265
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015 217 BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 4.1 Analisis Pengembangan Wilayah BWP I Indihiang 4.1.1 Analisis Keterkaitan Regional Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat, Kota Tasikmalaya ditetapkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) pada wilayah pengembangan Priangan Timur (Priatim) -Pangandaran. Selain itu, Kota Tasikmalaya juga ditetapkan sebagai kawasan andalan pengembangan Priatim-Pangandaran yang meliputi Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, Kota Garut, Kota Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran. Penetapan Kota Tasikmalaya sebagai PKW dan kawasan andalan pengembangan Priatim-Pangandaran, menjadikan Kota Tasikmalaya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Priangan Timur. Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, kegiatan perdagangan dan jasa , terutama indutri kreatif, menjadi salah satu kegiatan utama di kawasan perkotaan Kota Tasikmalaya. Peran Kota Tasikmalaya sebagai PKW perlu ditunjang dengan berbagai sarana dan prasarana guna mengoptimalkan fungsi Kota Tasikmalaya sebagai PKW. Pengotimalan tersebut perlu dilakukan melalui peningkatan akses pelayanan perkotaan sebagai pusat perdagangan dan industri kreatif serta peningkatan kualitas jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang sinergis dengan pengembangan kegiatan perdagangan dan industri. Dalam wilayah perencanaan yang dipilih yakni Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes yang tergabung dalam BWP I serta Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi yang tergabung dalam BWP II , tentunya terdapat beberapa hal dari sitem trasnportasi , sosial kependudukan, ekonomi, fasilitas pelayanan kota yang berkaitan dengan fungsi Kota Tasikmalaya sebagai PKW. Berikut akan dibahas mengenai masing-masing wilayah perencanaan (BWP I dan II) dalam sistem transportasi kota dan regional, sistem sosial kependudukan kota, sistem perekonomian kota, dan sistem fasilitas pelayan kota. 4.1.1.1 Wilayah Perencanaan BWP I Indihiang Dalam Sistem Transportasi Kota dan Regional BWP I yang terdiri dari Kecamatan Indihiang, Bungursari dan Cipedes merupakan wilayah yang strategis karena dilalui oleh jaringan jalan arteri sekunder, yaitu Jalan Letjen Ibrahim Adjie, Jalan Laksamana R.E. Martadinata dan Jalan Dr. Moch. Hatta yang menghubungkan tiga kecamatan tersebut maupun dalam kota

BAB IV dokumen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aaa

Citation preview

Page 1: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

217

BAB IV

ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH

4.1 Analisis Pengembangan Wilayah BWP I Indihiang

4.1.1 Analisis Keterkaitan Regional

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi Jawa Barat, Kota Tasikmalaya ditetapkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan

Wilayah (PKW) pada wilayah pengembangan Priangan Timur (Priatim) -Pangandaran.

Selain itu, Kota Tasikmalaya juga ditetapkan sebagai kawasan andalan pengembangan

Priatim-Pangandaran yang meliputi Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, Kota Garut, Kota

Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran. Penetapan Kota Tasikmalaya sebagai

PKW dan kawasan andalan pengembangan Priatim-Pangandaran, menjadikan Kota

Tasikmalaya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Priangan Timur. Sebagai

pusat pertumbuhan ekonomi, kegiatan perdagangan dan jasa , terutama indutri kreatif,

menjadi salah satu kegiatan utama di kawasan perkotaan Kota Tasikmalaya.

Peran Kota Tasikmalaya sebagai PKW perlu ditunjang dengan berbagai sarana

dan prasarana guna mengoptimalkan fungsi Kota Tasikmalaya sebagai PKW.

Pengotimalan tersebut perlu dilakukan melalui peningkatan akses pelayanan perkotaan

sebagai pusat perdagangan dan industri kreatif serta peningkatan kualitas jangkauan

pelayanan jaringan prasarana yang sinergis dengan pengembangan kegiatan

perdagangan dan industri. Dalam wilayah perencanaan yang dipilih yakni Kecamatan

Indihiang, Bungursari, dan Cipedes yang tergabung dalam BWP I serta Kecamatan

Cihideung dan Mangkubumi yang tergabung dalam BWP II , tentunya terdapat beberapa

hal dari sitem trasnportasi , sosial kependudukan, ekonomi, fasilitas pelayanan kota yang

berkaitan dengan fungsi Kota Tasikmalaya sebagai PKW. Berikut akan dibahas mengenai

masing-masing wilayah perencanaan (BWP I dan II) dalam sistem transportasi kota dan

regional, sistem sosial kependudukan kota, sistem perekonomian kota, dan sistem

fasilitas pelayan kota.

4.1.1.1 Wilayah Perencanaan BWP I Indihiang Dalam Sistem Transportasi Kota dan

Regional

BWP I yang terdiri dari Kecamatan Indihiang, Bungursari dan Cipedes

merupakan wilayah yang strategis karena dilalui oleh jaringan jalan arteri sekunder,

yaitu Jalan Letjen Ibrahim Adjie, Jalan Laksamana R.E. Martadinata dan Jalan Dr.

Moch. Hatta yang menghubungkan tiga kecamatan tersebut maupun dalam kota

Page 2: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

218

sehingga memudahkan akses dalam pengangkutan manusia maupun barang. Selain

itu, jalan arteri sekunder yang terletak di Kecamatan Indihiang terhubung langsung

dengan jalan arteri primer yang menghubungkan Kota Bandung dengan Jawa

Tengah. Hal ini mempermudah akses dari luar Kota Tasikmalaya. Terdapat pula

Terminal Tipe A Indihiang yang terletak di Kelurahan Sukamaju Kidul, Kecamatan

Indihiang yang melayani kendaraan umum seperti angkutan antarkota

antarprovinsi, angkutan antarkota dalam provinsi, angkutan kota dan angkutan

pedesaan. Namun, terminal tersebut tidak terletak di jalan primer sehingga tidak

sesuai dengan tingkat pelayanan terminal tersebut. Tidak hanya itu, terdapat

pengembangan Jalan Mangin (Mangkubumi-Indihiang) yang akan menjadi prioritas

pembangunan. Kedua hal tersebut dapat memberikan kemudahan dalam

mendukung pergerakan orang maupun barang khususnya barang-barang produksi

Kota Tasikmalaya ataupun pemasaran produk dari luar Kota Tasikmalaya.

Kemudahan akses dari luar Kota Tasikmalaya melalui jalan arteri primer yang

menghubungkan Kota Bandung dengan Provinsi Jawa Tengah tidak hanya dapat

meningkatkan perumbuhan ekonomi suatu wilayah namun akan berdampak buruk

pula jika tidak dibarengi dengan perencanaan yang baik. Pertumbuhan ekonomi

yang tak terkendali di sepanjang koridor jalan tersebut dapat menimbulkan

masalah baru seperti kemacetan yang tidak hanya merugikan Kota Tasikmalaya

tetapi wilayah sekitarnya yang berbatasan langsung dengan Kota Tasikmalaya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, terdapat rencana pembangunan jalan tol

yang melintasi wilayah sebelah utara Kecamatan Indihiang. Pembangunan jalan tol

ini akan mengatasi masalah mobilitas yang cukup tinggi dari Kota Bandung menuju

Provinsi Jawa Tengah. Namun, pembangunan jalan tol juga dapat berdampak pada

perekonomian Kecamatan Indihiang. Adanya tol ini dapat menurunkan kegiatan

ekonomi yang dulunya tumbuh di sebelah utara Kecamatan Indihiang yang menjadi

akses masuk menuju Kota Tasikmalaya. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan

yang matang dalam mengantisipasi dampak yang ditimbulkan tersebut.

Selain itu, terdapat pula Stasiun Kereta Api Indihiang yang melayani pergerakan

kereta api lintas selatan Bandung – Surabaya yang melalui wilayah Kelurahan

Sukamaju Kaler, Kelurahan Sirnagalih, Kelurahan Parakannyasag. Namun, stasiun

tersebut tidak terlalu berpengaruh dalam pergerakan penumpang atau barang

karena stasiun tersebut hanya menjadi stasiun persilangan kereta api, bukan

sebagai stasiun pengangkutan ataupun pemberhentian.

Page 3: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

219

Gambar 4. 1 Peta Rencana Sistem Transportasi BWP I Indihiang Tahun 2031

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 4: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

217

4.1.1.2 Wilayah Perencanaan BWP I Indihiang Dalam Sistem Sosial

Kependudukan Kota

Tabel 4. 1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Berdasarkan Kecamatan di Kota

Tasikmalaya Tahun 2013

No Kecamatan Kelompok Umur (Jiwa)

0-14 Tahun 15-64 Tahun 65+ Tahun Jumlah

1 Kawalu 25.630 57.414 4.134 87.178

2 Tamansari 19.646 42.558 2.761 64.965

3 Cibeureum 17.458 41.488 3.334 62.280

4 Purbaratu 10.842 25.811 2.153 38.806

5 Tawang 16.132 44.451 3.516 64.099

6 Cihideung 20.169 49.289 3.552 73.010

7 Mangkubumi 24.984 58.592 3.665 87.241

8 Indihiang 13.874 32.467 2.454 48.795

9 Bungursari 14.335 30.179 2.347 46.861

10 Cipedes 21.824 50.961 3.865 76.650

Total 184.894 433.210 31.781 649.885

Sumber : Kota Tasikmalaya Dalam Angka, 2013

Kondisi eksisting kependudukan di wilayah perencanaan BWP I dapat dilihat dari

tabel di atas. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk di

wilayah perencanaan BWP I INDIHIANG, merupakan penduduk dengan usia produktif.

Jika dihitung proporsinya terhadap jumlah penduduk kecamatan secara keseluruhan,

maka dapat diketahui prporsi penduduk usia produktif adalah sebesar 64.4 % di

Kecamatan Bungursari. Sedangkan di Kecamatan Cipedes dominasinya sebesar 66.48% ,

dan Kecamatan Indihiang sebesar 66.54%. Proporsi tersebut terhitung besar karena

menunjukkan lebih dari separuh jumlah penduduk di ketiga kecamatan tersebut

merupakan penduduk usia produktif. Implikasi dari dominasi usia produktif yang ada

pada ketiga kecamatan tersebut lebih besar kepada hal aspasial, yakni penyediaan

lapangan kerja yang jumlahnya harus banyak untuk memfasilitasi penduduk usia

produktif.

Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes memiliki posisi yang cukup

strategis dan berdampak pada tingginya aglomerasi kegiatan perdagangan dan jasa.

Tingginya aglomerasi kegiatan perdagangan dan jasa tersebut mempengaruhi demand

akan tenaga kerja yang juga berasal dari wilayah di luar kecamatan-kecamatan tersebut .

Hal ini juga menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi penduduk di kecamatan–kecamatan

tersebut dapat menyerap tenaga kerja dari luar tiga Kecamatan. Namun selain

memberikan dampak positif bagi wilayah hinterlandnya, pertumbuhan ekonomi yang

dibarengi dengan berkembangnya kegiatan ekonomi di dalam wilayah itu sendiri dapat

menjadi suatu masalah, karena semakin berkembangnya kegiatan ekonomi di suatu

wilayah, maka faktor penarik wilayah tersebut pun semakin tinggi. Akan banyak

penduduk yang berimigrasi ke Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes dan

Page 5: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

218

akhirnya akan berimplikasi terhadap ketersediaan lahan di Kecamatan-kecamatan

tersebut di masa yang akan datang akan semakin berkurang.

4.1.1.3 Wilayah Perencanaan BWP I Indihiang Dalam Sistem Perekonomian Kota

Gambar 4. 2

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Tasikmalaya Tahun 2013

Sumber: BPS Kota Tasikmalaya 2014

Tabel 4. 2 Proporsi Sektor BWP I Indihiang Terhadap Sektor dan Total PDRB Kota Tasikmalaya

2013

Lapangan Usaha

Total BWP I (Juta Rupiah)

Total Sektor PDRB Kota (Juta

Rupiah)

Persentase Sektor BWP I

Terhadap Sektor Kota

Persentase Sektor BWP I

Terhadap PDRB Kota

Pertanian 123036,46 647.538,92 19,00% 5,77%

Pertambangan & Penggalian

323,79 508,69 63,65% 0,005%

Industri Pengolahan

300810,37 1.639.966,59 18,34% 14,60%

Listrik, Gas & Air Bersih

45566,09 209.526,50 1,00% 1,87%

Bangunan 341133,02 1.558.858,98 21,88% 13,88%

Perdagangan, Hotel & Restoran

799248,85 3.756.408,09 21,28% 33,44%

Pengangkutan & Komunikasi

327473,93 1.329.444,99 24,63% 11,84%

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

94654,89 931.916,57 10,16% 8,30%

Jasa - Jasa 295607,14 1.157.459,01 25,54% 10,31%

Page 6: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

219

Total 2327854,54 11.231.628,34 100%

Sumber: BPS Kota Tasikmalaya 2014, (Hasil Analisis Studio Kota Tasikmalaya, 2015)

Sektor ekonomi yang menyumbang kontribusi terbesar terhadap PDRB Kota

Tasikmalaya adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 33%. Sub sektor

yang menyumbang paling besar adalah sub sektor perdagangan besar dan eceran.

Diikuti dengan sektor industri pengolahan sebesar 15% dengan sub sektor unggulan

industri tanpa migas dan sektor bangunan sebesar 14%.

Gambar 4. 3 Grafik Kontribusi Sektor terhadap PDRB 2013 BWP I Indihiang

Sumber: BPS Kota Tasikmalaya 2014

Sektor pertambangan dan penggalian BWP I merupakan sektor ekonomi yang

berkontribusi terbesar terhadap sektornya di PDRB Kota Tasikmalaya yaitu sebesar

63,65%. Kecamatan Indihiang dan Kecamatan Bungursari adalah kecamatan yang

menyumbang sektor pertambangan dan penggalian. Sub sektor yang berperan adalah

sub sektor penggalian, sedangkan dari sub sektor pertambangan tidak menyumbang.

Hanya Kecamatan Cipedes yang tidak menyumbang ke sektor pertambangan dan

penggalian. Berdasarkan Data Survei Studio 2015, di perbatasan Kelurahan Indihiang

dan Kelurahan Sukamajukidul (Kecamatan Indihiang) terdapat seluas 31,58 Ha lahan

penggalian dan 27,68 Ha di Kelurahan Sukalaksana (Kecamatan Bungursari). Sektor

ekonomi yang cukup berkontribusi terhadap sektornya di PDRB Kota Tasikmalaya adalah

sektor jasa yaitu sebesar 25,54%. Sub sektor yang paling berkontribusi adalah sub sektor

jasa dari perorangan dan rumah tangga. Selain itu, sektor pengangkutan dan komunikasi

menyumbang kontribusi cukup besar terhadap sektornya di PDRB Kota Tasikmalaya

yaitu sebesar 24,63%.

Sub sektor yang menyumbang paling besar terhadap sektor pengangkutan dan

komunikasi adalah sub sektor angkutan jalan raya. Kecamatan Indihiang dilewati Jalan

Letnan Ibrahim Adjie (arteri sekunder) yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung.

Kecamatan Cipedes dilewati Jalan Moh. Hatta (arteri sekunder). BWP I dihubungkan

jalan kolektor primer yaitu Jalan Ir. H. Djuanda. Jalan RE. Martadinata (arteri sekunder)

Sumber : BPS Kota Tasikmalaya 2014

Page 7: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

220

melalui Kecamatan Indihiang dan Kecamatan Cipedes. Jalan Letnan Harun (kolektor

primer) melalui Kecamatan Bungursari dan Kecamatan Cipedes. Jadi, BWP I dilalui jalan-

jalan besar seperti arteri sekunder dan kolektor primer yang berpotensi terjadinya

pergerakan angkutan yang tinggi.

Sektor ekonomi dari BWP I yang berkontribusi paling besar terhadap total PDRB

Kota Tasikmalaya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 33,44%.

Sub sektor yang menyumbang paling besar terhadap sektor perdagangan, hotel dan

restoran adalah perdagangan besar dan eceran. Di samping itu sektor perdagangan,

hotel dan restoran merupakan sektor yang paling besar berkontribusi terhadap masing-

masing PDRB Kecamatan, dengan rincian Kecamatan Indihiang sebesar 35,84%,

Kecamatan Bungursari sebesar 31,94% dan Kecamatan Cipedes sebesar 31,94%. Di

Kecamatan Indihiang terdapat 1 pasar umum, 360 kios/warung, dan 20 rumah makan

tepatnya di Kelurahan Sukamajukidul 1 serta 50 toko di Kelurahan Sukamajukaler

(Kecamatan Indihiang dalam Angka 2012). Di Kecamatan Bungursari terdapat 2 pasar

tepatnya di Kelurahan Dangdeur; 396 toko/warung kelontong di Kelurahan Cikopo; serta

61 warung/kedai makanan di Kelurahan Ciwangi (Kecamatan Bungursari dalam Angka

2014). Di Kecamatan Cipedes terdapat masing-masing 1 pasar umum dan masing-masing

1 Departemen Store di Kelurahan Panglayungan dan Kelurahan Cipedes; masing-masing

2 minimarket di Kelurahan Nagarasari dan Kelurahan Sukamanah; 4 rumah makan, 1

hotel berbintang serta 3 hotel lainnya di Kelurahan Cipedes (Kecamatan Cipedes dalam

Angka 2013).

Selain itu, sektor industri pengolahan menjadi sektor berkontribusi cukup besar

terhadap PDRB masing-masing kecamatan, Kecamatan Indihiang sebesar 15,88% dan

Kecamatan Bungursari sebesar 14,74%. Sub sektor yang menyumbang paling besar

terhadap sektor industri pengolahan di masing-masing kecamatan adalah tekstil, barang

kulit dan alas kaki sebesar 51,39% di Kecamatan Indihiang dan 51,39% di Kecamatan

Bungursari. Di Kecamatan Indihiang terdapat 1 industri besar dan 8 industri sedang di

Kelurahan Panyingkiran; 1 industri besar dan 50 kerajinan makanan di Kelurahan

Sukamajukaler (Kecamatan Indihiang dalam Angka 2012). Kecamatan Bungursari

memiliki 1 industri kulit di Kelurahan Ciwangi, 6 industri kayu di Kelurahan Cibodas,

masing-masing 1 industri anyaman di Kelurahan Bungursari dan Kelurahan Cikopo, serta

25 industri kain /tenun di Kelurahan Karangmukti (Kecamatan Bungursari dalam Angka

2014).

Sektor pengangkutan dan komunikasi menyumbang 15,61% terhadap PDRB

Kecamatan Indihiang dan 15,43% dari PDRB Kecamatan Cipedes. Sub sektor yang

menyumbang paling besar terhadap sektor pengangkutan dan komunikasi di masing-

masing kecamatan adalah angkutan jalan raya sebesar 92,57% di Kecamatan Indihiang

dan 86,79% di Kecamatan Cipedes.

Sedangkan sektor jasa menyumbang 20,34% terhadap PDRB Kecamatan

Bungursari, serta sektor bangunan menyumbang 19,84% terhadap PDRB Kecamatan

Page 8: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

221

Cipedes. Sub sektor yang berkontribusi paling besar terhadap sektor jasa Kecamatan

Bungursari adalah administrasi pemerintahan dan pertahanan yaitu sebesar 47,74%.

4.1.1.4 Wilayah Perencanaan BWP I Indihiang Dalam Sistem Fasilitas Pelayanan Kota

Dalam rencana tata ruang wilayah Provinsi Jawa Barat, Kota Tasikmalaya

merupakan bagian dari WP Priangan Timur-Pangandaran yang ditetapkan sebagai Pusat

Kegiatan Wilayah (PKW), dengan peran menjadi pusat koleksi dan distribusi skala

nasional. Berdasarkan analisis tata ruang Kota Tasikmalaya, Kecamatan Indihiang,

tepatnya Kelurahan Indihiang ditetapkan sebagai Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK). SPK

tersebut melayani Bagian Wilayah Perencanaan (BWP) I yang mencakup Kecamatan

Bungursari, Kecamatan Cipedes, dan Kecamatan Indihiang. Penetapan SPK ini dilakukan

berdasarkan pertimbangan kemudahan akses, dan lokasi yang cukup strategis diantara

kecamatan-kecaman lain di BWP I.

Sebuah SPK harus dilengkapi dengan fasilitas minimum yang perlu ada untuk

mendorong berfungsinya SPK tersebut. Berdasarkan analisis kondisi eksisting, fasilitas

pelayanan yang terdapat di masing-masing Kecamatan masih belum memenuhi fasilitas

minimum untuk Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK), hal tersebut menunjukkan bahwa

tingkat pelayanan fasilitas masih kurang.

1. Fasilitas Pendidikan

Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes

tahun 2013 meliputi,

a. Taman Kanak-kanak sebanyak 13 unit yang tersebar di setiap Kelurahan di

Kecamatan Cipedes dan 4 unit yang tersebar di tiga kelurahan di Kecamatan

Indihiang (Kelurahan Indihiang, Sukamajukaler, dan Parakannyasag);

b. Sekolah dasar sebanyak 18 unit tersebar di seluruh Kelurahan di Kecamatan

Bungursari, 35 unit tersebar di seluruh kelurahan di Kecamatan Cipedes,dan 20

unit tersebar di seluruh kelurahan di Kecamatan Cipedes;

c. SLTP/MTs sebanyak 4 unit yang tersebar di tiga kelurahan di Kecamaran

Bungursari. (kelurahan Sukamulya, Bungursari dan Bantarsari), 4 unit tersebar di

tiga kelurahan di Kec.Indihiang (Kelurahan Panyingkiran, Sirnagalih dan

Sukamaju kidul ) dan 5 unit yang tersebar di setiap kelurahan di Kec.Cipedes;

dan

d. SLTA/MA sebanyak 9 unit yang tersebar di setiap kelurahan di Kecamatan

Cipedes kecuali kelurahan Sukamanah, 3 unit yang tersebar di tiga kelurahan di

Kecamatan Bungursari (kelurahan Sukarindik , Bugursari dan Sukajaya) dan 8

unit yang tersebar di Kelurahan Panyingkiran, Parakannyasag, Sukamajukaler,

Kecamatan Indihiang.

Page 9: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

222

Di BWP I Indihiang tidak terdapat fasilitas pendidikan yang fungsinya melayani

dalam skala Kota.

2. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang tersedia di Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan

Cipedes tahun 2012 antara lain meliputi,

a. Puskesmas, sebanyak 8 unit, terdapat di masing-masing kecamatan;

b. Puskesmas Pembantu, sebanyak 5 unit, terdapat di masing-masing kecamatan;

c. Posyandu, sebanyak 229 unit yang tersebar di setiap kelurahan;

d. Puskesmas Keliling sebanyak 9 unit, terdapat di Kecamatan Indihiang dan

Bungursari.

e. Pos Kesehatan Desa satu buah, terdapat di Kecamatan Bungursari; dan

f. Rumah sakit umum Prasetya Bunda di Kecamatan Indihiang.

Rumah sakit umum Prasetya Bunda yang terdapat di Kecamatan Indihiang

merupakan rumah sakit swasta kelas D. Rumah sakit ini tersedia sebagai salah satu

fasilitas pelayanan kesehatan kota. RS Prasetya Bunda bersifat transisi dengan

kemampuan hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan gigi. Rumah sakit ini

juga menampung rujukan yang berasal dari puskesmas. Pelayanan yang ada di RS

Prasetya Bunda, dari segi jumlah dokter dan fasilitas, mayoritas masih di bawah rata-

rata pelayanan RS yang ada di Jawa Barat. Sebagai salah satu faslitas yang berfungsi

untuk melayani kota seharusnya RS Prasetya Bunda dapat lebih meningkatkan jumlah

dokter dan fasilitas yang ada, agar bisa menjalankan perannya secara lebih optimal.

Di Kota Tasikmlaya sendiri sudah terdapat 13 Rumah Sakit dan lima diantaranya

adalah RS Bersalin serta RS Ibu dan Anak. Tasikmalaya hanya mempunyai satu rumah

sakit negeri bernama RSUD Dr.Soekardjo di Jl. Rumah Sakit 33 , Kecamatan Tawang ,Kota

Tasikmalaya. RSUD Dr. Soekardjo ini merupakan rumah sakit dengan spesifikasi dokter

yang lengkap. Menurut SNI, satu rumah sakit mempunyai cakupan pelayanan hingga

240.000 jiwa, sedangkan proyeksi jumlah penduduk Kota Tasikmalaya pada tahun 2031

adalah 800.000 jiwa . Berarti dengan menggunakan perhitungan sederhana , diketahui

bahwa jumlah kebutuhan Rumah Sakit di Tasikmalaya di tahun 2031 adalah sebanyak 3

buah. Dengan melihat jumlah eksisiting rumah sakit yang tersedia di Tasikmalaya, maka

bisa dikatakan bahwa kebutuhan rumah sakit di tahun 2031 sudah terpenuhi.

3. Fasilitas Ekonomi

Fasilitas ekonomi harus dilihat tidak hanya dari sisi geografis, sistem transportasi

dan aksesibilitas, tapi juga daya pendorong (forward linkage) dan daya penarik

(backward linkage). Pasar sebagai sarana yang memungkinkan terjadinya transaksi

Page 10: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

223

ekonomi memainkan peran krusial dalam mengalokasikan sumberdaya, modal, dan

mendistribusikan produk serta penghasilan. Pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi harus

kompetitif dan memiliki mekanisme yang mampu mengoordinasikan berbagai aktivitas

yang mendorong terciptanya efisiensi dan efektivitas yang optimal dalam kegiatan

ekonomi masyarakat.

Sarana dan prasarana perdagangan yang ada di Kota Tasikmalaya terdiri dari

pertokoan dan pasar, juga pedagang kaki lima. Pasar yang dikelola pemerintah Kota

Tasikmalaya secara total berjumlah 7 unit dengan jumlah pedagang total 4.143 orang. Di

Kecamatan Indihiang teradapat 1 pasar umum dan 221 toko. Namun, pasar yang

tedapat di Kecamatan Indihiang merupakan pasar dengan skala lokal. Fungsinya tidak

untuk melayani wilayah satu Kota Tasikmalaya.

Sebagai Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK), di Kecamatan indihiang sudah

seharusnya berdiri pasar yang menjadi pusat pemasaran hasil-hasil pertanian,

perkebunan, peternakan dan seluruh kegiatan ekonomi untuk melayani skala Sub

Kawasan Kota.

4.1.2 Analisis Pola Ruang

4.1.2.1 Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lahan BWP I Indihiang

Analisis daya dukung dilakukan untuk menilai kemampuan lahan dalam

mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain di dalamnya. Daya dukung

lahan atau land carrying capacity adalah batas atas dari pertumbuhan suatu populasi, di

mana jumlah populasi tersebut tidak dapat lagi didukung oleh lahan yang ada. Atau

secara lebih singkat dapat dijelaskan sebagai batas aktivitas manusia yang berperan

dalam perubahan lingkungan. Hal ini dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan

sebagai suatu ekosistem menahan akibat dari penggunaan yang dilakukan. Daya dukung

lahan ditentukan oleh banyak faktor baik biofisik maupun sosial-ekonomi-budaya yang

saling mempengaruhi. Daya dukung tergantung pada persentasi lahan yang dapat

digunakan untuk peruntukan tertentu yang berkelanjutan dan lestari, persentasi lahan

ditentukan oleh kesesuaian lahan untuk peruntukan tertentu.

Analisis Fungsi Kawasan

Analisis ini dilakukan untuk menentukan fungsi utama dari wilayah

perencanaan, yaitua kawasan lindung dan budidaya. Penentuan kawasan

lindung didasarkan pada Ketentuan Presiden nomor 32 tahun 1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung.

Page 11: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

224

Gambar 4. 4 Prosedur Penentuan Kawasan Lindung

Sumber : Keppres No. 32/1990

Analisis dilakukan pada kawasan lindung dan budidaya, menunjukkan bahwa

BWP I Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa :

1. Tidak terdapat kawasan suaka alam

2. Tidak terdapat kawasan bergambut

3. Hasil overlay terhadap curah hujan, kemiringan lereng, dan kepekaan

tanah mempunyai nilai yang berarti kurang dari syarat untuk menjadi

kawasan resapan air (skor 125-174) dan hutan lindung (skor >175). Selain

itu kondisi morfologi BWP I menunjukkan bahwa tidak terdapat kawasan

dengan kemiringan > 40% dan di atas 2000 m

4. Terdapat kawasan lindung, yaitu :

- Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan

bawahannya:

a. Gunung Astana di Kecamatan Indihiang;

b. Pasir Huni di Kecamatan Indihiang;

c. Gunung Lame di Kecamatan Indihiang;

d. Gunung Limus di Kecamatan Indihiang;

e. Gunung Parapag di Kecamatan Indihiang;

f. Gunung Cilingga di Kecamatan Bungursari;

g. Gunung Putri di Kecamatan Bungursari;

h. Gunung Pondok di Kecamatan Bungursari;

i. Gunung Kokosan di Kecamatan Bungursari;

Page 12: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

225

j. Bukit Malam di Kecamatan Bungursari

- Daerah irigasi

Daerah Irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Daerah,

meliputi:

a. Daerah Irigasi Citanduy di Kecamatan Indihiang dan Kecamatan

Cipedes;

b. Daerah Irigasi Bungursari di Kecamatan Bungursari;

c. Daerah Irigasi Cibeureum di Kecamatan Bungursari;

d. Daerah Irigasi Citerewes di Kecamatan Bungursari;

e. Daerah Irigasi Tanggogo di Kecamatan Bungursari;

f. Daerah Irigasi Gunung Eurih di Kecamatan Bungursari;

g. Daerah Irigasi Pameongan di Kecamatan Bungursari;

h. Daerah Irigasi Cidongkol di Kecamatan Bungursari;

i. Daerah Irigasi Ciromban di Kecamatan Bungursari

j. Daerah Irigasi Bengkok di Kecamatan Bungursari dan Kecamatan

Indihiang;

k. Daerah Irigasi Cibunigeulis di Kecamatan Bungursari;

l. Daerah Irigasi Cigugur di Kecamatan Bungursari;

m. Daerah Irigasi Gunung Taraje di Kecamatan Indihiang;

n. 14. Daerah Irigasi Sukamandi di Kecamatan Indihiang dan

Kecamatan Cipedes;

o. 15. Daerah Irigasi Ciburuy di Kecamatan Indihiang;

p. 16. Daerah Irigasi Eyong di Kecamatan Indihiang;

5. Terdapat cagar budaya, yaitu Situs Lingga Yoni di Kecamatan Indihiang.

Tabel 4. 3 Luas Fungsi Kawasan BWP I Indihiang

No Kecamatan Kesesuaian Lahan (Ha) Total

Kawasan Budidaya Kawasan Lindung

1 Kecamatan Indihiang 999,2 160 1159,2

2 Kecamatan Bungursari 1546,4 174,2 1720,6

3 Kecamatan Cipedes 783 148,2 931,2

Total 3328,6 482,4 3811

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 13: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

226

Tabel 4. 4 Peta Fungsi Kawasan BWP I Indihiang Tahun 2015

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 14: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

227

4.2.1.1 Analisis Kemampuan Lahan

Analisis dilakukan pada kawasan budidaya untuk memperoleh gambaran tingkat

kemampuan lahan berupa :

1. Aspek Kemampuan Lahan Morfologi

2. Aspek Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi

3. Aspek Kemampuan Lahan Drainase

4. Aspek Kemampuan Lahan Kerentanan Bencana

1. SKL Morfologi

Berdasarkan kelas kemiringan lereng maka kondisi morfologi lahan yang datar

akan memudahkan dikembangkan untuk kawasan perkotaan dan sebaliknya,

semakin tinggi kemiringan lereng semakin sulit untuk pengembangan kawasan

perkotaan.

Morfologi di BWP I Kota Tasikmalaya cenderung seragam, yaitu datar sampai

dengan landai sedang sekitar 0-15% dan 15-40%. Dominasioleh lahan datar 0-5%

dan hanya beberapa lokasi yang 15-40%. Oleh karena itu kemampuan lahan

morfologi dibagi menjadi :

1. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria baik sekali diperuntukkan bagi

wilayah dengan kemiringan lereng 0-5%.

2. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria baik diperuntukkan bagi

wilayah dengan kemiringan kemiringan lereng 5-15%

3. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria sedang diperuntukkan bagi

wilayah dengan kemiringan kemiringan lereng 15-40%

Tabel 4. 5 Skoring Kemiringan Lereng BWP I Indihiang

No Kemiringan Lereng Nilai Keterangan

1. 0 – 5% 5 Baik Sekali

2. 5 – 15% 4 Baik

3. 15 – 40% 3 Sedang

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 15: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

228

Gambar 4. 5 Peta SKL Morfologi BWP I Indihiang

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 16: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

229

Dari peta di atas, terlihat bahwa morfologi BWP I terkriteria sangat baik.

Sebagian besar wilayah BWP I berada di atas kelerengan 0-5%. Dari peta tersebut juga

tergambar bahwa wilayah hanya sebagian kecil wilayah ini yang berbukit dan

berkelerengan ekstrim.

2. SKL Kestabilan Pondasi

Kestabilan pondasi menggambarkan kondisi lahan/wilayah yang mendukung

stabil atau tidaknya suatu bangunan atau kawasan terbangun. Untuk melihat

kemampuan lahan terhadap kestabilan pondasi, maka perlu dilihat dari sifat dan jenis

tanah.

Berdasarkan jenis tanah, jenis tanah latosol yang berasal dari pelpukan bahan

induk vulkanik baik tuff maupun batuan beku dianggap paling baik dibandingkan dengan

jenis tanah alluvial, yang merupakan tanah sedimentasi dari sungai atau pantai, dan

tanah podsolik hidromorf mudah lepas bagian atasnya sehingga rawan terhadap erosi.

Oleh karena itu, maka kelas kemampuan lahan kestabilan pondasi di BWP I dapat

dibagi menjadi 3 satuan, yaitu :

1. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria baik sekali diperuntukkan

bagi wilayah dengan jenis tanah latosol atau alluvial.

2. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria baiki diperuntukkan bagi

wilayah dengan jenis tanah podsolik hidomorf

3. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria sedang diperuntukkan

bagi wilayah dengan jenis tanah latosol

Tabel 4. 6 Skoring Kestabilan Pondasi BWP I Indihiang

No. Jenis Tanah Nilai Keterangan

1 Latosol 5 Baik sekali

3 Regosol 3 Sedang

Sumber : Hasil Analisis 2015

Page 17: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

230

Gambar 4. 6 Peta SKL Kestabilan Pondasi BWP I Indihiang

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 18: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

231

Peta kestabilan pondasi di atas merupakan hasil dari analisis terhadap jenis tanah yang

terdapat di BWP I. Dari peta tersebut, terlihat bahwa sebagian besar pondasi di BWP I

berkriteria sedang.

3. SKL Drainase

Kemampuan lahan dalam menunjang sistem drainase dan pematusan alamiah

sangat dibutuhkan dalam pengembangan perkotaan. Kemampuan lahan yang baik,

ditunjukkan dengan relatif mudah pembuatan drainase serta karakteristik fisik lahan

yang memudahkan terjadinya pengaliran dan pematusan atau penyerapan air buangan

sehingga akan mengurangi terjadinya genangan air atau banjir. Kemampuan lahan

drainase sangat dipengaruhi oleh bentuk morfologi yaitu kemiringan lainnya, faktor lain

yang berpengaruh adalah jenis tanah dan sifat fisik batuan atau tanah.

Untuk kondisi BWP I Kota Tasikmalaya,jenis tanah podsolik merah kuning

merupakan tanah yang terbentuk karena curah hujan yang tinggi dan suhu yang rendah,

jenis tanah latosol merupakan tanah yang berwarna merah hingga coklat dan memiliki

profil tanah yang dalam, mudah menyerap air. Sedangkan tanah regosol berbutir kasar,

berwarna kelabu sampai kuning,,dan bahan organik rendah. Sifat tanah regosol yang

demikian membuat tanah tidak dapat menampung air dan mineral yang dibutuhkan

tanaman dengan baik.

Tabel 4. 7 Skor Drainase

No. Jenis Tanah Kemiringan Nilai Keterangan

1 Podsolik Merah Kuning 5-40% 5 Baik sekali

2 Latosol 0-5% 4 Baik

3 Podsolik Merah Kuning 0-5% 3 Sedang

4 Regosol 0-40% 2 Kurang Baik

Sumber : Hasil Analisis 2015

Page 19: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

232

Gambar 4. 7 Peta SKL Drainase BWP I Indihiang

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 20: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

233

Peta SKL drainase di atas merupakan peta yang menunjukkan kesesuaian jenis

tanah untuk jaringan drainase. Selain itu, hal ini juga tergatung pada daya serap

tanah tersebut. Hal ini berguna untuk mengidentifikasi genangan yang ditimbulkan.

4. SKL Kerentanan Bencana

Kerentanan terhadap bencana merupakan salah satu kriteria daya

dukung lahan. Dalam hal ini, lahan yang mempunyai potensi rawan bencana

mempunyai nilai yang buruk. Namun, lahan dengan potensi rawan bencana dan

masih dapat dimanfaatkan mempunyai nilai sedang dan lahan tanpa potensi

rawan bencana mempunyai nilai baik. Berikut adalah peta kemampuan lahan

dari sisi rawan bencana :

Page 21: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

234

Gambar 4. 8 Peta Rawan Bencana BWP I Indihiang

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 22: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

235

Peta rawan bencana di atas bahwa BWP I mempunyai potensi rawan bencana

yaitu rawan bencana aliran lahar. Daerah aliran lahar ini adalah aliran yang sama dengan

aliran Sungai Ciloseh dan Sungai Ciromban. Sempadan sungai merupakan salah satu

kawasan lindung dan aliran lahar ini merupakan aliran lahar yang mengalir mengikuti

arus sungai. Dengan demikian, maka ruas aliran lahar ini diberi nilai buruk karena

dengan ketentuan tersebut, daerah aliran lahar ini tidak dapat dimanfaatkan.

4.1.2.1 Analisis Kesesuaian Lahan BWP I Indihiang

Analisis kesesuaian lahan ini akan menjadi dasar utama dalam menentukan pola

ruang, terutama dalam menentukan kawasan lindung dan kawasan budidaya di

Kecamatan Indihiang, Bungursari dan Cipedes. Selain itu, identifikasi formasi area yang

sesuai untuk pengembangan penggunaan lahan tertentu tercakup pula identifikasi

kawasan-kawasan yang seharusnya dipertahankan karena memiliki faktor pembatas

tertentu sehingga akan merugikan bahkan membahayakan bila dikembangkan.

Kawasan-kawasan seperti ini nantinya akan diusulkan pemanfaatannya sebagai kawasan

lindung yang tidak dapat dibudidayakan atau kawasan budidaya non terbangun yang

tidak untuk dialih fungsikan, sehingga tidak memberikan dampak yang negatif.

Setiap sistem lahan yang ada di Kecamatan Indihiang, Bungursari dan Cipedes

dinilai berdasarkan kriteria-kriteria fisik yang dimiliki oleh masing-masing penggunaan

lahan, yaitu:

1. Ketersediaan sumber air bersih, dengan menggunakan peta tersedia

berupa daerah resapan air;

2. Potensi bencana seperti aliran lahar;

3. Ketinggian;

4. Kemiringan lahan;

5. Geologi

Analisis kesesuaian di Kecamatan Mangkubumi, Indihiang dan Bungursari

dikelompokkan berdasarkan kesesuaian kawasan lindung dan kesesuaian kawasan

budidaya (kawasan terbangun dan non terbangun) yang secara lebih rinci disajikan

sebagai berikut.

Page 23: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

236

Tabel 4. 8 Hasil Analisis Kesesuaian Lahan di BWP I Indihiang

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Pengelompokkan kesesuaian lahan menjadi kawasan lindung dan budidaya

didasarkan pada Permen PU no. 41 tahun 2007 tentang pedoman kriteria teknis

kawasan budidaya, bab 5 ketentuan teknis, karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan.

Kawasan budidaya dikelompokkan lagi menjadi budidaya terbangun dan non terbangun.

Kawasan budidaya terbangun terdiri dari kawasan yang sesuai untuk permukiman,

industri, perdagangan dan jasa, dan pertambangan, disertakan pula lahan yang sudah

memiliki bangunan eksisting sedangkan kawasan budidaya non terbangun yaitu

pertanian lahan basah. Kawasan budidaya non terbangun dan kawasan lindung

merupakan kawasan yang tidak boleh dialih fungsikan.

Berdasarkan data table diatas dihitung pula persentase kesesuaian lahan

kawasan di tiap kecamatan yang terdapat di BWP I Indihiang yaitu sebagai berikut.

Non Terbangun

Pertanian Lahan Basah Bangunan Eksisting Belum Terbangun

A Kecamatan Indihiang 415.83 429.66 153.71 160.00 1,159.20

Kelurahan Payingkiran 12.42 41.62 12.76 41.20 108.00

Kelurahan Parakannyasag 111.20 72.41 17.69 11.00 212.30

Kelurahan Sirnagalih 40.57 42.76 15.87 11.10 110.30

Kelurahan Indihiang 32.37 63.52 22.01 30.10 148.00

Kelurahan Sukamajukidul 81.67 89.26 46.77 43.80 261.50

Kelurahan Sukamajukaler 137.60 120.30 38.40 22.80 319.10

B Kecamatan Bungursari 592.89 436.26 518.01 174.20 1,721.36

Kelurahan Sukamulya 36.41 40.09 24.90 12.30 113.70

Kelurahan Sukarindik 82.33 66.83 34.18 16.10 199.45

Kelurahan Bungursari 119.73 48.65 117.42 45.20 331.00

Kelurahan Sukajaya 73.57 26.15 26.78 39.50 166.00

Kelurahan Cibunigeulis 74.48 59.64 123.68 18.70 276.50

Kelurahan Bantarsari 80.53 106.96 50.91 14.40 252.80

Kelurahan Sukalaksana 125.84 87.52 140.14 28.00 381.50

C Kecamatan Cipedes 257.79 407.31 117.90 148.2  931.20

Kelurahan Panglayungan 22.08 72.46 14.93 50.3  159.5 

Kelurahan Cipedes 27.05 88.59 14.76 23.5  153.901 

Kelurahan Nagarasari 122.47 100.17 29.86 14.0  266.5 

Kelurahan Sukamanah 86.19 146.09 58.62 60.4  351.3 

TotalKecamatan/KelurahanNoKawasan Lindung

Kesesuaian Lahan (Ha)

Kawasan Budidaya

Terbangun

Page 24: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

237

Tabel 4. 9 Persentase Kesesuaian Lahan BWP I Indihiang

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Dari tabel persentase diatas dapat dilihat bahwa kecamatan Bungursari

merupakan kecamatan yang belum cukup terbangun karena memiliki 30% lahan yang

sesuai dengan kawasan budidaya terbangun anmun belum terbangun, sedangkan

Kecamatan Indihiang dan Cipedes memiliki persentase yang tidak jauh berbeda satu

sama lain yaitu 13,26% dan 12,66%.

