13
47 BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT DI PEMUKIMAN SUNGAI WANAGON KAMPUNG WAA Persepsi Masyarakat di Kampung Waa Terhadap Limbah Tailings PT Freeport Indonesia Bab ini sebagai temuan lapangan, kebanyakan menyoroti tentang persepsi masyarakat terhadap limbah tailings yang dilihat dalam konteks ekonomi masyarakat dan konteks sosiologi masyarakat di kampung Waa. Selain itu juga dilihat melalui interaksi masyarakat di sungai Wanagon kampung Waa terhadap limbah tailings dan pola imigrasi masyarakat masuk menguasai pemukiman sungai Wanagon kampung Waa. Persepsi Masyarakat Terhadap Limbah Tailings dari Pendekatan Ekonomi dan Sosiologi Dalam kegiatan operasional pertambangan untuk mendapatkan konsentrat emas dan tembaga, PTFI menghasilkan tailing atau pasir sisa tambang (SIRSAT) yang umumnya mempunyai sifat fisik dan kimia yang tidak menguntungkan. Limbah tailings merupakan ampas batuan alam yang tergiling halus, yang tertinggal setelah konsentrat dipisahkan dari bijih pada pabrik penggilingan. Jumlah tailings yang dihasilkan PT Freeport Indonesia adalah sekitar 250-300 ribu ton/hari. Limbah tailings ini memiliki dampak positif dan negative bagi lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat di pemukiman sungai Wanagon. Dampak negative dari limbah tailings, yaitu kehadirannya di industri pertambangan dapat mencemari badan sungai

BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

47

BAB IV

DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP

KEHIDUPAN MASYARAKAT DI

PEMUKIMAN SUNGAI WANAGON

KAMPUNG WAA

Persepsi Masyarakat di Kampung Waa Terhadap Limbah Tailings PT Freeport Indonesia

Bab ini sebagai temuan lapangan, kebanyakan menyoroti

tentang persepsi masyarakat terhadap limbah tailings yang dilihat

dalam konteks ekonomi masyarakat dan konteks sosiologi masyarakat

di kampung Waa. Selain itu juga dilihat melalui interaksi masyarakat di

sungai Wanagon kampung Waa terhadap limbah tailings dan pola

imigrasi masyarakat masuk menguasai pemukiman sungai Wanagon

kampung Waa.

Persepsi Masyarakat Terhadap Limbah Tailings dari

Pendekatan Ekonomi dan Sosiologi

Dalam kegiatan operasional pertambangan untuk

mendapatkan konsentrat emas dan tembaga, PTFI menghasilkan tailing

atau pasir sisa tambang (SIRSAT) yang umumnya mempunyai sifat fisik

dan kimia yang tidak menguntungkan. Limbah tailings merupakan

ampas batuan alam yang tergiling halus, yang tertinggal setelah

konsentrat dipisahkan dari bijih pada pabrik penggilingan. Jumlah

tailings yang dihasilkan PT Freeport Indonesia adalah sekitar 250-300

ribu ton/hari. Limbah tailings ini memiliki dampak positif dan negative

bagi lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat di pemukiman

sungai Wanagon. Dampak negative dari limbah tailings, yaitu

kehadirannya di industri pertambangan dapat mencemari badan sungai

Page 2: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

48

dan mencemari lingkungan alam sekitarnya yang berimplikasi

terhadap kehidupan masyarakat yang tergantung pada lingkungan

tersebut. Sedangkan dampak positif, yaitu limbah tailings yang dibuang

oleh PTFI, mengandung sisa dari emas dan tembaga yang memiliki

nilai ekonomi. Materi ekologi ini, kemudian dapat mengundang

aktivitas masyarakat di sungai Wanagon untuk mendulang emas agar

memperoleh penghidupan ekonomi bagi masyarakat tersebut. Hal ini

dapat diketahui melalui wawancara dengan Bapak Elewi Waker,

bahwa96;

