Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
24
BAB III
TINJAUAN GEOLOGI
3.1 Daerah Penelitian
Daerah penelitian berada dalam Cekungan Kutai. Cekungan ini merupakan
cekungan yang paling luas dan paling dalam di Indonesia bagian Barat yang memiliki
cadangan minyak, batubara dan gas yang besar [2]. Cekungan Kutai terbentuk pada kala
Eosen Tengah karena proses pemekaran yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan
yang berakhir pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng
mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah Barat Laut yang menghasilkan siklus
regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai dan tidak terganggu sejak Oligosen
Akhir hingga sekarang [3].
Pengangkatan dasar cekungan pada kala Miosen Tengah dimulai dari bagian Barat
Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah Timur sepanjang waktu dan
bertindak sebagai pusat pengendapan. Selain itu, juga terjadi susut laut yang berlangsung
terus menerus sampai Miosen Akhir. Bahan yang terendapkan berasal dari bagian Selatan,
Barat dan Utara cekungan menyusun Formasi Warukin, Formasi Pulaubalang dan Formasi
Balikpapan. Struktur utama di daerah kajian berupa antiklinorium yang dicirikan oleh
antiklin asimetris yang berarah Utara – Timur Laut yang dipisahkan oleh sinklin lebar yang
berisi siliklastik berumur Miosen di mana jejak sumbunya mencapai 20-50 km sepanjang
jurus berbentuk lurus hingga melengkung. Struktur antiklinorium berubah secara gradual
dari Timur ke Barat hingga tanpa pengangkatan sampai pada lipatan kompleks/jalur sesar
naik dengan pengangkatan dan erosi di bagian Barat [39].
Sedimen Tersier sangat tebal yang diendapkan di Cekungan Kutai bagian Timur
dengan fasies pengendapan yang berbeda dan memperlihatkan siklus genang-susut laut.
Urutan transgresif dijumpai di sepanjang daerah tepi cekungan berupa lapisan klastik yang
berbutir kasar, juga di pantai hingga laut dangkal. Pengendapan pada lingkungan laut terus
berlangsung hingga Oligosen dan menandakan perioda genang laut maksimum. Secara
umum ditemukan lapisan turbidit berselingan dengan serpih laut dalam sedangkan
batugamping terumbu ditemukan secara lokal dalam Formasi Antan. Sedangkan urutan
regresif di Cekungan Kutai mencakup lapisan klastik delta hingga paralik yang banyak
mengandung lapisan-lapisan batubara dan lignit. Siklus delta berumur Miosen Tengah
25
berkembang secara cepat ke arah Timur dan Tenggara. Progradasi ke arah Timur dan
tumbuhnya delta berlangsung terus menerus sepanjang waktu diselingi oleh tahapan-
tahapan genang laut secara lokal [3].
Pengamatan singkapan batubara dilakukan pada formasi pembawa batubara,
seperti Formasi Pulaubalang, Formasi Balikpapan dan Formasi Kampungbaru [40].
Cekungan Kutai merupakan salah satu dari cekungan terbesar di Indonesia dan juga
memiliki kandungan hidrokarbon yang sangat besar. Formasi Balikpapan pada Cekungan
Kutai merupakan salah satu formasi yang memiliki reservoar-reservoar prospek terdapat
cadangan hidrokarbon [4]. Berikut peta geologi Cekungan Kutai, Kalimantan Timur dapat
dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Peta geologi Cekungan Kutai, Kalimantan Timur [41]
26
3.2 Geologi Regional Daerah Penelitian
Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Adanya
interaksi konvergen atau kolisi antara 3 lempeng utama, yakni lempeng Indo-Australia,
Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia membentuk daerah Timur Kalimantan. Evolusi
tektonik dari Asia Tenggara dan sebagian Kalimantan yang aktif menjadi bahan
perbincangan ahli-ahli ilmu kebumian. Pada zaman Kapur Bawah, bagian dari continental
passive margin di daerah Barat Daya Kalimantan, terbentuk sebagai bagian dari lempeng
Asia Tenggara yang dikenal sebagai Paparan Sunda. Pada zaman Tersier, terjadi peristiwa
interaksi konvergen yang menghasilkan beberapa formasi akresi di daerah Kalimantan.