Untuk melihat lebih jelas mengenai kesesuaian lahan di BWP I Indihiang dapat

dilihat pada peta kesesuaian lahan dibawah ini.

Non Terbangun

Pertanian Lahan Basah Bangunan Eksisting Belum Terbangun

1 Kecamatan Indihiang 35.87 37.07 13.26 13.80

2 Kecamatan Bungursari 34.44 25.34 30.09 10.12

3 Kecamatan Cipedes 27.68 43.74 12.66 15.92

No Kecamatan/Kelurahan

Kesesuaian Lahan %

Kawasan Budidaya

Kawasan LindungTerbangun

Page 25: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

238

Gambar 4. 9 Peta Kesesuaian Lahan BWP I Indihiang

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 26: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

239

4.1.3 Analisis Kependudukan

A. Proyeksi Jumlah Penduduk

Sebagai subjek sekaligus objek dari pembangunan, maka keberadaan penduduk perlu dianalisis kecenderungan perkembangannya untuk mengetahui karakteristik perkembangan jumlah penduduk sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan perkiraan jumlah penduduk pada beberapa tahun mendatang (proyeksi penduduk).

Perkembangan jumlah penduduk sangat bergantung kepada pertumbuhan penduduk. Angka pertumbuhan penduduk di BWP I (Kecamatan Cipedes, Indihiang dan Bungursari) untuk 20 tahun mendatang sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, yang selain mempengaruhi jumlah penduduk secara keseluruhan juga akan mempengaruhi pola sebaran penduduk di setiap desa/kelurahan. Perkembangan dan jumlah penduduk pada masing-masing desa/kelurahan diperkirakan akan mengalami perubahan. Hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pola sebaran penduduk.

Kemudian sesuai dengan analisis materi teknis RTRW Kota Tasikmalaya 2011-2031, jumlah peduduk pada akhir tahun perencanaan yaitu pada tahun 2031 berjumlah 931.660 jiwa. Jumlah penduduk ini selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan penyediaan fasilitas prasarana dan sarana di Kota Tasikmalaya. Proyeksi penduduk di Kecamatan Cipedes, Indihiang dan Bungursari pada akhir tahun perencanaan (2031) mengalami peningkatan, yaitu mencapai jumlah 208.247 jiwa. Selengkapnya mengenai hasil dari proyeksi penduduk 20 tahun mendatang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. 10 Penduduk BWP I Eksisting dan Proyeksi Kota Tasikmalaya

Page 27: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

240

No Kelurahan

Jumlah Penduduk Eksisting

Jumlah Penduduk Proyeksi (Jiwa)

2013 2016 2021 2026 2031

A Indihiang

1 Panyingkiran 7907 8447 9024 9640 10030

2 Parakannyasag 8955 9567 10220 10918 11359

3 Sirnagalih 6188 6611 7062 7544 7849

4 Indihiang 7808 8341 8911 9519 9904

5 Sukamajukidul 7119 7605 8125 8679 9030

6 Sukamajukaler 9609 10265 10966 11715 12189

B Bungursari

1 Sukamulya 6241 6667 7123 7609 7917

2 Sukarindik 8231 8793 9394 10035 10441

3 Bungursari 6138 6557 7005 7483 7786

4 Sukajaya 5254 5613 5996 6406 6665

5 Cibunigeulis 6055 6469 6910 7382 7681

6 Bantarsari 9399 10041 10727 11459 11922

7 Sukalaksana 6076 6491 6934 7408 7707

C Cipedes

1 Panglayungan 17294 18475 19737 21085 21937

2 Cipedes 14309 15286 16330 17445 18151

3 Nagarasari 16403 17523 18720 19998 20807

4 Sukamanah 21184 22631 24176 25827 26872

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Gambar 4. 10 Grafik Proyeksi Penduduk BWP I Indihiang

Sumber: Hasil Analisis. 2015

2013 2016 2021 2026 2031

47586 50836 54307 58016 60362

47394 50631

54088 57782 60118

69190 73915

78963 84356

87766

0

50000

100000

150000

200000

250000

1 2 3 4 5

Cipedes

Bungursari

Indihiang

Kecamatan

Page 28: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

241

Dilihat dari kepadatan pada akhir tahun perencanaan (2031), maka kelurahan yang memiliki jumlah penduduk tertinggi adalah Kelurahan Sukamanah di Kecamatan Cipedes dengan jumlah 26.872 jiwa, sedangkan kelurahan dengan jumlah terendah adalah Kelurahan Sukajaya di Kecamatan Bungursari dengan jumlah 6.665 jiwa

B. Proyeksi Kepadatan Penduduk

Berdasarkan hasil proyeksi diatas, maka dapat di proyeksikan kepadatan penduduk yang akan datang. Dengan menggunakan rank dapat diidentifikasi bahwa pada akhir tahun perencanaan (2031) dengan indikator kepadatan penduduk.

Tabel 4. 11 Proyeksi Kepadatan Penduduk BWP I Indihiang

Kelurahan Luas (ha) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)

2013 2016 2021 2026 2031

Indihiang

Panyingkiran 108 73 78 84 89 93

Parakannyasag 212 42 45 48 51 54

Sirnagalih 110 56 60 64 69 71

Indihiang 145 54 57 61 66 68

Sukamajukidul 239 30 32 34 36 38

Sukamajukaler 290 33 35 38 40 42

Bungursari

Sukamulya 112 56 59 63 68 70

Sukarindik 196 42 45 48 51 53

Bungursari 329 19 20 21 23 24

Sukajaya 166 32 34 36 39 40

Cibunigeulis 276 22 23 25 27 28

Bantarsari 230 41 44 47 50 52

Sukalaksana 381 16 17 18 19 20

Cipedes

Panglayungan 159 109 116 124 132 138

Cipedes 154 93 99 106 113 118

Nagarasari 266 62 66 70 75 78

Sukamanah 317 67 71 76 81 85

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Dilihat dari kepadatan pada akhir tahun perencanaan (2031), maka kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kelurahan Panglayungan di Kecamatan Cipedes dengan tingkat kepadatan 138 jiwa/ha, sedangkan kelurahan dengan tingkat kepadatan terendah adalah Kelurahan Sukalaksana di Kecamatan Bungursari dengan tingkat kepadatan 20 jiwa/ha

Adapun standar kepadatan yang digunakan mengacu kepada USDA (United States Departement of Agriculture) (http://www.ers.usda.gov/topics/rural-economy-population/rural-classifications/what-is-rural.aspx) dengan penyesuaian terhadap Kota Tasikmalaya, pada standar kepadatan ini terbagi menjadi 3 klasifikasi yaitu :

Page 29: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

242

a. Kepadatan tinggi : >130 Jiwa/Ha b. Kepadatan sedang : 65-130 Jiwa/Ha c. Kepadatan rendah : <64 Jiwa/Ha

Page 30: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

243

Gambar 4. 11 Peta Kepadatan Penduduk BWP I Penduduk 2013

Sumber : Analisis Studio Kota Tasikmalaya 2015

Page 31: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

244

Page 32: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

245

Gambar 4. 12 Peta Kepadatan Penduduk BWP I Penduduk 2031

Sumber : Analisis Studio Kota Tasikmalaya 2015

PETA KEPADATAN BWP I KEPADATAN 2031

Page 33: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

246

Page 34: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

247

4.1.4 Analisis Perekenomian

4.1.4.1 Analisis Ketersediaan dan Persebaran Sarana Ekonomi BWP I Indihiang

Tabel 4. 12 Jumlah Sarana Perekonomian Tahun 2013

Kecamatan Jumlah

Penduduk

2013

Toko/

Warung

Pertokoan Pusat

Pertokoan

Atau Pasar

Lingkungan

Pusat

Perbelanjaan

Dan Niaga

Indihiang 47586 1674 0 1 0

Bungursari 47394

Cipedes 69190 8 2 8 1

BWP I 164170

Sumber : KCDA Indihiang, Bungursari, dan Cipedes Kota Tasikmalaya Tahun 2014

Kondisi jumlah sarana perdagangan dan niaga di BWP I saat ini terjadi

ketimpangan jumlah sarana. Di Kecamatan Indihiang terlalu banyak sarana toko

dan warung, namun tidak adanya sarana perdagangan berupa pertokoan.

Tetapi di Kecamatan Cipedes, dengan jumlah penduduk lebih banyak, belum

memiliki sarana perdagangan yang sesuai standar.Untuk di Kecamatan di

Bungursari tidak ada datanya.

Tabel 4. 13 Jumlah Sarana Perekonomian Tahun 2013 Berdasarkan Jumlah Penduduk

Kecamatan Jumlah Penduduk 2013

Toko/ Warung

Pertokoan Pusat Pertokoan atau pasar lingkungan

Pusat perbelanjaan dan niaga

Indihiang 47586 190 6 2 0

Bungursari 47394 190 6 2 0

Cipedes 69190 277 9 2 1

BWP I 164170 657 21 5 1

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Sebaiknya jumlah sarana perdagangan dan niaga dihitung berdasarkan

jumlah penduduk. Dalam SNI 03-1733-2004, dijelaskan bahwa setiap sarana

memiliki skala pelayanannya:

- Toko/warung : 250 penduduk (unit RT

- Pertokoan : 8000 penduduk

- Pusat pertokoan atau pasar lingkungan : 30000 penduduk

Page 35: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

248

- Pusat perbelanjaan dan niaga : 120.000 penduduk

o Jumlah Sarana Perekonomian Tahun 2031 Berdasarkan Jumlah Penduduk

Untuk di tahun 2031, direncanakan jumlah sarana perdagangan dan niaga di Kecamatan

Indihiang, Bungursari, Dan Cipedes sejumlah tersebut.

Cara menghitung kebutuhan :

Tabel 4. 14 Prediksi Jumlah Sarana Perekonomian Tahun 2031

Kecamatan Proyeksi Penduduk 2031

Toko/ Warung

Pertokoan Pusat Pertokoan atau pasar lingkungan

Pusat perbelanjaan dan niaga

Indihiang 60362 324 12 3 1

Bungursari 60119 378 14 2 0

Cipedes 87766 216 8 3 1

BWP I 208247 918 34 8 2

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Dengan rincian jumlah per kelurahan sebagai berikut:

Page 36: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

249

Tabel 4. 15 Prediksi Jumlah Sarana Perekonomian Per Kelurahan Tahun 2031

Desa/Kelurahan Toko/Warung Pertokoan Pusat Pertokoan atau pasar lingkungan

Pusat Perbelanjaan dan niaga

Indihiang 324 12 3 1

Panyingkiran 54 2 0 0

Parakannyasag 54 2 0 0

Sirnagalih 54 2 0 0

Indihiang 54 2 0 0

Sukamajukidul 54 2 0 0

Sukamajukaler 54 2 0 0

Bungursari 378 14 2 0

Sukamulya 54 2 0 0

Sukarindik 54 2 0 0

Bungursari 54 2 0 0

Sukajaya 54 2 0 0

Cibunigeulis 54 2 0 0

Bantarsari 54 2 0 0

Sukalaksana 54 2 0 0

Cipedes 216 8 3 1

Panglayungan 54 2 0 0

Cipedes 54 2 0 0

Nagarasari 54 2 0 0

Sukamanah 54 2 0 0

JUMLAH 918 34 8 2

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Angka tersebut dianalisis dari proyeksi jumlah penduduk Kota Tasikmalaya pada

tahun 2031 yaitu sebanyak 931.660 jiwa. Berdasarkan standar penduduk pendukung

untuk masing-masing jenis sarana perekonomian, maka didapat jumlah sarana

perekonomian untuk dapat melayani seluruh Kota Tasikmalaya. Kemudian jumlah

tersebut dibagi ke dalam jumlah kelurahan yang ada sebagai berikut:

Page 37: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

250

Tabel 4. 16 Prediksi Jumlah Sarana Perekonomian di Tingkat Kelurahan dan BWP Tahun 2031

Toko Pertokoan Pusat Pertokoan Pusat perbelanjaan

250 6000 30000 120000

3726.64 155 31 8

54 per kelurahan 2 per kelurahan 8 PP per BWP 2 PPB per BWP

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 38: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

251

Page 39: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

252

Gambar 4. 13 Peta Persebaran Pasar Eksisting dan Rencana Tahun 2033

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 40: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

253

4.1.4.2 Analisis Perekonomian (Sektor Basis)

Analisis perekonomian dilakukan dalam tahapan alur kerja sebagai berikut:

Gambar 4. 14 Grafik Tahapan Alur Kerja Analisis Perekonomian

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Analisis perekonomian dilakukan dengan metode analisis LQ untuk menentukan sektor basis Kota Tasikmalaya dengan menggunakan nilai PDRB Kota Tasikmalaya. Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode LQ, diketahui bahwa yang menjadi sektor basis di Kota Tasikmalaya adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan, sektor keuangan dan sektor jasa karena memiliki nilai LQ > 1. Sedangkan sektor lainnya, yaitu sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, dan sektor listrik-gas-dan-air bersih merupakan sektor penunjang.

Beberapa subsektor dalam sektor-sektor penunjang ada yang menjadi basis karena memiliki nilai LQ>1 seperti adalah sebagai berikut :

Dalam sektor pertanian adalah subsektor peternakan dan hasil-hasilnya dan subsektor perikanan

Dalam Industri pengolahan adalah subsektor barang kayu dan hasil hutan lainnya, dan kertas dan barang cetakan

Dalam sektor listrik, gas, dan air bersih adalah subsektor air bersih.

Data sektor basis Kota Tasikmalaya dari RTRW Kota

Tasikmalaya 2011-2031

Analisis tiap sektor basis di BWP

Analisis tiap sektor basis BWP terhadap Kota

Tasikmalaya

Analisis lokasi dan penggunaan lahan dari

aktivitas tiap sektor basis

Input pertimbangan untuk penentuan lahan limitasi

dan pengembangan lahan

Page 41: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

254

Secara lebih detail, hasil perhitungan LQ terdapat pada tabel berikut.

Tabel 4. 17 Hasil Perhitungan LQ Subsektoral Perekonomian Kota Tasikmalaya terhadap Provinsi

Jawa Barat Tahun 2005 dan 2007

No Lapangan Usaha LQ

2005 2007

1. Pertanian 0,65 0,66

a. Tanaman Bahan Makanan 0,34 0,36

b. Tanaman Perkebunan 0,06 0,06

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2,26 2,28

d. Kehutanan 0,07 0,08

e. Perikanan 0,98 1,08

2. Pertambangan 0,03 0,03

a. Pertambangan 0,00 -

b. Penggalian 0,04 0,04

3. Industri Pengolahan 0,40 0,39

b. Industri tanpa Migas 0,40 0,39

1) Makanan, Minuman dan Tembakau 0,00 0,22

2)Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 0,00 0,85

3) Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 0,00 3,52

4) Kertas dan Barang Cetakan 0,00 1,69

5) Pupuk, Kimia dan Barang dari Keret 0,00 0,59

6) Semen dan Barang Galian Bukan Logam 0,00 0,18

7) Logam Dasar Besi dan Baja 0,00 0,37

8) Alat Angkutan Mesin dan Peralatannya 0,00 0,00

9) Barang Lainnya 0,00 0,16

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,68 0,81

Page 42: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

255

a. Listrik 0,53 0,64

b. Air Bersih 2,88 3,00

5. Bangunan Konstruksi 2,67 2,90

6. Perdagangan 1,38 1,40

a. Perdagangan Besar dan Eceran 1,14 1,17

b. Hotel 0,66 0,63

c. Restoran 3,20 3,32

7. Pengangkutan dan Komunikasi 2,17 1,96

a. Pengangkutan 2,59 2,50

1) Angkutan Rel 5,01 5,61

2) Angkutan Jalan Raya 2,71 2,57

3) Angkutan Laut 0,00 -

4) Angkutan Sungai dan Penyebrangan 0,00 -

5) Angkutan Udara 0,00 -

6). Jasa Penunjang Angkutan 3,30 3,72

b. Komunikasi 1,16 0,96

1). Pos dan Telekomunikasi 0,00 0,96

8. Keuangan 3,44 3,20

a. Bank 7,18 5,81

b. Lembaga Keuangan 1,57 1,20

d. Sewa Bangunan 1,97 2,05

e. Jasa Perusahaan 2,90 2,92

9. Jasa-Jasa 1,84 1,80

a. Pemerintahan Umum 1,69 1,74

1) Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan 2,73 2,81

2) Jasa Pemerintahan Lainnya 0,00 -

Page 43: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

256

b. Swasta 2,04 1,86

1) Sosial Kemasyarakatan 2,14 1,99

2) Hiburan dan Rekreasi 2,25 1,61

3) Perorangan dan Rumahtangga 2,01 1,84

Sumber: Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya Tahun 2011-2031

Berkaitan dengan pengembangan bagian wilayah perencanaan Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes; dilakukan analisis mengenai lokasi dan penggunaan lahan pada setiap sektor basis yang terdapat di bagian perencanaan wilayah ini, yaitu:

a. Sektor Perdagangan dan Jasa

Page 44: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

257

Gambar 4. 15 Peta Perdagangan dan Jasa

Sumber : Hasil Analisis, 2015

I

Page 45: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

258

Zona perdagangan dan jasa terpadat di BWP I Indihiang terdapat di Kelurahan

Sukamajukidul dan Kelurahan Panyingkiran Kecamatan Indihiang. Baik di Kelurahan Sukamajukidul maupun di Kelurahan Panyingkiran, zona perdagangan dan jasa sebagian besar berada di sepanjang jalan kolektor primer.

b. Sektor Pengangkutan

Letak Kota Tasik cukup strategis, dikelilingi oleh Ciamis, Banjar, Garut, dan

Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini dianggap alasan mengapa investor senang

mengembangkan usahanya. Permasalahan sektor pengangkutan atau transportasi di

suatu wilayah akan berdampak terhadap berbagai aspek yang ada. Transportasi

merupakan unsur penting dan berfungsi sebagai urat nadi kehidupan dan

perkembangan ekonomi, sosial, politik dan mobilitas penduduk yang terjadi dalam

berbagau bidang dan sektor. Penyediaan infrastruktur terhadap suatu wilayah harus

dilaksanakan dengan baik dengan maksud terjadi pembukaan akses dan mendukung

kegiatan produksi, ekonomi, dan sosial yang merupakan komponen penting dalam

pengembangan suatu wilayah. Aspek yang paling terpengaruh oleh adanya

permasalahan tersebut dalam bidang perekonomian, baik perekonomian daerah

maupun perekonomian masyarakat. Transportasi dan ekonomi memiliki hubungan

keterkaitan yang jelas. secara luas transportasi memiliki peran penting dalam

pembangunan ekonomi. Transportasi memegang peranan penting dalam usaha

mencapai tujuan-tujuan pengembangan ekonomi tersebut.

Page 46: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

259

Gambar 4. 16 Peta Hierarki Jalan

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 47: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

260

c. Sektor Pertanian

Analisis perekonomian dilakukan pada tiap komoditas subsektor dari sektor pertanian di Kecamatan Indihiang, Bungursari dan Cipedes menggunakan analisis LQ dan multiplier effect. Analisis sektor basis dari LQ dan multiplier effect ini digunakan untuk melihat komoditas basis di setiap kecamatan di BWP 1, luas lahan yang digunakan dalam proses produksi komoditas tersebut, dan adanya dampak pengganda sektor ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan terhadap output, pendapatan, tenaga kerja pada perekonomian yang akan digunakan sebagai pertimbangan lahan yang menjadi limitasi dan kendala bagi rencana penggunaan atau alih fungsi lahan dalam menentukan cadangan lahan yang dapat dikembangkan. Hal ini terkait dengan hasil analisis pada materi teknis RTRW Kota Tasikmalaya tahun 2011-2031 yang menyebutkan bahwa beras menjadi komoditi potensial karena didukung oleh luasnya lahan sawah beririgasi dan oleh adanya kebijakan pemerintah untuk melindungi lahan pertanian tanaman pangan yang berkelanjutan.

Oleh karena itu, analisis dilakukan pada tiap subsektor , yaitu : Pertanian Tanaman Pangan, Tanaman Hortikultura , Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan dengan menggunakan variabel nilai produksi, dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

ME = Esi/Ebi dimana: Ebi = EiR – (EiN/EN)ER dan Esi = EiR – Ebi

ME > 1, memiliki dampak pengganda ME < 1, tidak memiliki dampak pengganda

Esi = Aktivitas sektor non basis; Ebi = Aktvitas sektor basis

EiR = Aktivitas pada sektor I di wilayah kabupaten; EiN = Aktivitas pada sektor i di wilayah propinsi

EN = Total aktivitas di wilayah provinsi; ER = Total aktivitas di wilayah kabupaten

Data yang digunakan sama dengan analisis LQ

Page 48: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

261

Tabel 4. 18 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Tanaman Pangan BWP

I terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013

No Komoditi BWP I (ton)

Kota Tasikmalaya

LQ Basis

Non Basis

Multiplier Effect Nilai B/NB

1 Padi Sawah 15.640,00 90482,00 1,04 B 657,14 14982,86 22,80

2 Ubi Kayu 95,00 5974,00 0,10 NB -894,23 989,23 -1,11

3 Petsai 48,10 48,10 6,04 B 40,14 7,96 0,20

4 Kacang Panjang

54,50 106,80 3,08 B 36,82 17,68 0,48

5 Cabe Besar 116,00 487,20 1,44 B 35,32 80,68 2,28

6 Jamur 10,50 16,80 3,77 B 7,72 2,78 0,36

7 Ketimun 107,00 359,00 1,80 B 47,55 59,45 1,25

8 Kangkung 55,40 76,40 4,38 B 42,75 12,65 0,30

9 Bayam 33,00 37,50 5,31 B 26,79 6,21 0,23

10 Melinjo 49,80 57,60 9,17 B 44,37 5,43 0,12

11 Petai 19,50 117,40 1,76 B 8,43 11,07 1,31

Total 16.228,80 97.762,80

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Tabel 4. 19 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Tanaman Buah-Buahan

BWP I terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013

No Komoditi BWP I (ton)

Kota Tasikmalaya

LQ Basis

Non Basis

Multiplier Effect Nilai B/NB

1 Alpukat 5,60 48,20 1,23 B 1,06 4,54 4,31

2 Belimbing 3,30 7,10 4,93 B 2,63 0,67 0,25

3 Duku 0,80 40,40 0,21 NB -3,01 3,81 -1,27

4 Durian 3,20 57,70 0,59 NB -2,24 5,44 -2,43

5 Jambu Biji 21,40 45,70 4,97 B 17,09 4,31 0,25

6 Jambu Air 18,60 81,40 2,42 B 10,92 7,68 0,70

7 Mangga 112,10 504,60 2,36 B 64,52 47,58 0,74

8 Manggis 0,00 170,00 0,00 NB -16,03 16,03 -1,00

9 Nangka 20,20 58,50 3,66 B 14,68 5,52 0,38

10 Nenas 0,50 2,20 2,41 B 0,29 0,21 0,71

11 Pepaya 10,40 59,30 1,86 B 4,81 5,59 1,16

12 Pisang 87,80 1309,60 0,71 NB -35,68 123,48 -3,46

13 Rambutan 69,50 778,80 0,95 NB -3,93 73,43 -18,67

14 Sawo 2,80 13,70 2,17 B 1,51 1,29 0,86

15 Sirsak 11,50 17,90 6,81 B 9,81 1,69 0,17

Page 49: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

262

16 Sukun 20,20 34,30 6,25 B 16,97 3,23 0,19

Total 387,90 3.229,40

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Tabel 4. 20 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Tanaman Perkebunan

BWP I terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013

No Komoditi BWP I (ton)

Kota Tasikmalaya

LQ Basis

Non Basis

Multiplier Effect Nilai B/NB

1 Kelapa 217,9 1.446,09 1 B 0 217,90

Total 217,9 1.446,09

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Tabel 4. 21 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Kehutanan BWP I

terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013

No Komoditi BWP I (ton)

Kota Tasikmalaya

LQ Basis

Non Basis

Multiplier Effect Nilai B/NB

1 Albasi 658,60 83.732,10 0,27 NB -1784,83 2443,43 -1,37

2

Lainnya (di luar jati, mahoni, dan albasi) 1.886,20 3.473,70 18,61 B

1784,83 101,37 0,06

Total 2.544,8 87.205,80

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Tabel 4. 22 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Peternakan

BWP I terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013

No Komoditi BWP I (ton)

Kota Tasikmalaya

LQ Basis

Non Basis

Multiplier Effect Nilai B/NB

1 Sapi 1.311 3.726 1,27 B 280,44 1.030,56 3,67

2 Kerbau 253 975 0,94 NB -16,67 269,67 -16,18

3 Kuda 66 389 0,61 NB -41,59 107,59 -2,59

4 Domba 2.800 10.856 0,93 NB -202,62 3.002,62 -14,82

5 Kambing 704 2.616 0,97 NB -19,55 723,55 -37,01

Page 50: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

263

Total 5.134 18.562

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Tabel 4. 23 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Perikanan BWP I

terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013

No Tempat

Pemeliharaan/Penangkapan BWP I (ton)

Kota Tasikmalaya

LQ Basis

Non Basis

Multiplier Effect Nilai B/NB

1 Perairan Umum 12,6 100,61 0,35 NB -23,75 36,35 -1,53

2 Kolam 2.885,03 8.099,68 0,99 NB -41,00 2.926,03 -71,37

3 Sawah (Mina Padi) 269,55 573,64 1,30 B 62,32 207,23 3,33

4 Kolam Air Deras 9,33 19,12 1,35 B 2,42 6,91 2,85

Total 3.176,51 8.793,05

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Tabel 4. 24 Komoditi Basis dan Multiplier Effect pada Subsektor Ekonomi di BWP I

No Sub Sektor Komoditi Basis Multiplier

Effect Lokasi dan Luas Lahan Panen

1 Tanaman Pangan dan Holtikultura

Padi v Indihiang (993 Ha), Bungursari (1.339 Ha), Cipedes (684 Ha)

Petsai - Indihiang (12 Ha), Bungursari (12 Ha)

Kacang Panjang

- Bungursari (8 Ha)

Cabe Besar v Indihiang (5 Ha), Bungursari (7 Ha)

Jamur - Bungursari (1.500 Ha)

Ketimun v Bungursari (10 Ha)

Kangkung - Indihiang (12 Ha), Bungursari (12 Ha)

Bayam - Bungursari (12 Ha)

Melinjo - Bungursari (1.247 Ha)

Petai v Bungursari (465 Ha)

2 Tanaman Buah-Buahan Alpukat v Bungursari (128 Ha), Cipedes (8 Ha)

Page 51: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

264

Belimbing - Bungursari (25 Ha), Cipedes (6 Ha)

Jambu Biji - Indihiang (213 Ha), Bungursari (111 Ha), Cipedes (20 Ha)

Jambu Air - Bungursari (158 Ha), Cipedes (4 Ha)

Mangga - Indihiang (437 Ha), Bungursari (1.741 Ha), Cipedes (21 Ha)

Nangka - Bungursari (65 Ha), Cipedes (10 Ha)

Nenas - Bungursari (32 Ha), Cipedes (54 Ha)

Pepaya v Indihiang (81 Ha), Bungursari (157 Ha), Cipedes (40 Ha)

Sawo - Bungursari (58 Ha)

Sirsak - Indihiang (60 Ha), Bungursari (142 Ha), Cipedes (18 Ha)

Sukun - Bungursari (82 Ha), Cipedes (25 Ha)

3 Tanaman Perkebunan Kelapa Indihiang (56,94 Ha), Bungursari (80,10 Ha), Cipedes (5,20 Ha)

4 Kehutanan Lainnya (di luar jati, mahoni, dan albasi)

- Bungursari

5 Peternakan Sapi v Indihiang, Bungursari, Cipedes

6 Perikanan

Sawah (Mina Padi)

v Indihiang (1,40 Ha), Bungursari (13,35 Ha)

Kolam Air Deras

v Cipedes (0,09 Ha)

7 Industri Industri Umum v

Indihiang (1 unit), Bungursari (3 unit), Cipedes (3 unit)

Kimia dan Bangunan

- Cipedes (2 unit)

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan hasil analisis tersebut, lahan yang menjadi prioritas perekonomian di Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes sehingga dapat menjadi limitasi atau kendala dalam pembangunan dan alih fungsi lahan di bagian wilayah perencanaan tersebut, antara lain:

a. lahan pertanian padi di Kecamatan Indihiang (993 Ha), Bungursari (1.339 Ha), Cipedes (684 Ha);

b. lahan pertanian petai di Kecamatan Bungursari (465 Ha); c. lahan pertanian alpukat di Kecamatan Bungursari (128 Ha); d. lahan pertanian pepaya di Kecamatan Indihiang (81 Ha), Bungursari (157 Ha),

Cipedes (40 Ha);

Page 52: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

265

e. lahan perikanan sawah (minapadi/sawah irigasi teknis) di Kecamatan Bungursari (13,35 Ha);

Page 53: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

266

Gambar 4. 17 Peta Persebaran Lokasi Sawah

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 54: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

267

Pertanian lahan basah yang dipertahankan meliputi sawah atau lahan pertanian padi

di Kecamatan Indihiang (993 Ha), Bungursari (1.339 Ha), Cipedes (684 Ha).

Page 55: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

268

Gambar 4. 18 Peta Persebaran Ladang

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 56: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

269

Persebaran pertanian lahan kering yang dapat dikembangkan terdapat pada

peta tersebut. Namun, beberapa komoditas basis yang sebaiknya dibatasi

perkembangannya terkait produktivitas lahan tanamnya meliputi: petai di

Kecamatan Bungursari (465 Ha); alpukat di Kecamatan Bungursari (128 Ha); pepaya

di Kecamatan Indihiang (81 Ha), Bungursari (157 Ha), dan Cipedes (40 Ha).

Page 57: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

270

Gambar 4. 19 Peta Persebaran Lokasi Perikanan

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 58: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

271

Potensi sumber daya perikanan di Kota Tasikmalaya berupa kolam pembenihan,

kolam pembesaran, kolam air deras, mina padi (sawah irigasi teknis) dan perairan

umum yang terdiri dari 7 danau yang ada di Kecamatan Mangkubumi dan

Tamansari. Selain potensi sumber daya air, terdapat potensi sumber daya manusia

sektor perikanan dengan jumlah kelompok pembudidaya ikan. Komoditas ikan yang

menjadi unggulan adalah ikan gurami dan mas. Ikan gurami di Kota Tasikmalaya

merupakan komoditi perikanan air tawar yang menjadi primadona di antara ikan

konsumsi air tawar lainnya.

Dari hasil wawancara dilapangan yang telah dilakukan didapatkan informasi

bahwa tahap pembibitan dan pembenihan ikan sebagian besar bukan berada di Kota

Tasikmalaya melainkan di Cirata. Hal ini dikarenakan belum professionalnya

masyarakat dalam pengelolaan pembenihan dan pembibitan ikan, kurangnya

pembinaan dari pemerintah, dan semakin berkurangnya ketertarikan generasi muda

dalam pengelolaan perikanan.

d. Sektor Industri Pengolahan

Kegiatan pembangunan industri bertujuan untuk menyediakan bahan-bahan

kebutuhan pokok masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat, menyediakan

lapangan perkerjaan, menaikan devisa negara serta menaikan prestise nasional.

Kegiatan industri merubah wajah suatu negara dari negara agraris menjadi wajah

yang disebut dengan negara modern. Karakteristik negara agraris ditandai dengan

tenaga kerja yang melimpah dan sebagian besar mengganggur sedangkan negara

industri ditandai dengan padat modal dan padat karya serta pengangguran yang

relatif sedikit.

Sektor Industri Pengolahan di Kota Tasikmalaya mempunyai peranan yang

sangat penting bagi perekonomian Kota Tasikmalaya. Berdasarkan pada PDRB tahun

2013, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi paling tinggi kedua pada

PDRB Kota Tasikmalaya setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Perkembangan sektor industri pengolahan tidak terlepas dari semua perkembangan

faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya.

Salah satunya pengembangan industri batik yang ada di Kota Tasikmalaya sudah

cukup baik dan memuaskan, meskipun produknya hanya skala kecil (rumah tangga).

Pemasaran yamg dilakukan melalui pedagang eceran, butik-butik, dan pemasaran di

rumah maupun online. Limbah yang berasal dari kain-kain digunakan untuk

pelatihan membatik di kalangan anak SD dan beberapa sisa yang lain digunakan

sebagai bahan baku untuk membuat kipas. Sedangkan limbah cair dibuang ke sungai

akan tetapi, setelah adanya bantuan dari LH, maka pengolahan limbah dilakukan

secara komunal dan dilakukan penyaringan terlebih dahulu. Sekarang telah terdapat

insentif dari pemerintah seperti pinjaman dana dari pemerintah, pengadaan alat,

pembentukan kampung batik, dan masih banyak lagi.

Page 59: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

272

Tabel 4. 25 Banyaknya Perusahaan Kecil (PK) Formal dan Tenaga Kerja Menurut Jenis Usaha di

Kota Tasikmalaya Tahun 2013

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya Tahun 2014

Kecamatan Umum Bangunan Pangan

Perusahaan (Unit)

Tenaga Kerja

(Orang)

Perusahaan (Unit)

Tenaga Kerja

(Orang)

Perusahaan (Unit)

Tenaga Kerja

(Orang)

Indihiang 1 1 0 0 0 0

Bungursari 3 94 0 0 0 0

Cipedes 3 17 2 34 0 0

Jumlah 7 112 2 34 0 0

Page 60: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

273

Gambar 4. 20 Peta Persebaran Perusahaan Kecil Formal

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 61: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

274

Tabel 4. 26 Banyaknya Perusahaan Kecil dan Tenaga Kerja Industri Non Formal di Kota

Tasikmalaya Tahun 2013

Sandang & Kulit Logam Jumlah

Perusahaan (Unit)

Tenaga Kerja (Orang)

Perusahaan (Unit)

Tenaga Kerja (Orang)

Perusahaan (Unit)

Tenaga Kerja (Orang)

2 10 0 0 3 11

2 13 0 0 5 107

4 39 0 0 9 90

Jumlah 8 62 0 0 17 208

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya Tahun 2014

Page 62: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

275

Page 63: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

276

Gambar 4. 21 Peta Persebaran Perusahaan Kecil Non Formal

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 64: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

277

Tabel 4. 27 Banyaknya Perusahaan Kecil dan Tenaga Kerja Industri Non Formal di Kota

Tasikmalaya Tahun 2013

Kecamatan Perusahaan (Unit)

Tenaga Kerja

(Orang)

Indihiang 6 19

Bungursari 3 9

Cipedes 4 18

Jumlah 13 46

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya Tahun 2014

Tabel 4. 28 Banyaknya Perusahaan Kecil dan Tenaga Kerja Industri Formal di Kota Tasikmalaya

Tahun 2013

Kecamatan Perusahaan (Unit)

Tenaga Kerja

(Orang)

Indihiang 3 11

Bungursari 5 107

Cipedes 9 90

Jumlah 17 208

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya Tahun 2014

Tabel 4. 29 Banyaknya Industri Formal Menurut Kategori Industri di Kota Tasikmalaya Tahun 2013

Kecamatan Kategori Industri

Kerajinan Umum

Kimia & Bahan

Bangunan

Pangan Sandang dan Kulit

Logam

Indihiang 1 0 0 0 0

Bungursari 3 0 0 0 0

Cipedes 3 2 0 0 0

Jumlah 7 2 0 0 0

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya Tahun 2014

Page 65: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

278

Tabel 4. 30 Banyaknya Industri/ Kerajinan Rumah Tangga Dirinci Per Kelurahan Tahun 2013

Kelurahan Industri

Anyaman Kerajinan Makanan

Huler Besar Sedang

Panyingkiran 1 8 - 29 1

Parakannyasag - - - 15 2

Sirnagalih - - - 13 3

Indihiang - 3 - 38 1

Sukamajukidul - 3 - 22 2

Sukamajukaler 1 - - 41 3

Jumlah 2013 2 14 - 158 12

Jumlah 2012 2 14 - 180 12

Sumber : Kantor Kelurahan di Kecamatan Indihiang Tahun 2014

Tabel 4. 31 Banyaknya Industri Menurut Jenis Industri Dirinci Per Kelurahan Tahun 2013

Kelurahan Industri Besar Industri Sedang Industri Kecil Industri RMTG

Kelurahan Industri

Besar Industri Sedang

Industri Kecil

Industri RMTG

Panglayungan _ _ 14 176

Cipedes _ _ 11 51

Nagarasari _ 2 20 75

Sukamanah _ 2 34 653

Jumlah _ 4 79 955

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Tahun 2014

e. Subsektor Air Bersih

Page 66: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

279

Gambar 4. 22 Peta Sumber Air Tanah BWP I Indihiang

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Page 67: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

280

Pemakaian air oleh masyarakat tidak terbatas untuk keperluan domestik saja

namun juga untuk keperluan industri dan keperluan perkotaan. Besarnya pemakaian

atau kebutuhan air bersih masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti

tingkat hidup, pendidikan, tingkat ekonomi, kondisi sosial. Kebutuhan air berkaitan

erat dengan jumlah penduduk dan aktivitas yang terjadi di daerah tempat kajian. Hal

ini menyebabkan perencanaan kebutuhan air harus dimulai dengan mengetahui

kuantitas penyebaran penduduk dan mengidentifikasikan jenis-jenis kegiatan yang

biasa dilakukan di daerah kajian.

Sungai yang mengaliri BWP I Kota Tasikmalaya di antaranya adalah Sungai

Citanduy. Sungai-sungai yang berada di seluruh Kota Tasikmalaya mengalir

sepanjang tahun dan bermuara di Sungai Citanduy, kecuali Sungai Ciwulan. Dikaitkan

dengan sistem Wilayah Aliran Sungai (WAS), BWP I termasuk ke dalam Wilayah

Aliran Sungai (WAS) yaitu WAS Citanduy, dimana memiliki limpasan air sungai rata-

rata bulanan sebesar 17 m3/detik atau rata-rata harian sekitar 5,5 m3/detik.

Dasar pertimbangan dalam perencanaan sistem distribusi air bersih yaitu,

pertumbuhan penduduk yang dilayani, semakin tinggi jumlah penduduk suatu

daerah, maka kebutuhan air bersih penduduk akan meningkat, tingkat sosial

ekonomi penduduk.Kebutuhan air akan semakin meningkat jika tingkat sosial

ekonomi juga semakin meningkat, kecepatan pertumbuhan sarana perkotaan yang

ada, ekonomi dan investasi pembangunan, spesifikasi teknik material dan struktur

sistem.

4.1.5 Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Fasilitas Umum

Sarana dapat diartikan sebagai suatu aktivitas atau materi yang melayani

kebutuhan individu atau kelompok di dalam suatu lingkungan kehidupan, khususnya

untuk kehidupan fungsional. Keadaan sarana digambarkan dengan adanya sarana-

sarana yang ada antara lain sarana pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, dan

lain-lain.

Analisis kebutuhan sarana akan disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik

sarana yang ada saat ini, serta akan memperkirakan kebutuhan jumlah sarana untuk

masa yang akan datang. Dalam analisis penentuan jumlah sarana ini, mengacu pada

standar yang ada yaitu SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan

Perumahan.

Selain itu, proyeksi jumlah penduduk pun dibutuhkan untuk memproyeksikan

ketersediaan kebutuhan sarana dimasa yang akan datang. Tabel proyeksi penduduk dari

Page 68: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

281

tahun 2013 hingga tahun 2031 dapat dilihat pada lampiran. Setelah diproyeksikan

jumlah penduduk Kota Tasikmlaya berjumlah 886029 jiwa pada tahun 2031.

4.1.5.1 Sarana Pendidikan

Ketersediaan sarana pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam

upaya pengembangan kawasan. Analisis sarana pendidikan terdiri dari analisis tingkat

pelayanan dan kebutuhan sarana pendidikan hingga akhir tahun perencanaan, yakni

tahun 2031. Analisis tingkat pelayanan dilakukan untuk melihat kemampuan sarana

yang ada dalam melayani kebutuhan penduduk, dimana data yang digunakan untuk

analisis tingkat pelayanan ini adalah data jumlah dan sebaran sarana pendidikan tahun

2013.

Untuk memproyeksikan kebutuhan sarana pendidikan, dalam analisis ini acuan

yang digunakan adalah SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan

Perumahan di Perkotaan. Standar pelayanan minimal sarana pendidikan sesuai dengan

acuan ini adalah sebagai berikut :

Taman Kanak-kanak, standar jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah

1.250 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 216 m2/unit dan luas lahan adalah 216

m2/unit.

Sekolah Dasar, standar jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 1.600

jiwa/unit dengan luas lantai adalah 633 m2/unit dan luas lahan adalah 2.000 m2/unit.

SLTP, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 4.800 jiwa/unit

dengan luas lantai adalah 2.282 m2/unit dan luas lahan adalah 9.000 m2/unit.

SLTA, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 4.800 jiwa/unit

dengan luas lantai adalah 3.835 m2/unit dan luas lahan adalah 12.500 m2/unit.

Dengan standar SNI dan jumlah proyeksi penduduk Kota Tasikmalaya pada tahun

2031 sebesar 886029 jiwa dihasilkan jumlah dan sebaran sarana yang dibutuhkan oleh

BWP I, lalu analisis mengenai sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahan. Serta

jumlah dan persebaran unit rencana pembangunan sarana pendidikan yang dibutuhkan

pada periode waktu tertentu. Gambaran mengenai jumlah sarana eksisting dan sarana

yang dibutuhkan dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 69: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

282

Gambar 4. 23 Persebaran Sarana Taman Kanak Kanak Eksisiting Dan Yang Harus Dibangun

Sumber: Hasil Analisis 2015

Page 70: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

283

Pada tabel dibawah ini dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana Taman kanak kanak

eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran TK yang dibutuhkan berdasarkan perhitungan

dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya tahun 2031. Gap antara

jumlah sarana eksisiting dengan sarana yang dibutuhkan menghasilkan jumlah sarana

yang harus dibangun pada tiap kelurahannya dan terdapat program pembangunan

sarana yang dibutuhkan tersebut per lima tahun.

