Upload
m-ikhwanuddin-el-syirazj
View
47
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BAB I,II,III.doc
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sapi perah sebagai penghasil susu merupakan salah satu penghasil protein
hewani yang sangat penting. Disamping itu sapi perah berperan sangat penting
sebagai pengumpul bahan-bahan yang tidak bermanfaat sama sekali bagi
manusia seperti rumput, limbah, dan hasil ikutan lainnya dari produk
pertanian. Air susu sebagai sumber protein hewani sangat besar manfaatnya
pada manusia, baik bagi bayi untuk masa pertumbuhan maupun bagi orang
dewasa dan lanjut usia. Air susu memiliki kandungan protein yang tinggi
sehingga sangat menunjang pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan tubuh.
Menjaga kualitas susu sebelum sampai ke konsumen merupakan hal
yang penting. Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu
yang mungkin berbahaya bagi manusia atau ternak perah. Melindungi
konsumen dari penyakit yang berasal dari susu, mencegah penyebaran
penyakit diantara ternak, dan memeriksa keadaan susu merupakan bagian dari
aktivitas kesehatan masyarakat dan ternak.
Memperoleh air susu dari hasil pemerahan sapi yang sehat, dan proses
pengangkutan serta penyimpanan di lingkungan peternakan berperan
terhadap kesehatan susu yang dapat menentukan kualitas air susu.
Penyakit ternak mungkin timbul secara subklinis sehingga gejala klinis
tidak terlihat jelas, hal tersebut menyebabkan penyakit tidak dapat
terdeteksi sebelum atau setelah masa produksi. Kadang-kadang proses
teknologis yang dapat merusak mikroorganisme pathogen tidak dapat
diterapkan saat produksi susu. Pada kasus lain, perlakuan mungkin kurang
memuaskan untuk mencegah zat berbahaya sampai ke konsumen, dimana
bahan kimia berbahaya seperti pestisida dan antibiotika dapat mencapai
konsumen melalui air susu. Kontaminasi mungkin juga terjadi saat
penyimpanan dan pengolahan jika tidak memperhatikan faktor kesehatan.
1
2
Beberapa penyakit ternak yang dapat ditularkan melalui air susu
adalah tuberculosis dan bruselosis. Penyakit-penyakit tersebut dapat
dikontrol melalui pemeliharaan kesehatan ternak. Obat-obat ternak untuk
pencegahan dan pengobatan maupun bahan tambahan dalam pakan harus
digunakan dengan tepat agar konsumen terhindar dari bahaya adanya
bahan-bahan tersebut dalam air susu.
Efisiensi pengembangbiakan dan pengembangan usaha ternak perah hanya
dapat dicapai apabila peternak memiliki perhatian terhadap tata laksana
pemeliharaan dan manajemen pengelolaan yang baik. Adanya manajemen
dalam pengelolaan merupakan sesuatu hal yang wajib bagi seseorang
pengusaha ternak untuk dimengerti dan dipahami. Manajemen yang meliputi
berbagai hal, semisal manajemen perkawinan, manajemen pakan, manajemen
kandang, manajemen sapi induk dan khususnya pada menejemen kebersihan
serta kesehatan ternak, yang kesemuanya itu merupakan kunci dalam
mengusahakan ternak sapi perah. Tantangan dalam peningkatan produksi susu
tidak akan lepas dari masalah manajemen pemeliharaan dan manajemen
reproduksinya. Jika semuanya tersebut dapat dikuasai oleh peternak maka
akan menghasilkan hasil yang maksimal.
Dari uraian diatas maka kami melakukan PKL untuk mengetahui
manajemen kesehatan dan pengendalian penyakit pada ternak sapi perah masa
laktasi di lokasi peternakan “ Karunia “ Jong Biru Kabupaten Kediri.
B. Rumusan Masalah
Masalah dalam praktek kerja lapang ini adalah bagaimana manajemen
kesehatan dan pengendalian penyakit pada ternak sapi perah masa laktasi di
lokasi peternakan “ Karunia “ Jong Biru Kabupaten Kediri.
C. Tujuan
Praktek kerja lapang ini bertujuan untuk mengetahui manajemen kesehatan
dan pengendalian penyakit pada ternak sapi perah masa laktasi di lokasi
peternakan “ Karunia “ Jong Biru Kabupaten Kediri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Sapi Perah Di Indonesia
Di Indonesia sapi perah mulai dipelihara dan dikembangkan sejak abad ke
17. Pada umumnya sapi perah yang dipelihara di Indonesia ialah FH (Fries
Holland) dan PFH (Peranakan Fries Holland). Sapi tersebut berasal dari
dataran Eropa yang memiliki lingkungan hidup dengan temperatur bersuhu
26-38°C. Sehingga tidaklah mengherankan apabila usaha ternak sapi perah di
Indonesia ini hanya terbatas di daerah-daerah tertentu yang berhawa dingin
(AAK, 2010).
B. Jenis Sapi Perah
Sapi perah asli tropika menurut Murti (2007), terdiri dari sapi Damaskus,
sapi Gir, sapi Ongole, dan sapi Sahiwal. Sapi perah asal subtropika terdiri dari
sapi Friesian Holstein, sapi Jersey, Guernsey, Ayrshire, dan sapi Brown Swiss.
Sapi perah hasil persilangan yaitu sapi Australian Friesian Sahiwal (AFS),
sapi Australian Milking Zebu (AMZ), sapi Jamaica Hope (JH), dan Karan
Swiss.
Taksonomi sapi perah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactylia
Sub Ordo : Ruminansia
Famili : Boviadae
Genus : Bos
Spesies : Bos taurus (sebagian besar sapi)
Bos indicus (sapi berpunuk)
C. Sapi Perah PFH
Sapi Peranakan Friesien Holland mempunyai warna yang cukup terkenal,
belang putih dan ini merupakan warna yang dominan. Warna belang hitam-
3
4
putih tersebut mempunyai perbatasan yang tegas sehingga tidak ada warna
bayangan, dan perbandingan antara warna hitam dan putih tidak tentu atau
tidak tetap. Bulu kipas ekor, bagian perut dan kaki dari tracak sampai lutut
(knee) atau hock berwarna putih. Bangsa Friesien Holstein murni dianggap
cacat warna apabila ditemui sapi tersebut berwarna hitam atau putih mulus,
ada warna hitam pada bagian perut atau bulu kipas ekor, warna hitam pada
kaki dari kuku atau teracak sampai lutut, dan pada batas warna hitam dengan
putih terapat warna bayangan atau gabungan antara warna hitam dengan putih
(Prihadi dan Adiarto, 2008).
Kemampuan sapi perah PFH dalam berproduksi susu dapat menghasilkan
air susu mencapai lebih dari 6000kg/laktasi dengan kadar lemak susu rata-rata
3-5% (Siregar, 1994). Sapi PFH adalah sapi perah yang produksi susunya
tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya, disamping itu kadar lemak
susunya rendah. Sebagai gambaran produksi susu sapi FH di Amerika Serikat
rata-rata 7245 kg/laktasi dengan kadar lemak 3,65 %. Sementara itu produksi
susu rata-rata di Indonesia 3135 kg/laktasi pada masa laktasi 9,5 bulan
(Syukur, 2006).
D. Sapi Perah Laktasi
Sapi perah laktasi merupakan sapi perah yang berada pada kondisi
menghasilkan susu setelah melahirkan (Darmono, 1992). Trimargono (2005)
menjelaskan bahwa masa awal laktasi biasanya adalah pada 100 hari pertama
laktasi, pada masa awal laktasi sapi akan mengalami puncak produksi susu
(pada bulan kedua laktasi pada sapi Holstein). Konsumsi pakan menurun,
akibatnya sapi akan mengalami penurunan berat badan. Dan pada akhir masa
laktasi ini sapi akan mengalami puncak konsumsi dry matter yang akan
menyebabkan penurunan berat badan (berat badan turun sehingga menjadi
paling rendah pada masa laktasi).
Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi
setelah melahirkan anak. Kira-kira setengah jam setelah melahirkan, produksi
susu sudah keluar. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Masa laktasi
5
dimulai sejak sapi berproduksi sampai masa kering tiba. Oleh karena itu masa
laktasi berlangsung selama 10 bulan atau sekitar 305 hari (Santoso, 2002).
E. Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Masa Laktasi
a. Kandang
Bambang (1992) menyatakan bahwa secara umum konstruksi
kandang harus kuat, mudah dibersihkan dan sirkulasi udara di dalam
kandang baik. Kapasitas kandang bagi ternak cukup baik, ternak masih
dapat bergerak bebas. Ditambahkan pula oleh pendapat Murtidjo (1993)
bahwa ukuran kandang sangat menentukan produktivitas sapi. Ternak
akan merasa nyaman jika ukuran kandangnya cocok untuk melakukan
aktivitas. Panjang dan lebar kandang menyesuaikan dengan jumlah sapi
yang dipelihara.
b. Pakan
Menurut Frandson (1992), salah satu faktor yang utama adalah
makanan, di samping faktor genetis dan manajemen pemberian pakan
yang cukup. Pemberian pakan berupa konsentrat sangat dibutuhkan oleh
ternak karena dapat memberikan nutrisi tambahan untuk ternak. Hal ini
sesuai dengan pendapat Akoso (1996) yang menyatakan bahwa jenis
pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi
tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Peranan pakan konsentrat
adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi
kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang cepat. Dedak
halus, ampas tahu dan ampas ketela merupakan sumber karbohidrat yang
baik untuk ternak.
Air mutlak dibutuhkan dalam usaha peternakan sapi perah. Hal ini
disebabkan susu yang dihasilkan 87% berupa air dan sisanya berupa bahan
kering. Untuk mendapatkan 1 liter air susu, seekor sapi perah
membutuhkan 3,5 – 4 liter air minum. Dalam peternakan, air digunakan
untuk minum sapi, memandikan sapi dan membersihkan kandang. Khusus
6
untuk minum, sebaiknya sapi diberi minum secara ad libitum atau ada
setiap saat (AAK, 2005).
c. Manajemen Pemerahan
Pada umumnya pemerahan dilakukan dua kali sehari, yakni pada
pagi dan sore hari. Namun, jika produksi susu yang dihasilkan lebih dari
25 liter/hari, pemerahan sebaiknya dilakukan tiga kali sehari (Sudono,
2003)
Pemerahan yang baik dilakukan dengan cara yang benar dan alat
yang bersih. Tahapan-tahapan pemerahan harus dilakukan dengan benar
agar sapi tetap sehat dan terhindar dari penyakit yang dapat menurunkan
produksinya. Tahapan pemerahan dengan cara manual atau dengan tangan
yaitu membersihkan kandang dari segala kotoran, mencuci daerah lipatan
paha sapi yang akan diperah, memberi konsentrat kepada sapi yang akan
diperah, sehingga ketika dilakukan pemerahan, sapi sedang makan dalam
keadaan tenang, membersihkan alat-alat pemerahan susu (ember dan alat
takar susu) dan milk can susu, membersihkan tangan pemerah, mencuci
ambing dengan air bersih, kemudian melapnya dengan lap yang bersih,
melakukan uji mastitis klinis setiap sebelum dilakukan pemerahan
(Sudono et al., 2003)
Yashinta (2010) menjelaskan bahwa mengenai perlengkapan
pemerahan yaitu sebelum melakukan pemerahan petugas harus
mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih
dahulu. Perlengkapan dan peralatan tersebut antara lain: ember tempat
pemerahan, tali pengikat kaki, tali pengikat ekor (jika hal ini diperlukan),
milk-can untuk menampung air susu, dan kain bersih untuk menyaring
susu terhadap kotoran dan bulu sapi pada saat susu dituangkan ke dalam
milk-can. Semua alat yang digunakan sebelum dan sesudah dipakai harus
selalu dalam keadaan bersih atau steril. Agar semua peralatan yang
dipakai menjadi steril, alat-alat tersebut harus dicuci dengan cara
7
merendam dalam larutan disinfektan, lalu dicuci dengan air panas dan
dijemur.
F. Manajemen Kesehatan Sapi Perah Dan Pengendalian penyakit
Kesehatan sapi perah yang terjaga menjadi salah satu poin keberhasilan
berternak. Dalam kondisi sehat seekor sapi perah dapat menghasilkan susu
secara optimal dan berkualitas. Untuk menjaga kesehatan sapi perah dapat
dilakukan dengan program vaksinasi dan pemberian obat – obatan pencegah
penyakit seperti obat cacing yang dilakukan sesui dengan jadwal.
1. Kebersihan Ternak
Sapi yang bersih tidak akan mudah terserang penyakit. Jika sapi
terserang penyakit maka produksi susu akan menurun, contohnya sapi
yang terserang abses hati yang menggangu sistem metabolisme tubuh yang
erat hubungannya dengan produktivitas susu. Contoh lainnya adalah
mastitis yang disebabkan oleh kuman yang terdapat pada ambing maupun
puting yang kotor karena jarang dibersihkan sehingga susu yang
dihasilkan tidak layak dikonsumsi (Akoso, 1996).
2. Penyakit Pada Ternak Sapi Perah
2.1 Mastitis
Menurut Akoso (1996), mastitis adalah suatu peradangan pada
ambing yang bersifat akut, subakut atau menahun dan terjadi pada semua
jenis mamalia. Pada sapi, penyakit ini sering dijumpai pada sapi perah dan
disebabkan oleh berbagai jenis kuman atau mikoplasma. Radang kelenjar
susu ditandai dengan adanya peradangan pada saluran-saluran kelenjar
susu, perubahan fisik dan kimiawi dari air susu.
8
2.2 Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis sapi merupakan penyakit infeksius menular dan
menahun (kronik), disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis var. bovis
(selanjutnya disebut M. bovis), dapat menginfeksi hewan ternak lainnya,
hewan liar dan manusia (zoonosis). Tuberkulosis sapi diketahui sejak lebih
dari satu abad yang lampau, tersebar luas di berbagai belahan dunia,
hingga kini masih dianggap penting pada populasi sapi baik secara
nasional maupun oleh sebagian besar negara di dunia. Penularannya
pada manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (OIE,
2004).
Semua bangsa (breed) sapi rentan terhadap infeksi M. bovis, umumnya
anak sapi lebih rentan terhadap infeksi dibandingkan dengan sapi
dewasa. Perbedaan khusus antara yang terjadi pada manusia dan hewan
tidak diketahui. Tuberkulosis sapi yang muncul umumnya lebih komplek
dan melibatkan berbagai interaksi antara induk semang dan organisme
penyebabnya.
2.3 Brucellosis
Brucellosis adalah penyakit reproduksi menular ruminansia yang
disebabkan oleh kuman Brucella sp (Anonimus 1, 2004). Penyakit ini
merupakan penyakit penting di Indonesia yang dapat menular ke manusia
(zoonotik) (Anonimus 1, 2004). Brucellosis dilaporkan menyebar ke
berbagai wilayah Indonesia sehingga menimbulkan kerugian ekonomis
yang cukup besar bagi pengembangan peternakan akibat kematian dan
kelemahan pedet, abortus, infertilitas, sterilitas, penurunan produksi susu
dan tenaga kerja ternak, serta biaya pengobatan dan pemberantasan yang
mahal (Anonimus 1, 2004).
Brucella menyebabkan keguguran atau keluron pada umur
kebuntingan tertentu (Soejodono, 1999). Di Indonesia penyakit ini disebut
juga penyakit keluron menular atau Bang (Soejodono, 1999). Bakteri
penyebabnya sampai saat ini telah diidentifikasikan sebagai 6 (enam)
9
spesies yaiu Brucella melitensis, Brucella abortus, Brucella suis, Brucella
neotomae, Brucella ovis, dan Brucella canis (Soejodono, 1999). .