Selama zaman Eosen, daerah Sulawesi berada di bagian Timur kontinen dataran Sunda.
Pada pertengahan Eosen, terjadi interaksi konvergen ataupun kolisi antara lempeng utama,
yaitu lempeng India dan lempeng Asia yang memengaruhi semakin terbukanya busur
belakang samudra, Laut Sulawesi dan Selat Malaka. Pada zaman Pra-Tersier, pulau
Kalimantan merupakan salah satu pusat pengendapan, yang kemudian pada awal Tersier
terpisah menjadi 6 cekungan sebagai berikut: Cekungan Barito yang berada di Kalimantan
Selatan, Cekungan Kutai yang berada di Kalimantan Timur, Cekungan Tarakan yang
berada di Timur Laut Kalimantan, Cekungan Sabah yang berada di Utara Kalimantan,
Cekungan Sarawak yang berada di Barat Laut Kalimantan, Cekungan Melawai dan
Ketungau yang berada di Kalimantan Tengah. Berikut peta geologi lembar Balikpapan
dapat dilihat pada Gambar 3.2.
27
Gambar 3.2 Peta geologi lembar Balikpapan, Kalimantan [40]
28
3.3 Litologi dan Stratigrafi Daerah Penelitian
Endapan Paleozoikum dan Mesozoikum Kalimantan, diawetkan di daerah
kraton, dimetamorfosis dan dilipat selama orogenies pra-Tersier. Sedimen Tersier
dan Pleistosen diendapkan di daerah cekungan bergabung dengan pusat
Kalimantan. Sedimentasi Tersier terjadi di bawah benua, daerah transisi dan kondisi
laut terbuka [39]. Sejarah pengendapan cekungan Kalimantan Timur selama Tersier
secara luas adalah salah satu subsiden, dengan pembentukan kondisi laut dalam,
diikuti dengan pengisian cekungan di bawah kondisi laut yang lebih dangkal
(Gambar 3.3).
Suksesi stratigrafi Tersier dalam cekungan dimulai dengan pengendapan
sedimen aluvial Paleosen dari Formasi Kiham Haloq di cekungan dalam, dekat
dengan perbatasan barat. Cekungan mereda selama Paleosen Akhir – Eosen Tengah
ke Oligosen, karena rifting basement dan menjadi tempat pengendapan serpihan
Mangkupa di lingkungan laut terbuka. Beberapa silisiklastik kasar, Beriun Sands,
secara lokal dikaitkan dengan urutan serpih, menunjukkan gangguan penurunan
muka air dengan peningkatan. Cekungan mereda dengan cepat setelah pengendapan
Pasir Beriun, sebagian besar melalui mekanisme cekungan kendur, menghasilkan
pengendapan serpih laut Formasi Atan dan karbonat dari Formasi Kedango [39].
29
Gambar 3.3 Skema stratigrafi Cekungan Kutai [39]
Tatanan stratigrafi lembar Balikpapan yang diurutkan dari muda ke tua
adalah sebagai berikut [40]:
1. Aluvial (Qa): kerakal, kerikil, pasir, lempung dan lumpur. Merupakan endapan
rawa, sungai, delta dan pantai. Tersebar di sepanjang Pantai Timur Tanah
Grogot, Teluk Adang dan Teluk Balikpapan.
2. Formasi Kampungbaru (Tpkb): batulempung pasiran, pasir kuarsa, batulanau,
sisipan batubara, napal, batugamping dan lignit. Tebal sisipan batubara dan
lignit kurang dari 3 meter. Bagian bawah ditandai oleh lapisan batubara.
Berumur Miosen Akhir sampai Pliosen, diendapkan pada lingkungan delta dan
30
laut dangkal. Tebal formasi ini 700-800 meter dan terletak tidak selaras di atas
Formasi Balikpapan.
3. Formasi Balikpapan (Tmbp): perselingan batupasir kuarsa, batulempung
lanauan dan serpih dengan sisipan napal, batugamping dan batubara. Berumur
Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan pada daerah litoral-laut
dangkal dengan ketebalan 800 meter.
4. Formasi Pulaubalang (Tmpb): perselingan batupasir kuarsa, batupasir dan
batulempung dengan sisipan batubara. Berumur Miosen Tengah dan
terendapkan pada lingkungan sublitoral dangkal. Tebal formasi ini sekitar 900
meter. Formasi Pulaubalang menindih selaras Formasi Pamaluan dan ditindih
secara selaras Formasi Balikpapan.
