Upload
cenda-zha
View
107
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Respon Penampilan Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan
Dua belas jenis rumput dan legum yang digunakan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Lampiran 1. Perlakuan cekaman kekeringan terhadap tanaman
menyebabkan terjadinya perubahan morfologi yang berbeda pada setiap jenis
tanaman. Perubahan morfologi akibat cekaman kekeringan biasanya sangat
tergantung pada faktor waktu terjadinya cekaman dan besarnya perlakuan
cekaman (Keles & Oncel 2002). Salah satu contoh perubahan morfologi tanaman
akibat cekaman kekeringan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Respon cekaman kekeringan tanaman legum Clitoria ternatea sesaat sebelum dipanen hari ke-32 Tanaman memiliki berbagai mekanisme tersendiri untuk menghindar dari
kondisi cekaman yang dihadapi, seperti mengurangi kehilangan air melalui
transpirasi dengan penutupan stomata dan memperbesar penyerapan air dengan
meningkatkan pertumbuhan akar. Cekaman kekeringan menyebabkan penutupan
stomata yang menyebabkan terhambatnya proses fotosintesis dan secara langsung
W0M0 W0M1
W1M0
W1M1
27
akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Taiz & Zeiger
2002). Gambar 4 menunjukkan bahwa tanaman Clitoria ternatea banyak
menggugurkan daunnya sebagai respon menghadapi cekaman kekeringan.
Masing-masing tanaman memberikan respon yang berbeda untuk dapat
bertahan hidup dalam jangka waktu tertentu di media tanam yang ketersediaan
airnya kurang. Pengamatan di rumah kaca terlihat perubahan penampilan
daun/tajuk, dimulai dengan adanya pelayuan, pengecilan ukuran daun, penurunan
produksi daun hingga kondisi tanaman mencapai titik layu permanen
dibandingkan dengan tanaman yang disiram. Hal ini pula yang menentukan hari
pemanenan tanaman yang berbeda-beda berdasarkan pengamatan tiap delapan
hari. Tabel 3 menunjukkan matriks pemanenan tanaman berdasarkan panjang
umur bertahan hidupnya tanaman dalam kondisi cekaman kekeringan di media
tanam.
Tabel 3 Matriks Pemanenan Tanaman Berdasarkan Pengamatan per 8 Hari K Tanaman H0 H8 H16 H24 H32 H40 H48
RU
MPU
T
Ischaemum timuriensis (IT) Paspalum notatum (PN) Andropogon gayanus (AG) Cenchrus ciliaris (CC) Paspalum dilatatum (PD) Chloris gayana (CG)
LEG
UM
Stylosanthes guianensis (SG) Stylosanthes seabrana (SS) Stylosanthes hamata (SH) Centrocema pascuorum (CP) Macroptilium bracteatum (MB) Clitoria ternatea (CT)
Keterangan : H0 = hari pertama setelah perlakuan cekaman kekeringan, H8-48 = hari ke delapan hingga ke 48 setelah cekaman kekeringan
Tanaman masih ada Tanaman sudah dipanen Berdasarkan Tabel 3 secara singkat dapat dinyatakan bahwa didapat dua
jenis rumput dan dua jenis legum yang dipanen pada umur terlama yaitu hari ke-
40 setelah perlakuan kekeringan. Tanaman yang dipanen terlama dari kelompok
rumput adalah Ischaemum timuriensis dan Paspalum notatum, sedangkan kelompok
legum didapat Stylosanthes guianensis dan Stylosanthes seabrana. Seleksi
tanaman paling toleran terhadap cekaman kekeringan untuk masing-masing
28
kelompok dilakukan dengan mengkaji tiap parameter pengamatan dan dilakukan
skoring untuk tiap jenis tanaman.
Kajian tiap parameter dilakukan pada pengamatan hari ke-32 (H32), karena
pada hari pengamatan tersebut semua jenis tanaman masih lengkap atau belum
dipanen, namun sudah menunjukkan respon stres akibat kekeringan. Data
pengamatan setiap delapan hari untuk melihat perubahan kadar air tanah, potensial
air daun, kadar prolin dan kadar air relatif disajikan terpisah untuk tanaman
rumput dan legum terbaik hasil seleksi tahap 1.
4.2 Seleksi rumput dan legum pakan yang toleran terhadap cekaman
kekeringan dengan aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) berdasarkan respon morfo-fisiologis tanaman
4.2.1 Seleksi Rumput Paling Toleran terhadap Cekaman Kekeringan
4.2.1.1 Perubahan Kadar Air Tanah Media Tanaman Rumput pada Pengamatan Hari ke-32
Kadar air tanah menggambarkan besarnya air tersedia yang diserap oleh
tanaman untuk melakukan pertumbuhan, hingga batas air menjadi tidak tersedia
dan tanaman mengalami kelayuan. Besarnya air yang diperlukan tanaman selalu
meningkat seiring dengan semakin bertambahnya pertumbuhan tanaman.
Kebutuhan air juga dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman (Ashri 2006). Kadar
air tanah tanaman rumput pada pengamatan hari ke-32 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kadar Air Tanah Media Tanaman Rumput Hari ke-32 (%)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
AG 32,78±0,95 27,28±6,02abc 28,56±7,56def 22,44±1,41cde 27,77±3,98g pqr
CC 33,93±0,89 21,49±2,29ab 36,49±1,38g 20,89±1,37a 28,20±1,48g
CG
pqr
35,28±1,89 20,04±0,61ab 32,00±1,62g 20,31±2,64abc 26,91±1,69g
IT
qr
35,52±0,58 23,15±1,28ab 35,33±1,97fg 24,32±2,01ab 29,58±1,46efg
PD
p
31,00±1,00 20,35±1,28bcd 33,13±1,85g 19,89±1,21ab 26,09±1,34g
PN
r
34,71±1,77 22,91± 0,68ab 34,93±1,76fg 23,43±1,95ab 28,99±1,54fg
Rataan
pq
33,87±1,18 22,54± 2,03K 33,40±2,69L 21,88±1,77K
L
Keterangan: AG=Andropogon gayanus, CC=Cenchrus ciliaris, CG=Chloris gayana, IT=Ischaemum timuriensis, PD=Paspalum dilatatum, PN=Paspalum notatum. W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA a,b,c..g pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) p,q,r pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) K,L pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
29
Hasil sidik ragam menunjukkan interaksi antara perlakuan cekaman
kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis rumput berbeda nyata (P<0,05)
terhadap kadar air tanah. Perbandingan antar keempat perlakuan menunjukkan
adanya perbedaan signifikan sangat nyata (P<0,0001) sedangkan perbandingan
antar jenis rumput menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar air tanah.
Perlakuan W0M1 pada tanaman Cenchrus ciliaris memiliki rataan tertinggi
(36,49%), sedangkan perlakuan W1M1 pada tanaman Paspalum dilatatum
memiliki nilai rataan kadar air tanah terendah (19,89%). Tanaman Ischaemum
timuriensis memiliki nilai rataan total kadar air tanah tertinggi dan tanaman
Paspalum dilatatum memiliki rataan total kadar air tanah terendah (P<0,05).
Perlakuan pemberian FMA tidak terlihat dalam kondisi cekaman kekeringan,
perbedaan perlakuan signifikan sangat nyata (P<0,0001) antar disiram (W0)
dengan dikeringkan (W1).
Hasil penelitian Sasli (1999) menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dapat
meningkatkan pertumbuhan bibit kakao yang lebih baik dibanding bibit tanpa
mikoriza. Efisiensi penggunaan air juga tertinggi untuk bibit kakao yang
mendapat perlakuan inokulasi mikoriza, yang dapat mencapai 149,2 % dari nilai
kontrol untuk taraf kekeringan 70% air tersedia. Ini menunjukkan bahwa bibit
yang bermikoriza sebenarnya tidak mengalami cekaman kekeringan oleh karena
adanya hifa eksternal cendawan mikoriza yang masih dapat menyerap air dari
pori-pori tanah.
4.2.1.2 Potensial Air Daun Tanaman Rumput pada Pengamatan Hari ke-32
Potensial air daun merupakan parameter yang banyak digunakan dalam
mengukur status air tanaman, nilai potensial air daun juga merupakan faktor
penentu untuk pergerakan air dalam jaringan tanaman (Joly 1985) dan potensial
air daun merupakan indikator terjadinya kekurangan air (Joly 1985; Larcher
1995). Potensial air daun menurun dengan semakin rendahnya kandungan air
tanah. Dengan demikian, pada kondisi ketersediaan air tanah menurun, semakin
rendah nilai potensial air daun menunjukkan tanaman semakin mengalami stress
air. Rataan potensial air daun tanaman rumput pada pengamatan hari ke-32
disajikan pada Tabel 5.