2.4 Penyakit Mulut dan Kuku
Menurut Ressang (1986), tanda tanda bagi sapi yang terkena
penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah gejala sakit seperti umumnya dan
selama beberapa hari menderita demam diatas 40oC, nafsu makan turun,
rahang bergerak seolah – seolah mengunyah atau rahang bawah gemetar
kemudian terlihat pengeluaran air liur berlebih, hidung berkoreng dan
sering berdecap serta produksinya menurun. Virus PMK sangat mudah
sekali menular melalui udara. Menurut Subronto (1989), virus ini memiliki
sifat stabil dalam lingkungan terbuka untuk jangka waktu yang cukup
lama, yang kemudian disebarkan secara aerosol. Terutama bila
kelembaban udara melebihi 70oC dan suhu udara dingin. Untuk melakukan
pengendalian maka dilakukan pemotongan paksa, memperkuat arus lalu
lintas ternak, dilakukan penutupan daerah dan vaksinasi masal dengan
vaksin sub tipe virus yang sama dengan penyebab wabah.
2.5 Milk Fever (Demam susu)
Milk Fever pada sapi perah mempunyai beberapa sinonim yaitu
Hipokalsemia, paresis puerpuralis dan parturient paresis (Goff 2006).
Milk fever adalah penyakit gangguan metabolisme yang terjadi pada sapi
betina menjelang/saat/sesudah melahirkan yang menyebabkan sapi
menjadi lumpuh. Milk Fever ditandai dengan menurunnya kadar kalsium
(Ca) dalam darah (Horst et al. 1997). Ca berperan penting dalam fungsi
system syaraf. Jika kadar Ca dalam darah berkurang drastis, maka
pengaturan sistem syaraf akan terganggu, sehingga fungsi otak pun
terganggu dan sapi akan mengalami kelumpuhan. Kasus milk fever terjadi
pada 48 – 72 jam setelah sapi melahirkan, sapi yang mengalami gangguan
ini biasanya sapi yang telah beranak lebih dari tiga kali. Sapi berumur 4
tahun dan produksi tinggi (lebih dari 10 liter) lebih rentan mengalami milk
10
fever. Selain itu, angka kejadian milk fever 3-4 kali lebih tinggi pada sapi
yang dilahirkan dari induk yang pernah mengalami milk fever.
2.6 Kembung (Bloat)
Bloat/ kembung perut merupakan bentuk penyakit/ kelainan alat
pencernaan yang bersifat akut, yang disertai penimbunan gas di dalam
lambung ternak ruminansia. Penyakit kembung perut pada sapi lebih
banyak terjadi pada sapi perah dibandingkan dengan sapi pedaging atau
sapi pekerja. (Yunani I dan Berenergy, 2010).
2.7 Anthrax
Penyakit Anthrak atau radang limpa adalah penyakit yang bersifat
menular akut atau perakut. Penyakit ini dapat menyerang semua jenis
hewan berdarah panas bahkan manusia. Penyakit ini dapat menyebabkan
angka kematian tinggi (Akoso, 1996).
Penyakit anthrak (radang limpa) adalah penyakit yang disebabkan
oleh kuman Bacillus anthracis. Kuman ini akan membentuk spora bila
berhubungan dengan udara, dan spora dapat tahan hidup bertahun-tahun.
Penyakit anthrak bersifat zoonosis dan dapat menyerang hampir semua
jenis ternak, kecuali binatang berdarah dingin (Putra, 2004).
2.8 Abses
Abses merupakan salah satu masalah yang cukup sering terjadi
pada sapi perah. Kondisi abses banyak terjadi pada peternakan sapi perah
yang memiliki tingkat sanitasi kandang yang rendah. Abses merupakan
kumpulan nanah (netrofil yang mati) yang berada dalam kavitas jaringan
tubuh yang biasanya pada daerah kulit dan menimbulkan luka yang cukup
serius karena infeksi dari bakteri pembusuk. Abses itu sendiri merupakan
reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya benda
asing di tubuh. Pada abses terdapat nanah yang terlokalisasi dan dikelilingi
oleh jaringan yang meradang. Gejala khas abses adalah peradangan,
11
merah, hangat, bengkak, sakit, bila abses membesar biasanya diikuti gejala
demam, selain itu bila ditekan terasa adanya terowongan (Boden, 2005).
3. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Sugeng (2000) menyatakan bahwa kesehatan sapi bisa dicapai
dengan tindakan hygiene, sanitasi lingkungan, vaksinasi, pemberian pakan
dan teknis yang tepat.
3.1 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Mastitis
Program pengendalian mastitis akan berhasil jika mastitis subklinis
dapat dikontrol dan dikendalikan. Derajat mastitis subklinis tiap kuartir
ambing perlu selalu dipantau sehingga langkah pengobatan yang tepat dan
hemat dapat diupamakan. Pengendalian mastitis diutamakan dengan
meminimalkan terjadinya infeksi silang antara puting susu yang terinfeksi
ke puting susu yang sehat pada satu ternak atau antar ternak, diikuti
dengan pengobatan sapi yang terinfeksi pada saat kering kandang.
Tindakan mencegah terjadinya infeksi silang perlu segera dilakukan jika di
suatu peternakan terdapat mastitis klinis atau mastitis subklinis berat .
Pengobatan mastitis klinis sangat dianjurkan, dan pilihan antibiotik
untuk kasus yang disebabkan oleh streptococcus sp dan staphylococcus sp
yang tidak resisten adalah penisilin. Namun, sebagian besar isolat
staphylococcus telah resisten terhadap penisilin sehingga semi-sintetis
penisilin seperti cloxacillin lebih effektif. Pengobatan mastitis akan
memberikan basil terbaik jika dilakukan saat kering kandang (The Merck
Veterinary Manual, 1986). Hal ini telah dibuktikan oleh Supar dan
Ariyanti (2008), di mana sapi penderita mastitis subklinis yang diobati
dengan cloxacillin pada saat kering kandang, memiliki rataan produksi
1615 liter selama 90 hari/ekor, sementara yang tidak mendapat perlakuan
memiliki rataan produksi 1320 liter dalam 90 hari/ekor. Tergantung dari
jenis antibiotika yang digunakan, air susu setelah pemberian antibiotik
12
agar tidak dikonsumsi, untuk itu rekomendasi 'withdrawal time' harus
diperhatikan dengan baik .
3.2 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Brucellosis
Brucellosis pada sapi sulit diobati karena kuman bersifat
intraseluler sehingga pengobatan tidak efektif. Beberapa agen pengobatan
telah dikembangkan untuk treatmen brucellosis, yaitu dengan long acting
oxytetracyclin dan streptomycin yang diberikan secara intramuskular dan
infus secara intramamary dan pengobatan dilakukan dalam waktu 6
minggu, namun hasilnya tidak cukup efektif untuk eliminasi kuman
abortus tersebut (Radwan et al., 1993).
Pencegahan penyakit di peternakan sapi perah dapat dilakukan
secara higiene dan sanitasi, vaksinasi dan penyingkiran sapi reaktor.
Sanitasi dan higienik merupakan faktor yang sangat penting untuk
pencegahan brucellosis pada suatu kelompok ternak. Sapi reaktor
sebaiknya di potong, dan pemasukan bibit/sapi baru ke dalam suatu
peternakan sebaiknya dipisahkan atau dikarantina terlebih dahulu, dan jika
ada kasus abortus maka fetus dan plasenta yang digugurkan harus dikubur
atau dibakar dan dilakukan desinfeksi pada tempat yang terkontaminasi
dengan hypoklorid, ethanol 70% maupun 2% formaldehid.
Pengendalian dan pemberantasan brucellosis pada sapi dapat
dilakukan hingga mencapai titik terendah sehingga suatu zona ataupun
negara dapat dinyatakan bebas brucellosis. Pengendalian brucellosis pada
daerah dengan prevalensi tinggi dilakukan melalui program vaksinasi dan
kontrol pergerakan penyakit secara ketat, sedangkan pada daerah dengan
prevalensi rendah pengendalian penyakit dilakukan melalui test and
slaughter (potong bersyarat), yaitu dengan cara menguji serum sapi dengan
Rose Bengal Test (RBT) yang kemudian dilanjutkan dengan Complement
Fixation Test (CFT) atau dan Enzyme-linked Immunosorbent assay
(ELISA), apabila hasil uji positif maka sapi tersebut dilakukan
pemotongan (Alton et al., 1984).