5. Formasi Warukin (Tmw): perselingan batupasir dan batulempung dengan
sisipan batubara. Terendapkan di lingkungan delta. Umur diduga berkisar
antara Miosen Tengah-Miosen Akhir. Tebal formasi antara 300-500 meter.
Formasi Warukin menindih selaras formasi Berai.
6. Formasi Bebulu (Tmbl): batugamping dengan sisipan batulempung lanauan dan
sedikit napal. Berumur Miosen Awal dan terendapkan di lingkungan laut
dangkal. Ketebalannya mencapai 1900 meter. Formasi ini menindih selaras
Formasi Pamaluan.
7. Formasi Pamaluan (Tomp): batulempung dan serpih dengan sisipan napal,
batupasir dan batugamping. Berumur Oligosen Akhir-Miosen Tengah. Satuan
ini terendapkan di lingkungan laut dalam dengan ketebalan antara 1500-2500
meter.
8. Formasi Berai (Tomb): batugamping, napal dan serpih. Napal dan serpih
menempati bagian bawah formasi, sedangkan bagian tengah dan atas dikuasai
oleh batugamping. Berumur Oligosen sampai Miosen Awal dan terendapkan di
lingkungan neritik. Tebal formasi sekitar 1100 meter.
9. Formasi Tuyu (Toty): perselingan batupasir, greywacke, serpih dan
batulempung. Berumur Oligosen Akhir dengan lingkungan pengendapan pada
laut dalam. Formasi ini menindih selaras formasi Telakai.
10. Formasi Telakai (Tetk): batulempung, batupasir lempungan dan serpih dengan
sisipan batugamping dan napal. Berumur Eosen Akhir dan terendapkan di
31
lingkungan lebih dalam daripada sedimen Formasi Kuaro. Tebal formasi 1700
meter dan menindih selaras Formasi Kuaro.
11. Formasi Kuaro (Tek): batupasir dan konglomerat dengan sisipan batubara,
napal, batugamping dan serpih lempungan. Berumur Eosen Awal dan
terendapkan di lingkungan paralik sampai laut dangkal. Ketebalan formasi
sekitar 700 meter dan menindih tak selaras Formasi Pintap.
12. Formasi Tanjung (Tet): perselingan batupasir, batulempung, konglomerat,
batugamping dan napal dengan sisipan tipis batubara. Batupasir dan
batugamping menunjukkan struktur perlapisan bersusun dan cross bedding.
Berumur Eosen Akhir dan terendapkan di lingkungan paralik sampai neritik.
Tebal formasi diperkirakan sekitar 1000-1500 meter. Formasi ini tertindih tak
selaras Formasi Pintap.
13. Formasi Haruyan (Kvh): lava, breksi dan tufa. Lava bersusunan basal. Breksi
polimik dengan fragmen andesit dan basal tidak memperlihatkan perlapisan.
Tufa berlapis tipis umumnya telah terubah, mengandung kaca dan klorit.
14. Olistolit Kintap (Kok): batugamping, padat, tidak berlapis, berumur Kapur
Tengah. Tebal satuan sekitar 200 meter.
15. Formasi Pintap (Ksp): perselingan batupasir, greywacke, batulempung dan
konglomerat. Berumur Kapur Awal, tebal formasi diduga tidak kurang dari
1500 meter.
16. Batuan Terobosan Granit dan Diorit (Kdi): granit berwarna kelabu muda,
mengandung muskovit dan sedikit hornblende. Menerobos batuan pra-Tersier
berupa dike. Diorit berwarna kelabu muda, tekstur faneritik, mineral utama
biotit. Umur batuan terobosan ini diduga berumur Kapur Akhir.
17. Batuan Tektonit Kompleks Ultramafik (Ju): Serpentinit dan harzburgit.
Serpentinit berwarna kelabu kehijauan, padat, tersusun oleh mineral krisotil dan
antigorit. Harzburgit berwarna hijau gelap, terserpentinitkan, tersusun oleh
mineral olivin, piroksin dan serpentin. Umurnya diduga Jura.
Stratigrafi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.4.