30
Tabel 5 Potensial Air Daun Tanaman Rumput Pengamatan Hari ke-32 (MPa)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
AG -1,20± 0,35 -4,84± 1,14AB -0,71± 0,11FG -2,53± 0,43A -1,99±0,45CD Q
CC -1,17± 0,13 -4,00± 1,55AB -0,77± 0,38EF -3,14± 0,87A -2,27± 0,62DE
CG
Q
-1,24± 0,45 -6,23± 0,12AB -1,28± 0,27H -5,16± 1,66AB -3,48± 0,70GH
IT
R
-1,02±0,19 -1,46±0,17AB -1,36± 0,11ABC -1,19±0,27AB -1,26± 0,06AB
PD
P
-1,54±0,11 -13,67±0,50ABC -0,91± 0,07I -6,19± 0,85AB -5,58± 0,37H
PN
S
-0,75± 0,01 -4,44± 0,40A -0,72± 0,09FG -2,03± 0,17A -1,98± 0,45BC
Rataan
Q
-1,15± 0,21 -5,77± 0,64K -0,96± 0,17M -3,37± 0,88K
L
Keterangan: AG=Andropogon gayanus, CC=Cenchrus ciliaris, CG=Chloris gayana, IT=Ischaemum timuriensis, PD=Paspalum dilatatum, PN=Paspalum notatum. W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA A,B,C,,I pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,0001) P,Q,R,S pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) K,L,M
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
Hasil sidik ragam menunjukkan adanya interaksi sangat nyata (P<0,0001)
antara perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis rumput.
Perbandingan antar jenis rumput dan antar keempat perlakuan juga menunjukkan
perbedaan sangat nyata. Tabel 5 menunjukkan bahwa tanaman Andropogon
gayanus pada perlakuan W0M1 memiliki nilai potensial air daun yang tertinggi (-
0,71 MPa) namun tidak berbeda dengan tanaman Cenchrus ciliaris (-0,77 MPa)
dan Paspalum notatum (-0,72 MPa) pada perlakuan yang sama. Nilai potensial air
daun terendah adalah perlakuan W1M0 pada tanaman Paspalum dilatatum (-13,67
MPa). Tanaman Ischaemum timuriensis menunjukkan rataan total potensial air
daun yang tertinggi, sedangkan tanaman Paspalum dilatatum adalah yang
terendah (P<0,01). Perlakuan disiram baik diberi atau tanpa FMA menunjukkan
hasil yang tidak berbeda, sebaliknya perlakuan cekaman kekeringan dengan
pemberian FMA menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap penurunan potensial
air daun.
Hasil penelitian Sopandie et al. (1996) memberikan hasil tanaman yang
disiram setiap hari (kontrol), nilai potensial osmotik daun seluruh galur kedelai
yang dicoba hampir tidak berbeda, yaitu dalam kisaran -12,49 sampai -13,65 bar.
Perlakuan cekaman air menyebabkan penurunan nilai potensial osmotik daun.
Galur-galur kedelai yang toleran mengalami penurunan lebih besar, yaitu sebesar
31
6,91 sampai 10,11 bar. Pada galur kedai yang peka, penurunan potensial osmotik
daun tidak nyata. 4.2.1.3 Kadar Air Relatif Daun Tanaman Rumput pada Pengamatan Hari
ke-32 Kadar air relatif daun merupakan salah satu respon toleransi tanaman
terhadap cekaman kekeringan, tanaman toleran akan memiliki nilai kadar air
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang peka terhadap cekaman
kekeringan. Semakin rendah nilai kadar air relatif menunjukkan tanaman tersebut
mengalami cekaman kekeringan yang tinggi. Rataan kadar air relatif daun pada
pengamatan hari ke-32 untuk tanaman rumput disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Kadar Air Relatif Daun Rumput pada Pengamatan Hari ke-32 (%)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
AG 83,76±2,88 36,18± 3,24AB 83,67±4,79E 46,00±2,24AB 62,40±3,29CD QR
CC 82,24±3,41 33,00±2,74AB 85,77 ±6,47EF 47,43±5,72AB 62,11±4,58CD
CG
QR
85,38±0,22 30,31± 0,79AB 86,51±3,25EFG 42,80±4,05AB 61,25±2,08D
IT
R
88,25±3,50 86,10 ±1,71A 88,48±0,90AB 86,78±0,72A 87,40±1,71AB
PD
P
85,63±3,13 25,14 ±2,59AB 86,12±3,51G 27,60±4,27AB 56,12±3,38FG
PN
S
83,16±2,18 44,74 ±4,74AB 80,40±1,03CD 50,76±7,49B 64,77±3,86C
Rataan
Q
84,74±2,55 42,58 ±2,64K 85,16±3,32M 50,23± 4,08 K
L
Keterangan: AG=Andropogon gayanus, CC=Cenchrus ciliaris, CG=Chloris gayana, IT=Ischaemum timuriensis, PD=Paspalum dilatatum, PN=Paspalum notatum. W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA A,B,C,,G pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,0001) P,Q,R,S pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) K,L,M
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
Analisa sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan sangat siginifikan
nyata (P<0,0001) terhadap interaksi antara perlakuan kekeringan dan aplikasi
FMA dengan jenis rumput, begitu pula untuk perbandingan antar jenis rumput dan
keempat perlakuan. Pada Tabel 7 terlihat bahwa tanaman Ischaemum timuriensis
perlakuan disiram (W0) memiliki nilai kadar air relatif daun yang tertinggi (88,25
dan 88,48%), sedangkan tanaman Paspalum dilatatum pada perlakuan W1M0
memiliki nilai kadar air relatif daun terendah (25,14%). Perbandingan antar jenis
tanaman diperoleh tanaman Ischaemum timuriensis dengan nilai tertinggi dan
tanaman Paspalum dilatatum dengan nilai kadar air relatif daun terendah.
32
Efek interaksi tanaman Ischaemum timuriensis pada perlakuan disiram (W0)
menunjukkan kadar air relatif tertinggi, hal ini berarti tanaman Ischaemum
timuriensis pada kedua perlakuan tersebut tidak menunjukkan adanya respon
cekaman berupa penutupan stomata yang dapat berakibat rendahnya kandungan
air dalam jaringan daun tanaman. Sebaliknya kemungkinan yang terjadi adalah
stomata daun tanaman Ischaemum timuriensis pada perlakuan disiram tetap
terbuka normal sehingga mampu menyangga air dalam jaringan lebih banyak.
Pemberian FMA untuk perlakuan disiram tidak menunjukkan adanya perbedaan,
namun dalam kondisi cekaman kekeringan peranan FMA terlihat jelas. Perlakuan
pemberian FMA dalam kondisi cekaman kekeringan mampu meningkatkan kadar
air relatif daun sebesar 23,78% dibandingkan tanpa FMA.
Hasil penelitian Ashri (2006) pada varietas kedelai Tidar menunjukkan nilai
kadar air relatif tertinggi setelah perlakuan cekaman kekeringan selama 14 hari
yaitu 42,86% atau terjadi penurunan nilai KAR sebesar 39,4%. Cekaman
kekeringan pada hari ke 14 perlakuan menunjukan nilai KAR 43-30% merupakan
titik kritis bagi tanaman mulai mengalamai layu berat. Hal yang serupa pada
penelitian Bosch dan Penuelas (2004), penurunan nilai KAR sampai dengan 50%
menunjukkan tanaman telah mengalami cekaman berat sehingga mengakibatnkan
terjadinya kerusakan pigmen fotosintesis dan terjadi peningkatan radikal bebas.
Tanaman yang diinokulasi mikoriza lebih mempunyai ketahanan terhadap
kondisi air tanah rendah, 20–40% kapasitas lapang (Sastrahidayat 1995). Tanaman
kedelai dan jagung yang diinokulasi G. Fasciculatum relatif meningkatkan
pertumbuhan tanaman pada kondisi air tanah 80%, 60%, 40%, dan 20% kapasitas
lapang, tetapi persentase kolonisasi akar berkurang dengan berkurangnya kondisi
air tanah pada umur 6 dan 9 minggu baik pada kedelai maupun jagung
(Tjondronegoro & Gunawan 2000). Dilaporkan juga tanaman bermikoriza lebih
tahan kekeringan karena tanaman tersebut memperbaiki potensial air daun dan
turgor, memelihara membukanya stomata dan transpirasi serta meningkatkan
sistem perakaran (Ruiz-Lozano et al. 1995).
33
4.2.1.4 Produksi Bobot Kering Tajuk (BKT) Tanaman Rumput
Secara umum perlakuan cekaman kekeringan akan menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan tanaman. Hambatan pertumbuhan disebabkan oleh
berkurangnya tekanan turgor sel akibat menurunnya potensial air sehingga proses
pembesaran dan pamanjangan sel akan terhambat (Levitt 1980). Hasil pengamatan
terhadap bobot kering tajuk rumput ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Produksi Bobot Kering Tajuk (BKT) Rumput (g/tajuk dalam pot)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
AG 87,40±20,42 43,45±6,31EFGH 103,10± 15,29JKL 51,55± 9,91DEF 71,38± 12,98IJKL S
CC 72,25±3,43 49,10±14,79IJK 96,65± 10,22IJKL 58,95± 8,79EFG 69,24± 14,32GHI
CG
S
111,15±28,22 75,15±13,91DE 169,75 ±32,75FGHI 90,95± 20,27A 111,75± 23,79EFG
IT
Q
38,87±9,21 29,10±12,35JKL 41,70± 18,36L 30,70± 5,88JKL 35,09± 13,96 KL
PD
T
148,55±5,78 97,95±9,73AB 157,35± 12,63DEFG 99,40± 15,60AB 125,81± 10,94DEFG
PN
P
121,85±20,32 49,60±14,79BC 141,00±18,42HIJ 63,45± 3,99CD 93,98± 16,89IJKL
Rataan
R
99,12±19,69 56,70±10,19L 113,60± 18,79M 65,74±13,31K M
Keterangan : AG=Andropogon gayanus, CC=Cenchrus ciliaris, CG=Chloris gayana, IT=Ischaemum timuriensis, PD=Paspalum dilatatum, PN=Paspalum notatum. W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA A,B,C,,L pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,0001) P,Q,R,S,T pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) K,L,M
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
Analisa sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan signifikan sangat nyata
(P<0,0001) untuk interaksi perlakuan kekeringan dan aplikasi mikoriza dengan
jenis rumput, begitu pula perbandingan antar jenis rumput dan keempat perlakuan.
Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan bobot kering tajuk (BKT) tertinggi pada
perlakuan W0M1 tanaman Chloris gayana (169,75 g), sedangkan rataan terendah
adalah perlakuan W1M0 pada tanaman Ischaemum timuriensis (29,10 g).
Tanaman dengan rataan total BKT tertinggi adalah Paspalum dilatatum diikuti
tanaman hloris gayana setelahnya, sedangkan rataan total BKT terendah adalah
tanaman Ischaemum timuriensis. Pemberian FMA dalam kondisi disiram terlihat
sangat siginifikan nyata (P<0,0001) namun dalam kondisi cekaman kekeringan
tidak ada perbedaan.
Air sangat dibutuhkan tanaman karena berperan sebagai zat pelarut,
transportasi hara, penjaga turgiditas sel dan sebagai bahan fotosintesis dan hampir
70% dari bagian tanaman adalah air. Tanaman memerlukan sumber air yang
34
cukup untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya. Bila terjadi kekurangan
air, maka akan berakibat langsung terhadap terhambatnya proses pertumbuhan,
terganggunya proses metabolism dan akhirnya menyebabkan berkurangnya hasil
produksi tanaman (Taiz & Zeiger 2002). Hifa mikoriza dapat mempertahankan
kontak tanah-akar yang lebih baik selama kekeringan dan memudahkan
pengambilan air. Dengan demikian tanaman bermikoriza lebih tahan cekaman
kekeringan, kemasaman, salinitas, keracunan logam berat dalam tanah
(Tjondronegoro & Gunawan 2000).
4.2.1.5 Produksi Bobot Kering Akar (BKA) Tanaman Rumput
Dalam kondisi cekaman kekeringan, tiap jenis tanaman menujukkan respon
yang berbeda-beda sesuai kemampuan genetik yang dimilikinya. Tabel 8
menunjukkan rataan bobot kering akar tanaman rumput.
Tabel 8 Produksi Bobot Kering Akar (BKA) Rumput (g/tanaman dalam pot)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
AG 35,45±11,80 23,65±15,11 36,45±15,69 25,85±3,56 30,35±11,54P
CC 25,25±11,89 17,55±5,29 43,65±7,36 37,45±7,07 30,98±7,90
CG
P
13,90±10,27 6,20±1,80 23,00±6,41 11,50±5,18 13,65±5,91
IT
R
5,30±3,77 8,30±3,76 6,65±4,20 10,23±2,99 7,62±3,68
PD
R
19,95±3,78 16,50±5,83 22,15±1,84 20,90±6,42 19,88±4,47
PN
Q
35,45±17,54 23,60±8,44 39,25±7,96 32,65±10,69 32,74±11,16
Rataan
P
22,55±9,84 15,97±6,70L 28,53±7,24M 23,10±5,98K L
Keterangan : AG=Andropogon gayanus, CC=Cenchrus ciliaris, CG=Chloris gayana, IT=Ischaemum timuriensis, PD=Paspalum dilatatum, PN=Paspalum notatum. W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA P,Q,R pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) K,L,M
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
Analisa sidik ragam menunjukkan tidak adanya interaksi antara perlakuan
kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis tanaman rumput terhadap bobot kering
akar. Namun, perbandingan antar jenis rumput menunjukkan perbedaan sangat
siginifikan nyata (P<0,01) sama halnya dengan perbandingan antar keempat
perlakuan. Tabel 8 menunjukkan tanaman Paspalum notatum memiliki rataan
total BKA tertinggi (32,74 g), sedangkan tanaman Ischaemum timuriensis
memiliki rataan BKA terendah (7,62 g). Perlakuan W0M1 menunjukkan hasil
tertinggi (28,53 g), sedangkan perlakuan W1M0 menunjukkan hasil terendah
35
(15,97 g). Perlakuan W0M0 sama dengan perlakuan W1M1. Hal ini menunjukkan
peranan FMA pada perlakuan kekeringan dapat meningkatkan produksi berat
kering akar sehingga menyamai perlakuan disiram tanpa diberi FMA.
Berbagai mekanisme dapat membantu memperbaiki cekaman kekeringan
pada tanaman bermikoriza, sehingga memperlancar pemulihan tanaman setelah
kekeringan. Sebagai contoh fungi mikoriza kadang-kadang meningkatkan panjang
akar atau meningkatkan sistem perakaran, memungkinkan tanaman terinfeksi
untuk mengeksplorasi lebih banyak volume tanah dan mengekstrasi lebih banyak
air dibandingkan dengan tanaman tidak terinfeksi selama kekeringan (Hapsoh
2008). 4.2.1.6 Panjang Akar Tanaman Rumput
Cortes dan Sinclair (1986) menyebutkan ada dua pendekatan utama yang
sering digunakan untuk melihat kemampuan tanaman dalam menghadapi cekaman
kekeringan. Pendekatan pertama adalah dengan melihat kemampuan pengambilan
air secara maksimal dengan perluasan dan kedalaman sistem perakaran.
Pendekatan kedua dengan melihat kemampuan tumbuhan mempertahankan turgor
melalui penurunan potensial osmotik. Tiap jenis tanaman memiliki kemampuan
yang berbeda dalam merespon cekaman kekeringan termasuk perubahan
morfologi akar baik untuk parameter bobot kering maupun panjang akar. Rataan
panjang akar tanaman rumput dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Panjang Akar Tanaman Rumput (cm)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
AG 123,75±18,79 155,00±30,74 120,25±14,38 146,25±17,86 136,31± 20,44P
CC 120,50±26,19 139,50±8,89 123,75±3,30 136,25±37,25 130,00±18,91
CG
PQ
116,25±11,93 107,00±16,47 116,50±15,93 137,75± 20,73 119,38±16,26
IT
QR
128,00± 6,38 128,25± 4,92 128,50± 5,80 127,75±11,76 128,13±7,22
PD
QR
117,50±11,21 110,75±13,70 107,00± 8,04 112,50±11,62 111,94±11,14
PN
R
141,00±20,94 124,25±17,99 118,25±2,87 111,75±13,15 123,81±13,74
Rataan
PQR
124,50±15,90 127,46±15,45 119,04±8,39 128,71±18,73
Keterangan : AG=Andropogon gayanus, CC=Cenchrus ciliaris, CG=Chloris gayana, IT=Ischaemum timuriensis, PD=Paspalum dilatatum, PN=Paspalum notatum. W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA P,Q,R
pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)
36
Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara
perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis tanaman rumput. Perbedaan
sangat nyata (P<0,01) terjadi untuk perbandingan antar jenis rumput terhadap
produksi panjang akar, namun tidak ada perbedaan perbandingan dari keempat
perlakuan. Perbandingan antar jenis tanaman menunjukkan bahwa tanaman
Andropogon gayanus memiliki rataan panjang akar tertinggi (136,31 cm),
sedangkan tanaman Paspalum dilatatum memiliki rataan panjang akar terendah
(111,94 cm). Hubungan antara bobot kering akar dengan panjang akar tidak linier,
tanaman dengan bobot kering akar tertinggi belum tentu memiliki rataan panjang
akar tertinggi pula, begitu pula sebaliknya. Hal ini berhubungan dengan
kemampuan yang berbeda tiap tanaman untuk mengubah morfologi atau mengatur
mekanisme fisiologis tanaman dalam menghadapi rendahnya ketersediaan air
tanah.
Levitt (1980) menjelaskan bahwa pemanjangan akar pada kondisi cekaman
kekeringan dimungkinkan karena tanaman memiliki mekanisme pengaturan
perbandngan pertumbuhan tajuk akar (root and shoot ratio). Pada kondisi
cekaman kekeringan tanaman akan menahan laju pertumbuhan tajuk sehingga
memperbesar laju pertumbuhan akar. Mekanisme ini dilakukan untuk mencegah
besarnya kehilangan air dari tanaman, sebab untuk perpanjangan akar diperlukan
lebih sedikit air dibandingkan pemanjangan pucuk yang akan memperbesar proses
respirasi dengan pembentukan daun. Proses pemanjangan akar juga dapat
menjangkau volume tanah yang lebih besar sehingga banyak menyerap air.