Tabel 4. 32 Tabel Analisis Sarana Pendidikan Taman Kanak Kanak

BWP I

TK

Eksisting Kebutuhan

Harus

Dibangun

2016-

2021

2021-

2026

2026-

2031

Indihiang 4

Panyingkiran 0 10 10 4 3 3

Parakannyasag 1 10 9 3 3 3

Sirnagalih 0 10 10 4 3 3

Indihiang 1 10 9 3 3 3

Sukamajukidul 0 10 10 4 3 3

Sukamajukaler 2 10 8 3 3 2

Bungursari 0

Sukamulya 0 10 10 4 3 3

Sukarindik 0 10 10 4 3 3

Bungursari 0 10 10 4 3 3

Sukajaya 0 10 10 4 3 3

Cibunigeulis 0 10 10 4 3 3

Bantarsari 0 10 10 4 3 3

Sukalaksana 0 10 10 4 3 3

Cipedes 13

Panglayungan 2 10 8 3 3 2

Cipedes 6 10 4 2 1 1

Nagarasari 3 10 7 3 2 2

Sukamanah 2 10 8 3 3 2

Sumber : Hasil Analisis 2015

Pada gambar dan tabel dibawah ini, dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana

Sekolah Dasar eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran SD yang dibutuhkan

berdasarkan perhitungan dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya

tahun 2031. Gap antara jumlah sarana eksisiting dengan sarana yang dibutuhkan

Page 71: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

284

menghasilkan jumlah sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahannya dan terdapat

program pembangunan sarana yang dibutuhkan tersebut per lima tahun.

Page 72: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

285

Gambar 4. 24 Persebaran Sarana Sekolah Dasar Eksisting Dan Yang Harus Dibangun

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 73: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

286

Tabel 4. 33 Tabel Analisis Sarana Pendidikan Sekolah Dasar

BWP I Eksisting Kebutuhan Harus Dibangun

2016-2021

2021-2026

2026-2031

Indihiang 20

Panyingkiran 2 8 6 2 2 2

Parakannyasag 5 8 3 1 1 1

Sirnagalih 2 8 6 2 2 2

Indihiang 3 8 5 2 2 1

Sukamajukidul 4 8 4 2 1 1

Sukamajukaler 4 8 4 2 1 1

Bungursari 6

Sukamulya 0 8 8 3 3 2

Sukarindik 0 8 8 3 3 2

Bungursari 4 8 4 2 1 1

Sukajaya 0 8 8 3 3 2

Cibunigeulis 1 8 7 3 2 2

Bantarsari 0 8 8 3 3 2

Sukalaksana 2 8 6 2 2 2

Cipedes 35

Panglayungan 7 8 1 1

Cipedes 9 8 -1

Nagarasari 11 8 -3

Sukamanah 8 8 0 Sumber : Hasil Analisis 2015

Pada gambar dan tabel dibawah ini, dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana

Sekolah Menengah Pertama eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran SMP yang

dibutuhkan berdasarkan perhitungan dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota

Tasikmalaya tahun 2031. Gap antara jumlah sarana eksisiting dengan sarana yang

dibutuhkan menghasilkan jumlah sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahannya

dan terdapat program pembangunan sarana yang dibutuhkan tersebut per lima tahun.

Page 74: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

287

Gambar 4. 25 Persebaran Sarana Sekolah Menengah Pertama (SMP) Eksisting Dan Yang Harus Dibangun

Sumber: Hasil Analisis 2015

Page 75: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

288

Tabel 4. 34 Tabel Analisis Sarana Pendidikan Sekolah Menengah Pertama

BWP I Eksisting Kebutuhan Harus Dibangun

2016-2021

2021-2026

2026-2031

Indihiang 4

Panyingkiran 0 3 3 1 1 1

Parakannyasag 2 3 1 1

Sirnagalih 0 3 3 1 1 1

Indihiang 1 3 2 1 1

Sukamajukidul 0 3 3 1 1 1

Sukamajukaler 1 3 2 1 1

Bungursari 4

Sukamulya 0 3 3 1 1 1

Sukarindik 2 3 1 1

Bungursari 0 3 3 1 1 1

Sukajaya 1 3 2 1 1

Cibunigeulis 0 3 3 1 1 1

Bantarsari 1 3 2 1 1

Sukalaksana 0 3 3 1 1 1

Cipedes 28

Panglayungan 7 3 -4

Cipedes 9 3 -6

Nagarasari 11 3 -8

Sukamanah 8 3 -5 Sumber : Hasil Analisis 2015

Pada gambar dan tabel dibawah ini, dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana

Sekolah Menengah Atas eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran SMA yang dibutuhkan

berdasarkan perhitungan dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya

tahun 2031. Gap antara jumlah sarana eksisiting dengan sarana yang dibutuhkan

menghasilkan jumlah sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahannya dan terdapat

program pembangunan sarana yang dibutuhkan tersebut per lima tahun

Page 76: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

289

Gambar 4. 26 Persebaran Sarana Sekolah Menengah Atas Eksisting Dan Yang Harus Dibangun

Sumber: Hasil Analisis 2015

Page 77: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

290

Tabel 4. 35 Analisis Sarana Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)

BWP I Eksisting Kebutuhan Harus Dibangun

2016-2021

2021-2026

2026-2031

Indihiang 8

Panyingkiran 6 3 -3

Parakannyasag 1 3 2 1 1

Sirnagalih 0 3 3 1 1 1

Indihiang 0 3 3 1 1 1

Sukamajukidul 0 3 3 1 1 1

Sukamajukaler 1 3 2 1 1

Bungursari 4

Sukamulya 1 3 2 1 1

Sukarindik 0 3 3 1 1 1

Bungursari 2 3 1 1

Sukajaya 0 3 3 1 1 1

Cibunigeulis 0 3 3 1 1 1

Bantarsari 1 3 2 1 1

Sukalaksana 0 3 3 1 1 1

Cipedes 8

Panglayungan 3 3 0

Cipedes 2 3 1 1

Nagarasari 3 3 0

Sukamanah 0 3 3 1 1 1 Sumber : Hasil Analisis 2015

4.1.5.2 Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan befungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan

derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk.

Dalam mengukur tingkat pelayanan eksisting sarana kesehatan, digunakan adalah SNI

03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan di Perkotaan.

Standar pelayanan minimal sarana kesehatan sesuai dengan acuan ini adalah sebagai

berikut :

Posyandu, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 1.250

jiwa/unit dengan luas lahan adalah 36 m2/unit.

Balai Pengobatan Warga, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 2.500 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 150 m2/unit.

BKIA/Klinik Bersalin, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan

adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 1.500 m2/unit.

Puskesmas Pembantu dan Balai Pengobatan Lingkungan, standard jumlah

penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas

lahan adalah 150 m2/unit.

Page 78: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

291

Puskesmas dan Balai Pengobatan, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 120.000jiwa/unit dengan luas lahan adalah 420 m2/unit.

Apotik/Rumah Obat, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan

adalah 30.000jiwa/unit dengan luas lahan adalah 120 m2/unit.

Dengan standar SNI dan jumlah proyeksi penduduk Kota Tasikmalaya pada tahun

2031 sebesar 886029 jiwa dihasilkan jumlah dan sebaran sarana yang dibutuhkan oleh

BWP I, lalu analisis mengenai sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahan. Serta

jumlah dan persebaran unit rencana pembangunan sarana pendidikan yang dibutuhkan

pada periode waktu tertentu.

Pada gambar dan tabel dibawah ini, dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana

Posyandu eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran posyandu yang dibutuhkan

berdasarkan perhitungan dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya

tahun 2031. Gap antara jumlah sarana eksisiting dengan sarana yang dibutuhkan

menghasilkan jumlah sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahannya dan terdapat

program pembangunan sarana yang dibutuhkan tersebut per lima tahun. Terdapat pula

beberapa kelurahan yang jumlah eksisiting posyandunya lebih besar daripada jumlah

kebutuhan sehingga tidak perlu dilakukan penambahan lagi.

Page 79: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

292

Gambar 4. 27 Persebaran Sarana Posyandu Eksisting Dan Yang Harus Dibangun BWP I

Sumber: Hasil Analisis 2015

Page 80: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

293

Tabel 4. 36 Analisis Sarana Kesehatan Posyandu BWP I Indihiang

BWP I

Posyandu (11 per Kelurahan)

Eksisting Kebutuhan

Harus

Dibangun

2016-

2021

2021-

2026

2026-

2031

Indihiang 67

Panyingkiran 10 11 1 1

Parakannyasag 13 11

Sirnagalih 9 11 2 1 1

Indihiang 10 11

Sukamajukidul 11 11

Sukamajukaler 14 11

Bungursari 77

Sukamulya 9 11 2 1 1

Sukarindik 10 11 1

Bungursari 12 11

Sukajaya 8 11 3

Cibunigeulis 12 11

Bantarsari 13 11

Sukalaksana 13 11

Cipedes 85

Panglayungan 22 11

Cipedes 20 11

Nagarasari 20 11

Sukamanah 23 11

Sumber : Hasil Analisis 2015

Pada tabel dibawah ini, dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana Puskesmas

Pembantu eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran posyandu yang dibutuhkan

berdasarkan perhitungan dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya

tahun 2031 per BWP.

Page 81: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

294

Tabel 4. 37 Analisis Sarana Kesehatan Puskesmas Pembantu

BWP I

Puskesmas Pembantu (8 per BWP)

Eksisting Kebutuhan Harus Dibangun

2016-2021

2021-2026

2026-2031

Indihiang 1

8 per BWP 3 per BWP

Panyingkiran 0

Parakannyasag 0

Sirnagalih 0

Indihiang 0

Sukamajukidul 0

Sukamajukaler 1

Bungursari 3

Sukamulya 1

Sukarindik 1

Bungursari 0

Sukajaya 0

Cibunigeulis 1

Bantarsari 0

Sukalaksana 0

Cipedes 1

Panglayungan 0

Cipedes 0

Nagarasari 0

Sukamanah 1

Sumber : Hasil Analisis 2015

4.1.5.3 Fasilitas Perdagangan dan Niaga

Sarana perdagangan dan jasa merupakan salah satu sarana yang penting dalam

menunjang kegiatan perekonomian di suatu wilayah. Melalui sarana perdagangan itulah

kegiatan perekonomian menjadi berjalan. Analisis perhitungan kebutuhan sarana

perdagangan dan jasa di Kecamatan Mangkubumi, Indihiang dan Bungursari dilakukan

dengan mengacu pada SNI/03/1733/2004. Berdasarkan SNI 03-1733-2004, standar

pelayanan minimal sarana perdagangan dan niaga adalah sebagai berikut:

Toko/Warung, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah

250 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 50 m2/unit dan luas lahan adalah 100

m2/unit.

Pertokoan, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 6.000

jiwa/unit dengan luas lantai adalah 1.200 m2/unit dan luas lahan adalah 3.000

m2/unit.

Pusat Pertokoan dan Pasar Lingkungan, standard jumlah penduduk pendukung

yang ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 13.500

m2/unit dan luas lahan adalah 10.000 m2/unit.

Page 82: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

295

Pusat Perbelanjaan dan Niaga, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 120.000 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 36.000 m2/unit

dan luas lahan adalah 36.000 m2/unit.

Berdasarkan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya sebesar 886029 jiwa dan standar

SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan di Perkotaan

maka dihasilkan jumlah proyeksi kebutuhan sarana perdagangan dan niaga pada tingkat

kota dan setelah dibagi jumlah kelurahan yang ada di Kota Tasikmalaya (69 kelurahan)

maka terdapat kebutuhan sarana kesehatan tingkat kelurahan yang dapat dilihat pada

tabel berikut.

4.1.5.4 Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka (RT) terdiri atas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka

Non Hijau (RTNH). Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang di dalam kota dimana

unsur hijau (vegetasi) yang alami dan sifat ruang terbuka lebih dominan (Hakim, 2002).

Pelaksanaan pengembangan RTH dilakukan dengan pengisian tumbuhan pada ruang

terbuka, baik secara alami ataupun dengan tanaman budidaya, seperti tanaman

komoditi pertanian dalam arti luas, pertamanan, dan sebagainya. Sedangkan dalam

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, ruang terbuka hijau

didefinisikan sebagai area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang

penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh

tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang Terbuka Non Hijau:

(Pedoman RTH) ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam

kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.

Pentingnya peranan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non Hijau

(RTNH) atau Grey Area perlu diatur dalam Pedoman Ruang Terbuka Hijau (RTH) di

Kawasan Perkotaan (PERMEN PU no 5/PRT/M/2008) pasal 28 Paragraf 5 UU Nomor 26

Tahun 2007 tentang Penataan ruang dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 pasal 31,

ketentuan mengenai penyediaan dan pemanfaatan RTH maupun RTNH, minimal pada

suatu wilayah kota/kawasan perkotaan adalah 30%, dengan asumsi 20% harus

disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan 10% disediakan oleh swasta atau

masyarakat.

Berdasarkan SNI 03-1733-2004, standar pelayanan minimal sarana ruang terbuka,

taman dan lapangan olahraga adalah sebagai berikut :

Taman/Tempat Main RT, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 250 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 250 m2/unit.

Taman/Tempat Main RW, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 2.500 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 1.250 m2/unit.

Taman & Lapangan Olahraga, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 9.000 m2/unit.

Page 83: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

296

Kuburan/Pemakamam Umum, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 120.000 jiwa/unit.

4.1.6 Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Prasarana dan Utilitas Umum

4.1.6.1 Utilitas Listrik BWP I Indihiang

Dalam kehidupan sehari-hari, listrik sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat

terutama dalam aktivitas kegiatan dan produktivitas. Dibutuhkan ketersediaan utilitas

listrik yang mencukupi dan menyeluruh dan terjangkau bagi semua kalangan

masyarakat. Dengan adanya penyediaan utilitas listrik diharapkan dapat memacu

pertumbuhan dan perkembangan wilayah tersebut.

Dari hasil wawancara, presentase rasio elektrifikasi di Kota Tasikmalaya mencapai 85%

hal ini dapat dikatakan hampir keseluruhan masyarakat rumah tangga terutama di

daerah BWP ini sudah tercukupi listriknya. Pengembangan jaringan listrik baru

mengikuti permintaan saja, berarti sisanya yaitu 15% tidak meminta kepada PLN karena

suatu sebab atau karena tidak mampu terlayani ke desa-desa karena tidak ada

anggaran. Hal ini dicoba ditanggulangi dengan adanya Listrik Desa untuk melayani yang

belum terlayani listriknya.

Sistem jaringan listrik secara fisik terdiri dari jaringan distribusi dan transmisi, bangunan

penyediaan listrik, serta pembangkit listrik. Sistem jaringan listrik yang ada di BWP I

terdiri atas Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM), Saluran Udara Tegangan

Menengah (SUTM), gardu hubung dan gardu SUTM. BWP I sendiri tidak memiliki

pembangkit listrik karena pasokan listrik berasal dari daerah lain.

Selain itu, dalam sistem jaringan listrik dibutuhkan cadangan listrik yang diperlukan

untuk penggunaan domestik (rumah tangga) dan non-domestik. Untuk itu dibutuhkan

data proyeksi untuk mengetahui penggunaan domestik dan non-domestik kedepannya

menurut proyeksi penduduk 2013 sampai 2031. Besarnya listrik dihitung dengan rumus

berikut :

a. Kebutuhan listrik domestik = Kebutuhan listrik per KK x Jumlah KK

b. Kebutuhan lsitrik domestik = 40% dari kebutuhan listrik domestik

Daya listrik dalam tiap KK dibagi menjadi 4 kategori yaitu 450VA, 900VA, 1300VA dan

2200VA. Dengan menggunakan asumsi tiap KK terdiri dari 4 orang jiwa dan proporsi

jumlah KK di BWP I yang menggunakan daya listrik sama dengan proporsi jumlah KK di

Kota Tasikmalaya didapatkan data berikut .

Page 84: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

297

Gambar 4. 28 Grafik Penggunaan Daya Listrik untuk Domestik

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Dari data diatas dapat diketahui bahwa kebutuhan listrik domestik (rumah tangga) pada tahun 2013 sebesar 31.433.359 VA dan kebutuhan listrik non domestik yaitu 40% dari 31.433.359 adalah sebesar 12,573,343 VA, sehingga total kebutuhan listriknya adalah sebesar 44,006,702 VA. Data proyeksi lebih lengkap dapat dilihat di tabel dibawah.

450 43%

900 49%

1300 6%

2200 2%

Grafik Penggunaan Daya Listrik untuk Domestik

450 900 1300 2200

Page 85: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

298

Tabel 4. 38 Prediksi Kebutuhan Listrik Domestik BWP I Indihiang

Kecamatan Kelurahan Jumlah KK tahun 2016

Kebutuhan listrik tahun

2016 (VA)

Jumlah KK tahun 2021

Kebutuhan listrik tahun

2021 (VA)

Jumlah KK tahun 2026

Kebutuhan listrik tahun

2026 (VA)

Jumlah KK tahun

2031

Kebutuhan listrik tahun

2031 (VA)

Indihiang

12,709 9,733,441 13,577 10,398,163 14,504 11,108,280 15,091 11,557,422

Panyingkiran 2,112 1,617,331 2,256 1,727,783 2,410 1,845,778 2,507 1,920,408

Parakannyasag 2,392 1,831,693 2,555 1,956,785 2,729 2,090,418 2,840 2,174,940

Sirnagalih 1,653 1,265,720 1,766 1,352,159 1,886 1,444,501 1,962 1,502,907

Indihiang 2,085 1,597,081 2,228 1,706,150 2,380 1,822,667 2,476 1,896,363

Sukamajukidul 1,901 1,456,150 2,031 1,555,595 2,170 1,661,830 2,258 1,729,023

Sukamajukaler 2,566 1,965,465 2,742 2,099,692 2,929 2,243,085 3,047 2,333,780

Bungursari

12,658 9,694,169 13,522 10,356,208 14,446 11,063,461 15,030 11,510,790

Sukamulya 1,667 1,276,560 1,781 1,363,740 1,902 1,456,873 1,979 1,515,779

Sukarindik 2,198 1,683,603 2,348 1,798,581 2,509 1,921,411 2,610 1,999,099

Bungursari 1,639 1,255,492 1,751 1,341,233 1,871 1,432,829 1,946 1,490,763

Sukajaya 1,403 1,074,675 1,499 1,148,068 1,601 1,226,472 1,666 1,276,062

Cibunigeulis 1,617 1,238,515 1,728 1,323,097 1,846 1,413,454 1,920 1,470,605

Bantarsari 2,510 1,922,511 2,682 2,053,804 2,865 2,194,064 2,981 2,282,777

Sukalaksana 1,623 1,242,811 1,734 1,327,685 1,852 1,418,356 1,927 1,475,705

Cipedes

18,479 14,152,414 19,741 15,118,919 21,089 16,151,429 21,942 16,804,480

Panglayungan 4,619 3,537,388 4,934 3,778,965 5,271 4,037,040 5,484 4,200,270

Cipedes 3,822 2,926,823 4,083 3,126,703 4,361 3,340,234 4,538 3,475,290

Nagarasari 4,381 3,355,139 4,680 3,584,270 5,000 3,829,049 5,202 3,983,869

Sukamanah 5,658 4,333,065 6,044 4,628,981 6,457 4,945,106 6,718 5,145,051

Jumlah

43,845 33,580,024 46,840 35,873,290 50,039 38,323,170 52,062 39,872,692

Page 86: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

299

Page 87: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

300

Tabel 4. 39 Prediksi Kebutuhan Listrik Non Domestik BWP I Indihiang

Kecamatan Kelurahan Jumlah KK tahun 2016

Kebutuhan listrik tahun

2016 (VA) Jumlah KK tahun 2021

Kebutuhan listrik tahun

2021 (VA)

Jumlah KK tahun

2026

Kebutuhan listrik tahun

2026 (VA) Jumlah KK tahun 2031

Kebutuhan listrik tahun

2031 (VA)

Indihiang 17,793 13,626,817 19,008 14,557,428 20,306 15,551,592 21,127 16,180,390

Panyingkiran 2,956 2,264,264 3,158 2,418,896 3,374 2,584,089 3,510 2,688,571

Parakannyasag 3,348 2,564,371 3,577 2,739,498 3,821 2,926,586 3,976 3,044,916

Sirnagalih 2,314 1,772,007 2,472 1,893,022 2,641 2,022,302 2,747 2,104,070

Indihiang 2,919 2,235,914 3,119 2,388,610 3,332 2,551,734 3,467 2,654,909

Sukamajukidul 2,662 2,038,610 2,844 2,177,832 3,038 2,326,562 3,161 2,420,632

Sukamajukaler 3,593 2,751,652 3,838 2,939,569 4,100 3,140,320 4,266 3,267,292

Bungursari 17,721 13,571,836 18,931 14,498,692 20,224 15,488,845 21,041 16,115,106

Sukamulya 2,334 1,787,185 2,493 1,909,236 2,663 2,039,623 2,771 2,122,091

Sukarindik 3,078 2,357,045 3,288 2,518,013 3,512 2,689,975 3,654 2,798,739

Bungursari 2,295 1,757,689 2,452 1,877,726 2,619 2,005,961 2,725 2,087,068

Sukajaya 1,964 1,504,545 2,099 1,607,295 2,242 1,717,061 2,333 1,786,487

Cibunigeulis 2,264 1,733,921 2,419 1,852,335 2,584 1,978,836 2,688 2,058,846

Bantarsari 3,514 2,691,516 3,754 2,875,326 4,011 3,071,689 4,173 3,195,887

Sukalaksana 2,272 1,739,935 2,427 1,858,760 2,593 1,985,699 2,698 2,065,987

Cipedes 25,870 19,813,380 27,637 21,166,487 29,524 22,612,001 30,718 23,526,272

Panglayungan 6,466 4,952,343 6,908 5,290,551 7,380 5,651,856 7,678 5,880,378

Cipedes 5,350 4,097,552 5,716 4,377,385 6,106 4,676,328 6,353 4,865,406

Page 88: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

301

Nagarasari 6,133 4,697,194 6,552 5,017,978 6,999 5,360,668 7,282 5,577,416

Sukamanah 7,921 6,066,291 8,462 6,480,573 9,040 6,923,148 9,405 7,203,072

Jumlah 61,384 47,012,033 65,576 50,222,606 70,054 53,652,438 72,886 55,821,768 Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 89: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

302

4.1.6.2 Utilitas Telekomunikasi BWP I Indihiang

Telekomunikasi merupakan salah satu prasarana yang berguna dalam kehidupan

masyarakat sehari-hari. Telekomunikasi juga dapat berperan dalam meningkatkan

produktivitas dan penyebaran informasi. Dengan berkembangnya daerah BWP I yaitu,

Kecamatan Indihiang, Bungursari dan Cipedes, dibutuhkan peningkatan jumlah dan

kualitas telekomunikasi pada daerah tersebut. Terutama Cipedes yang merupakan

daerah padat permukiman yang sangat membutuhkan jasa telekomunikasi tersebut.

Fasilitas telekomunikasi secara definisi adalah setiap pemancaran, pengiriman,

dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,

gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem

elektromagnetik Iainnya (UU No. 36 Tahun 1999). Berdasarkan definisi ini, maka dapat

dikatakan bahwa fasilitas pendukung telekomunikasi disini terdiri dari telepon fixed line

dan BTS.

a. Telepon fixed line

Kebutuhan terhadap telepon fixed line di BWP I Kota Tasikmalaya didasarkan

pada beberapa pertimbangan menurut SNI 03-1733-2004. Pertimbangan

tersebut yaitu sebagai berikut.

Tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah dan telepon

umum sejumlah 0,13 sambungan telepon rumah per jiwa

Dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap

250 jiwa penduduk (unit RT)

Ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak radius

bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 m

Dikarenakan penggunaan telepon umum yang sudah sangat minim di Kota

Tasikmalaya, maka perhitungan kebutuhan untuk telepon umum tidak dilakukan. Saat

ini masyarakat sudah sangat jarang menggunakan telepon umum, hal ini dikarenakan

semakin majunya teknologi sehingga masyarakat BWP I memilih untuk menggunakan

telepon genggam (HP). Berdasarkan hasil observasi, di BWP I Kota Tasikmalaya sudah

tidak terdapat telepon umum. Jikapun ada, kondisi fisik telepon umum tersebut sudah

sangat memprihatinkan dan sudah tidak berfungsi.

b. BTS

Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2010

tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi pasal 6, penyelenggara

jaringan telekomunikasi wajib membangun dan/atau menyediakan jaringan

telekomunikasi dan jaringan tersebut wajib mengikuti ketentuan teknis sebagai

berikut :

menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan jaringan telekomunikasi sesuai standar kualitas pelayanan;

Page 90: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

303

memberikan pelayanan yang sama kepada pemakai jaringan telekomunikasi;

membuat ketentuan dan syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi;

mengumumkan secara terbuka ketersediaan jaringan telekomunikasi yang dimilikinya.

Pada dasarnya ketersediaan jaringan dan kemudahan berkomunikasi dari

telepon genggam dijadikan tanggung jawab sepenuhnya oleh pihak penyedia

jaringan telekomunikasi. Artinya, kondisi BTS perlu diperhatikan kualitasnya dan

dipantau apakah ia sudah mampu memenuhi kebutuhan jaringan penggunanya

atau belum. Adapun kondisi dari BTS yang terletak di BWP I dapat dilihat pada

table berikut.

Tabel 4. 40 Kondisi BTS di BWP I Indihiang

Objek Observasi

Sarana Pendukung Jarak dengan bangunan terdekat

Guna lahan sekitar

Kondisi Fisik Menara

Tinggi Menara

Penangkal Petir

Pertanahan (grounding)

Bungursari

Ada/Tidak

Keterangan

20 meter

Ada 25-30 meter

Sawah

Cipedes

Ada/Tidak

Keterangan

15 meter

5 meter Permukiman

Cipedes

Ada/Tidak

Keterangan

Cukup baik

15 meter

60 meter

Indihiang

Ada/Tidak

Keterangan Baik 15 meter

Ada

10 meter Perumahan dan RTH (Makam)

Sumber : Hasil Observasi, 2015

Dapat dikatakan bahwa kondisi BTS di BWP I terbilang cukup baik dan menurut

standar tinggi menara BTS yang ideal berdasarkan Master Plan Tower Bersama

Telekomunikasi Kota Tasik adalah 12m-20m. Hal ini berarti bahwa tinggi BTS di BWP I

telah ideal. Sarana pendukung dapat dikatakan baik karena terdapat sarana pendukung

seperti penangkal petir dan grounding. Masih terdapat BTS yang belum memenuhi

standar karena berada dekat dengan permukiman yaitu berjarak 5 meter. Hal ini sangat

berbahaya terutama dalam daerah permukiman.

Page 91: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

304

4.1.6.3 Utilitas Air Bersih BWP I Indihiang

Ketersediaan Pelayanan Air Bersih

Kebutuhan air adalah jumlah air yang dipergunakan secara wajar untuk

keperluan pokok manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan lainnya yang memerlukan

air. Kebutuhan air bersih pada umumnya banyak diperlukan oleh masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari, untuk itu dalam sebuah perencanaan dan

perhitungan sistem jaringan distribusi hendaknya dapat dilakukan perkiraan yang

mendekati besarnya kebutuhan air sehari-hari.

Kebutuhan air bersih untuk berbagai macam kebutuhan masyarakat sehari-hari

pada umumnya dapat dibagi atas dua kelompok yaitu kebutuhan domestic dan

kebutuhan non domestic. Kebutuhan air minum domestik merupakan kebutuhan air

minum yang digunakan untuk keperluan rumah tangga melalui sambungan kran ke

rumah-rumah dan umum. Dalam penggunaannya air minum oleh konsumen rumah

tangga tidak hanya terbatas untuk memasak, minum, namun juga untuk hampir setiap

aktivitas yang memerlukan air, terutama hal ini terjadi pada masyarakat perkotaan.

Tingkat kebutuhan air untuk keperluan domestik antara satu kota dengan kota yang lain

akan sangat berbeda, semakin besar suatu kota maka tingkat kebutuhan air juga akan

semakin besar, demikian pula semakin modern suatu masyarakat maka akan konsumsi

airnya juga akan semakin besar.

Pemakaian air oleh masyarakat tidak terbatas untuk keperluan domestik saja

namun juga untuk keperluan industri dan keperluan perkotaan.Besarnya pemakaian

atau kebutuhan air bersih masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tingkat

hidup, pendidikan, tingkat ekonomi, kondisi sosial. Besarnya kebutuhan air yang

digunakan dalam perencanaan diperkirakan berdasarkan standar yang ada dan dengan

mempertimbangkan kondisi yang melingkupinya, baik itu keadaan kota, penduduk dan

perkembangannya.

Kebutuhan air berkaitan erat dengan jumlah penduduk dan aktivitas yang terjadi

di daerah tempat kajian.Hal ini menyebabkan perencanaan kebutuhan air harus dimulai

denganmengetahui kuantitas penyebaran penduduk dan mengidentifikasikan jenis-jenis

kegiatan yang biasa dilakukan di daerah kajian. Kebutuhan akan air pada prinsipnya

bergantung pada banyaknya penduduk dan tingkat kesejahteraan, yang akan

menentukan tingkat kebutuhan air perorang. Untuk perencanaan air baku diperlukan

proyeksi jumlah penduduk baik secara jumlah total maupun distribusinya menurut

wilayah.

Page 92: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

305

Tabel 4. 41 Kebutuhan Air Bersih BWP I Indihiang

No Kelurahan Cakupan Layanan

Jumlah Sambungan Rumah

Jumlah Hidran Umum

Kebutuhan Domestik (Liter)

Kebutuhan Non Domestik (Liter)

A Indihiang 42827 29979 12848 4282740 1284822

1 Panyingkiran 7116 4981 2135 711630 213489

2 Parakannyasag 8060 5642 2418 805950 241785

3 Sirnagalih 5569 3898 1671 556920 167076

4 Indihiang 7027 4919 2108 702720 210816

5 Sukamajukidul 6407 4485 1922 640710 192213

6 Sukamajukaler 8648 6054 2594 864810 259443

B Bungursari 42655 29858 12796 4265460 1279638

1 Sukamulya 5617 3932 1685 561690 168507

2 Sukarindik 7408 5186 2222 740790 222237

3 Bungursari 5524 3867 1657 552420 165726

4 Sukajaya 4729 3310 1419 472860 141858

5 Cibunigeulis 5450 3815 1635 544950 163485

6 Bantarsari 8459 5921 2538 845910 253773

7 Sukalaksana 5468 3828 1641 546840 164052

C Cipedes 62271 43590 18681 6227100 1868130

1 Panglayungan 15565 10895 4669 1556460 466938

2 Cipedes 12878 9015 3863 1287810 386343

3 Nagarasari 14763 10334 4429 1476270 442881

4 Sukamanah 19066 13346 5720 1906560 571968

JUMLAH 295507 103427 44326 14775300 4432590

Sumber: Hasil Perhitungan Studio Kota Tasikmalaya, 2015

Perhitungan menggunakan Standar Dinas Cipta Karya, dimana kebutuhan

domestik terdiri dari sambungan rumah dan hidran umum, dengan perbandingan 70:30,

dan kebutuhan non domestik adalah 30% dari kebutuhan domestik. Namun,hal yang

harus diperhatikan pula adalah kehilangan air, sebesar 30 %, maka dari itu dari total

kebutuhan air per kelurahan perlu dihitung jumlah kehilangan air. Maka kebutuhan total

air bersih pada BWP I Indihiang adalah sejumlah berikut.

Page 93: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

306

Tabel 4. 42 Total Kebutuhan Air Bersih BWP I Indihiang

Kecamatan

Kebutuhan Air (Domestik dan Non Domestik) (Liter)

Kehilangan Air (Liter)

Total Kebutuhan Air (Liter)

Indihiang 5567562 1670268,6 7237830,6

Bungursari 5545098 1663529,4 7208627,4

Cipedes 8095230 2428569 10523799

TOTAL 24970257

Sumber: Hasil Perhitungan Studio Kota Tasikmalaya, 2015

Kekurangan Utilitas Air Bersih

Berdasarkan perhitungan jumlah kebutuhan air bersih dengan menggunakan

standar Dinas Cipta Karya, maka bisa dilakukan perhitungan kekurangan utilitas. Melihat

dari data sambungan PDAM yang ada, maka bisa dibandingkan antara supply

(ketersediaan) dan demand (kebutuhan).

Page 94: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

307

Tabel 4. 43 Jumlah Kekurangan Utilitas Air Bersih BWP I Indihiang Tahun 2013

No Kelurahan Cakupan

Layanan

Jumlah

Sambunga

n Rumah

Jumlah

Hidran

Umum

Sambunga

n Rumah

Eksisting

(PDAM)

Kekuranga

n

Sambunga

n Rumah

Kekuranga

n Hidran

Umum

A Indihiang 42827 29979 12848 1033 11815 12848

1 Panyingkiran 7116 4981 2135

2 Parakannyasag 8060 5642 2418

3 Sirnagalih 5569 3898 1671

4 Indihiang 7027 4919 2108

5 Sukamajukidul 6407 4485 1922

6 Sukamajukaler 8648 6054 2594

B Bungursari 42655 29858 12796 442 12354 12796

1 Sukamulya 5617 3932 1685

2 Sukarindik 7408 5186 2222

3 Bungursari 5524 3867 1657

4 Sukajaya 4729 3310 1419

5 Cibunigeulis 5450 3815 1635

6 Bantarsari 8459 5921 2538

7 Sukalaksana 5468 3828 1641

C Cipedes 62271 43590 18681 4111 14570 18681

1 Panglayungan 15565 10895 4669

2 Cipedes 12878 9015 3863

3 Nagarasari 14763 10334 4429

4 Sukamanah 19066 13346 5720

JUMLAH 5586 38739 44325

Sumber: Hasil Olahan Data Studio Kota Tasikmalaya, 2015

Perhitungan menggunakan Standar Dinas Cipta Karya, maka kekurangan untuk

ketiga kecamatan di BWP I Indihiang adalah sejumlah 38.739 sambungan. Sementara

kebutuhan sambungan menurut standar Dinas Cipta Karya adalah 44.326 sambungan

(87,3%). Begitu pula kebutuhan hidran umum, masih perlu disediakan sebanyak 44.325

sambungan.

Page 95: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

308

Tabel 4. 44

Prediksi Kebutuhan Air Bersih Tahun 2031

No Desa/ Kelurahan

Proyeksi Penduduk Tahun 2031

Cakupan Layanan

Jumlah Sambungan Rumah

Jumlah Hidran Umum

Kebutuhan Domestik (Liter)

Kebutuhan Non Domestik (Liter)

A Indihiang 60362 54326 38028 16298 5432584 1629775

1 Panyingkiran 10030 9027 6319 2708 902691 270807

2 Parakannyasag 11359 10223 7156 3067 1022334 306700

3 Sirnagalih 7849 7064 4945 2119 706444 211933

4 Indihiang 9904 8914 6240 2674 891389 267417

5 Sukamajukidul 9030 8127 5689 2438 812730 243819

6 Sukamajukaler 12189 10970 7679 3291 1096997 329099

B Bungursari 60118 54107 37875 16232 5410665 1623199

1 Sukamulya 7917 7125 4987 2137 712494 213748

2 Sukarindik 10441 9397 6578 2819 939680 281904

3 Bungursari 7786 7007 4905 2102 700736 210221

4 Sukajaya 6665 5998 4199 1799 599815 179945

5 Cibunigeulis 7681 6913 4839 2074 691260 207378

6 Bantarsari 11922 10730 7511 3219 1073023 321907

7 Sukalaksana 7707 6937 4856 2081 693657 208097

C Cipedes 87766 78990 55293 23697 7898973 2369692

1 Panglayungan 21937 19743 13820 5923 1974344 592303

2 Cipedes 18151 16336 11435 4901 1633566 490070

3 Nagarasari 20807 18726 13108 5618 1872624 561787

4 Sukamanah 26872 24184 16929 7255 2418440 725532

JUMLAH 56227 1686800 506040

Sumber: Hasil Perhitungan Studio Kota Tasikmalaya. 2015

Page 96: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

309

Tabel 4. 45 Prediksi Total Kebutuhan Air Bersih di BWP I Indihiang Tahun 2031

Kecamatan

Kebutuhan Air

(Domestik dan Non

Domestik)

(Liter)

Kehilangan Air

(Liter)

Total

Kebutuhan

Air (Liter)

Indihiang 7062360 2118708 9181068

Bungursari 7033864 2110159 9144024

Cipedes 10268664 3080599 13349264

TOTAL 31674355

Sumber: Hasil Perhitungan Studio Kota Tasikmalaya, 2015

Sumber Pelayanan Air Bersih

Sumber air bersih PDAM Tirta Sukapura Kabupaten Tasikmalaya air tersebut

terdiri dari 11 sumber air dari mata air dan 3 sumber air dari air permukaan. Total 14

sumber mata air tersebut tersebar di seluruh Kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya.

Beberapa terletak pada BWP I Indihiang, misalnya sumber mata air Cibunigeulis yang

berada di Kecamatan Indihiang, kemudian sumber air permukaan yakni Situ Gede

(Kecamatan Mangkubumi) dan Sungai Citanduy (Kecamatan Cipedes).

Tabel 4. 46 Sumber Air Tanah BWP I Indihiang dan BWP II Mangkubumi

No. Nama Sumber

Daerah

Yang Sistem

Pengaliran Kapasitas

Dimanfaatkan

saat ini Keterangan

Dilayani

1.

Mata Air

Cibunigeulis

Unit

Indihiang Gravitasi

Min: 15

l/det

Maks: 60

l/det

7 l/det

Kondisi

broncaptering

sudah banyak

yang bocor

serta terdapat

konfilik

penduduk di

sekitar sumber

air

Desa

Cibunigeulis

Kecamatan

Indihiang

2.

Mata Air

Cianjur II

min: 18

l/det maks:

65 l/det

Lahan milik

perorangan

Kelurahan

Linggajaya,

Kecamatan

Mangkubumi

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012

Page 97: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

310

Gambar 4. 29 Peta Sumber Air Tanah BWP I Indihiang

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

Page 98: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

311

Gambar 4. 30 Mata Air Cianjur II

Sumber: Hasil Observasi Studio Kota Tasikmalaya, 2015

Gambar 4. 31 Mata Air Cibunigeulis

Sumber: Hasil Observasi Studio Kota Tasikmalaya, 2015

Page 99: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

312

Gambar 4. 32 Peta Sumber Air Permukaan BWP I Indihiang dan BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 100: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

313

Gambar 4. 33

Sungai Citanduy

Sumber: Hasil Observasi Studio Kota Tasikmalaya, 2015

Gambar 4. 34 Situ Gede

Sumber: Hasil Observasi Studio Kota Tasikmalaya, 2015

4.1.6.4 Prasarana Air Limbah BWP I Indihiang

Prasarana air limbah merupakan prasarana yang memiliki peranan penting dalam

pembangunan suatu kota, apabila sisitem pengelolaan air limbah di suatu kota tergolong

buruk, maka pembangunannyapun akan terhambat. Indonesia sendiri merupakan Negara

dengan sistem sanitasi, yang dalam hal ini adalah pengelolaan air limbah domestic terburuk

Page 101: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

314

ketiga di Asia Tenggara (ANTARA News, 2006). Pada dasarnya, kuantitasnya sudah terbilang

cukup, akan tetapi dari segi kualitasnya masih belum memadai.

Di Kota Tasikmalaya, sistem pelayanan air limbah domestik secara teknis dilayani

oleh sistem setempat atau on-site system. Pada prinsipnya terdapat 3 (tida) sistem

dalam penanganan air limbah, yaitu (Buku Putih Sanitasi Kota Tasikamalaya 2012):

a. Sistem pengolahan air limbah setempat (on site sanitation), yaitu tangki septik dan

cubluk.

b. Sistem pengolahan air limbah terpusat (off site sanitation), yaitu conventional

sewerage dengan unit instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

c. Gabungan antara system off site dengan sistem on site (combained system), yaitu

gabungan antara tangki septik dengan sistem perpipaan.

Sedangkan untuk BWP I Indihiang yang terdiri dari kecamatan Indihiang, Bungursari,

dan Cipedes, sistem pengolahan air limbahnyanya juga menggunakan sistem

penggunaan air limbah setempat (on-site system) untuk pengolahan limbah domestik.

Adapun untuk pengolahan air limbah non-domestik yang kebanyakan berasal dari

industry kreatif,berdasarkan hasil wawancara pemilik industry kreatif, pengolahan air

limbah dikelola dengan menggunakan Sistem pengolahan air limbah terpusat (off site

sanitation), yaitu conventional sewerage dengan unit instalasi pengolahan air limbah

(IPAL). Pada kasus ini, setiap unit industri kreatif skala besar wajib memiliki IPAL di

pabrik mereka.

Adapun teknologi pengolahan air limbah di BWP I Indihiang berupa tangki septic

(septic tank), tetapi masih banyak juga masyarakat di BWP I Indihiang yang masih

menggunakan tangki septik yang secara konstruksi tidak memenuhi persyaratan desain

yang ditentukan dan cubluk dimana air limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke

sungai atau tanah. Hal ini memiliki dampak yang sangat buruk, salah satunya yaitu

kemungkinan terjadinya pencemaran air tanah yang akan berimplikasi pada kesehatan

masyarakat BWP I Indihiang. Pada dasarnya lokasi cubluk ataupun septic tank memiliki

jarak minimum yang harus dipertimbangkan dalam pembangunannya, khususnya

apabila pembangunan cubluk dan septic tank berada di lokasi yang sama dengan sumur

Page 102: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

315

warga. Berikut ini adalah tabel teknis dan operasional pembuangan limbah tinja di Kota

Tasikmalaya pada Tahun 2010.

Tabel 4. 47 Teknis dan Operasional Pembuangan Limbah Tinja

Kota Tasikmalaya Tahun 2010

No Uraian Jumlah/ Volume

Keterangan

1 ON SITE SYSTEM

Jumlah (SR)

- Cubluk

- Septic tank perorangan

- Septic tank communal 13 Unit

- Kapasitas (m3)

- Cubluk Layak Operasi

- Septic tank perorangan

- Septic tank communal 80 m3/Unit

- Wilayah Layanan

- Cubluk

- Septic tank perorangan

- Septic tank communal 1 Ha

2 OFF SITE SYSTEM

- Jumlah IPLT (unit) 1

- Kapasitas (m3)

- Wilayah Layanan (Ha) Kota Tasikmalaya

- Jumlah pelanggan (SR) 823 rumah Variatif tergantung pesanan

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012.