32
Gambar 3.4 Stratigrafi Balikpapan [40]
33
3.4 Fisiografi dan Geomorfologi Daerah Penelitian
Peta fisiografi memperlihatkan bentuk-bentuk muka bumi sebagai hasil dari
proses tektonika dan denudasi, termasuk pegunungan, gunung, dataran tinggi,
perbukitan, dataran rendah, dataran pantai dan dataran rawa. Bentuk-bentuk
mukabumi ini berkaitan erat dengan dinamika kerak bumi, yang disebabkan oleh
faktor endogen (gerakan lempeng, magmatisme) dan faktor eksogen (iklim,
pelapukan, erosi/denudasi dan sedimentasi). Keadaan fisiografis adalah keadaan
suatu tempat berdasarkan segi fisiknya, seperti posisi dengan daerah lain, batuan
yang ada dalam bumi, relief permukaan bumi, serta kaitannya dengan laut [39].
Bagian Utara Kalimantan didominasi oleh komplek akresi Crocker-Rajang-
Embaluh berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di bagian Selatan komplek ini terbentuk
Cekungan Melawi-Ketungai dan Cekungan Kutai selama Eosen Akhir dan dipisahkan oleh
zona ofiolit-melange Lupar-Lubok Antu dan Boyan. Di bagian Selatan pulau Kalimantan
terdapat Schwanner Mountain berumur Kapur Awal-Akhir berupa batolit granit dan
granodiorit yang menerobos batuan metamorf regional derajat rendah. Tinggian Meratus
di bagian Tenggara Kalimantan yang membatasi Cekungan Barito dengan Cekungan
Asem-asem. Tinggian Meratus merupakan sekuens ofiolit dan busur volkanik Kapur Awal.
Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dibatasi oleh Adang flexure. Orogenesa yang terjadi
pada Pliosen-Plistosen mengakibatkan bongkah Meratus bergerak ke arah Barat. Akibat
dari pergerakan ini sedimen-sedimen dalam Cekungan Barito tertekan sehingga terbentuk
struktur perlipatan [39].
Fisiografi daerah penelitian berada di daerah perbukitan. Morfologi daerah
penelitian adalah perbukitan rendah (low hills). Terdiri dari litologi berupa batuan
sedimen klastik dan batuan vulkanik (clastic sedimentary & volcanic rocks). Asal
mula atau genesis daerah penelitian yaitu pengendapan sedimen klastika dan
vulkanik klastika (sedimentation of clastic rocks & volcanic clastics) (Gambar 3.5).
34
Gambar 3.5 Fisiografi daerah penelitian tugas akhir [42]
35
Saat ini, tren struktur Cekungan Kutai didominasi oleh serangkaian lipatan
berarah Timur Laut – Barat Daya (dan patahan tambahan) yang sejajar dengan garis
pantai arkuata dan dikenal sebagai Samarinda Antiklinorium–sabuk lipatan
Mahakam. Sabuk lipat ini dicirikan oleh antiklin yang asimetris dan kencang,
dipisahkan oleh sinklin lebar, mengandung silisiklastik Miosen. Fitur-fitur ini
mendominasi bagian Timur cekungan dan juga dapat diidentifikasi lepas pantai.
Deformasi semakin kompleks di arah darat [39]. Wilayah cekungan barat telah
terangkat (Gambar 3.6).
Gambar 3.6 Tren struktur di Kalimantan [39]
36
Daerah penelitian dibagi menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 3.7),
yaitu [43]:
1. Blok Schwaner yang dianggap sebagai bagian dari dataran Sunda,
2. Blok Paternoster, meliputi pelataran Paternoster sekarang yang terletak
dilepas Pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian di dataran Kalimantan
yang dikenal sebagai sub Cekungan Pasir,
3. Meratus Graben, terletak di antara blok Schwaner dan Paternoster, daerah
ini merupakan bagian dari Cekungan Kutai,
4. Tinggian Kuching, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat
Laut dan Tenggara Cekungan Kalimantan selama Neogen. Cekungan-
cekungan tersebut antara lain:
a. Cekungan Tarakan, yang terletak paling Utara dari Kalimantan Timur.