Volume tanah yang dapat dieksplorasi oleh hifa eksternal FMA meningkat 5-200
kali dibandingkan eksplorasi tanpa FMA (Sieverding 1991). 4.2.1.7 Kadar Prolin Daun Tanaman Rumput pada Pengamatan Hari ke-32
Prolin merupakan asam amino bebas yang disintesis tanaman dalam
jaringan floem, akar dan biji (Simpson 2001). Prolin merupakan asam amino
paling stabil dan paling sedikit menghambat pertumbuhan tanaman dibandingkan
asam amino lainnya (Levitt 1980). Pada kondisi cekaman kekeringan dan berbagai
cekaman osmotik lainnya, beberapa tanaman memiliki mekanisme adaptasi
berupa kemampuan untuk mensintesis senyawa osmoprotektan atau larutan yang
sesuai (Ronde et al. 2000).
37
Osmoprotektan merupakan larutan yang tidak beracun sehingga dapat
diakumulasi sampai batas tertentu tanpa mengganggu metabolisme tanaman,
biasanya terdiri dari beberapa grup asam amino (Rhodes & Samaras 1994).
Banyak peneliti yang menemukan bahwa tanaman yang terkena cekaman
kekeringan akan mengakumulasi asam amino prolin dalam jumlah tertentu dan
bervariasi bergantung pada jenis tanaman, varietas dan umur tanaman yang
digunakan (Hamim 2004). Kadar prolin daun tanaman rumput untuk pengamatan
hari ke-32 disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Kadar Prolin Daun Tanaman Rumput pada Pengamatan Hari ke-32 (µmol/g bobot daun segar)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
AG 48,45 ±7,38 576,54±140,38H 32,64±1,94F 406,21 ±44,93H 265,96 ±48,66FG R
CC 79,16 ± 7,59 1184,61±273,07H 72,65±6,46D 883,33± 43,19H 554,94 ±82,58E
CG
Q
52,43 ±10,92 5330,05±392,91H 52,73±5,94A 4756,39 ±257,98H 2547,90±166,94B
IT
P
51,68 ±7,63 67,48 ±7,43H 43,36±7,04H 59,05 ±17,73H 55,39 ±9,96H
PD
S
53,30 ±1,54 1707,55±265,79H 47,25±13,69C 823,79 ±9,14H 657,97±72,54E
PN
Q
65,57 ±5,99 268,67± 33,48H 65,13±15,34GH 252,50 ±4,44GH 162,97±17,31H
Rataan
R
58,43 ±8,51 1522,49±185,51M 52,29±8,40K 1196,88 ±62,90M
L
Keterangan : AG=Andropogon gayanus, CC=Cenchrus ciliaris, CG=Chloris gayana, IT=Ischaemum timuriensis, PD=Paspalum dilatatum, PN=Paspalum notatum. W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA A,B,C,,G pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,0001) P,Q,R,S pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) K,L,M
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
Analisa sidik ragam menunjukkan terdapat interaksi signifikan sangat nyata
(P<0,0001) perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis rumput terhadap
kadar prolin daun. Begitu pula perbandingan antar jenis rumput dan keempat
perlakuan menunjukkan perbedaan sangat nyata. Tabel 10 menunjukkan bahwa
tanaman Chloris gayana pada perlakuan cekaman kekeringan tanpa FMA
(W1M0) memiliki nilai prolin tertinggi (5.330,05 µmol/g bobot daun segar) hal ini
sejalan dengan hasil rataan total prolin daun tanaman Chloris gayana dengan
kadar prolin tertinggi yang berarti tanaman Chloris gayana menunjukkan respon
stress berat. Tanaman Andropogon gayanus pada perlakuan W0M1 menunjukkan
kadar prolin terendah (32,64 µmol/g bobot daun segar) walaupun tidak berbeda
dengan perlakuan lainnya. Namun rataan total kadar prolin terendah ditunjukkan
38
oleh tanaman Ischaemum timuriensis karena keempat perlakuan tidak
menunjukkan adanya respon stress akibat kekeringan. Pemberian FMA untuk
perlakuan disiram tidak menunjukkan perbedaan, sebaliknya pada perlakuan
cekaman kekeringan peranan FMA terlihat signifikan sangat nyata (P<0,0001).
Pemberian FMA dalam kondisi cekaman kekeringan mampu menurunkan kadar
prolin sebesar 21,39%.
4.2.1.8 Kadar Total Gula Terlarut Daun Tanaman Rumput
Ketersediaan air tanah yang rendah menyebabkan potensial air tanah rendah.
Agar akar dapat mengabsorbsi air maka akar harus menurunkan potensial air
selnya lebih rendah dari potensial air tanah dengan cara meningkatkan kecepatan
sintesis sukrosa lebih cepat dari sintesis pati, sehingga pada ketersediaan air
rendah kandungan gula meningkat. Bila bagian tanaman memerlukan sukrosa
lebih tinggi dari bagian lain maka lebih sedikit karbon yang disimpan dalam
bentuk pati (Martin & Stephens 2005). Kadar total gula terlarut daun tanaman
rumput disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Kadar Total Gula Terlarut Daun Rumput (mg/g bobot daun kering)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
AG 15,69±1,47 38,11±2,09HI 11,29 ±1,99CD 21,03 ±1,11IJKL 21,53±1,67FG S
CC 8,78±1,21 42,49 ±3,76KLM 8,49 ±1,17BC 35,25 ±2,21KLM 23,75±2,08D
CG
R
27,46±2,14 76,11 ±2,71E 13,98 ±3,30A 44,63 ±3,41HIJ 40,55± 2,89B
IT
P
6,64±2,43 23,09 ±2,71LM 4,78 ±1,36EF 17,24 ±1,88M 12,94 ± 2,10GH
PD
U
26,22±6,29 43,29 ±6,77E 15,92 ±3,42B 37,02 ±5,89HI 30,61 ±5,59D
PN
Q
10,71±2,75 23,98±1,81JKL 12,35 ±1,73EF 25,12 ±0,56IJK 18,04 ±1,71EF
Rataan
T
15,92±2,72 41,18 ±3,31X 11,14 ±2,16V 30,05 ±2,51Y W
Keterangan : AG=Andropogon gayanus, CC=Cenchrus ciliaris, CG=Chloris gayana, IT=Ischaemum timuriensis, PD=Paspalum dilatatum, PN=Paspalum notatum. W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA A,B,C,,M pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,0001) P,Q..U pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) V,W,X,Y
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
Analisa sidik ragam menunjukkan terdapat interaksi signifikan sangat nyata
(P<0,0001) antara perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis rumput
terhadap kadar total gula terlarut pada daun. Sama halnya perbandingan antar
jenis rumput dan keempat perlakuan menunjukkan perbedaan sangat nyata. Tabel
11 menunjukkan bahwa tanaman Chloris gayana pada perlakuan dikeringkan
39
tanpa FMA memiliki nilai tertinggi (76,11 mg/g bobot daun kering), sedangkan
tanaman Ischaemum timuriensis pada perlakuan disiram dan diberi FMA memiliki
kadar total gula terlarut yang terendah (4,78 mg/g bobot daun kering). Hal ini
sejalan dengan rataan total perbandingan antar jenis tanaman. Tanaman Chloris
gayana memiliki rataan tertinggi dan tanaman Ischaemum timuriensis adalah yang
terendah. Perbandingan antar perlakuan menunjukkan perbedaan sangat nyata,
pemberian FMA baik dalam kondisi disiram maupun dikeringkan menunjukkan
hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa FMA. Hal ini berarti parameter total
gula terlarut sensitif merespon ketersediaan air tanah yang diserap oleh akar
tanaman untuk didistribusikan hingga ke ujung daun. Perlakuan disiram dan diberi
FMA (W0M1) memberikan nilai terendah total gula terlarut yang berarti tanaman
tersebut tidak mengalami cekaman kekeringan seperti perlakuan lainnya.
Irigoyen et al. (1992) menyatakan kandungan gula daun tanaman alfalfa
meningkat pada kondisi kekeringan ringan. Dengan meningkatnya intensitas
cekaman kekeringan, kandungan gula total daun tanaman menurun dibandingkan
dengan tanaman dalam kondisi optimal. Namun pada tanaman sorghum
kandungan gula daun sebagai respon terhadap cekaman kekeringan tidak berbeda
antara tanaman yang peka dan yang toleran (Massacci et al. 1996).
Mikoriza diketahui mampu meningkatkan intersepsi akar dalam
pengambilan nutrisi dalam tanah dengan penyebaran sistem akar, selain itu
mikoriza dapat meningkatkan toleransi terhadap kekeringan. Jaringan hifa
ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara, disamping
itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa bisa
menyusup pori-pori tanah yang paling kecil sehingga hifa bisa menyerap air pada
kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Marschner 1995).
Berdasarkan kajian parameter morfo-fisiologis tanaman diatas selanjutnya
dilakukan skoring untuk menentukan jenis tanaman paling baik yang toleran
terhadap cekaman kekeringan. Skoring yang dilakukan berdasarkan notasi
superskrip yang dimiliki tiap jenis tanaman dalam tiap parameternya. Skoring
pemilihan jenis tanaman rumput paling baik disajikan pada Tabel 12.
