau bidang pada medium tersebut. Lipatan dapat berupa pelengkungan lemah yang
memiliki skala luas dengan panjang bisa lebih dari ratusan kilometer sampai pada skala
mikroskopis dalam satuan milimeter. Lipatan merupakan hasil deformasi ductile akibat
kompresi dan shear stress. Lengkungan ke atas atau cekung ke arah bawah disebut
antiklin dan sebaliknya lengkungan ke arah bawah dinamakan sinklin. Umumnya kedua
bentuk ini berpasangan. Lereng sebelah menyebelah pada antiklin atau sinklin disebut
sayap (limb), puncaknya disebut crest, dan titik terendah dinamakan trough. Bidang
simetri antara sayap disebut bidang sumbu (axial plane), dan garis potongnya dengan
permukaan, yang melalui crest maupun trough disebut sumbu lipatan (fold axis).
Gambaran umum mengenai lipatan dan komponen-komponennya dapat dilihat pada
Gambar 3.1
Gambar 3.1: Model lipatan (encyclopedia britanica .inc)
Struktur lipatan, khususnya antiklin, sangat dicari pada eksplorasi minyak bumi karena
minyak mencari tempat yang lebih lebih tinggi sehingga banyak berkumpul dan
terperangkap pada ujung antiklin (crest). Tetapi tidak hanya itu saja, hal yang juga
penting adalah adanya lapisan penutup diatas perangkap antiklin tadi sehingga minyak
yang sudah berkumpul tidak keluar kemana-mana. Lapisan penutup tersebut berupa
lapisan impermeabel seperti lapisan lempung. Pada Gambar 3.2 ditampilkan konsep
terperangkapnya minyak dan gas bumi pada suatu struktur antiklin Terperangkapnya
minyak juga tidak lepas dari peranan lapisan impermeabel di atas lapisan reservoir.
19
Gambar 3.2: Perangkap struktur antiklin
Melihat pentingnya peran struktur lipatan dalam eksplorasi hidrokarbon maka dipakailah
lipatan sebagai model lapisan pada simulasi penjalaran gelombang seismik. Simulasi
gelombang seismik dilakukan sebanyak dua kali. Pertama pada model lipatan dengan
asumsi medium akustik isotropik dan yang kedua pada model lipatan medium elastik
isotropik.
III.1 Persiapan Pembuatan Model Lipatan
Pembuatan model dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak “Seismic Unix” yaitu
program ”unif2” sehingga dihasilkan model sebagai berikut :
Gambar 3.3: Parameter fisik model lipatan
Model yang dibuat berukuran 6000 m x 3000 m dengan menggunakan spasi grid sebesar
5 m , sedangkan jumlah grid di dalam model tersebut adalah 1601 x 1001=1.600.000 grid
20
Semakin banyak jumlah grid maka hasil simulasi gelombang nya semakin baik akan
tetapi waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan programnya semakin lama. Setelah
dilakukan trial dan error untuk menentukan jarak antar spasi yang optimum maka jumlah
grid di atas menunjukkan hasil yang paling baik. Penambahan grid dilakukan pada tiap
tepi model lipatan tersebut agar pantulan dari samping model dapat dihindari. Grid yang
ditambahkan pada model diatas sebesar 200 buah. Jumlah lapisan dalam model tersebut
sebanyak tiga lapisan yang parameter elastiknya dapat dilihat pada Tabel 3.1,
Tabel 3.1: Parameter fisik tiap lapisan model lipatan
Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3
Ciri Warna Merah Hijau Biru
Kecepatan Gel P ( Vp ) 1500 m/s 2500 m/s 3500 m/s
Kecepatan Gel S ( Vs) 866 m/s 1443 m/s 2020 m/s
Densitas 2200 gr/cc 2200 gr/cc 2800 gr/cc
Tebal Lapisan 500 m s/d 1000 m 1000 m 500 m s/d 1000 m
Nilai kecepatan gelombang P yang dipakai dalam lapisan pertama sebesar 1500 m/s meng
asumsikan bahwa lapisan tersebut merupakan lapisan sedimen lunak yang belum
terkompaksi dengan baik. Sedangkan kecepatan gelombang P lapisan kedua sebesar 2500
m/s, mengasumsikan bahwa lapisan tersebut merupakan lapisan batu pasir. Lapisan yang
terakhir juga merupakan lapisan batu pasir tetapi memiliki nilai kecepatan dan densitas
yang lebih tinggi karena pengaruh kompaksi pada kedalaman sekitar 3 km. Nilai
kecepatan gelombang S dalam model tersebut mengikuti hubungan gelombang P dan S
yang formulasinya tertulis pada persamaan 2.8. Model kecepatan lapisan gelombang P
tersebut dijadikan sebagai input pada program “Aku2D” sedangkan pada program
“Ela2D” inputnya terdiri dari kecepatan lapisan gelombang P, gelombang S, dan densitas.