Di sebelah Utara cekungan ini dibatasi oleh “Semporna High”,
b. Cekungan Kutai, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat
Laut dan Tenggara cekungan Kalimantan selama Neogen. Terletak
sebelah Selatan dari Tinggian Kuching yang merupakan tempat
penampungan pengendapan dari Tinggian Kuching selama Tersier.
Cekungan ini dipisahkan oleh suatu unsur Tektoniok yang dikenal
sebagai Paternoster Cross Hight dari Cekungan Barito.
Morfologi daerah penelitian secara umum adalah rawa. Kawasan lahan rawa di
Kalimantan umumnya dipengaruhi oleh sungai-sungai, baik sungai berukuran besar dan
panjang maupun sungai berukuran kecil. Kalimantan Timur umumnya dipengaruhi oleh
Sungai Mahakam yang bermuara langsung ke laut, sungai ini menjangkau sangat luas dan
dihubungkan oleh sungai-sungai yang lebih kecil maupun anak sungai untuk ke wilayah
lainnya. Keberadaan air di daerah rawa dipengaruhi oleh sungai-sungai di sekitarnya.
Lahan gambut ini mampu menyerap air dan menyimpannya dalam jumlah yang banyak
sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya banjir [44].
37
Gambar 3.7 Fisiografi Cekungan Kutai, Kalimantan Timur [39]
Morfometri Borneo (Kalimantan) yaitu daratan dengan sungai-sungai besar:
Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Kayan dan Sungai
Mahakam di wilayah Kalimantan. Sungai-sungai ini merupakan jalur masuk utama
ke arah pedalaman pulau dan daerah pegunungan tengah. Semakin ke hulu, sungai
semakin sempit. Sungai tersebut mengalir melalui hutan-hutan perbukitan,
memiliki arus yang deras dan airnya jernih. Kebanyakan sungai-sungai utama di
Kalimantan terdapat di jajaran pegunungan tengah. Sungai-sungai itu semakin lebar
38
dan semakin besar volumenya menuju ke laut, dikarenakan adanya tambahan air
dari anak-anak sungai, yang membentuk sungai utama yang mengalirkan air dari
daerah aliran sungai yang luas. Debit air bervariasi menurut musim. Kecepatan
arus, kedalaman air dan komposisi substrat bervariasi menurut panjang aliran dan
lebar sungai [44].
Morfografi topografi daerah penelitian yaitu berbentuk pesisir yang rendah,
memanjang dan dataran sungai, terutama di bagian Selatan. Lebih dari setengah pulau ini
berada di bawah ketinggian 150 m dan air pasang dapat mencapai 100 km ke arah
pedalaman. Sistem dataran berupa dataran berbukit kecil yang terbentuk oleh aktivitas
sungai yang membawa bahan-bahan dari daerah perbukitan dan pegunungan [44]. Sungai-
sungai yang mengalir di daerah penelitian seperti Sungai Wain, Sungai Riko dan Sungai
Sepaku. Sungai-sungai itu semakin lebar dan semakin besar volumenya menuju ke laut,
karena ada tambahan air dari anak-anak sungainya, yang membentuk sungai utama yang
mengalirkan air dari daerah aliran sungai yang luas. Sungai Wain berada dekat dengan
daerah penelitian membentuk sebuah endapan yaitu fasies dataran banjir (flood plain).
Aliran sungai yang menuju ke laut, membentuk endapan transisi yaitu fasies delta plain.
dan endapan ini menuju hingga laut dangkal (shallow marine). Berikut peta topografi
Balikpapan dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Morfometri pola aliran sungai (Gambar 3.9) di lokasi penelitian memiliki
pola aliran sungai yang umum, yaitu pola dendritik. Pola aliran sungai dendritik
adalah pola aliran dengan cabang-cabang sungai menyerupai garis penampang atau
pertulangan daun. Jenis pola aliran sungai dikontrol oleh litologi yang homogen.
Aliran sungainya memiliki tekstur dengan kerapatan yang tinggi yang diatur oleh
jenis batuan. Tekstur sungai merupakan panjang sungai per satuan luas. Daerah
aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungan-punggungan gunung
atau pegunungan di mana air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir
menuju sungai utama [44].
39
Gambar 3.8 Peta topografi Balikpapan, Kalimantan Timur
40
Gambar 3.9 Pola aliran sungai Balikpapan