40
Tabel 12 Skoring Pemilihan Jenis Rumput Terbaik
Parameter / Jenis AG CC CG IT PD PN Bobot Kering Tajuk S 3 S 3 Q 5 T 2 P 6 R 4
Bobot Kering Akar P 6 P 6 R 4 R 4 Q 5 P
Panjang Akar 6
P 6 PQ 5,5 QR 4,5 QR 4,5 R 4 PQR
Potensial Air Daun 5
Q 5 Q 5 R 4 P 6 S 3 Q
Kadar Air Relatif 5
QR 4,5 QR 4,5 R 4 P 6 S 3 Q
Kadar Prolin* 5
R 3 Q 5 P 1 S 4 Q 2 R
Total Gula Terlarut* 3
S 4 R 3 P 1 U 6 Q 2 T
Skor 5
31,5 26 23,5 32,5 25 33 Keterangan: Huruf P,Q,R,S,T,U merupakan notasi superskrip dari analisa tiap parameter
Skoring P,Q,R,S,T,U = 6,5,4,3,2,1 dan dibalik untuk parameter Prolin dan TotGula*
Dari Tabel 12 didapat tanaman Paspalum notatum sebagai tanaman paling
toleran terhadap cekaman kekeringan. Skor yang ditunjukkan oleh tanaman
Paspalum notatum sejalan dengan umur tanaman dalam menghadapi cekaman
kekeringan yang bertahan hingga hari ke 48 setelah kekeringan. Begitu pula
dengan tanaman Chloris gayana dengan skor terendah yang sejalan dengan umur
panen tanaman yaitu hari ke 32 setelah kekeringan. Untuk mengetahui pola
perubahan kadar air tanah, potensial air daun, kadar air relatif dan kadar prolin
daun berdasarkan pengamatan per delapan hari tanaman Paspalum notatum
disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 menyajikan pola perubahan per delapan hari untuk parameter
kadar air tanah, potensial air, kadar air relatif dan kadar prolin daun sebagai
perwakilan tampilan data untuk jenis tanaman lainnya. Pola pengamatan setiap
delapan hari yang ditunjukkan untuk keempat parameter diatas memiliki sebaran
yang hampir sama. Parameter kadar air tanah, potensial air dan kadar air relatif
daun menunjukkan penurunan nilai sejalan dengan bertambahnya umur tanaman.
Ketersediaan air tanah yang rendah dapat menurunkan nilai potensial air
daun dan kadar air relatif daun. Parameter kadar prolin menunjukkan nilai yang
berbanding terbalik dengan ketersediaan air tanah, semakin rendah kadar air tanah
maka nilai prolin akan meningkat.
Respon cekaman kekeringan mulai ditunjukkan oleh tanaman Paspalum
notatum pada hari ke 24 setelah kekeringan ditandai dengan bergesernya garis
grafik perlakuan dikeringkan menjauhi garis perlakuan yang disiram.
41
-9,00-8,00-7,00-6,00-5,00-4,00-3,00-2,00-1,000,00
H0 H8 H16 H24 H32 H40 H48
Perubahan Potensial Air Daun (MPa)
(a) (b)
(a)
(c) (d)
Gambar 5 Perubahan kadar air tanah, potensial air, kadar air relatif dan kadar
prolin daun per delapan hari tanaman Paspalum notatum
4.2.2 Seleksi Legum Paling Toleran terhadap Cekaman Kekeringan
4.2.2.1 Perubahan Kadar Air Tanah Media Tanaman Legum pada Pengamatan Hari ke-32
Perubahan kadar air tanah media tanaman legum pada pengamatan hari ke
32 disajikan pada Tabel 13. Analisa sidik ragam menunjukkan adanya interaksi
signifikan sangat nyata (P<0,0001) perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA
terhadap kadar air tanah media tanaman legum. Perbandingan antar jenis legum
dan keempat perlakuan juga menunjukkan perbedaan signifikan sangat nyata.
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
H0 H8 H16 H24 H32 H40 H48
Perubahan Kadar Air Tanah (%)
-
200,00
400,00
600,00
800,00
1.000,00
1.200,00
1.400,00
H0 H8 H16 H24 H32 H40 H48
Perubahan kadar prolin daun (µmol/mg daun segar)
-
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
H0 H8 H16 H24 H32 H40 H48
Perubahan Kadar Air Relatif Daun (%)
42
Tabel 13 Kadar Air Tanah Media Tanaman Legum pada Pengamatan Hari ke-32
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
CP 30,97±2,60 27,07±0,33 BC 32,58±0,60 E 28,08±0,46AB 29,68±1,00DE P
CT 29,59±1,13 19,79±1,56 CD 30,38±1,35 HI 19,58±0,60BCD 24,83±1,16HI
S
MB 31,69±1,11 21,42±0,47ABC 30,77±1,27 GH 22,95±1,00BC 26,71±0,96 FG
SG
R
30,09±2,22 22,95±1,36BCD 29,89±1,83 FG 22,67±0,30CD 26,40±1,43FG
SH
R
28,02±0,90 20,62±1,94 DE 31,63±1,26GHI 18,54±2,07ABC 24,70±1,54I
SS
R
33,68±1,27 22,58±0,81 A 32,45±0,60FG 24,52±1,41AB 28,31±1,02F
Rataan
Q
30,67±1,15 22,41±1,08K 31,28±1,15L 22,72±0,97 K
L
Keterangan : CP=Centrosema pascuorum, CT=Clitoria terantea, MB=Macroptilium bracteatum, SG=Stylosanthes guianensis, SH=Stylosanthes hamata, SS=Stylosanthes seabrana, W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA A,B,C,,I pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,0001) P,Q,R,S pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) K,L
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
Tabel 13 menunjukkan bahwa tanaman Stylosanthes seabrana pada
perlakuan disiram tanpa diberi FMA (W0M0) memiliki rataan kadar air tanah
tertinggi (33,68%), sedangkan tanaman Stylosanthes hamata pada perlakuan
dikeringkan dan diberi FMA (W1M1) memiliki rataan kadar air tanah terendah
(18,54%). Perbandingan antar jenis tanaman menunjukkan bahwa tanaman
Centrosema pascuorum memiliki rataan tertinggi sedangkan Clitoria ternatea
dengan rataan kadar air tanah terendah.
Perlakuan pemberian FMA baik dalam kondisi disiram maupun cekaman
kekeringan tidak menunjukkan perbedaan, namun perbedaan sangat nyata antar
perlakuan berdasarkan perlakuan disiram atau dikeringkan.
4.2.2.2 Potensial Air Daun Tanaman Legum pada Pengamatan Hari ke-32
Rataan potensial air daun tanaman legum untuk pengamatan hari ke-32
disajikan pada Tabel 14. Analisa sidik ragam menunjukkan adanya interaksi
signifikan sangat nyata (P<0,0001) perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA
dengan jenis legum terhadap potensial air daun. Perbandingan antar jenis legum
dan antar keempat perlakuan juga menunjukkan perbadaan signifikan sangat
nyata.
Tabel 14 menunjukkan bahwa potensial air daun tertinggi pada tanaman
Stylosanthes guianensis perlakuan disiram dan diberi FMA (W0M1) sebesar -0,88
43
MPa, sedangkan potensial air daun terendah pada tanaman Stylosanthes hamata
perlakuan dikeringkan tanpa FMA (W1M0) sebesar -12,31 MPa. Perbandingan
antar jenis tanaman menunjukkan rataan total potensial air daun tanaman
Stylosanthes seabrana memiliki nilai tertinggi, sedangkan tanaman Stylosanthes
hamata memiliki nilai paling negatif.
Tabel 14 Potensial Air Daun Tanaman Legum Pengamatan H-32 (MPa)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
CP -1,30 ±0,38 -8,77 ±0,63AB -1,90±0,40E -4,04 ±0,35ABC -4,00 ±0,44C Q
CT -2,76 ±0,69 -9,21 ±1,44ABC -2,45±0,46E -6,75 ±1,92ABC -5,29 ±1,13D
MB
R
-1,4 1±0,37 -2,59 ±0,69AB -1,18±0,22ABC -1,99 ±0,35AB -1,79 ±0,41ABC
P
SG -1,08 ±0,13 -3,00 ±0,71AB -0,88± 0,15BC -3,34 ± 1,21A -2,07 ± 0,55ABC
SH
P
-1,92 ±0,46 -12,31±4,57ABC -1,43 ±0,61F -9,30 ±0,46AB -6,24 ±1,53E
SS
R
-1,20 ±0,08 -1,64 ±0,36AB -1,12±0,08AB -1,52 ±0,33AB -1,37 ±0,21AB
P
Rataan -1,61 ±0,35 -6,29 ±1,40K -1,49 ±0,32M -4,45 ±0,78K
L
Keterangan: CP=Centrosema pascuorum, CT=Clitoria terantea, MB=Macroptilium bracteatum, SG=Stylosanthes guianensis, SH=Stylosanthes hamata, SS=Stylosanthes seabrana, W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA A,B,C pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,0001)
P,Q,R,S,T pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) K,L,M
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
Perlakuan disiram (W0) menunjukkan nilai yang sama, baik diberi atau
tanpa FMA, sebaliknya perlakuan cekaman kekeringan (W1) terlihat adanya
perbedaan signifikan sangat nyata antara perlakuan yang tidak dengan diberi
FMA. Pemberian FMA dalam kondisi cekaman kekeringan mampu meningkatkan
potensial air daun sebesar 29,25% dibandingkan tanpa FMA. 4.2.2.3 Kadar Air Relatif Daun Tanaman Legum Pengamatan Hari ke-32
Kadar air relatif daun tanaman legum untuk pengamatan hari ke-32
disajikan pada Tabel 15. Analisa sidik ragam menunjukkan adanya interaksi
sangat nyata (P<0,01) perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis
legum, begitu juga perbandingan antar jenis legum dan antar keempat perlakuan.