13
Vaksin yang biasa digunakan untuk pengendalian brucellosis di
beberapa negara adalah vaksin aktif B . abortus S19 yang dibuat dari strain
B. abortus halus/smooth (Nicoletti, 1990), hanya saja vaksin tersebut
dilaporkan mempunyai Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
beberapa kelemahan, yaitu keguguran pada sapi bunting yang divaksin
(Nicoletti et al., 1977), infeksi permanen (Corner et al., 1987) dan adanya
residu antibiotik yang berkepanjangan sehingga mengacaukan diagnosis
pada saat potong bersyarat (Morgan, 1977 dan Mac Milland et al, 1990).
Pemakaian vaksin B. abortus S19 dalam pengendalian brucellosis pada
sapi adalah banyaknya .false positive (positif palsu) apabila vaksin
diberikan pada sapi setelah dewasa (biasanya lebih dari 10 bulan), atau
karena divaksinasi 2 kali (Bundle et al, 1987).
3.3 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Milk Fever
Pengobatan milk fever diarahkan untuk mengembalikan kadar Ca
darah pada kondisi normal tanpa penundaan serta mencegah terjadinya
kerusakan otot dan syaraf akibat hewan berbaring terlalu lama.
Keberhasilan pengobatan tergantung pada surveilan yang dilakukan secara
terus-menerus khususnya terhadap stadium awal penyakit. Kalsium
boroglukonat adalah obat standar untuk milk fever yang diberikan melalui
injeksi secara intravenous sebanyak 25% larutan.
Payne (1989) melaporkan bahwa pemberian sebanyak 9 g Ca
merupakan dosis optimum yang dapat mengobati milk fever, tetapi
pemberian sebanyak 6 g Ca kurang cukup karena penyakit cenderung
muncul kembali, dan 12 g Ca terlalu berlebihan. Penyuntikan kalsium
secara intravena dapat menaikan kadar Ca darah sampai melebihi batas
normalnya dan menimbulkan detak jantung tidak teratur yang dapat
dideteksi dengan cepat. Namun, toksisitas akut untuk kalsium
boroglukonat adalah rendah karena kation Ca berikatan dengan anion
boroglukonat sehingga tetap dalam bentuk inaktif. Kasus lapangan milk
fever biasanya merupakan penyakit yang kompleks, oleh karena itu larutan
14
Ca boroglukonat dapat ditambahkan magnesium dan/atau dektrosa.
Selanjutnya, suat percobaan menunjukkan bahwa injeksi ganda dart Ca
boroglukonat yang diberikan secara intravena dan subkutan dapat
membantu pengobatan milk fever. Pemberian kalsium secara intravena
menghasilkan pengaruh langsung, sedangkan depot Ca di bawah kulit
(penyuntikan subkutan) akan memberikan pengaruh yang lambat tetapi
memberikan penyembuhan yang lama (Payne, 1989).
Kebanyakan hewan akan sembuh dengan cepat setelah pengobatan.
Dalam 5-10 menit sapi mampu mengangkat kepalanya, feses akan keluar
dan mulai berusaha untuk berdiri. Bila penyakit kambuh kembali, biasanya
terjadi dalam 24 jam maka diperlukan pengobatan kedua. Lumpuh
berulang dapat dihentikan dengan meniup udara ke dalam kelenjar
ambingnya agar menghambat sekresi kalsium ke dalam susu dan
kehilangan kalsium. Strategi pencegahan penyakit bergantung pada
kondisi peternakan (tingkat kejadian penyakit), musim pada saat Calvin
dan kondisi hijauan pakan ternak. Kasus penyakit milk fever biasanya
tinggi pada kelahiran musim hujan (basah) dan hijauan pakan ternak yang
basah. Hal tersebut disebabkan karena (a) rumput mengandung Ca yang
tinggi, (b) rumput mengandung magnesium yang rendah, dan (c) selama
kelahiran biasanya terjadi periode stasis lambung dan hal ini akan
menurunkan kemampuan sapi mengabsorbsi Ca.
3.4 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kembung (Bloat)
Pengobatan asidosis bergantung pada bentuk asidosisnya apakah
asidosis ruminal atau sistemik. Walaupun demikian, tindakan pertama
dalam pengobatan asidosis ini adalah mengurangi tekanan yang
disebabkan akibat pembentukan gas (bloat) sebelum terjadi kegagalan
jantung. Obat-obatan bloat dapat diberikan secara intraruminal seperti
larutan magnesium oksida untuk mendispersi gas di dalam rumen. Dalam
hal ini dapat diberikan cairan minyak seperti minyak kelapa dan minyak
sayuran sebanyak 500 ml (Payne, 1989).
15
Pada kasus bloat parah, perlu dilakukan trokar untuk mengeluarkan
gas rumen. Trokar dan kanula dimasukan ke dalam rumen pada sisi kiri
hewan, 5 cm di belakang tulang iga terakhir dan 15 cm di bawah tulang
spinus. Teknik alternatif lain untuk mengeluarkan gas rumen dapat
dilakukan dengan menggunakan sonde lambung. Asidosis sistemik dapat
diobati dengan menggunakan infusi cairan isotonik (1,3%) sodium
bikarbonat yang diinjeksikan secara intravena. Bila hewan juga mengalami
kelumpuhan akibat paresis atau hypokalsemia, maka Ca boroglukonat
dapat diberikan untuk penyembuhannya. Pencegahan diarahkan untuk
mencegah terjadi pembesaran rumen. Sapi dapat diberikan ransum berupa
biji-bijian secara bertahap. Kandungan rumput kering dalam ransum perlu
dijaga keseimbangannya dengan balk untuk mencegah terjadinya
pembesaran rumen. Larutan penyangga (buffer) dapat dicampurkan ke
dalam diet seperti sodium bikarbonat, di mana antibiotik dapat menekan
pertumbuhan bakteria penghasil asam laktat .
5.5 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Antrax
Pencegahan dan pengendalian antraks di daerah endemik dilakukan
dengan cara vaksinasi. Vaksin antraks yang digunakan di Indonesia
sampai saat ini adalah vaksin aktif. Daya proteksi vaksin antraks pada
ternak ditentukan oleh respon imun terhadap protective antigen (PA),
sedangkan 2 komponen toksin lainnya yaitu LF dan EF hanya berperan
kecil dalam memberikan proteksi. Antigen lainnya (kapsul dan dinding
sel) belum diidentifikasi berperan dalam proteksi (WHO, 1998). Vaksin
antraks masa mendatang harus dapat menstimulasi imun respons seluler
dan imun respon humoral (WHO, 1998) .
Vaksinasi pada ternak di Indonesia pada umumnya masih
menggunakan vaksin spora hidup atau live spora vaccine, yang
mengandung B. Anthracis galur 34F2, bersifat toksigenik, dan tidak
berkapsul. Vaksin ini mengandung kira-kira 10 juta spora per mililiter
yang disuspensikan dalam larutan 50% gliserin NaCI fisiologis
16
mengandung 0,5% saponin. Vaksin ini dibuat sesuai dengan Requirements
for anthrax sporevaccine (live for Veterinary use); requirements for
biological substance no. 13 (WHO, 1967). yang menunjukkan dapat
terjadinya berbagai perbedaan kualitas di antara vaksin antraks yang ada.
Gliserin dan saponin yang digunakan sebagai pelarut dan adjuvan dalam
vaksin ini, juga dapat mempengaruhi kinerja dari vaksin. Bibit vaksin
harus dipelihara secara hati-hati agar supaya varian B. anthracis yang tidak
berkapsul dapat kehilangan kemampuan imunogeniknya pada subkultur
(STERNE, 1959).