III.2 Penentuan Parameter Simulasi Gelombang Seismik
Semua informasi mengenai parameter simulasi gelombang diinputkan kedalam file
”aku2d.in” untuk simulasi gelombang akustik dan “ela2d.in” untuk simulasi gelombang
21
elastik. Parameter yang digunakan dalam simulasi gelombang akustik dan elastik dapat
dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2: Parameter simulasi gelombang seismik model lipatan
No Parameter Nilai Parameter
1 Sampling rate ( dt ) 0.001 s
2 Waktu Simulasi (tmaks) 3 s
3 Frekuensi tengah (fcent) 5 Hz
4 Tipe Wavelet Ricker
5 Jenis sumber explosive point source
6 Posisi sumber 3000 m ( sb x ) & 20 m ( sb z )
7 Jumlah geophone 101 buah
8 Jarak antar geophone 50 m
Nilai sampling waktu yang digunakan pada model ini adalah 0.001 s. Nilai ini sudah
sesuai dengan syarat kriteria kestabilan sistem dimana nilai sampling maksimumnya ialah
0.0028 s, semakin kecil nilai timestep berarti hasilnya semakin baik karena laju
pencuplikannya lebih detail tetapi waktu yang diperlukan lebih lama. Sedangkan untuk
nilai frekuensi haruslah memenuhi kriteria dispersi yang ditentukan sesuai dengan
persamaan 2.10. Nilai frekuensi maksimum pada model ini adalah 35 Hz. Maka nilai
frekuensi yang di pilih haruslah kurang dari nilai maksimum tersebut. Setelah dilakukan
trial dan error di pilih nilai frekuensi 5 Hz karena menghasilkan tampilan sintetik
seismogram dan snapshot yang cukup baik. Waktu perekaman simulasi ini 3 detik karena
dianggap sudah cukup menghasilkan even-even gelombang yang penting. Tipe sumber
yang dipilih pada simulasi model ini adalah “exsplosive point source”. Sumber pada
model ini diletakan pada jarak (X) = 3000 m dan kedalaman (Z) = 30 m.
Tipe wavelet yang digunakan adalah Ricker. Wavelet tersebut dipilih karena sudah
optimum dalam mensimulasikan gelombang terutama ketika muka gelombang tersebut
mengenai batas-batas lapisan. Pada sintetik seismogram wavelet tersebut dapat dengan
jelas menunjukkan batas-batas antar lapisan sehingga wavelet tersebut ideal untuk dipilih.
Gambar wavelet dapat dilihat pada Gambar 3.4. Visualisasi wavelet tersebut ditampilkan
22
dengan cara memasukkan file wavelet hasil simulasi gelombang kedalam program
”suxwigb” dalam Seismic Unix.
Gambar 3.4: Tipe wavelet pada model lipatan medium akustik dan elastik isotropik
Gambar 3.5: Spektrum frekuensi sumber model lipatan
Pada sintetik seismogram batas lapisan ditunjukkan oleh bagian trough dalam wavelet
tersebut. Wavelet merupakan representasi dari sumber yang diformulasikan dalam bentuk
matematis. Wavelet tersebut selain ditunjukkan dalam domain waktu juga dapat
ditunjukkan dalam domain frekuensi untuk menganalisis sinyal tersebut. Dari situ dapat
dilihat berapa frekuensi yang dominan. Spektrum frekuensi sumber di atas di dapat
dengan memasukkan file wavelet hasil simulasi gelombang ke dalam program ”sufft” di
dalam Seismic Unix. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada pemodelan ini
frekuensi yang digunakan adalah 5 Hz. Hal ini sesuai dengan spektrum frekuensi
dominan yang terlihat pada gambar 3.5 di atas, dimana memang frekuensi dominannya
pada 5 Hz .
