Click here to load reader
Upload
anna-shofiya
View
298
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
% Kumulatif Sulfadiazin VS Waktu
0
20
40
60
80
100
120
5 10 20 30 45 60 75 90
Waktu
% K
um
ula
tif
Tablet
Kapsul
SR
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Disolusi
Tabel 1. Persen Kumulatif Sulfadiazin yang terlepas dalam Medium Lambung
Buatan pH 1,2
Gambar 1. Profil Disolusi dari Sediaan Kapsul, Tablet, dan Sustained Released
Sulfadiazin dalam Medium Lambung Buatan pH 1,2
No.Waktu (menit)
% Kumulatif SulfadiazinTablet Kapsul SR
1 5 1,701 0,0013 12,6382 10 2,034 58,2704 47,4173 20 3,612 94,3428 63,9364 30 5,050 95,4324 66,0055 45 9,410 95,9510 64,5686 60 12,495 93,6383 64,3817 75 16,009 93,2019 65,4368 90 - - 66,005
29
Dari profil disolusi beberapa sediaan di atas, dapat dilihat bahwa kapsul
memiliki persen kumulatif lebih besar dibandingkan tablet. Dengan kata lain kapsul
memiliki laju disolusi yang paling cepat dibandingkan sediaan lain. Hasil yang
diperoleh ini sesuai dengan Ansel (1989), yang menyatakan bahwa bahan-bahan obat
dilepaskan dari kapsul lebih cepat dibandingkan dari tablet.
Sediaan bentuk tablet memiliki laju disolusi yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan kapsul. Hal ini disebabkan penggunaan bahan pembantu
sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam proses formulasi yang
akan menghambat laju disolusi (Syukri, Y., 2002). Selain itu, menurut Tjay (2002)
menyatakan bahwa setelah ditelan, tablet akan pecah (desintegrasi) di lambung dan
menjadi granul kecil, yang terdiri dari zat aktif tercampur zat-zat pembantu seperti
bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pelicin dan bahan pengembang sehingga tablet
lebih sukar larut dibandingkan kapsul dan jumlah obat yang terlarut dalam media
disolusi juga tidak terlalu banyak tetapi lebih mudah larut dibandingkan sustained
release.
Sedangkan kapsul terdiri atas bahan aktif yang dilindungi oleh cangkang yang
terbuat dari gelatin yang merupakan suatu protein yang segera rusak dalam saluran
cerna dan memungkinkan getah lambung masuk. Isi kapsul mulai terlepas dan
memasuki media sebelum cangkang terlarut sempurna sementara cairan lambung
mulai merebes ke isi kapsul sehingga proses disolusinya cepat (Shargel, 1998; Ansel,
1989).
Pada sustained release dibuat dengan mencampurkan bahan obat ke dalam
pembawa (matriks) yang berbeda viskositasnya dan dirancang supaya pemakaian unit
30
% Kumulatif Furosemid dan Lasix ® VS Waktu
0
50
100
150
200
250
5 10 20 30 45 60
Waktu
% K
um
ula
tif
Furosemid
Lasix
dosis tunggal melepaskan zat aktif obat secara perlahan-lahan sehingga laju disolusi
dan jumlah obat yang terlarut paling kecil dibandingkan kapsul dan tablet (Ansel,
1989).
Tabel 2. Persen Kumulatif Furosemid dan Lasix ® yang Terlepas dalam
Medium Lambung Buatan pH 1,2
Gambar 2. Profil Disolusi dari Sediaan Tablet Furosemid dan Lasix ® dalam
Medium Lambung Buatan pH 1,2
Dari grafik profil disolusi sedian Lasix ® dan sediaan Fursemida diatas
menunjukkan bahwa sediaan Lasix ® memiliki persen kumulatif yang lebih besar
No. Waktu (menit)% Kumulatif Furosemid
Furosemid Lasix1 5 55,620 139,0752 10 65,63 162,914
3 20 74,294 185,804
4 30 75,156 187,960
5 45 78,012 195,100
6 60 74,462 186,226
31
daripada sediaan Furosemida. Dengan kata lain sediaan Lasix ® mempunyai laju
disolusi yang lebih besar dibandingkan dengan furosemida. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan dalam proses formulasi dan
pengolahan sediaan Lasix ® dan Furosemida.