5.5 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Abses
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati kondisi
abses ialah dengan pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan dengan
membuat lubang pada daerah abses kemudian dilakukan pembersihan
rongga abses dari jaringan mati. Diusahakan pembersihan ini dilakukan
hingga rongga abses benar-benar bersih dari jaringan mati dengan
membuat luka baru. Rongga abses yang telah disayat dibiarkan tetap
terbuka agar penyembuhan lebih cepat terjadi. Menurut Boden (2005),
abses yang telah dibuka biasanya memberikan hasil paling baik dengan
membiarkan lubang tidak tertutup.
Pengobatan abses juga dapat menggunakan antibiotik. Salah satu
contoh antibiotic yang dapat diberikan pada kondisi abses ialah penstrep
(Penisilin sreptomisin). Penicillin-streptomisin merupakan agen
bakterisida yang berspektrum luas dan efektif membunuh bakteri gram
positif. Penicillin memiliki struktur beta laktam yang mampu
menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat enzim
bakteri yang diperlukan untuk pemecahan sel dan sintesis selular (Plumb
2005).
BAB III
MATERI DAN METODE
A. Lokasi dan Waktu PKL
PKL ini dilaksanakan pada tanggal 16 September 2013 sampai dengan
tanggal 05 Oktober 2013 yang bertempat di Peternakan Sapi Perah “
KARUNIA” Kediri susuai dengan tujuan untuk mengetahui manajemen
kesehatan dan pengendalian penyakit pada ternak sapi perah masa laktasi di
lokasi peternakan “ Karunia “ Jong Biru Kabupaten Kediri.
B. Sumber Pengumpulan Data
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung pada subjek
sebagai sumber informasi yang di cari. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari orang lain atau tidak langsung. Data sekunder berwujud data
dari laporan, dokumentasi serta publikasi ilmiah.
C. Metode Analisis
Bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kondisi usaha ternak sapi
perah yang berkaitan dengan kebersihan kandang, kesehatan, dan
pengendalian penyakit ternak sapi perah masa laktasi di peternakan sapi perah
“ KARUNIA”.
17
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Peternakan
1. Lokasi Peternakan
Peternakan Sapi Perah “ Karunia “ terletak di Desa Jong biru Kecamatan
Gampeng Rejo Kabupaten Kediri. Peternakan ini memiliki luas area 21.000 m2
untuk lokasi peternakan dan lahan hijauan yang berada satu wilayah dengan
lokasi peternakan. Berdasarkan kondisi topografi terdiri dari dataran rendah dan
pegunungan yang dilalui aliran sungai Brantas yang membelah dari selatan ke
utara. Suhu udara berkisar antara 230 C sampai dengan 310 C dengan tingkat
curah hujan rata-rata sekitar 1652 mm per hari. Secara keseluruhan luas wilayah
kediri sekitar 1.386.05 KM2 atau + 5%, dari luas wilyah propinsi Jawa Timur
( Sumber : BMKG 2012 ).
Dari data tersebut maka bisa dilihat bahwa pemeliharaan sapi perah di
Peternakan Karunia sudah sesuai dengan penjelasan Sujono (2010) yang
menyatakan bahwa ternak sapi perah mampu bertahan dan beradaptasi di daerah
bersuhu 26-38° C dan suhu yang tinggi dapat menurunkan nafsu makan serta
mengurangi konsumsi rumput dan sebaliknya kebutuhan air minum bertambah.
2. Struktur Organisasi Peternakan Karunia
Peternakan Sapi Perah “ Karunia “ merupakan perusahaan milik pribadi
dengan nama pemilik Budi Dharma yang memiliki usaha utama di bidang
peternakan, awal berdiri pada tahun 1989 dan mulai beroperasi pada tahun 1990.
Pengelolaan perusahaan ini mengikut sertakan beberapa orang pekerja
diantaranya Bapak Budi Dharma sebagai Pemilik sekaligus Direktur perusahaan
ini. Peternakan Karunia dikelola oleh 1 orang sebagai Manajer, 20 tenaga harian,
terdiri dari 5 orang lulusan SMA, 4 orang lulusan SMP, 11 orang lulusan SD, jadi
sebagian besar para pekerja hanya lulusan sekolah tingkat dasar.
19
Struktur organisasi perusahaan diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Organisasi Peternakan Karunia
3. Fasilitas
Peternakan Karunia memiliki fasilitas yang terdiri dari :
a. Transportasi
1. Mobil Pengirim Susu 1 Unit
2. Truck Hijauan 1 Unit
b. Alat - alat
1. Mesin Potong Rumput 1 Unit
2. Milk Can
3. Pompa Tandon
4. Mesin Pengolah limbah 1unit
5. Argo 2 unit
Pemilik / DirekturPemilik / Direktur
ManajerManajerAdministrasiAdministrasi
SecuritySecurity
Kesehatan ternakKesehatan ternak
KandangKandangPemerahanPemerahan LimbahLimbahHijauanHijauan
Budi Dharma
Pak Hu’
Pak Di
Abdul
Sali
pamuji
Darmaji
Sugik
Eko
Lasminto
Fauzi
Topan
Badri
jari
Tejo
Komar
Slamet s
Suroso
Sodik
Sukir
Inseminator Inseminator
ErikErikPak Kus & Erik
20
Denah bangunan Peternakan Karunia diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Denah Bangunan Perusahaan.
Keterangan Gambar:
1. Pintu masuk2. Kantor3. Ruang4. Kandang Pedet (Umbaran )5. Kandang Laktasi6. T. Pencampur Pakan7. Gudang/WC8. Tempat Pembersihan Peralatan9. Kandang Pedet (Umbaran)10. T. Pengeringan Limbah11. Kandang Pedet12. Kandang Sapi Dara13. Kandang Laktasi14. DP / Sapi Bunting15. Kandang Sapi Dara
16. Kandang Pedet17. Kandang Sapi Laktasi18. Kandang Sapi Beranak19a. Kandang Sapi Jantan19b. Kandang Sapi Dara20a. T. Pencampur Kosentrat20b. Tower Tandon21. Kandang Sapi Laktasi22. Pengolahan pakan ( coper )23. Kandang Laktasi24. T. Penampungan Limbah25. Kandang Sapi Kering26. T. Pakan27. Sapi Kering & Laktasi28. Sapi Kering
5
13
22
27
28
7
15
3
8
4
21
25
6
2
23
1
14
9
2
17
12
24
1011
21
B. Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Masa Laktasi
1. Lingkungan Kandang
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapang dan pengamatan di lokasi
peternakan sapi perah Karunia, dapat disimpulkan bahwa lokasi kandang sangat
sesuai dikarenakan terletak di daerah yang dingin dekat dengan aliran sungai
Brantas, jarak kandang dengan pemukiman penduduk jauh, jarak antara ternak
satu dengan lainnya cukup luas, sumber air yang berasal dari sumur bebas dari
limbah pabrik dan jumlahnya banyak, kebersihan lingkungan terjamin karena
sanitasi dilakukan rutin. Lingkungan kandang yang nyaman, bersih bagi ternak
mempengaruhi kesehatan ternak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sugeng
(2000) yang menyatakan bahwa kesehatan sapi bisa dicapai dengan tindakan
higienis, sanitasi lingkungan, vaksinasi, pemberian pakan dan teknis yang tepat.
2. Bangunan kandang
Bangunan kandang yang perlu diperhatikan yaitu atap, lantai, dan tempat
pakan minum. Sehubungan dengan itu yang perlu diperhatikan adalah arah
kandang, ventilasi, atap, dinding, dan lantai kandang. Berdasarkan pengamatan
pada saat praktikum, atap kandang sudah sesuai yaitu menggunakan esbes, lantai
kandang sudah dibuat miring, hal tersebut memudahkan membersihkan kotoran
ternak. Kandang peternakan Bapak Budi Dharma disesuaikan dengan lingkungan
yang bersuhu relatif rendah sehingga ventilasi kandang tidak dibuat lebar yang
menyebabkan kurangnya sinar matahari yang masuk. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bambang (1992) yang menyatakan bahwa secara umum konstruksi
kandang harus kuat, mudah dibersihkan dan sirkulasi udara di dalam kandang
baik. Kapasitas kandang bagi ternak cukup baik, ternak masih dapat bergerak
bebas. Ditambahkan pula oleh pendapat Murtidjo (1993), bahwa ukuran kandang
sangat menentukan produktivitas sapi. Ternak akan merasa nyaman jika ukuran
kandangnya cocok untuk melakukan aktivitas. Panjang dan lebar kandang
menyesuaikan dengan jumlah sapi yang dipelihara.
