Upload
lamminh
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
66
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Subjek dan Tempat penelitian4.1.1 Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitiaan adalah siswa kelas 6 SDN
Kutowinangun 12 dan SDN 03 Kutowinangun. Jumlah subjek
penelitiannya adalah 19 siswa untuk SDN 12 Kutowinangun
dan 16 siswa untuk SDN 03 Kutowinangun. Sehingga total
subjek penelitian adalah 35 siswa. Pada penelitian ini, Subjek
penelitian akan diberikan perlakuan yang berbeda, yaitu
dengan perlakuan model penemuan terbimbing dan model
pemecahan masalah melalui pendekatan matematika realistik.
4.1.2 Deskripsi Tempat PenelitianPenelitian ini dilakukan di SDN 12 dan SDN 03
Kutowinagun yang berlokasi di Jalan Wuni Benoyo 1/20
Salatiga. Kedua sekolah dasar tersebut berada dipinggir kota
Salatiga dan dekat dengan pasar tradisional Blauran. SDN 12
dan SDN 03 Kutowinagun terletak berdampingan dari segi
bangunan sekolahnya.
67
4.2 Uji Homogenitas Kelas Model PenemuanTerbimbing dan Model Pemecahan MasalahBerikut ini adalah tahap Uji homogenitas. Dimana uji ini
untuk mengetahui kehomogenan skor data pretes. Dalam
penggunaan uji ini digunakan uji Homogeneity of variances
(Levene Statistic), dengan hipotesis seperti berikut:
H0 : = Varians populasi skor untuk kedua
kelas homogen
H1 : ≠ Varians populasi skor kedua untuk
kelas tidak homogen
Keterangan :
= variansi skor kelas yang diajar dengan
Model Peemuan Terbimbing
= variansi skor kelas yang diajar dengan
Model Pemecahan Masalah
Dengan perhitungan menggunakan SPSS 17, maka hasil uji
homogenitas varians skor pretes untuk kedua kelas terlihat
seperti Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 uji homogenitas Pretes kedua kelas
Pretes
Levene Statistic 14.989
df 1 1
df 2 33
Signifikansi 0,274
68
Dari Tabel 4.1, terlihat bahwa skor pretes kelas Model
Penemuan Terbimbing dan Model Pemecahan Masalah
memiliki nilai signifikansi yang lebih besar dari α = 0.05,
sehingga H0 diterima. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa
data skor pretes kedua kelas berasal dari varians yang
homogen.
4.3 Uji Normalitas Kelas Model PenemuanTerbimbing dan Model Pemecahan MasalahSetelah dilakukan uji homogenitas, langkah selanjutnya
akan dilakukan uji normalitas. Uji normalitas tersebut
dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing data
nilai kelas memiliki distribusi normal atau tidak . pengujian
normalitas terhadap kedua kelas dilakukan dengan
menggunakan program SPSS versi 17 pada uji Tests of
Normality, dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi
normal
H1 : Data berasal dari populasi tidak
berdistribusi normal
69
Berikut adalah Tabel 4.2 hasil uji normalitas kedua kelas
tersebut:
Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Skor Pretes danPostes Kelas Model Penemuan Terbimbing dan Kelas
Model Pemecahan Masalah
Pretes PostesKelas
AKelas
BKelas
AKelas
BN 19 16 19 16Kolmogorov-Smirnov 1.000 0988 1.207 0.770Sig. (2-tailed) 0.270 0.283 0.108 0.594
Sumber: data primer yang diolah,2013
Keterangan :Kelas A : siswa kelas Model Penemuan Terbimbing
Kelas B : siswa kelas Model Pemecahan Masalah
Dari Tabel 4.2 diatas, terlihat bahwa skor pretes dan
postes siswa kelas Model Penemuan Terbimbing dan Model
Pemecahan Masalah memiliki signifikan yang lebih besar dari
α = 0.05, sehingga Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa
data skor pretes dan postes prestas kedua kelas berdistribusi
normal.
70
4.4 Uji Beda Pretes Kelas Model PenemuanTerbimbing Dan Kelas Model PemecahanMasalahPerlu diadakan pengujian nilai tes awal untuk kelas
Model Penemuan Terbimbing dan kelas Model Pemecahan
Masalah untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelas
tersebut. Selanjutnya diadakan perhitungan rataan pretest
menggunakan uji t Paired. Pada taraf signifikan = 0.05,
dengan hipotesis berikut:
H0 : µ1 = µ2 Tidak ada perbedaan rataan pretes
prestasi hasil belajar matematika
antara siswa kelas VI yang diajar
dengan Model Penemuan Terbimbing
dan Model Pemecahan Masalah
menggunakan pendekatan PMR.