“Masyarakat disini sudah menetap dari tahun 1997, kami masuk menguasai wilayah disini dan membuka area disini untuk mendulang emas. Pertama kali kami masuk, sehingga masyarakat yang lain masuk secara perlahan-lahan sampai sepanjang sungai ini menjadi tempat pendulangan yang besar. Masalah limbah itu sudah menjadi lahan dan bank bagi kami, karena kami mendulang emas dan tinggal disini karena adanya emas. Dengan kita mendulang emas disini kita bisa memperoleh hidup dari situ untuk melakukan kegiatan apa saja seperti; membantu keluarga, sahabat, kerabat dan suku dalam hal berbagai kesusahan dan penyelesai masalah seperti; penyelesaian perang suku, pembayaran maskawin, peresmian gereja dan upacara adat lainnya. Dengan itu maka kami suda terbiasa tinggal disini untuk mendulang emas. Namun dampak dari limbah tersebut apabila masuk melalui tangan, kaki dan penghirupan dengan udara melalui hidung biasanya dapat menyebabkan gejala keracunan seperti; kerusakan hati, kerusakan kulit, Diare, dan lama kelamaan menyebabkan kelumpuhan dan kematian. Pak Elewi juga menjelaskan jumlah korban akibat keracunan logam berat semenjak masyarakat masuk pada tahun 1997 adalah 1000 orang yang telah meninggal dunia.

Dari penjelasan diatas ini menunjukkan, bahwa limbah tailings memiliki dampak negative terhadap kesehatan masyarakat di

pemukiman sungai Wanagon, namun masyarakat tetap dapat bertahan

untuk mendulang emas. Masyarakat juga mengetahui dan menjelaskan

tentang dampak limbah tailings terhadap kesehatan mereka, namun

dari penjelasan ini menunjukkan bahwa mereka tidak menghindari

dampak limbah tersebut terhadap kesehatannya, karena masyarakat

96 . Wawancara pada tangal 5 Februari 2015

Page 3: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

49

memiliki ketergantungan terhadap limbah tailings yang dapat diolah

menjadi emas untuk mereka dapat bertahan hidup (live survive). Hal

ini Menurut Greertz, dalam pandangan antropologi mengatakan

sebagai pemaknaan tingkah laku manusia atau hubungan sebab akibat,

kebudayaan yang dipelajarinya terkait dengan cara pandang

masyarakat, cara merasakan, dan berfikir masyarakat terhadap segala

sesuatu yang ada di kelilingnya. Sedangkan menurut Notoatmodjo, S.,

(2003), mengatakan bahwa manusia dengan pengetahuannya dapat

mengubah, mempengaruhi dan membentuk lingkungan yang dapat

memberikan sumber kehidupan sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Seringkali manusia mendayagunakan alam lingkungannya dan

berusaha melakukannya dengan cermat dan penuh kehati-hatian,

namun disisi lain manusia kadang tidak menyadari bahwa lingkungan

dapat menyebabkan sumber penyakit bagi mereka97. Demikian pula

kehidupan masyarakat di kampung Waa, disisi lain mereka

memanfaatkan lingkungan berlimbah tailings untuk mendulang emas,

namun disisi lain mereka menjadi korban akibat karacunan limbah

tailings. Dari segi keuntungan ekonomi yang diperoleh ini juga dapat

dijelasksan menurut Bapak Tadius Magai sebagai salah satu karyawan

PT Freeport di Tembagapura, bahwa98;

“Masyarakat mereka tetap mendulang tanpa mepedulikan bahayanya terhadap kesehatan, karena memperoleh penghasilan yang besar sebesar Rp.5000.000,00-7000.000,00/hari. Hal inilah yang membuat masyarakat disana tetap dapat bertahan hidup, tanpa melihat dampak dan efek buruk bagi kesehatan mereka. Selain itu sebagian besar masyarakat disini, karena berasal dari masyarakat golongan bawah, maka mereka masuk disini untuk mendulang emas dan menempati wilayah tersebut untuk menjadi tempat pemukiman bagi mereka”