23
III. 3 Hasil Keluaran Simulasi Gelombang Seismik melalui Model Lipatan
Pemodelan ini ialah untuk mencari solusi persamaan elastodinamik (2.5). Solusinya dari
waktu ke waktu tidak konstan, seperti terlihat jelas pada persamaan diferensial parsial
pada persamaan tersebut. Setelah pemodelan disimulasikan solusinya dapat berupa
snapshot seperti terlihat pada Gambar 3.6. Selain snapshot penjalaran gelombang,
dihasilkan juga sintetik seismogram. Sintetik seismogram merupakan produk samping (by
product) dari pemodelan simulasi gelombang seismik tersebut. Dari snaphot tersebut kita
dapat mengetahui bagaimana penjalaran gelombang dalam model yang kita buat. Selain
itu dapat juga dilihat even-eveng elombang apa saja yang muncul. Gambar snapshot
tersebut terbagi menjadi tiga bagian yaitu snapshot akustik (gambar 3.6 a, 3.6 b , dan 3.6
c), snapshot elastik Z (gambar 3.6 b, 3.6 e , dan 3.6 h) dan snapshot elastik X (gambar
3.6 c, 3.6 f , dan 3.6 j) Snapshot akustik hanya memodelkan penjalaran gelombang
akustik saja yaitu gelombang P. Sedangkan snapshot elastik Z dan elastik X selain
memodelkan penjalaran gelombang P juga gelombang S. Pada snaphot elastik X
amplitudo gelombang akan maksimum pada arah horizontal dan nol pada arah vertikal.
Sebaliknya pada snapshot elastik Z amplitudo gelombang akan maksimum pada arah
vertikal dan nol pada arah horizontal. Masing-masing bagian terdiri dari tiga snapshot
yang menunjukkan simulasi penjalaran gelombang pada waktu yang berbeda-beda.
Batas-batas lapisan pada seluruh snapshot yang tertera pada Gambar 3.6 ditunjukkan oleh
garis-garis berwarna merah.
Sumber yang digunakan pada simulasi penjalaran gelombang ini berada pada X=3000 m
dan Z=20 m. Sumber yang digunakan pada simulasi merupakan sumber bertipe
”eksplosive point source” oleh karena itu hanya membangkitkan gelombang P saja.
Setelah sumber dibangkitkan, gelombang P tersebut (ditandai oleh A) mulai menjalar
melalui model. Pada t=1,05 s (Gambar 3.6 a) gelombang P tadi menjalar dan mengenai
batas lapisan 1 dan 2 sehingga terpisah menjadi dua fasa yaitu gelombang pantulan P (
fasa P-R-P ditandai oleh B) dan gelombang transmisi P (fasa P–T– P ditandai oleh C). R
merupakan singkatan dari refleksi atau pantulan, T merupakan transmisi, dan C
merupakan singkatan dari konversi. Penjalaran gelombang akustik setelah t=1,29 s dapat
24
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
(g) (h) (i) Gambar 3.6: Snapshot gelombang pada model lipatan (a) akustik saat t=1.05 s (b) elastik komponen Z saat t=1,05 s (c) elastik komponen X saat t=1,05 s (d) akustik saat t=1,29 s (e) elastik komponen Z saat t=1,29 s (f) elastik komponen X saat t=1,29 s (g) akustik saat t=1,59 s (h) elastik komponen Z saat t=1,59 s (i) elastik komponen X saat =1,59 s
25
(a) (b) (c) Gambar 3.7: Sintetik seismogram model lipatan (a) akustik (b) elastik komponen Z (c) elastik komponen X
26
dilihat pada gambar 3.6 d. Gelombang transmisi P akibat lapisan 1 dan 2 (ditandai oleh
C) terus menjalar dan akhirnya mengenai batas lapisan 2 dan 3 sehingga menghasilkan
fase baru yaitu gelombang pantulan P (fasa P-T-P-R-P ditandai D) dan gelombang
transmisi P (fasa P-T-P-T-P ditandai oleh E). Pada t=1,59 s dapat dilihat fenomena ”bow
tie” (ditandai oleh F dan G). Fenomena ”bow tie” ini diakibatkan oleh bentuk sinklin
pada lapisan lipatan dalam model tersebut.
Perbedaan antara pemodelan medium akustik dan elastik dapat di tunjukkan oleh adanya
gelombang konversi S seperti yang terlihat pada gambar 3.6 e. Pada t=1,29 s (gambar 3.6
e) terdapat fasa baru yang tidak didapatkan pada snaphot akustik (gambar 3.6 d) yaitu
gelombang pantu konversi l S akibat lapisan 1 dan 2 (fasa P-RC-S ditandai oleh H).