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dalam skala kota, jumlah septic tank

komunal yang tersedia hanya sejumlah 13 unit. Jumlah ini merupakan jumlah yang

sangat sedikit apabila dibandingkan dengan banyaknya kecamatan dan kelurahan yang

harus terlayani oleh unit pengolahan air limbah. Hal ini menunjukkan bahwa sistem

pengolahan air limbah di Kota Tasikmalaya masih sangat buruk, begitupula untuk

pengolahan air limbah di BWP I, masih banyak masyarakat yang menggunakan cubluk

untuk penyaluran buangan akhir air limbah, dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini

masyarakat BWP I masih sangat minim pemahamannya terhadap pengolahan air limbah

yang baik dan benar.

Pertumbuhan penduduk pada dasarnya akan terus meningkat dari tahun ke

tahunnya. Oleh karena itu, besarnya air limbah yang dihasilkanpun akan terus

meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk. Berikut ini adalah proyeksi air

Page 103: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

316

limbah yang akan dihasilkan di BWP I hingga tahun 2031 dengan perhitungan LPP

sebesar 1,33%.

Page 104: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

317

Tabel 4. 48 Jumlah Eksisting dan Proyeksi Air Limbah yang Dihasilkan di BWP I Berdasarkan Kelurahan Tahun 2013-2031

Kelurahan

Kebutuhan Air Bersih Tahun 2013 (L/orang/hari)

Air Limbah yang Dihasilkan Tahun 2013 (L/orang/hari)

Jumlah Penduduk Tahun 2019 (jiwa)

Kebutuhan Air Bersih Tahun 2019 (L/orang/hari)

Air Limbah yang Dihasilkan 2019 (L/orang/hari)

Jumlah Penduduk Tahun 2025 (jiwa)

Kebutuhan Air Bersih Tahun 2025 (L/orang/hari)

Air Limbah yang Dihasilkan (L/orang/hari) 2025

Jumlah Penduduk Tahun 2031 (jiwa)

Kebutuhan Air Bersih Tahun 2031 (L/orang/hari)

Air Limbah yang Dihasilkan 2031 (L/orang/hari)

Indihiang 5710320 4568256 51512 6181426 4945141 55762 6691399 5353120 60362 7243446 5794757

Panyingkiran 948840 759072 8559 1027120 821696.1 9265 1111858 889486.8 10030 1203588 962870.2

Parakannyasag 1074600 859680 9694 1163255 930604.4 10494 1259225 1007380 11359 1363112 1090490

Sirnagalih 742560 594048 6699 803821.8 643057.5 7251 870137.9 696110.3 7849 941925 753540

Indihiang 936960 749568 8452 1014260 811408 9149 1097937 878349.9 9904 1188518 950814.5

Sukamajukidul 854280 683424 7706 924758.8 739807.1 8342 1001052 800841.8 9030 1083640 866912

Sukamajukaler 1153080 922464 10402 1248210 998568.1 11260 1351189 1080951 12189 1462663 1170130

Bungursari 5687280 4549824 51304 6156486 4925188 55537 6664401 5331521 60118 7214220 5771376

Sukamulya 748920 599136 6756 810706.6 648565.2 7313 877590.6 702072.4 7917 949992.5 759994

Sukarindik 987720 790176 8910 1069208 855366.2 9645 1157418 925934.7 10441 1252906 1002325

Bungursari 736560 589248 6644 797326.8 637861.5 7193 863107 690485.6 7786 934314.1 747451.3

Sukajaya 630480 504384 5687 682495.2 545996.1 6157 738801.6 591041.3 6665 799753.4 639802.7

Cibunigeulis 726600 581280 6555 786545.1 629236.1 7095 851435.8 681148.6 7681 921680 737344

Bantarsari 1127880 902304 10174 1220931 976744.9 11014 1321659 1057327 11922 1430697 1144558

Sukalaksana 729120 583296 6577 789273 631418.4 7120 854388.8 683511 7707 924876.6 739901.3

Cipedes 8302800 6642240 74898 8987788 7190231 81077 9729289 7783431 87766 10531963 8425571

Panglayungan 2075280 1660224 18721 2246492 1797194 20265 2431830 1945464 21937 2632458 2105966

Cipedes 1717080 1373664 15490 1858741 1486992 16767 2012088 1609671 18151 2178087 1742470

Nagarasari 1968360 1574688 17756 2130751 1704601 19221 2306540 1845232 20807 2496832 1997465

Sukamanah 2542080 2033664 22932 2751804 2201443 24824 2978830 2383064 26872 3224586 2579669

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

Page 105: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

318

Gambar 4. 35 Diagram Volume Air Limbah yang Dihasilkan di BWP I Berdasarkan Kelurahan pada

Tahun 2031

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Diagram di atas menunjukkan banyaknya volume air limbah yang dihasilkan di

BWP I Indihiang pada tahun 2031. Volume air limbah tersebut didapatkan dari

perhitungan asumsi bahwa air limbah yang dihasilkan adalah sebanyak 80% dari

kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih perkotaan menurut dokumen SNI-1733-2004

adalah 120 L/orang/hari.

Kelurahan Sukamanah, Kecamatan Cipedes, merupakan kelurahan yang paling

banyak menghasilkan air limbah domestik pada tahun 2031 mendatang. Hal tersebut

dikarenakan Kelurahan Sukamanah mempunyai jumlah penduduk paling banyak dan

paling padat di BWP I. Kelurahan yang paling sedikit menghasilkan air limbah domestik

adalah Kelurahan Sukajaya, karena jumlah penduduk di Kelurahan Sukajaya adalah yang

paling sedikit yaitu sebanyak 5254 jiwa.

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

Air Limbah yang Dihasilkan di BWP I (L/orang/hari)

Page 106: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

319

Dibawah ini akan disajikan tabel pengelolaan air limbah di BWP Indihiang yang

dibagi ke dalam 4 klaster, yaitu klaster 0, klaster 1, klaster 2, dan klaster 3.

Tabel 4. 49 Pembagian Kluster Survey EHRA

Kecamatan Nama Kelurahan Klaster

Indihiang Indihiang 2

Sirnagalih 2

Sukamaju Kaler 2

Sukamaju Kidul 2

Parakanyasag 0

Panyingkiran 3

Bungursari Bungursari 0

Cibunigeulis 1

Bantarsari 1

Sukajaya 1

Sukamulya 2

Sukalaksana 2

Sukarindik 1

Cipedes Cipedes 2

Panglayungan 2

Nagasari 1

Sukamanah 1

Sumber : EHRA, 2011

Tabel 4. 50 Penyaluran Limbah Tinja (Black water) Rumah Tangga di Kota Tasikmalaya Tahun

2012

Cluster Jumlah

Responden

Pembuangan Limbah cair (Black Water)

1 2 3 4 5 6 7 8

% % % % % % % %

Kluster 0 40 60,0 - 15,0 - - 17,5 5,0 2,5

Kluster 1 120 22,5 0,8 34,2 2,5 11,7 18,3 3,3 6,7

Kluster 2 160 15,6 0,6 13,1 - 21,3 19,4 18,8 11,3

Kluster 3 80 22,5 - 10,0 1,3 58,8 2,5 5,0 -

Total 400 23,5 0,5 19,0 1,0 23,8 15,5 10,0 6,8

Sumber : Hasil Analisis Survey EHRA, 2012

Keterangan :

1 = tangki septic 4 = Sungai/danau/pantai 7 = lain-lain 2 = Cubluk/ Lubang di tanah 5 = Kolam/sawah 3 = Saluran drainase 6 = Kebun/tanah lapang

Dikelola = Tangki Septic, Cubluk

Page 107: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

320

Lainnya = Tidak dikelola

Diagram di bawah ini merupakan diagram yang menunjukkan kemana tempat

penyaluran buangan akhir tinja dan diagram kapan tangki septik terakhir

dikosongkan.

Gambar 4. 36 Diagram Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012.

Gambar 4. 37 Diagram Waktu Terakhir Kali Tangki Septik Dikosongkan

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012.

Berdasarkan dua dagram diatas, dapat dilihat bahwa pada diagram pertama,

presentase tempat pembuangan akhir tinja terbanyak yaitu dibuang ke sungai,

pantai, atau danau. Hal ini sangat menunjukkan ketidaktahuan masyarakat

23.50% 0.50%

19.00%

1.00%

23.75%

15.50%

10.00% 6.75%

Tangki septik

Pipa sewer

Cubluk/lobang tanah

Langsung ke drainase

Sungai/danau/pantai

Kolam/sawah

Tidak tahu

Lainnya

3.19% 10.64%

3.19%

76.60%

6.38%

0-12 bulan yang lalu

1-5 tahun yang lalu

Lebih dari 5-10 tahun yang lalu

Tidak pernah

Tidak tahu

Page 108: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

321

terhadap pengolahan air limbah yang baik. seharusnya air limbah yang dalam

hal ini adalah black water disalurkan dari septic tank ke IPLT, bukan ke sungai,

pantai, atau, danau yang bisa memberikan dampak buruk berupa pencemaran

lingkungan, begitu pula untuk pembuangan limbah di cubluk/tanah yang

memiliki presentase cukup besar yaitu sebanyak 19%.

Pada diagram kedua, diketahui bahwa sebanyak 76,60% masyarakat tidak

pernah mengosongkan tangki septik. Hal ini bisa memberikan dampak yang

sangat buruk, karena apaila tangki septik tidak dikosongkan, maka bisa

menyebabkan terjadinya kebocoran tangki septik yang kemudian berdampak

pada pencemaran air tanah da kesehatan masyarakat. Secara keselurhan dapat

disimpulkan bahwa pengolaha black water di BWP I INDIHIANG dan Kota

Taasikmalaya secara umum masih sangat buruk.

Adapun pengelolaan limbah cair rumah tangga grey water tidak jauh berbeda

dengan pengelolaan black water. Masih sangat banyak masyarakat yang

membuang limbah cair rumah tangga kategori grey water di sungai, kanal,

kolam, dan selokan.

Gambar 4. 38 Pembuangan Limbah Cair Rumah Tangga (Grey Water) di Kota Tasikmlaya Tahun 2012

Cluster Jumlah

Responden

Pembuangan Limbah Cair Rumah Tangga (Grey Water)

A B C D E F G

℅ ℅ ℅ ℅ ℅ ℅ ℅

Kluster 0 40 38,3 6,7 5,0 29,2 15,8 5,0 -

Kluster 1 120 66,7 0,6 3,9 13,9 5,6 9,4 -

Kluster 2 160 74,6 2,1 - 4,0 15,8 0,8 2,7

Kluster 3 80 67,1 - 6,3 20,4 - 6,3 -

Total 400 67,1 1,7 2,9 12,8 9,6 4,9 1,1

Sumber : Hasil Analisis Survey EHRA, 2012

A = Sungai/kanal/kolam/selokan D = saluran tertutup G = Tidak tahu B = jalan/halaman/kebun E = lubang galian C = Saluran terbuka F = pipa saluran pembuangan limbah

Diagram kemana air bekas buangan/air limbah

Diagram kemana air bekas buangan/air limbah

Diagram kemana air bekas buangan/air limbah

Page 109: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

322

Gambar 4. 39 Diagram Tempat Terakhir Dibuangnya Air Limbah

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kotaa Tasikmalaya 2012

4.1.6.5 Prasarana Persampahan BWP I Indihiang

Sampah adalah suatu produk atau hasil dari kegiatan manusia dan alam yang tanpa pengolahan tertentu menjadi tidak berguna dan dapat menurunkan tingkat kesehatan lingkungan. Untuk mengetahui proyeksi timbulan sampah di wilayah perencanaan, maka data yang digunakan adalah data jumlah penduduk berdasarkan hasil proyeksi hingga tahun 2031.

Kegiatan pengelolaan persampahan ditujukan untuk mengendalikan pengumpulan dan pembuangan/penumpukan sampah untuk menghasilkan lingkungan yang bersih, sehat dan aman. Kegiatan pengelolaan penanganan persampahan dilakukan di daerah permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan, sarana umum dan lain-lain.

67.08%

1.67%

2.92%

12.75%

9.58% 4.92% 1.08%

A. Sungai/Kanal

B. Jalan/Halaman

C. Saluran Terbuka

D. Saluran Tertutup

E. Lubang Galian

F. Pipa Sal. Pembuangan

G. Tidak Tahu

Page 110: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

323

Gambar 4. 40 Kondisi Persampahan di BWP I

Sumber: Hasil Observasi, 2015

Salah satu bentuk pengelolaan persampahan yaitu sistem pengangkutan

sampah di BWP I direncanakan untuk dibagi menjadi 3 sistem yaitu individual langsung,

individual tak langsung dan campuran sistem komunal dan timbun bakar. Ketiga sistem

pengangkutan sampah yang direncanakan untuk BWP I pada kenyataannya, ketika

direalisasikan ternyata tidak begitu baik hasilnya. Sistem komunal yang seharusnya

dikumpulkan pada wadah komunal ternyata pada kenyataannya tidak terwadahi.

Sehingga banyak sekali sampah berceceran yang ditemukan di BWP I. Selain itu, TPS juga

sangat jarang ditemukan sehingga membuat sebagian masyarakat lebih memilih untuk

membuang sampahnya di pinggir jalan atau langsung dibuang ke sungai.

Pengelolaan persampahan di BWP I akan sangat terkait dengan jumlah volume

sampah yang dihasilkan. Perkiraan jumlah timbulan sampah wilayah studi dengan

asumsi Laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.33% dan jumlah timbulan sampah

sebesar 2,5 L/ jiwa (berdasarkan SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di

permukiman). Maka berikut adalah perkiraan timbulan sampah yang akan dihasilkan

berdasarkan jumlah penduduk.

Page 111: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

324

Tabel 4. 51 Proyeksi Timbulan Sampah Tahun 2013, 2016, 2021, 2026, 2033 di BWP I Indihiang

No Kelurahan Timbulan Sampah (m3/hari)

2016 2021 2026 2031

A Indihiang 127 136 145 151

1 Panyingkiran 21 23 24 25

2 Parakannyasag 24 26 27 28

3 Sirnagalih 17 18 19 20

4 Indihiang 21 22 24 25

5 Sukamajukidul 19 20 22 23

6 Sukamajukaler 26 27 29 30

B Bungursari 127 135 144 150

1 Sukamulya 17 18 19 20

2 Sukarindik 22 23 25 26

3 Bungursari 16 18 19 19

4 Sukajaya 14 15 16 17

5 Cibunigeulis 16 17 18 19

6 Bantarsari 25 27 29 30

7 Sukalaksana 16 17 19 19

C Cipedes 185 197 211 219

1 Panglayungan 46 49 53 55

2 Cipedes 38 41 44 45

3 Nagarasari 44 47 50 52

4 Sukamanah 57 60 65 67

Sumber: Hasil Analisis 2015

Berdasarkan data di atas Kecamatan penghasil sampah terbanyak di BWP I

adalah Kecamatan Cipedes yang pada tahun 2013 menghasilkan 172975 Liter sampah

perharinya. Setelah Kecamatan Cipedes terdapat Kecamatan Indihiang yang

menghasilkan 118965 Liter/ hari dan Kecamatan Bungursari yang menghasilkan 118485

Liter/hari. Proyeksi yang dilakukan bergantung terhadap jumlah penduduk yang ada,

karena jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2013 adalah Kecamatan Cipedes maka

pada tahun 2031 Kecamatan Cipedes tetap menjadi penghasil timbulan sampah

terbanyak yaitu 219415.9 liter per hari.

Timbulan sampah yang dihasilkan dari suatu daerah dapat dibagi menjadi 2

berdasarkan jenisnya, yaitu sampah domestik dan non- domestic, begitu pula sampah

yang dihasilkan oleh BWP I. Berikut ini adalah tabel timbulan sampah BWP I berdasarkan

jenisnya.

Page 112: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

325

Tabel 4. 52 Timbulan Sampah Domestik dan Non- Domestik Tahun 2013, 2016, 2021, 2026, 2033

No Kelurahan

2013 2016 2021 2026 2031

Domestik (m

3/ha

ri)

Non Domestik (m

3/h

ari)

Domestik (m

3/h

ari)

Non Domestik (m

3/ha

ri)

Domestik (m

3/

hari)

Non Domestik (m

3/h

ari)

Domestik (m

3/

hari)

Non Domestik (m

3/h

ari)

Domestik (m

3/h

ari)

Non Domestik (m

3/ha

ri)

A Indihiang 119 35.7 127 38.1 136 40.8 145 43.5 151 45.3

1 Panyingkiran 20 6 21 6.3 23 6.9 24 7.2 25 7.5

2 Parakannyasag 22 6.6 24 7.2 26 7.8 27 8.1 28 8.4

3 Sirnagalih 15 4.5 17 5.1 18 5.4 19 5.7 20 6

4 Indihiang 20 6 21 6.3 22 6.6 24 7.2 25 7.5

5 Sukamajukidul 18 5.4 19 5.7 20 6 22 6.6 23 6.9

6 Sukamajukaler 24 7.2 26 7.8 27 8.1 29 8.7 30 9

B Bungursari 118 35.4 127 38.1 135 40.5 144 43.2 150 45

1 Sukamulya 16 4.8 17 5.1 18 5.4 19 5.7 20 6

2 Sukarindik 21 6.3 22 6.6 23 6.9 25 7.5 26 7.8

3 Bungursari 15 4.5 16 4.8 18 5.4 19 5.7 19 5.7

4 Sukajaya 13 3.9 14 4.2 15 4.5 16 4.8 17 5.1

5 Cibunigeulis 15 4.5 16 4.8 17 5.1 18 5.4 19 5.7

6 Bantarsari 23 6.9 25 7.5 27 8.1 29 8.7 30 9

7 Sukalaksana 15 4.5 16 4.8 17 5.1 19 5.7 19 5.7

C Cipedes 173 51.9 185 55.5 197 59.1 211 63.3 219 65.7

1 Panglayungan 43 12.9 46 13.8 49 14.7 53 15.9 55 16.5

2 Cipedes 36 10.8 38 11.4 41 12.3 44 13.2 45 13.5

3 Nagarasari 41 12.3 44 13.2 47 14.1 50 15 52 15.6

4 Sukamanah 53 15.9 57 17.1 60 18 65 19.5 67 20.1

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Keterangan: Volume sampah non domesatik 30% dari sampah domestik

Sampah non domestik yang dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah sampah

domestik yang ada. Sehingga semakin besar timbulan sampah domestik, semakin besar

pula sampah non domestik yang dihasilkan. Pada tahun 2013 maupun pada 2031

Cipedes merupakan penghasil sampah domestik dan non domestik terbanyak setiap

harinya.

Dengan mengetahui proyeksi jumlah timbulan sampah yang akan dihasilkan

maka berdasarkan SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di permukiman jumlah

sarana dan prasarana pengelolaan persampahan yang dibutuhkan adalah sebagai

berikut.

Page 113: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

326

Tabel 4. 53 Kebutuhan Prasarana Persampahan Berdasarkan Timbulan Sampah Tahun 2013, 2016,

2021, 2026, 2031 di BWP I Indihiang

No Kelurahan Kapasitas

(m3)

Jumlah Sarana dan Prasarana (Unit)

2013 2016 2021 2026 2031

A Indihiang

1 wadah Komunal

0,5 - 1,0 119 127 136 145 151

2 Komposter Komunal

0,5 - 1,0 119 127 136 145 151

3 Gerobak Sampah

1 119 127 136 145 151

4 Container Armroll Truck

6 20 21 23 24 25

10 12 13 14 15 15

5 TPS Tipe I 100 1 2 2 2 2

6 TPS Tipe II 300 1 1 1 1 1

7 TPS Tipe III 1000 0 0 0 0 0

8

Bangunan Pendaur Ulang Sampah Skala Lingkungan

150

1 1 1 1 1

B Bungursari

1 wadah Komunal 0,5 - 1,0 119 127 135 145 151

2 Komposter Komunal

0,5 - 1,0 119 127 135 145 151

3 Gerobak Sampah 1 119 127 135 145 151

4 Container Armroll Truck

6 20 21 23 24 25

10 12 13 14 15 15

5 TPS Tipe I 100 1 2 2 2 2

6 TPS Tipe II 300 1 1 1 1 1

7 TPS Tipe III 1000 0 0 0 0 0

8 Bangunan Pendaur Ulang Sampah Skala Lingkungan

150

1 1 1 1 1

C Cipedes

1 wadah Komunal

0,5 - 1,0 173 185 198 211 220

2 Komposter Komunal

0,5 - 1,0 173 185 198 211 220

3 Gerobak Sampah

1 173 185 198 211 220

4 Container 6 29 31 33 35 37

Page 114: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

327

Armroll Truck 10 18 19 20 21 22

5 TPS Tipe I 100 2 2 2 2 2

6 TPS Tipe II 300 1 1 1 1 1

7 TPS Tipe III 1000 0 0 0 0 0

8

Bangunan Pendaur Ulang Sampah Skala Lingkungan

150

1 1 2 2 2 Sumber: Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan data pada tabel di atas setiap kecamatan di BWP I INDIHIANG

memiliki kebutuhan akan prasarana pengelolaan persampahan yang cukup beragam.

Kecamatan Indihiang dan Cipedes pada tahun 2013 membutuhkan wadah komunal,

komposter komunal dan gerobak sampah sebanyak 119 unit dengan ukuran masing-

masing 1 m3, container armroll truck berukuran 6m3 sebanyak 20 unit dan berukuran

10m3 sebanyak 12 unit. Kecamatan Cipedes membutuhkan wadah komunal, komposter

komunal dan gerobak sampah sebanyak 173 unit, container armroll truck berukuran 6m3

sebanyak 29 unit, berukuran 10m3 sebanyak 17 unit dan bangunan pendaur ulang

sampah skala lingkungan sebanyak 1 unit. 1 unit TPS tipe I dibutuhkan oleh Kecamatan

Indihiang dan Bungursari, sedangkan Kecamatan Cipedes membutuhkan 2 unit. Setiap

kecamatan di BWP I membutuhkan bangunan pendaur ulang sampah skala lingkungan

sebanyak 1 unit.

Pengelolaan persampahan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh

adanya prasarana pengelolaan persampahan. Jumlah prasarana pengelolaan

persampahan yang harus ada pada suatu daerah minimal harus sejumlah kebutuhan

yang ada pada tahun itu. Sehingga untuk menciptakan pengelolaan persampahan yang

baik di BWP I, perlu dilakukan penambahan jumlah unit prasarana pengelolaan

persampahan.

4.1.6.6 Prasarana Drainase BWP I Indihiang

Drainase perkotaan merupakan prasarana yang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam meningkatkan kualitas suatu permukiman, karena drainase merupakan pengaliran dari buangan limbah cair yang bersumber dari limbah rumah tangga, air buangan dan pengaruh pasang susrutnya air sungai yang kesemuanya diatur dalam suatu sistem pengaliran dengan mengutamakan tinggi permukaan tanah (kontur tanah) sehingga pengaliran air limbah dapat mengalir dengan baik ke saluran drainase pembuang dengan semaksimal mungkin.

Saluran drainase di BWP I Indihiang berfungsi sebagai tempat mengalirnya limbah

cair dari berbagai kegiatan yang ada dan juga berfungsi sebagai tempat mengalirnya air

hujan (run off). Pada umumnya saluran drainase di Kecamatan Indihiang, Bungursari dan

Cipedes baik primer, sekunder maupun tersiernya bertipe terbuka. Ukuran drainase

Page 115: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

328

tidak bergantung pada tipe, sehingga setiap daerah memiliki ukuran drainase yang

berbeda. Berikut ini adalah beberapa permasalahan drainase yang terdapat di BWP I:

- Tidak semua daerah di BWP I memiliki drainase sehingga air limbah dan juga air

permukaan mengalir di jalan.

- Ukuran drainase setiap daerah berbeda- beda sehingga saluran drainase tidak

terintegrasi dengan baik dan juga terdapat beberapa drainase yang buntu

karena daerah sekitarnya tidak memiliki drainase.

- Pada umumnya drainase tidak mengalir dengan lancar dan bahkan ada yang

tidak mengalir sama sekali, dikarenakan adanya penyumbatan oleh sampah.

- Terdapat sampah di setiap drainase primer yaitu sungai, dikarenakan beberapa

warga membuang sampah langsung ke sungai.

- Kondisi perkerasan pada drainase sekunder pada umumnya buruk.

- Drainase tersier pada umumnya tanpa perkerasan, hanya berupa tanah yang

lebih menjorok ke dalam dengan ukuran yang relatif kecil (kurang dari 10 cm x

10 cm).

- Drainase di BWP I tidak bekerja sesuai hirarki dimana seharusnya saluran

sekunder merupakan penghubung antar saluran drainase sekunder dengan

saluran primer. Hal ini menyebabkan tekanan air yang ada di dalam drainase

tidak seimbang, sehingga drainase tidak dapat berfungsi dengan baik.

Apabila permasalahan di atas dibiarkan atau tidak ditindak lanjuti, maka di masa yang

akan datang permasalahan- permasalahan di atas akan menjadi penyebab terjadinya

genangan dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi penyebab terjadinya banjir.

Maka untuk menyelesaikan permasalahan- permasalahan tersebut diperlukan solusi

berupa pengelolaan sistem drainase yang terpadu.

Berikut ini adalah peta jaringan drainase yang ada di BWP I Kota Tasikmalaya

Page 116: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

329

Gambar 4. 41 Peta Jaringan Drainase BWP I Indihiang

Sumber: Bappeda Kota Tasikmalaya

Page 117: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

330

Permasalahan drainase semakin meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan Kota Tasikmalaya. Akibatnya permasalahan banjir dan genangan semakin meningkat pula. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya genangan di Kota Tasikmalaya diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Perubahan fungsi lahan; 2. Penanganan drainase belum terpadu; 3. Permukiman di bantaran sungai dan bangunan di atas saluran air; 4. Tumpukan sampah dan sedimentasi di saluran drainase; 5. Kerusakan konstruksi drainase; Rata-rata banjir/genangan di Kota Tasikmalaya tahun 2010, terjadi beberapa kali

dalam setahun di kecamatan yang relatif cepat pertumbuhannya (Tawang, Cihideung, Indihiang, Bungursari dan Kawalu). Rata-rata lama banjir/genangan yang terjadi antara 1-3 jam dengan ketinggian setengah lutut orang dewasa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4. 54 Genangan Di BWP I Indhiang Tahun 2010

No. Kecamatan Jumlah Rumah

Seberapa Sering banjir dalam setahun

1 2 3 4 5

1 Indihiang 50 V

2 Bungursari 50 V

3 Cipedes 250 V Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012

1 = tidak pernah 4 = sekali/beberapa kali dalam sebulan 2 = sekali dalam setahun 5 = tidak tahu 3 = beberapa kali dalam setahun

Tabel 4. 55

Lama Genangan Di BWP I Indhiang Tahun 2010

No. Kecamatan Jumlah Rumah

Seberapa lama banjir

1 2 3 4 5

1 Indihiang 50 V

2 Bungursari 50 V

3 Cipedes 250 V

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012

1 = kurang dari 1 jam 4 = 1 hari 2 = 1-3 jam 5 = lebih dari 1 hari 3 = setengah hari

Page 118: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

331

Tabel 4. 56 Tinggi Genangan Di BWP I Indihiang Tahun 2010

No. Kecamatan Jumlah Rumah

Tinggi banjir

1 2 3 4 5

1 Indihiang 50 V

2 Bungursari 50 V

3 Cipedes 250 V

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012

1 = tidak masuk rumah, hanya di halaman 4 = selutut orang dewasa 2 = setumit orang dewasa 5 = sepinggang orang dewasa 3 = setengah lutut orang dewasa

Dari Tabel- tabel genangan air diatas dapat ketahui bahwa BWP I merupakan daerah yang selalu mengalami banjir karena dalam setahun, setiap kecamatan pasti mengalami banjir minimal 1kali dengan ketinggian dapat mencapai setengah lutut orang dewasa. Meskipun banjir yang terjadi tidak menggenang lama, hanya 1-3 jam akan tetapi ini adalah suatu permasalahan. Jika dianalisis hal ini terjadi karna kondisi drainase yang masih buruk. Dimana drainase yang tersedia tidak dapat menampung volume air hujan yang turun sehingga butuh waktu 1-3 jam (lama genangan) air mengalir ke saluran primer.

Kelurahan Bungursari, Kelurahan Sukarindik, Kelurahan Panglayungan dan Kelurahan Bantarsari. Berikut ini adalah lokasi titik genangannya.

Page 119: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

332

Gambar 4. 42 Peta Titik Genangan BWP I Indihiang

Sumber: Hasil Analisis, 201

Page 120: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

333

Berdasarkan permasalahan genangan yang ada di BWP I, maka perlu adanya pengelolaan sistem drainase secara terpadu. Dalam mencegah terjadinya genangan, maka diperlukan perbaikan pada drainase berupa pembersihan saluran drainase dari sampah dan juga dengan memperdalam drainase yang ada. Permasalahan genangan juga dapat diselesaikan dengan tanpa membangun saluran yang baru, dengan cara penerapan sistem pounding/retensi.

4.1.7 Analisis Transportasi

4.1.7.1 Analisis Jalan BWP I Indihiang

Dengan berkembangnya industri kreatif di Kota Tasikmalaya khususnya BWP I

Indihiang, diperlukan sarana dan prasarana yang dapat menunjang perkembangan

industri kreatif di Kota Tasikmalaya. BWP I Indihiang dilalui oleh jalan-jalan utama Kota

Tasikmalaya yang menghubungkan Tasikmalaya Utara-Selatan dengan Pusat kota dan

sekitarnya. Hal ini menyebabkan pergerakan manusia maupun barang akan sangat

terpengaruh oleh kondisi jaringan jalan yang tersedia. Aksesibilitas jalan raya pun

menjadi faktor penting dalam melihat bagaimana jalan dapat berpengaruh besar

terhadap perkembangan kota.

Aksesibilitas terkait dengan kemudahan suatu wilayah untuk dijangkau melalui

jaringan yang ada. Untuk melihat aksesibilitas suatu jalan, peru dilihat seberapa panjang

jalan yang disediakan untuk melayani suatu luasan wilayah tertentu. Aksesibilitas ini

biasanya dilihat dengan menggunakan indeks aksesibilitas yang secara dimensional

dipresentasikan sebagai km/km2. Semakin besar nilai aksesibilitas, maka semakin rapat

jaringan jalan sehingga membuat jaringan jalan tersebut semakin efektif dalam melayani

penduduk.

Page 121: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

334

Gambar 4. 43 Peta Aksesibilitas BWP I Indihiang

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 122: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

335

Dapat dilihat pada peta hasil perhitungan aksesibilitas, kelurahan yang memiliki

indeks aksesibilas sangat tinggi yaitu di Kelurahan Sukamanah, Kelurahan Cipedes,

Kelurahan Nagasari yang terletak di Kecamatan Cipedes. Selain itu, di Kecamatan

Bungursari terdapat Kelurahan Bungursari yang memiliki aksesibilitas yang sangat tinggi.

Hal ini dapat disebabkan oleh Kecamatan Bungursari dan Kecamatan Cipedes

merupakan kecamatan yang dekat dengan pusat kota sehingga diperlukannya

aksesibilitas jaringan jalan yang sangat tinggi.

Jaringan jalan yang memiliki indeks aksesibilitas tinggi terdapat di Kelurahan

Sukamulya dan Kelurahan Panglayungan di Kecamatan Cipedes dan Kelurahan

Sukalaksana di Kecamatan Bungursari. Kecamatan Indihiang belum memiliki jaringan

jalan yang memiliki aksesibilitas yang tinggi dan sangat tinggi. Dapat dilihat pada peta

bahwa kecenderungan aksesibilitas jalan yang memiliki nilai indeks aksesibilitas sedang

berada pada Kelurahan Parakanyasag, Kelurahan Sukamaju Kaler dan Kidul di Kecamatan

Indihiang, dan Kelurahan Sukarindik, Sukajaya, Cibunigeulis, Bantarsari di Kecamatan

Bungursari. Jaringan jalan yang memiliki aksesibilitas rendah berada pada Kelurahan

Indihiang, Panyingkiran, dan Sirnagalih yang terletak di Kecamatan Indihiang.

Dapat disimpulkan bahwa jaringan jalan yang memiliki indeks aksesibilitas

rendah terletak di Kecamatan Indihiang. Kecamatan Cipedes cenderung memiliki

jaringan jalan yang relatif tinggi aksesibilitasnya, dan Kecamatan Bungursari memiliki

kecenderungan memilki tingkat aksesibilitas yang sedang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh

letak Kecamatan Cipedes yang merupakan pusat kota, memiliki jumlah penduduk yang

lebih banyak, dan memilki kegiatan-kegiatan yang lebih kompleks dibandingkan dengan

Kecamatan Bungursari dan Kecamatan Indihiang. Kecamatan Indihiang memiliki

aksesibilitas cenderung rendah dapat disebabkan oleh lokasi Kecamatan Indihiang yang

jauh dari pusat kota menyebabkan aksesibitas yang dimiliki Kecamatan Indihiang tidak

tinggi. Hal ini juga dapat terjadi diakibatkan oleh demand akan jaringan jalan pada

kecamatan yang jauh dari pusat kota memang tidak setinggi kecamatan yang berada di

pusat kota.

4.1.7.2 Analisis Trotoar BWP I Indihiang

Persyaratan suatu ruas jalan yaitu dengan dilengkapi oleh sarana pejalan kaki.

Dari hasil observasi, ditemukan bahwa tidak terdapatnya trotoar baik di jalan arteri,

kolektor, maupun lokal. Trotoar hanya terdapat di depan Balai Kota Tasikmalaya dan

Polres Tasikmalaya. Trotoar yang tersedia pun merupakan trotoar untuk kepentingan

privat Balai Kota dan Polres, bukan untuk kepentingan spek jalan untuk pejalan kaki.

Page 123: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

336

4.1.7.3 Analisis Terminal BWP I Indihiang

Berdasarkan UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, terminal adalah pangkalan “Kendaraan Bermotor Umum” yang digunakan

untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan

orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.

Page 124: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

337

Gambar 4. 44 Peta Lokasi Terminal dan Stasiun di BWP I Indhiang

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 125: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

338

BWP I Indihiang yang terdiri dari Kecamatan Indihiang, Kecamatan

Bungursari, dan Kecamatan Cipedes terdapat sebuah terminal yang berlokasi di

di Jl. Brigjen Wisata Kusumah Kelurahan Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang

seperti yang ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 4. 57 Jumlah Terminal di Kota Tasikmalaya Tahun 2013

Nama Terminal Lokasi Tipe Luas (Ha)

Terminal Indihiang Kec. Indihiang A 7,5

Terminal Pancasila Kec. Tawang C 0,3

Terminal Padaluyungan Kec. Cihideung C 0,23

Terminal Cikurubuk Kec. Mangkubumi C 0,29

Terminal Awipari Kec. Cibeureum C 1,49

Sumber: Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Tasikmalaya

Terminal Indihiang merupakan satu-satunya terminal tipe A yang ada di

Kota Tasikmalaya dan juga merupakan terminal dengan luas terbesar yakni

seluas 7,5 Ha. Terminal Indihiang yang berfungsi sebagai terminal penumpang

Tipe A ini adalah terminal yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk

angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara,

angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutanpedesaan.

Selain Terminal Tipe A Indihiang, terdapat pula Sub Terminal Tipe C yang

terletak di Sukamaju Kaler Kecamatan Indihiang. Sub terminal ini memiliki luas

sebesar 3 Ha. Sub terminal ini berfungsi untuk tempat menurunkan dan

menaikkan penumpang angkutan kota.

Berikut ini adalah tabel informasi kondisi eksisting Terminal Indihiang Tahun

2014.

Page 126: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

339

Tabel 4. 58 Kondisi Eksisting Terminal Indihiang Tahun 2014

NAMA TERMINAL TERMINAL INDIHIANG

ALAMAT TERMINAL JALAN BRIGJEN WASITA KUSUMAH

Pemandangan dari luar ke dalam Kesan: Sedang Ket: bersih

namun sepi

Pemandangan dari dalam ke luar Kesan: Sedang Ket: -

Jumlah lintasan pemberangkatan 24 lintasan pemberangkatan, 1 jalur

Jenis kendaraan umum yang masuk ke

terminal ini Bus dan Elf

Skala pelayanan kendaraan AKAP/AKDP/

Jumlah kantor/pool PO 7

Kebersihan (overall) Baik

Jumlah TPS Tidak Ada

Kebisingan Tidak terlalu bising

WC Umum Jumlah: 2

Mushola Umum Jumlah: 1

Bangku tempat menunggu Jumlah: 50

Apakah terjadi menunggu/menaikkan

penumpang tidak di dalam terminal?

Ya

Terjadi saat tidak dijaga dengan ketat

Keamanan Baik

Kualitas bangunan Sedang, dan terdapat retak

Kualitas aspal/perkerasan Baik

Saluran air kotor/air hujan Lebar: 25 cm

Hirarki jalan Arteri Sekunder

Aksesibilitas Angkot/kendaraan pribadi

Parkir Kapasitas: 70 mobil, 80 motor

Eksternalitas Sosial Pedagang asongan(penjaja)

Sumber: Hasil Observasi Studio, 2015

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan beberapa hal, salah

satunya yaitu lokasi dari terminal Indihiang yang terletak di Jalan Brigjen Wisata

Kusumah yang fungsinya berupa jalan arteri sekunder. Pada dasrnya terminal

indihiang merupakan terminal tipe A yang melayani kendaraan umum untuk

angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara,

angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutanpedesaan. Hal

ini menyebabkan lokasi dari terminal ini harusnya berada di Jalan Arteri Primer

karena skala pelayanannya yang bersifat antar provinsi. Tetapi pada

kenyataannya, terminal Indihiang hanya berlokasi di jalan Arteri Sekunder.

Page 127: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

340

Hal ini bisa sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan terminal

Indihiang sebagai terminal tipe A dikarenakan penempatannya pada hirarki jalan

yang salah. Hirarki jalan yang lebih rendah (arteri sekunder) merepresentasikan

lebar jalan yang lebih sempit dibandingkan dengan lebar jalan hirarki diatasnya.

Terminal tipe A yang harusnya bisa melayani angkutan antar kota antar provinsi

pada hirarki jalan Arteri Primer, tetapi malah diletakkan di jalan Arteri Sekunder

yang memiliki hirarki yang lebih rendah dan bisa menyebabkan kualitas

pelayanan dari terminal ini menurun.

Walaupun demikian, terminal Indihiang dapat dikatakan cukup baik dari

segi penjagaan serta peraawatan terminal. Berdasarkan hasil observasi,

pemandangan dari luar ke dalam terminal tergolong bersih dengan tingkat

kebisingan yang cenderung rendah. Kondisi area terminal Indihiang dapat dilihat

pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. 45 Kondisi Eksisting Terminal Indihiang Tahun 2015

Sumber: Hasil Observasi Studio, 2015

Kualitas perkerasan di terminal ini tergolong baik seperti yang

ditunjukkan pada gambar diatas, selain itu terminak ini juga sudah dilengkapi

dengan lahan parkir serta penyediaan fasilitasnyapun sudah terealisasi

walaupun jumlahnya yang masih sedikit, seperti WC Umum yang hanya

berjumlah sebanyak 2 buah, mushola umum 1 buah, bangku tempat menunggu

50 buah, dan hanya tersedia sedikit tempat pembuangan sampah. Sebagai

terminal tipe A yang mampu melayani hingga skala antar kota antar provinsi,

seharusnya lebih banyak lagi fasilitas yang harus disediakan di terminal ini baik

dari segi jenis maupun jumlahnya. Selain itu di terminal ini juga masih terdapat

beberapa pedagangan asongan yang menjajakan jualannya sehingga terkadang

mengganggu ketertiban terminal.

Page 128: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

341

Gambar 4. 46 Pedagang Asongan yang Mengganggu Ketertiban Terminal Indihiang

Sumber: Hasil Observasi Studio, 2015

Pada dasarnya terminal tipe A Indihiang memiliki potensi yang sangat

besar untuk dikembangkan, baik itu sebagai terminal penumpang maupun

sebagai terminal barang. Hal ini dikarenakan skala pelayanan terminal tipe A

yang bisa melayani hingga skala Provinsi serta prestasi terminal Indihiang

sebagai terminal terbagus dan terluas se-Asia Tenggara. Pengembangan

terminal tipe A sebagai terminal barang bisa dimanfaatkan untuk mengekspor

kerajinan-kerajinan khas di Kota Tasikmalaya seperti Batik Tasik, Payung Geulis,

Kolom Geulis, dll. Selain itu optimalisasi terminal tipe A Indihiang juga bisa

menjadi trigger untuk mengembangkan perhubungan darat di Kota Tasikmalaya.

Saat ini berdasarkan RTRW Kota Tasikmalaya 2011-2031, terdapat arahan untuk

mengoptimalisasi terminal tipe A Indihiang, hal ini dikarenakan walaupun

terminal ini merupakan terminal tipe A dengan skala pelayanan yang cukup luas,

akan tetapi masyarakat Kota Tasikmalaya khususnya masyarakat yang berada di

BWP I Indihiang masih sangat minim menggunakan fasilitas terminal ini. Hal ini

menyebabkan terminal ini seringkali terlihat sepi.

Kondisi terminal Indihiang yang sepi ini dikarenakan adanya pool-pool

bayangan yang menyebabkan penumpang lebih cenderung memeilih untuk

turun di pool tersebut dikarenakan lokasinya yang lebih dekat dengan tujuan

mereka dan/atau dikarenakan lokasi terminal Indihiang yang tidak strategis. Ini

berdampak pada semakin tidak optimalnya pemanfaatan terminal Indihiang. Hal

ini seharusnya disikapi dengan kebijakan pelarangan angkut-turun penumpang

hanya di pool-pool yang telah ditentukan, dengan kebijakan ini diharapkan

fungsi terminal Indihiang sebagai terminal tipe A yang memiliki potensi yang

sangat besar bisa lebih dipotimalkan.

Page 129: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

342

4.1.4.4 Analisis Stasiun BWP I Indihiang

Jaringan rel kereta api di Kota Tasikmalaya meliputi jaringan rel kereta

api lintas selatan Bandung – Surabaya dan 3 (tiga) stasiun kereta api, yaitu

Stasiun Tasikmalaya di Kelurahan Lengkongsari, Stasiun Indihiang di Kelurahan

Sirnagalih, dan Stasiun Awipari di Kelurahan Awipari.