Menurut Shargel, L., (1988) suatu bahan tambahan dalam formulasi dapat
berinteraksi secara langsung dengan obat membentuk suatu kompleks yang larut atau
tidak larut dalam air. Sifat-sifat fisika kimia dari obat dan bahan-bahan penambah
menetapkan laju penglepasan obat dari bentuk sediaan dan transpor berikutnya
melewati membran-membran biologis. Dari studi biofarmasetik memberi fakta yang
kuat bahwa metode fabrikasi dan formulasi dengan nyata mempengaruhi
bioavailabilitas obat tersebut
4.2 Uji Bioavailabilitas
Tabel 3. Konsentrasi Sulfadiazin dalam Plasma Hewan Percobaan
Waktu(menit)
Kapsul Tablet SR IV IM
0 0,000 0,000 0,000 0,000 0,0005 3,0 18,398 5,395 17,17310 5,2 38,750 35,517 34,46515 8,2 57,706 39,647 6,500 38,81320 11,3 14,13330 16,1 71,302 33,495 72,876 59,08245 22,0 32,536 3,74860 34,5 32,286 11,94390 33,0 87,385 32,182120 31,9 73,174 11,631150 29,7 66,422 7,918 59,082180 29,2 24,153 1,8922 44,360
32
Konsentrasi dalam Plasma VS Waktu
0
20
40
60
80
100
0 5 10 15 20 30 45 60 90 120 150 180
Waktu
Ko
nsen
trasi
Pla
sm
a
(mcg
/ml) Kapsul
Tablet
SR
IV
IM
Gambar 3. Grafik konsentrasi sulfadiazin dalam plasma hewan percobaan
Pada hasil percobaan terlihat adanya pengaruh rute pemberian obat terhadap
parameter farmakokinetika. Konsentrasi maksimum rute pemberian melalui intravena
lebih besar dibandingkan rute pemberian tablet, kapsul dan sustained release. Dari
data dapat dilihat bahwa % kumulatif obat dalam plasma pada menit ke-30 untuk
pemberian secara intra vena ialah sebesar 72,876%, sedangkan untuk tablet ialah
71,302%, im sebesar 59,082%, sustained release 33,495%, untuk kapsul sebesar
15,613%.
Pada umumnya obat-obat yang diinjeksikan secara intravena langsung masuk
ke dalam darah dan dalam beberapa menit beredar ke seluruh bagian tubuh.
sedangkan suatu obat yang diinjeksikan secara intramuskular dapat mengalami
penundaan proses absorpsi, karena obat berjalan dari tempat injeksi ke aliran darah.
Pemasukan obat ke dalam plasma dari pemberian oral dan intramuskular melibatkan
suatu fase absorpsi yaitu konsentrasi obat naik secara lambat mencapai puncak dan
kemudian menurun sesuai waktu eliminasi obat. Absorpsi obat terjadi bila obat
berdifusi dari otot ke cairan yang mengelilingi jaringan dan kemudian ke darah.
33
Injeksi intramuskular dapat diformulasi untuk melepaskan obat secara cepat atau
lambat dengan mengubah pembawa sediaan injeksi.
Pada sediaan oral dapat menghasilkan area di bawah kurva yang lebih rendah,
karena proses absorpsi dan metabolismenya (Shargel, L., 1988).