22
3. Kondisi ternak
Bagian tubuh yang diamati pertama kali adalah kebersihan pada
permukaan tubuh atau kulit pada ternak sapi perah indukan atau masa laktasi.
Berdasarkan hasil pengamatan, kulit tampak bersih, hanya sedikit kotor pada
bagian pantat. Pengamatan berikutnya ditemukan pada beberapa ekor sapi adanya
luka pada bagian tubuh ternak yang nampak sakit yaitu pada kaki dan dekat paha.
Kondisi kesehatan ternak tersebut berdasarkan fisiknya dapat dilihat pada
permukaan kulit sapi terlihat sedikit kusam. Hal ini sesuai dengan pendapat
Santosa (1995) yang menyatakan bahwa taraf kesehatan ternak terlihat dari
permukaan kulit yang halus, bersih dan mengkilat.
4. Pakan
Pakan yang diberikan pada sapi perah masa laktasi di peternakan Karunia
terdiri dari hijauan segar serta konsentrat (Comboran, jawa red). Pakan sangat
mempengaruhi produktivitas sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson
(1992) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang utama adalah makanan di
samping faktor genetis dan manajemen pemberian pakan yang cukup. Pemberian
pakan berupa konsentrat sangat dibutuhkan oleh ternak karena dapat memberikan
nutrisi tambahan untuk ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Akoso (1996),
bahwa jenis pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi
tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah, dimana pakan konsentrat berperan
untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal
hewan untuk tumbuh dan berkembang cepat.
Berdasarkan pelaksanaan PKL, dapat diketahui bahwa beberapa hal yang
dilakukan sebelum pemberian pakan yaitu membersihkan palungan pakan untuk
membuang sisa-sisa pakan serta penggantian air minum. Dalam usaha peternakan
skala besar, kondisi sapi perah harus diperhatikan dengan benar, baik segi pakan,
pemerahan, penyakit, serta kebersihannya (Anonymous, 2011).
Pemberian pakan pada peternakan sapi perah ini dilakukan dua kali sehari,
yaitu pagi hari setelah melakukan pemerahan dan pada sore hari sebelum
melakukan pemerahan. Jenis bahan pakan yang diberikan sebagai ransum berupa
23
hijauan, dedak atau gamblong (ampas ketela), dan ampas tahu. Ternak ruminansia
sebagai penghasil susu dengan pakan utamanya adalah hijauan. Kecukupan pakan
bagi ternak yang dipelihara merupakan tantangan yang cukup serius dalam
pengembangan peternakan di Indonesia. Indikasi kekurangan pasokan pakan dan
nutrisi bukan merupakan faktor utama alasan masih rendahnya tingkat produksi
ternak. Faktor-faktor lain yang juga dapat berpengaruh terhadap rendahnya
tingkat produksi antara lain lingkungan (suhu), umur, penyakit dan stress .
Dedak halus, ampas tahu dan ampas ketela merupakan sumber
karbohidrat yang baik untuk ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haryono
(2010), bahwa sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu,
geplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam
dapur, kapur dll. Pemberian konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan
sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1% - 2% dari berat badan perhari.
Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta
menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara.
5. Tata laksana ternak
Ternak dipelihara dengan cara dikandangkan agar mempermudah proses
pemeliharaan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin (2008) yang
menyatakan bahwa kandang berfungsi untuk melindungi ternak, tempat istirahat
ternak, mengontrol ternak, dan memudahkan pelaksanaan pemeliharaan dan
pemerahan susu.
6. Manajemen Pemerahan
Pemerahan di peternakan sapi perah Karunia dilakukan dua kali sehari
yakni pada pagi pukul 04.00 WIB dan sore hari pada pukul 14.00 WIB, secara
manual yaitu menggunakan tangan. Sebelum melakukan pemerahan ternak
dimandikan terlebih dahulu agar kotoran-kotoran yang melekat pada tubuh ternak
dapat hilang dan tidak mengotori susu yang akan dihasilkan nantinya. Pemerahan
dilakukan di kandang yang sama dengan tempat memandikan dan tempat ternak
tersebut beraktifitas. Kegiatan ini dilakukan oleh 6 pekerja tetap dan dibantu oleh
mahasiswa yang melakukan praktek kerja lapang sebagai pekerja tambahan.
24
Sebelum pemerahan dilakukan, untuk petugas pemerah membersihkan tangan
dengan air hangat supaya tangan steril dan sebaiknya jari pemerah dilumasi
dengan minyak kelapa atau mentega supaya licin, agar puting susu tidak mudah
terluka.
Pemerahan meliputi dua cara yaitu : (1) Dengan Dua jari. Dengan
memegang pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah, kemudian kedua
jari tersebut ditekan serta ditarik ke bawah, hingga air susu mengalir keluar. Cara
ini sulit dilakukan bagi sapi yang puting susunya pendek. (2) Dengan
menggunakan kelima jari tangan, dengan cara ini puting susu dipegang antara ibu
jari dan keempat jari lainnya sampai susu keluar. Pemerahan akan berlangsung
selama beberapa menit sampai aliran susu yang terlihat pada saat diperah sudah
berkurang. Setelah memerah, puting susu sapi dicelupkan pada iodium agar
menghindari ternak terkena mastitis. Susu yang diperah akan tertampung pada
kaleng penampung susu (milk can) yang sudah diletakkan dibawah ambing. Serta
tambahan peralatan lain seperti sekop dan sikat lantai untuk menjaga kebersihan
kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Yashinta (2010) yang menyatakan
bahwa sebelum melakukan pemerahan, petugas harus mempersiapkan
perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih dahulu, meliputi ember
tempat pemerahan, tali pengikat kaki, tali pengikat ekor (jika hal ini diperlukan),
milk-can untuk menampung air susu, dan kain bersih untuk menyaring susu
terhadap kotoran dan bulu sapi pada saat susu dituangkan ke dalam milk-can.
Semua alat yang digunakan sebelum dan sesudah dipakai harus selalu dalam
keadaan bersih atau steril. Agar semua peralatan yang dipakai menjadi steril,
alat-alat tersebut harus dicuci dengan cara merendam dalam larutan disinfektan,
lalu dicuci dengan air panas dan dijemur. Pada peternakan Karunia setelah selesai
pemerahan semua peralatan pemerahan direndam dengan air dan dicuci dengan
sabun hingga bersih, setelah itu diangin – anginkan agar peralatan kering dan
tidak lembab kemudian dimasukan ke dalam gudang penyimpanan yang steril.
25
7. Produksi Susu
Peternakan Karunia mampu menghasilkan susu sebanyak ± 1000 liter per hari
dengan interval 2 kali pemerahan sehari terhadap sapi yang laktasi sebanyak 98
ekor. Produksi susu dari sapi-sapi tersebut dirasa kurang sebagai perusahaan
penghasil susu di wilayah Kediri sehingga perlu ditingkatkan, antara lain dengan
penambahan jumlah sapi perah laktasi dengan mengawinkan sapi-sapi dara yang
ada atau dengan membeli sapi jadi yang sudah laktasi.
Rata-rata produksi susu per ekor per hari dari hasil pemerahan pagi dan siang
adalah 5-6liter. Produksi yang dicapai menunjukkan rata-rata produksi rendah dan
tidak sesuai dangan pendapat Sudono (1995) yang menyatakan bahwa
produksi susu rata-rata sapi perah di Indonesia 10 liter per ekor per hari dengan
kadar lemak 3,65%. Untuk mencapai produksi susu yang tinggi dengan tetap
mempertahankan kadar lemak susu dalam batas normal, perbandingan antara
hijauan dan konsentrat dalam ransum sapi perah laktasi adalah sekitar 60%:40%.
Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1985), faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi susu yaitu : umur ternak, kondisi sapi waktu beranak,
banyaknya ransum waktu diberikan pada ternak yang sedang laktasi, pemerah,
jadwal pemerahan yang dilakukan, kesehatan ternak, besarnya ternak, masa
birahi, waktu perkawinan, dan heriditas (kemampuan yang diturunkan induk
kepada anak untuk memproduksi susu yang tinggi ). Produksi susu yang
dihasilkan pada pemerahan pagi hari lebih banyak dari pada produksi susu yang
dihasilkan pada siang hari. Pada pagi hari sebanyak 2-3 liter/ekor, sedangkan
pada siang hari sebanyak 1-2 liter/ekor.
Di Peternakan Karunia produksi susu pada pemerahan pagi umumnya
lebih banyak di banding dengan pemerahan siang hari, karena pada malam
hari keadaan sapi lebih tenang. Menurut Widodo (2003) bahwa komposisi
pakan diketahui dapat mempengaruhi komposisi susu. Beberapa diantaranya
adalah jumlah atau tipe dari pakan berserat seperti limbah tanaman yang
dipanen, rasio pakan konsentrat dan hijauan serta komposisi karbohidrat dan
lemak pakan.
26
Di Peternakan Karunia setelah pemerahan dilakukan, susu hasil
perahan disaring terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam ember
penampung susu dan ditutup rapat. Kemudian pemasaran hasil produksi susu
tersebut dilakukan dengan cara pengolahan sendiri karena dipeternakan karunia
memiliki pabrik pengolahan susu menjadi susu pasteurisasi yang nantinya
langsung dapat dikonsumsi oleh konsumen dan menyalurkannya pada pelanggan
yang berada di wilayah kediri dan sekitarnya, Selain mengolahnya menjadi susu
pasteurisasi Peternakan Karunia juga menjual susu segar langsung kepada
konsumen. Harga susu per liter yaitu Rp 4.200,- untuk pelanggan dan untuk
pembeli umum atau pengecer dihargai Rp 5.000,-.
Hasil pemerahan susu tersebut juga digunakan sendiri yaitu untuk
diberikan pada beberapa pedet yang ada. Pemberian untuk satu ekor pedet 2
liter per hari karena pedet ini belum mendapat pakan tambahan. Unuk pedet
yang berumur di atas 1 bulan hingga 3 bulan diberikan susu dengan jumlah
pemberian sebanyak 3 liter/ekor/hari karena pedet ini telah dilatih makan
konsentrat dan hijauan muda.
C. Manajemen Kesehatan dan Pencegahan Penyakit
1. Kebersihan Ternak
Dari hasil Praktek Lapangan diketahui bahwa di peternakan Karunia
frekuensi memandikan sapi dilakukan sehari dua kali yaitu pagi hari sesudah
pemerahan dan pada sore hari. Dilakukan pada semua bagian tubuh sapi dengan
cara disemprot dengan air melalui selang. Penyemprotan dilakukan mulai dari
kepala sampai bagian belakang ternak dan dilakukan penyikatan. Sedangkan
pembersihan kotoran dilakukan bersama-sama sebelum waktu pemerahan yaitu
jam 04.00 WIB dan 12.00 WIB serta pada sore hari. Dengan frekuensi 3 kali
sehari maka kebersihan kandang selalu terjaga dan sapi dapat merasa nyaman.
Sapi yang bersih tidak akan mudah terserang penyakit. Jika sapi terserang
penyakit maka produksi susu akan menurun, contohnya sapi yang terserang abses
hati yang menggangu sistem metabolisme tubuh yang erat hubungannya dengan
produktivitas susu. Contoh lainnya adalah mastitis yang disebabkan oleh kuman
27
yang terdapat pada ambing maupun puting yang kotor karena jarang dibersihkan
sehingga susu yang dihasilkan tidak layak dikonsumsi (Akoso, 1996).
2. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Pada setiap usaha pasti terdapat hambatan atau kendala yang dapat
menggangu kelancaran kegiatan produksi, tak terkecuali pada perusahaan sapi
perah. Salah satu kendala adalah mengenai kesehatan sapi yang kadang terganggu.
Di peternakan sapi perah Karunia, penyakit biasanya didiagnosa oleh pihak
peternak sendiri, karena pemilik peternakan itu telah hafal tanda tanda suatu
ternak yang terserang penyakit, selain itu peternakan tersebut memiliki dua tenaga
ahli yang mempunyai pengalaman memelihara sapi yang sudah cukup lama.
Pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi oleh Dinas Peternakan dilakukan setiap 6
bulan sekali atau ketika ada sapi yang menunjukan gejala terserang suatu
penyakit. Apabila ada tanda-tanda suatu penyakit yang tidak dapat ditanggulangi
oleh peternak sendiri, pemilik peternakan akan memanggil mantri hewan.
Penyakit yang sering terjadi pada peternakan Karunia adalah mastitis, milk
fever, kembung dan diare.
2.1 Mastitis
Menurut Akoso (1996), mastitis adalah suatu peradangan pada ambing yang
bersifat akut, subakut atau menahun dan terjadi pada semua jenis mamalia. Pada
sapi, penyakit ini sering dijumpai pada sapi perah dan disebabkan oleh berbagai
jenis kuman atau mikoplasma. Radang kelenjar susu ditandai dengan adanya
peradangan pada saluran-saluran kelenjar susu, perubahan fisik dan kimiawi dari
air susu.
Untuk pencegahan dan pengobatan penyakit mastitis pada peternakan sapi
perah Karunia dilakukan dengan cara-cara berikut ini :
a. Memperhatikan tata cara pemerahan sapi, yaitu sebelum diperah sapi
dibersihkan dulu dan cara memerahnya harus benar-benar higienis. Hal ini
dapat mencegah penyakit mastitis, karena penularan penyakit ini melalui
puting susu,
28
b. Menghindari kemungkinan adanya hal-hal yang dapat menyebabkan luka pada
ambing atau puting susu baik melalui cara pemerahan maupun adanya lantai
kandang yang dapat menyebabkan luka.
c. Menjaga kebersihan kandang dan alat-alat untuk pemerahan susu.
Pengobatan yang dilakukan terhadap penyakit ini adalah dengan
memberikan obat antibiotik yang merupakan campuran antara antibiotic
Penzavet® dengan aquades dengan perbandingan 1:10. Sapi perah yang
menderita mastitis diberikan obat tersebut dengan cara di suntikkan pada puting
yang menderita mastitis dengan dosis 10 cc per puting. Selain itu dilakukan
pemerahan pada puting dalam keadaan bersih, dan susu yang diperah harus
sampai habis dan tidak ada susu yang tersisa di dalam puting tersebut .
2.2 Milk Fever
Milk Fever merupakan penyakit yang disebabkan gangguan
metabolisme sapi betina menjelang atau pada saat melahirkan atau setelah
melahirkan (72 jam setelah beranak ) yang ditandai dengan kekurangan
kalsium dalam darah. Penyebabnya adalah kekurangan Ca (hipokalsemia) yang
akut. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme mineral yakni
metabolisme Ca yang bisa berakibat kepada seluruh tubuh. Penyerapan yang
berlebihan terhadap ion Ca oleh kelenjar susu dan dapat juga disebabkan
kelenjar paratiroid pada leher yang mengatur tinggi rendahnya kadar ion Ca
dalam darah sehingga fungsinya tidak normal. Dalam keadaan normal kadar
Ca dalam darah 8-12 mg per 100 ml darah, dalam keadaan hipokalsemia kadar Ca
dalam darah menurun menjadi 3-7 mg per 100 ml darah (Anonimus,2002).
Gejala terjadi hipokalsemia adalah penurunan suhu tubuh ,langkah yang
kaku, ketidak sanggupan untuk berdiri, lipatan leher seperti huruf S,
penghentian proses partus, dan kematian yang terjadi dalam waktu 6-12 jam
apabila tidak diobati. Sapi yang menderita hipokalsemia di Peternakan karunia
diobati dengan cara penyuntikan intra muskuler pada bagian leher, sehingga
kalsium yang diberikan dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh
29
darah. Obat yang di berikan antara lain seperti calcium magnesium®,
biosolamine®, penzavet®, dan vitamin B12.