Di BWP I Indihian hanya terdapat 1 stasiun, yakni stasiun Indihiang yang

terletak di Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang. Stasiun Indihiang di

Kelurahan Sirnagalih merupakan stasiun alternative bagi angkutan yang

melayani keberangkatan dan kedatangan, serta stasiun untuk angkutan kereta

api dalam sistem angkutan Priangan Timur untuk mendukung angkutan barang.

Jadi pada dasarnya stasiun ini memiliki 2 fungsi utama, yakni sebagai stasiun

angkutan penumpang dan juga sebagai stasiun angkutan barang. Adapun

gambaran kondisi eksisting dari stasiun Indihiang dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 4. 59 Kondisi Eksisting Stasiun Indihiang

Kondisi Fisik Stasiun*

Pemandangan dari luar ke dalam Sangat Baik

Pemandangan dari dalam ke luar Sangat Baik

Jumlah lintasan rel 1 buah

Kondisi rel Baik

Kondisi kereta api

Kebersihan (overall) Sangat Baik

Adakah informasi penjualan tiket -

Kondisi dan Fasilitas Pelengkap*

Jumlah Tempat sampah 3 buah

Kebisingan Rendah

WC umum -

Mushala umum -

Ruang tunggu

Ada

4X8 m2

Bangku

Ruang boarding -

Bangku tempat menunggu Ada

16 buah

Fasilitas penyandang disabilitas -

Assembly Point -

Jalur evakuasi -

Hydrant pemadam kebakaran YA

Page 130: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

343

Sumber: Hasil Observasi Studio, 2015

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya

yaitu kondisi fisik stasiun dan rel kereta api Indihiang yang sudah sangat baik.

Walaupun demikian, stasiun ini hanya memiliki 1 buah lintasan rel dan memiliki

luas yang sangat kecil dibandingkan dengan stasiun Tasikmalaya yang terletak di

Kecamatan Tawang. Kebersihan di stasiun inipun tergolong baik dengan tingkat

kebisingan yang cenderung rendah. Akan tetapi penyediaan fasilitas di stasiun

Indihiang tergolong buruk karena tidak menyediakan fasilitas WC umum,

mushola umum, kios penjual makanan, dan ruang boarding.

Gambar 4. 47 Kondisi Eksisting Stasiun Indihiang Tahun 2015

Sumber: http://heritage.kereta-api.co.id/

Stasiun ini melayani pergerakan kereta api lintas selatan Bandung –

Surabaya yang melalui wilayah Kelurahan Sukamaju Kaler, Kelurahan Sirnagalih,

Kelurahan Parakannyasag. Namun, stasiun ini tidak terlalu berpengaruh dalam

pergerakan penumpang atau barang karena stasiun ini hanya menjadi stasiun

persilangan kereta api, bukan sebagai stasiun pengangkutan ataupun

pemberhentian.

Stasiun Indihiang sebagai stasiun persilangan sebenarnya memiliki

potensi untuk dikembangkan, salah satunya yaitu dengan menjadikan stasiun ini

sebagai spot untuk menjajakan oleh-oleh khas tasik seperti kolom geulis, batik

Keteraturan/ketertiban*

Kios penjual makanan -

Keamanan Baik

Calo -

Page 131: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

344

tasik, makanan khas tasik, dan masih banyak lagi. Hal ini akan menyebabkan

para penumpang yang transit di stasiun ini bisa memberikan kontribusi secara

tidak langsung terhadap pendapatan Kota Tasikmalaya. Walaupun demikian,

berdasarkan hasil wawancara kepada kepala stasiun kereta api Indihiang yang

telah dilakukan, status stasiun ini benar-benar akan difungsikan sebagai stasiun

persilangan dan tidak akan dikembangkan fungsinya lebih lanjut, hal ini

dikarenakan pihak pengelola meupun pemerintah Kota Tasikmalaya

menganggap bahwa akan lebih efisien apabila stasiun ini tetap ditetapkan

sebagai stasiun persilangan.

4.1.8 Analisis Kecenderungan Perkembangan Kegiatan

4.1.8.1 Analisis Kegiatan Eksisting BWP I Indihiang

Kegiatan yang ada pada saat ini diperoleh dari survei primer yang telah

dilakukan dengan mengamati Pola Ruang dan Kegiatan Eksisting pada masing-

masing bangunan di Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes:

Kegiatan Eksisting di Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes saat

ini secara garis besar meliputi:

1. Pertanian (Sawah & Kolam ikan)

2. Pertambangan pasir

3. Perumahan

4. Perdagangan & Jasa (Pasar, Perkantoran)

5. Industri (Kecil & Pergudangan)

6. Perkantoran

7. Campuran( Ruko dan Rukan)

8. Perikanan

9. Perlindungan setempat (sempadan sungai)

4.1.8.2 Prediksi Kegiatan yang Akan Berkembang BWP I Indihiang

Untuk memprediksikan kegiatan yang akan berkembang di BWP I Indihiang,

maka digunakan informasi yang telah diperoleh saat observasi (eksisting), arahan

pemanfaatan ruang pada RTRW Kota Tasikmalaya, analisis perekonomian LQ, dan

analisis shift share.

Berdasarkan penghitungan LQ pada Analisis Perekonomian di Kota Tasikmalaya

terhadap Provinsi Jawa Barat pada sub bab sebelumnya, diketahui bahwa sektor basis di

Kota Tasikmalaya adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan,

Page 132: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

345

sektor keuangan dan sektor jasa karena memiliki nilai LQ > 1. Analisis ini berdasarkan

PDRB Kota Tasikmalaya terhadap Provinsi Jawa Barat dan menentukan sektor apa saja

yang diekspor oleh Kota Tasikmalaya.

Analisis selanjutnya ialah analisis shift share. Analisis shift share digunakan

untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi relatif BWP I Indihiang terhadap

struktur ekonomi Kota Tasikmalaya. Dalam analisis shift share digunakan informasi

proportional shift dan differential shift. Proportional shift menunjukkan perubahan

relatif kinerja suatu sektor di BWP I Indihiang terhadap sektor yang sama di Kota

Tasikmalaya. Sedangkan differential shift menunjukkan seberapa jauh daya saing

industri daerah BWP I Indihiang terhadap perekonomian Kota Tasikmalaya.

Tabel dan grafik analisis shift share sebagai berikut :

Tabel 4. 60 Analisis Shift Share BWP I Indihiang

No Sektor Proportional Shift Differential Shift

1 Pertanian -0,0513 -0,0191

2 Pertambangan

dan penggalian -0,0536 0,0155

3 Industri

pengolahan -0,0050 -0,0183

4 Listrik, gas, dan

air bersih -0,0053 -0,0122

5 Bangunan 0,0572 -0,0623

6

Perdagangan,

hotel, dan

restoran

0,0183 -0,0420

7 Pengangkutan

dan komunikasi -0,0214 0,0012

8

Keuangan,

persewaan, dan

jasa perusahaan

-0,0237 -0,0378

9 Jasa-jasa -0,0468 -0,0003

Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan Kota, 2015

Gambar

Page 133: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

346

Gambar 4. 48 Hasil Analisis Shift Share BWP I Indihiang Terhadap Kota Tasikmalaya

Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan Kota, 2015

Berdasarkan hasil analisis shift share maka diketahui bahwa sembilan sektor

ekonomi dipetakan sebaga berikut :

1. Berkembang (Developing): terdapat dua sektor yaitu, Sektor Bangunan dan Sektor

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

2. Cenderung berpotensi (Highly Potential): terdapat tiga sektor yaitu, Sektor

Pertambangan dan Penggalian, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, dan Sektor

Jasa-Jasa.

3. Terbelakang (Depressed): terdapat ada empat sektor yaitu Sektor Listrik, Gas, dan

Air Bersih, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Pertanian, dan Sektor Keuangan,

Perekonomian, dan Jasa Perusahaan.

Berdasarkan analisis shift share, sektor yang telah berkembang dan berpotensi

dikembangkan lebih besar sehingga menyumbangkan nilai PDRB untuk BWP I Indihiang

ialah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan

dan komunikasi, sektor jasa-jasa, serta sektor pertambangan dan penggalian. Sektor

pertambangan dan penggalian perlu dilihat pula apakah sesuai dengan tujuan,

kebijakan, dan strategi penataan ruang di Kota Tasikmalaya yang terdapat pada RTRWK

Tasikmalaya. Pertambangan dan penggalian tidak terdapat dalam tujuan penataan ruang

Kota Tasikmalaya yaitu Kota Tasikmalaya sebagai pusat perdagangan, jasa, dan industri

kreatif termaju di Jawa Barat, sehingga sektor ini kurang prioritaskan

pengembangannya. Namun dalam 20 tahun kedepan di prediksi kegiatan ini akan

bermunculan, baik galian yang legal maupun yang ilegal.

Page 134: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

347

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari observasi, arahan pemanfaatan ruang

pada RTRW Kota Tasikmalaya, analisis perekonomian LQ, dan analisis shift share,

diketahui bahwa kegiatan yang diperkirakan muncul pada masa yang akan datang

adalah:

1. Kawasan permukiman di sepanjang jalan arteri sekunder dan jalan kolektor

primer (Jl.Letnan Harun, Jl.Ir.Djuanda, Jl. Brigjen Wasita Kusumah, Jl.Laks.RE

Martadinata dan Jl.Dr.Moh Hatta) akan berkembang menjadi kawasan

perdagangan dan jasa. Jalan arteri sekunder dan jalan kolektor primer yang

dimaksud tergambar pada peta berikut ini:

2. Akan berkembangnya industri pergudangan.

3. Kegiatan pertambangan galian c.

4. Kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kebun,

campuran akan berkembang menjadi permukiman karena semakin meluasnya

perkembangan perkotaan.

5. Akan tambah berkembangnya kegiatan perikanan darat.

Page 135: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

348

Gambar 4. 49 Peta Hierarki Jalan di BWP I Indihiang

Sumber: Hasil Analisis, 201

Page 136: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

349

Page 137: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

350

Uraian kegiatan yang diprediksikan akan muncul secara lebih rinci diuraikan sebagai berikut :

Tabel 4. 61 Kegiatan yang Diprediksikan Akan Muncul di BWP I Indihiang

Perumahan Perdagangan dan Jasa Fasilitas Pelayanan Pertanian Industri Pertambangan Perikanan

Jenis Bangunan: Perdagangan: Pendidikan: Pertanian: Industri: Pertambangan

galian C

Kolam

perikanan darat

Rumah Tunggal Warung Makan/Restoran PAUD (Pendidikan Anak Usia

Dini) Perkebunan

Industri Pengolahan Hasil

Pertanian

Rumah Deret Pusat Perbelanjaan dan Niaga SD Pertanian

Lahan Basah Industri Besar

Rumah Sewa/ Penginapan Minimarket SMP

Pertanian

Lahan

Kering

Industri Pengolahan Ikan

Pusat Perikanan SMA Industri kecil dan

Menengah

Fungsi Bangunan: Akademi Pendidikan

Rumah Karyawan Pabrik

Industri

Jenis Barang yg

Diperdagangkan:

Rumah sebagai tempat

industri kecil Makanan & minuman Kesehatan:

Tanaman Klinik Dokter

Hewan Peliharaan Balai Pengobatan

Pakaian dan Aksesoris Klinik Bersalin

Peralatan dan Pasokan

Pertanian Apotik

Peralatan Perikanan

Peralatan Rumah Tangga Olahraga:

Bahan Bangunan dan Perkakas Lapangan olahraga

Hasil Pertanian dan Perikanan Jogging Track

Page 138: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

351

Jasa : Peribadatan:

Jasa bangunan Masjid kecamatan

Jasa lembaga keuangan Masjid lingkungan

Jasa komunikasi Masjid warga

Perumahan Perdagangan dan Jasa Fasilitas Pelayanan Pertanian Industri Pertambangan Perikanan

Jasa pemakaman Musholla/Langar

Jasa perawatan/ perbaikan/

renovasi barang

Jasa bengkel Pemerintahan:

Jasa penyediaan ruang

pertemuan

Pos Keamanan dan Ketertiban

(KAMTIB)

Jasa penyediaan makanan dan

minuman

Jasa travel dan pengiriman

barang Informasi dan Komunikasi:

Jasa pemasaran properti Balai Informasi Wisata

Taman Hiburan Kantor Pos

Studio keterampilan BTS

Bioskop Stasiun Telepon Otomatis

(STO)

Restoran Warnet

Penginapan Hotel

Penginapan Losmen Pelayanan Persampahan:

Tempat Pembuangan Sampah

Sementara (TPS)

Pelayanan Air Bersih dan

Listrik

Page 139: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

352

Loket pembayaran rekening

air minum

Loket pembayaran rekening

listrik

Loket pembayaran rekening

telepon

Perpipaan air bersih

Transportasi:

Lapangan Parkir Umum

Limbah:

MCK/Toilet Umum

Sumber : Matek RDTRK Tasikmalaya dan Hasil Analisis 2015

Page 140: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

353

4.2 Analisis Pengembangan Wilayah BWP II Mangkubumi

4.2.1 Analisis Keterkaitan Regional

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi Jawa Barat, Kota Tasikmalaya ditetapkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan

Wilayah (PKW) pada wilayah pengembangan Priangan Timur (Priatim) -Pangandaran.

Selain itu, Kota Tasikmalaya juga ditetapkan sebagai kawasan andalan pengembangan

Priatim-Pangandaran yang meliputi Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, Kota Garut, Kota

Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran. Penetapan Kota Tasikmalaya sebagai

PKW dan kawasan andalan pengembangan Priatim-Pangandaran, menjadikan Kota

Tasikmalaya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Priangan Timur. Sebagai

pusat pertumbuhan ekonomi, kegiatan perdagangan dan jasa , terutama indutri kreatif,

menjadi salah satu kegiatan utama di kawasan perkotaan Kota Tasikmalaya.

Peran Kota Tasikmalaya sebagai PKW perlu ditunjang dengan berbagai sarana

dan prasarana guna mengoptimalkan fungsi Kota Tasikmalaya sebagai PKW.

Pengotimalan tersebut perlu dilakukan melalui peningkatan akses pelayanan perkotaan

sebagai pusat perdagangan dan industri kreatif serta peningkatan kualitas jangkauan

pelayanan jaringan prasarana yang sinergis dengan pengembangan kegiatan

perdagangan dan industri. Dalam wilayah perencanaan yang dipilih yakni Kecamatan

Indihiang, Bungursari, dan Cipedes yang tergabung dalam BWP I serta Kecamatan

Cihideung dan Mangkubumi yang tergabung dalam BWP II , tentunya terdapat beberapa

hal dari sitem transportasi , sosial kependudukan, ekonomi, fasilitas pelayanan kota yang

berkaitan dengan fungsi Kota Tasikmalaya sebagai PKW. Berikut akan dibahas mengenai

masing-masing wilayah perencanaan BWP II dalam sistem transportasi kota dan

regional, sistem sosial kependudukan kota, sistem perekonomian kota, dan sistem

fasilitas pelayan kota.

4.2.1.1 Wilayah Perencanaan BWP II Mangkubumi Dalam Sistem Transportasi Kota

dan Regional

Keragaman moda transportasi serta akses merupakan fokus dalam analisis

transportasi secara regional. Kecamatan Cihideung di lewati oleh jalan nasional.Jalan

nasional yang berada pada BWP II Mangkubumi ini merupakan akses yang menjadi

penghubung antara kota tasikmalaya dengan daerah lain terutama daerah daerah di

provinsi jawa barat. Selain adanya jalan nasional, terdapat juga jalur kereta api. Moda

transportasi darat yang berbeda memperbesar akses yang ada kedalam dan keluar kota

tasikmalaya. Selain untuk angkutan penumpang, jalan nasional dan jalur kereta api yang

ada di BWP II Mangkubumi ini juga berfungsi sebagai pengangkutan barang.

Page 141: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

354

Pada perencanaan kota tasik malaya sebagai kota transit yang menitik beratkan

perindustrian dan pergudangan maka jalan nasional yang ada di BWP II Mangkubumi

akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kota tasikmalaya. Salah satu implikasi

yang ada adalah meningkatnya perekonomian karena di tunjang oleh transportasi serta

akses yang memadahi kedalam dan keluar kota tasikmalaya. Perekonomian secara

tidak langsung akan terbangun oleh beberapa implikasi.

Salah satu implikasi adalah mudahnya pemasaran yang di jalankan. Dengan

adanya sistem transportasi yang memadahi, potensi dari BWP II Mangkubumi berupa

industri kreatif, hasil produksinya dapat di pasarkan dengan mudah. Selain itu akses

serta sistem transportasi juga akan memperbesar kemungkinan investor dapat masuk ke

dalam industri (kreatif maupun pergudangan) yng Ada di kota tasikmalaya. Selain itu

potensi wisata yang ada di kota tasikmalaya terutama di Mangkubumi akan di tunjang

oleh adanya jalan nasional, jalan lokal yang melewati BWP Mangkubumi.

4.2.1.2. Wilayah Perencanaan BWP II Mangkubumi Dalam Sistem Sosial

Kependudukan Kota

Kependudukan adalah suatu aspek dalam perencanaan yang dapat menjadi

potensi sekaligus bencana dalam suatu pernencanaan. Dalam hal ini hasil analisis dari

kependudukan di suatu daerah dapat di lihat dari komposisi usia produktif dan non

produktif pada suatu daerah. Melihat potensi di daerah Mangkubumi dan Cihideung

yang menintik beratkan pada isu wisata dan industri, maka isu ketenagakerjaan juga

sangatlah terkait.

Implikasi lain dari sistem transportasi yang ada di Cihideung dan Mangkubumi

adalah tenaga kerja. Bila suatu daerah dapat di akses dengan mudah dan terdapat

potensi ekonomi yang baik, maka secara langsung akan menarik tenaga kerja.

Jumlah penduduk yang ada merupakan potensi yang baik bila dimanfaatkan.

Apabila akses dan sistem transportasi yang ada sudah baik maka penduduk sekitar

(dalam cakupan regional) akan tertarik kedalam Kota Tasikmalaya. Hal ini bukanlah

suatu masalah, mengingat kebutuhan akan sumber daya juga akan meningkat seiring

berkembangnya daerah di sekitar Mangkubumi dan Cihideung.

Page 142: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

355

Tabel 4. 62 Jumlah Penduduk Pada Usia Produktif di BWP I Indihiang

No Kecamatan Kelompok Umur (Jiwa)

0-14 Tahun 15-64 Tahun 65+ Tahun Jumlah

1 Kawalu 25.630 57.414 4.134 87.178

2 Tamansari 19.646 42.558 2.761 64.965

3 Cibeureum 17.458 41.488 3.334 62.280

4 Purbaratu 10.842 25.811 2.153 38.806

5 Tawang 16.132 44.451 3.516 64.099

6 Cihideung 20.169 49.289 3.552 73.010

7 Mangkubumi 24.984 58.592 3.665 87.241

8 Indihiang 13.874 32.467 2.454 48.795

9 Bungursari 14.335 30.179 2.347 46.861

10 Cipedes 21.824 50.961 3.865 76.650

Total 184.894 433.210 31.781 649.885

4.2.1.3 Wilayah Perencanaan BWP II Mangkubumi Dalam Sistem Perekonomian Kota

Sektor-sektor perekonomian memiliki peranan yang cukup berpengaruh

dalam menciptakan nilai PDRB pada suatu daerah, sehingga sangat menentukan

potensi perekonomian di BWP II Mangkubumi, yaitu Kecamatan Mangkubumi dan

Kecamatan Cihideung. Tingginya peranan suatu sektor dalam perekonomian, akan

memberikan gambaran bahwa sektor tersebut merupakan sektor andalan wilayah

tersebut yang terus dapat dikembangkan dan dapat menjadi mesin peningkat

perekonomian agar semakin berkembang.

Page 143: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

356

Gambar 4. 50 Grafik PDRB Kecamatan di BWP II Tahun 2013 (Juta Rupiah)

Sumber: BPS Kota Tasikmalaya

Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa peranan sektoral di

Kecamatan Cihideung dan Kecamatan Mangkubumi memiliki ciri khas potensi

perekonomian tersendiri. Di Kecamatan Cihideung pada tahun 2013 penyumbang

utama terhadap pembentukan PDRB kecamatan ini adalah sektor perdagangan,

hotel dan restoran yaitu sebesar Rp. 825,59 juta, disusul oleh sektor bangunan

dengan sebesar Rp. 439,11 juta, sedangkan di posisi ketiga di tempati sektor

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar Rp. 374,75 juta.

Sedangkan Kecamatan Mangkubumi, didominasi sektor perdagangan, hotel

dan restoran terhadap pembentukan PDRB Kecamatan Mangkubumi pada tahun

2013, menunjukkan angka paling besar dibandingkan dengan sembilan kecamatan

lainnya yaitu sebesar Rp. 581,35 juta. Sektor bangunan menempati posisi kedua

yaitu sebesar Rp. 259,77 juta, sedangkan sektor industri pengolahan menempati

posisi ketiga yaitu sebesar Rp. 193,26 juta.

Dari data tersebut, terlihat bahwa sektor perekonomian unggulan yang

terus dapat dikembangkan dan menjadi mesin peningkat perekonomian agar

semakin berkembang dalam pengembangan BWP II Kecamatan Mangkubumi dan

Cihideung, yaitu seperti yang tertera pada tabel berikut.

Page 144: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

357

Gambar 4. 51 Sektor Unggulan di BWP II Mangkubumi

KECAMATAN MANGKUBUMI KECAMATAN CIHIDEUNG

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Bangunan

Industri Pengolahan Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Sumber: Analisis Studio Kota Tasikmalaya

Dari tabel di atas terlihat bahwa sektor perekonomian unggulan yang terus

dapat dikembangkan dan menjadi mesin peningkat perekonomian agar semakin

berkembang dalam pengembangan BWP II adalah:

a. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang tersebar di kecamatan

Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung

b. Sektor bangunan yang tersebar di kecamatan Mangkubumi dan

Kecamatan Cihideung

c. Sektor industri pengolahan yang terdapat di kecamatan Mangkubumi

d. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang terdapat di

kecamatan Cihideung

Apabila dilihat secara kota, PDRB Kecamatan Cihideung dan Kecamatan

Mangkubumi yang merupakan bagian dari BWP II, memiliki nilai yang cukup besar

dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di Kota Tasikmalaya, seperti bisa

dilihat di Grafik berikut ini.

Gambar 4. 52 Grafik Perbandingan PDRB Kecamatan di Kota Tasikmalaya Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2013 [juta rupiah]

Sumber: BPS Kota Tasikmalaya, 2014

0500

1000

1500

2000

2500

Cihideung TawangMangkub

umiKawalu Cipedes Indihiang

Cibeureum

Purbaratu TamansariBungursar

i

2013 2270.89 1745.61 1462.61 1366.11 1198.01 785.88 752.06 710.57 471.78 469.15

Page 145: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

358

Dari grafik di atas terlihat bahwa Kecamatan Cihideung memiliki PDRB atas

harga berlaku yang paling besar di antara kecamatan lain di Kota Tasikmalaya,

yaitu sebesar Rp. 227.892.000,00 pada tahun 2013. Sementara untuk Kecamatan

Mangkubumi PDRB atas harga berlaku-nya berada diurutan ketiga setelah

Kecamatan Cihideung dan Kecamatan Tawang, yaitu sebesar Rp. 146.200.000,00

pada tahun 2013.

Sementara itu, PDRB per kapita atsswas harga berlaku Kota Tasikmalaya

sendiri pada tahun pada tahun 2013 sebesar Rp. Rp. 11.232,06 M. Apabila

dibandingkan dengan PDRB Kecamatan, terlihat bahwa PDRB Kecamatan

Cihideung menjadi penyumbang paling besar Kota Tasikmalaya. Selain itu, untuk

PDRB Kecamatan Mangkubumi juga cukup besar dalam menyumbang PDRB Kota

Tasikmalaya. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kecamatan yang termasuk ke

dalam BWP II tersebut memiliki kontribusi yang cukup besar untuk perkembangan

perekonomian Kota Tasikmalaya.

Selain dilihat dari PDRB Kecamatan di Kota Tasikmalaya, dapat pula dilihat

dari sektor-sektor pereknomian skala Kota Tasikmalaya untuk melihat sektor

mana yang memberikan kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan

perekonomian kota Tasikmalaya, seperti yang dapat dilihat di grafik berikut ini.

Gambar 4. 53 Grafik PDRB Per Sektor Kota Tasikmalaya Tahun 2013

Sumber: BPS Kota Tasikmalaya, 2014

Page 146: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

359

Dari grafik tersebut, dapat dilihat bahwa peranan sektor perdagangan,

hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor bangunan di Kota

Tasikmalaya merupakan sektor yang paling berpengaruh di Kota Tasikmalaya

karena memiliki persentase yang paling besar dalam PDRB Kota Tasikmalaya.

Sektor Perdagangan, hotel, dan restoran memiliki nilai kontribusi paling besar

yaitu 33,44%, sektor industri pengolahan sebesar 14,60%, dan terakhir adalah

sektor bangunan sebesar 13,88%.

Apabila dibandingkan dengan bahasan sebelumnya mengenai sektor

unggulan, hal ini tentu saling mendukung bahwa sektor bangunan dan sektor

perdagangan, hotel, dan restoran di BWP II Mangkubumi memiliki kontribusi yang

cukup besar, baik untuk perkembangan perekonomian di BWP II Mangkubumi

maupun untuk perkembangan perekonomian di Kota Tasikmalaya. Untuk melihat

kontribusi sektor-sektor yang paling berpengaruh di BWP II Mangkubumi

terhadap Kota Tasikmalaya, dapat dijelaskan melalui tabel berikut ini.

Tabel 4. 63 Peranan Sektor Terhadap Total PDRB Setiap Kecamatan di Kota Tasikmalaya Tahun

2013 (Persen)

Sumber: BPS Kota Tasikmalaya

Dari tabel di atas terlihat bahwa di BWP II Mangkubumi untuk sektor

perdagangan, hotel dan restoran memiliki peranan yang paling besar untuk sektor

tersebut di Kota Tasikmalaya, yaitu sebesar 39,76% untuk kecamatan

Mangkubumi, dan 36,36% untuk kecamatan Cihideung. Selanjutnya adalah sektor

bangunan dengan peranan sebesar 17,77% untuk Kecamatan Mangkubumi, dan

19,34% untuk Kecamatan Cihideung. Sementara itu, sektor industri pengolahan di

Kecamatan Mangkubumi nilainya cukup besar di antara sektor lainnya di

kecamatan tersebut, yaitu sebesar 13,22%. Sedangkan sektor keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan juga memiliki nilai yang cukup besar

dibandingkan dengan sektor lain di Kecamatan Cihideung, yaitu sebesar 16,50%.

Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor yang memiliki nilai yang cukup

besar secara keseluruhan, belum tentu memiliki peranan yang besar dalam

PertanianPertambangan

dan Penggalian

Industri

Pengolahan

Listrik,

Gas, &

Air

Bersih

Bangunan

Perdagangan,

Hotel , dan

Restoran

Pengangkutan

dan

Komunikasi

Keuangan,

Persewaan,

& Jasa

Perusahaan

Jasa-jasa

Mangkubumi 8,13 0,00 13,22 2,43 17,77 39,76 9,90 1,54 7,23 100

Cihideung 0,35 0,00 5,11 1,59 19,34 36,36 13,36 16,50 7,40 100

Indihiang 9,60 0,00 15,84 1,34 8,34 35,72 15,79 3,78 9,56 100

Cipedes 1,28 0,00 10,58 2,29 19,84 34,45 15,43 4,79 11,32 100

Tamansari 15,01 0,00 24,34 1,89 8,62 33,65 4,89 2,27 9,33 100

Bungursari 8,92 0,00 14,74 1,98 11,15 31,94 8,45 2,43 20,34 100

Purbaratu 9,21 0,00 22,76 1,74 7,80 31,63 8,42 3,45 15,00 100

Tawang 0,35 0,00 5,21 1,23 15,98 31,31 13,63 20,44 11,85 100

Kawalu 8,09 0,00 31,47 2,58 4,84 30,79 11,16 2,05 9,01 100

Cibeureum 15,54 0,00 26,84 1,59 8,12 20,81 9,98 2,64 14,47 100

Kota Tasikmalaya 5,77 0,00 14,60 1,87 13,88 33,44 11,84 8,30 10,31 100

Kecamatan

Sektor

Total

Page 147: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

360

menunjang nilai PDRB di Kota Tasikmalaya. Misalnya untuk sektor perdagangan,

hotel, dan restoran di Kecamatan Cihideung, sektor ini sebenarnya memiliki nilai

yang paling besar di antara sektor lain dalam PDRB per sektor tiap kecamatan.

Namun, ternyata sektor tersebut menyumbang lebih kecil dibandingkan dengan

sektor tersebut di Kecamatan Mangkubumi yang nilainya relatif lebih kecil. Hal ini

bisa disebabkan karena persentase kontribusi di kecamatan lain juga berpengaruh

pada sektor yang sama, sehingga kontribusi masng-masing sektor tidak terlalu

besar selisihnya.

Kontribusi sektor-sektor unggulan di BWP II Mangkubumi dalam

perkembangan perekonomian kota Tasikmalaya yang telah dibahas sebelumnya

dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Gambar 4. 54 Kontribusi Sektor Unggulan di BWP II untuk Kota Tasikmalaya

Sumber: Analisis Studio Kota Tasikmalaya

Dari grafik di atas, terlihat bahwa persentase kontribusi sektor

perdagangan, hotel, dan restoran di BWP II memiliki kontribusi untuk PDRB Kota

Tasikmalaya yang paling besar, yaitu sebesar 37,69%. Selanjutnya adalah sektor

keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang ada di Kecamatan Cihideung

berkontribusi sebesar 19,34% untuk PDRB Kota Tasikmalaya. Sedangkan sektor

industri pengolahan yang terdapat di Kecamatan Mangkubumi menyumbangkan

sebesar 13,22%, dan yang terakhir adalah sektor bangunan yang tersebar di kedua

kecamatan tersebut menyumbangkan sebesar 12% untuk PDRB Kota Tasikmalaya.

Dengan besarnya kontribusi sektor-sektor tersebut di BWP II terhadap

perekonomian Kota Tasikmalaya, maka sektor-sektor tersebut perlu

dipertahankan dan dikembangkan lagi karena memiliki kontribusi terhadap PDRB

yang cukup besar, sehingga tidak hanya untuk perkembangan perekonomian di

Page 148: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

361

BWP II saja, melainkan juga perkembangan perekonomian di Kota Tasikmalaya.

Tidak hanya itu, sebagai sektor unggulan di BWP II, keempat sektor tersebut dapat

terus dikembangkan dan diharapkan dapat menjadi mesin peningkat

perekonomian di Kota Tasikmalaya agar semakin berkembang.

4.2.1.4 Wilayah Perencanaan BWP II Mangkubumi Dalam Sistem Fasilitas Pelayanan

Kota

Kota sebagai pusat pelayanan kebutuhan masyarakat memerlukan fasilitas-

fasilitas yang dapat menjamin kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dalam rencana

sistem perkotaan Provinsi Jawa Barat, Kota Tasikmalaya ditetapkan sebagai Pusat

Kegiatan Wilayah (PKW) di wilayah Priangan Timur, dengan peran menjadi pusat

koleksi dan distribusi skala nasional. Berdasarkan analisis tata ruang Kota

Tasikmalaya, Kecamatan Mangkubumi, tepatnya di Kelurahan Mangkubumi

ditetapkan sebagai Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK) yang melayani Bagian Wilayah

Perencanaan (BWP) II yang mencakup Kecamatan Mangkubumi dan Kecamatan

Cihideung. Penetapan SPK ini dilakukan berdasarkan pertimbangan kemudahan

akses, dan lokasi yang cukup strategis diantara kecamatan-kecaman lain di BWP II.

Sebuah SPK harus dilengkapi dengan fasilitas minimum yang perlu ada

untuk mendorong berfungsinya SPK tersebut. Berdasarkan analisis kondisi

eksisting, fasilitas pelayanan yang terdapat di masing-masing Kecamatan masih

belum memenuhi fasilitas minimum untuk Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK), hal

tersebut menunjukkan bahwa tingkat pelayanan fasilitas masih kurang.

Oleh karena itu, BWP II harus dilengkapi dengan fasilitas minimum yang

perlu ada untuk mendorong berfungsinya BWP tersebut, baik untuk kebutuhan

masyarakat di BWP II maupun untuk masyarakat Kota Tasikmalaya secara

keseluruhan. Namun, pembangunan atau peningkatan fasilitas tersebut juga perlu

dilengkapi dengan peningkatan dalam kualitas pelayanan fasilitas sehingga dapat

memenuhi kebutuhan penduduk di dalam wilayah pelayanan.

Berdasarkan kondisi eksisting fasilitas pelayanan skala Kota Tasikmalaya

yang berada di BWP II antara lain:

1. Fasilitas Pendidikan

Fasilitas pendidikan yang tersedia di BWP II, Kecamatan Mangkubumi

dan Kecamatan Cihideung pada tahun 2013 meliputi :

a. Taman Kanak-kanak sebanyak 20 unit yang tersebar hampir di setiap

kelurahan kecuali: di Kecamatan Mangkubumi: Kelurahan Sambongpari

dan Cigantang;

b. SD/MI sebanyak 65 unit yang tersebar di setiap kelurahan;

c. SLTP/MTs sebanyak 11 unit yang terdapat di Kelurahan Sambongjaya,

Linggajaya, dan Cipari di Kecamatan Mangkubumi; dan Kelurahan

Page 149: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

362

Tugujaya, Tuguraja, Yudanagara, Cilembang, dan Argasari di Kecamatan

Cihideung.

d. SLTA/MA sebanyak 5 unit yang hanya terdapat di Kelurahan

Sambongjaya dan Karikil di Kelurahan Mangkubumi, serta Kelurahan

Tuguraja dan Cilembang di Kecamatan Cihideung.

Di kedua kecamatan yang ada di Bagian Wilayah Perencanaan II tersebut

terdapat fasilitas pendidikan yang fungsinya melayani Kota Tasikmalaya.

Fasilitas pendidikan yang tersebut adalah:

a. UPI Tasikmalaya, terletak di Jalan Dadaha, No.18 Kecamatan

Cihideung, Kota Tasikmalaya

b. Sekolah Tinggi Hukum Galunggung (STHG), terletak di Jalan Gunung

Tugu-Cipicung, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya

c. STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam), terletak di Jalan Tentara Pelajar,

No.58, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya

d. Akbid Kebidanan Syahida Mangkubumi, di Jalan A. H. Nasution,

Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya

Page 150: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

363

Gambar 4. 55 Peta Persebaran Perguruan Tinggi BWP II Magkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 151: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

364

Untuk fasilitas pendidikan BWP II yang melayani Kota Tasikmalaya,

jumlahnya didominasi oleh institusi swasta, dan dengan jumlah penduduk

yang akan terus bertambah, sebaiknya perguruan tinggi negeri di Kota

Tasikmalaya jumlahnya ditambah. Hal ini sangat dibutuhkan untuk kemajuan

pendidikan di Kota Tasikmalaya itu sendiri.

2. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang tersedia di Kecamatan Mangkubumi dan

Cihideung tahun 2014 antara lain meliputi:

Rumah Sakit sebanyak 2 unit, terdapat di Kecamatan Cihideung tepatnya

di Kelurahan Tuguraja dan Arjasari;

Rumah bersalin sebanyak 5 unit, terdapat di Kecamatan Cihideung;

Puskesmas Pembantu, sebanyak 9 unit, terdapat di Kecamatan

Cihideung 3 unit dan 6 unit di Kecamatan Mangkubumi;

Posyandu, sebanyak 96 unit yang tersebar di setiap kelurahan di

Kecamatan Mangkubumi;

Puskesmas sebanyak 2 unit, terdapat di Kecamatan Mangkubumi,

tepatnya di Kelurahan Mangkubumi dan Sambongpari.

Fasilitas kesehatan di BWP II yang melayani Kota Tasikmalaya pada

tahun 2014 meliputi:

a. Rumah Sakit TMC di Kelurahan Tuguraja, Kecamatan Cihideung

b. Rumah Sakit Jasa Kartini di Kelurahan Arjasari, Kecamatan Cihideung

Melihat kondisi bahwa rumah sakit yang berada di BWP II keduanya

terletak di Kecamatan Cihideung, serta kepemilikannya yang dimiliki oleh

swasta, maka pemerintah perlu membangun kembali rumah sakit

pemerintah di Kota Tasikmalaya. Hal ini terjadi karena di Kota Tasikmalaya

hanya ada satu rumah sakit pemerintah, yaitu RSUD Dr. Soekarjo Kota

Tasikmalaya yang terletak di Kelurahan Empangsari, Kecamatan Tawang, Kota

Tasikmalaya. Namun, RSUD tersebut tidak hanya melayani penduduk Kota

Tasikmalaya, melainkan juga penduduk dari Kota atau Kabupaten lain yang

berada di wilayah Priangan Timur. Pembangunan rumah sakit milik

pemerintah ini dibutuhkan karena penduduk Kota Tasikmalaya yang semakin

bertambah sehingga warga Kota Tasikmalaya bisa mendapatkan pelayanan

fasilitas kesehatan yang ada di Kota Tasikmalaya itu sendiri.

Page 152: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

365

Gambar 4. 56 Peta Persebaran Rumah Sakit di BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 153: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

366

3. Fasilitas Ekonomi

Fasilitas ekonomi mempunyai peranan penting dalam menggerakkan

dan menumbuhkan perekonomian masyarakat. Oleh karena itu harus dilihat

tidak hanya dari sisi geografi, sistem transportasi dan marketrange atau

jangkauan, tapi juga daya pendorong (forward linkage) dan daya penarik

(backward linkage).

Pasar sebagai fasilitas ekonomi yang memungkinkan terjadinya

transaksi ekonomi memainkan peran krusial dalam mengalokasikan

sumberdaya, modal dan mendistribusikan produk serta penghasilan. Pasar

sebagai pusat kegiatan ekonomi harus kompetitif dan memiliki mekanisme

yang mampu mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang mendorong

terciptanya efisiensi dan efektivitas yang optimal kegiatan ekonomi

masyarakat.

Fasilitas ekonomi di BWP II yang melayani Kota Tasikmalaya terbagi

menjadi dua jenis, yaitu:

a. Pasar Tradisional

Pasar Tradisional yang dibina oleh Dinas Koperasi Usaha Mikro

Kecil dan Menengah Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya

sebanyak 7 (tujuh) pasar dan mampu menampung pedagang sebanyak

5.689 pedagang, melibatkan tenaga kerja sebanyak 9.612 orang untuk

keseluruhan Kota Tasikmalaya. Sementara untuk BWP II sendiri dapat

dilihat di tabel berikut ini.

Tabel 4. 64 Pasar Tradisional di BWP II Mangkubumi

No Nama Pasar Alamat Wilayah

Kecamatan

Jumlah

Kios

Luas

Pasar

(m2)

Tahun

Pembangunan

Tenaga

Kerja

1 Ps.

Cikurubuk

Jl. Residen

Ardiwinangun

Mangkubumi 2.772 43.120 1994 8.266

2 Ps.

Padayungan

Jl. Perintis

Kemerdekaan

Cihideung 261 9.000 1995 93

Sumber: Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kota

Tasikmalaya

Dari ketiga pasar tersebut, Pasar Cikurubuk merupakan pasar

tradisional terbesar, terluas dan terlengkap se-Priangan Timur, dengan

luas 43.120 m2, banyak los 10 blok dan jumlah kios 2.772 kios. Pasar ini

tidak hanya dikunjungi oleh warga Kota Tasikmalaya saja, tetapi juga

oleh warga penduduk Kabupaten/Kota lain seperti warga Kabupaten

Tasikmalaya, Garut, Ciamis dan Kota Banjar. Di Pasar Cikurubuk

terdapat pedagang grosir yang menjual barang-barang partai besar

Page 154: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

367

untuk dijual eceran di pasar-pasar lainnya, bahkan pasar-pasar lain yang

ada di kota Tasikmalaya pun berbelanja ke pasar Cikurubuk.

Page 155: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

368

Gambar 4. 57 Peta Persebaran Pasar Tradisional di BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 156: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

369

b. Pasar Modern

Sebagai Kota Industri dan Perdagangan maka untuk melayani

kebutuhan warganya maka telah berdiri berbagai pasar modern di Kota

Tasikmalaya mulai dari minimarket, supermarket sampai dengan

Departemen store. Pasar modern di BWP II Mangkubumi yang melayani

Kota Tasikmalaya pada tabel berikut ini.

Tabel 4. 65 Pasar Modern di BWP II Mangkubumi yang Berskala Kota

Sumber: Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Perindustrian dan

Perdagangan Kota Tasikmalaya

Dari tabel di atas, terlihat bahwa pasar modern skala kota yang ada di

BWP II semuanya berada di Kecamatan Cihideung. Sementara di Kecamatan

Mangkubumi tidak terdapat pasar modern.

Saat ini perkembangan pasar modern di Kota Tasikmalaya cukup pesat

ditambah cabang-cabang usaha pasar modern yang merambah tersebar ke

pelosok daerah dan berdekatan dengan pasar tradisional dengan istilah populer

mini market seperti Alfamart, Indomart,Yomart, Smacomart dan lain-lain,

sehingga pasar tradisional tersaingi dan kalah bersaing. Pasar Modern ini

merupakan tantangan dan ancaman bagi pasar tradisional.

Melihat kondisi seperti ini, untuk menjaga kelangsungan dan kemajuan

pasar tradisional, diperlukan penataan sarana dan prasarana fisik pasar

tradisional sehingga terwujud pasar tradisional yang modern. Diharapkan

keberadaan pasar tradisional dapat dipertahankan, dan tetap menjadi pilihan

pembeli (konsumen) dalam pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.