Tabel 15 menunjukkan bahwa tanaman Clitoria ternatea sangat sensitif
merespon ketersediaan air pada daunnya, hal ini terlihat dari interaksi jenis
tanaman dengan perlakuan tanaman Clitoria ternatea yang menunjukkan nilai
44
tertinggi (75,19%) pada perlakuan disiram diberi FMA (W0M1) dan juga nilai
terendah (25,46%) pada perlakuan dikeringkan tanpa FMA (W1M0).
Tabel 15 Kadar Air Relatif Daun Legum pada Pengamatan Hari ke-32 (%)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
CP 61,86± 5,62 40,70±10,91ABC 63,87±2,17FGH 60,71±3,99ABC 56,78±5,67ABCD Q
CT 67,50±12,67 25,46±12,18ABC 75,19± 5,72I 29,70±3,54A 49,46±8,53HI
MB
RS
64,18± 7,92 46,80±4,34ABC 64,19±7,41DEFG 53,82±3,76ABC 57,25±5,86CDEF
SG
Q
67,42±4,49 40,09±3,74ABC 68,60±6,08FGH 43,91±7,84ABC 55,01±5,54EFG
SH
QR
56,53± 5,52 29,34±4,16BCDE 68,36±6,98HI 32,77±9,88ABC 46,75±6,64GHI
SS
T
67,89±3,63 57,93±15,94ABC 71,21± 5,01BCDE 60,06±12,67AB 64,27±9,31ABCD
Rataan
P
64,23± 6,64 40,05±8,54K 68,57±5,56M 46,83±6,95K L
Keterangan: CP=Centrosema pascuorum, CT=Clitoria terantea, MB=Macroptilium bracteatum, SG=Stylosanthes guianensis, SH=Stylosanthes hamata, SS=Stylosanthes seabrana, W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA A,B,C,..I pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
P,Q,R,S,T pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) K,L,M
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
Perbandingan jenis tanaman menunjukkan bahwa tanaman Stylosanthes
seabrana memiliki kadar air relatif daun tertinggi, sedangkan tanaman
Stylosanthes hamata memiliki nilai terendah. Pemberian FMA dalam kondisi
disiram tidak menunjukkan adanya perbedaan, namun dalam kondisi cekaman
kekeringan pemberian FMA menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan
tanpa FMA. Pemberian FMA dalam kondisi cekaman kekeringan mampu
meningkatkan kadar air relatif daun sebesar 14,48% dibandingkan tanpa FMA.
4.2.2.4 Produksi Bobot Kering Tajuk (BKT) Tanaman Legum
Produksi bobot kering tajuk tanaman legum disajikan pada Tabel 16.
Analisa sidik ragam menunjukkan adanya interaksi berbeda sangat nyata (P<0,01)
perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis legum terhadap produksi
bobot kering tajuk. Perbandingan antar jenis legum dan antar keempat perlakuan
juga menunjukkan perbedaan signifikan sangat nyata (P<0,0001).
Tabel 16 menunjukkan rataan bobot kering tajuk legum tertinggi adalah
pada perlakuan disiram diberi FMA (W0M1) tanaman Stylosanthes hamata
sebesar 96,6 g, sedangkan rataan terendah adalah pada perlakuan dikeringkan
tanpa FMA (W1M0) tanaman Centrosema pascuorum sebesar 11,0 gram. Hal ini
45
sejalan dengan perbandingan antar jenis tanaman yang menghasilkan tanaman
Stylosanthes hamata dengan bobot kering tajuk tertinggi dan terendah adalah
tanaman Centrosema pascuorum.
Tabel 16 Produksi Bobot Kering Tajuk (BKT) Legum (g/tajuk pot tanaman)
Jenis Perlakuan
Rataan W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
CP 24,6± 5,8 11,0 ± 2,3ijkl 30,2± 15,4l 13,7± 8,7hijk 19,9 ±8,0kl T
CT 57,7±15,5 30,4 ± 7,0def 76,1± 12,2hijk 41,8± 5,3bc 51,5±10,0fghi
MB
Q
32,1±18,4 23,4 ± 6,3hij 38,6±16,8jkl 27,5± 4,4ghij 30,4 ±11,5ijkl
SG
S
71,0±15,4 23,8 ± 3,0bcd 77,4± 9,0jkl 29,7 ± 6,7bc 50,4± 8,5hijk
SH
Q
84,9± 15,6 40,8 ± 3,6ab 96,6± 19,9ghij 45,5 ± 7,0a 66,9 ±11,5efgh
SS
P
49,7± 5,1 28,1 ± 4,0efg 61,4± 5,7hijkl 32,6± 8,0cde 42,9 ±5,7hij
Rataan
R
53,3±12,6 26,2 ± 4,4L 63,4± 13,2M 31,8 ± 6,7K M
Keterangan: CP=Centrosema pascuorum, CT=Clitoria terantea, MB=Macroptilium bracteatum, SG=Stylosanthes guianensis, SH=Stylosanthes hamata, SS=Stylosanthes seabrana, W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA a,b,c,..l pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01) P,Q,R,S,T pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) K,L,M
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
Perlakuan pemberian mikoriza terlihat sangat nyata dalam kondisi disiram,
namun tidak berbeda dalam kondisi cekaman kekeringan. Pemberian mikoriza
dengan penyiraman mampu meningkatkan bobot kering tajuk tanaman legum
sebesar 18,95% dibandingkan tanpa diberi mikoriza.
4.2.2.5 Produksi Bobot Kering Akar (BKA) Tanaman Legum
Rataan bobot kering akar tanaman legum disajikan pada Tabel 17. Analisa
sidik ragam menunjukkan tidak adanya interaksi antara perlakuan kekeringan dan
aplikasi FMA dengan jenis legum. Perbedaan signifikan sangat nyata (P<0,0001)
ditunjukkan pada perbandingan antar jenis legum, sedangkan antar keempat
perlakuan menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).
Tabel 17 menunjukkan tanaman Clitoria ternatea memiliki rataan total
bobot kering akar yang tertinggi (12,6 g), sedangkan tanaman Centrosema
pascuorum adalah terendah (2,1 g) walaupun tidak berbeda dengan tanaman
Macroptilium bracteatum (3,0 g). Tanaman Clitoria ternatea dengan bobot akar
terbesar menunjukkan kebutuhan air untuk hidupnya lebih besar dibandingkan
46
tanaman lainnya. Hal ini sejalan dengan umur panen tanaman Clitoria ternatea
yang hanya bertahan pada hari ke 32 setelah perlakuan kekeringan, berarti
ketersediaan air tanah pada media tanam sudah tidak mencukupi lagi untuk
keberlangsungan hidupnya.
Tabel 17 Bobot Kering Akar (BKA) Tanaman Legum (g/tanaman dalam pot)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
CP 2,3±1,3 1,6± 0,8 2,8± 0,6 1,8±1,1 2,1±1,0R CT 12,3±1,9 11,9 ± 3,1 13,9± 2,2 12,2±4,1 12,6±2,8MB
P 3,0±1,5 2,4± 1,0 3,9± 2,2 2,7±1,8 3,0±1,6
SG
R 4,7±1,6 3,0±0,3 5,8±1,4 3,8±0,8 4,3±1,0
SH
Q 4,7±1,3 3,9 ±0,8 5,3±1,2 4,1± 0,9 4,5±1,1
SS
Q 4,3±0,7 3,6 ± 0,7 5,1±0,3 3,9±1,5 4,2±0,8
Rataan
Q 5,2±1,4 4,4±1,1kl 6,1± 1,3l 4,8±1,7k l
Keterangan: CP=Centrosema pascuorum, CT=Clitoria terantea, MB=Macroptilium bracteatum, SG=Stylosanthes guianensis, SH=Stylosanthes hamata, SS=Stylosanthes seabrana, W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA P,Q,R pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) k,l
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Pemberian FMA dalam kondisi dikeringkan tidak menunjukkan adanya
perbedaan, sebaliknya dalam kondisi disiram pemberian FMA memberikan bobot
kering akar lebih tinggi dibandingkan tanpa FMA. 4.2.2.6 Panjang Akar Tanaman Legum
Rataan produksi panjang akar tanaman legum disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Panjang Akar Tanaman Legum (cm)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
CP 86,33±11,68 65,75±49,25E 123,25±17,97 F 111,25±14,41 AB 96,65±23,33 ABC S
CT 119,50±6,14 108,75±12,87AB 122,25±6,99 ABCD 113,67±7,51 AB 116,04± 8,38 DE
MB
PQR
85,25±10,69 77,00±14,01CDE 116,75±18,08 DE 105,75±10,87 ABC 96,19±18,41R ABCD
SG
S
108,25±17,75 91,00±9,13ABCD 105,00±5,35 BCDE 102,50±11,09 ABCD 101,69±10,83 ABCD
SH
QRS
109,50±6,56 114,00±11,75ABCD 114,00±9,83 ABC 120,75±12,95 ABC 114,56±10,27 AB
SS
PQ
128,00±11,63 107,00±17,22A 129,50±15,78 ABCD 123,25±26,71 A 121,94±17,84 AB
Rataan
P
106,14±10,74 93,92±22,37 KL 118,46±12,34 L 112,86±13,92 K KL
Keterangan: CP=Centrosema pascuorum, CT=Clitoria terantea, MB=Macroptilium bracteatum, SG=Stylosanthes guianensis, SH=Stylosanthes hamata, SS=Stylosanthes seabrana, W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA A,B,C,,E pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) P,Q,R,S pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) K,L pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)
47
Analisa sidik ragam menunjukkan adanya interaksi sangat nyata (P<0,01)
perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis legum terhadap produksi
panjang akar. Perbandingan antar jenis legum dan antar keempat perlakuan juga
menunjukkan perbedaan sangat nyata.