Penjelasan Bapak Tadius Magai ini, menunjukan bahwa ada

kondisi ekonomi dengan keuntungan yang diperolehnya berpengaruh

terhadap strategi bertahan hidup masyarakat di kampung Waa. Selain

97. Soekidjo, N., 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. 98. Wawancara dengan Bapak Tadius Magai Pada Tagal 1 Februari tahun 2015 sebagai karkawan Freeport

Page 4: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

50

itu sebagian besar masyarakat pendulang emas di pemukiman sungai

Wanagon, adalah berasal dari masyarakat kelas bawah, sehingga

mereka tidak bisa dapat mengakses pekerjaan lain yang layak untuk

menunjang kehidupan ekonominya, dengan demikian kondisi ini juga

kemungkinan berpengaruh terhadap strategi bertahan hidup pada

masyarakat sebagai suatu kontrol dan tujuan hidup masyarakat dalam

menghadapi lingkungan berlimbah tailings yang mengandung bahan

berbahaya beracun. Terkait dengan dampak lingkungan, menurut

kajian yang dilakukan oleh Walhi 2006 menunjukan bahwa;

“Dampak limbah tailings tersebut, dari berbagai studi tentang dampak limbah PT Freeport Indonesia, telah menunjukan status waspada bagi masyarakat secara khusus masyarakat yang berada di pemukiman sungai Wanagon kampung Waa. H al ini diketahui dari kajian Walhi pada tahun 2006, menunjukan masih banyak penduduk yang mencari emas di sungai sampai hulu sungai Desa Banti dan Waa yang dekat dengan pabrik pengolahan. Hal ini lebih jauh didukung dengan fakta bahwa terdapat ketidak pastian yang tinggi terhadap perkiraan resiko bahaya bagi kesehatan manusia akibat bahan-bahan kimia berbahaya yang digunakannya. Dari hasil kajian ini diharapkan agar diperlukan larangan, petunjuk dan peringatan kepada masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai”

Di kondisi lingkungan yang memprihatinkan ini, tetap menjadi

lingkungan yang menghidupkan bagi masyarakat dengan memproses

limbah tailings di kali kabur (sungai Wanagon) menjadi emas untuk

dapat dipertukarkan dengan uang dalam memenuhi kebutuhan

ekonomi masyarakat. Wawancara dengan salah seorang Ibu yang

bernama Jorina Tabuni, yang sudah lama menetap disana, mengatakan

bahwa99;

“Kita tau bahwa limbah tailing yang dibuang itu ada kimia yang membahayakan bagi kesehatan kita, begitu tetapi kita sudah terbiasa mendulang disini, karena kami memperoleh penghidupan dari limbah tersebut, kalo tidak kami mau kemana dan makan apa? oleh karena itu dengan adanya emas disini kami bisa mendulang untuk memperoleh penghidupan dan membantu anak-anak kami yang sekolah dan kuliah.

99. Wawancara Pada Tagal 28 Januari Tahun 2015

Page 5: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

51

Bahkan banyak orang kami dari luar biasanya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan seperti; penyelesaian perang suku, pembayaran maskawin, peresmian gereja dan permasalahan lainnya, maka mereka akan mengharapkan bantuan kepada kami disini untuk dibantunya. Karena disini orang mendulang dengan bau kimia yang berbahaya tetapi bisa memperoleh penghasilan perhari sebesar 6-7 juta keatas, kalo sebulan 50-100. Oleh karena itu untuk menyelesaikan semuanya, kami tidak susah selagi emas ini masih ada”

Ibu Jorina menjelaskan hasil dulang yang diperoleh tidak

hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya saja, tetapi ia juga

menjelaskan bahwa hasil dulang yang diperolehnya juga dapat

digunakan untuk membiayai anak-anaknya yang sekolah dan kuliah.