Selain itu juga terdapat gelombang transmisi konversi S yang diakibatkan oleh lapisan 1
dan 2 (fasa P-TC-S ditandai oleh I). Pada t=1.59 s (Gambar 3.6 h), selain terdapat
gelombang pantulan P juga terdapat gelombang pantulan konversi S akibat dari batas
lapisan 2 dan 3 (fasa P-T-P-RC-S ditandai oleh J). Pada even transmisinya pun selain
terdapat gelombang transmisi P (fasa P-T-P-T-P ditandai oleh E) juga terdapat
gelombang transmisi konversi S (fasa P-T-P-TC-S ditandai oleh K). Snapshot elastik X
pada dasarnya menghasilkan fasa sama dengan elastik Z hanya saja gelombang konversi
S dapat terlihat lebih jelas dibandingkan pada snapshot elastik Z.
Asumsi medium elastik isotropik dapat terlihat dari bentuk muka gelombang berupa
lingkaran dengan jari-jari yang sama ke semua arah. Ini berarti menunjukkan kecepatan
gelombang yang sama ke segala arah. Warna dalam penjalaran gelombang ini merupakan
representasi dari besarnya displacement partikel suatu medium dimana warna putih
menunjukkan displacement atau simpangan negatif dan hitam merupakan positif. Makin
tinggi intensitas warna menunjukkan amplitudo yang semakin besar. Amplitudo yang
besar menunjukkan energi yang semakin besar. Dapat terlihat dari seluruh gambar
snapshot bahwa intensitas warna dari muka gelombang tersebut semakin berkurang
seiring dengan kedalaman. Hal ini disebabkan energi yang terdapat pada gelombang
tersebut terbagi-bagi pada setiap batas lapisan yang memiliki kontras akustik impedansi
menjadi energi pantul dan energi transmisi. Sehingga makin ke bawah energi dalam
27
gelombang tersebut semakin kecil. Lebar bentuk suatu muka gelombang pun
menunjukkan suatu arti yaitu seberapa besar frekuensi yang dipakai, makin tinggi
frekuensi yang dipakai semakin tipis lebar bentuk muka gelombangnya. Muka
gelombang pada tiap lapisan berbeda-beda, dapat kita lihat pada snaphot bahwa muka
gelombang pada lapisan ke dua dan selanjutnya semakin lebar itu di sebabkan karena
adanya perbedaan panjang gelombang pada tiap lapisan. Panjang gelombang itu
dipengaruhi oleh nilai frekuensi sumber dan kecepatan pada tiap-tiap lapisan. Dalam
eksplorasi seismik panjang gelombang tersebut berkaitan dengan resolusi gelombang
seismik yaitu lebar minimal dari suatu lapisan yang dapat di deteksi oleh gelombang
seismik. Pada model yang kita buat nilai kecepatan pada tiap-tiap lapisan bertambah
seiring bertambahnya kedalaman. Ini mengakibatkan panjang gelombangnya juga
bertambah seiring dengan kedalaman sehingga bentuk muka gelombangnya semakin
lebar. Selain resolusi vertikal, resolusi horizontal juga berkurang karena semakin lebar
muka gelombang maka pantulan dari gelombang pada batas lapisan tersebut bukan dari
satu titik tapi dari suatu bidang atau yang dikenal dengan Zona Fresnel.
Dari dua jenis snapshot elastik Z dan elastik X kita dapat membandingkan dan lebih
memperjelas even-even, baik itu gelombang S konversi dan P yang telah kita
identifikasikan. Misalnya pada gambar 3.6 e dapat terlihat bahwa refleksi gelombang S
(di tunjukkan oleh H) samar tetapi gelombang tersebut dapat terlihat jelas pada model
elastik X. Begitu juga pada gambar 3.6 h, gelombang refleksi S yang ditunjukkan oleh
gelombang J dapat dilihat secara lebih jelas oleh gelombang J pada model elastik X
(Gambar 3.6 i).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sintetik seismogram merupakan produk
samping (by product) dari simulasi penjalaran gelombang. Sintetik seismogram tersebut
dihasilkan dari respon geophone yang di tempatkan pada model. Geophone tersebut
merekam amplitudo gelombang yang menjalar melalui model dari sumber ke geophone
tersebut. Geophone yang ditempatkan pada model berjumlah 101 buah. Titik lokasi
geophone pertama berada di X=50 m dan Z=0 m. Spasi antar geophone 50 m. Dari
geophone-geophone tersebut dihasilkan 101 trace. Letak sumber pada sintetik
28
seismogram tersebut sama dengan letak sumber pada snapshot penjalaran gelombang.