H1 : µ1 ≠ µ2 Ada perbedaan rataan prestasi hasil
belajar matematika antara siswa
kelas VI yang diajar dengan Model
Penemuan Terbimbing dan Model
Pemecahan Masalah menggunakan
pendekatan PMR.
71
Keterangan:
µ1 = rataan pretes prestasi matematika
siswa kelas Model Penemuan
Terbimbing
µ2 = rataan pretes prestasi matematika
siswa kelas Model Pemecahan
Masalah.
Tabel 4.3 berikut adalah hasil uji Beda Pretes menggunakan
uji t Paired antara kelas Model Penemuan Terbimbing Dan
kelas Model Pemecahan Masalah.
Tabel 4.3 Hasil uji Beda Pretes
Kelas Rerata Stdv sig. (2-tailed)
A 67,89 31,89 0,704
B 65,38 21,49Sumber: data primer yang diolah,2013
Keterangan :Kelas A : siswa kelas Model Penemuan Terbimbing
Kelas B : siswa kelas Model Pemecahan Masalah
Dari Tabel 4.3 diatas nampak bahwa rata - rata
perbedaan hasil tes awal kedua kelas tidak jauh berbeda. Dari
hasil uji beda rata rata tersebut diperoleh nilai signifikansi
sebesar 0.704, yang berarti telah melebihi nilai = 0.05,
72
sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas memiliki
kemampuan awal yang sama. Karena sudah diketahui bahwa
kemapuan awal kedua kelas adalah sama, maka dilaksanakan
proses pembelajaran dengan menggunakan kedua model
tesebut. Setelah selesai proses pembelajaran, akan diberikan
postes guna untuk mengetahui kemampuan kedua kelas
setelah di laksanakan model pembelajaran tersebut. Dalam
penentuan hasil nilai postes akan dilakukan uji nilai postes
tersebut.
4.5 Uji Beda Postes Kelas Model PenemuanTerbimbing Dan kelas Model PemecahanMasalah dengan Pendekatan MatematikaRealistikDalam pengujian nilai postes antara Kelas Model
Penemuan Terbimbing Dan kelas Model Pemecahan Masalah
menggunakan Uji t. Dalam hal ini untuk mengetahui
kemampuan akhir yang dimiliki kedua kelas tersebut sama
atau tidak. Dalam uji t tersebut menggunakan uji t Paired,
pada taraf signifikansi = 0.05. dengan hipotesisnya sebagai
berikut :
73
Keteranganµ1 = rataan postes prestasi matematika
siswa kelas Model Penemuan
Terbimbing.
µ2 = rataan postes prestasi matematika
siswa kelas Model Pemecahan
Masalah.
Tabel 4.4 Berikut adalah hasil Rerata postes antara kelas
Model Penemuan Terbimbing dan kelas Model Pemecahan
Masalah:
H0 : µ1= µ2 Tidak ada perbedaan rataan postes
prestasi hasil belajar matematika antara
siswa kelas VI yang diajar dengan Model
Penemuan Terbimbing dan kelas Model
Pemecahan Masalah menggunakan
pendekatan PMR.
H1 : µ1≠ µ2 Ada perbedaan rataan postes prestasi
hasil belajar matematika antara siswa
kelas VI yang diajar dengan Model
Penemuan Terbimbing dan Model
Pemecahan Masalah menggunakan
pendekatan PMR.
74
4.4 Tabel Hasil Uji Beda Postes
Kelas Rerata Stdv sig. (2-tailed)
A 91,05 10,48 0,000
B 76,87 14,47Sumber: data primer yang diolah,2013
Keterangan :Kelas A : kelas Model Penemuan Terbimbing
Kelas B : kelas Model Pemecahan Masalah
Dari penjelasan pada Tabel 4.4 , terlihat bahwa nilai
hasil postes kedua kelas berbeda jauh. Hal ini terlihat pada
rerata kedua kelas tersebut. Perbedaan ini signifikan antara
kelas Model Penemuan Terbimbing dan Model Pemecahan
Masalah. Hasil uji beda rata-rata diperoleh nilai signifikansi
sebesar 0.000, yang memiliki arti bahwa lebih kecil dari nilai α
= 0.05. sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas
memiliki kemampuan akhir yang berbeda setelah diberi
perlakuan yang berbeda pula. Sehingga H1 diterima dan
menolak H0.
75
4.6 Uji Perbedaan Hasil Pretes dan Postes KelasModel Penemuan Terbimbing dan Kelas ModelPemecahan MasalahKetika akan melakukan uji perbedaan, maka terlebih
dahulu ditentukan pencapain skor (Gain) pada kedua kelas
tersebut. Sehingga dalam penentuan Gain tersebut akan
diketahui perbedaan peningkatan prestasi hasil belajar antara
kelas Model Penemuan Terbimbing dan kelas Model
Pemecahan Masalah dengan pendekatan Matematika Realistik
secara signifikan. Berikut adalah Tabel 4.5 hasil perhitungan
rataan Gain prestasi belajar matematika.