Tabel 4. Nilai Parameter Farmakokinetika Sulfadiazin melalui Berbagai Rute
Pemberian Obat
NO ParameterBioekivalen
Sulfadiazin
Kapsul Tablet SR IM IV
1 Ke5,478 x 10-3 0,00228 0,00318 0,0095 0,0105
2 T1/2126,5 303,95 217,9245 72,947 66
3 Ka0,0167 0,058 0,12586 0,0783
4 AUC 23194,77 39016,04114 12991,033 14372,1961 2722,3963
5 AUMC488300,86 17933608,52 4213876,477 842729,056 214346,8736
6 MRT 16,726 324,3680
7 MATpo245,633
8 CPO40,0503
9 VD
5059,1414 2496,86 1156,9287
10 Cp33,287
11 F7,4524 2,48 4,575
12 Ka0,004071
13 Tp 30,2114
14 Cp max 2,749
4.3 Uji Bioekivalensi
Tabel 5. Konsentrasi Furosemida dan Lasix dalam Plasma
34
Gambar 4. Grafik konsentrasi Furosemid dan Lasix dalam plasma
Tabel 6. Nilai Parameter Farmakokinetika Furosemida dan Lasix dengan
Pemberian melalui Rute Oral
Parameter Furosemida Lasix Bioekivalensi
AUC (mcg/ml.menit) 150,3791 27,358 0,784
T max (menit) 45,1499 1,536
C max (mcg/ml) 0,8203 1,342 1,494
Waktu(menit)
Furosemida Lasix ®
0 0 05 139,0568 0,039710 301,7981 0,103815 - 0,140120 487,2488 0,219130 674,6501 0,332445 868,9815 0,571360 1054,2229 0,947490 139,0568 0,6763150 - 0,5073180
35
Persyaratan:
0,8 < AUC Lasix/ AUC Furosemida < 1,2
0,8 < Tmax/Tmax Furosemida < 1,2
0,8 < Cmax Lasix/Cmax Furosemid < 1,2
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data yang menunjukkan
sediaan Lasix tidak bioekivalen dengan sediaan Furosemid. Hal ini disebabkan oleh
adanya perbedaan dalam teknik formulasi masing-masing sediaan, meskipun kedua
sediaan berupa sediaan padat.
Dari studi biofarmasetik memberi fakta yang kuat bahwa metode fabrikasi dan
formulasi dengan nyata mempengaruhi bioavailabilitas obat tersebut. Untuk
memudahkan mengambil keputusan tersebut, suatu pedoman telah dikembangkan
oleh US Food and Drug Administration (FDA) (Shargel, L., 1988).
Zat aktif tertentu bila diformulasi dan dibuat secara berbeda menjadi bentuk
sediaan padat, khususnya cenderung mengalami perbedaan dalam availabilitas
biologis. Tetapi ini tidak menyiratkan bahwa absorbsi sistemik tidak dimaksudkan
dari rute pemberian lain atau bentuk sediaan lain, atau bahwa masalah-masalah
bioavailabilitas tidak ada dari produk ini juga. Sebenarnya absorbsi obat dari rute
parenteral, rektal, inhalasi, dan rute lain dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika kimia dari
obat tersebut serta aspek formulasi dan pembuatan dari rancangan bentuk sediaan.
Tidak hanya bioekivalensi terbukti ada dari pabrik yang berbeda tetapi ada pula
perbedaan besar dalam bioavailabilitas dari produk-produk obat tertentu telah
36
menghasilkan kegagalan terapi pada pasien yang makan dua produk obat yang tidak
ekivalen dalam waktu terapinya (Ansel, 1989).
Kesalahan prosedur kerja, keadaan kelinci percobaan dan volume
pengambilan darah kelinci tidak dapat dikesampingkan dalam perolehan data yang
benar. Kondisi kelinci yang tidak memenuhi persyaratan hewan percobaan
seharusnya tidak dapat dipakai dalam percobaan. Kesalahan teknik pengambilan
darah kelinci juga dapat menghasilkan data yang tidak akurat.
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh bahwa Sulfadiazin dalam rute
pemberian secara oral mempunyai kecepatan absorpsi yang lebih besar
dibandingkan pemberian dengan rute injeksi.
2. Dari uji disolusi yang dilakukan terhadap bentuk sediaan kapsul, tablet dan
sustained releise menunjukkan bahwa sediaan sustained release memiliki
profil disolusi paling besar dibandingkan dengan sediaan yang lain.
3. Dari data percobaan secara keseluruhan tidak diperoleh adanya korelasi
antara data in vivo dengan data in vitro.
4. Pada uji bioekivalensi diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa sediaan
dagang Lasix® dan sediaan generik Furosemid tidak bioekivale
5.2 Saran
Sebaiknya juga digunakan medium lain untuk sediaan yang diuji, misalnya
sulfadiazin dengan medium dapar posfat dan furosemid dengan medium asam
lambung.
38
39