Selain itu Ibu Jorina juga menjelaskan tentang pengetahuan masyarakat

yang diketahui tentang resiko dari limbah tailings tersebut.

Keuntungan yang diperoleh ini juga dapat membantu keluarga atau

kerabat lainnya dalam hal berbagai kesusahan dalam penyelesaian

masalah yang dilakukan secara adat. Terkati dengan hubungan adat isti

adat ini menurut Edward B.Taylor mengatakan, bahwa kebudayaan

merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung

pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat isti adat dan

kemampuan lain yang didapat oleh sebagian anggota masyarakat.

Penyelesaian masalah yang dilakukan secara adat, merupakan

merupakan hukum dan norma pada masyarakat di kampung Waa

sebagai suatu keharusan dalam penyelesai berbagai masalah secara adat.

Penyelesaiaan berbagai masalah dengan adanya hubungan toleransi ini

katatakan menurut B. Suyanto, (2002), merupakan, kewajiban

memberi atau membantu orang kelompok lain tanpa mengharapkan

pengembalian, pembayaran atau balasan yang setara dan langsung.

Pertukaran tidak langsung ini juga biasanya terjadi dalam bentuk

jaringan sosial melalui para aktor atau kelompok dalam membangun

suatu relasi pada masyarakat. Pola pertukaran tidak langsung ini

digambarkan dalam konteks sosiologi masyarakat dipemukiman sungai

Wanagon kampung Waa, melalui hubungan relasi kebersamaan,

melalui keluarga, kerabat dan suku yang dilakukan melalui saling

membantu dan menolong yang dilakukan dalam penyelesaian berbagai

masalah melalui para actor yang berperan didalamnya, seperti kepala

Page 6: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

52

suku, toko masyarakat, dan orang-orang yang berpengaruh di

masyarakat di kampung Waa.

Hubungan solidaritas ini sudah menjadi budaya yang terpola

pada masyarakat di kampung Waa. Sehingga dengan masyarakat

mengandalkan sumberdaya ekologi yang diperolehnya melalui emas

yang didulang, maka sumberdaya tersebut menjadi kekuatan ekonomi

pada masyarakat, namun disisi lain juga menjadi kekuatan sosial dalam

membangun peran masyarakat melalui hubungan interaksi sosial yang

berlangsungnya dalam hal saling membantu dan menolong yang

dilakukannya.

Sedangkan dari konteksi ekonomi, cara produksi emas

kemudian emas tersebut dapat dijual oleh masyarakat untuk

memperoleh uang, kemudian uang tersebut digunakan untuk membeli

beras, garam dan bahan konsumen pokok lainnya. Kemudian juga

mereka dapat menafkai keluarga dan membantu keluarga dan kerabat

lainnya dalam penyelesaiaan berbagai masalah yang dilakukan secara

adat. Mekanisme pertukaran ini digolongkan oleh Damsar & Indrayani,

(2009), menjadi tipe U-K-U, yaitu komoditi dikonversikan ke dalam

uang, kemudian uang dikonversikan lagi ke dalam komoditi untuk

menunjang berbagai kehidupan pada masyarakat.

Pola pertukaran ini Menurut Damsar & Indrayani, (2009),

merupakan pertukaran langsung dengan membayar atau membalas

kembali kepada orang atau kelompok lain atas apa yang mereka

berikan atau lakukan sesuai dengan nilai yang sama secara ekonomi.

Pertukaran ekonomi ini terjadi dengan adanya barang atau komoditas

yang memiliki nilai jual. Komoditas merupakan hasil karja manusia

yang diproduksi dalam bentuk barang dan jasa untuk dipertukarkan

melalui mekanisme pasar. Demikian juga dengan sistem ekonomi pada

masyarakat dikampung Waa, yaitu setelah masyarakat memproduksi

emas, mereka dapat menjual melalui pedagang dan membeli emas yang

berada di sungai Wanagon kampung Waa. Terkait dengan dampak

Page 7: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

53

limbah talings, juga menurut wawancara dengan salah seorang

pendulang emas yang bernama Tinus Tinal, mengatakan bahwa100;