Tabel 18 menunjukkan respon rataan panjang akar tertinggi adalah pada
tanaman Stylosanthes seabrana pada perlakuan disiram dan diberi FMA (W0M1)
sebesar 129,50 cm, sedangkan respon terendah adalah tanaman Centrosema
pascuorum pada perlakuan dikeringkan tanpa FMA (W1M0) sebesar 65,75 cm.
Perbandingan antar keempat perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan
dikeringkan diberi FMA (W1M1) sama dengan perlakuan disiram tanpa FMA
(W0M0), hal ini menunjukkan bahwa adanya peranan FMA dalam kondisi
cekaman kekeringan sehingga dapat menyamai perlakuan yang disiram tanpa
diberi FMA. Perlakuan disiram diberi FMA (W0M1) memberikan produksi
panjang akar terpanjang dibandingkan perlakuan lainnya.
FMA mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman karena status hara
tanaman tersebut dapat ditingkatkan dan diperbaiki. Kemampuannya yang tinggi
dalam meningkatkan penyerapan air dan hara terutama P (Jakobsen 1992; Smith
& Read 1997; Bryla & Duniway 1997; Hapsoh 2003). Dijelaskan Sieverding
(1991) bahwa FMA yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan
memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan
mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air. Selain P,
hifa eksternal FMA dapat meningkatkan penyerapan unsur hara lain seperti N, K
dan Mg yang bersifat mobil (Sieverding 1991; Johansen et al. 1996; Bago et al.
1996; Ouimet et al. 1996; Hapsoh 2003). Unsur-unsur mikro seperti Zn, Cu, B,
Mo juga meningkat penyerapannya (Persad-Chinnery & Chinnery 1996; Smith &
Read 1997). Spora FMA mengandungnitrat reduktase telah dibuktikan secara
biokimia dan genetik sehigga hifa eksternalnya mempunyai kapasitas penyerapan
nitrat (Bago et al. 1996).
4.2.2.7 Kadar Prolin Daun Tanaman Legum pada Pengamatan Hari ke-32
Rataan kadar prolin tanaman legum pada pengamatan hari ke-32 disajikan
pada Tabel 19. Analisa sidik ragam menunjukkan adanya interaksi signifikan
sangat nyata (P<0,0001) perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis
48
legum terhadap kadar prolin daun. Begitu juga perbandingan antar jenis legum
dan antar keempat perlakuan menunjukkan perbedaan signifikan sangat nyata.
Tabel 19 Rataan Kadar Prolin Pengamatan Hari ke-32 (µmol/g bobot daun segar)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
CP 90,02±10,22 1.086,99±171,07D 54,64±11,51C 299,98±6,83D 382,91±49,91D Q
CT 184,95±10,62 2.394,58±910,47D 177,11±20,82A 1.015,20±80,02D 942,96±255,48C
MB
P
49,73±4,85 217,17±4,44D 56,19±14,82D 173,14±41,57D 124,06±16,42D
SG
R
58,77±3,29 415,48±272,21D 44,71±7,31D 380,11±88,01D 224,77±92,70D
SH
QR
59,26±16,07 2.578,25±228,87D 51,12±31,79A 1.824,15±374,32D 1.128,19±337,76B
SS
P
54,38±4,16 139,60±39,60D 49,49±10,03D 124,04±19,88D 91,88±16,19D Rataan
R
82,85 ±8,20 1.138,68 ±408,81M 72,21 ±16,05K 636,10 ±125,92M
L
Keterangan: CP=Centrosema pascuorum, CT=Clitoria terantea, MB=Macroptilium bracteatum, SG=Stylosanthes guianensis, SH=Stylosanthes hamata, SS=Stylosanthes seabrana, W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA A,B,C,D pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,0001) P,Q,R pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001) K,L,M
Tabel 19 menunjukkan tanaman Stylosanthes hamata dan Clitoria terantea
pada perlakuan dikeringkan tanpa FMA (W1M0) memiliki kadar prolin tertinggi,
hal ini sejalan dengan rataan total kedua tanaman tersebut memiliki kadar prolin
tertinggi, sedangkan tanaman Stylosanthes seabrana pada perlakuan disiram dan
diberi FMA memiliki kadar prolin terendah sebesar 49,49 µmol/g bobot daun
segar.
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,0001)
Kadar prolin yang tinggi menunjukkan respon stress yang dialami tanaman
tersebut. Perbandingan antar keempat perlakuan menunjukkan bahwa pemberian
FMA dalam kondisi disiram tidak menunjukkan adanya perbedaan, sebaliknya
dalam kondisi kekeringan pemberian FMA mampu menekan kadar prolin menjadi
lebih rendah. Pemberian FMA dalam kondisi cekaman kekeringan mampu
menurunkan kadar prolin sebesar 44,14% dibandingkan tanpa FMA. 4.2.2.8 Kadar Total Gula Terlarut Daun Tanaman Legum
Rataan kadar total gula terlarut daun legum disajikan pada Tabel 20. Analisa
sidik ragam menunjukkan adanya interaksi signifikan sangat nyata (P<0,0001)
perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis legum terhadap kadar total
49
gula terlarut pada daun. Sama halnya perbandingan antar jenis legum dan antar
keempat perlakuan menunjukkan perbedaan signifikan sangat nyata.
Tabel 20 Kadar Total Gula Terlarut Tanaman Legum (mg/g bobot daun kering)
Jenis Perlakuan
Rataan Total W0M0 W1M0 W0M1 W1M1
CP 17,14±0,81 41,96±1,11HI 14,97±1,99B 33,10±2,54IJ 26,79±2,08CD Q
CT 26,46 ±1,69 57,04±9,01EFG 18,97±4,57A 37,12±3,10FGHI 33,89±5,59C
MB
P
22,35±1,79 29,39±6,91EFG 20,63±1,34D 24,14±0,87EFGH 24,14±1,67E
SG
R
14,62±2,03 24,19±2,23IJ 6,88±2,35E 20,87±2,39K 16,64±1,71EFGH
SH
T
17,90±0,69 24,80±2,43GHI 16,67±0,23E 23,43±3,90HI 20,70±2,89EF
SS
S
11,38±1,65 20,36±2,31JK 8,39±1,90EFGH 17,24±0,35K 14,34±2,10HI
Rataan
U
17,64±2,72 32,96±3,31N 14,42±2,16L 25,98±2,51O
M
Keterangan: CP=Centrosema pascuorum, CT=Clitoria terantea, MB=Macroptilium bracteatum, SG=Stylosanthes guianensis, SH=Stylosanthes hamata, SS=Stylosanthes seabrana, W0M0=disiram tanpa FMA, W1M0=dikeringkan tanpa FMA, W0M1=disiram diberi FMA, W1M1=dikeringkan diberi FMA A,B,,,K pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) P,Q,R,S,T,U pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01) L,M,N,O
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)
Tabel 20 menunjukkan tanaman Clitoria terantea pada perlakuan
dikeringkan tanpa FMA (W1M0) memiliki kadar total gula terlarut tertinggi
(57,04 mg/g bobot daun kering), sedangkan tanaman Stylosanthes guianensis
pada perlakuan disiram dan diberi FMA (W0M1) memiliki kadar total gula
terlarut paling rendah (6,88 mg/g bobot daun kering). Hal ini sejalan dengan
rataan total kadar gula terlarut yang dikeluarkan oleh tanaman. Semakin tinggi
total gula terlarut yang dikeluarkan oleh tanaman menunjukkan tanaman tersebut
mengalami cekaman kekeringan yang tinggi pula.
Perbandingan antar keempat perlakuan menunjukkan perbedaan sangat
nyata. Perlakuan cekaman kekeringan tanpa diberi FMA menghasilkan kadar gula
terlarut tertinggi, namun dengan pemberian FMA mampu menurunkan kadar gula
total terlarut. Begitu pula yang terjadi pada perlakuan disiram, pemberian FMA
mampu menekan kadar gula terlarut lebih rendah lagi dibandingkan tanpa FMA.
Prosedur yang sama dilakukan pada tanaman rumput, pada tanaman legum
juga dilakukan skoring pemilihan jenis tanaman legum terbaik berdasarkan
parameter diatas. Adapun skoring yang dilakukan pada tanaman legum ini
disajikan pada Tabel 21.