Gambar 3.7 memperlihatkan tiga buah sintetik seismogram yang dihasilkan dari simulasi
penjalaran gelombang yaitu pada medium akustik, elastik komponen arah Z dan elastik
dengan komponen arah X. Penamaan even-even dalam sintetik seismogran sama dengan
penamaan even-even pada snapshot penjalaran gelombang.
Pada sintetik seismogram akustik (Gambar 3.7 a) dapat dilihat even-even gelombang
seperti yang ada di dalam snapshot akustiknya. Even-even tersebut adalah gelombang
langsung (A), gelombang pantulan P akibat batas lapisan 1 dan 2 (fasa P-R-P ditunjukkan
oleh B) dan gelombang pantulan P akibat batas lapisan 2 dan 3 (fasa P-T-P-R-P
ditunjukkan oleh D). Kemudian selain itu juga pola ”bow tie” dapat terlihat (di tunjukkan
oleh F dan G). Pada sintetik seismogram elastik (Gambar 3.7 b), tidak hanya ada
gelombang refleksi P tetapi juga ada even gelombang pantulan konversi S yang
ditunjukkan oleh H dan J. H merupakan gelombang pantulan konversi S akibat batas
lapisan 1 dan 2 (fasa P-RC-S) sedangkan J merupakan gelombang pantulan konversi S
akibat batas lapisan 2 dan 3 (fasa P-T-P-RC-S). Pada sintetik seismogram elastik juga
(Gambar 3.7 b) di dapat gelombang pantulan dari permukaan yang ditunjukkan oleh L
dan M. L berasal dari gelombang pantulan P dari gelombang langsung yang mengenai
batas permukaan dan kembali ke bawah permukaan yang kemudian di tangkap oleh
geophone (fasa P-R-P) sedangkan gelombang M merupakan gelombang pantulan S nya
dari permukaan (fasa P-RC-S). Pada sintetik seismogram arah X, gelombang -
gelombang konversi S dapat dengan jelas terlihat dibandingkan dengan gelombang
konversi S pada sintetik seismogram Z. Contohnya J pada seismogram elastik X (Gambar
3.7 c) terlihat jelas dibandingkan J pada seismogram elastik Z (Gambar 3.7 c). Begitu
juga dengan H (Gambar 3.7 c) terlihat jelas dan mendominasi pada sintetik seismogram
X sedangkan pada sintetik seismogram elastik Z kurang terlihat. Sebaliknya gelombang
refleksi P pada seismogram elastik X kurang cukup terlihat dibandingkan pada
seismogram elastik Z.
Pada seismogram elastik Z (Gambar 3.7 b) amplitudo gelombang langsungnya menipis
dan akhirnya hilang seiring waktu ini disebabkan karena amplitudo gelombang ke arah
29
sumbu X atau lateral berkurang. Pada snapshot elastik Z (Gambar 3.6 b) ditunjukkan
amplitudo gelombang langsung mengecil (semakin tipis warnanya) ke arah lateral (
sumbu X). Amplitudo gelombang tersebut mengecil ke arah sumbu lateral (sumbu X)
karena stress yang bekerja pada sumber arah Z memiliki nilai yang maksimal pada sudut
90° dan 270° (sumbu Z) sehingga amplitudo gelombang ke arah lateralnya mengecil.
Kebalikannya dengan sintetik seismogram arah X (Gambar 3.7 c), gelombang
langsungnya mempunyai amplitudo yang cukup tinggi seiring dengan waktu ini
disebabkan karena stress pada arah X mempunyai nilai maksimum pada sudut 0° dan
180° (sumbu X) sehingga amplitudo gelombangnya meningkat ke arah sumbu X. Pada
snapshot elastik X (Gambar 3.6 c) dapat ditunjukkan bahwa amplitudo gelombang
langsung ke arah sumbu X cukup tinggi (warnanya cukup tebal). Pada sintetik
seismogram akustik ampitudonya tetap tinggi dikarenakan nilai amplitudo pada medium
akustik merupakan komponen radial yang merupakan resultan atau penjumlahan antara
amplitudo gelombang arah Z dengan arah X.
30