“Limbah tersebut mengandung kimia yang berbahaya bagi kesehatan kami, tetapi kami disini sudah terbiasa dalam hal mendulang dan berhubungan dengan kimia. Selain itu kimia pada area kami itu sudah menjadi uang atau bank kami, karena untuk memperoleh segala sesuatu kami akan memperoleh sumber penghidupan dari sana”

Pandangan ini mengambarkan masyarakat dipemukiman

sungai Wanagon kampung Waa, bahwa limbah tailings pada area

penambangan masyarakat merupakan uang dan bank mereka. Dengan

adanya emas inilah yang kemudian dapat mengundang masyarakat

masuk untuk menguasai wilayah pemukiman sungai Wanagon

kampung Waa untuk dapat survive dengan lingkungan. Sebagian besar

masyarakat dipemukiman sungai Wanagon berasal dari luar, namun

dengan adanya aktivitas penambangan PT Freeport Indonesia, maka

dapat mengundang aktivitas masyarakat untuk masuk menguasai

wilayah pemukiman tersebut menjadi tempat tinggal. Hal ini dapat

dijelaskan menurut wawancara dengan Bapak Militer murib sebagai

salah satu pendulang emas, mengatakan bahwa101;

“Kami dari dahulu masuk dan menguasai tempat disini, karena adanya emas. Dengan adanya emas inilah yang kemudian kami menguasai area mendulang supanjang sungai disini untuk menjadi tempat dulang. Jikalau emas ini habis maka kami mungkin akan berpindah ke tempat lain untuk mendapatkan pekerjaan lain. Sedangkan disini kami tinggal di hutan yang memberikan ketenangan tersediri, dan kami memperoleh kayu bakar dan kayu untuk membuat pagar, buat rumah dan juga dapat bercocok tanam disini. Dengan lingkungan alam yang menyediakan ini dapat membuat kami nyaman untuk tinggal disini dan mendulang emas”

Lingkungan yang ditempati masyarakat, sebagai lingkungan

subsisten yang dapat memungkinkan bagi aktivitas masyarakat dalam

mendulang emas. Lingkungan subsisten yang mendukung ini dapat

100 . Wawancara Pada Tangal 2 Februai Tahun 2015 101 . Wawancara Pada Tangal 17 Februari Tahun 2015

Page 8: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

54

dilihat dari cara bercocok tanam masyarakat, melalui berkebun,

mencari kayu bakar, membuat honai atau kem sebagai tempat tinggal

masyarakat dan juga memperoleh pangan langsung secara subsisten

pada masyarakat di pemukiman sungai Wanagon kampung Waa.

Dengan demikian interaksi masyarakat kampung Waa dengan

lingkungan tidak hanya terjadi pada pemanfaatan emas saja, namun

masyarakat dapat memanfaatkan lingkungan alam sekitarnya secara

subsisten untuk dapat bertahan hidup. Hal ini sudah menjadi sistem

yang terpolah pada masyarakat dan yang merupakan budaya mula-

mula pada masyarakat di pemukiman sungai Wanagon yang dapat

mendukung aktivitas masyarakat dalam mendulang emas. Menurut

Arya Hadi Dharmawan, (2007), dari sudut pandang ekologi, manusia

memerlukan energi, materi dan informasi dari alam untuk memenuhi

kebutuhan sandang, pangan sebagai kebutuhan dasar manusia.