Tabel 4.5. Hasil rataan Gain prestasi belajarmatematika.
Kelas
A B
N 19 16
Rataan Gain 23,15 11,50Sumber: data primer yang diolah,2013
Dari Tabel 4.5 diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
rataan gain pada peningkatan prestasi pembelajaran
matematika untuk kedua kelas terlihat berbeda. Dapat terlihat
bahwa kelas dengan model pembelajaran pemecahan masalah
memiliki rataan gain 11,50 lebih rendah di banding kelas yang
diajar dengan model penemuan terbimbing sebesar 23,15.
76
Dengan menggunakan SPSS versi 17.0 akan dihitung uji
t dengan menggunakan Independent Sample T-test yaitu
perhitungan perbedaan rata – rata nilai pada kelas model
penemuan terbimbing dan kelas model pemecahan masalah
dengan taraf kepercayaan 95%. Langkah pertama yang
dilakukan adalah merumuskan hipotesis untuk pengujian
mean atau rataan hitung. Berikut hipotesisnya:
H0 :µ1= µ2 Tidak ada perbedaan prestasi belajar
matematika antara siswa kelas VI yang diajar
dengan Model Penemuan Terbimbing dan Model
Pemecahan Masalah menggunakan pendekatan
PMR.
H1 :µ1≠ µ2 Ada perbedaan prestasi belajar matematika
antara siswa kelas VI yang diajar dengan Model
Penemuan Terbimbing dan Model Pemecahan
Masalah menggunakan pendekatan PMR.
77
Tabel 4.6 berikut adalah tabel Uji-t perbedaan rata – rata Gain
Pada kedua kelas.
Tabel 4.6 Uji-t perbedaan rata – rata Gain Padakedua kelas.
Sumber: data primer yang diolah,2013
Dari hasil perhitungan pada Tabel 4.6 diatas dapat diambil
keputusan dengan membandingkan nilai thitung dan tTabel . Dari
perhitungan diatas diperoleh nilai thitung sebesar 2,169.
Selanjutnya nilai ttabel dapat dicari menggunakan table
distribusi t dengan tingkat kepercayaan 95%. Dalam uji-t lebih
bersifat dua sisi, sehingga nilai yang dirujuk pada table t
adalah2
, sehingga2
05.0 = 0,025. Dalam perhitungan ini juga
diperlukan derajat bebas (df) = 221 nn .
78
Sehingga disubtitusikan nilai n ( jumlah siswa tiap
kelas) kedalam rumus derajar bebas.
(df) = 221 nn .
(df) = 21619 .
(df) =33
Sehingga diperoleh nilai t table = t(0,025 : 33) = 2,035. Maka dapat
ditarik kesimpulan nilai thitung > ttabel , sehingga
mengakibatkan H1 diterima. Dari perhitungan diatas
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan prestasi hasil belajar
matematika siswa kelas VI yang diajar dengan Model
Penemuan Terbimbing dan Model Pemecahan Masalah dengan
pendekatan pendidikan matematika realistik di SDN 12 dan
SDN 03 Kutowinagun Salatiga pada taraf signifikan 95 %
karena nilai thitung terletak pada daerah penolakan Ho. Lalu
jika dilihat pada rataan gain prestasi matematika , terbukti
bahwa hasil pembelajaran matematika menggunakan model
Penemuan terbimbing lebih baik jika dibandingkan dengan
hasil pembelajaran dengan Model Pemecahan Masalah.
4.7 PembahasanPada penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan
yang signifikan antara hasil prestasi matematika siswa kelas
VI SDN Kutowinangun 12 dan SDN Kutowinangun 03 yang
diajar dengan dengan Model Penemuan Terbimbing dan Model
Pemecahan Masalah dengan pendekatan matematika realistik.