Revitalisasi pasar tradisional di Kota Tasikmalaya perlu dilakukan untuk

meningkatkan kondisi sarana dan prasarana pasar tradisional sehingga tercipta

lingkungan pasar tradisional modern sebagai pasar percontohan yang mampu

NO NAMA DAN JENIS PASAR ALAMAT LUAS [Ha]

 Yogya HZ  Jl. HZ Mustofa No. 124 Kel. Yudanegara Kec. Cihideung 9,454.72

 Asia Toserba  Jl. HZ. Mustofa No. 72 Kel. Yudanegara Kec. Cihideung 1,446.41

 Samudra Toserba  Jl. HZ. Mustofa No. 123 Kel. Yudanegara Kec. Cihideung 4,810.29

 Agung   Jl. HZ. Mustofa No. 126 Kel. Yudanegara Kec. Cihideung 1,218.50

 Giant 

Jl. Pasar Wetan Komplek Mayasari Plaza Kel. Argasari

Kec. Cihideung 1

Plaza Asia (PT. Asia SanPrima Jaya) Jl. HZ. Mustofa Kel. Tuguraja Kec. Cihideung 27,904.40

  Mega M (PT. Matahari Putra Prima)  Jl.  Veteran No. 10 Kel. Cilembang Kec. Cihideung 8,331.35

 Borobudur Dept. Store (PT. Cardo 

Lestari Indonesia)

Jl. Pasar Wetan Komplek Mayasari Plaza Kel. Argasari

Kec. Cihideung 2,468

Supermarket

Departemen Store

1.

2.

Page 157: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

370

bersaing dengan pasar modern, menciptakan suasana pasar yang bersih,

nyaman, aman dan tertib agar menarik para calon konsumen berbelanja di pasar

tradisional.

4.2.2 Analisis Pola Ruang

4.2.2.1 Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lahan BWP II Mangkubumi

Rencana pengembangan kawasan berdasarkan daya dukung, kesesuaian lahan, dan daya

tampung bertuuan untuk mengetahui kemampuan lahan BWP II Kota Tasikmalaya

berdasarkan aspek kemampuan lahan. Metoda analisis yang digunakan dalam analisis pola

ruang BWP II adalah sebagai berikut

. Gambar 4. 58

Grafik Metoda analisis yang digunakan dalam analisis pola ruang BWP II

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 158: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

371

4.2.1 Analisis Daya Dukung Lahan

Analisis daya dukung dilakukan untuk menilai kemampuan lahan dalam mendukung

perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain di dalamnya. Daya dukung lahan atau land

carrying capacity adalah batas atas dari pertumbuhan suatu populasi, di mana jumlah

populasi tersebut tidak dapat lagi didukung oleh lahan yang ada. Atau secara lebih singkat

dapat dijelaskan sebagai batas aktivitas manusia yang berperan dalam perubahan

lingkungan.Hal ini dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu

ekosistem menahan akibat dari penggunaan yang dilakukan.Daya dukung lahan ditentukan

oleh banyak faktor baik biofisik maupun sosial-ekonomi-budaya yang saling

mempengaruhi.Daya dukung tergantung pada persentasi lahan yang dapat digunakan untuk

peruntukan tertentu yang berkelanjutan dan lestari, persentasi lahan ditentukan oleh

kesesuaian lahan untuk peruntukan tertentu.

a. Analisis Fungsi Kawasan

Analisis ini dilakukan untuk menentukan fungsi utama dari wilayah perencanaan,

yaitua kawasan lindung dan budidaya.Penentuan kawasan lindung didasarkan pada

Ketentuan Presiden nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Page 159: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

372

Gambar 4. 59 Prosedur Penataan Kawasan Lindung

Sumber: Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990

Analisis dilakukan pada kawasan lindung dan budidaya, menunjukkan bahwa BWP II

Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa:

1. Tidak terdapat kawasan suaka alam

2. Tidak terdapat kawasan bergambut

3. Skor hasil perhitungan overlay terhadap curah hujan, kemiringan lereng, dan

kepekaan tanah mempunyai nilai 85 yang berarti kurang dari syarat untuk

menjadi kawasan resapan air (skor 125-174) dan hutang lindung (skor >175).

Selain itu kondisi morfologi BWP II menunjukkan bahwa tidak terdapat

kawasan dengan kemiringan > 40% dan di atas 2000m

4. Terdapat kawasan perlindungan setempat, yaitu : Sempadan situ (Situ Gede),

Daerah Irigasi (DI) - meliputiDI Ciromban, yang berada di Kecamatan

Cihideung;DI Cinunut, yang berada di Kecamatan Cihideung;DI Situ Gede,

yang berada di Kecamatan Cihideung.

Page 160: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

373

Tabel 4. 66 Luas Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya di BWP II Mangkubumi

No. Fungsi Kawasan Luas (ha)

1. Budidaya 2525

2. Lindung 262

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 161: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

374

Gambar 4. 60 Peta Fungsi Kawasan BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 162: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

375

a. Analisis Kemampuan Lahan

Analisis dilakukan pada kawasan budidaya untuk memperoleh gambaran tingkat

kemampuan lahan berupa :

1. Aspek Kemampuan Lahan Morfologi

2. Aspek Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi

3. Aspek Kemampuan Lahan Drainase

4. Aspek Kemampuan Lahan Kerentanan Bencana

SKL Morfologi

Berdasarkan kelas kemiringan lereng maka kondisi morfologi lahan yang datar akan

memudahkan dikembangkan untuk kawasan perkotaan dan sebaliknya, semakin

tinggi kemiringan lereng semakin sulit untuk pengembangan kawasan perkotaan.

Morfologi di BWP II Kota Tasikmalaya cenderung seragam, yaitu datar sampai

dengan landai sedang sekitar 0-15% dan 15-40%.Hanya beberabpa lokasi yang 15-

40%. Oleh karena itu kemampuan lahan morfologi dibagi menjadi :

1. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria baik sekali diperuntukkan bagi

wilayah dengan kemiringan lereng 0-5%.

2. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria baik diperuntukkan bagi wilayah

dengan kemiringan kemiringan lereng 5-15%

3. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria sedang diperuntukkan bagi

wilayah dengan kemiringan kemiringan lereng 15-40%

No Kemiringan Lereng Nilai Keterangan

1. 0 – 5% 5 Baik Sekali

2. 5 – 15% 4 Baik

3. 15 – 40% 3 Sedang

Page 163: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

376

Page 164: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

377

Gambar 4. 61 Peta SKL Morfologi BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 165: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

378

SKL Kestabilan Pondasi

Kestabilan pondasi menggambarkan kondisi lahan/wilayah yang mendukung stabil atau

tidaknya suatu bangunan atau kawasan terbangun.Untuk melihat kemampuan lahan

terhadap kestabilan pondasi, maka perlu dilihat dari sifat dan jenis tanah.

Berdasarkan jenis tanah, jenis tanah latosol yang berasal dari pelpukan bahan induk vulkanik

baik tuff maupun batuan beku dianggap paling baik dibandingkan dengan jenis tanah

alluvial, yang merupakan tanah sedimentasi dari sungai atau pantai, dan tanah podsolik

hidromorf mudah lepas bagian atasnya sehingga rawan terhadap erosi.

Oleh karena itu, maka kelas kemampuan lahan kestabilan pondasi di BWP II dapat dibagi

menjadi 3 satuan, yaitu :

1. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria baik sekali diperuntukkan

bagi wilayah dengan jenis tanah latosol atau alluvial.

2. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria baiki diperuntukkan bagi

wilayah dengan jenis tanah podsolik hidomorf

3. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria sedang diperuntukkan bagi

wilayah dengan jenis tanah latosol

No. Jenis Tanah Nilai Keterangan

1 Latosol 5 Baik sekali

2 Podsol Merah Kuning 4 Baik

3 Regosol 3 Sedang

Page 166: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

379

Gambar 4. 62 Peta SKL Kestabilan Pondasi BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 167: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

380

SKL Drainase

Kemampuan lahan dalam menunjang sistem drainase dan pematusan alamiah sangat

dibutuhkan dalam pengembangan perkotaan. Kemampuan lahan yang baik ,

ditunjukkan dengan relative mudah pembuatan drainase serta karakteristik fisik lahan

yang memudahkan terjadinya pengaliran dan pematusan atau penyerapan air buangan

sehingga akan mengurangi terjadinya genangan air atau banjir. Kemampuan lahan

drainase sangat dipengaruhi oleh bentuk morfologi yaitu kemiringan lainnya, fakto lain

yang berpengaruh adalah jenis tanah dan sifat fisik batuan atau tanah.

Untuk kondisi BWP II Kota Tasikmalaya,jenis tanah podsolik merah kuning merupakan

tanah yang terbentuk karena curah hujan yang tinggi dan suhu yang rendah, jenis tanah

latosol merupakan tanah yang berwarna merah hingga coklat dan memiliki profil tanah

yang dalam, mudah menyerap air. Sedangkan tanah regosol berbutir kasar, berwarna

kelabu sampai kuning,,dan bahan organik rendah. Sifat tanah regosol yang demikian

membuat tanah tidak dapat menampung air dan mineral.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kemampuan lahan drainase di BWP II Kota

Tasikmalaya dibagi ke dalam beberapa satuan yaitu :

1. Kemampuan lahan drainase dengan kriteria baik sekali diperuntukkan bagi wilayah

jenis tanah podsolik merah kuning dengan kemiringan lereng 5-40%

2. Kemampuan lahan drainase dengan kriteria baik diperuntukkan bagi wilayah jenis

tanah podsolik merah kuning dengan kemiringan lereng 0-5%

3. Kemampuan lahan drainase dengan kriteria sedang diperuntukkan bagi wilayah

jenis tanah podsolik merah kuning dengan kemiringan lereng 0-5%

4. Kemampuan lahan drainase dengan kriteria kurang baik diperuntukkan bagi wilayah

jenis tanah podsolik merah kuning dengan kemiringan lereng 0-40%

No. Jenis Tanah Kemiringan Nilai Keterangan

1 Podsolik Merah Kuning 5-40% 5 Baik sekali

2 Latosol 0-5% 4 Baik

3 Podsolik Merah Kuning 0-5% 3 Sedang

4 Regosol 0-40% 2 Kurang Baik

Page 168: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

381

Gambar 4. 63 Peta SKL Drainase BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 169: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

382

SKL Kerentanan Bencana

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan lahan terhadap kemungkinan

terjadinya bencana alam, dan menggunakan kriteria kawasan yang pernah mengalami

bencana alam. Untuk kondisi BWP II Kota Tasikmalaya, kawasan rentan bencana alam

yang perlu diperhitungkan adalah aliran lahar.

Page 170: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

383

Gambar 4. 64 Peta SKL Kerentanan Bencana BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 171: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

384

b. Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi kemampuan lahan bertujuan untuk memperoleh gambaran daya dukung

lahan jika ditinjau dari aspek fisik lahan. Digolongkan menjadi tiga yaitu kawasan

pengembangan, kendala, dan limitasi.

Berdasarkan bobot dan nilai masing-masing satuan kemampuan lahan maka dapat

dihitung total nilai akhir tiap kawasan, yaitu dengan menggunakan rumus (total nilai =

nilai x bobot) dengan metoda superimpose. Dari total nilai tersebut dibuat 3 kelas

menjadi :

1. Kelas kemampuan lahan 1, merupakan kawasan pengembangan. Kawasan ini dapat

dan siap dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

2. Kelas kemampuan lahan 2, merupakan kawasan kendala. Kawasan ini terdapat

beberapa hambatan fisik lahan terkait pengembangan kawasannya.

3. Kelas kemampuan lahan 3, merupakan kawasan limitasi. Kawasan ini merupakan

kawasan yang tidak layak dikembangkan dan seharusnya termasuk dalam kawasan

lindung seperti sempadan situ, kawasan rawan bencana, ketinggian di atas 1000

meter, dan kemiringan lahan >40%

No. Klasifikasi Kawasan Luas (ha)

1. Potensi 2525

2. Limitasi 262

3. Kendala 1670

Page 172: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

385

Gambar 4. 65 Peta Daya Dukung Lahan BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 173: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

386

4.2.2.2 Analisis Kesesuaian Lahan BWP II Mangkubumi

Analisis kesesuaian lahan ini akan menjadi dasar utama dalam menentukan pola

ruang, terutama dalam menentukan kawasan lindung dan kawasan budidaya di Kecamatan

Mangkubumi dan Cihideung. Selain itu, identifikasi formasi area yang sesuai untuk

pengembangan penggunaan lahan tertentu tercakup pula identifikasi kawasan-kawasan

yang seharusnya dipertahankan karena memiliki faktor pembatas tertentu sehingga akan

merugikan bahkan membahayakan bila dikembangkan. Kawasan-kawasan seperti ini

nantinya akan diusulkan pemanfaatannya sebagai kawasan lindung yang tidak dapat

dibudidayakan atau kawasan budidaya non terbangun yang tidak untuk dialih fungsikan,

sehingga tidak memberikan dampak yang negatif.

Untuk menentukan kawasan lindung dan kawasan budidaya terbangun dan non

terbangun, digunakanlah beberapa analisis kondisi fisik seperti :

1. Ketersediaan sumber air bersih, dengan menggunakan peta tersedia berupa

daerah resapan air;

2. Tidak ada potensi bencana seperti aliran lahar;

3. Ketinggian;

4. Kemiringan lahan antara 0-15%;

5. Geologi ;

6. Pola ruang eksisting.

Analisis kesesuaian di Kecamatan Mangkubumi dan Cihideung dikelompokkan

berdasarkan kesesuaian kawasan lindung dan kesesuaian kawasan budidaya (kawasan

terbangun dan non terbangun) yang secara lebih rinci disajikan sebagai berikut.

Gambar 4. 66 Hasil Analisis Kesesuaian Lahan di BWP II Mangkubumi

No

Kecamatan/Kelurahan

Keseuaian Lahan (Ha)

Total

Kawasan Budidaya

Kawasan

Lindung

Non Terbangun

Terbangun Sawah

Irigasi

Teknis

Sudah

Terbangun

A Kecamatan

Mangkubumi

12,19 779,67 1612,28 208,84 2612,97

Kelurahan

Sambongpari

0,37 119,17 166,00 0,42 285,96

Kelurahan

Sambongjaya

0,66 71,22 114,34 5,56 191,78

Kelurahan Karikil 10,06 58,82 166,34 61,06 296,28

Kelurahan Cigantang 0,50 52,88 201,87 2,85 258,10

Page 174: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

387

Kelurahan Cipari 0,34 77,95 202,68 2,37 283,34

Kelurahan Cipawitra - 86,53 266,26 91,69 444,48

Kelurahan Linggajaya - 195,73 268,62 34,79 499,14

Kelurahan

Mangkubumi

0,26 117,37 226,17 10,10 353,90

B Kecamatan Cihideung 0,36 419,18 130,07 48,47 598,08

Kelurahan Tuguraja 0,05 60,81 34,41 0,68 95,95

Kelurahan Tugujaya 0,29 82,15 46,14 1,73 130,31

Kelurahan

Nagarawangi

- 69,74 11,67 15,49 96,9

Kelurahan Cilembang 0,02 93,59 28,77 1,51 123,89

Kelurahan

Yudanegara

- 55,90 0,01 1,54 57,45

Kelurahan Argasari - 56,99 9,07 27,52 93,58

Pengelompokkan kesesuaian lahan menjadi kawasan lindung dan budidaya

didasarkan pada Permen PU no. 41 tahun 2007 tentang pedoman kriteria teknis kawasan

budidaya, bab 5 ketentuan teknis, karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan. Kawasan

budidaya dikelompokkan lagi menjadi budidaya terbangun dan non terbangun.Kawasan

budidaya terbangun terdiri dari kawasan permukiman, industri, perdagangan dan jasa, serta

pertambangan, sedangkan kawasan budidaya non terbangun terdiri atas hutan produksi,

hutan rakyat dan pertanian lahan basah serta lahan yang sudah terdapat bangunan eksisting

sehingga lahan tersebut tidak dapat dibangun.Namun, untuk kawasan budidaya non

terbangun di BWP II hanya terdapat kawasan pertanian lahan basah dan lahan yang sudah

terdapat bangunan eksisting.Kawasan budidaya non terbangun dan kawasan lindung

merupakan kawasan yang tidak boleh dialih fungsikan.

Berdasarkan data tabel diatas menunjukkan bahwa Kecamatan Mangkubumi

memiliki 61,70% kawasan budidaya terbangun yaitu kawasan yang dapat dilakukan

pembangunan, sedangkan kawasan yang tidak dapat dilakukan pembangunan yaitu terdiri

atas kawasan budidaya non terbangun yaitu lahan sawah irigasi teknis dan lahan yang sudah

terbangun serta kawasan lindung dengan presentase masing masing yaitu 0,47%, 29,83%

dan 7,99%. Untuk Kecamatan Cihideung terdapat 21,75% kawasan budidaya terbangun yang

dapat dilakukan pembangunan, sedangkan kawasan budidaya non terbangun yaitu lahan

sawah irigasi teknis dan lahan yang sudah terbangun serta kawasan lindung memiliki

presentase masing masing 0,06%, 70,09% dan 8,10%. Kawasan budidaya non terbangun

yang telah memiliki bangunan eksisting masih dapat dilakukan alih fungsi lahan berdasarkan

aturan zonasi yang berlaku di Kota Tasikmalaya.

Kecamatan pada BWP II yang memiliki kawasan budidaya terbangun yang paling

besar adalah Kecamatan Mangkubumi yaitu 61,70% dibandingkan Kecamatan Cihideung

yang hanya memiliki luas lahan budidaya terbangun sebesar 21,75%. Dari data tersebut

diketahui pula bahwa kecamatan yang lahannya telah banyak terbangun yaitu Kecamatan

Page 175: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

388

Cihideung sebesar 70,09% dibandingkan Kecamatan Mangkubumi yang hanya sebesar

29,83%. Untuk kawasan lindung di Kecamatan Cihideung, yaitu sebesar 8,10% memiliki

persentase yang lebih besar dibandingkan dengan Kecamatan Mangkubumi, yaitu sebesar

7,99%. Sementara untuk lahan sawah irigasi teknis yang dimiliki oleh Kecamatan

Mangkubumi, yaitu sebesar 0,47% , lebih besar dibandingkan yang terdapat di Kecamatan

Cihideung sebesar 0.06%.

Page 176: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

389

Gambar 4. 67 Peta Kesesuaian Lahan BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 177: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

390

4.2.3 Analisis Daya Tampung Lahan

Analisis daya tampung bertujuan untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk yang

bisa ditampung di suatu kawasan, dengan pengertian masih dalam batas kemampuan

lahan, dengan metode kepadatan penduduk. Adapun langkah yang digunakan adalah

sebagai berikut:

1. Menghitung daya tampung berdasarkan kepadatan penduduk dengan asumsi

masing-masing kepadatan tersebut dipenuhi maksimum, dan dengan standar USDA

untukkepadatan yang digunakan : rendah dengan skala kurang dari 65 jiwa/ha,

sedang antara 65 jiwa/ha sampai 130 jiwa/ha, dan tinggi di atas 130 jiwa/ha.

2. Membandingkan daya tampung ini dengan jumlah penduduk yang ada saat ini dan

proyeksinya untuk waktu perencanaan. Untuk daerah yang melampaui daya

tampung berikan persyaratan pengembangannya.

Pada tahun 2011 jumlah penduduk BWP II adalah 150.568 jiwa, dengan laju

pertumbuhan penduduk rata-rata 1,33% per tahun, maka jumlah penduduk pada tahun

2031 diperkirakan mencapai ±196.107 jiwa. Sedangkan luas lahan potensial 2941,2 ha.

Daya tampung di Kecamatan Mangkubumi adalah 220051 jiwa dan di Kecamatan

Cihideung sebesar 98765 jiwa.

Tabel 4. 67 Daya Tampung Lahan BWP II Mangkubumi

No Kecamatan/ Kelurahan

Luas Lahan Potensial (Ha)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)

Daya Jumlah Jumlah

Tampung Penduduk Penduduk

(Jiwa) Tahun 2013

Tahun 2031

a b c (Jiwa) (Jiwa)

A Kecamatan Mangkubumi

2391,95 715 220051 80867 102578

1 Kelurahan Sambongpari

285,17 65 18536 12709 16121

2 Kelurahan Sambongjaya

185,56 130 24123 9113 11560

3 Kelurahan Karikil 225,16 65 14635 15658 19862

4 Kelurahan Cigantang

254,75 65 16559 13252 16810

5 Kelurahan Cipari 280,63 65 18241 7267 9218

6 Kelurahan Cipawitra

352,79 65 22931 7386 9369

7 Kelurahan Linggajaya

464,35 130 60366 6560 8321

8 Kelurahan Mangkubumi

343,54 130 44660 8922 11317

B Kecamatan 549,25 910 98765 69701 88414

Page 178: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

391

Cihideung

1 Kelurahan Tuguraja

95,22 195 18568 9830 12469

2 Kelurahan Tugujaya

128,29 130 16678 17112 21706

3 Kelurahan Nagarawangi

81,41 195 15875 9363 11877

4 Kelurahan Cilembang

122,36 195 23860 4989 6328

5 Kelurahan Yudanegara

55,91 195 10902 17852 22645

Sumber: Hasil Analisis Studio Kota Tasikmalaya 2015

4.2.3 Analisis Kependudukan

Perkembangan jumlah penduduk sangat bergantung kepada pertumbuhan

penduduk. Angka pertumbuhan penduduk di BWP II Mangkubumi (Kecamatan

Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung ) untuk 20 tahun mendatang sangat

dipengaruhi oleh berbagai hal seperti jumlah kelahiran, kematian dan migrasi

penduduknya maupun pola persebaran penduduk. Penduduk yang terus bertambah

jumlahnya akan menjadi tekanan yang besar bagi lingkungan. Jumlah penduduk

yang besar dan tidak seimbang dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan

akan mempengaruhi segala segi pembangunan. Penduduk merupakan subjek dan

objek dari pembangunan, maka keberadaan penduduk perlu dianalisis

kecenderungan perkembangannya untuk mengetahui karakteristik perkembangan

jumlah penduduk sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan arah

pembangunan beberapa tahun mendatang.

Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2009-2013 sebesar 1,33%. Pada

analsis proyeksi jumlah penduduk ini menggunakan metode geometri :

Dengan asumsi pertumbuhan linier, proyeksi penduduk di Kecamatan

Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung pada akhir tahun perencanaan (2031)

diperkirakan mengalami peningkatan, yaitu mencapai jumlah 190.993 jiwa.

Selengkapnya mengenai hasil dari proyeksi penduduk 20 tahun mendatang dapat

dilihat pada tabel berikut

Page 179: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

392

Tabel 4. 68 Jumlah Penduduk BWP II Mangkubumi 2013 dan Proyeksi penduduk

KeCamatan Kelurahan Luas (Ha) Jumlah

2013 2019 2025 2031

Mangkubumi Sambongjaya 185,8679 12709 13758 14893 16121

Sambongpari 282,1734 9113 9865 10679 11560

Linggajaya 462,88 15658 16950 18348 19862

Mangkubumi 343,298 13252 14345 15529 16810

Cipari 278,5696 7267 7867 8516 9218

Karikil 277,3045 7386 7995 8655 9369

Cipawitra 368,3806 6560 7101 7687 8321

Cigantang 301 8922 9658 10455 11317

CIHIDEUNG Tugujaya 128,443 9830 10641 11519 12469

Tuguraja 95,17604 17112 18524 20052 21706

Nagarawangi 81,41323 9363 10135 10972 11877

Yudanagara 122,3249 4989 5401 5846 6328

Cilembang 55,91125 17852 19325 20919 22645

Argasari 66,01806 10555 11426 12368 13389

Sumber : Hasil Analisis Studio Kota Tasikmalaya, 2015

Page 180: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

393

Gambar 4. 68 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk Setiap Kelurahan di BWP II Mangkubumi

Sumber : Analisis Studio Kota Tasikmalaya, 2015

Dilihat dari jumlah pada akhir tahun perencanaan (2031), maka kelurahan yang

memiliki jumlah penduduk tertinggi adalah Kelurahan Cilembang di Kecamatan Cihideung

dengan jumlah 22.645 jiwa, sedangkan kelurahan dengan jumlah terendah adalah Kelurahan

Yudanagara di Kecamatan Cihideung dengan jumlah 6.328 jiwa.

Proyeksi Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk sendiri pada analsis proyeksi kepadatan penduduk ini

menggunakan rumus:

0

5000

10000

15000

20000

25000

2013 2019 2025 2031

SambongjayaSambongpariLinggajayaMangkubumiCipariKarikilCipawitraCigantangTugujayaTugurajaNagarawangiYudanagaraCilembangArgasari

Page 181: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

394

Tabel 4. 69 Kepadatan Penduduk BWP II Mangkubumi 2013 dan Proyeksi Penduduk

Sumber : Hasil Analisis Studio Kota Tasikmalaya, 2015

Dilihat dari kepadatan pada akhir tahun perencanaan (2031), maka

kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kelurahan Cilembang

di Kecamatan Cihideung dengan tingkat kepadatan 405,01 jiwa/ha, sedangkan

kelurahan dengan tingkat kepadatan terendah adalah Kelurahan Cipawitra di

Kecamatan Mangkubumi dengan tingkat kepadatan 22,589 jiwa/Ha.

Selanjutnya, dalam menentukan tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan

Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung digunakan standar klasifikasi tingkat

kepadatan dari Biro Sensus United States Department of Agriculture (USDA). Dengan

pertimbangan bahwa Kota Tasikmalaya merupakan kota besar, maka standar ideal

kepadatan (sedang) di Kota Tasikmalaya adalah 65-130 jiwa/a.

Kecamatan Kelurahan Luas (Ha) Kepadatan

2019 2025 2031

Mangkubumi Sambongjaya 185,8679 74,01764 80,12416 86,73448

Sambongpari 282,1734 34,96017 37,84442 40,96661

Linggajaya 462,88 36,61813 39,63915 42,90942

Mangkubumi 343,298 41,78673 45,23417 48,96603

Cipari 278,5696 28,23902 30,56877 33,09072

Karikil 277,3045 28,83239 31,21109 33,78603

Cipawitra 368,3806 19,27682 20,86717 22,58873

Cigantang 301 32,08662 34,73379 37,59936

Cihideung Tugujaya 128,443 82,84596 89,68082 97,07957

Tuguraja 95,17604 194,6262 210,6831 228,0646

Nagarawangi 81,41323 124,494 134,7648 145,883

Yudanagara 122,3249 44,14961 47,79199 51,73487

Cilembang 55,91125 345,6336 374,1487 405,0162

Argasari 66,01806 173,0708 187,3493 202,8057

Page 182: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

395

Gambar 4. 69 Peta Kepadatan Penduduk BWP II Tahun 2013

Sumber: Hasil Analisis Studio Kota Tasikmalaya, 2015

Page 183: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

396

Berdasarkan gambar peta di atas, hasil analisis kelurahan yang

paling padat penduduknya dengan rentang kepadatan 131-220 jiwa per

hektar di BWP II Mangkubumi pada tahun 2013 yaitu Kelurahan Argasari,

Kelurahan Ciembang dan Kelurahan Tuguraja yang berada di Kecamatan

Cihideung Kota Tasikmalaya.

Page 184: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

397

Gambar 4. 70 Peta Kepadatan Penduduk BWP II Tahun 2031

Sumber : Analisis Studio Kota Tasikmalaya 2015

Page 185: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

398

Berdasarkan gambar peta di atas, hasil analisis kelurahan yang paling padat

penduduknya dengan rentang kepadatan 131-220 jiwa per hektar di BWP II

Mangkubumi pada tahun 2031 yaitu Kelurahan Argasari, Kelurahan Nagarawangi,

Kelurahan Ciembang dan Kelurahan Tuguraja yang berada di Kecamatan Cihideung

Kota Tasikmalaya.

4.2.4 Analisis Perekonomian

4.2.4.1 Analisis Ketersediaan dan Persebaran Sarana Ekonomi BWP II Mangkubumi

Kegiatann perdagangan dan jasa merupakan kegiatan dominan di BWP 2

terutama pada jalur arteri sekunder yaitu sepanjang Jalan K.H.Z. Mustofa yang

hampir seluruhnya berupa pertokoan. Di Kecamatan Cihideug terdapat 2 pusat

perbelanjaan yaitu Asia Plaza Mall dengan skala pelayanan kota dan Pasar

Cikurubuk dengan skala regional Priangan Timur. Berdasarkan analis diperoleh

kebutuhan sarana perdagangan dan niaga berdasarkan penduduk pendukung pada

tahun rencana 2031 dibutuhkan minimal 2 pertokoan dalam tiap satu kelurahan, 8

pusat pertokoan atau pasar lingkungan dalam tiap BWP, 2 pusat perbelanjaan

dalam tiap BWP. Berikut peta distribusi sarana ekonomi eksisting 2013 dan rencaca

2031.

Page 186: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

399

Gambar 4. 71 Peta Persebaran Sarana Ekonomi BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 187: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

400

1. Pusat Pertokoan dan atau Pasar Lingkungan

Menurut SNI 03-1733-2004 pertokoan adalah sarana perdagangan dan niaga yang

menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti

wartel, fotocopy, dan sebagainya. Pertokoan memiliki skala pelayanan untuk 6.000

penduduk. Luas lantai yang dibutuhkan 1.200 m2. Sedangkan luas tanah yang dibutuhkan

3.000 m2 . Bangunan pertokoan ini harus dilengkapi dengan:

1) tempat parkir kendaraan umum yang dapat dipakai bersama kegiatan lain pada

pusat lingkungan;

2) sarana-sarana lain yang erat kaitannya dengan kegiatan warga;

3) pos keamanan.

Tabel 4. 70 Sebaran dan proyeksi pusat pertokoan/pasar lingkungan di BWP II Mangkubumi

Kecamatan Kelurahan Eksisting 2013 Prediksi Kebutuhan 2033

Kebutuhan Penambahan

Cihideung Yudhanegara 0 2 0

Argasari 1 2 1

Cilembang 1 2 1

Tuguraja 0 2 2

Nagarawangi 0 2 2

Tugujaya 1 2 1

Mangkubumi Linggajaya 0 2 2

Cipawitra 0 2 2

Cipari 0 2 2

Mangkubumi 0 2 2

Sambong Jaya 0 2 2

Sambong Pari 0 2 2

Cigantang 0 2 2

Karikil 0 2 2

Total 13 28 15

Sumber: Hasil Analisis, 2015

2. Pusat Perbelanjaan dan Niaga

Menurut SNI 03-1733-2004 pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan adalah sarana

perdagangan dan niaga yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan,

buah-buahan, beras, tepung, bahan-bahan pakaian, pakaian, barang-barang kelontong,

alatalat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet, wartel dan

sebagainya.

Page 188: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

401

Pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan memiliki skala pelayanan ≈ 30.000

penduduk atau setingkat kelurahan. Luas tanah yang dibutuhkan: 10.000 m2. Bangunan

pusat pertokoan / pasar lingkungan ini harus dilengkapi dengan:

1) tempat parkir umum, sudah termasuk kebutuhan luas tanah;

2) terminal kecil atau pangkalan untuk pemberhentian kendaraan;

3) pos keamanan;

4) sistem pemadam kebakaran;

5) musholla/tempat ibadah.

Sebaran dan proyeksi pusat pertokoan/pasar lingkungan di BWP II Mangkubumi

Tabel 4. 71 Jumah Pusat Perbelanjaan di BWP II Mangkubumi

Skala Pelayanan Eksisting 2013 Prediksi Kebutuhan 2033 Kebutuhan Penambahan

BWP 2 1 8 7

Sumber : Hasil Analisis, 2015

4.2.4.2 Analisis Sektor Basis

Sektor basis dan sektor non basis di Kota Tasikmalaya digunakan analisis

Location Quotient (LQ) berdasarkan nilai PDRB Kota Tasikmalaya menurut sektor.

Sektor basis merupakan sektor yang mempunyai nilai LQ > 1, sedangkan apabila

nilai LQ < 1, artinya sektor tersebut merupakan sektor non-basis. Berdasarkan hasil

analisis LQ dalam dokumen materi teknis RTRW, sektor basis di Kota Tasikmalaya

terdiri atas sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan, sektor

keuangan dan sektor jasa. Sedangkan, sektor lainnya merupakan sektor non-basis,

yaitu sektor sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, dan sektor

listrik-gas-dan-air bersih. Namun, dari sektor-sektor yang merupakan non-basis

tersebut, terdapat subsektor yang mempunyai nilai LQ > 1, sehingga berpotensi juga

untuk dikembangkan, sub-sektor tersebut adalah:

Sektor pertanian: subsektor peternakan dan subsektor perikanan

Sektor Industri pengolahan: subsektor barang kayu, hasil hutan lainnya, kertas

dan barang cetakan

Sektor listrik, gas, dan air bersih: subsektor air bersih.

Page 189: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

402

Tabel 4. 72 Hasil Perhitungan LQ Subsektoral Perekonomian Kota Tasikmalaya terhadap Provinsi Jawa

Barat Tahun 2005 dan 2007

No Lapangan Usaha LQ

2005 2007

1. Pertanian 0,65 0,66

a. Tanaman Bahan Makanan 0,34 0,36

b. Tanaman Perkebunan 0,06 0,06

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2,26 2,28

d. Kehutanan 0,07 0,08

e. Perikanan 0,98 1,08

2. Pertambangan 0,03 0,03

a. Pertambangan 0,00 -

b. Penggalian 0,04 0,04

3. Industri Pengolahan 0,40 0,39

b. Industri tanpa Migas 0,40 0,39

1) Makanan, Minuman dan Tembakau 0,00 0,22

2)Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 0,00 0,85

3) Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 0,00 3,52

4) Kertas dan Barang Cetakan 0,00 1,69

5) Pupuk, Kimia dan Barang dari Keret 0,00 0,59

6) Semen dan Barang Galian Bukan Logam 0,00 0,18

7) Logam Dasar Besi dan Baja 0,00 0,37

8) Alat Angkutan Mesin dan Peralatannya 0,00 0,00

9) Barang Lainnya 0,00 0,16

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,68 0,81

Page 190: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

403

a. Listrik 0,53 0,64

b. Air Bersih 2,88 3,00

5. Bangunan Konstruksi 2,67 2,90

6. Perdagangan 1,38 1,40

a. Perdagangan Besar dan Eceran 1,14 1,17

b. Hotel 0,66 0,63

c. Restoran 3,20 3,32

7. Pengangkutan dan Komunikasi 2,17 1,96

a. Pengangkutan 2,59 2,50

1) Angkutan Rel 5,01 5,61

2) Angkutan Jalan Raya 2,71 2,57

3) Angkutan Laut 0,00 -

4) Angkutan Sungai dan Penyebrangan 0,00 -

5) Angkutan Udara 0,00 -

6). Jasa Penunjang Angkutan 3,30 3,72

b. Komunikasi 1,16 0,96

1). Pos dan Telekomunikasi 0,00 0,96

8. Keuangan 3,44 3,20

a. Bank 7,18 5,81

b. Lembaga Keuangan 1,57 1,20

d. Sewa Bangunan 1,97 2,05

e. Jasa Perusahaan 2,90 2,92

9. Jasa-Jasa 1,84 1,80

a. Pemerintahan Umum 1,69 1,74

1) Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan 2,73 2,81

2) Jasa Pemerintahan Lainnya 0,00 -

b. Swasta 2,04 1,86

Page 191: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

404

Sumber: Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya Tahun 2011-2031

Berdasarkan hasil analisis LQ pada tahun 2011, sub sektor basis di Kota Tasikmalaya

yaitu sebagai berikut :

1. Air bersih

2. Bangunan konstruksi

3. Perdagangan besar dan eceran

4. Restoran

5. Angkutan rel

6. Angkutan jalan raya

7. Jasa pengangkutan angkutan

8. Bank

9. Lembaga keuangan

10. Jasa pemerintahan umum

11. Jasa sosial kemasyarakatan

12. Jasa hiburan dan rekreasi

13. Jasa perorangan dan rumah tangga

1) Sosial Kemasyarakatan 2,14 1,99

2) Hiburan dan Rekreasi 2,25 1,61

3) Perorangan dan Rumahtangga 2,01 1,84

Page 192: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

405

Tabel 4. 73 Hasil Perhitungan LQ Subsektoral Perekonomian Kota Tasikmalaya terhadap Provinsi Jawa

Barat Tahun 2011

Lapangan Usaha LQ

2011

Pertanian

a. Tanaman Bahan Makanan

0.16

b. Tanaman Perkebunan 0.02

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya

0.51

d. Kehutanan 0.02

e. Perikanan 0.45

Pertambangan

a. Penggalian 0.04

Industri Pengolahan

a.Industri tanpa Migas 0.52

Listrik, Gas dan Air Bersih

a. Listrik 0.88

b. Air Bersih 3.26

Bangunan Konstruksi 3.68

Perdagangan

a. Perdagangan Besar dan Eceran

1.52

b. Hotel 0.76

c. Restoran 4.06

Pengangkutan dan Komunikasi

a. Pengangkutan

1) Angkutan Rel 5.83

2) Angkutan Jalan Raya 2.77

3). Jasa Penunjang Angkutan

3.84

b. Komunikasi 0.92

Keuangan

a. Bank 6.22

b. Lembaga Keuangan 1.45

c. Jasa Perusahaan 2.96

Jasa-Jasa

a. Pemerintahan Umum 2.32

Page 193: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

406

b. Swasta

1) Sosial Kemasyarakatan

2.08

2) Hiburan dan Rekreasi 1.36

3) Perorangan dan Rumahtangga

1.60

Sumber : Hasil Ananlisis, 2015

Komoditas yang pengembangannya perlu diprioritaskan dapat diketahui dengan

dilakukan analisis LQ dan multiplier effect pada tiap komoditas subsektor dari sektor

pertanian. Hal ini untuk dipertimbangkan dalam konsep pengembangan wilayah

perencanaan dan dipertimbangan untuk analisis lainnya seperti analisis daya dukung lahan.

Hasil dari analisis LQ dan multiplier effect ini menggunakan data nilai luas lahan yang

digunakan dalam proses produksi komoditas tersebut. Hasil analisis ini digunakaan sebagai

salah satu pertimbangan yang merupakan faktor pembatas dalam penyusunan rencana

guna lahan terkait pembangunan lahan pertanian atau alih fungsi lahan. Selain itu, analisis

multiplier effect juga digunakan untuk mengetahui adanya dampak pengganda sektor

eonomi yang ditimbulkan dari pengembangan sektor yang merupakan sektor basis tersebut.

Selain itu, seperti yang disebutkan dalam materi teknis RTRW Kota Tasikmalaya tahun 2011-

2031, beras merupakan komoditi potensial karena didukung oleh luasnya lahan sawah

beirigasi dan adanya kebijakan pemerintah untuk melindungi lahan pertanian tanaman

pangan yang berkelanjutan. Maka dari itu, dilakukan analisis pada tiap-tiap subsektor

pertanian, yang terdiri atas : Pertanian Tanaman Pangan, Tanaman Hortikultura,

Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan dengan menggunakan nilai hasil

produksi.

Tabel 4. 74 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Tanaman Pangan di BWP 2 Tahun 2013

No Komoditi Kecamatan

CM (ton) Kota

Tasikmalaya

LQ Basis Non Basis

Multiplier Effect Nilai B/NB

1 Padi Sawah 21.142,00 90.482,00 1,07 B 1.420,31 19.721,69 13,89

2 Ubi Kayu 65,00 5.974,00 0,05 NB -1.237,11 1.302,11 -1,05

3 Ubi Jalar 17,00 245,00 0,32 NB -36,40 53,40 -1,47

4 Cabe Besar 50,00 487,20 0,47 NB -56,19 106,19 -1,89

5 Jamur 1,74 16,80 0,48 NB -1,92 3,66 -1,91

6 Melinjo 0,20 57,60 0,02 NB -12,35 12,55 -1,02

7 Petai 0,10 117,40 0,00 NB -25,49 25,59 -1,00

8 Jagung 5,00 198,00 0,12 NB -38,16 43,16 -1,13

9 Kacang Tanah 3,00 72,00 0,19 NB -12,69 15,69 -1,24

Total 21.284,04 97.650,00

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 194: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

407

Dari hasil perhitungan LQ dan Multiplier Effect, komoditi padi sawah

merupakan komoditi sektor basis dari sub sektor tanaman pangan di Kecamatan

Cihideung dan Mangkubumi. Dari hasil analisis setiap komoditas, komoditi padi

sawah merupakan komoditi basis pada sub sektor tanaman pangan.