Sedangkan sistem sosial masyarakat dibangun berdasarkan; organisasi

sosial atau sistem pengendali, kelembagaan, teknologi, populasi

(demografi), norma dan nilai yang dibangun pada masyarakat. Hal ini

dapat dikatakan juga menurut wawancara dengan Bapak Teltius

Klabetme sebagai salah seorang pendulang emas yang menetap lama di

kali kabur (kali kabur sebagai sapaan masyarakat sehari-hari untuk

menyebut sungai Wanagon). mengatakan bahwa102;

“Kehidupan masyarakat disini sudah biasa dengan alam, sehingga dengan adanya emas sini mereka dapat menguasi sumua area sepanjang pemukiman sungai disini menjadi tempat tinggal mereka. Mereka sangat kaya dengan emas, setiap hari mereka mendulang mereka memperoleh hasil yang jauh lebih besar dibanding gaji buru atau karyawan untuk per harinya penghasilan mereka, sebesar Rp 5-7 juta keatas. Oleh kerena itu mereka bertahan disini, dengan tujuan untuk mereka mendulang emas. Sedangkan masalah limbah bagi masyarakat disini itu sudah menjadi emas bagi mereka, sehingga anggapan masyarakat disini setiap kali jika ada limbah tailing yang terbuang baru, maka mereka akan menantikan limbah baru tersebut untuk mendulangnya, karena didalam limbah tersebut terbawa dengan emas”

102. Wawancara Dengan Bapak Angga, Propesi sebagai pedagang dari laur Pada Tangal 4 Februai Tahun 2015

Page 9: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

55

Versi ini mengambarkan cara mendulang masyarakat, melalui

area yang sudah dibuat oleh masyarakat setelah habis diproses menjadi

emas, maka mereka akan mengharapkan limbah baru dari sisa

pengolahan tambang Freeport yang dibuang melalui sistem sungai

Wanagon yang masuk menggenangi area dulang masyarakat untuk

kemudian dapat didulang oleh masyarakat untuk dapat bertahan hidup.

Sedangkan masyarakat yang masuk di pemukiman sungai Wanagon,

yaitu mereka mengikuti hubungan keluarga dan kerabat mereka

sehingga secara perlahan-lahan mereka dapat menguasai sepanjang

sungai Wanagon untu menjadi pendulang emas. Hal ini dapat

dijelaskan menurut wawancara dengan Bapak Dimas Alom sebagai

salah seorang pendulang emas, bahwa103;

“Kami masuk disini mengikuti keluarga dan kerabat kami yang masuk diluan disini, dan mereka memberikan tempat area disini untuk mendulangnya. Kami memperoleh sumber kehidupan ekonomi dengan adanya emas. Dengan mendulang dan tinggal disini, maka kami bisa memenuhi kehidupan kami dan menyelesaian berbagai masalah dengan membantu keluarga dan kerabat kami yang susah dan anak-anak kami yang sekolah dan kuliah. Pandangan masyarakat kami dari luar, biasa menganggap kami hidup dari emas dengan banyak uang, sehinga apabila ada masalah, maka mereka akan datang kepada kami disini. Jika mereka datang, maka kami biasanya mendulang dengan mengajak kerabat dan keluarga kami disini secara gotong-royong untuk memulangkan dan membantunya. Dengan kami tingal seperti ini, kami sudah terbiasa dengan limbah dan setiap hari kehidupan kami berasal dari sana, oleh karena itu kita tidak peduli dampak racun yang biasa menyebabkan kerusakan hati, iritasi, kerusakan kulit, saraf bahkan pada tahap yang lebih tinggi menyebabkan kelumpuhan dan kematian”