Jika dilihat dari kedua model yang diterapkan, kelompok
79
siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model
Penemuan Terbimbing cenderung mendapatkan hasil yang
lebih baik jika dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang
diajar dengan model Pemecahan Masalah. Dari segi waktu
pembelajaran, untuk model Pembelajaran dengan penemuan
terbimbing juga lebih efektif jika dibandingkan dengan
pembelajaran dengan model Pemecahan Masalah. Dari hasil
tes secara keseluruhan dengan jelas menunjukkan hasil skor
rata-rata pretes kelas Model Penemuan terbimbing adalah
67,89 dan skor rata-rata postesnya adalah 91,05. Sedangkan
rata-rata pretes kelas Model Pemecahan Masalah adalah 65,38
dan skor rata-rata postesnya adalah 76,87. Terdapat
perbedaan hasil dari proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan dengan kedua model tersebut. Perbedaan hasil
ini menunjukkan bahwa Model Pembelajaran dengan Model
Penemuan Terbimbing lebih efektif jika dibandingkan dengan
pembelajaran model Pemecahan Masalah. Pada model
pembelajaran Pemcahan Masalah Siswa dituntut belajar
dengan gaya belajar mereka masing-masing, tetapi
diseragamkan dalam bentuk pemecahan masalah. Siswa
dengan kemampuan visual akan kesulitan memahami konsep
pengetahuan yang disampaikan secara lisan sehingga
Perbedaan karakteristik siswa inilah yang harus dipahami
benar oleh guru agar dapat mengaktifkan siswa dalam proses
pembelajaran. Pada pembelajaran model Penemuan
Terbimbing guru memberikan kesempatan kepada siswa
dengan setiap perbedaan karakteristiknya untuk menyatakan
80
pendapatnya tentang penyelesaian suatu masalah, dan guru
membimbingnya. Terlebih dengan pendekatan pendidikan
matematika realistik yang menggunakan contoh benda
disekitar siswa. Sehingga kebutuhan siswa dengan
kemampuan audio dan visual terpenuhi dalam situasi diskusi
kelas, tanya jawab, dan penjelasan tambahan dari guru di
akhir kegiatan pembelajaran model penemuan terbimbing.
Dengan demikian, belajar bukan hanya tentang hasil,
tetapi merupakan suatu proses pencapaian hasil. Konsep
mengajar adalah membelajarkan siswa untuk berinteraksi
dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan
perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Belajar
adalah suatu proses dalam diri seseorang, yang
mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku dan
kemampuan menyelesaikan dang menganalisis suatu problem.
Maka perlu diperhatikan benar perbedaan konsep model
penemuan terbimbing dan model pemecahan masalah.
Pembelajaran bukan hanya bagaimana cara mengajar, namun
juga bagaimana seorang siswa dapat memahami suatu
konsep, sehingga dapat bermanfaat dalam penyelesaian
masalah. Dari penerapan kedua model pembelajaran tersebut
memiliki keuntungan dan kelemahan. Adapun keuntungan
dari pembelajaran model Penemuan Terbimbing adalah
Membantu siswa memahami konsep dasar dan ide-ide secara
lebih baik, Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas
inisiatifnya sendiri, Situasi proses belajar menjadi lebih
merangsang dan guru tetap mempunyai kontak pribadi
81
dengan siswa dalam artian terjalin hubungan yang
membangun semangat belajar dalam diri siswa. Selain
mempunyai keuntungan, pembelajaran model Penemuan
terbimbing juga memiliki kelemahan , yaitu memerlukan
banyak waktu dan belum dapat dipastikan apakah siswa akan
tetap bersemangat menemukan, tidak setiap siswa dapat
diharapkan menjadi seorang penemuan sehingga jika
bimbingan yang diberikan tidak sesuai akan membuat siswa
menjadi sulit memahami konsep, tidak semua materi
pembelajaran dapat dikuasai dengan model penemuan
terbimbing dan bimbingan yang kurang memadahi hanya
akan membuat siswa bermain main. Bagi siswa bimbingan
dari guru merupakan hal yang sangat diperlukan dalam
pembelajaran.
Model penemuan terbimbing adalah salah satu dari
model pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk
membimbing siswa dalam meningkatkan motivasi, aktivitas
dan pemahaman siswa, Dalam pembelajaran penemuan
terbimbing siswa ikut berpartisipasi secara aktif di dalam
kegiatan belajarnya sebab ia harus berpikir, bukan sekedar
mendengarkan informasi yang disampaikan. Selanjutnya
untuk model Pemecahan masalah juga memiliki kentungan
diantaranya, melatih siswa untuk mendesain suatu
pemecahan masalah, berpikir dan bertindak kreatif dalam
memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis,
Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan, merangsang
perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan
82
masalah yang dihadapi dengan dan membuat pemelajaran
disekolah lebih relevan dengan kehidupan sehari hari.
Sedangkan kelemahan yang dimiliki oleh pembelajaran model
Pemecahan masalah adalah beberapa pokok bahasan sangat
sulit untuk menerapkan metode ini, misal terbatasnya alat-
alat laboratorium sehingga menyulitkan siswa untuk melihat
dan mengamati sertaa menyimpulkan kejadian atau konsep
tersebut dan memerlukan alokasi waktu yang panjang. Jadi,
dengan adanya keuntungan dan kelemahan yang dimiliki oleh
kedua model pembelajaran, menunjukkan terdapatnya variasi
pada masing-masing model pembelajaran yang diterapkan.
sehingga dapat menjadi acuan bagi sekolah untuk
menggunakan model pembelajaran yang tepat guna
meningkatkan prestasi belajar siswa yang tentunya tidak
hanya pelajaran matematika saja tetapi juga pelajaran yang
lain.