Tabel 4. 75 Komoditi Basis dan Multiplier Effect pada Subsektor Ekonomi di Kecamatan Cihideung dan

Mangkubumi

No Sub Sektor Komoditi Basis Multiplier

Effect Lokasi

1 Tanaman Pangan dan Holtikultura

Padi Sawah v Cihideung (214 Ha), Mangkubumi (3156 Ha)

Ubi Kayu - Mangkubumi (5 Ha)

Ubi Jalar - Mangkubumi (2 Ha)

Cabe Besar - Mangkubumi (6 Ha)

Jamur - Mangkubumi (0,048 Ha)

Melinjo - Cihideung (8 pohon/rumpun)

Petai - Mangkubumi (7 pohon/rumpun)

Jagung - Mangkubumi (1 Ha)

Kacang Tanah - Mangkubumi (2 Ha)

2 Tanaman Buah-Buahan

Alpukat v Cihideung (8 pohon/rumpun), Mangkubumi (371 pohon/rumpun)

Belimbing - Cihideung (72 pohon/rumpun)

Duku - Mangkubumi (136 pohon/rumpun)

Durian - Mangkubumi (304 pohon/rumpun)

3 Peternakan Sapi v Cihideung, Mangkubumi

4 Perikanan Perairan Umum v

Cihideung (7,86 Ha), Mangkubumi (73,38 Ha)

Sawah (Mina Padi)

- Mangkubumi (0,1 Ha)

5 Industri Industri Umum - Cihideung (2 unit), Mangkubumi (3 unit)

Page 195: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

408

No Sub Sektor Komoditi Basis Multiplier

Effect Lokasi

Kimia dan Bangunan

v Mangkubumi (2 unit)

Sandang Kulit v Cihideung (7 unit), Mangkubumi (7 unit)

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan hasil analisis, lahan pertanian yang diprioritaskan dari aspek ekonomi di

Kecamatan Mangkubumi dan Cihideung adalah sebagai berikut :

Lahan pertanian padi di Kecamatan Cihideung (214 Ha), Mangkubumi (3156 Ha)

Lahan pertanian alpukat di Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi

Lahan peternakan sapi, domba dan kambing di Kecamatan Cihideung dan

Mangkubumi

Lahan perikanan perairan umum di Kecamatan Cihideung (7,86 Ha), Mangkubumi

(73,38 Ha)

Berkaitan dengan pengembangan bagian wilayah perencanaan BWP II dilakukan analisis

mengenai lokasi dan penggunaan lahan pada setiap sektor basis tersebut, yaitu:

a. Sektor Perdagangan

Page 196: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

409

Gambar 4. 72 Peta Persebaran Perdagangan dan Jasa BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 197: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

410

Berdasarkan gambar peta persebaran perdagangan dan jasa di BWP 2 Kota

Tasikmalaya, sebagian besar perdagangan dan jasa berada di jalan kolektor primer

atau jalan provinsi. Akan tetapi, terdapat banyak pula perdagangan dan jasa yang

berada di jalan lokal sekunder. Total luas perdagangan dan jasa di BWP 2 dengan

menjumlahkan seluruh luas perdagangan dan jasa masing-masing yaitu 34, 49 ha

dan luas BWP 2 yang luasnya 2.539,94 ha. Luas Perdagangan dan jasa dari total luas

BWP 2 Kota Tasikmalaya yaitu sekitar 1,36%.

b. Sektor Keuangan

Page 198: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

411

Gambar 4. 73 Peta Persebaran Bank BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 199: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

412

Berdasarkan gamabar di atas diketahui dari atas (Warna Ungu/BWP 2) : 1. PT

Bank Himpunan Saudara Tbk (Skala Lokal), 2. Bank Danamon Syari’ah Cihideung (Skala

Lokal) 3. BCA KCP Pasar Lama (Skala Lokal) 4. ATM mu’amalat Plaza Asia (Skala

Regional). 5. Bank CIMB Niaga (Skala Regional) 6. ATM Mu’amalat Cabang Tasikmalaya

(Skala Regional) 7.Bank Saudara Cabang Tasikmalaya (Skala Regional)

Ada beberapa bank yang bertempat sesuai dengan skala pelayanan (1,2,3,4,5) dan

terdapat bank yang melayani skala regional (Tasikmalaya), akan tetapi terletak di Jalan

Lokal Sekunder.

c. Sektor Pertanian

Page 200: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

413

Gambar 4. 74 Peta Persebaran Lahan Pertanian BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 201: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

414

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa pertanian merupakan sektor penunjang dan

sektor potensial Kota Tasikmalaya. Komoditi pertanian yang potensial antara lain beras,

mendong, dan hasil hutan (kayu) dan lain-lain. Beras menjadi komoditi potensial karena

didukung oleh luasnya lahan sawah beririgasi dan oleh adanya kebijakan pemerintah untuk

melindungi lahan pertanian tanaman pangan yang berkelanjutan. Rencana Umum Pertanian

telah merekomendasikan wilayah Kecamatan Mangkubumi sebagai wilayah yang

menghasilkan komoditi unggulan tanaman pangan. Luas lahan pertanian lahan basah di

BWP 2 yaitu 949,80 ha dari luas BWP 2 yang luasnya 2.539,94 ha atau 37,39 % dari luas BWP

2.

4.2.5 Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Fasilitas Umum

Sarana dapat diartikan sebagai suatu aktivitas atau materi yang melayani kebutuhan

individu atau kelompok di dalam suatu lingkungan kehidupan, khususnya untuk kehidupan

fungsional. Keadaan sarana digambarkan dengan adanya sarana-sarana yang ada antara lain

sarana pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, dan lain-lain.

Analisis kebutuhan sarana akan disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik sarana

yang ada saat ini, serta akan memperkirakan kebutuhan jumlah sarana untuk masa yang

akan datang. Dalam analisis penentuan jumlah sarana ini, mengacu pada standar yang ada

yaitu SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan.

Selain itu, proyeksi jumlah penduduk pun dibutuhkan untuk memproyeksikan

ketersediaan kebutuhan fasilitas dimasa yang akan datang. Tabel proyeksi penduduk dari

tahun 2013 hingga tahun 2031 dapat dilihat pada lampiran. Setelah diproyeksikan jumlah

penduduk Kota Tasikmlaya berjumlah 886029 jiwa pada tahun 2031.

4.2.5.1 Sarana Pendidikan

Ketersediaan sarana pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya

pengembangan kawasan. Analisis sarana pendidikan terdiri dari analisis tingkat pelayanan

dan kebutuhan sarana pendidikan hingga akhir tahun perencanaan, tahun 2031. Analisis

tingkat pelayanan dilakukan untuk melihat kemampuan sarana yang ada dalam melayani

kebutuhan penduduk, dimana data yang digunakan untuk analisis tingkat pelayanan ini

adalah data jumlah dan sebaran sarana pendidikan tahun 2013.

Untuk memproyeksikan kebutuhan sarana pendidikan, dalam analisis ini acuan yang

digunakan adalah SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan

di Perkotaan. Standar pelayanan minimal sarana pendidikan sesuai dengan acuan ini adalah

sebagai berikut :

Page 202: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

415

Taman Kanak-kanak, standar jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 1.250

jiwa/unit dengan luas lantai adalah 216 m2/unit dan luas lahan adalah 216 m2/unit.

Sekolah Dasar, standar jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 1.600

jiwa/unit dengan luas lantai adalah 633 m2/unit dan luas lahan adalah 2.000 m2/unit.

SLTP, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 4.800 jiwa/unit

dengan luas lantai adalah 2.282 m2/unit dan luas lahan adalah 9.000 m2/unit.

SLTA, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 4.800 jiwa/unit

dengan luas lantai adalah 3.835 m2/unit dan luas lahan adalah 12.500 m2/unit.

Dengan jumlah proyeksi penduduk Kota Tasikmalaya pada tahun 2031 sebesar 886029

jiwa dan dengan menggunakan standar SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan

Kawasan Perumahan di Perkotaan menghasilkan jumlah sarana pendidikan yang harus

disediakan pada satu Kota Tasikmalaya dan pada masing masing kelurahan (69 kelurahan).

Tabel tersebut dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 4. 76 Tabel Prediksi Kebutuhan Sarana Pendidikan Tahun 2031

TK SD SMP SMA

Jumlah penduduk pendukung 1250 1600 4800 4800

Jumlah sarana yang dibutuhkan satu kota 708,8234 553,7683 184,5894 184,5894

Jumlah sarana yang dibutuhkan per

kelurahan

10

8

3

3

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Sedangkan jumlah sarana pendidikan eksisting yang tersebar di Kota Tasikmalaya yang

berada di BWP II (Kecamatan Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung) terdapat pada tabel di

bawah ini.

Page 203: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

416

Tabel 4. 77 Jumlah dan Sebaran Sarana Pendidikan Tahun 2013

BWP II Jumlah Unit

TK SD SMP SMA

Kec. Mangkubumi 8 33 4 2

Sambongjaya 1 4 1 1

Sambongpari 0 4 0 0

Linggajaya 2 5 1 0

Mangkubumi 1 6 0 0

Cipari 2 4 2 0

Karikil 1 3 0 1

Cipawitra 1 4 0 0

Cigantang 0 3 0 0

Kec. Cihideung 12 32 7 3

Tugujaya 3 5 2 0

Tuguraja 1 8 1 2

Nagarawangi 2 2 0 0

Yudanagara 2 3 2 0

Cilembang 1 7 1 1

Argasari 3 7 1 0

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya, 2014

Berdasarkan tabel proyeksi kebutuhan pada tahun 2031 serta tabel jumlah sarana

pendidikan eksisting pada tahun 2013 maka terdapat gap angka kebutuhan sarana

pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) yang harus disediakan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya.

Jumlah yang harus disediakan dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 204: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

417

Tabel 4. 78 Jumlah dan Sebaran Sarana Pendidikan yang Dibutuhkan

BWP II Jumlah Unit

TK SD SMP SMA

Kec. Mangkubumi

Sambongjaya 9 4 2 1

Sambongpari 10 4 3 2

Linggajaya 8 3 2 3

Mangkubumi 9 2 3 3

Cipari 8 4 1 3

Karikil 9 5 3 2

Cipawitra 9 4 3 3

Cigantang 10 5 3 3

Kec. Cihideung

Tugujaya 7 3 1 3

Tuguraja 9 5 2 1

Nagarawangi 8 6 3 3

Yudanagara 8 5 1 3

Cilembang 9 1 2 2

Argasari 7 1 2 3

Sumber: Hasil Analisis, 2015

4.2.5.2 Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan befungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,

memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan

masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan

sarana ini adalah didasarkan pada jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut.

Page 205: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

418

Dalam mengukur tingkat pelayanan eksisting sarana kesehatan, digunakan adalah

SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan di Perkotaan.

Standar pelayanan minimal sarana kesehatan sesuai dengan acuan ini adalah sebagai

berikut :

Posyandu, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 1.250

jiwa/unit dengan luas lahan adalah 36 m2/unit.

Balai Pengobatan Warga, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan

adalah 2.500 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 150 m2/unit.

BKIA/Klinik Bersalin, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah

30.000 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 1.500 m2/unit.

Puskesmas Pembantu dan Balai Pengobatan Lingkungan, standard jumlah penduduk

pendukung yang ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 150

m2/unit.

Puskesmas dan Balai Pengobatan, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 120.000jiwa/unit dengan luas lahan adalah 420 m2/unit.

Apotik/Rumah Obat, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah

30.000jiwa/unit dengan luas lahan adalah 120 m2/unit.

Berdasarkan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya sebesar 886029 jiwa dan standar SNI

03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan di Perkotaan maka

dihasilkan jumlah proyeksi kebutuhan sarana kesehatan pada tingkat kota dan setelah

dibagi jumlah kelurahan yang ada di Kota Tasikmalaya (69 kelurahan) maka terdapat

kebutuhan sarana kesehatan tingkat kelurahan yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 206: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

419

Tabel 4. 79 Prediksi Kebutuhan Sarana Kesehatan Tahun 2031

Puskesmas Puskesmas

pembantu Posyandu BKIA

Tempat

praktik

dokter

Apotik

Jumlah

penduduk

pendukung

120000 30000 1250 30000 5000 30000

Jumlah sarana

per kota

7

30

709

30

177

30

Jumlah sarana

yang

dibutuhkan

-

7

10 -

3 -

Sarana yang

harus

disediakan

2

Puskesmas

per BWP

8 Pustu per

BWP

11 Per

Kelurahan

8 BKIA per

BWP

3 Per

Kelurahan

8 Apotik

per BWP

Disediakan Pemerintah Partisipasi Pihak Swasta

Perizinan dan Alokasi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan tabel proyeksi kebutuhan pada tahun 2031 serta tabel jumlah sarana

kesehatan eksisting pada tahun 2013 maka terdapat angka kebutuhan sarana kesehatan

(Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu) yang harus disediakan, jumlah yang harus

disediakan dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 207: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

420

Tabel 4. 80 Jumlah dan Sebaran Sarana Kesehatan Tahun 2013

BWP II Jumlah Unit

Posyandu Puskesmas Puskesmas Pembantu

Kec. Mangkubumi 96 2 6

Sambongjaya 15 0 1

Sambongpari 9 1 0

Linggajaya 15 0 1

Mangkubumi 15 1 0

Cipari 10 0 1

Karikil 10 0 1

Cipawitra 10 0 1

Cigantang 12 0 1

Kec. Cihideung 71 3 0

Tugujaya 9 1 0

Tuguraja 14 1 0

Nagarawangi 11 0 0

Yudanagara 9 0 0

Cilembang 19 1 0

Argasari 9 0 0

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya, 2014

4.2.5.3 Fasilitas Perdagangan dan Niaga

Sarana perdagangan dan jasa merupakan salah satu sarana yang penting dalam

menunjang kegiatan perekonomian di suatu wilayah. Melalui sarana perdagangan itulah

kegiatan perekonomian menjadi berjalan. Analisis perhitungan kebutuhan sarana

Page 208: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

421

perdagangan dan jasa di Kecamatan Mangkubumi, Indihiang dan Bungursari dilakukan

dengan mengacu pada SNI/03/1733/2004. Berdasarkan SNI 03-1733-2004, standar

pelayanan minimal sarana perdagangan dan niaga adalah sebagai berikut:

Toko/Warung, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 250

jiwa/unit dengan luas lantai adalah 50 m2/unit dan luas lahan adalah 100 m2/unit.

Pertokoan, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 6.000

jiwa/unit dengan luas lantai adalah 1.200 m2/unit dan luas lahan adalah 3.000

m2/unit.

Pusat Pertokoan dan Pasar Lingkungan, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 13.500 m2/unit dan

luas lahan adalah 10.000 m2/unit.

Pusat Perbelanjaan dan Niaga, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 120.000 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 36.000 m2/unit dan

luas lahan adalah 36.000 m2/unit.

Berdasarkan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya sebesar 886029 jiwa dan standar SNI

03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan di Perkotaan maka

dihasilkan jumlah proyeksi kebutuhan sarana perdagangan dan niaga pada tingkat kota dan

setelah dibagi jumlah kelurahan yang ada di Kota Tasikmalaya (69 kelurahan) maka terdapat

kebutuhan sarana kesehatan tingkat kelurahan yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 209: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

422

Tabel 4. 81 Jumlah dan Sebaran Sarana Perdagangan dan Niaga Tahun 2013

Kecamatan / Kelurahan Jumlah Unit

Pertokoan Pusat Pertokoan

Kec. Mangkubumi 1 0

Sambongjaya 0 0

Sambongpari 0 0

Linggajaya 1 0

Mangkubumi 0 0

Cipari 0 0

Karikil 0 0

Cipawitra 0 0

Cigantang 0 0

Kec. Cihideung 0 8

Tugujaya 0 2

Tuguraja 0 0

Nagarawangi 0 1

Yudanagara 0 5

Cilembang 0 1

Argasari 0 1

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya, 2014

4.2.5.4 Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka (RT) terdiri atas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non

Hijau (RTNH). Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang di dalam kota dimana unsur

hijau (vegetasi) yang alami dan sifat ruang terbuka lebih dominan (Hakim, 2002).

Pelaksanaan pengembangan RTH dilakukan dengan pengisian tumbuhan pada ruang

terbuka, baik secara alami ataupun dengan tanaman budidaya, seperti tanaman komoditi

pertanian dalam arti luas, pertamanan, dan sebagainya. Sedangkan dalam Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, ruang terbuka hijau didefinisikan sebagai

Page 210: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

423

area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,

tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja

ditanam. Ruang Terbuka Non Hijau: (Pedoman RTH) ruang terbuka di bagian wilayah

perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun

yang berupa badan air.

Pentingnya peranan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non Hijau

(RTNH) atau Grey Area perlu diatur dalam Pedoman Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan

Perkotaan (PERMEN PU no 5/PRT/M/2008) pasal 28 Paragraf 5 UU Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan ruang dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 pasal 31, ketentuan

mengenai penyediaan dan pemanfaatan RTH maupun RTNH, minimal pada suatu wilayah

kota/kawasan perkotaan adalah 30%, dengan asumsi 20% harus disediakan oleh

Pemerintah Kabupaten/Kota dan 10% disediakan oleh swasta atau masyarakat.

Berdasarkan SNI 03-1733-2004, standar pelayanan minimal sarana ruang terbuka, taman

dan lapangan olahraga adalah sebagai berikut :

Taman/Tempat Main RT, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan

adalah 250 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 250 m2/unit.

Taman/Tempat Main RW, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan

adalah 2.500 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 1.250 m2/unit.

Taman & Lapangan Olahraga, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 9.000 m2/unit.

Kuburan/Pemakamam Umum, standard jumlah penduduk pendukung yang

ditetapkan adalah 120.000 jiwa/unit.

4.2.6 Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Prasarana dan Utilitas Umum

4.2.6.1 Utilitas Listrik BWP II Mangkubumi

Sistem jaringan listrik secara fisik terdiri dari jaringan distribusi dan transmisi,

bangunan penyediaan listrik, serta pembangkit listrik. Sistem jaringan listrik yang ada di

BWP II terdiri atas Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM), Saluran Udara Tegangan

Menengah (SUTM), dan gardu hubung. BWP II sendiri tidak memiliki pembangkit listrik

karena pasokan listrik berasal dari daerah lain.

Selain itu, dalam sistem jaringan listrik yang telah disebutkan, diperlukan juga

cadangan listrik yang akan disalurkan oleh sistem tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui

seberapa besar cadangan listrik yang harus dimiliki BWP II untuk menjawab kebutuhan akan

listrik domestik dan non domestik. Besarnya kebutuhan listrik dapat dihitung dengan rumus

berikut.

Page 211: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

424

Kebutuhan listrik domestik = kebutuhan listrik/KK x jumlah KK

Kebutuhan listrik non domestik = 40% kebutuhan listrik domestik

Page 212: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

425

Daya listrik untuk tiap KK berbeda-beda mulai dari 450 VA, 900 VA, 1300 VA, sampai

2200 VA. Diasumsikan bahwa setiap KK terdiri dari 4 orang dan proporsi jumlah KK di BWP II

yang menggunakan daya listrik tersebut sama dengan proporsi jumlah KK di Kota

Tasikmalaya sehingga diperoleh data sebagai berikut.

Gambar 1. 1 Diagram Penggunaan Daya Listrik untuk Domestik

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Dari data tersebut diketahui bahwa kebutuhan listrik domestik pada tahun 2013

adalah sebesar 28.830.538 VA dan kebutuhan listrik non domestik yaitu 40% dari

28.830.538 adalah sebesar 11.532.215 VA, sehingga total kebutuhan listriknya adalah

sebesar 40.362.753 VA. Dengan supply listrik pada tahun 2013 sebesar 45.009.211 VA, maka

diketahui bahwa supply listrik masih dapat memenuhi kebutuhan listrik untuk BWP II.

Proyeksi kebutuhan listrik domestik hingga tahun 2031 dapat dilihat pada tabel berikut.

43%

49%

6%

2%

450 VA 900 VA 1300 VA 2200 VA

Page 213: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

426

Tabel 4. 82 Prediksi Kebutuhan Listrik Domestik BWP II Mangkubumi Hampai Tahun 2031

Kelurahan

Kebutuhan

listrik tahun

2016 (VA)

Kebutuhan

listrik tahun

2021 (VA)

Kebutuhan

listrik tahun

2026 (VA)

Kebutuhan

listrik tahun

2031 (VA)

Kecamatan

Mangkubumi 16540877 17670496 18877260 19640525

Sambongjaya 2599552 2777083 2966737 3086691

Sambongpari 1864011 1991310 2127301 2213314

Linggajaya 3202753 3421478 3655139 3802927

Mangkubumi 2710620 2895735 3093492 3218572

Cipari 1486423 1587934 1696379 1764968

Karikil 1510764 1613938 1724157 1793870

Cipawitra 1341810 1433446 1531339 1593256

Cigantang 1824943 1949574 2082715 2166925

Kecamatan

Cihideung 14256936 15230579 16270715 16928589

Tugujaya 2010670 2147983 2294675 2387455

Tuguraja 3500161 3739196 3994555 4156067

Nagarawangi 1915147 2045938 2185660 2274033

Yudanagara 1020471 1090162 1164612 1211700

Cilembang 3651523 3900895 4167298 4335794

Argasari 2158964 2306405 2463916 2563539

30797813 32901076 35147975 36569114

Sumber: Hasil analisis, 2015

Page 214: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

427

Tabel 4. 83 Prediksi Kebutuhan Listrik Non Domestik

Kelurahan Kebutuhan

listrik tahun

2016 (VA)

Kebutuhan

listrik tahun

2021 (VA)

Kebutuhan

listrik tahun

2026 (VA)

Kebutuhan

listrik tahun

2031 (VA)

Kecamatan

Mangkubumi

6616351 7068199 7550904 7856210

Sambongjaya 1039821 1110833 1186695 1234676

Sambongpari 745605 796524 850921 885326

Linggajaya 1281101 1368591 1462056 1521171

Mangkubumi 1084248 1158294 1237397 1287429

Cipari 594569 635174 678551 705987

Karikil 604305 645575 689663 717548

Cipawitra 536724 573378 612536 637302

Cigantang 729977 779829 833086 866770

Kecamatan

Cihideung

5702775 6092232 6508286 6771436

Tugujaya 804268 859193 917870 954982

Tuguraja 1400064 1495678 1597822 1662427

Nagarawangi 766059 818375 874264 909613

Yudanagara 408188 436065 465845 484680

Cilembang 1460609 1560358 1666919 1734318

Argasari 863586 922562 985566 1025416

Total BWP II 12319125 13160430 14059190 14627646

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 215: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

428

Dari hasil analisis tersebut, diketahui bahwa pada tahun 2021 kebutuhan listrik telah

melebihi supply listrik yang ada saat ini sehingga perlu ada tambahan supply listrik.

4.2.6.2 Utilitas Telekomunikasi BWP II Mangkubumi

Fasilitas telekomunikasi secara definisi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau

penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara,

dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya (UU No.

36 Tahun 1999). Berdasarkan definisi ini, maka dapat dikatakan bahwa fasilitas pendukung

telekomunikasi disini terdiri dari telepon fixed line dan BTS.

a. Telepon fixed line

Kebutuhan terhadap telepon fixed line di BWP II MANGKUBUMI Kota

Tasikmalaya didasarkan pada beberapa pertimbangan menurut SNI 03-1733-2004.

Pertimbangan tersebut yaitu sebagai berikut.

Tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah dan telepon

umum sejumlah 0,13 sambungan telepon rumah per jiwa

Dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap 250

jiwa penduduk (unit RT)

Ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak radius

bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 m

Dikarenakan penggunaan telepon umum yang sudah sangat minim di Kota

Tasikmalaya, maka perhitungan kebutuhan untuk telepon umum tidak dilakukan.

Saat ini masyarakat sudah sangat jarang menggunakan telepon umum, hal ini

dikarenakan semakin majunya teknologi sehingga masyarakat BWP II

MANGKUBUMI memilih untuk menggunakan telepon genggam (HP). Berdasarkan

hasil observasi, di BWP II Kota Tasikmalaya sudah tidak terdapat telepon umum.

Jikapun ada, kondisi fisik telepon umum tersebut sudah sangat memprihatinkan dan

sudah tidak berfungsi.

b. BTS

Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun

2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi pasal 6, penyelenggara

jaringan telekomunikasi wajib membangun dan/atau menyediakan jaringan

telekomunikasi dan jaringan tersebut wajib mengikuti ketentuan teknis sebagai

berikut :

menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan

jaringan telekomunikasi sesuai standar kualitas pelayanan;

memberikan pelayanan yang sama kepada pemakai jaringan telekomunikasi;

membuat ketentuan dan syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi;

Page 216: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

429

mengumumkan secara terbuka ketersediaan jaringan telekomunikasi yang

dimilikinya.

Pada dasarnya ketersediaan jaringan dan kemudahan berkomunikasi dari

telepon genggam dijadikan tanggung jawab sepenuhnya oleh pihak penyedia

jaringan telekomunikasi. Artinya, kondisi BTS perlu diperhatikan kualitasnya dan

dipantau apakah ia sudah mampu memenuhi kebutuhan jaringan penggunanya atau

belum. Adapun kondisi dari BTS yang terletak di BWP II dapat dilihat pada table

berikut.

Page 217: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

430

Tabel 4. 84 Kondisi BTS di BWP II Mangkubumi

Kecamatan Objek Observasi

Sarana Pendukung Jarak dengan bangunan terdekat

Guna lahan sekitar

Kondisi Fisik Menara

Tinggi Menara

Penangkal Petir

Pertanahan (grounding)

Cihideung

Ada/Tidak ada ada

Keterangan Baik 30 meter 5 meter

Sawah dan rumah makan

Mangkubumi

Ada/Tidak ada ada

Keterangan Baik 24 meter 3 meter Jasa dan RTH

Mangkubumi

Ada/Tidak ada ada

Keterangan Baik 24 meter 0 meter Rumah dan RTH

Cihideung

Ada/Tidak ada ada

Keterangan Baik 42 meter 5 meter Perumahan

Mangkubumi

Ada/Tidak Ada Ada

Keterangan Baik 42 meter 5 meter Perumahan

Cihideung

Ada/Tidak Ada Ada

Keterangan Baik 18 meter Ada Ada 50 meter Perumahan

Cihideung

Ada/Tidak Ada Ada

Keterangan Baik 18 meter Ada Ada 50 meter Sawah/Pertanian

Sumber : Hasil Observasi, 2015

Secara keseluruhan kondisi fisik menara BTS di BWP II Mangkubumi tergolong baik,

dengan tinggi menara berkisar antara 18-42 meter, akan tetapi pada dasarnya, standar

tinggi menara BTS yang ideal berdasarkan Master Plan Tower Bersama Telekomunikasi Kota

Tasik adalah 12m-20m. Dari segi sarana pendukungnya juga sudah cukup baik, yakni adanya

sarana pendudukung berupa penangkal petir dan grounding sebagai pelindung BTS.

Walaupun demikian masih terdapat banyak BTS yang tidak memenuhi standar,

yakni dimana jarak BTS dengan bangunan terdekat yaitu 5 meter. Hal ini sangat berbahaya

apabila bangunan terdekat merupakan bangunan perumahan.

4.2.6.3 Utilitas Air Bersih BWP II Mangkubumi

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dalam melangsungkan

kegiatannya sehari-hari, sehingga pemenuhan kebutuhan terhadap air bersih tersebut

merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Ketersediaan air bersih

Page 218: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

431

sangat tergantung kepada sumber air bersih yang dapat diolah dan dimanfaatkan dimana

dalam penyediaannya air bersih dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan kegiatannya serta

sumber air yang ada.

Sistem penyediaan air minum Kota Tasikmalaya sampai saat ini masih dilayani oleh

PDAM Kabupaten Tasikmalaya yang mempunyai kapasitas terpasang 438 Liter/detik yang

melayani 29.909 Sambungan Langsung (27.738 sambungan Domestik/SR, 2.211 Non

Domestik) dan 157 kran umum (Corporate Plan PDAM Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-

2007). Sementara itu, untuk penyediaan air bersih Kota Tasikmalaya, sumber air yang

digunakan tidak hanya melalui sistem perpipaan yang dilayani oleh PDAM Kabupaten

Tasikmalaya saja, tetapi juga melalui sistem non perpipaan. Adapun system non perpipaan

yang digunakan diantaranya adalah sumur gali, pompa tangan dan penampungan mata air

(Dinas Kesehatan, 2013).

Kota Tasikmalaya pada dasarnya memiliki potensi sumber air yang beragam dalam

memenuhi kebutuhan air bersih, yaitu meliputi air permukaan dan air tanah. Titik sumber

air tersebut tersebar di seluruh wilayah Kota Tasikmalaya maupun di wilayah Kabupaten

Tasikmalaya.

a. Air Permukaan (Sungai dan Situ)

Sungai-sungai yang mengaliri Kota Tasikmalaya di antaranya adalah Sungai

Citanduy, Sungai Ciloseh, Sungai Ciwulan, serta Sungai Cibanjaran. Sedangkan anak-

anak sungainya yaitu beberapa anak sungai dari Sungai Cibanjaran yang meliputi

Sungai Cihideung/Dalem Suba, Sungai Cipedes, Sungai Ciromban, Sungai Cidukuh,

Sungai Cicacaban, Sungai Cibadodon, Sungai Cikalang, Sungai Tonggong Londok,

Sungai Cibeureum dan Sungai Cimulu. Sungai-sungai tersebut mengalir sepanjang

tahun dan bermuara di Sungai Citanduy, kecuali Sungai Ciwulan.

Selain itu, terdapat pula potensi sumber air yang berasal dari situ. Tujuh

buah waduk/situ di Kota Tasikmalaya mempunyai potensi menyediakan total air

sebesar 1.646.750 m3 dan salah satunya berada di wilayah BWP II Mangkubumi.

Situ-situ tersebut adalah Situ Gede di Kecamatan Mangkubumi (6.000 m3/detik),

Situ Cicangri dan Rusdi di Kecamatan Tamansari (6.000 m3/detik), Situ Cibeureum,

Situ Cipajaran, Situ Malingping dan Situ Bojong di Kecamatan Cibeureum (24.000

m3/detik).

b. Air Tanah

Selain potensi air permukaan, Kota Tasikmalaya pun memiliki potensi

kandungan air tanah yang relatif dangkal. Dikatakan demikian karena air tanah

dapat diperoleh dari sumur dengan kedalaman antara < 3,00 – 10,00 meter.

Kedalaman sumur gali untuk bisa keluar air cukup dangkal, antara 1,50 – 7,00

meter.

Page 219: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

432

Kedua potensi hidrologi di atas merupakan sumber air bagi pemenuhan

kebutuhan sehari-hari. Salah satu sumber air tanah dalam bentuk mata air ini yaitu

Mata Air Cianjur II berada di wilayah BWP II Mangkubumi yaitu di Kecamatan

Mangkubumi.

Tabel 4. 85 Kawasan Sekitar Mata Air Di Kota Tasikmalaya

No. Nama

Mata Air

Debit (l/det) Lokasi Keterangan

Maks Min Desa Kecamatan

1 Cibunigeuli

s 60 15

Cibunigeuli

s Indihiang Dimanfaatkan PDAM

2 Cibangbay 81 50 Setiawargi Tamansari Belum dimanfaatkan

3 Cianjur II 65 18 Linggajaya Mangkubumi Lahan milik

perorangan

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya Tahun 2012

Page 220: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

433

Gambar 4. 75 Peta Sumber Air Permukaan Kota Tasikmalaya

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 221: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

434

Page 222: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

435

Gambar 4. 76 Peta Sumber Air Tanah BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 223: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

436

Sistem Jaringan Air Bersih

a. Cakupan Pelayanan

Data sumber pemenuhan kebutuhan air terbaru Kota Tasikmalaya

menyebutkan bahwa persentase masyarakat Kota Tasikmalaya yang sudah terlayani

air bersih mencapai angka 70%, dimana 24,8% diantaranya terlayani oleh PDAM dan

45,2% sisanya mendapatkan pelayanan dari air tanah (Bappeda Kota Tasikmalaya,

2015).

Sementara itu, PDAM Tirta Sukapura Kabupaten Tasikmalaya sendiri

mempunyai area pelayanan meliputi 13 kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya dan

10 kecamatan di Kota Tasikmalaya. Dengan kata lain, seluruh wilayah Kota

Tasikmalaya sudah mendapatkan pelayanan dari PDAM. Adapun jumlah pelanggan

PDAM di Kota Tasik Sendiri mencapai 25.456 SL, atau 154.710 jiwa yang terlayani

dari total 646.211 jiwa jumlah penduduk Kota Tasikmalaya.

Dalam hal pemenuhan kebutuhan air bersih, wilayah BWP II Mangkubumi

tidak hanya menggunakan sistem perpipaan PDAM Kabupaten Tasikmalaya saja.

Cakupan pelayanan untuk PDAM dan Non PDAM di wilayah BWP I Mangkubumi

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. 86 Cakupan Pelayanan PDAM BWP II Mangkubumi

Kecamatan Perpipaan / SR

Jumlah Penduduk Jumlah KK Pemakai Jiwa Pemakai

Cihideung 2394 2394 5985 38064

Mangkubumi 1110 1210 4158 43310

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2013

Tabel 4. 87 Cakupan Pelayanan Non Perpipaan BWP II Mangkubumi

Kecamatan Sumur Gali (jiwa)

Sumur Gali + Pompa (jiwa)

Sumur Pompa Tangan

Jumlah Penduduk

Cihideung 6470 6475 800 38064

Mangkubumi 8433 25625 1038 43310

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2013

Page 224: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

437

Tabel 4. 88 Cakupan Pelayanan Air Bersih di BWP II Mangkubumi

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2013

b. Kondisi Jaringan PDAM

Pelayanan PDAM Kabupaten Tasikmalaya dikelompokkan menjadi beberapa

cabang pelayanan dimana setiap cabang tersebut melayani wilayah yang berbeda

antara satu dengan yang lainnya. Cabang pelayanan tersebut terdiri dari cabang

Kawalu, Cibereum, Indihiang, Tasik Barat dan Tasik Timur. Adapun untuk wilayah

BWP II MANGKUBUMI, yang terdiri dari Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi,

termasuk ke wilayah cabang pelayanan Tasik Barat, bersama dengan Kecamatan

Indihiang.

Kecamatan Jumlah

Penduduk (jiwa)

Pelayanan PDAM (jiwa)

Pelayanan Non PDAM (jiwa)

Jumlah Penduduk Terlayani

Persentase Pelayanan

Cihideung 38064 5985 13745 19730 51,83%

Mangkubumi 43310 4158 35096 39254 90,63%

Total Persentase Terlayani BWP II Mangkubumi 72,49%

Page 225: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

438

Gambar 4. 77 Peta Pelayanan Air Bersih BWP I Indihiang dan BWP II Magkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 226: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

439

Debit air PDAM di Kecamatan Mangkubumi adalah 17 L/detik. Sedangkan

Kecamatan Cihideung besar debitnya adalah 190 L/detik (Terbagi menjadi 5

Kecamatan, data debit spesifik untuk Cihideung tidak diketahui)

Tabel 4. 89 Jumlah SL Cabang Pelayanan PDAM Kabupaten Tasik

No. Wilayah Jumlah SL Jumlah Jiwa Terlayani

(Jiwa)

1 Tasikmalaya Barat 8.834 54.320

2 Tasikmalaya Timur 8.592 51.928

3 Cibereum 3.326 20.238

4 Kawalu 3.196 19.176

5 Indihiang 1.508 9.048

Jumlah 25.456 154.710

Sumber : PDAM Kab. Tasikmalaya, 2013

Tabel 4. 90 Banyaknya Produksi dan Distribusi Air PDAM Tirta Sukapura di Kota Tasikmalaya

No Cabang /Unit

Kapasitas Air Terjual

L/Dtk Nrw %

Konsumsi

L/O/H Sumber Air ProduksiL/

Dtk

Distribusi

L/Dtk Lokasi L/Dtk

I Kota Tasikmalaya

Cabang Tasik Barat MA Cipondok 280,00 218,00 75,00 52,93 29,42 83,59

Cabang Tasik Timur MA Cipondok

75,00 54,26 27,65 89,63

Cabang Cibereum MA Cipondok

30,00 18,55 38,16 79,13

Cabang Kawalu MA Cipondok

28,00 18,17 35,12 81,65

Cabang Indihiang MA Cibunigeulis 18,00 18,00 18,00 9,15 49,15 86,60

Sumber : PDAM Tirta Sukapura Kab. Tasikmalaya, 2013

Sementara itu, terkait ketersediaan jaringan air, seluruh jaringan

jalan di BWP II Mangkubumi yang tipe jalannya adalah jenis kolektor sudah

diikuti oleh jaringan air bersih.

Page 227: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

440

Gambar 4. 78 Peta Jaringan Air Bersih PDAM di BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 228: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

441

Analisis Supply Dan Demand Air Bersih

Tabel 4. 91 Analisis Supply dan Demand Ir Bersih BWP II Mangkubumi

No

Kelurahan

Cakupan Layanan (90% penduduk)

Kondisi Ideal Kondisi Eksisting

Kekurangan

Jumlah Sambungan Rumah

Jumlah Hidran Umum

Jumlah Sambungan Rumah (PDAM)

1

Kecamatan Cihideung

67757 47430 20327 3994

Yudanagara 5935 4154 1780

Nagarawangi 7516 5261 2255

Cilembang 13630 9541 4089

Argasari 11738 8216 3521

Tugujaya 10002 7001 3001

Tuguraja 18938 13256 5681

2

Kecamatan Mangkubumi

70185 49129 21055 4750

Mangkubumi 11295 7907 3389

Cigantang 7793 5455 2338

Karikil 6650 4655 1995

Linggajaya 13287 9301 3986

Cipawitra 5746 4022 1724

Sambongpari 6968 4877 2090

Sambongjaya 11668 8167 3500

Cipari 6780 4746 2034

Total 137942 96559 41383 8744

Sumber: Hasil Analisis. 2015

Page 229: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

442

Prediksi Kebutuhan Air Bersih

Pertumbuhan penduduk akan terus meningkat dari tahun ke tahunnya. Maka dari

itu, kebutuhan air bersih pun akan ikut naik. Berikut ini adalah proyeksi kebutuhan air bersih

di Tahun 2031 dengan perhitungan LPP sebesar 1,33%.

Tabel 4. 92 Prediksi Kebutuhan Air Bersih di BWP II Mangkubumi Tahun 2031

No Kelurahan

Cakupan Layanan

Kondisi Ideal Kondisi Eksisting

(90% penduduk)

Jumlah Sambungan Rumah

Jumlah Hidran Umum

Jumlah Sambungan Rumah (PDAM)

1 Kecamatan Cihideung

79573 55701 23872 3994

Yudanagara 5695 3987 1709

Nagarawangi 10689 7483 3207

Cilembang 20381 14266 6114

Argasari 12050 8435 3615

Tugujaya 11222 7855 3367

Tuguraja 19535 13675 5861

2 Kecamatan Mangkubumi

77189 54033 23157 4750

Mangkubumi 15129 10590 4539

Cigantang 10185 7130 3056

Karikil 842 590 253

Linggajaya 17876 12513 5363

Cipawitra 7489 5242 2247

Sambongpari 6968 4877 2090

Sambongjaya 10404 7283 3121

Cipari 8296 5807 2489

Total 156762 109733 47029 8744

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 230: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

443

4.2.6.4 Prasarana Air Limbah BWP II Mangkubumi

Air limbah adalah air yang telah mengalami penurunan kualitas karena pengaruh

manusia. Air limbah atau air kotor bisa berasal dari air buangan rumah tangga, rumah sakit

dan sebagainya yang disebut limbah domestik. Air limbah perkotaan biasanya dialirkan di

saluran air kombinasi atau saluran sanitasi, dan diolah di fasilitas pengolahan air limbah atau

septiktank. Air limbah terutama limbah perkotaan, dapat tercampur dengan berbagai

kotoran seperti feses maupun urin.

Penanganan air limbah rumah tangga di BWP II Mangkubumi yaitu pengolahan air

limbah rumah tangga (domestik) dengan sistem pengelolaan on site. Pengelolaan On Site

adalah penanganan air limbah rumah tangga menggunakan sistem septic-tank dengan cara

pembuangan konvensional yaitu limbah air rumah tangga diangkut dengan menggunakan

kendaraan tangki khusus yang kemudian dibuang ke IPAL. Untuk sementara limbah air ini

dibuang ke IPAL karena IPLT Singkup tidak dapat dioperasikan. Di samping itu, masih banyak

masyarakat yang mempergunakan cubluk atau tangki septik yang secara konstruksi tidak

memenuhi persyaratan desain yang ditentukan.

Berdasarkan hasil wawancara ke pemilik usaha industry kreatif, pengolahan air

limbah di industry kreatif dikelola dengan menggunakan sistem pengolahan air limbah

terpusat (off site sanitation), yaitu conventional sewerage dengan unit instalasi pengolahan

air limbah (IPAL). Pada kasus ini, setiap unit industri kreatif skala besar wajib memiliki IPAL

di pabriknya.

Pertumbuhan penduduk akan terus meningkat dari tahun ke tahunnya. Oleh karena

itu, besarnya air limbah yang dihasilkanpun akan terus meningkat seiring meningkatnya

pertumbuhan penduduk. Berikut ini adalah proyeksi air limbah yang akan dihasilkan di BWP

II Mangkubumi hingga tahun 2031 dengan perhitungan LPP sebesar 1,33%.

Page 231: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

444

Tabel 4. 93 Jumlah Eksisting dan Proyeksi Air Limbah yang Dihasilkan di BWP II Mangkubumi Berdasarkan Kelurahan Tahun 2013-2031

Kelurahan Kebutuhan Air

Bersih Tahun

2019

(L/orang/hari)

Air Limbah yang

Dihasilkan 2019

(L/orang/hari)

Jumlah

Penduduk

Tahun 2025

(jiwa)

Kebutuhan

Air Bersih

Tahun 2025

(L/orang/hari)

Air Limbah yang

Dihasilkan

(L/orang/hari)

2025

Jumlah

Penduduk

Tahun 2031

(jiwa)

Kebutuhan

Air Bersih

Tahun 2031

(L/orang/hari)

Air Limbah yang

Dihasilkan 2031

(L/orang/hari)

Kecamatan Mangkubumi

Sambongjaya 1650900.4 1320720.3 14893 1787101 1429681 16121 1934539 1547631

Sambongpari 1183779.7 947023.73 10679 1281443 1025154 11560 1387163 1109730

Linggajaya 2033975.8 1627180.7 18348 2201781 1761425 19862 2383429 1906744

Mangkubumi 1721436.2 377149 15529 1863456 1490765 16810 2017193 1613754

Cipari 943984.06 755187.25 8516 1021864 817490.9 9218 1106168 884934.6

Karikil 959442.18 767553.74 8655 1038597 830877.6 9369 1124282 899425.7

Cipawitra 852144.69 681715.75 7687 922447.4 737957.9 8321 998550.1 798840.1

Cigantang 1158968.7 927174.99 10455 1254585 1003668 11317 1358089 1086471

Kecamatan Cihideung

Tugujaya 1276918 1021534.4 11519 1382265 1105812 12469 1496303 1197042

Tuguraja 2222850.6 1778280.5 20052 2406238 1924990 21706 2604754 2083804

Nagarawangi 1216254.7 973003.75 10972 1316597 1053277 11877 1425217 1140174

Yudanagara 648071.62 518457.3 5846 701538.1 561230.5 6328 759415.6 607532.5

Cilembang 2318976.7 1855181.3 20919 2510294 2008235 22645 2717396 2173917

Argasari 1371095.6 1096876.5 12368 1484212 1187370 13389 1606661 1285329

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 232: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

445

Gambar 4. 79 Diagram Volume Air Limbah yang Dihasilkan di BWP II Mangkubumi Berdasarkan

Kelurahan pada Tahun 2031

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Diagram di atas menunjukkan banyaknya volume air limbah yang dihasilkan di

BWP II Mangkubumi pada tahun 2031. Volume air limbah tersebut didapatkan dari

perhitungan asumsi bahwa air limbah yang dihasilkan adalah sebanyak 80% dari

kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih perkotaan menurut dokumen SNI-1733-2004

adalah 120 L/orang/hari.

Kelurahan Cilembang, Kecamatan Cihideung, merupakan kelurahan yang paling

banyak menghasilkan air limbah domestik pada tahun 2031 mendatang. Hal tersebut

dikarenakan Kelurahan Cilembang mempunyai jumlah penduduk paling banyak dan

paling padat di BWP II Mangkubumi. Kelurahan yang paling sedikit menghasilkan air

limbah domestik adalah Kelurahan Yudanegara, karena jumlah penduduk di Kelurahan

Yudanegara adalah yang paling sedikit yaitu sebanyak 6328 jiwa.