Pandangan ini memberikan gambaran bahwa masyarakat di

pemukiman sungai Wanagon kampung Waa melakukan imigrasi dari

luar seperti dari kabupaten Mimika kota dan distrik Tembagapura kota

untuk masuk di wilayah pemukiman sungai Wanagon, menjadi

pendulang emas. Wilayah sungai Wanagon yang dari dahulu hutan

103 . Wawancara Pada Tangal 15 Februari Tahun 2015

Page 10: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

56

rimbah tersebut, dengan adanya emas dari hasil penambangan

Freeport, maka wilayah tersebut menjadi tempat penambangan oleh

penduduk lokal sekitarnya pada tahun 1996. Sebagian besar masyarakat

di pemukiman sungai Wanagon menjadi pendulang emas, karena

mereka tidak memiliki pekerjaan dan berasal dari masyarakat golongan

bawah. Sehingga dengan adanya tekanan ekonomi, membuat

masyarakat survive menjadi pendulang emas. Dengan mendulang

emas, mereka memperoleh keuntungan ekonomi yang besar, namun

dari faktor sosial budaya masyarakat dikampung Waa ada relasi saling

membantu dan menolong yang dilakukan dalam berbagai hal. Kondisi

sosial ekonomi ini memainkan peran penting dalam ruang lingkup

sosial masyarakat di kampung Waa. Sedangkan interaksi masyarakat

dengan lingkungan, memberikan ruang yang menguntungkan melalui

sumberdaya ekologi yang diperolehnya, namun interaksi dengan

lingkungan yang merugikan bagi masyarakat kampung Waa, yaitu

implikasi dari keracunan limbah tailings terhadap kesehatan

masyarakat di kampung Waa. Menurut wawancara dengan bapak Tomi

sebagai salah seorang pedagang pembeli emas, menjelaskan bahwa104;

“Masyarakat mereka tetap bertahan untuk mendulang tanpa mepedulikan bahayanya terhadap kesehatan, karena mereka memperoleh penghasilan sebesar Rp.5000.000,00-7000.000,00/hari sedangkan per bulan penghasilan bisa mencapai 50-100 juta keatas. Hal inilah yang membuat masyarakat disana dapat bertahan hidup, tanpa melihat dampak dan efek buruk bagi kesehatan mereka karena adanya emas yang membuat masyarakat disini tetap bertahan untuk mendulang dengan tanpa mempedulikan masalahnya terhadap kesehatannya. Mereka memeperoleh keuntungan dari situ, kemudian membantu anak-anak mereka yang sekolah atu keluarga mereka yang datang berkunjung kepadanya dalam hal kesusahan yang memerlukan bantuan dan dalam hal ada masalah pribadi dan keluarga yang membelitnya”

Hal ini menunjukan bahwa peran sosial masyarakat juga dapat

ditentukan melalui pola hubungan saling memberi yang dilakukan

antar masyarakat. Peran sosial masyarakat ini dapat berjalan dengan

104 . Wawancara Pada Tangal 15 Februai tahun 2015

Page 11: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

57

mereka dapat mengandalkan sumberdaya ekologinya, maka

sumberdaya ekologi ini juga menjadi sumber ekonomi sebagai

mobilitas pengerak dalam menjalin relasi kebersamaan pada

masyarakat di kampung Waa. Hal ini juga dapat dijelaskan melalui

wawancara dengan salah satu Bapak Katagame sebagai pendulang

emas, mengatakan bahwa105;

“Limbah kimia yang dibuang itu, dapat membahayakan bagi kesehatan tetapi limbah tersebut terkandung emas yang menguntungkan bagi kami. Limbah itu sudah menjadi lahan ekonomi bagi kami. Dengan tinggal disini, kami biasa membantu keluarga, sababat, kerabat dan suku yang datang dari luar dan disini dalam berbagai penyelesaian masalah”

Hal yang demikian juga dikatakan menurut wawancara dengan

Ibu Mina Magai sebagai salah seorang pendulang emas di pemukiman

sungai Wanagon menjelaskan bahwa106;

“Dengan mendulang emas disini, kami dapat memperoleh penghidupan dari sana untuk memenuhi kebutuhan kami, selain itu kami juga membantu keluarga, kerabat dan sebahabat kami yang dalam keadaan kesulitan atau dalam keadaan masalah”

Wawancara dengan Bapak Kalis Omaleng sebagai salah

seorang pendulang emas juga mengataka, bahwa107;

“Masyarakat disini berada karena adanya emas yang mereka peroleh dengan keuntungan yang berlipat ganda. Hal inilah yang membuat masyarakat tidak bisa tinggalkan tempat ini, semenjak dari dahulu mereka masuk tetap bertahan disini untuk mendulang emas. Meskipun ada dampak kimia itu berbahaya bagi kesehatannya”