2.3 Abses
Abses disebabkan oleh luka-luka yang tidak segera diobati. Gejalanya
berupa pengelupasan kulit yang terluka dan berupa pembengkakan dan
kadang-kadang bernanah. Hal ini sering disebabkan sapi terpeleset di lantai
yang licin. Pengobatan yang dilakukan yaitu hanya dengan memberikan obat luka
luar/ spray gusanex pada bagian yang terluka secara teratur sampai luka
tersebut mengering/sembuh.
2.4 Kembung dan Diare
Penyakit lain yang sering terjadi kembung, dan diare. Kembung ( Boat )
adalah suatu bentuk penyakit kelainan alat pencernakan yang bersifat akut yang
disertai dengan penimbunan gas didalam lambung ternak ruminansia didalam gas
yang ditimbun dapat terpisah dari isi lambung lainnya, atau terperangkap diantara
isi perut dalam bentuk gelembung – gelembung kecil. Penyakit ini perlu
diwaspadai karena itu perlu kiranya petani peternak mengetahui sehingga terjadi
kasus seperti ini dapat menanggulanginya secara dini, karena penyakit ini dapat
menimbulkan kerugian dengan matinya ternak yang terserang.
Penyebab Penyakit kembung ada 2 faktor yaitu pertama faktor makanan
meliputi pemberian hijauan yang berlebihan, hijauan yang terlalu muda, biji –
bijian yang digiling halus, ternak yang digembalakan terlalu pagi, timbangan
antara pakan hijauan dan konsentrat yang tidak seimbang (konsentrat lebih
banyak), hijauan yang banyak dipupuk dengan Urea, hijauan yang dipanen
sebelum berbunga ( terlalu muda ) atau sesudah turunnya hujan terutama pada
daerah yang sebelumnya kekurangan air. Kedua yaitu faktor hewan itu sendiri,
meliputi tingkat kepekaan dari masing – masing ternak, sapi bunting yang
kondisinya menurun, sapi yang sakit atau dalam proses penyembuan, hewan yang
kurang darah.
30
Gejala penyakit kembung antara lain perut sapi sebelah kiri bagian atas
membesar,menonjol keluar dan kembung, ternak bernapas dengan mulut, ternak
menjulurkan lehernya kedepan untuk membebaskan angin / gas dari mulut, sapi
tidak tenang, sebentar berbaring lalu segera bangun, dan nafsu makan hilang.
Pertolongan pertama yang dilakukan di peternakan Karunia pada penyakit
kembung sebelum melakukan pengobatan yaitu menempatkan kaki depan ternak
penderita pada bagian yang lebih tinggi, mengusahakan agar ternak tetap pada
posisi berdiri dengan mulut dibuka, masukkan sepotong kayu dibagian muluit
dengan posisi melintang. bila hendak memberikan obat, maka kayu yang dimulut
dikeluarkan terlebih dahulu, pemberian obat atau bahan lainnya dapat berupa
minyak goreng sebanyak 100 – 200 ml minyak kayu putih yang dicampur dengan
air hangat.
Untuk pencegahan terhadap penyakit kembung perut pada sapi adalah
Jangan biarkan sapi terlalu lapar, jangan membiarkan makanan yang sudah rusak
hindarkan pemberian leguminosa dalam ransum yang terlalu banyak, usahakan
agar sapi tidak digembalakan terlalu pagi, jangan memberikan biji – bijian yang
telah digiling halus. Kembung biasanya disebabkan karena pergantian jenis pakan
sehingga sapi belum dapat beradaptasi dengan jenis pakan tersebut dan terkadang
hal ini juga menyebabkan diare. Untuk diare peternak biasanya melakukan
penanggulangan dengan cara memberikan sapi dengan jamu, namun apabila diare
dan kembung tidak segera sembuh maka dipanggilkan mantri hewan.
Penyakit lain yang dapat menyerang ternak perah adalah penyakit Mulut
dan Kuku (PMK). Pada peternakan sapi perah Karunia selama ini belum pernah
dilaporkan adanya kasus penyakit PMK pada sapi perah yang diternakkan.
Ternak yang dipelihara di peternakan karunia juga memiliki riwayat
penyakit pada pencernaan seperti gangguan pencernaan. Tanda sakit yang terlihat
pada sapi biasanya tidak mau makan, tidak lincah dan apabila diperah maka tidak
akan keluar susunya. Pencegahan yang dilakukan peternak agar sapi terjaga
kesehatannya adalah dengan melakukan sanitasi kandang secara teratur saat
pemerahan susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng (2000) yang menyatakan
31
bahwa kesehatan sapi bisa dicapai dengan tindakan hygiene, sanitasi lingkungan,
vaksinasi, pemberian pakan dan teknis yang tepat.
Selain itu, untuk menjaga kesehatan sapi-sapinya peternak juga sering
memberikan obat tradisional yang berasal dari bahan herbal dan obat organik.
Cara pemberiannya yaitu dengan mencampurkan obat tersebut kemudian
diberikan pada sapi. Pemberian jamu tersebut bertujuan untuk meningkatkan
nafsu makan, dan dapat menanggulangi berbagai macam penyakit.
3. PROGRAM VAKSINASI PADA SAPI PERAH
Dalam program vaksinasi di peternakan Karunia, informasi paling baik yang
didapat, harus digunakan untuk mendeteksi adanya kebenaran atau kesalahan dari
program yang diputuskan. Hal ini penting, karena rekomendasi dari pabrik
pembuat tidak selamanya cocok dan tepat untuk diikuti. Tujuan dari program yang
diusulkan adalah guna memilih vaksin mana yang cocok. Nasehat dari dokter
hewan setempat selayaknya dipertimbangkan untuk memutuskan program yang
akan kita gunakan. Program vaksinasi pada sapi perah muda sebaiknya dimulai
dengan pemberian colostrum sebagai pertahanan pasif pada umur 0–6 hari.
Setelah itu perlu dipikirkan pemberian polyvalent vaccine untuk penyakit -
penyakit pernapasan kausa viral (STOKKA et al., 1996).
Pada saat PKL di peternakan Karunia Kediri program vasksinasi dan
perawatan yang dilakukan pada sapi adalah pemberian obat cacing. Sapi diberi
obat cacing sebanyak dua kali setahun. Jenis obat cacing yang diberikan bisa
Albendasol, obat ini diberikan melalui mulut (dicekok). Dosis sesuai dengan
anjuran dikemasan.
Tabel 1.1 Tindakan pencegahan lainnya yang dilakukan pada sapi perah
Keadaan Pencegahan Jadwal kegiatan PerlakuanAcidosis Sodium bikarbonat Saat produksi
susuMeningkat
Pada konsentrat diberi1,5 % dan dicampur rata
Parasit cacing
Morantel tartratFenbendazol 5 mg/kg
Sapi sehatSapi sehat
Kontrol SCC tiap bulan Semua sapi produksi
Uji DHIA tiap hari
32
Mastitis Uji puting susu
Celup putting
Perlakuan masa keringUji mikroba susuEvaluasi pemerahan
Semua sapi produksiSemua sapi produksiSemua sapi produksiSapi bermasalahSemua sapi produksi
Sebelum memerahSesudah memerahMasa keringAntibiogram
Masalah kuku
Pemotongan kuku
Perendaman kuku
Semua sapi produksiSemua sapi produksi
1-2 kali setahun konsultasi dokter Hewan
MasalahReproduksi
Uji uterus dan ovariumUji kebuntingan
Sapi bermasalahSemua sapi bunting
Pengamatan pada 35-40 hari setelah Kebuntingan
Pengamatanserangga
Terutama pada sapi bunting, hindari serangga dan kendalikan serangga dewasa
Suhu Kurangi stres akibat panas pada semua sapi produksi dan kering kandang
Mastitis Pisahkan sapi yang mastitisKeluron Sampel darah dan organ akibat keluron segera kirim ke
laboratoriumRendaman kaki
Harus dibersihkan secara baik dan selalu bersih keadaannya