50
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
H0 H8 H16 H24 H32 H40 H48
Perubahan Kadar Air Tanah (%)
Tabel 21 Skoring Pemilihan Jenis Legum Terbaik
Jenis CP CT MB SG SH SS Bobot Kering Tajuk T 2 Q 5 S 3 Q 5 P 6 R 4
Bobot Kering Akar R 4 P 6 R 4 Q 5 Q 5 Q
Panjang Akar 5
S 3 PQR 5 S 3 QRS 4 PQ 5,5 P
Potensial Air Daun 6
Q 5 R 4 P 6 P 6 R 4 P
Kadar Air Relatif 6
Q 5 RS 3,5 Q 5 QR 4,5 T 2 P
Kadar Prolin* 6
Q 2 P 1 R 3 QR 2,5 P 1 R
Total Gula Terlarut* 3
Q 2 P 1 R 3 T 5 S 4 U
Skor 6
23 25,5 27 32 27,5 36 Keterangan: Huruf P,Q,R,S,T,U merupakan notasi superskrip dari analisa tiap parameter
Skoring P,Q,R,S,T,U = 6,5,4,3,2,1 dan dibalik untuk parameter Pro dan TGul*
Dari Tabel 21 diperoleh hasil tanaman Stylosanthes seabrana sebagai
tanaman legum paling toleran terhadap cekaman kekeringan, untuk selanjutnya
dilakukan kajian in vitro kualitas bahan organik pada tahap 2. Dari keenam jenis
tanaman legum diperoleh tanaman Stylosanthes seabrana untuk dikaji lebih
lanjut perubahan kadar air tanah, potensial air, kadar air realtif dan kadar prolin
daun berdasarkan pengamatan per delapan hari yang disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 menunjukkan perubahan kandungan air dalam tubuh yang dialami
oleh tanaman Stylosanthes seabrana. Perubahan kandungan air ditunjukkan oleh
perubahan kadar air tanah, potensial air, kadar air relatif dan kadar prolin daun.
(a) (b)
-6,00
-5,00
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
H0 H8 H16 H24 H32 H40 H48
Perubahan Potensial Air (MPa)
51
(c) (d)
Gambar 6 Perubahan kadar air tanah, potensial air, kadar air relatif dan kadar prolin daun per delapan hari tanaman Stylosanthes seabrana
Pola penurunan kadar air tanah sejalan dengan penurunan potensial air dan
kadar air relatif daun. Penurunan nilai terbesar untuk parameter potensial air dan
kadar air relatif daun ditunjukkan oleh perlakuan dikeringkan tanpa FMA
(W1M0) yang sejalan dengan respon fisiologis terjadi kenaikan terbesar kadar
prolin pada perlakuan yang sama. Penurunan kadar potensial air, kadar air relatif
dan kadar prolin daun berbanding terbalik dengan pertambahan umur tanaman
terutama pada perlakuan yang mengalami cekaman kekeringan.
4.3 Kajian in vitro kualitas bahan organik dari jenis tanaman paling baik
untuk masing-masing rumput dan legum
Hasil seleksi morfo-fisiologis tanaman rumput dan legum diperoleh
tanaman Paspalum notatum dan Stylosanthes seabrana sebagai tanaman paling
toleran terhadap cekaman kekeringan. Selanjutnya dilakukan pengujian kualitas
bahan organik dari kedua tanaman tersebut dengan mengukur produksi gas,
kecernaan bahan organik dan kadar protein kasar.
Produksi gas yang dihasilkan menunjukkan terjadinya proses fermentasi
pakan oleh mikroba rumen, yaitu menghidrolisis karbohidrat menjadi
monosakarida dan disakarida yang kemudian difermentasi menjadi asam lemak
-10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00
100,00
H0 H8 H16 H24 H32 H40 H48
Perubahan Kadar Air Relatif (%)
-
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
H0 H8 H16 H24 H32 H40 H48
Perubahan Kadar Prolin (µmol/g daun segar)
52
terbang (VFA), terutama asam asetat, propionat dan butirat serta gas metan (CH4)
dan CO2
(McDonald et al. 2002). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kecernaan bahan makanan yaitu komposisi kimia bahan makanan, komposisi
kimia ransum, bentuk fisik ransum, jumlah konsumsi dan jenis ternak. Tinggi
rendahnya daya cerna dipengaruhi oleh jenis ternak, umur hewan, jenis bahan
pakan dan susunan kimianya (Peterson 2005).
4.3.1 Rumput Paspalum notatum
Rataan produksi gas, kecernaan bahan organik dan kadar protein kasar
rumput Paspalum notatum disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan
adanya pengaruh sangat nyata (p<0,01) akibat cekaman kekeringan dan
pemberian FMA pada rumput Paspalum notatum. Produksi gas terbesar
dihasilkan pada perlakuan M1W0 sebesar 21,02 ml/200 mg BK tidak berbeda
dengan perlakuan M0W0. Hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh FMA dalam
kondisi kecukupan air atau disiram.
Gambar 7 Grafik Rataan Produksi Gas, Kecernaan Bahan Organik dan Kadar Protein Kasar Rumput Paspalum notatum
Pemberian FMA dalam kondisi cekaman kekeringan menunjukkan adanya
pengaruh nyata terhadap produksi gas, perlakuan dikeringkan dan diberi FMA
(W1M1) memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan dikeringkan
tanpa FMA (W1M0). Peningkatan produksi gas pada perlakuan cekaman
kekeringan yang diberi FMA sebesar 8,11% dibandingkan tanpa FMA.
Kecernaan bahan organik sangat berhubungan dengan ketersediaan bahan
organik di hijauan yang diberikan. Semakin tinggi kandungan bahan organik
20,70a 19,30b 21,02a 20,86a
43,02kl 42,66l 43,57k 42,86kl
11,98q
7,68s13,17 p
8,80r
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
M0W0 M0W1 M1W0 M1W1
PG 24h (ml/200 mg BK) KCBO (%) PK (%)
53
normalnya akan meningkatkan persentase kecernaan bahan organik. Nilai
kecernaan bahan organik rumput Paspalum notatum menunjukkan bahwa
perlakuan W0M1 memiliki rataan kecernaan tertinggi, sedangkan perlakuan
W1M0 memiliki nilai rataan terendah. Perlakuan W0M0 memiliki nilai yang sama
dengan perlakuan W1M1. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian FMA dalam
kondisi cekaman kekeringan ternyata mampu menyamai nilai kecernaan bahan
organik pada perlakuan disiram tanpa diberi FMA.
Kadar protein kasar rumput Paspalum notatum menunjukkan hasil berbeda
(P<0,01) antar keempat perlakuan. Cekaman kekeringan sangat nyata menurunkan
kadar protein kasar, baik diberi atau tanpa FMA. Begitu pula perlakuan disiram
dan diberi FMA sangat nyata meningkatkan kadar protein kasar sebesar 9,94%
dibandingkan tanpa FMA. 4.3.2 Legum Stylosanthes seabrana
Rataan produksi gas, kecernaan bahan organik dan kadar protein kasar
legum Stylosanthes seabrana disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan
bahwa perlakuan cekaman kekeringan sangat mempengaruhi produksi gas hasil
fermentasi rumen, total gas yang terbentuk lebih rendah (P<0,01) dibandingkan
perlakuan disiram yang berarti rendahnya proses fermentasi yang terjadi.
Gambar 8 Grafik Rataan Produksi Gas, Kecernaan Bahan Organik dan Kadar Protein Kasar Legum Stylosanthes seabrana
Produksi gas legum Stylosanthes seabrana menunjukkan perbedaan sangat
nyata (P<0,01) antar keempat perlakuan. Perlakuan disiram dan diberi FMA
44,64b
29,77d
45,31a
31,10c
69,98l
56,88m
72,73k
57,85m
17,92q14,52s 18,70p
15,47r
-10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00
M0W0 M0W1 M1W0 M1W1
PG 24h (ml/200 mg BK) KCBO (%) PK (%)
54
(W0M1) memberikan hasil tertinggi sebesar 45,31 ml/200 mg BK, sebaliknya
produksi gas terendah pada perlakuan W1M0 sebesar 29,77 ml/200 mg BK.
Terjadi peningkatan produksi gas sebesar 4,14% untuk perlakuan yang diberi
FMA dalam kondisi cekaman kekeringan dibandingkan tanpa FMA. Rataan
kecernaan bahan organik menunjukkan bahwa perlakuan W0M1 memberikan
hasil kecernaan bahan organik tertinggi, sedangkan perlakuan W1M0 adalah
terendah dan tidak berbeda dengan perlakuam W1M1. Hal ini menunjukkan
bahwa pernanan FMA terlihat nyata pada kondisi ketersediaan air tanah yang
cukup (disiram) namun tidak terlihat nyata pada kondisi cekaman kekeringan.
Kadar protein kasar legum Stylosanthes seabrana menunjukkan hasil
berbeda (P<0,01) antar keempat perlakuan. Secara berurutan perlakuan paling
baik adalah M1W0, M0W0, M1W1 dan M0W1. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan cekaman kekeringan sangat berpengaruh menurunkan kadar protein
kasar tanaman dan pemberian FMA dalam kondisi cekaman kekeringan tidak
mampu menyamai perlakuan kontrol yang disiram tanpa FMA (W0M0)
kemungkinan dikarenakan cekaman kekeringan yang diberikan tergolong
cekaman sangat berat.