Wawancara dengan Bapak Tiken Beanal sebagai penduduk asli

di Tembagapura, menjelaskan bahwa108;

105 . Wawancara pada Tangal 1 Februari Tahun 2015 106 . Wawancara Pada Tangal 5 Maret 2015 107 . Wawancara Pada Tangal 14 Februari Tahun 2015 108 . Wawancara Pada Tangal 3 Maret Tahun 2015

Page 12: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

58

“Masyarakat disini tidak mempedulikan bahaya kimia, meskipun bahaya kamia tersebut juga menelan banyak korban jiwa di sini melalui tanah longsor dan dengan adanya keracunan logam berat berbahaya yang masuk melalui tubuh. Jika dampak kimia berkontak langsung pada bagian kaki atau tangan dan penghirupan pada hidung, mengakibatkan gajala keracunan pada tubuh. Demikian juga dari cara makan dan minum yang dilakukan tanpa mencuci tangan yang dilakukan saat mendulang emas dan habis pulang dari tempat mendulang”

Di kondisi lingkungan yang tercemar ini juga selain dari segi

keuntungan ekonomi yang diperolehnya, maka pola perilaku yang

terdapat pada kebiasaan masyarakat dalam mendulang kemudian pola

makan dan minum yang tidak higenis juga dapat berpengaruh terhadap

kemungkinan resiko yang akan ditimbulkan terhadap permasalahan

kesehatan. Permasalahan kesehatan merupakan permasalahan yang

berhubungan dengan manusia yang lebih lebih lanjut dikaji dalam

antropologi kesehatan (medical anthropology) untuk menstudi

manusia melalui perilaku dan kebudayaannya. Menurut Foster dan

Anderson, (1978), menjelaskan antropologi kesehatan sebagai suatu

disiplin biobudaya yang mempengaruhi aspek biologi dan budaya

berkenaan dengan perilaku manusia, khususnya bagaimana cara kedua

aspek ini berinteraksi sehingga berpengaruh terhadap kesehatan dan

penyakit. Aspek biologi pada masyarakat di kampung Waa, implikasi

dari logam berat terhadap kesehatan masyarakat di kampung Waa,

sedangkan aspek kebudayaan berhubungan dengan perilaku dan

pengetahuan masyarakat tentang limbah tailings. Pengetahuan

masyarakat di kampung tentang limbah tailings juga berhubungan

dengan penghayatan dan sikap masyarakat terhadap usaha dalam

bertahan hidup. Hal juga dijelaskan menurut Sarwono, S., (2010),

bahwa antropologi kehesehatan berhubungan dengan studi tentang

pengaruh unsur-unsur terhadap penghayatan masyarakat tentang

penyakit dan kesehatan, maka antropologi lebih luas lagi mengkaji dari

aspek fisik, sosial, dan budaya.

Menurut Ritohardoyo, S., (2006), menjelaskan bahwa, perilaku

manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor dasar, yaitu pendukung,

pendorong dan persepsi, serta faktor lingkungan baik lingkungan fisik

Page 13: BAB IV DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP KEHIDUPAN

59

maupun lingkungan sosial. Faktor pengaruh yaitu meliputi pandangan

hidup, adat isti adat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat. Faktor

pendukung meliputi pendidikan, pekerjaan, kebudaya dan strata sosial.

Dari kedua hal ini dapat menggambarkan kondisi masyarakat di

kampung Waa, dari faktor pendukung dilihat dengan adanya emas

sebagai sumber penghidupan ekonomi yang dapat mengundang

aktivitas masyarakat untuk masuk mendulang emas di sungai

Wanagon, kemudian ada relasi toleransi dan kebersamaan yang terjadi

secara adat kemudian ada tekanan konflik yang membuat masyarakat

untuk tetap dapat survive dengan mendulang emas untuk menunjang

berbagai kehidupan sosial pada masyarakat.