Limbah cair rumah tangga dibedakan menjadi 2 tipe yaitu limbah tinja (black

water) dan limbah cair rumah tangga (grey water). Grey water adalah limbah air yang di

dapat dari mencuci baju, mencuci piring atau air bekas dari kamar mandi. Black water

adalah istilah untuk air yang sangat terkontaminasi seperti air septictank dan air limbah

dapur.

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

Air Limbah yang Dihasilkan di BWP II Mangkubumi (L/orang/hari)

Page 233: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

446

Gambar 4. 80 Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja (Black Water)

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya Tahun 2012

Dari diagram tersebut, dapat diketahui bahwa hanya 23,5% penduduk yang

penyaluran buangan akhir tinja ke tangki septik. 23,75% penduduk menyalurkan

buangan akhir tinjanya ke sungai/danau/pantai, 15,5% penduduk menyalurkan buangan

akhir tinjanya ke kolam/sawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga

dari penduduk Kota Tasikmalaya menyalurkan buangan akhir tinja (Black Water) ke

sungai/danau/pantai dan kolam/sawah. Ini merupakan kondisi yang tidak baik karena

black water dapat menyebabkan pencemaran air sungai/danau/pantai. Pencemaran air

tersebut dapat mengakibatkan dampak negative karena air sungai dapat digunakan

untuk memenuhi kegiatan aktivitas sehari-hari masyarakat kota. Masih ada 1%

penduduk yang penyaluran buangan akhir tinjanya langsung ke drainase. Hal ini dapat

menyebabkan drainase menjadi berbau.

Page 234: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

447

Gambar 4. 81 Tempat Penyaluran Buangan Akhir Air Bekas Buangan/Air Limbah (Grey Water)

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya Tahun 2012

Dari diagram tersebut, dapat diketahui bahwa ada sekitar dua pertiga penduduk

yakni tepatnya 67,08% penduduk menyalurkan buangan akhir air limbahnya ke

sungai/kanal, yang mana sungai merupakan drainase primer kota. Ada 12,75% dan

2,92% penduduk kota yang pembuangan akhir air bekas buangannya ke saluran tertutup

dan saluran terbuka. Saluran ini merupakan saluran drainase sekunder kota. Saluran

drainase dan sewerage Kota Tasikmalaya masih menggunakan system yang tergabung.

Page 235: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

448

Tabel 4. 94 Penanganan Limbah Medis Kota Tasikmalaya

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya Tahun 2012

Berdasarkan di atas, ada empat rumah sakit yang limbah cair medisnya tidak

diolah terlebih dahulu. Hal ini merupakan kondisi yang tidak baik. Limbah cair medis dari

rumah tangga merupakan limbah yang tergolong limbah B3 (berbau, berbahaya,

beracun). Limbah B3 merupakan limbah bahaya dan sangat dapat menyebabkan

pencemaran, baik pencemaran fisik maupun kimiawi. Sebaiknya, semua limbah medis

harus diolah terlebih dahulu melalui IPAL dari setiap rumah sakit agar limbah yang

terbuang ke system air limbah perkotaan adalah limbah yang aman dan tidak lagi

beracun dan dapat mencemarkan.

Pengelolaan air limbah (domestik) di Kota Tasikmalaya merupakan tugas dan

tanggung jawab Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Kebersihan Kota Tasikmalaya,

khususnya bidang Kebersihan. Sampai saat ini belum ada peran serta swasta dalam

pengelolaan limbah cair.

Untuk meningkatkan kinerja sistem air limbah di BWP II Mangkubumi,

pemerintah Kota Tasikmalaya telah membuat rencana pengembangan air limbah melalui

kebijakan yang telah ditentukan. Rencana pengembangan air limbah tersebut meliputi

sistem pengelolaan air limbah sesuai arahan RTRW Kota Tasikmalaya 2011-2031 sebagai

berikut:

a. Rencana sistem pengelolaan air limbah terpusat melalui:

1. pembangunan jaringan perpipaan air limbah di wilayah Kecamatan

Cihideung, Kecamatan Tawang, Kecamatan Cipedes, Kecamatan

Mangkubumi, dan Kecamatan Indihiang;

2. pembuatan instalasi pengolahan air limbah untuk pengelolaan air limbah

terpusat di Kecamatan Cipedes, Kecamatan Purbaratu dan Kecamatan

Kawalu;

Page 236: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

449

3. peningkatan kapasitas Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di

Kelurahan Singkup Kecamatan Purbaratu; dan

4. pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri di kawasan

peruntukan industri dan pergudangan di Kecamatan Kawalu, Kecamatan

Mangkubumi, dan Kecamatan Bungursari.

b. Peningkatan sistem pengelolaan air limbah setempat meliputi:

1. pembuatan tangki septik komunal untuk pengelolaan air limbah rumah

tangga di kawasan-kawasan padat penduduk;

2. peningkatan pelayanan mobil sedot tinja; dan

3. pembuatan instalasi pengolahan air limbah industri rumah tangga di

sentra-sentra industri rumah tangga.

4.2.6.5 Prasarana Persampahan BWP II Mangkubumi

Sampah adalah suatu produk atau hasil dari kegiatan manusia dan alam yang

tanpa pengolahan tertentu menjadi tidak berguna dan dapat menurunkan tingkat

kesehatan lingkungan. Untuk mengetahui proyeksi timbulan sampah di wilayah

perencanaan, maka data yang digunakan adalah data jumlah penduduk berdasarkan

hasil proyeksi hingga tahun 2031.

Kegiatan pengelolaan persampahan ditujukan untuk mengendalikan

pengumpulan dan pembuangan/penumpukan sampah untuk menghasilkan lingkungan

yang bersih, sehat dan aman. Kegiatan pengelolaan penanganan persampahan dilakukan

di daerah permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan, sarana umum dan lain-lain.

Page 237: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

450

Gambar 4. 82

Diagram Sistem Pengangkutan Sampah Rumah Tangga Secara Umum

Te mp at

Sa mp ah

Ko nt ai ner

Permukiman

Individual

Individual

Individual Gerobak Sampah

Gerobak Sampah

Gerobak Sampah

Transfer Dipo

Kontainer/TPS

Dump Truck

Truck TPA Ciangir

Gerobak Sampah

Komunal

Komunal

Perdagangan

Industri

Jalan

Individual danSemi Komunal

Perkantoran

SUMBER SAMPAH PEWADAHAN PENGUMPULAN PEMINDAHAN PENGANGKUTAN TPA

Te mp at

Sa mp ah

Ko nt ai ner

Permukiman

Individual

Individual

Individual Gerobak Sampah

Gerobak Sampah

Gerobak Sampah

Transfer Dipo

Kontainer/TPS

Dump Truck

Truck

TPA Ciangir

Gerobak Sampah

Komunal

Komunal

Perdagangan

Industri

Jalan

Individual danSemi Komunal

Perkantoran

SUMBER SAMPAH PEWADAHAN PENGUMPULAN PEMINDAHAN PENGANGKUTAN TPA

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 238: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

451

Gambar 4. 83 Kondisi Eksisting Prasarana Persampahan BWP II Magkubumi

Sumber: Hasil Observasi, 2015

Page 239: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

452

Perkiraan jumlah timbulan sampah wilayah studi dengan asumsi Laju

pertumbuhan penduduk sebesar 1.33% dan jumlah timbulan sampah sebesar 2,5 L/ jiwa

(berdasarkan SNI 03-3242-2008 tentang Pengolahan Sampah di Permukiman). Maka

berikut adalah perkiraan timbulan sampah yang akan dihasilkan.

Tabel 4. 95 Proyeksi Timbulan Sampah Bwp Ii Mangkubumi

Kecamatan/Kelurahan

2013 2031

Timbulan Sampah (L/hari)

Timbulan Sampah (L/hari)

MANGKUBUMI 202167,5 256446,11

Sambongjaya 31772,5 40302,89

Sambongpari 22782,5 28899,22

Linggajaya 39145 49654,78

Mangkubumi 33130 42024,85

Cipari 18167,5 23045,17

Karikil 18465 23422,54

Cipawitra 16400 20803,13

Cigantang 22305 28293,52

CIHIDEUNG 174252,5 221036,39

Tugujaya 24575 31172,98

Tuguraja 42780 54265,72

Nagarawangi 23407,5 29692,02

Yudanagara 12472,5 15821,16

Cilembang 44630 56612,41 Argasari 26387,5 33472,10

Sumber : Hasil Pengolahan Data berdasarkan SNI 3242/2008-Pengelolaan Sampah

Permukiman

Berdasarkan data di atas, kecamatan Mangkubumi merupakan kecamatan

penghasil sampah terbesar yaitu sebesar 202167,5 liter/hari pada tahun 2013 dan jika

diproyeksikan pada tahun 2031 besar timbunan sampahnya adalah 256446,11 liter/hari.

Pada kecamatan Mangkubumi, kelurahan yang menyumbang sampah terbanyak adalah

pada kecamatan Linggajaya sebesar 39145 liter/hari pada tahun 2013 dan sebesar

49654,78 liter/hari pada tahun 2031. Jika dilihat dari tabel di atas dapat disimpulkan

bahwa jumlah penduduk berbanding lurus terhadap besar timbunan sampah pada suatu

kecamatan dan keluruhan.

Page 240: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

453

Tabel 4. 96 Volume Sampah Domestik Dan Non Domestik BWP II Mangkubumi

No. Kecamatan /

Kelurahan

2013 2031

Volume Sampah

Domestik (l/hari)

Volume Sampah Non

Domestik (l/hari)

Volume Sampah

Domestik (l/hari)

Volume Sampah

Non Domestik

(l/hari)

A MANGKUBUMI 202167,5 60650,25 256446,11 76933,83

1 Sambongjaya 31772,5 9531,75 40302,89 12090,87

2 Sambongpari 22782,5 6834,75 28899,22 8669,766

3 Linggajaya 39145 11743,5 49654,78 14896,43

4 Mangkubumi 33130 9939 42024,85 12607,46

5 Cipari 18167,5 5450,25 23045,17 6913,551

6 Karikil 18465 5539,5 23422,54 7026,762

7 Cipawitra 16400 4920 20803,13 6240,939

8 Cigantang 22305 6691,5 28293,52 8488,056

B CIHIDEUNG 174252,5 52275,75 221036,39 66310,92

1 Tugujaya 24575 7372,5 31172,98 9351,894

2 Tuguraja 42780 12834 54265,72 16279,72

3 Nagarawangi 23407,5 7022,25 29692,02 8907,606

4 Yudanagara 12472,5 3741,75 15821,16 4746,348

5 Cilembang 44630 13389 56612,41 16983,72

6 Argasari 26387,5 7916,25 33472,10 10041,63 Sumber : Hasil Analisis, 2015

Keterangan : Standar timbulan sampah 2,5 L/Hari/Orang (untuk sampah domestik) Volume sampah non domestik 30% dari sampah domestic

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampah domestik dan non-domestik di

mangkubumi cukup besar. Namun jika dilihat dari hasil proyeksi pada tahun 2031 bahwa

peningkatan volume sampah baik domestik dan non-demestik tidak begitu besar.

Peningkatan volume dalam 20 tahun kedepan sebesar 76933,83 liter pada kecamatan

Mangkubumi sebagai penyumbang sampah terbesar di BWP II Mangkubumi

.

Page 241: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

454

Gambar 4. 84 Peta Jaringan Persampahan BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 242: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

455

Dengan mengetahui proyeksi jumlah timbulan sampah yang akan dihasilkan

maka berdasarkan SNI 03-3242-2008, jumlah sarana persampahan yang dibutuhkan

adalah sebagai berikut.

Tabel 4. 97 Perkiraan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Berdasarkan

Timbulan Sampah di BWP II Mangkubumi Tahun 2018-2031

No Uraian Kapasitas Pelayanan

2013 2021 2031

A MANGKUBUMI

1 Jumlah Proyeksi Penduduk

- 80867 86390 92289

2 Timbunan Sampah - 202167,5 230723,5 256446,1

3 Wadah Komunal 0,5-1,0 m3 202 231 256

4 Komposter Komunal 1 m3 202 231 256

5 Gerobak Sampah 6 m3 34 39 43

6 Container Armroll Truk

10 m3 20 23 26

7 TPS Tipe I 100 m3 2 2 3

8 TPS Tipe II 300 m3 1 1 1

TPS Tipe III 1000 m3 0 0 0

9 Bangunan Pendaur Ulang Sampah Skala Lingkungan

150 m3 1 2 2

B CIHIDEUNG

1 Jumlah Proyeksi Penduduk

- 69701 74461 79546

2 Timbunan Sampah - 174252,5 198865,5 221036,4

3 Wadah Komunal 0,5-1,0 m3 174 199 221

4 Komposter Komunal 1 m3 174 199 221

5 Gerobak Sampah 6 m3 29 33 37

6 Container Armroll Truk

10 m3 17 20 22

7 TPS Tipe I 100 m3 2 2 2

8 TPS Tipe II 300 m3 1 1 1

9 TPS Tipe III 1000 m3 0 0 0

10 Bangunan Pendaur Ulang Sampah Skala Lingkungan

150 m3 1 1 1

Sumber: Hasil Analisis, 2015.

Page 243: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

456

Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah di Kota Tasikmalaya Tahun 2013

No Jenis Jumlah (Unit)

Kapasitas ( M3)

Kondisi Umur Ekonomis Baik Rusak

1. Tempat Pembuangan Akhir 1 16

2 Tempat Pembuangan Sementara

52 4 -

3. TPS Mini 37 0,6 -

4. Tong Sampah 100 5

5. Gerobak Sampah 168 0,5 221 4 5

6. Motor Sampah 2 0,5 2 5

7. Engkel 1 4 1

8. Pick Up 2 4 2 5

9. Dump Truck 19 6 19 5

10. Arm Roll Truck 9 6 6

11. Beco Loader 1 1

12. Buldozer 1 1

13. Excavator 1 1 5

14. Container 38 6 23 11 5

15. Transfer Depo 6 5 1 5

16. Bak Pasangan Terbuka 47

17. Bak Pasangan Tertutup 5

18. Incenerator 1

Sumber: Bidang Kebersihan,Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Kebersihan, 2010.

Pada Tabel diatas merupakan fasilitas yang dimiliki oleh Dinas Cipta Karya, Tata

Ruang dan Kebersihan kota Tasikmlaya dalam lingkup kota.

Page 244: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

457

Gambar 4. 85 Peta Persebaran TPS BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 245: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

458

Jika dibandingkan dengan kebutuhan data dari perhitungan standar minimun yang ada

maka fasilitas yang harus dipenuhi di kecamatan Cihideung dan Mangkubumi adalah

sebagai berikut:

Tabel 4. 98 Kebutuhan Sarana Dan Prasarana Persampahan Yang Harus Dipenuhi BWP II

Mangkubumi Hingga Tahun 2031

No Jenis Jumlah

Eksisting (Unit)

Kapasitas ( M3)

Penyediaan Tambahan Sarana dan Prasarana

Minimal (Unit)

Total yang dibutuhkan

(Unit) 2021 2031

1. Tempat Pembuangan Akhir 1 - 1 1

2 Tempat Pembuangan Sementara

52 4 51 64 64

3. TPS Mini (wadah komunal) 37 0,6 337 427 427

4. Tong Sampah 100 0,04 5054 6411 6411

5. Gerobak Sampah 168 0,5 404 513 513

6. Motor Sampah 2 0,5 404 513 513

7. Dump Truck 19 6 337 427 427

8. Arm Roll Truck 9 6 34 43 43

9. Container 38 6 34 43 43

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Keterangan: perhitungan kebutuhan pada tabel tersebut menggunakan asumsi bahwa

sarana dan prasarana yang dimiliki oleh kota tidak menjadi milik kecamatan

Mangkubumi atau Cihideung atau dengan kata lain sarana dan prasarana persamahan di

Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi adalah nol.

Kebutuhan sarana dan prasarana persampahan diatas berlaku untuk kedua

kecamatan dengan menggunakan asumsi tersebut. Diprediksikan bahawa kebutuhan

sarana dan prasana persampahan setiap kecamatan Mangkubumi dan Cihideung pada

tahun 2031 adalah untuk TPA sebanyak 1 unit dengan cakupan pelayanan 100.000 jiwa

penduduk, Tempat Pembuangan Sementara sebanyak 64 unit, Wadah Komunal

sebanyak 427 unit, Tong Sampah sebanyak 6411 unit, Gerobak Sampah sebanyak 513

unit, Motor Sampah sebanyak 513 unit, Dump Truck sebanyak 427 unit, Arm Roll Truck

sebanyak 43 unit, dan Container sebanyak 43 unit.

Page 246: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

459

4.2.6.6 Prasarana Drainase BWP II Mangkubumi

Pengelolaan drainase perkotaan yang berkelanjutan sangatlah penting dalam

peningkatan kualitas permukiman, dimana drainase merupakan pengaliran dari buangan

limbah cair yang bersumber dari limbah rumah tangga, air buangan dan pengaruh

pasang susrutnya air sungai yang kesemuanya diatur dalam suatu sistem pengaliran

dengan mengutamakan tinggi permukaan tanah (kontur tanah) sehingga pengaliran air

limbah dapat mengalir dengan baik ke saluran drainase pembuang dengan semaksimal

mungkin.

Pasang surut mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap sistem drainase

di wilayah perkotaan, khusunya untuk daerah yang datar dengan elevasi muka tanah

yang tidak cukup tinggi.

Saluran drainase di Kecamatan Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung

berperan sebagai jaringan sisa buangan kegiatan permukiman. Sistem yang digunakan

pada jaringan ini adalah memanfaatkan kelerengan lahan dengan menyesuaikan

topografi dan mengalirkan ke sungai yang ada.

Bentuk saluran drainase buatan umumnya berupa saluran terbuka yang dibuat pada

tepi jalan. Hanya beberapa jaringan drainase dengan sistem tertutup dan pada

umumnya adalah jaringan drainase sekunder. Sistem drainase baik sistem terbuka

maupun tertutup hanya terdapat di jalur-jalur utama. Untuk drainase di permukiman

masyarakat pada umunya dibuat secara individual dan saling tidak terhubung. Masalah

sistem drainase di Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi antara lain :

1. Saluran drainase jalan di pada umumnya berada di pinggir jalan (di samping trotoar)

dengan tipe saluran terbuka, dan sebagian kecil saluran drainase yang berada di

bawah trotoar jalan sehingga sulit untuk membedakan status dan kewenangan

pengelolaannya, juga dapat dikategorikan kurang efektif dalam pemanfaatan

ruangnya.

2. Pada umumnya saluran drainase jalan dan lingkungan dialirkan ke anak sungai atau

sungai utama yang ada. Saluran tertutup umumnya digunakan pada saluran drainase

jalan yang berada di daerah perkotaan dan berada di bawah trotoar jalan-jalan

utama dan sekunder, sedangkan saluran terbuka umumnya terbuat dari pasangan

batu

3. Saluran-saluran dirancang (dimensi dan konstruksinya) dan dibangun tidak

beraturan, kondisi ini ditemui pada lingkungan pemukiman dan perumahan

4. Terdapat ketidakjelasan fungsi saluran, misalnya sungai cihideung sebagai saluran

drainase hanya terdapat di sebelah hulu sungai dimanfaatkan sebagai saluran

irigasi di bagian hilirnya sehingga memiliki funsi ganda

5. Masih terdapat perbedaan dimensi saluran, berupa penyempitan di beberapa

titik yang mengakibatkan terjadinya genangan

Page 247: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

460

Permasalahan drainase semakin meningkat seiring dengan pesatnya

perkembangan Kota Tasikmalaya. Akibatnya permasalahan banjir dan genangan semakin

meningkat pula.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya genangan di Kota Tasikmalaya

diantaranya

adalah sebagai berikut :

1. Perubahan fungsi lahan;

2. Penanganan drainase belum terpadu;

3. Permukiman di bantaran sungai dan bangunan di atas saluran air;

4. Tumpukan sampah dan sedimentasi di saluran drainase;

5. Kerusakan konstruksi drainase;

Rata-rata banjir/genangan di Kota Tasikmalaya tahun 2010, terjadi beberapa kali

dalam setahun di kecamatan yang relatif cepat pertumbuhannya (Tawang, Cihideung,

Indihiang, Bungursari dan Kawalu). Sedangkan kecamatan yang harus mendapatkan

perhatian khusus adalah kecamatan Cipedes dan Mangkubumi yang mengalami

beberapa kali banjir/genangan

dalam sebulan. Rata-rata lama banjir/genangan yang terjadi antara 1-3 jam dengan

ketinggian setengah lutut orang dewasa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel

dibawah ini.

Tabel 4. 99 Genangan Di BWP II Mangkubumi Tahun 2010

No. Kecamatan Jumlah

Rumah

Seberapa Sering banjir dalam setahun

1 2 3 4 5

1 Mangkubumi 150 v

2 Cihideung 400 v

Sumber: Buku Putih Sanitasi, 2012

Keterangan:

1 = tidak pernah 4 = sekali/beberapa kali dalam sebulan

2 = sekali dalam setahun 5 = tidak tahu

3 = beberapa kali dalam setahun

Page 248: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

461

Tabel 4. 100 Lama Genangan Di BWP II Mangkubumi Tahun 2010

No. Kecamatan Jumlah Rumah

Seberapa lama banjir

1 2 3 4 5

1 Mangkubumi 150 v

2 Cihideung 400 v

Sumber: Buku Putih Sanitasi, 2012

Keterangan:

1 = kurang dari 1 jam 4 = 1 hari

2 = 1-3 jam 5 = lebih dari 1 hari

3 = setengah hari

Tabel 4. 101 Tinggi Genangan Di BWP II Mangkubumi Tahun 2010

No. Kecamatan Jumlah Rumah

Tinggi banjir

1 2 3 4 5

1 Mangkubumi 150 v

2 Cihideung 400 v

Sumber: Buku Putih Sanitasi, 2012

Keterangan:

1 = tidak masuk rumah, hanya di halaman 4 = selutut orang dewasa

2 = setumit orang dewasa 5 = sepinggang orang dewasa

3 = setengah lutut orang dewasa

Dari Tabel- tabel genangan air diatas dapat dilihat bahwa BWP II Mangkubumi

merupakan langganan banjir yaitu beberapa kali dalam sebulan dengan ketinggian

setengah lutut sampai selutut orang dewasa. Namun genangan air yang terjadi hanya 1-

3 jam saja. Jika dianalisis hal ini terjadi karna kondisi drainase yang masih buruk. Dimana

drainase yang tersedia tidak dapat menampung volume air hujan yang turun sehingga

butuh waktu 1-3 jam (lama genangan) air mengalir ke saluran primer.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu adanya pengelolaan sistem

drainase secara terpadu. Dalam mencegah terjadinya genangan, maka dapat dilakukan

dengan memodifikasi sistem saluran yang ada tanpa membangun saluran yang baru,

seperti penerapan sistem pounding/retensi.

Page 249: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

462

Gambar 4. 86 Peta Rencana Drainase BWP II Mangkubumi

Sumber: Pemerintah Kota Tasikmalaya, 2011

Page 250: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

463

4.2.7 Analisis Transportasi

4.2.7.1 Analisis Jalan BWP II Mangkubumi

Prasarana jalan sebagai satu-satunya infrastruktur yang menunjang transportasi

di BWP II memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan

BWP II. BWP II dapat dikatakan strategis karena dilewati jalan-jalan utama yang terdapat

di beberapa kelurahan di Kecamatan Mangkubumi yaitu Kelurahan Mangkubumi, Cipari,

Cipawitra, Linggajaya, Sambong Jaya, dan Sambong Pari, serta di beberapa kelurahan di

Kecamatan Cihideung yaitu Kelurahan Yudanagara, Nagarawangi, Tuguraja, dan

Tugujaya.

BWP II memiliki struktur hierarki jalan kolektor primer, kolektor sekunder, dan

lokal sekunder. Sayangnya, masih terdapat kesahalan dalam struktur hierarki jaringan

jalan tersebut. Misalnya saja, Jalan Mayor SL Tobing yang merupakan jalan kolektor

primer langsung masuk ke Jalan Siliwangi yang merupakan jalan kolektor sekunder. Ada

pula jalan kolektor sekunder yang langsung masuk ke jalan lokal sekunder dan

menyebabkan terjadinya bottleneck. Bottleneck sendiri akan menyebabkan kemacetan

karena adanya perubahan kapasitas ruas jalan yang berdampak pada pengurangan

kecepatan arus kendaraan.

Jalan-jalan di BWP II jika dilihat dari indeks aksesibilitas yang dihitung

berdasarkan tabel berikut, memiliki tingkat aksesibilitas yang beragam mulai dari

rendah hingga sangat tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar.

Tabel 4. 102 Standar Aksesibilitas Jalan Di Indonesia

Kepadatan Penduduk

(jiwa/km2)

Indeks Aksesibilitas

Panjang Jalan/Luas

Wilayah (km/km2)

Sangat Tinggi ( > 5000) >5

Tinggi (1001 – 5000) >1,5

Sedang (501 – 1000) >0,5

Rendah (100 - 500) >0,15

Sangat Rendah ( < 100) >0,05

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001

Page 251: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

464

Gambar 4. 87 Peta Aksesibilitas Kelurahan BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 252: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

465

Meski beberapa kelurahan yaitu Kelurahan Sambong Pari, Cigantang, Linggajaya,

Argasari, dan Yudanegara sudah memiliki aksesibilitas yang sangat tinggi, namun masih

ada pula kelurahan-kelurahan yang memiliki aksesibilitas rendah yaitu Kelurahan Cipari,

Sambong Jaya, dan Tugujaya.. Rendahnya aksesiblitas di kelurahan-kelurahan tersebut

disebabkan oleh kurangnya panjang jalan yang ada jika dibandingkan dengan kepadatan

penduduknya. Oleh karena itu, perlu ada penambahan jumlah panjang jalan sehingga

aksesibilitas dapat meningkat.

Untuk kondisi jalan sendiri, meski sebagian besar jalan yang ada di BWP II telah

mendapat perkerasan hotmix dan lapen, namun di beberapa ruas jalan kondisinya sudah

rusak sehingga menghambat pergerakan. Untuk jalan lokal juga masih terdapat

beberapa ruas yang belum mendapat perkerasan. Beberapa jalan lokal bahkan selain

memiliki kondisi permukaan yang buruk (baik karena balum mendapat perkerasan

maupun karena sudah rusak) juga tidak digunakan sesuai fungsinya, misalnya saja untuk

parker (on street parking). Perilaku tersebut tentu akan menimbulkan hambatan

samping jalan yang tinggi dan menyebabkan menunrunnya kapasitas ruas jalan.

Selain itu sebagian besar jalan juga tidak memiliki markah jalan dan bahu jalan yang

sesuai. Ketidaktersediaan markah jalan dapat menyebabkan lalu lintas menjadi

semrawut dan tidak terarah sedangkan ketidaktersediaan bahu jalan dapat

menyebabkan kemacetan. Penyediaan bahu jalan sendiri harus disesuaikan dengan

kelas jalan dan kepadatan jalan.

4.2.7.2 Analisis Trotoar BWP II Mangkubumi

Trotoar sebagai elemen jalan bagi pejalan kaki masih minim keberadaannya di

BWP II. Di jalan-jalan utama pun trotoar masih jarang ditemukan dan kalau pun ada

umumnya digunakan tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya sebagai tempat PKL

berjualan. Hal tersebut menyebabkan pejalan kaki turun ke jalan dan menambah

hambatan samping dari jalan. Lebar dari trotoar yang ada sendiri beragam mulai dari 1 –

1,5 m, sedangkan lebar minimum trotoar menurut standar berkisar antara 1,5 – 3 m

tergantung dari kelas jalannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kapasitas beberapa

trotoar masih belum sesuai standar.

Trotoar juga harus disediakan di lokasi-lokasi industri, pusat perbelanjaan, pusat

perkantoran, sekolah, terminal bus, perumahan, pusat hiburan, dan lokasi lainnya yang

berpotensi mengakibatkan pertumbuhan pejalan kaki. Oleh karena itu, perlu ada

penyediaan trotoar bagi pejalan kaki di BWP II khususnya di lokasi-lokasi dengan fungsi-

fungsi tersebut dan juga penambahan kapasitas dari trotoar yang masih belum

memenuhi standar.

Page 253: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

466

4.2.7.3 Analisis Terminal BWP II Mangkubumi

Dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan, terminal

adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur

kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang,

serta perpindahan moda angkutan. Pada BWP II, terdapat dua buah pengembangan

terminal yang berada di Kelurahan Cipawatra, dan di sebelah barat Pasar Induk

Cikurubuk. Kedua terminal tersebut adalah terminal yang bertipe C. Terminal Tipe C

hanya melayani angkutan kota atau pedesaan saja, dalam arti hanya melayani arus lokal

saja.

Secara rinci pengembangan kedua terminal tersebut disebutkan di RTRW Kota

Tasikmalaya Thun 2011-2031 seperti berikut;

Pengembangan Terminal Cipawitra di Jl. Jend. A.H. Nasution, Kecamatan

Mangkubumi.

Pengembangan sub terminal Cikurubuk di Kelurahan Sambong Pari

Kecamatan Mangkubumi.

Page 254: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

467

Gambar 4. 88 Peta Persebaran Terminal di BWP II Mangkubumi Kota Tasikmalaya

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 255: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

468

Terminal Cikurubuk berada di Kecamatan Mangkubumi. Terminal ini merupakan

terminal tipe C yang mempunyai luas lahan sebesar 0,29 Ha. Ada beberapa trayek

angkot yang memangkal dari terminal ini, diantaranya adalah angkot jurusan Terminal

Cikurubuk - Terminal Cibeureum, Terminal Cikurubuk – Nyantong, Terminal Cikurubuk –

Karangresik, Terminal Cikurubuk - Perum Sirnagalih, Terminal Cikurubuk – Cibunigeulis,

Terminal Cikuribuk-Asta, dan Terminal Cikurubuk-Perum Kota Baru. Terminal Cikurubuk

merupakan terminal yang ramai karena berada di sebelah barat Pasar Cikurubuk yang

merupakan pasar induk berskala regional. Sedangkan Terminal Cipawatra masih berada

dalam rencana pengembangan.

Terminal Cikurubuk berada di Kecamatan Mangkubumi. Terminal ini merupakan

terminal tipe C yang mempunyai luas lahan sebesar 0,29 Ha. Ada beberapa trayek

angkot yang memangkal dari terminal ini, diantaranya adalah angkot jurusan Terminal

Cikurubuk - Terminal Cibeureum, Terminal Cikurubuk – Nyantong, Terminal Cikurubuk –

Karangresik, Terminal Cikurubuk - Perum Sirnagalih, Terminal Cikurubuk – Cibunigeulis,

Terminal Cikuribuk-Asta, dan Terminal Cikurubuk-Perum Kota Baru. Terminal Cikurubuk

merupakan terminal yang ramai karena berada di sebelah barat Pasar Cikurubuk yang

merupakan pasar induk berskala regional. Sedangkan Terminal Cipawatra masih berada

dalam rencana pengembangan.

4.2.8 Analisis Kecenderungan Perkembangan Kegiatan

4.2.8.1 Analisis Kegiatan Eksisting BWP II Mangkubumi

Kegiatan yang ada pada saat ini diperoleh dari survey primer yang telah

dilakukan dengan mengamati penggunaan ruang pada masing-masing bangunan di

Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi. Pengunaan ruang di Kecamatan Cihideung dan

Mangkubumi saat ini secara garis besar meliputi :

1. Perumahan

2. Perdagangan dan Jasa

3. Pertanian

4. Industri

5. Pertambangan

6. Perikanan

7. Peruntukkan lainnya (Pendidikan, Kesehatan, Olahraga, Pemerintahan, Sarana

dan Prasarana Pelayanan, dan Transportasi)

Adapun kegiatan yang berlangsung di Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi

saat ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Page 256: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

469

Tabel 4. 103 Daftar Kegiatan Eksisting di Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi

Perumahan Perdagangan dan Jasa

Pertanian Industri Pertambangan Perikanan Peruntukan Lainnya

Jenis Bangunan:

Perdagangan: Perkebunan Industri besar Pertambangan Galian C

Pusat budidaya perikanan darat

Pendidikan:

Rumah Tunggal

Warung Makan/Restoran

Pertanian Lahan Sawah

Industri kecil (Industri kreatif)

PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)

Rumah Deret

Pusat Perbelanjaan dan Niaga

SD (Sekolah Dasar)

Rumah Sewa/ Penginapan

Minimarket

SMP (Sekolah Menengah Pertama)

SMA (Sekolah Menengah Akhir)

Fungsi Bangunan:

Tempat Tinggal

Jenis Barang yg Diperdagangkan:

Industri Kreatif

Makanan & minuman

Kesehatan:

Pakaian dan Aksesoris

Klinik Dokter

Peralatan dan Pasokan Pertanian

Balai Pengobatan

Peralatan Perikanan

BKIA/ Klinik Bersalin

Peralatan Rumah Tangga

Apotik/ Rumah Obat

Hasil Pertanian dan Perikanan

Olahraga:

Jasa :

Lapangan olahraga

Jasa bangunan

Jogging Track

Jasa lembaga keuangan

Jasa komunikasi

Peribadatan:

Jasa pemakaman

Masjid kecamatan

Jasa perawatan/ perbaikan/ renovasi barang

Masjid lingkungan

Jasa bengkel

Masjid warga

Jasa penyediaan ruang pertemuan

Musholla/Langgar

Page 257: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

470

4.2.8.2 Prediksi Kegiatan yang Akan Berkembang BWP II Mangkubumi

Untuk memprediksikan kegiatan yang akan berkembang di BWP II Mangkubumi,

maka digunakan informasi yang telah diperoleh saat observasi (eksisting), arahan

pemanfaatan ruang pada RTRW Kota Tasikmalaya, analisis perekonomian LQ, dan

analisis shift share.

Jasa penyediaan makanan dan minuman

Jasa travel dan pengiriman barang

Pemerintahan:

Jasa pemasaran properti

Pos Keamanan dan Ketertiban (KAMTIB)

Taman Hiburan

Studio keterampilan

Informasi dan Komunikasi:

Bioskop

Balai Informasi Wisata

Restoran

Kantor Pos

Penginapan Hotel

BTS

Penginapan Losmen

Stasiun Telepon Otomatis (STO)

Pergudangan

Warnet

Pelayanan Persampahan:

Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS)

Pelayanan Air Bersih dan Listrik

Loket pembayaran rekening air minum

Loket pembayaran rekening listrik

Loket pembayaran rekening telepon

Transportasi:

Lapangan Parkir Umum

Page 258: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

471

Berdasarkan penghitungan LQ pada Analisis Perekonomian di Kota Tasikmalaya

terhadap Provinsi Jawa Barat pada sub bab sebelumnya, diketahui bahwa sektor basis di

Kota Tasikmalaya adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan,

sektor keuangan dan sektor jasa karena memiliki nilai LQ > 1. Analisis ini berdasarkan

PDRB Kota Tasikmalaya terhadap Provinsi Jawa Barat dan menentukan sektor apa saja

yang diekspor oleh Kota Tasikmalaya.

Analisis selanjutnya ialah analisis shift share. Analisis shift share digunakan

untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi relatif BWP II Mangkubumi terhadap

struktur ekonomi Kota Tasikmalaya. Dalam analisis shift share digunakan informasi

proportional shift dan differential shift. Proportional shift menunjukkan perubahan

relatif kinerja suatu sektor di BWP II Mangkubumi terhadap sektor yang sama di Kota

Tasikmalaya. Sedangkan differential shift menunjukkan seberapa jauh daya saing

industri daerah BWP II Mangkubumi terhadap perekonomian Kota Tasikmalaya.

Tabel dan grafik analisis shift share sebagai berikut :

Tabel 4. 104 Analisis Shift Share BWP II Mangkubumi

No Sektor Proportional Shift Differential Shift

1 Pertanian -0,0513 0,0037

2 Pertambangan dan

penggalian

-0,0536 6,3705

3 Industri

pengolahan

-0,0050 -0,0139

4 Listrik, gas, dan air

bersih

-0,0053 0,0003

5 Bangunan 0,0572 -0,0163

6 Perdagangan,

hotel, dan restoran

0,0183 -0,0315

7 Pengangkutan dan

komunikasi

-0,0214 0,0143

8 Keuangan,

persewaan, dan

jasa perusahaan

-0,0237 0,0055

9 Jasa-jasa -0,0468 0,0073

Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan Kota, 2015

Page 259: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

472

Gambar 4. 89 Hasil Analisis Shift Share BWP II Mangkubumi Terhadap Kota Tasikmalaya

Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan Kota, 2015

Berdasarkan hasil analisis shift share maka diketahui bahwa sembilan sektor

ekonomi dipetakan sebaga berikut :

1. Kategori I (PS positif dan DS positif) adalah wilayah sektor dengan pertumbuhan

sangat pesat (rapid growth region/industry or fast growing). Terdapat satu

sektor yaitu Bangunan.

2. Kategori II (PS negatif dan DS positif) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan

pertumbuhan terhambat tapi berkembang (depressed region/industry yang

berkembang/developing). Terdapat satu sektor yaitu Perdagangan, hotel, dan

restoran.

3. Kategori III (PS positif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan

pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi (depressed

region/industri yang berpotensi). Terdapat tiga sektor yaitu pertambangan dan

penggalian; jasa-jasa; dan pengangkutan dan komunikasi.

4. Kategori IV (PS negatif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor depressed

regionindustry dengan daya saing lemah dan juga peranan terhadap wilayah

rendah. Terdapat empat sektor yaitu pertanian; keuangan, persewaan, dan jasa

perusahaan; listrik pengolahan; listrik, gas, dan air bersih.

Berdasarkan analisis shift share, sektor yang telah berkembang dan berpotensi

dikembangkan lebih besar sehingga menyumbangkan nilai PDRB untuk BWP II

Mangkubumi ialah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor

pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa, serta sektor pertambangan dan

Page 260: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

473

penggalian. Sektor pertambangan dan penggalian perlu dilihat pula apakah sesuai

dengan tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang di Kota Tasikmalaya yang

terdapat pada RTRWK Tasikmalaya. Pertambangan dan penggalian tidak terdapat dalam

tujuan penataan ruang Kota Tasikmalaya yaitu Kota Tasikmalaya sebagai pusat

perdagangan, jasa, dan industri kreatif termaju di Jawa Barat, sehingga sektor ini kurang

prioritaskan pengembangannya. Namun dalam 20 tahun kedepan di prediksi kegiatan ini

akan bermunculan, baik galian yang legal maupun yang ilegal.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari observasi, arahan pemanfaatan ruang

pada RTRW Kota Tasikmalaya, analisis perekonomian LQ, dan analisis shift share,

diketahui bahwa kegiatan yang diperkirakan muncul pada masa yang akan datang

adalah:

1. Kawasan permukiman di sepanjang jalan jalan kolektor primer (Jl.AH. Nasution,

Jl.Ir.Djuanda, Jl. Mayor SL Tobing, dan Jl.KHZ.Muztofa) akan berkembang

menjadi kawasan perdagangan dan jasa. Jalan kolektor primer yang dimaksud

tergambar pada peta dibawah.

2. Kegiatan pertambangan galian c;

3. Kawasan pertanian lahan basah dan kebun campuran akan berkembang menjadi

permukiman karena semakin meluasnya perkembangan perkotaan.

4. Lahan-lahan lainnya seperti ladang dan tegalan berkembang menjadi lahan

permukiman dan atau perdagangan dan jasa.

5. Akan tambah berkembangnya kegiatan Minapolitan.

Page 261: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

474

Gambar 4. 90 Peta Hierarki Jalan di BWP II Mangkubumi

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Page 262: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

475

Page 263: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

476

Uraian kegiatan yang diprediksikan akan muncul secara lebih rinci diuraikan sebagai berikut :

Tabel 4. 105 Kegiatan yang Diprediksikan Akan Muncul di BWP II Mangkubumi

Perumahan Perdagangan dan Jasa Pertanian Industri Pertambangan Perikanan Peruntukan Lainnya

Jenis Bangunan: Perdagangan: Perkebunan

Industri Pengolahan Hasil Pertanian

Pertambangan Galian C

Pusat budidaya perikanan darat

Pendidikan:

Rumah Tunggal Warung Makan/Restoran Pertanian Lahan Sawah

Industri Pengolahan Hasil Perikanan

Pusat pengolahan ikan

PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)

Rumah Deret Pusat Perbelanjaan dan Niaga

Industri Besar

SD (Sekolah Dasar)

Rumah Sewa/ Penginapan

Minimarket Fungsi Bangunan: Industri Kreatif

SMP (Sekolah Menengah Pertama)

Pusat perdagangan hasil perikanan

Rumah Industri Kreatif

SMA (Sekolah Menengah Akhir)

Fungsi Bangunan: Rumah Tempat Tinggal

Akademi Pendidikan

Industri Kreatif Jenis Barang yg Diperdagangkan:

Rumah Karyawan Industri

Tempat Tinggal Makanan & minuman Kesehatan:

Pakaian dan Aksesoris Klinik Dokter

Peralatan dan Pasokan Pertanian

Balai Pengobatan

Peralatan Perikanan

BKIA/ Klinik Bersalin

Peralatan Rumah Tangga

Apotik/ Rumah Obat

Hasil Pertanian dan Perikanan

Page 264: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

477

Olahraga:

Jasa : Lapangan olahraga

Jasa bangunan Jogging Track

Jasa lembaga keuangan

Jasa komunikasi Peribadatan:

Jasa pemakaman Masjid kecamatan

Jasa perawatan/ perbaikan/ renovasi barang

Masjid lingkungan

Jasa bengkel Masjid warga

Jasa penyediaan ruang pertemuan

Musholla/Langar

Jasa penyediaan makanan dan minuman

Jasa travel dan pengiriman barang

Pemerintahan:

Jasa pemasaran properti

Pos Keamanan dan Ketertiban (KAMTIB)

Taman Hiburan

Studio keterampilan

Informasi dan Komunikasi:

Bioskop

Balai Informasi Wisata

Restoran Kantor Pos

Penginapan Hotel BTS

Penginapan Losmen

Stasiun Telepon Otomatis (STO)

Warnet

Pelayanan Persampahan:

Tempat Pembuangan Sampah

Page 265: BAB IV dokumen

BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015

478

Sumber : Matek RDTRK Tasikmalaya dan Hasil Analisis 2015

Sementara (TPS)

Pelayanan Air Bersih dan Listrik

Loket pembayaran rekening air minum

Loket pembayaran rekening listrik

Loket pembayaran rekening telepon

Transportasi:

Lapangan Parkir Umum

Transportasi Menuju Tempat Wisata